PREVIEW IV TUGAS AKHIR
I NYOMAN ARTO SUPRAPTO 3606 100 055
Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita, ST. MT.
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010
Arahan Pengendalian Pembangunan
Kawasan Cagar Budaya
Situs Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring merupakan salah satu BCB yang memiliki nilai sejarah, budaya dan
religius yang tinggi
Nominator Warisan Budaya Dunia/The
World Cultural Heritage oleh UNESCO
Konversi Lahan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Instrumen Pengendalian lahan:
Regulatory System Discretionary System
Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi
Kabupaten Gianyar
KawasanWisata Budaya (Cultural
Heritage Tourism Aktifitas Religius yang intens Perkembangan Kawasan Permukiman Kebutuhan Infrastruktur Pariwisata
Intervensi terhadap eksistensi situs Cagar Budaya Candi Tebing Gunung
Kawi
UU No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar
Budaya
RUMUSAN MASALAH
BCB Gunung Kawi merupakan BCB yang memiliki potensi wisata yang sangat besar. Besarnya potensi yang dimiliki oleh situs ini mengakibatkan pesatnya perkembangan pariwisata di Kawasan GKT.
Hal ini berdampak pada perkembangan permukiman. Terutama jenis kegiatan pendukung pariwisata seperti kios-kios penjualan hasil kerajian penduduk setempat. Perkembangan pariwisata telah mengakibatkan pesatnya pertumbuhan permukiman sehingga banyak terjadi konversi lahan di Kawasan GKT.
Permukiman ini sangat berpengaruh terhadap eksistensi cagar budaya Candi Tebing Gunung Kawi, karena pesatnya perkembangan permukiman bisa mendesak dominasi BCB Candi Tebing Gunung Kawi.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian ini adalah apa saja potensi ancaman atau gangguan terhadap situs cagar budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring?
TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan penelitian ini adalah merumuskan prinsip-prinsip aturan zonasi Kawasan Candi Tebing Gunung Kawi yang dapat dijadikan acuan untuk pembangunan dan pengembangan di Kawasan tersebut
Sasaran yang ingin dicapai yaitu:
1. Merumuskan zonasi/mintakat Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi berdasarkan prinsip-prinsip perlindungan BCB secara arkeologis, religius, dan ketentuan adat (local genious).
2. Mengidentifikasi jenis kegiatan yang ada dan berpotensi muncul di Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi.
3. Merumuskan aturan di setiap zonasi Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
BCB Komplek I BCB Komplek IV BCB Komplek II BCB Komplek V BCB Komplek IIIPengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Cagar Budaya
Dalam PP No 10 Tahun 1993, dijelaskanpembagian zona/mintakat sebagai salah satu perlindungan untuk BCB
Zona I (Zona Inti) Zona II (Zona Penyangga) Zona II (Zona Pengembangan)
Daya Tarik Artefak
Daya Tarik Baru
Dampak Bagi Masyarakat Gambar 2.1
Konsep Perencanaan Mikro Kawasan Benda Cagar Budaya
Sumber: Rencana Induk Arkeologi Trowulan dan PP No. 10 Tahun 1993
SINTESA TINJAUAN TEORI
Prinsip-prinsip Zoning Regulation Kawasan Cagar Budaya
SINTESA TINJAUAN TEORI
Zoning Regulation mengatur tentang penyusunan zonasi (mintakat) dan regulasi (aturan didalam zona).
Penyusunan zonasi dilakukan dengan menggunakan analisa ovberlay dengan memperhatikan 3 prinsip perlindungan terhadap BCB, yaitu perlindungan BCB secara arkeologis, religius, dan ketentuan adat (local genious) di kawasan tersebut. Regulasi dalam Zoning Regulation, diatur mengenai 1). Intensitas pemanfaatan
ruang, 2). Kegiatan dan penggunaan lahan, dan 3). Tata masa bangunan 4) Prasarana Minimum dan 5) Ketentuan Teknis.
Dalam perlindungan terhadap BCB, hanya 3 prinsip yang diadopsi dari prinsip-prinsip zoning regulation tersebut, yaitu: 1). Jenis kegiatan dan penggunaan lahan, 2).
SINTESA TINJAUAN TEORI
Indikator penelitian dibedakan menjadi 3 disesuaikan dengan sasaran yang ada:
1. Untuk menentukan mintakat kawasan cagar budaya indikator dilihat berdasarkan 3 prinsip perlidungan terhadap BCB Gunugung Kawi, yaitu prinsip arkeologi,
prinsip religius dan ketentuan adat (local genious). Secara arkeolog indikator peneltiannya dilihat berdasarkan kondisi topografi dengan variabel yaitu kemiringan lahan dan kondisi fisik dan lingkungan. Secara religius indikator penelitiannya adalah kesucian pura Gunung Kawi sehingga variabelnya adalah radius kesucian pura Gunung Kawi, sedangkan secara adat indikator penelitiannya adalah aktifitas adat, sehingga variabelnya adalah kebutuhan lahan untuk aktifitas adat di masing-masing BCB.
