• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA

DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

Petrus Rani Pong-Masak*), Muslimin*), dan Makmur**) *) Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut

Jl. Pelabuhan Etalase Perikanan, Tabulo Selatan, Kecamatan Mananggu 96265, Kabupaten Boalemo, Gorontalo E-mail: lppbrl@yahoo.com; mimin_69@yahoo.com

**) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan ABSTRAK

Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Teknik budidayanya dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan metode vertikultur. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respons pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) dengan kedalaman berbeda dari permukaan perairan di perairan Teluk Laikang Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2011 di Teluk Laikang Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan kedalaman yaitu perlakuan A (30 cm), B (100 cm), C (200 cm), D (300 cm), E (400 cm), dan F (500 cm), masing-masing tiga ulangan. Rakit ukuran 4 m x 4 m terbuat dari pipa paralon 12 dim sebagai wadah meletakkan jaring dengan mesh size 40 cm di mana simpul setiap mata jaring menjadi tempat mengikat bibit rumput laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) pada kedalaman perairan 30-200 cm dari atas permukaan perairan memberikan respons pertumbuhan terbaik, berbeda nyata dengan kedalaman 300, 400, dan 500 m dari atas permukaan perairan. Metode vertikultur budidaya rumput laut sangat prospektif bagi pemanfaatan kolom perairan untuk peningkatan produktivitas lahan budidaya.

KATA KUNCI: rumput laut, K. alvarezii, pertumbuhan, metode vertikultur, Takalar

PENDAHULUAN

Komoditas sumberdaya hayati yang sangat dikenal pada saat ini adalah rumput laut, baik usaha budidaya, maupun usaha pengolahannya. Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia sehingga banyak diminati oleh masyarakat untuk dibudidayakan. Selain cara pemeliharaannya yang praktis, harganya pun cukup menjanjikan. Bahkan menjadi penghasil devisa negara dengan nilai ekspor yang meningkat setiap tahunnya (Tancung, 2008).

Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Anggadiredja et al. (2006) melaporkan bahwa rumput laut mempunyai kandungan protein tinggi (4,4%-26% bobot kering), serat yang tinggi (31%-64,6% bobot kering), sulfat pada karaginan 35,1%; dan kaya akan kandungan mineral. Rumput laut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan makanan, obat-obatan, dan sebagai pupuk tanaman. Rumput laut digunakan mulai dari industri tekstil, kertas, cat, kosmetika, bahan laboratorium, pasta gigi, dan es krim (Waryat & Kurniasih, 2002 dalam Kurniayu, 2007). Terdapat 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, di antaranya ada 55 jenis yang diketahui memiliki nilai ekonomis tinggi, di antaranya Eucheuma sp., Hypnea sp., Gigartina sp., Chondrus sp., sebagai penghasil karaginan; Gracilaria sp. dan Gelidium sp. sebagai penghasil agar-agar serta Sargasum sp., Turbinaria sp. sebagai penghasil alginat (Anggadiredja et al., 2006).

Rumput laut jenis K. alvarezii mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan atau dibudidayakan dengan beberapa pertimbangan antara lain: (1) luas perairan Indonesia memungkinkan untuk usaha budidaya, (2) tenaga kerja mudah diperoleh dan usaha budidaya ini merupakan usaha padat karya yang menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, (3) teknologinya mudah, (4) biaya untuk modal usaha relatif murah, serta metode pasca panen tidak terlalu sulit. Selain sebagai bahan baku industri, rumput laut jenis ini dapat diolah menjadi bahan makanan yang dapat dikonsumsi secara langsung baik dalam keadaan mentah ataupun dimasak sebagai sayur (Sambut, 2004).

