II. TINJAUN PUSTAKA
A. Perkerasan Lapisan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Ageregat yang digunakan antara
lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan
baja. Sedangkan bahan ikat yang digunakan antara lain adalah aspal, semen,
dan tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan
menjadi :
a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexibel Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan
perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite Pavement), yaitu perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas
perkerasan lentur.
Kontruksi perkerasan jalan terdiri dari :
Gambar 1. Lapis Perkerasan Jalan
1. Lapis Permukaan (surface)
Lapis permukaan struktur perkerasan jalan terdiri dari campuran
mineral agregat dan beban pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan
paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi.
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung
d. Lapis yang menyebar beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang memiliki daya dukung yang lebih
jelek.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk
lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan
aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu
bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.
2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas
lapis pondasi bawah atau jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah,
langsung dibuat di atas tanah dasar.
.
Fungsi lapis pondasi atas adalah :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
d. Lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah.
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan yang
lapisan dari material berbutir (granural material) yang dipadatkan,
distabilisasi atau tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebar beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya
(penghematan biaya konstruksi).
c. Mencegah tanah dasar masuk ke lapis pondasi atas.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.
e. Adanya lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di
pondasi.
4. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar atau subgrade adalah permukaan tanah semula atau
permukaan tanah galian ataupun permukaan tanah timbunan yang
dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian
perkerasan yang lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan jalan tergantung dari sifat-sifat daya dukung tanah dasar.
Pentingnya kekuatan dari tanah dasar menjadi point utama dalam
ukuran kekuatan dan keawetan struktur perkerasan selama umur
layanan.
Umumnya permasalahan yang terjadi menyangkut tanah dasar berupa
lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu
lintas untuk jenis tanah tertentu. Tambahan pemadatan akibat
pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada
tanah berbutir yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan
konstruksi.
B. Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk
yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat
digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan
contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin;2000:10).
Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang
berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor
lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang, dan
mewujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi
tertakrifkan (Schroeder;1984:10).
Tanah adalah suatu sistem bumi, yang bersama dengan sistem bumi yang
lain, yaitu air alami dan atmosfer, menjadi inti fungsi, perubahan, dan
kemantapan ekosistem. Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam.
Namun demikian banyak tanah yang memperlihatkan tanda-tanda
Menurut pendekatan geologi tanah adalah lapisan permukaan bimi yang
berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh
gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
Menurut pendekatan pedologi tanah adalah bahan padat (mineral atau
organik) yang terletak di permukaan bumi, yang telah dan dan sedang
serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu
(Dokuchaev;1870:11).
Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral,
bahan padat organik, air, dan udara. Bahan padat mineral terdiri atas bibir
batuan dan mineral primer, lapukan batuan dan mineral, serta mineral
sekunder. Bahan padat organik terdiri atas sisa dan rombakan jasad,
terutama tumbuhan, zat humik, dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk
akar tumbuhan hidup. Air mengandung berbagai zat terlarut sehingga
disebut juga larutan tanah.
2. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan
pemakaiannya.
Sistem klasifikasi tanah memberikan bvahasa yang mudah untuk
menjelaskan secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa
Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk study yang lebih terperinci
mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk
menentukan sifat teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah,
berat isi, dan sebagainya (Bowles;1989:11).
Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :
a. Klasifikasi tanah berdasarkan Unified system
Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk
pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan
konstruksi yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain
lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified system (Das. Braja. M, 1988), tanah
dikelompokkan menjadi :
1. Tanah butir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan
pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos
ayakan no. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir
(sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih
dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol
dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt)
anorganik, C untuk lempung (cly) anorganik, dan O untuk lanau
gambut (peat), muck,dan tanah-tanah lain dengan kadar organik
yang tinggi.
3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta na h be rb ut ir k as ar ≥ 50 % bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 Ker ik il 5 0% ≥ fr ak si k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW
Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el Cu = D60 > 4 D10 Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 GP
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u
s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Pa si r≥ 5 0% f ra ks i k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Cu = D60 > 6 D10 Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La n au d an l em p u n g b at as ca ir ≤ 5 0% ML
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 60 50 CH 40 CL 30 Garis A CL-ML 20 4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Batas Cair LL (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
OL
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 5 0% MH
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
b. Sistem Klasifikasi AASHTO
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar
yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan
A-1, A-2, dan A-3 masuk dalam tanah berbutir dimana 35% atau
kurang dari jumlah tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah
yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah
lempung atau lanau. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat
tidak stabil sebagai lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh
AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992).
Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51
Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40
Batas Cair (LL)
Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP
Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41
Tipe material yang
paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau
berlempung Penilaian sebagai bahan
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Min 36 NNNNNN
Min 36 Min 36 Min 36
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40
Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Maks 11 Min 41 Min 11
Tipe material yang
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
Sumber : Das (1995).