2. Indikator indetifikasi jenis keiatan yang ada dan berpotensi muncul dilihat dari variabel jenis kegiatan
3. Indikator penyusunan aturan dilihat dari variabel jenis kegiatan, ketinggian bangunan, dan prasarana
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan beberapa
metode-metode yaitu:
METODELOGI PENELITIAN
Wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara ini digunakan dengan menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah
disiapkan (kuisioner)
Tinjauan pustaka yang dilakukan dari
perpustakaan dan berbagai institusional lainnyha bertujuan untuk memperoleh data-data sekunder yang tidak bias ndiperoleh dari data primer hasil dari wawancara
Informasi–informasi lain yang
diperoleh sebagai input dalam
penelitian ini diperoleh dari internet, media cetak dan media elektronik
Pengamatan dari peneliti untuk
dokumentasi serta pengenalan
lingkungan eksisting secara spasial dari lokasi cagar budaya di wilayah
Topografi Guna Lahan Radius Kesucian Pura Kebutuhan Lahan untuk Aktifitas Adat Persebaran BCB
Zonasi/Mintak
at Kawasan
Gunung Kawi
Tampaksiring
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Analisa Perumusan Zonasi Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring berdasarkan Prinsip-Prinsip Perlindungan Kawasan Cagar Budaya
Skala likert digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat Desa Tampaksiring
terhadap tingkat kepentingan/kebutuhan terhadap suatu jenis kegitan (perumahan, perdagangan, insdustri dll) yang ada dan berpotensi muncul di Desa Tampaksiring.
Dalam penenlitian ini jenis kegiatan tersebut telah dijabarka dalam suatu angket
atau kuisioner yang akan dinilai berdasarkan persepsi masyarakat. Jenis kegiatan
yang dijabarkan merupakan hasil adopsi dari kajian pustaka (Pedoman PU). Adapun tahapan dalam analisa ini yaitu:
1. Tabulasi Data
2. Menghitung Nilai Indeks
3. Membandingkan nilai indeks rata-rata dengan nilai indeks tiap variabel
Identifikasi Jenis Kegiatan yang ada dan Berpotensi muncul di Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring
METODELOGI PENELITIAN
Aturan penggunaan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut:
Adapun tahapan dalam penyusunan aturan di dalam zonasi kawasan cagar budaya Candi Tebing Gunung Kawi, yaitu:
1. Identifikasi Data dari Masing-Masing Stakeholder 2. Deskripsi data
3. Tabulasi data yang telah terkumpul
4. Menilai dan menyimpulkan data hasil tabulasi
Analisa Penyusunan Aturan di Setiap Zonasi Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring
“I” = Pemanfaatan diizinkan (P, Permitted)
“T” = Pemanfaatn diizinkan secara terbatas (R, restricted)
“B” = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (C, conditional) “-” = Pemanfaatan yang tidak diizinkan (not permitted)
PEMBAHASAN MINTAKAT
Topografi Guna Lahan Radius Kesucian Pura Kebutuhan Lahan untuk Aktifitas Adat Persebaran BCBZonasi/Mintak
at Kawasan
Gunung Kawi
Tampaksiring
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Perumusan Zonasi/Mintakat Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring
PEMBAHASAN MINTAKAT
Topografi Guna Lahan Radius Kesucian Pura Kebutuhan Lahan untuk Aktifitas Adat Persebaran BCBZonasi/Mintak
at Kawasan
Gunung Kawi
Tampaksiring
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Perumusan Zonasi/Mintakat Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring
Identifikasi jenis kegiatan ini dilakukan pada
7 responden
denganmelakukan
wawancara secara terstruktur dengan kuisioner
. Berdasarkan hasil dari wawancara dan kuisioner tersebut maka dapatdisimpulkan jenis kegiatan yang
dianggap penting
oleh masyarakat Desa Tampaksiring adalah:Rumah tunggal, Warung/Kios, Ruko, Pasar Tradisional,
Fasilitas Pendidikan (TK, SD, SMP, SMA/MU), Puskesmas,
Praktek Dokter/Bidan, Industri Kecil, Hotel, Pasar Seni,
Sawah, Ladang, Kebun, Tempat Atraksi Budaya
.
Berdasarkan hasil analisa
skoring skala likert
, jenis kegiatan tersebut memilikinilai indeks
lebih besar darinilai indeks rata-rata
. Nilai indeks rata-rata adalah 4.19.PEMBAHASAN IDENTIFIKASI KEGIATAN
Analisa Kesesuaian Jenis Kegiatan dan Penggunaan Lahan: BCB Candi Tebing Gunung
Kawi Tampaksiring merupakan salah living monument, yang berfungsi tidak hanya sebagai benda cagar budaya, tetapi juga sebagai tempat suci oleh umat hindu di Kabupaten Gianyar.