(2)

Perairan Teluk Laikang merupakan salah satu wilayah yang ada di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan yang cukup potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut. Teluk Laikang merupakan daerah pengembangan kawasan perikanan pesisir yang layak untuk lahan budidaya rumput laut dan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Kendala yang dihadapi pembudidaya rumput laut saat adalah kurangnya pemanfaatan lahan secara produktif, di mana masyarakat hanya mengetahui teknik budidaya dengan metode long line dan metode lepas dasar saja yang dapat termanfaatkan, padahal lahan budidaya perairan bukan hanya pada kedua metode ini, namun berbagai kedalaman perairan dapat pula dijadikan lahan budidaya rumput laut.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengevaluasi pertumbuhan rumput laut (K. alvarezii) pada berbagai kedalaman berbeda dari permukaan perairan. Manfat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan lahan budidaya secara produktif dalam rangka pengembangan budidaya rumput laut kepada masyarakat khususnya para pembudidaya rumput laut (K. alvarezii).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2011 di Teluk Laikang Kabupaten. Takalar, Sulawesi Selatan

Kegiatan awal dimulai dengan penentuan lokasi penelitian. Untuk mengetahui kondisi lingkungan, maka dilakukan pengukuran kedalaman perairan dan parameter kualitas air. Lokasi yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pembuatan rangka unit percobaan, berupa pipa paralon berbentuk persegi empat ukuran 4 m x 4 m. Tiap sudut rangka diberi tali PE diameter 5 mm yang telah diberi pemberat secara horizontal ke dasar perairan sedalam > 6 m, serta tali bentang unit vertikultur yang terbuat dari tali PE ukuran diameter 5 mm sebanyak 10 unit yang telah diikatkan pemberat pipa cor. Tiap unit vertikultur diberi tali rumpun (PE No. 3) sebanyak 180 rumpun sebagai tempat untuk mengikat bibit, dan jarak antara 1 rumpun dengan rumpun yang lain adalah 25 cm, serta jarak antara tiap unit tali bentang vertikultur adalah 1 m. Pada rangka unit penelitian diberi pelampung agar dapat terapung. Skema desain wadah pemeliharaan rumput laut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema desain wadah pemeliharaan rumput laut (K. alvarezii) secara vertikultur selama penelitian

(3)

Tahap selanjutnya dilakukan penanaman bibit rumput laut. Bibit diikat pada tiap tali rumpun dengan bobot awal 50 g/rumpun. Pengukuran pertumbuhan bibit dilakukan setiap 5 hari sekali, dengan cara mengambil sampel di tiap-tiap rumpun, sesuai dengan kedalaman masing-masing rumpun kemudian ditimbang. Sebagai data penunjang, dilakukan pengukuran parameter kualitas air setiap 5 hari, yaitu suhu, nitrat, fosfat, arus, kecerahan, pH, dan salinitas. Sampling pertumbuhan dan pemanenan dilakukan pada akhir penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 19. Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Parameter kualitas air dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup rumput laut (K. alvarezii). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan enam perlakuan, di mana masing-masing perlakuan diulang tiga kali, sehingga jumlah satuan penelitian sebanyak 18 satuan. Adapun perlakuan yang diuji adalah perbedaan kedalaman perairan untuk pertumbuhan rumput laut, yakni:

A = 30 cm, B = 100 cm, C = 200, D = 300 cm, E = 400 cm, dan F = 500 cm

Laju Pertumbuhan Spesifik Harian (LPH %/hari) dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Fortes (1981), yakni:

dimana:

Wo= bobot awal (g)

Wt= bobot akhir pada waktu t (g) T = lama pemeliharaan (hari)

Pertumbuhan Mutlak

P = Wt – W0 dimana:

W0= bobot awal (g) Wt= bobot akhir (g)

HASIL DAN BAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman perairan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik harian dan laju pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii (Tabel 1). Rata-rata laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut K. alvarezii berkisar antara 0,05%-1,87%/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan rumput K. alvarezii. Pada kedalaman 30-200 cm, laju pertumbuhan rumput laut tidak berbeda nyata. Namun pada kedalaman 30-200 cm laju pertumbuhan rumput laut berbeda nyata (P<0,05) dengan kedalaman 300-500 cm. Dari Tabel 1, menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut K. alvarezii berkisar antara 0,05%-1,87%/hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan rumput K. alvarezii. Pada kedalaman 30-200 cm, laju pertumbuhan rumput laut tidak

