• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Universitas Sumatera Utara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan

1. Definisi pengambilan keputusan

Menurut Terry (Syamsi, 1995) pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih, tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang memungkinkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Siagian (dalam Syamsi, 1995) bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.

Shull, Delbecq & Cummings (dalam Taylor, 1994) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai suatu kesadaran dalam proses manusia, menyangkut individu dan fenomena sosial, berdasarkan hal-hal yang fakta dan aktual yang menghasilkan pilihan dari satu aktivitas perilaku yang berasal dari satu atau lebih pilihan.

Definisi di atas senada dengan pernyataan Morgan (1986) bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu jalan dari penyelesaian masalah dimana kita dihadapkan dengan berbagai pilihan yang harus kita pilih. Menurut Baron & Byrne (2005) pengambilan keputusan merupakan tindakan menggabungkan dan mengintegrasikan informasi yang ada untuk memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan.

Dari pengertian-pengertian tentang pengambilan keputusan di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah tindakan yang diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dengan memilih berbagai alternatif yang tersedia dengan penentuan yang matang dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan.

2. Proses pengambilan keputusan

Janis (1987) mengemukakan lima tahapan dalam mengambil keputusan, yaitu:

1. Appraising the Challenge

Ketika individu dihadapkan pada suatu informasi atau kejadian yang menyita perhatian tentang sebuah keyataan bahwa ia akan kehilangan, individu cenderung tetap menggunakan suatu sikap yang tidak memperdulikan serangkaian kegiatan yang diikuti untuk mendapatkan kepuasan dalam dirinya sendiri. Informasi yang menantang menghasilkan krisis sementara, jika individu memulai untuk menimbang kebijakan untuk melanjutkan masalah. Pada tahap individu mulai merasa tidak nyaman berada dalam kondisi tertentu dan ia menyadari adanya kesempatan dan tantangan untuk berubah. Individu mulai memahami tantangan serta apa manfaat tantangan tersebur bagi dirinya.

(2)

Pemahaman yang baik akan tantangan yang dihadapi penting, agar pengambil keputusan terhindar dari asumsi-asumsi yang salah atau sikap terlalu memandang remeh masalah yang kompleks.

2. Surveying Alternatives

Ketika individu telah percaya diri (yakin) dalam menentukan kebijakan yang dipilih, maka individu akan mulai memfokuskan perhatian pada satu atau lebih pilihan. Menerima permasalahan, individu mulai mencari pilihan-pilihan tindakan yang akan dilakukan di dalam memorinya, mencari saran dan informasi dari orang lain mengenai bagaimana cara untuk mengatasi ancaman tersebut. Individu biasanya mencari saran dari apa yang diketahui orang yang ia kenal baik dan menjadi lebih perhatian pada informasi yang berkaitan pada media massa. Individu lebih menaruh perhatian pada rekomendasi berupa saran-saran untuk menyelesaikan permasalahan, meskipun saran tersebut tidak sesuai dengan keyakinannya sekarang ini.

3. Weighing Alternatives

Individu yang mengambil keputusan pada tahap ini melakukan proses pencarian dan evaluasi dengan teliti, berfokus pada mendukung atau tidaknya pillihan-pilihan yang ada untuk menghasilkan tindakan terbaik. Dengan waspada individu membicarakan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan hingga individu tersebut merasakan percaya diri dan yakin dalam memilih satu yang dinilai objektif. Individu berusaha memilih alternatif yang terbaik di antara pilihan alternatif yang tersedia baginya. Ia mempertimbangkan keuntungan, kerugian serta kepraktisan dari tiap-tiap alternatif hingga ia merasa cukup yakin untuk memilih satu alternatif yang menurutnya paling baik dalam upayanya mencapai tujuan tertentu. Adakalanya saat ia mempertimbangkan alternatif-alternatif secara bergantian, ia merasa tidak puas dengan semua alternatif yang ada. Ia menjadi stress dan dapat kembali ke tahap dua.

4. Deliberating About Commitment

Setelah memutuskan, individu akan mengambil sebuah perencanaan tindakan tertentu untuk dilaksanakan, pengambil keputusan mulai memikirkan cara untuk mengimplementasikannya dan menyampaikan keinginannya tersebut kepada orang lain. Disamping itu, ia juga mempersiapkan argumen-argumen yang mendukung pilihannya tersebut khususnya bila ia berhadapan dengan orang-orang yang menentang keputusannya tersebut, dikarenakan pengambil keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat orang-orang pada jaringan sosialnya yang tidak secara langsung terkena dampak seperti; keluarga, teman, akan mengetahui tentang keputusan tersebut.