Jenis kegiatan yang dianggap sesuai adalah jenis kegiatan yang terkait dengan BCB/tempat suci dan yang mendukung keberadaan BCB/tempat suci tersebut. Pura membutuhkan pengemong pura (masyarakat pemilik/pengelola pura): Sehingga jenis kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kebutuhan masyarakat diperbolehkan seperti: Rumah, Ladang, Sawah, Kerajinan, dan Pasar.
Tetapi jenis kegiatan ini juga harus berdasarkan prinsip perlindungan secara arkeologis: Sehingga jenis kegiatan yang dianggap sesuai dan bisa mendukung keberadaan
BCB/tempat suci tersebut adalah:
Rumah, Sawah, Ladang, Kebun, Kerajinan, Pasar Tradisional, Toko, Kios, Pasar Seni, Atraksi Budaya, hotel, dan restoran yang ramah lingkungan dan bergaya tradisional
Perumusan aturan dalam mintakat/zona kawasan cagar budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampaksiring dilakukan dengan menggunakan
analisa Kualitatif
Prinsip Analisanya:
dengan menggabungkan prinsip perlindungan dari hasil deep interview pada semua respondenBerdasarkan Prinsip
Perlindungan Arkeologi:
Narasumber: BP3 Bali Nusra, Dinas Kebudayaan
Berdasarkan Prinsip religius: Narasumber: Kelian Adat Desa Pekaraman Tampaksiring Berdasarkan Prinsip local
genius (adat): Narasumber:
Kepala Desa, Tokoh Mayarakat
Arahan Pengendalian Pembangunan GKT
PEMBAHASAN PENGATURAN
PEMBAHASAN PENGATURAN
Perumusan Aturan Zonasi/Mintakat Kawasan Cagar Budaya
Kesimpulan Hasil Deep Interview:
1. Berdasarkan prinsip arkeologi: Zona inti tidak boleh ada jenis kegiatan apapun, Zona Penyangga diperbolehkan untuk jenis kegiatan
pertanian, zona pengembangan diperbolehkan jenis kegiatan yang mendukung eksistensi BCB.
2. Berdasarkan prinsip adat: Zona inti diperbolehkan untuk jenis kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan adat (atraksi budaya, dll), zona
penyangga untuk kegiatan pertanian dan perkebunan, dan zona
pengembangan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat (kios, pasar seni, warung, atraksi budaya, kerajinan, dll).
3. Berdasarkan prinsip religius: Zona inti diperbolehkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan unsur religius (atraksi budaya/seni tari, dll), Zona Penyangga untuk kegiatan pertanian dan perkebunan, Zona Pengembangan untuk kegiatan permukiman krama pengempon (masyarakat).
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan Hasil Analisa:
Pembagian zona/mintakat kawasan cagar budaya Candi Tebing
Gunung Kawi dilakukan dengan analisa overlay, sehingga didapatkan zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Pembagian
zona ini didasarkan pada prinsip perlindungan arkeologi, local genius, dan religius.
Identifikasi jenis kegiatan dilakukan dengan menggunakan angket dan dianalisa dengan menggunakan analisa skoring skala likert.
Berdasarkan analisis tersebut didapatkan jenis kegiatan yang diangga penting oleh masyarakat yaitu dengan nilai indeks di atas 4.19 adalah Rumah tunggal, Warung/Kios, Ruko, Pasar Tradisional, Fasilitas
Pendidikan (TK, SD, SMP, SMA/MU), Puskesmas, Praktek
Dokter/Bidan, Industri Kecil, Hotel, Pasar Seni, Sawah, Ladang, Kebun, Tempat Atraksi Budaya
Kesimpulan Hasil Analisa:
Jenis kegiatan yang dianggap penting tersebut menjadi salah satu input untuk menyusun aturan di tiap-tiap zona/mintakat.
Pengaturan zonasi/mintakat dilakuakan dengan mengadopsi prinsip zoning regualtion yaitu pengaturan pada jenis kegiatan dan penggunaan lahan, ketinggian bangunan, dan prasarana minimum.
Zona inti adalah zona khusus BCB yang memiliki fungsi untuk kegiatan BCB dan juga kegiatan keagamaan, sedangkan zona penyangga adalah zona pelindung zona inti sehingga jenis kegiatan yang diperbolehkan adalah pertanian dan perkebunan, sedangkan zona pengembangan adalah zona pemanfaatan yang mendukung untuk eksistensi BCB dan tempat suci
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Rekomendasi:
1. Arahan pengendalian pembangunan kawasan cagar budaya seharusnya bisa mengakomodasi semua kepentingan yang ada (termasuk local genius) di lokasi BCB.
2. Pelibatan masyarakat secara lebih mendalam sangat
diperlukan karena peran serta yang berupa perwakilan (kepala desa) ataupun awig-awig belum mampu mengikat secara kuat keputusan atau hasil studi yang dilakukan.
3. Titik utama permasalahan berada pada masalah ekonomi, hanya saja dalam penelitian ini belum bisa sampai pada
masalah manajemen BCB, sehingga sangat dibutuhkan adanya penelitian lanjutan yang bisa menjelaskan lebih jauh
keterkaitan antara manajemen BCB, terhadap wisata budaya di Tampaksiring