100% x T Wo ln Wt ln LPH      

Tabel 1. Data laju pertumbuhan spesifik harian (%), dan pertumbuhan mutlak rumput laut (K. alvarezii) selama penelitian

A (30) B (100) C (200) D (300) E (400) F (500)

Laju pertumbuhan spesifik 1,8±0,1a 1,4±0,1a 1,0±0,1a 0,6±0,1b -0,5±0,1b -0,9±0,1b Pertumbuhan mutlak (g) 66±4,3a 44±4,4b 31±3,3b 17±5,0b -1±3,0b -17±5,0b

Kedalaman perairan (cm) Perlakuan

(4)

berbeda nyata. Namun pada kedalaman 30-200 cm laju pertumbuhan rumput laut berbeda nyata (P<0,05) dengan kedalaman 300-500 cm.

Hal ini disebabkan kondisi perairan pada kedalaman 30-200 cm mampu mendukung pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan, sedangkan pada kedalaman 300-500 cm, pertumbuhan rumput laut mulai terhambat karena kondisi kedalaman perairan, kurang mampu untuk mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini berdampak pada mudahnya rumput laut terserang penyakit. Informasi masyarakat pembudidaya di lokasi penelitian menuturkan bahwa pertumbuhan rumput laut K. alvarezii yang optimium terjadi pada bulan November-Maret.

Menurut Atmaja et al. (1996), mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan harian optimum untuk rumput laut K. alvarezii sebesar 3%/hari. Namun nilai laju pertumbuhan harian dari hasil penelitian kurang dari 3%/hari. Hal ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan rumput laut kurang optimum. Pada Gambar 2, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian pada kedalaman 30 cm sebesar 1,87%; kedalaman 100 cm sebesar 1,41%; kedalaman 200 cm sebesar 1,09%; kedalaman 300 cm sebesar 0,64%; kedalaman 400 cm sebesar 0,05%; kedalaman 500 cm sebesar 0,98%. Dari data tersebut mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan rumput laut K. alvarezii, semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan.

Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut pada kedalaman berbeda adalah suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), kecerahan, kecepatan arus, serta kandungan unsur hara (nitrat dan fosfat) Tabel 2.

Suhu merupakan parameter yang sangat berperan terhadap pertumbuhan rumput laut yakni membantu proses metaboloisme dan fotosintesis rumput laut. Data yang diperoleh pada penelitian ini, menunjukkan bahwa tiap-tiap kedalaman suhunya berbeda-beda, di mana semakin dalam perairan maka semakin rendah pula suhu. Perbedaan suhu ini terjadi karena adanya perbedaan penyinaran cahaya matahari yang diterima oleh tiap-tiap kedalaman pada perairan, suhu akan naik dengan meningkatnya energi matahari yang masuk ke dalam perairan. Hal ini dapat memengaruhi kecepatan

Gambar 2. Laju pertumbuhan harian (%/hari) dan pertumbuhan mutlak (g) rumput laut

K. alvarezii selama penelitian

-2 -1 0 1 2 3 0 100 200 300 400 500 La ju p e rt um b uh an h ar ia n (% /h ar i) Kedalaman (cm) Y = 2,120 - 0,005x R = 0,898 -40 -20 0 20 40 60 80 1 2 3 4 5 6 Pe rt um b uh an m u tl ak ( g ) Kedalaman (cm) Y = 66,48 - 0,168x R = 0,944