(3)

5. Adhering Despite Negative Feedback

Banyak keputusan memasuki periode ”Honeymoon”, dimana pengambil keputusan sangat bahagia dengan pilihan yang ia ambil dan menggunakannya tanpa rasa cemas. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahapan pertama, dalam rasa dimana masing-masing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya.

3. Pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan melibatkan pertimbangan-pertimbangan. Menurut Janis & Mann (1987) pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :

1. Pertimbangan-pertimbangan Utilitarian

Merupakan pertimbangan yang berhubungan dengan manfaat dari suatu keputusan. Pertimbangan ini terdiri dari :

a. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi diri sendiri, didalamnya mencakup antisipasi pengaruh keputusan terhadap kesejahteraan pribadi pengambilan keputusan.

b. Pertimbangan keuntungan dan kerugian bagi orang lain, termasuk hal-hal yang diantisipasikan akan berpengaruh terhadap orang lain atau significant others.

2. Pertimbangan-pertimbangan Nonutilitarian Pertimbangan ini terdiri dari :

a. Penerimaan dan penolakan dari diri sendiri.

Emosi/perasaan dan harga diri termasuk di dalamnya. b. Penerimaan dan penolakan dari orang lain.

Kritik atau penghargaan yang akan diberikan oleh orang lain sehubungan dengan alternatif yang dipilih.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas mempengaruhi proses pengambilan keputusan yan dilakukan serta aternatif yang akan dipilih oleh pengambil keputusan. Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu :

(4)

Pada pengambilan keputusan yang bersifat pribadi, proses pengambilan keputusan tidak hanya menuntut kerja dari aspek kognitif semata, namun berkaitan juga dengan lingkungan dan konteks saat keputusan itu dibuat..

2. Pentingnya keputusan yang dibuat

Ada keputusan-keputusan yang dianggap kurang penting yang hanya membutuhkan sedikit pemikiran, sebaliknya ada keputusan-keputusan yang dianggap penting yang membutuhkan pemikiran yang aktif untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi pengambil keputusan. Suatu keputusan dianggap penting karena berbagai alasan, diantaranya adanya biaya tinggi atau konsekuensi dari keputusan tersebut berdampak jangka panjang. Selain itu, keputusan juga dianggap penting jika keputusan tersebut berhubungan dengan opini tertentu atau nilai-nilai emosional tertentu dari pengambil keputusan. Penting tidaknya suatu keputusan berpengaruh terhadap keterlibatan (involvement), hal ini berkaitan erat dengan motivasi yang dimiliki seseorang yang juga mempengaruhi usaha kognitif yang dilakukan seseorang untuk memecahkan permasalahan serta strategi yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

3. Tekanan (stres)

Tekanan-tekanan yang berupa keterbatasan waktu, tanggung jawab yang berlebihan, kekurangan atau kelebihan informasi serta adanya ancaman sosial atau ancaman fisik dapat menimbulkan stres dan dapat mempengaruhi kualitas keputusan yang dibuat.

4. Preferensi dan nilai-nilai

Suatu keputusan sangat ditentukan oleh preferensi dan nilai-nilai yang dipegang oleh pengambil keputusan. Kedua hal ini terutama akan mengarahkan pengambil keputusan dalam menentukan alternatif tindakan yang dipilihnya.

5. Waktu

Waktu dan sumber daya yang dimiliki oleh pengambil keputusan akan mempengaruhi proses pengumpulan informais dan penelusuran alternatif-alternatif.

B. Pornografi dan Pornoaksi

1. Definisi pornografi dan pornoaksi

Thomas Bombadil (2007) menyebutkan pornografi adalah segala bentuk tindakan melihat orang lain sebagai sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, Pasal 1 menyatakan Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.

Menurut American Heritage Dictionary pornografi adalah gambar, tulisan atau material lain yang memiliki tujuan utama memenuhi hasrat seksual Hal ini didukung dengan pernyataan dari

(5)

Greek word pornographia bahwa pornografi adalah tulisan atau gambar yang berbau prostitusi

(Larson, 2007)

The Council of Europe mendefinisikan pornografi sebagai segala bentuk materi audio visual

dalam konteks seksual. International Criminal Police Organisation (INTERPOL) delegates mendefinisikan pornografi sebagai bentuk gambaran dari eksploitasi seksual, yang berfokus pada perilaku seksual atau alat kelamin.

