• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Sipatokkong BPSDM Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Sipatokkong BPSDM Sulawesi Selatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2721-5407 (Online) Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

JSBPSDM 2(1)(2021); 1 - 10

Jurnal Sipatokkong BPSDM Sulawesi Selatan

https://ojs.bpsdmsulsel.id/index.php/sipatokkong/login

Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Kajian Pappasang Tu Riolo

dalam Kehidupan Sehari-hari

H. SYAMSIBAR

Widyaiswara BPSDM Provinsi Sulawesi Selatan

hsyamsibar2021@gmail.com

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk memberikan penjelasan secara konseptual tentang penanaman nilai budaya melalui kajian pappasang tu riolo dalam kehidupan sehari-hari bagi anak di daerah Bugis Makassar. Penanaman nilai budaya untuk anak-anak khususnya siswa sekolah dasar, merupakan hal penting didalam kehidupan sekaligus agar mereka mampu menanamkan nilai-nilai dan karakter budaya. Melalui artikel ini diharapkan agar anak-anak mampu mengimbangi pengaruh dari era globalisasi saat ini yang sudah melekat di masyarakat khususnya di daerah Bugis Makassar. Artikel ini menyimpulkan bagaimana penanaman nilai-nilai budaya melalui kajian pappasang tu riolo, dengan harapan mampu membantu membangun kesadaran anak Bugis Makassar mengenai bagaimana menanamkan dan menerapkan nilai budaya yang dimiliki.

Kata kunci : Nilai budaya, Pappasang Turiolo, Anak Bugis Makassar.

ABSTRACT

This article aims to provide a conceptual explanation of the cultivation of cultural values through the study of pappasang tu riolo in everyday life for children in the Bugis Makassar area. Cultivating cultural values for children, especially elementary school students, is an important thing in life as well as so that they are able to instill cultural values and character. Through this article, it is hoped that children will be able to balance the influence of the current era of globalization that has been inherent in society, especially in the Bugis Makassar area. This article concludes how to cultivate cultural values through the study of pappasang tu riolo,

(2)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

with the hope that it will help build awareness of Makassar Bugis children about how to instill and apply their cultural values.

Keywords: Cultural values, Pappasang Turiolo, Bugis Makassar Children.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah suatu wilayah dimana wilayah tersebut berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan serta didasari ideologi negara Pancasila. Pancasila dan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" merangkum karakter dan jati diri bangsa. Karakter bangsa yang berdasarakan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial telah mampu mempersatukan suku bangsa di seluruh penjuru nusantara Indonesia. Lima silapancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi kekuatan dimana hal tersebut dapat mempersatukan semua keragaman serta perbedaan.

Indonesia merupakan Negara yang memiliki begitu banyak kebudayaan dan etnis di dalamnya. Marvis (1999) mengatakan bahwa budaya dapat didefinisikan sebagai seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dantingkah laku. Ciri bangsa Indonesia tercermin dari tradisi dan adat istiadat yang dimana telah tertanam dalam diri masyarakat selama ini. Nilai-nilai kehidupan yang diberikan secara lokal menjadi acuan moral dari setiap gerakan dan akal pikiran masyarakat. Erman Syarif (2016) mengatakan bahwa karakter bangsa tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya. Kearifan lokal inilah dapat membuat keberbedaan etnis hidup bersebelahan atau berdampingan dalam keadaan tentram dan tetap bersatu. Agar kearifan lokal tidak terlupakan, disitulah pentingnya adanya kesadaran dari tiap individu agar identitas bangsa tidak punah atau bahkan dikatakan hilang dari kehidupan masyarakat.

Menurut Rahyono, kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Karena proses transformasi pasti akan terus berlangsung dari masa sekarang, nanti dan masa berikutnya merupakan suatu hal atau peristiwa dimana hal tersebut tidak dapat dihindari dalam perubahan zaman sekarang ini yaitu era globalisasi. Upayah untuk mempertahankan kearifan lokal dan identitas bangsa yang kita miliki termasuk kedalam hal yang sangat penting guna untuk mempersatukan bangsa atas dasar identitas dari berbagai suku bangsa yang

(3)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

Menurut Joesoef (1982) menyatakan bahwa nilai budaya yang merupakan landasan karakter bangsa yang penting untuk ditanamkan dalam setiap individu, agar setiap individu mampu lebih memahami, memaknai, dan menghargai serta menyadari pentingnya nilai budaya dalam menjalankan setiap aktivitas kehidupan. Nilai budaya dapat dikatakan sebagai hal mendasar yang paling abstrak dengan jangkauan yang luas. Oleh karena itu nilai budaya merupakan hal yang sangat berpengaruh yang dapat dijadikan acuan bagi masyarakat. Seperti yang dikatakan Parsudi Suparlan (1981) bahwa budaya adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan.