Tabel 2. Data parameter kualitas air selama penelitian di Perairan Teluk Laikang

5 10 15 20 25 30 35 40 45 Kecepatan arus (cm/s) 4,76 5,12 18,3 6,89 15,3 7,14 4,54 7,14 6,25 8,38 4,93 Kecerahan(m) 6,00 5,50 17,4 6,5 6,50 7,00 5,75 5,75 5,75 7,35 3,80 DO (mg/L) 6,43 4,38 10,2 8,36 4,95 7,56 6,37 9,38 7,32 7,22 1,92 pH (mg/L) 7,64 7,56 7,52 7,21 8,05 7,73 7,36 7,69 8,38 7,70 0,37 Salinitas (ppt) 28,32 29,43 28,87 30,02 30,21 31,76 31,98 31,89 32,22 30,6 1,52 Parameter kualitas air Standar deviasi Sampling /5 Hari Rataan

(5)

fotosintesis dan metabolisme pada rumput laut itu sendiri. Puslitbangkan (1991) menjelaskan bahwa kenaikan suhu yang tinggi mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan rumput laut tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, suhu perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah 20°C-28°C dengan fluktuasi harian maksimum 4°C (Ditjen Perikanan Budidaya, 2003 dalam Fibrianto, 2007) mengatakan bahwa suhu air laut yang baik untuk budidaya K. alvarezii, berkisar antara 27°C-30°C.

Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmosis pada sel rumput laut dengan lingkungannya. Ditjen Perikanan Budidaya (2005) menyatakan bahwa salinitas yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Penurunan salinitas akibat penetrasi air tawar yang masuk ke laut, akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut sebaiknya salinitas yang normal dan jauh dari muara sungai. Menurut Sudradjat (2008), mengemukakan bahwa kadar garam atau salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 28-35 g/kg. Selanjutnya Afrianto & Liviawaty (1989) menjelaskan bahwa kisaran salinitas yang layak bagi pertumbuhan rumput laut adalah 33-35 ppt dengan optimal 33 ppt.

Kecerahan perairan yang jernih menyebabkan cahaya matahari dapat menembus sampai kedalaman 6-7 m, sehingga thallus rumput laut dapat menerima cahaya matahari secara optimal. Perpaduan antara pergerakan air yang cukup dan penyinaran sinar matahari menyebabkan proses fotosintesis dan pertumbuhan thallus lebih cepat sehingga percabangan lebih banyak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Anonim (2003), bahwa air yang jernih sangat menguntungkan rumput laut untuk mendapatkan sinar matahari sehingga proses fotosintesis dapat dilakukan secara optimal. Kedalaman perairan 300-500 cm, kualitas perairannya kurang baik untuk pertumbuhan rumput laut karena pertumbuhan thallus menjadi rapuh dan tidak berisi (Gambar 4). Ditjen Perikanan Budidaya (2005) mengemukakan bahwa kecerahan air yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah 100-500 cm. Kecerahan perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari sebab air yang keruh, biasanya dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Fibrianto (2007), bahwa cahaya matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut.

pH selama pengamatan penelitian menunjukkan nilai antara 7-8, relatif stabil, dan berada pada kisaran adaptasi bagi rumput laut. Aslan (1998) menyatakan bahwa hampir seluruh alga mempunyai kisaran daya penyesuaian terhadap pH antara 6,8-9,6.

Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut adalah kandungan unsur hara (nitrat dan fosfat). Unsur berperan penting dalam pertumbuhan, produksi, dan kualitas rumput laut. Kandungan unsur hara tiap kedalaman berbeda-beda sehingga akan memengaruhi pertumbuhan rumput laut. Kekurangan salah satu unsur nutrien dapat mengakibatkan rumput laut tidak dapat tumbuh dengan baik.

Pengukuran arus dilakukan pada pagi hari, di mana kecepatan arus masih stabil dan tenang. Kecepatan arus merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyerapan unsur hara, di mana pergerakan air berfungsi untuk menyuplai zat hara dan membershikan kotoran yang menempel pada rumput laut. Kecepatan arus selama penelitian berkisar antra 7-8 cm/detik. Pergerakan air sangat penting dalam pertukaran unsur hara dan oksigen terlarut, serta membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut. Ditjen Perikanan Budidaya (2005) bahwa pertukaran air yang teratur sangat menguntungkan bagi alga, karena membantu menyuplai nutrien yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut.