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini :
a. Ukuran butiran
Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm
dan tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos
ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm).
Lanau dan lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.
b. Plastisitas
Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau
kurang. Tanah berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.
c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat
batuan yang ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan
tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus
tetap dicatat.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah
kualitasnya paling baik, makin ke kanan semakin berkurang
kualitasnya.
c. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran
Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang
bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam
tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi
ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil
(gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).
Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dikembangkan oleh
Departemen Pertanian Amerika dan klasifikasi internasional yang
dikembangkan oleh Atterberg. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran
tiap-tiap butir yang ada dalam tanah. Pada umumnya tanah asli
merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan
pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah dalam
beberapa kelompok, yaitu :
Pasir : Butiran dengan diameter 2,0–0,05 mm.
Lanau : Butiran dengan diameter 0,05–0,002 mm.
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Internasionals
No. Nama Ukuran Butiran (mm)
1 Pasir kasar 2,0–0,63 2 Pasir medium 0,63–0,20 3 Pasir halus 0,20–0,063 4 Debu kasar Debu medium Debu halus 0,063–0,020 0,020–0,0063 0,0063-0,0020 5 Lempung/liat kasar Lempung/liat medium Lempung/liat halus 0,002-0,00063 0,0063-0,0002 < 0,0002 Sumber : M. Isa Darmawijaya (1997)
3. Tanah Lempung
1. Definisi Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang
terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat
merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis.
Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang
sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia
pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung
sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid
(<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
elektron.
Mitchel memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir
lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm,
berukuran koloid (<0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan
batuan (1976:16).
Menurut Craig tanah lempung adalah mineral tanah sebagai
kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm yang
terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu
penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun akali, dan
karbondioksida (1976:17).
Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia
yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang
dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja
yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang
dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini
disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid
Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo;2005:18 dalam Afryana, 2009).
2. Jenis Mineral Lempung
a. Kaolinite
Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu
hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.
Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan
sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite
menjadi rendah.
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau
menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah
dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia Montmorilonite adalah
Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.
c. Illite
Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha
dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai
untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut
mika hidrus.
Rumus kimia illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly)O10(OH)2.
3. Sifat Tanah Lempung
Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel mineral tertentu
yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air
(Grim;1953:19 dalam Darmady, 2009).
Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang yang terdiri dari
tanah yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti
lempung atau lanau. Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya
gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas
yang kecil dan mempunyai daya dukung rendanh dibandingkan tanah
lempung lainnya.
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak
dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang
kering optimum daripada yang dipadatkan pada basah optimum.
Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan
air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah
mengembang (Hardiyatmo;1999:19).
Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks
yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan
alumunium octahedral. Silicon dan alumunium mungkin juga diganti
sebagian dengan unsur lain yang disebut dengan substitusi isomorfis.
4. Semen
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya
jika dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan
lain menjadii satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara
umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat
merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat, kompak,
dan keras.
1. Jenis-jenis semen
Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
a) Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air,
akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur.
Semen hidrolik mempuyai kemampuan mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh semen hidrolik adalah sebagai berikut :
Kapur hidrolik, sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik
terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan
pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi.
Semen pozzolan, sejenis bahan yang mengandung silisium
aluminium yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya
halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu
ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai
sifat-sifat semen.
Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari
suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi
dan kapur tohor.
Semen alam, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang
mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu
pengerasan.
Semen portland, merupakan material konstruksi yang paling
banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland adalah
semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang
terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung
satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan
Semen portlan pozollan, merupakan campuran semen portland dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi
dan hasil residu.
Semen putih, semen portland yang kadar oksida besinya rendah,
kurang dari 0,5%.
Semen alumnia, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan
bauksit yang telah digiling halus pada temperatur 16000C. Hasil
pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya
dihaluskan hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumnia
yang berwarna abu-abu.
Tabel 4. Jenis-Jenis Semen Portland
Jenis Penggunaan I II III IV V
Konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak diperlukan
Konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang.
Jika kekuatan permulaan yang tinggi diperlukan
Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan
Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan (Wang salmon, 1993)
2. Komposisi Kimia Semen
Semen portland terutama terdiri dari oksida kapur (CaO), oksida silikat
(SiO2), oksida alumnia (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3). Kandungan dari
“Major Oxides”, sedangkan sisanya sebanyak 5% terdiri dari oksida
magnesium (MgO) dan oksida lain. Komposisi spesifik semen portland
tergantung pada jenis semen dan komposisi bahan baku yang
dipergunakan.