Seperti yang kita ketahui bersama, Sulawesi Selatan memiliki begitu banyak keanekaragaman budaya yang bernilai tinggi. Salah satunya didaerah Bugis Makassar, keragaman budaya yang dimiliki berupa artefak penemuan sejarah, tradisi dan adat istiadat. Merupakan suatu peninggalan sejarah yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat Bugis Makassar adalah pappasang tu riolo.

NILAI BUDAYA

Nilai-nilai budaya merupakan nilai yang disetujui serta melekat didalam masyarakat, ruang lingkup lingkungan masyarakat yang berakar pada sesuatu hal yang menjadi kebiasaan, kepercayaan, simbol, dan memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat diidentifikasi terhadap satu sama lain, yang menjadi acuan agar perilaku atau reaksi atas apa yang terjadi. Karakter serta nilai budaya bangsa tidak bisa dipisahkan. Marvins (1999) mendefinisikan budaya sebagai seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Parsudi Suparlan (1981) bahwa budaya adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan.

Di Sulawesi Selatan terdapat empat entis yang ada di dalamnya, diantaranya ada etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Mandar dan etnis Toraja. Budaya dan stikmen hidup masyarakat Bugis pada dasarnya sama atau sejalan dengan budaya dan gaya hidup orang Makassar. Kearifan lokal dan nilai budaya yang dimiliki merupakan suatu hal yang istimewa. Menurut Rahyono, kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu

(4)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya kearifan lokal merupakan hal yang diciptakan dan dipilih sehingga muncul dari perjalanan hidup mereka tetapi belum tentu dapat dialami atau dijalani oleh masyarakat atau orang lain pula.

Unsur nilai budaya yang dimiliki akan sangat menempel kuat dalam masyarakat tertntu, karena nilai budaya tersebut sudah melalui proses dan perjalanan yang panjang dalam kehidupan masyarakat tersebut. Nilai budaya sebagai bentuk dari budaya luhur orang-orang Bugis Makassar sangatlah penting dan harus dipertahankan agar tidak terlupakan ditengah-tengah zaman yang sudah modern ini atau di era globalisasi sekarang ini. Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep dengan ruang lingkup luas yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga suatu masyarakat, mengenai itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai-nilai budaya.

Oleh karena itu, pentingnya masyarakat untuk melestarikan atau mengembangkan pengetahuan terhadap nilai budaya yang ada didaerah masyarakat tersebut. Keberadaan nilai budaya sangat penting untuk menanamkannya, maka dari itu pemahaman akan nilai budaya ini amat sangat dibutuhkan dalam ruang lingkup pemahaman tingkah laku sosial dan sistem pendidikan yang diterapkan untuk mengkomunikasikan sistem tingkah laku. Dan karya atau hasil dari suatu budaya dipengaruhi dengan system atau teknis nilai masyarakat yang bersangkutan tersebut. Suatu nilai, jika dibina dan berhasil dikembangkan dalam diri seseorang, maka akan menjadi atau dapat jadikan pedoman atau pegangan terhadap perilaku dan tingkah laku. Nilai adalah motivasi seseorang untuk mencapai tujuannya.

Secara fungsional, sistem nilai ini mendorong perilaku individu menjadi tegas. Mereka mempercayai berperilaku seperti ini akan berhasil. Sikap menilai segala sesuatu tergantung faktor di mana sudah ada potensi dan kejenuhan manusia. Disinilah nilai budaya begitu menjadi tokoh utama yang sangat aktif dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan adanya nilai budaya maka masyrakat akan terus mengingat jati diri bangsa dan tidak melupakannya meskipun sudah banyak sekali perubahan yang kita alami sekarang ini.