Kadar unsur hara nitrat yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,2315-0,4081 mg/L (Table 3). Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf (2005) bahwa kadar nitrat yang dapat ditoleril oleh rumput laut adalah berkisar 0,9-3,5 mg/L. Sedangkan menurut Effendi (2003), bahwa kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L; akan tetapi jika kadar nitrat lebih besar 0,2 mg/L akan mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan) yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Kadar fosfat yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,0137-0,0371 mg/L (Tabel 3). Konsentrasi fosfat ini masih mampu

(6)

menunjang sintasan rumput laut K. alvarezii. Edward & Sediadi (2004) bahwa kadar fosfat untuk perairan laut normal adalah yaitu 0,01-0,067 mg/L.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh kedalaman perairan terhadap pertumbuhan rumput laut

K. alvarezii di Teluk Laikang dapat disimpulkan bahwa kedalaman perairan 30-200 cm tidak berbeda

nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik harian dan laju pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii, namun daya kedalaman 300-500 berbeda nyata (P<0,05).

Dari hasil penelitian di perairan Teluk Laikang, Kabupaten Takalar, dapat disarankan bahwa penanaman rumput laut K. alvarezii dapat dilakukan sampai pada kedalaman 200 cm.

DAFTAR ACUAN

Afrianto, E. & Liviawaty, E. 1989. Budidaya rumput laut dan pengolahannya. Bhatara. Jakarta. Amin, M., Rumayar, T.P., Femmi, N.F., Kemur, D., & Suwitra, I.K. 2005. Kajian budidaya rumput laut

(Eucheuma cotonii) dengan sistem dan musim tanam yang berbeda di Kabupaten Bangkep Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah.

Anggadiredja, T.J., Zatnika, A., Purwoto, H., & Istini, S. 2006. Rumput Laut. Swadaya. Jakarta. Anonim. 2003. Sepenggal dari pengolahan rumput laut. Buletin Kelautan dan Perikanan. Departemen

Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Aslan, L. 1995. Budidaya rumput laut. Kanisius. Yogyakarta. Aslan, L. 1996. Budidaya rumput laut. Kanisius. Yogyakarta. Aslan, L. 1998. Budidaya rumput laut. Kanisius. Yogyakarta. Aslan, L. 2006. Budidaya rumput laut. Kanisius. Yogyakarta.

Atmadja, W.S. & Sulistijo. 1980. Experimental cultivation of red algal Eucheuma and Gracilaria in the lagoon of Pari Island Indonesia. Proc. Trop. Ecol. and Develop. Kuala lumpur, p. 1,121–1,126. Atmadja, W.S. 1996. Pengenalan jenis algae merah. di dalam: pengenalan jenis-jenis rumput laut

Indonesia. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm. 147-151.

Edward & Sediadi. 2004. Pemantauan kondisi hidrologi di perairan Raha Pulau Muna Sulawesi Tenggara dalam kaitannya dengan budidaya rumput laut. Jakarta. Lembaga Oseanologi Nasional dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LON-LIPI). Jakarta, 213 hlm.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., & Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Doty, M.S. 1985. Eucheuma alvarezii sp. nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Dalam Abbot, I.A. & Norris, J.N. (Eds.), Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p. 37-45.

Doty, M.S. 1986. Biotechnological and economic approaches to industrial development based on marine algae in Indonesia. Whorkshop on Marine Algae Biotechnology. Summary Report. Washington D.C. National Academic Press. p. 31-34.