Tabel 5. Komposisi Kimia Limit Semen Portland
OKSIDA KOMPOSISI (%) CaO 60-67 SiO2 17-25 Al2O3 3,0-8,0 Fe2O3 0,5-6,0 MgO 0,1-5,5 Na2O+K2O 0,5-1,3 TiO2 0,1-0,4 P2O5 0,1-0,2 SO3 1,0-3,0
Keempat oksida utama pada semen akan membentuk senyawa-senyawa
yang biasa disebut :
- Trikalsium silikat, 3CaO,SiO2 disingkat C3S
- Dikalsium silikat, 2CaO, SiO2 disingkat C2S
- Trikalsium aluminat, 3CaOAl2O3 disingkat C3A
- Tetra kalsium alumino ferrite, 4CaO, Al2O3, Fe2O3 disingkat C4AF
-5. Abu Sekam Padi
Sekam padi (kulit gabah) merupakan hasil penggilingan atau penumpukan
gabah. Secara global sekitar 600 juta ton beras dari padi diproduksi tiap
tahunnya. Sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari
13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu
Di Indonesia, khususnya Sulawesi selatan, sekam padi biasanya bertumpuk
dan hanya menjadi bahan buangan disekitar penggilingan padi.
Pemanfaatannya masih sangat terbatas, hasil pembakaran sekam padi
biasanya digunakan sebagai abu gosok untuk membersihkan peralatan rumah
tangga dan digunakan untuk mengeringkan bata pada tempet-tempat
pembuatan genteng dan batu bata.
Menurut Thomas dan Jones dalam Lembang (1995), bahwa pada lapisan
terluar dari sekam padi terkonsentrasi silika yang tinggi dengan tingkat
porositas yang tinggi, ringan dan permukaan eksternal yang luas sehingga
sangat bermanafaat sebagai adsorben dan isolator (1970:24).
Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan
disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang
kandungan silikanya rendah (Houston,;1972;Prasad, et al.; 2000:24).
Secara paraktis, variasi kandungan silika dari abu sekam padi bergantung
pada teknik pembakaran (waktu dan suhu). Pembakaran pada suhu 550°C -
800°C menghasilkan silika amorf dan pembakaran pada suhu yang lebih
tinggi akan menghasilkan Kristal silika fase kristobalit dan tridimat (hara,
1986). Hal ini sesuai dengan sifat silikat bahwa perubahan suhu dapat
mengakibatkan perubahan bentuk senyawa silikatnya.
6. Paving Block
Paving Block atau beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland
atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa
bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen
kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak
yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung
Kumara;1992;Akmaluddin dkk;1998:24).
2. Spesifikasi Paving Block
Paving Block untuk lantai harus memenuhi persyaratan
SNI-03-0691-1996 untuk bata beton untuk lantai sebagai berikut :
a. Sifat tampak beton paving block untuk lantai harus mempunyai
bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian
sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari
tangan.
b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari
persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen
memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,
ukuram, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.
c. Penyimpangan tebal paving block untuk lantai diperkenankan kurang
d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai
berikut :
Tabel 6. Kekuatan fisik Paving Block
Mutu Kegunaan Kuat Tekan (kg/cm2 ) Ketahanan Aus (mm/menit) Penyerapan Air Rata-Rata Maksimal (%) Rata-rata Min Rata-rata Min A Perkerasan Jalan 400 350 0,0090 0,103 3 B Tempat Parkir Mobil 200 170 0,1300 1,149 6 C Pejalan Kaki 150 125 0,1600 1,184 8 D Taman Kota 100 85 0,2190 0,251 10 Sumber : SNI 03-0691-1996
e. Paving Block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak
boleh cacat, dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%.
Menurut British Standard 671 Part 1 1986 tentang Precast Concrete
Paving Blocks, persyaratan untuk paving block antara lain :
a.Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60
mm.
b.Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan
100 mm.
c.Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai
panjang 200 mm dan lebar 100 mm.
d.Tali air yang terdapat di sekitar badan paving block sebaiknya
mempunyai lebar tidak lebih dari 7 mm.
e.Toleransi dimensi pada paving block yang diizinkan yaitu :
Lebar ± 2 mm
Tebal ± 3 mm
f. Faktor koreksi kuat tekan pada paving block menurut ketebalannya :
Tabel 7. Faktor Koreksi Kuat Tekan paving Block
Faktor Koreksi Ketebalan dan Tali Air Untuk Kuat Tekan Paving Block Ketebalan Paving Block (mm) Faktor Koreksi Paving Blok Datar Paving Block Bertali Air 60 atau 65 1.00 1.06 80 1.12 1.18 100 1.18 1.24
Sumber : British Standard 0717 Part 1 1986
3. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block
Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton,
dengan banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block memiliki
banyak kegunaan diantaranya sebagai lapisan perkerasan lapangan
terbang, terminal bis, parkir mobil, pejalan kaki, taman kota, dan tempat
bermain. Penggunaan paving block memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
a. Dapat diproduksi secara massal
b. Dapat diaplikasikan pada pembangunn jalan dengan tanpa memerlukan
c. Pada kondisi pembebanan yang normal paving block dapat digunakan
selama masa-masa pelayanan dan paving block tidak mudah rusak.