PAPPASANG TURIOLO

(5)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

hanya dijumpai dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar, melainkan terdapat pada masyarakat Mandar dan bahkan dikalangan masyarakat Toraja. Meski keberadaan pappasang turiolo ini masih belum pasti hingga saat ini. Namun sebagai cagar budaya masa lalu sudah mencerminkan selera dan beropini serta langkah menggunakan akal pikiran masyarakat saat itu. Cara menggungkapkannya pun sangat beragam, yang biasanya dilakukan para kalangan atas atau bangsawan yang dijadi patokan atau regulasi diwilayahnya. Hakim (1993:22) mengatakan bahwa pappasang bisa berasal dari lingkaran orang-orang pintar atau yang biasa disebut guru, dan bahkan muncul dari orang tua kepada anak cucunya yang merangkup semua norma-norma kesusilaan.

Dalam hal konteks eksistensi budaya Bugis Makassar tanggapannya mengenai pappasang hal lain selain amat sangat dimuliakan, juga menekankan ajaran moral yang layak untuk ditaati. Pada zaman dahulu, seseorang yang selalu menjaga pappasang yang diberikan dari leluhur akan selalu dihormati di masyarakat. Dan sebaliknya, seseorang yang tidak menjaga pappasang yang diberikan kepadanya akan dikenakan atau diberikan sanksi yang berat, reputasinya yang baik akan rusak dan status sosialnya akan diturunkan. Sehingga orang tersebut akan sangat sulit untuk beradaptasi kembali didalam masyarakat. Pappasang turiolo sebagai budaya luhur Bugis Makassar, keberadaannya diharapkan mampu untuk meluluhkan hati serta pikiran masyarakat terutama masyarakat Bugis Makassar. Pappasang ini ada dan memiliki pesan agar selalu jujur dan menggunakan pikiran dengan akal sehat. Dengan demikian terciptalah masyarakat yang sportif, dan memiliki sikap patuh dan teguh akan terus memegang budayanya yaitu pappasang turiolo yang sudah lama melekat di daerah tersebut, selalu bersemangat dengan hidup dan kehidupannya, sehingga dapat diartikan sebagai tindakan atau usaha perubahan menjadi lebih baik.

Makna-makna yang terkandung didalam pappasang turiolo, pada umumnya berupa suatu petunjuk terhadap apa hal yang mesti, apa yang harus, hal apa yang diperbolehkan, apa yang harus didorong atau dikembangkan, serta hal apa yang dilarang untuk dilakukan atau dikerjakan. Dengan demikian pappasang turiolo menjadi sebuah petunjuk mengenai bagaimana cara berkehidupan. Dan menentukan bagaimana gaya hidup seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan pencipta mereka.

Adapun beberapa faktor yang begitu mendasar terhadap budaya masyarakat Bugis Makassar didalam kehidupan adalah kejujuran. Dan jika konsep

(6)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

atau hal ini diabaikan sudah pasti akan memicu atau menimbulkan kecemasan, keresahan dan rasa sakit di masyarakat. Oleh karena ini, kejujuran merupakan salah satu patokan penilaian bagi seorang pemimpin atau siapa saja. Dengan kejujuran seseorang sudah bisa dinilai mengenai baik tidaknya orang tersebut, karena hal tersebut bisa menjadi penguruh terhadap seberapa beratnya amanah yang dipegangnya, maka sikap jujurlah yang paling utama yang dilihat dari orang tersebut. Nilai kejujuran ini menjadi konsep terhadap semua gaya hidup dalam kehidupan ini, kapanpun dan dimana pun maka nilai kejujuran harus tetap selalu dijunjung tinggi.

Dalam pengkajian mengenai pappasang turiolo itu sendiri di tengah-tengah era globalisasi sekarang ini, ditambah lagi dengan pergaulan yang dimiliki oleh anak-anak saat ini. Maka perlu bimbingan atau kajian terhadap hal pappasang turiolo ini. Agar mereka selalu memegang adat istiadat daerahnya. Serta arah hidup yang dijalankannya dapat terarah karena selalu memegang dan mengingat adat dan nilai budaya yang dimilikinya. Hamid (1999) mengatakan bahwa siri’ dan pacce’ adalah dwi konsep yang menjadi ciri individu Bugis Makassar, mempertahankan keseimbangan antara aib dan harga diri sebagaimana diartikan oleh siri’ dan memelihara rasa kebersamaan dalam kedukaan dan penderitaan setiap anggota masyarakatnya sebagaimana ditegaskan dalam gagasan pacce.