Tabel 3. Data suhu, kandungan nitrat dan fosfat di perairan Teluk Laikang

A (30) B (100) C (200) D (300) E (400) F (500)

Suhu 28,7 28,7 27,7 27,7 26,7 26,7

Nitrat 0,23±0,1 0,29±0,2 0,34±0,4 0,27±0,3 0,78±1,3 0,40±0,4 Fosfat 0,02±0,02 0,01±0,01 0,02±0,01 0,02±0,02 0,02±0,02 0,03±0,05

(7)

Effendi, I. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Fibrianto. 2007. Budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan metode rakit apung di Kampung Manggonswan, Distrik Kepulauan Aruri, Kabupaten Supiori-Papua. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Godam. 2008. Faktor yang memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan. http:// organisasi.org/faktor-yang-mempengaruhi-perkembangan-dan-pertumbuhan-tumbuhan-tanaman-teori-biologi. Diakses 06 Februari 2011Indriani dan Sumiarsih. 1991. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Indriani & Sumiarsih. 1991. Budidaya, pengolahan dan pemasaran rumput laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kurniayu. 2007. Pengelolaan usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan metode long line di perairan Teluk Lasongko Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Maulana. 2008. Pertumbuhan tanaman berumur pendek. Departemen Budidaya Pertanian Sumatra Utara. Medan.

Mubarak, H. 1981. Budidaya rumput laut. Artikel Preparatory Assistance III Seaforming-Indonesia. Mulyadi, S., 2005. Ekonomi kelautan. Rajawali Pers. Jakarta.

Puslitbangkan. 1991. Budidaya rumput laut (Eucheuma sp.) dengan rakit dan lepas dasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Jakarta, 9 hlm. Sambut, P. 2004. Sumberdaya pesisir dan laut NTT. PT Rapih Budi Mulia. Jakarta.

Soegiarto, A., Sulistijo, W.S., Atmadja, & Mubarok, H. 1978. Rumput laut, manfaat, potensi dan usaha budidayanya. LON-LIPI SDE 45.

Subandar, A., Lukijanto, A., & Sulaiman. 2005. Penentuan daya dukung lingkungan budidaya keramba jaring apung program riset unggulan strategis nasional kelautan. Jakarta.

Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 komoditas laut menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Supit, R.L. 2005. Analisis pertumbuhan dan kandungan karaginan alga Kappaphycus alvarezii (Doty) doty yang dibudidayakan dengan metode tali tunggal lepas dasar (off-bottom monoline method) di Perairan Desa Bolok Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang. Fakultas Perikanan. Kupang. Tancung, A.B. 2008. Prospek rumput laut di Sulsel. http://Fajar oneline. Htm. Diakses tanggal 06

Februari 2011. Makassar.

Yusuf, L.R. 2005. Laju pertumbuhan harian, produksi dan kualitas rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty)

yang dibudidayakan dengan sistem aliran air media dan talus benih yang berbeda. Tesis. Pascasarjana

Gambar

Gambar  1. Skema desain wadah pemeliharaan rumput laut (K. alvarezii) secara vertikultur selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pegawai dan Pustakawan Perpustakaan IAIN Palangka Raya Terhadap Surat Kabar Republika dan Kompas adalah benar karya saya sendiri dan bukan hasil penjiplakan dari karya

Jenis fiber yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi adalah fiber polyethylene, karena dapat meningkatkan kekuatan dan modulus elastistas material komposit,

Aktifitas Guru Dengan Menerapkan Metode Latihan Hasil pengamatan aktivitas guru terdiri dari dua guru bidang studi Seni Budaya dan Keterampilan, bahwa penerapan motode latihan pada

Ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor internal mahasiswa dalam melakukan partisipasi tuton, yaitu : a) kemampuan mahasiswa menggunakan komputer dan internet, b)

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat dikatakan bahwa dengan disiplin yang baik serta mampu mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas- tugas

Yaitu inti vegetatif (inti saluran serbuk sari) dan inti generatif. 4) Inti generatif membelah secara mitosis sehingga membentuk dua inti sperma yang

Peramalan tentang kunjungan wisatawan telah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, seperti peramalan yang mengintegrasikan Empirical Mode Decomposition(EMD)

Hal 15 dari 18 RS ROYAL TARUMA Nama Dokter yang tidak kerjasama dengan Allianz dalam pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap :. Alfiah Amiruddin, MD,