d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung digunakan tanpa
harus menunggu pengerasan seperti pada beton (Arum dan
Perdhani;2002:28).
e. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat
pemasangannya.
f. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit
dibandingkan penggunaan pelat beton.
g. Adanya poro-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan
dan memperbanyak infilstrasi dalam tanah.
h. Perkerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon dan
menahan logam berat.
i. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain
dengan pola dan warna yang indah.
j. Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis
perkerasan konvensional yang lain.
k. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah.
4. Bentuk Paving Block
Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Paving block bentuk segi empat
Gambar 2. Berbagai macam bentuk paving block
5. Pola Pemasangan Paving Block
Dalam pelaksanaan lapis perkerasan paving block dipergunakan beberapa
Gambar 3. Pola pemasangan paving block
7. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah
dan hanya untuk kendaraan-kendaraan kecil. Untuk kawasan perumahan
didisain saat membuat tata ruang, sehingga status tanahnya milik Negara
yang disediakan sebagai prasarana untuk umum. Pembangunan jalan,
perbaikan dan pemeliharaan dapat dilakukan oleh warga sekitar lingkungan
dan / atau oleh siapa saja. Jalan lingkungan termasuk dalam klasifikasi jalan
kelas III C, yaitu jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8
ton.
Adapun beberapa alternatif untuk konstruksi jalan lingkungan sebagai berikut
a. Jalan Tanah
Asal mula jalan tanah berasal dari jalan setapak yang terjadi akibat
manusia mencari akses ke lokasi lain, sehingga terjadi jalan setapak.
Pada umumnya jalan setapak berada di pedesaan atau di gunung
ataupun di pinggir kali. Tumbuhan atau tanaman yang berada
dipermukaan tanah akibat diinjak kaki, maka menjadi mati, dan terjadi
jalan tanah. Namun kemudian atau disengaja, tanaman atau tumbuhan
di permukaan tanah bisa juga dibabat (dibersihkan) dengan pacul atau
parang, kemudian diratakan dengan cangkul atau mesin perata agar
ditumbuk atau digilas dengan mesin gilas, pada waktu dipadatkan
biasanya disiram air. Dengan demikian terjadi jalan tanah.
b. Jalan Kerikil
Jalan tanah kemudian dapat ditingkatkan menjadi jalan kerikil, yaitu
dengan menebarkan batu kerikil secara merata, kemudian ratakan dan
dipadatkan. Pada waktu proses pemadatan biasanya disiram dengan air
agar kerikil bisa menyatu dengan permukaan tanah.
c. Jalan Aspal Tipis
Seterusnya, bahwa jalan kerikil dapat ditingkatkan menjadi jalan aspal
tipis. Mula-mula permukaan jalan diratakan, dan permukaan kerikil
disiram dengan air, agar terjadi sifat basah yang membuat licin kerikil,
kemudian dipadatkan. Biasanya pemadatan dilakukan dengan mesin
gilas selama 3 - 5 kali, dan selama pemadatan selalu disiram dengan air.
Pemadatan juga dapat dilakukan dengan mesin penumbuk jalan. Setelah
permukaan jalan kerikil rata dan padat, serta dalam keadaan kering
(dibiarkan kering oleh matahari), maka mulailah permukaan disiram
dengan aspal dan tidak terlalu tebal, batu kemudian ditaburkan pasir
secara merata dan cukup tipis. Setelah itu permuakaan boleh dipadatkan
dengan mesin gilas selama 3 - 5 kali. Jangan lupa permukaan roda
mesin gilas selalu diberi air agar aspal didak melekat. Pemadatan
selanjutnya bisa dilakukan dengan roda kendaraan yang lewat, dan jalan
d. Jalan Telford
Jalan tanah dapat ditingkatkan menjadi jalan telford, namun juga suatu
lokasi dibersihkan untuk jalur jalan, dengan proses seperti membuat
jalan tanah.
e. Jalan Makadam
Jalan tanah dapat ditingkatkan menjadi jalan makadam, namun juga
suatu lokasi dibersihkan untuk jalur jalan, dengan proses seperti
membuat jalan tanah.
f. Jalan Paving Block
Jalan Paving Block atau Konstruksi Paving Block adalah jalan
lingkungan yang dibuat dengan konstruksi jalan paving block.
Sedangkan paving block adalah suatu material bangunan dibuat dari
campuran semen dan pasir yang dicetak dengan tekanan dan dibuat