ANAK BUGIS MAKASSAR

Masyarakat yang berada di dalam daerah Bugis Makassar dalam kehidupannya banyak terkandung nilai-nilai sosial budaya kearifan lokal yang telah lama pegang dan dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan Bugis Makassar yang dijelaskan bahwa hasil atau upayah dari tindakan dan pikiran masyarakat setempat yang duanut secara turun temurun. Dari hasil pemikiran tersebutlah yang disebut nilai-nilai budaya Bugis Makassar yang dijaga dari dulu sampai sekarang.

Begitu banyak nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat Bugis Makassar, karena salah satu pappasang turiolo yang dianutnya adalah sipakatau dan siri’ na pacce. Sedangkan, Sikki (1998) mengemukakan nilai-nilai budaya Bugis Makassar sebagai berikut: nilai kesetiaan, nilai keberanian, nilai kebijaksanaan, etos kerja, kegotong-royongan, keteguhan, solidaritas, persatuan, keselarasan, dan musyawarah. Nilai budaya sipakatau dapat diartikan sebagai saling menghargai. Sedangkan, siri’ na pacce dapat diartikan sebagai siri’ yang berarti harga diri atau rasa malu dan pacce berarti pedih atau sedih.

(7)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

Nilai budaya sipakatau disini merupakan nilai budaya yang amat sangat dipegang dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis Makassar. Karena disini dalam artiannya adalah memandang setiap manusia sebagai manusia, seperti artinya yaitu saling menghargai. Masyarakat Bugis Makassar juga selalu mengingat bahwa kita sesama manusia adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan yang mulia. Untuk nilai budaya siri’ na pacce ini adalah intipokok dari kebudayaan masyarakat Bugis Makassar. Seperti yang dikatakan Mattulada (Marzuki, 1995) bahwa siri’ tidak lain dari inti kebudayaan Bugis Makassar.

Dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar memperjuangkan atau mempertahankan harga diri adalah suatu keharusan bahkan kewajiban tiap masyarakat Bugis Makassar. Akibat kehilangan harga diri terhadap masyarakat Bugis Makassar bagaikan perginya jiwa sendiri atau seakan-akan ruhnya tidak lagi berada didalam dirinya sendiri. Masyarakat Bugis Makassar akan dilihat sebagai manusia jika ia selalu menjaga harga diri yang dimilikinya. Karena menurut masyarakat Bugis Makassar tanpa nilai budaya siri’ manusia akan dianggap seperti binatang.

Siri’ adalah penampakan dari harga diri yang dimiliki seseorang, maka sangat diharamkan bagi masyarakat Bugis Makassar untuk digubris rasa harga dirinya. Dalam sangkut pautnya dengan dengan perkembangan bagi anak-anak, hal ini sangat penting diajarkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar anak-anak dapat selalu menjaga dan memelihara harga dirinnya dengan baik dan menghargai harga diri orang lain dan sesamanya. Abidin (1999) mengatakan “Nare’ko de’na siri’mu, engkamupatu esse’bauamu” (jikalau tak ada lagi siri’mu atau malumu, maka pasti masih ada rasa pedihmu dan kasih sayangmu). Artinya adalah ketika malumu sudah tidak ada, akan tetapi kamu masih punya rasa kasihan dan pedih ketika melihat sesamamu menderita atau sakit.

PENANAMAN NILAI BUDAYA MELALUI KAJIAN PAPPASANG TU RIOLO DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI ANAK DI DAERAH BUGIS MAKASSAR

Anak-anak di era globalisasi ini masih sangat kurang pengetahuannya terhadap nilai budaya yang dimiliki Indonesia itu sendiri. Terutama anak-anak pada daerah Bugis Makassar adat dan tradisi yang begitu banyak dan kuat, masihlah membutuhkan arahan atau bimbingan. Dikarenakan dizaman sekarang ini begitu banyak anak-anak yang banyak menganggap nilai budaya yang dimiliki masyarakat Bugis Makassar itu masih dikesebelahkan. Kesadaran akan pentingnya melestarikan dan menjaga budaya yang telah dijaga dari dulu masih terlalu kurang.