Menurut Family English Dictionary karya Collin, pornografi adalah tulisan-tulisan, gambar atau film yang didisain untuk keperluan kepuasan atau kesenangan seksual. Pendapat ini didukung oleh Risman (2007) yang mendedinisikan pornografi meliputi gambar atau tayangan naked/nudity (ketelanjangan), orang yang berbusana tidak pantas/minim, situasi seksual, kissing, touching antar lawan/sejenis, dan humor porno.

Risman menambahkan pornografi merupakan hasil dari tindakan pornoaksi, dimana pornoaksi merupakan tindakan melakukan eksploitasi seksual. Lebih lanjut pornoaksi menurut Risman (2007) adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan elektronik.

The President`s Commission on Obscenity and Pornography (Coleman & Cressey, 1998) menyatakan bahwa pornoaksi merupakan kegiatan mengekploitasi material dan informasi erotis mengenai seks dan hiburan. Pernyataan tersebut didukung oleh definisi pornoaksi dari Gagnes & Simon (dalam Julian & Kornblun, 2002) yaitu sebagai tindakan mengeksploitasi segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kegiatan seksual yang bertujuan untuk meningkatkan rangsangan seksual. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka pornografi dapat diartikan sebagai segala bentuk materi baik audio, visual, dan audiovisual yang berada dalam konteks seksual berupa tulisan, gambar, tayangan yang berfokus pada alat kelamin dan perilaku seksual seperti kissing, touching antar lawan jenis maupun sesama jenis untuk keperluan kepuasan atau kesenangan seksual dan pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan elektronik.

2. Mini video pornografi

Tumbuh berkembangnya teknologi handphone berkamera mempermudah setiap orang untuk mengekspresikan rasa seni dan eksplorasi peralatan audio visual yang murah, ringan dan instant. Teknologi yang tertanam dalam peralatan telepon terbagi menjadi beberapa tingkatan pemrosesan data dengan sandi G-Technology

Berdasarkan informasi tersebut Sony (2007) bahwa mini video adalah hasil rekaman berdurasi singkat (kurang dari 10 menit) dalam format 3GP yang dibuat menggunakan handphone berkamera dengan fasilitas multimedia 3G, yang beredar maupun disebarkan dengan teknologi Bluetooth dan

(6)

GPRS. Mini video pornografi merupakan media yang paling banyak digunakan pelajar dan

mahasiswa untuk mengabadikan momen kebersamaan mereka dengan kekasihnya (Sony, 2007).

3. Alasan mengapa remaja membuat mini video porno

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Sony (2007) ditemukan beberapa alasan mengapa anak muda Indonesia membuat film porno, yaitu :

1. Iseng

Video porno dibuat atas dasar iseng, demi kepentingan dan kesenangan pribadi. 2. Rasa sayang berlebihan dengan alasan pengorbanan

Sebagian besar pasangan muda-mudi yang melakukan hubungan seks pranikah dan mendokumentasikan ekspresi seksual mereka memiliki alasan bahwa video seks yang dibuat adalah bukti cinta dan pengorbanan.

3. Komersial

Beberapa pelaku pembuat video porno bertindak atas nama uang. Sebagian besar pria melakukan hal tersebut untuk bisnis, mereka berusaha membujuk pasangannya agar bersedia direkam dengan tubuh telanjang dan menjual hasil rekaman tersebut ke situs-situs seks komersial. Sementara para wanita yang dibayar untuk rekaman video porno tersebut mengatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena membutuhkan uang.

C. Remaja dan Pacaran

Menurut Erickson (dalam Santrock, 2003) pengalaman romantis pada masa remaja dipercaya memainkan peran yang penting dalam perkembangan identitas dan keakraban. Pacaran pada masa remaja membantu individu dalam membentuk hubungan romantis selanjutnya dan bahkan pernikahan pada masa dewasa.