(8)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

Penanaman mengenai nilai-nilai budaya pada anak Bugis Makassar merupakan hal yang penting agar mereka dapat selalu mengingat pappasang turiolo atau dalam artian bahasa Indonesia adalah pesan leluhur atau orang terdahulu. Karena apalah arti nilai budaya jika tidak selalu dilestarikan dan dikembangkan dari generasi ke generasi berikutnya. Nilai budaya yang selalu dilestarikan akan membuat Negara kita selalu menjadi Negara yang menjaga satu sama lain dan menghargai setiap perbedaan yang ada. Dalam masyarakat Bugus Makassar pappasang turiolo yang banyak mengandung begitu banyak nilai-nilai budaya didalamnya, merupakan ajaran yang menjadikan manusia bisa menjalankan hidupnya dengan baik. Salah satu nilai budaya yang melekat dengan masyarakat Bugis Makassar adalah siri’ na pacce.

Berhasil tidaknya pembelajaran atau pengenalan nilai budaya itu tergantung dari keadaan lingkungan sosialnya. Dengan demikian dalam melestarikan atau pengajaran terhadap nilai-nilai budaya disini perlulah dengan bantuan lingkungan yang kondusif serta bantuan orang tua dan masyarakat setempat. Hal ini diartikan bahwa faktor budaya sangatlah erat dengan pemberian pembelajaran untuk kelangsungan pembelajaran dan seterusnya.

Nilai budaya terhadap pappasang turiolo ini sangat penting diajarkan kepada anak-anak, karena jika hanya mengandalkan pembelajaran yang diberikan disekolah itu hanya sebagian kecil dari nilai budaya yang dimilikinya. Yang berperan aktif disini adalah lingkungan sosialnya. Dimana karena adanya dorongan sosial maka jiwa ingin tahu anak-anak bahkan masyarakat akan meningkat, sehingga proses penanaman nilai-nilai budaya dapat melekat dan bertahan diingat serta dapat diamalkan.

Pentingnya penanaman kembali nilai-nilai budaya yang dalam masyarakat Bugis Makassar yang biasa disebut pappasang turiolo. Dengan tujuan agar masyarakat, orang tua dan anak-anakpun menjadi ingat atau bahkan tau dan kembali memegang nilai-nilai budaya leluhur. Bukan hanya nilai budaya dari daerah sendiri melainkan kita harus juga menghargai nilai-nilai budaya dari daerah lain. Karena perbedaan itulah yang menyatukan kita selama ini.

Orang tua, keluarga serta masyarakat didalam wahana wilayah tersebut, memerlukan adanya perubahan paradigm didalam pola piker serta sikap orang tua dan pendidik terkait dengan pentingnya pembelajaran kepada anak-anak mengenai nilai-nilai budayanya sendiri. Orang tua, keluarga serta masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dirinya untuk terlibat dalam meningkatkan hal

(9)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

tersebut. Serta kerja sama dan kolaborasi yang berkomitmen antar sekolah, orang tua, keluarga dan masyarakat guna untuk meningkatkan pengetahuan anak-anak terhadapat nilai-nilai budaya, terutama didaerah Bugis Makassar tersebut. Oleh karenanya, sebagai generasi muda kita perlu melestarikan atau mencagar budayakan kearifan lokal serta nilai-nilai budaya yang kita miliki. Dengan selalu mengingat dan mengingatkan dengan sesama agar budaya yang kita miliki tidak tenggelam olah zaman dan teknologi yang semakin berkembang.

BIBLIOGRAPHY

Abbas, Irwan. “Pappaseng: Kearifan Lokal Manusia Bugis Yang Terlupakan.”

Sosiohumaniora 15, no. 3 (2013): 272.

https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v15i3.5752.

Asfina, Risda, and Ririn Ovilia. “Be Proud of Indonesian Cultural Heritage Richness and Be Alert of Its Preservation Efforts in the Global World.” Humanus 15, no. 2 (2017): 195. https://doi.org/10.24036/jh.v15i2.6428.

Dasar, Jurnal Pesona. “Membangun Kembali Sikap Nasionalisme Bangsa

Indonesia Dalam Menangkal Budaya Asing Di Era Globalisasi.” Jurnal Pesona

Dasar 3, no. 4 (2016): 65–72.

Education, English, and Study Program. “*Elsa Graduated in 25 June 2013 from English Education Study Program of Indonesia University of Education” 1, no. June (2013): 52–58.

Fajarini, Ulfah. “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter.” SOSIO

DIDAKTIKA: Social Science Education Journal 1, no. 2 (2014).

https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225.

Fauzan, Rikza, and Nashar Nashar. “‘Mempertahankan Tradisi, Melestarikan Budaya’ (Kajian Historis Dan Nilai Budaya Lokal Kesenian Terebang Gede Di Kota Serang).” Jurnal Candrasangkala Pendidikan Sejarah 3, no. 1 (2017): 1. https://doi.org/10.30870/candrasangkala.v3i1.2882.

A Helida, E AM Zuhud, Hardjanto Hardjanto, Y Purwanto, and A Hikmat. “Index of Cultural Significance as a Potential Tool for Conservation of Plants Diversity by Communities in The Kerinci Seblat National Park.” Jurnal Manajemen

Hutan Tropika (Journal of Tropical Forest Management) 21, no. 3 (2015):

192–201. https://doi.org/10.7226/jtfm.21.3.192.

Khuriyah, Lailatul, Sugeng Utaya, and Ari Sapto. “The Relevance of Tradition Values toward Character Building Values.” Asian Social Science 13, no. 6

(10)

ISSN: 2721-5407 (Online) Jurnal SIPATOKKONG BPSDM SULSEL Volume 2 Nomor 1 (Januari – Maret ) Tahun 2021

(2017): 102. https://doi.org/10.5539/ass.v13n6p102.

Lebron, Antonio. “What Is Culture? Greetings.” Merit Research Journal of

Education and Review 1, no. 6 (2013): 126–32.

http://orvillejenkins.com/whatisculture/greetingscul.html.

Lee, Kyunghwa, and Amy S. Johnson. “Child Development in Cultural Contexts: Implications of Cultural Psychology for Early Childhood Teacher Education.”

Early Childhood Education Journal 35, no. 3 (2007): 233–43.

https://doi.org/10.1007/s10643-007-0202-7.

Morris, Michael W. “Values as the Essence of Culture: Foundation or Fallacy?”

Journal of Cross-Cultural Psychology 45, no. 1 (2014): 14–24.

https://doi.org/10.1177/0022022113513400.

Murtako, Muhammad. “Culture-Based Character Education in Modernity Era.”

Ta’dib 20, no. 1 (2015): 149. https://doi.org/10.19109/td.v20i1.326.

Syarif, Erman, Sumarmi Sumarmi, and I Komang Astina. “Integrasi Nilai Budaya Etnis Bugis Makassar Dalam Proses Pembelajaran Sebagai Salah Satu Strategi Menghadapi Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).” Jurnal Teori

Dan Praksis Pembelajaran IPS 1, no. 1 (2016): 13–21.

https://doi.org/10.17977/um022v1i12016p013.

Tuan, Tran Huu, and Stale Navrud. “Capturing the Benefits of Preserving Cultural Heritage.” Journal of Cultural Heritage 9, no. 3 (2008): 326–37.

https://doi.org/10.1016/j.culher.2008.05.001.

UNESCO. “Definition of Cultural Heritage Properties and Their Values By the Past.” Asian Journal of Science and Technology 08, no. December 2017 (2017): 7109–14.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Formasi Tahun Anggaran 2010, yang Surat Keputusan Pengangkatannya telah selesai diproses (daftar nama terlampir) dapat mengambil Surat Keputusan

Dalam penelitian ini dirumuskan masalah yang terkait dengan latar belakang di atas yakni: pertama, Bagaimana Kemunculan dan Perkembangan Tarekat Asy- Syahadatain di Desa

Melalui perancangan media komunikasi visual sebagai sarana promosi Carissa Cuci Mobil Otomatis (CCMO), dan untuk menjaga eksistensi menghadapi pesaingnya,

Seorang nyai berperan di dalam transformasi modernisasi di Jawa pada khususnya, transformasi modernisasi yang penulis maksud adalah proses perubahan kebiasaan atau budaya

Menurut Edward Djamaris dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Filologi, metode landasan dipakai apabila menurut tafsiran, nilai naskah jelas berbeda sehingga ada satu

Hal ini didukung oleh pernyataan Siagian (dalam Syamsi, 1995) bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan

Batas aliran lalu lintas yang ada pada suatu ruas jalan dilampaui, maka rata-rata kecepatan lalu lintas akan turun sehingga pada saat kecepatan mulai turun maka

Untuk menganalisis lebih jelas mengenai daya tarik yang dihipotesiskan mempunyai pengaruh terhadap promosi dan informasi, aksesbilitas yang dihipotesiskan mempunyai