Pacaran (dating) adalah metode yang diterima orang untuk bertemu orang-orang di seluruh dunia (Masland, 1997). Proses pacaran (dating) bertemu dengan orang untuk mencari kemungkinan memilih pasangan, bisa saja terlihat seperti proses yang biasa dan menyenangkan tetapi dalam kenyataannya merupakan persoalan serius. Pacaran (dating) berarti seseorang laki-laki dan seorang perempuan pergi keluar bersama-sama untuk melakukan berbagai aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya. (Baron & Byrne, 1997).

Definisi tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Al-Ghifari (2004) bahwa pacaran secara bahasa berarti saling mengasihi atau saling mengenal. Dalam pengertian luas pacaran berarti upaya mengenal karakter seorang yang dicintai dengan cara mengadakan tatap muka. Menurut Guerney dan Arthur (Dacey & Kenney, 1997) pacaran adalah aktifitas sosial yang membolehkan dua orang

(7)

yang berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangannya yang tidak ada hubungan keluarga.

Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan pacaran adalah upaya mengenal karakter seorang yang dicintai, dilakukan dua orang yang berbeda jenis kelamin yang belum menikah dan tidak memiliki hubungan keluarga.

Pada masa pacaran terdapat berbagai perilaku yang ditampilkan oleh para remaja untuk menunjukkan rasa cinta masing-masing, baik dalam perilaku yang sangat banyak berkorban dalam hal apapun untuk memenuhi keinginan pasangan mereka dalam perkataan dan termasuk didalamnya melakukan aktivitas seksual (Saumiman, 2005).

Menurut Mc. Cabe & Cummins (dalam Caroll, 2005) remaja melakukan aktifitas seksual dengan berbagai alasan, studi penelitian membuktikan remaja pada abad 21 berpikir cinta dan seks berkaitan dengan komitmen saat menjalani hubungan intim. Adapun aktifitas seksual tersebut adalah :

1. Sexual Fantasies

Digunakan saat berada dalam dorongan seksual dan menggunakannya untuk menciptakan reaksi emosional untuk menciptakan situasi seksual. Penelitian mengungkapkan pria lebih sering menggunakan visual imagery dalam fantasi seksual mereka

2. Masturbation

Melakukan perangsangan pada daerah kemaluan pada diri sendiri ataupun daerah kemaluan pasangan untuk mencapai kenikmatan seksual.

3. Sexual Contact

a. Touching & Kissing

Bentuk aktifitas seksual ini adalah kontak seksual pertama yang akan diterima sebagai pasangan seksual.

b. Necking

Bentuk aktifitas seksual ini melibatkan aktifitas berciuman hingga ke bagian leher.

c. Petting

Bentuk aktifitas seksual ini dilakukan dengan menggesek-gesekkan alat kelamin ke kelamin pasangan.

d. Oral sex

Bentuk aktifitas seksual ini dilakukan dengan cara menstimulasi alat kelamin untuk mencapai kepuasan seksual. Biasa terjadi dengan menggunakan tangan ataupun mulut.

e. Sexual Intercourse

(8)

Pernyataan tersebut didukung oleh Imran (2000) dalam modul perkembangan seksualitas remaja yang mengatakan bahwa ada beberapa bentuk perilaku dalam berpacaran :

a. Berbincang-bincang

Seseorang dapat semakin mengenal lebih dekat pasangannya dan dapat berbagi perasaannya baik saat senang maupun saat sedang menghadapi masalah tertentu sehingga masalah tersebut menjadi lebih ringan dan dapat diselesaikan.

b. Berciuman

Perilaku berciuman dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Cium Kening

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. Hal ini dapat menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada saat-saat tertentu dan bersifat sekilas, tettapi juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke perilakunya.

2. Cium Basah

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan bibir dengan bibir. Dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. c. Meraba

Kegiatan meraba bagian-bagian sensitif untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti payudara, leheer, paha atas, vagina, penis, pantat dan lain-lain. Hal ini dapat membuat pasangan terangsang secara seksual, sehingga melemahkan kontrol diri yang akibatnya bisa melakukan aktivitas seksual lainnya dalam berpacaran.

d. Berpelukan

Aktivitas yang dilakukan pasangan, dan hal ini dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan tenang, juga dapat menimbulkan rangsangan seksual.

e. Masturbasi

Perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasaan seksual. f. Oral

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan yang berbeda jenis kelamin.

g. Petting

Kontak fisik dengan menempelkan alat kelamin pria dan wanita sebagai upaya untuk membangkitkan dorongan seksual tanpa melakukan intercourse.

h. Intercourse

(9)

Setelah mengetahui beberapa bentuk perilaku dalam berpacaran, perlu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang memicu remaja melakukan perilaku seksual (Widyarso, 2006), yaitu :

1. Faktor Kuat a. Media

Sebagian besar dari 1705 anak SD kelas 4, 5 dan 6 di Jabotabek ternyata telah bersinggungan dengan pornografi, dalam berbagai format dan lewat berbagai media seperti majalah, tabloid, internet dan film porno. Di kalangan remaja, usia rata-rata saat mereka pertama kali bersentuhan dengan pornografi baik melalui majalah, internet, dan lain sebagainya adalah 11 tahun. stimulus (pendorong) awal adalah gambar-gambar dan foto-foto yang memuat pornografi.

b. Perkembangan Teknologi

Teknologi berfungsi sebagai sarana pemberi informasi, pemberi identitas pribadi, sarana intergrasi, interaksi sosial dan sebagai sarana hiburan oleh karena itu kemajuan dalam teknologi berkomunikasi merupakan sesuatu yang patut disyukuri, sebab berbagai pemenuhan kebutuhan hidup manusia menjadi lebih mudah. Handphone adalah Salah satu bukti terjadinya perkembangan pada bidang teknologi komunikasi. Pada dasarnya, teknologi membawa implikasi positif dalam sejarah kehidupan manusia namun implikasi negatif muncul ketika banyak pelajar yang menggunakan handphone dengan berbagai fasilitas canggih di dalamnya untuk hal-hal yang tidak wajar. Salah satunya berhubungan dengan pembuatan dan penyebarluasan gambar-gambar dan video porno. Dengan berkembangnya teknologi sekarang ini maka, alat-alat informasi seperti

handphone berkamera, televisi, majalah, film, dan internet pun menjadi sarana mudah dan tak

terbantahkan yang menjadi media penyebaran informasi dari setiap kasus pornografi. c. Rekan sebaya atau lingkungan pergaulan

Di kalangan remaja pengaruh teman cukup besar dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja. Memiliki banyak teman merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak teman, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas (misalnya anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya). Hampir sebagian besar waktu bagi remaja dihabiskan dengan teman sebaya, karena salah satu ciri khas dari masa perkembangan remaja adalah keterikatan dengan teman sebaya. Hal ini berarti banyak sekali nilai-nilai, cara pandang, prinsip hidup, yang dipertukarkan dalam pergaulan sehari-hari. Terkadang ada hal (nilai-nilai) baik yang diserap dari pergaulantersebut, tetapi tidak jarang ada juga beberapa hal yang negatif menjadi lebih menarik untuk ditiru oleh remaja.

(10)

2. Faktor Lemah a. Keluarga

Orang tua mempunyai peranan penting dalam menjaga perilaku generasi muda karena orang tuanya merupakan contoh bagi remaja. Apabila sikap yang buruk dari orang tua tertanam dalam cara bergaul remaja, maka akan menjadi hal yang sulit untuk merubahnya dan mengoreksinya. Sedangkan bagi orang tua, hendaknya mereka lebih menjaga sikap demi generasi muda. Dewasa ini, banyak orang tua yang kurang memperhatikan kondisi psikologi remaja. Hal tersebut disebabkan karena orang tua sudah sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mempunyai waktu untuk berkumpul bersama keluarganya. Dalam menjaga pergaulan remaja yang sehat tanpa seks bebas, Orangtua hendaknya memberikan pengarahan, penanaman moral yang kuat, bersikap seimbang antar pengawasan dengan kebebasan serta yang paling penting orang tua dapat mencoba berkomunikasi lebih dekat lagi dengan anak-anaknya. Mereka dapat menjadi tempat anak-anaknya bercerita tentang segala pengalaman hidup sehinga terhindar dari pengaruh pergaulan yang merugikan.

b. Sekolah

Sekolah adalah satu lembaga yang cukup berperan penting. Pendidikan seksual diberikan untuk memberikan informasi kepada pelajar agar mendapatkan informasi yang benar mengenai reproduksi dan pengawasan juga dilakukan karena sebagian besar waktu pelajar dihabiskan untuk sekolah. Salah satu alternatif yang ditawarkan untuk menghindari remaja memiliki perilaku tidak sehat seperti seks bebas adalah dengan mencoba menambah kegiatan di sekolah seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diluar jam belajar untuk mengisi waktu luang agar tidak terjerumus pergaulan yang salah.

c. Institusi Agama

Dalam usaha memerangi perilaku seks bebas dalam kehidupan remaja, pendidikan agama juga tak kalah pentingnya dari pendidikan tentang seks. Norma-norma agama dapat ditanamkan dalam gaya hidup remaja untuk mewaspadai hal yang tidak diinginkan.

d. Masyarakat

Masyarakat berperan dalam melakukan pengontrolan terhadap perilaku seks remaja dengan cara bekerjasama dengan pemerintah, institusi agama maupun melalui keluarga. Kontrol dari masyarakat bisa ditunjukkan dengan cara mempersempit ruang gerak terhadap aktivitas seksual remaja yang mengarah pada seks bebas.

(11)

e. Pemerintah

Peran Pemerintah adalah melakukan pengontrolan terhadap media dan juga sarana teknologi dengan cara membuat regulasi terhadapnya. Karena lembaga sensor yang sekarang ada dianggap sudah mulai bergeser untuk lebih mengakomodir aktivitas yang mengarah kepada perilaku seks bebas. Hal ini terlihat pada tahun 70-an adegan ciuman tidak diperbolehkan sama sekali, pada tahun 80-an adegan tersebut mulai muncul dan kini di era 2000-an sudah marak film Indonesia yang beradegan ciuman. Ini berarti terdapat pergeseran. Pergeseran juga terjadi dalam hal peredaran VCD porno. Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas untuk menangani permasalahan ini. karena sekarang begitu mudah keberadaannya dapat diakses oleh siapa pun, termasuk anak-anak di bawah umur sekalipun. Lembaga yang turut mendukung lemabaga sensor film adalah lembaga kepolisian yang dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk menertibkan peredaran pornografi.

Interaksi kedua faktor di atas dapat dilihat lebih jelas pada bagan di bawah ini :

Gambar 1. Faktor-faktor yang memicu remaja melakukan perilaku seksual

Pengaruh Lemah Pengaruh Kuat Sumber : (Widyarso, 2006)

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa meningkatnya perilaku seks bebas dikalangan remaja merupakan kontribusi dari melemahnya faktor-faktor seperti kontrol masyarakat, peranan agama, kedekatan keluarga, bimbingan dari sekolah, dan lemahnya regulasi dari pemerintah. Sementara di satu sisi terjadi pengaruh yang kuat dari media (baik cetak, maupun elektronik), pengaruh dari lingkungan pergaulan dengan teman sebaya, dan berkembangnya sarana teknologi. Faktor-faktor di atas tentu saja tidak berdiri sendiri-sendiri, namun saling terkait.

KELUARGA

SARANA TEKNOLOGI REKAN SEBAYA

PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA

PEMERINTAH INSTITUSI MASYARAKAT

AGAMA

MEDIA

(12)

C. Paradigma Penelitian Remaja Pacaran Perilaku seksual Proses Pengambilan Keputusan Perekaman perilaku seksual

Merekam perilaku seksual Melalui kamera

Handphone

Muncul Mini Video Pornoaksi Remaja yang

Berpacaran

Gambar

Gambar 1. Faktor-faktor yang memicu remaja melakukan perilaku seksual

Referensi

Dokumen terkait

Analisis perubahan dilakukan dengan teknik tumpang tindih atau overlay antara data spasial yang berupa peta ± peta yang dibuat dengan data atribut

Ia adalah salah seorang ilmuwan muslim di antara banyak ilmuwan muslim lainnya yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah ilmu pengetahuan modern yang menjadi bahan

Dari latar belakang masalah di atas timbul permasalahan yaitu bagaimana pengaruh variasi ketebalan turbulator tipe pita lurus (straight tape strip )

Faktor vaksin/obat-obatan tidak berpengaruh secara nyata, (3) jika dilihat dari daerah yang terinfeksi virus AI dan yang tidak terinfeksi, persamaan dari Fungsi

Rumah adat masyarakat asli kaimana merupakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung dengan menggunakan material kayu sebagai struktur utama dan juga

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan Tingkat Adiksi Merokok dengan

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu konsep yang mendorong individu, agar dapat bekerja lebih baik, lebih bersemangat dan

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234).  Dalam