• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Keselamatan Kerja adalah Keselamatan yang bertalian dengan mesin,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Keselamatan Kerja adalah Keselamatan yang bertalian dengan mesin,"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut John Ridley (2009)Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah “suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut”.

Keselamatan Kerja adalah Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, dipermukaan air, di dalam air, maupun di udara. Keselamatan Kerja adalah tugas semua orang yang bekerja. Keselamatan adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya dan juga masyarakat pada umumnya (Ramli, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) kesehatan kerja adalah merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut.

2.1.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim

(2)

mengantisipasi berbagai bahaya di sekitar lingkungan hidupnya. Untuk era globablisasi sekarang keselamatan dan kesehatan kerja sangat diperlukan karena sebagai penentu dalam keberhasilan program K3 dalam organisasi. Tetapi sering timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran biaya yang sia-sia atau sekedar formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi (Ramli, 2010).

Menurut Suma’mur (1996), adapun tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksiserta produksi nasional. 2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Menurut UU RI No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1, disebutkan bahwa tujuan pemerintah membuat aturan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, 2. Memberi pertolongan pada kecelakaan,

3. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja,

4. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran,asap, uap, gas, hembusan angin cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.

5. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai,

6. Meyelenggarakan suhu dan kelembapan udara yang baik, 7. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup,

(3)

8. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban,

9. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya,

10. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan, 11. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya,

12. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerja yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatannya utamanya adalah identifikasi, subtitusi, eliminasi, evaluasi dan pengendalian risiko dan bahaya (Notoadmodjo, 2007).

2.2. Kecelakaan Kerja

2.2.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali (Suma’mur,2009).

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Menurut OHSAS 18001 (1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu. Menurut AS/NZS 4801 (2001) kecelakaan kerja

(4)

adalah setiap kejadian tidak terencana dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh manusia, faktor situasi atau lingkungan atau merupakan kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang mengganggu proses kerja yang mungkin berakibat atau tidak berakibat cedera, kesakitan, kerusakan dan kerugian lainnya.

Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta benda.

Menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu :

a. Kecelakaan industri (Industrial Accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali.

b. Kecelakaan didalam perjalanan (Community Accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja. 2.2.2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut ILO (1989) dalam Hiperkes (2008) klasifikasi kecelakaan adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjadi oleh benda.

(5)

f. Pengaruh suhu tinggi. g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radisi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab : a. Mesin.

i. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. ii. Mesin penyalur (= transmisi).

iii. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. iv. Mesin-mesin pengolah kayu .

v. Mesin-mesin pertanian. vi. Mesin-mesin pertambangan.

vii. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkut dan alat angkat.

i. Mesin angkat dan peralatannya. ii. Alat angkutan di atas rel.

iii. Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api. iv. Alat angkutan udara.

v. Alat angkutan air. vi. Alat-alat angkutan lain.

(6)

c. Peralatan lain.

i. Bejana bertekanan.

ii. Dapur pembakar dan pemanas. iii. Instalasi pendingin,

iv. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

v. Alat-alat listrik (tangan).

vi. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik. vii. Tangga.

viii. Perancah (=steger).

ix. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

i. Bahan peledak.

ii. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. iii. Benda-benda melayang.

iv. Radiasi.

v. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan Kerja.

i. Di luar bangunan. ii. Di dalam bangunan. iii. Di bawah tanah.

f. Penyebab–penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut. i. Hewan.

(7)

ii. Penyebab lain.

iii. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo. c. Regang oto/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Amputasi.

f. Luka-luka lain. g. Luka di permukaan.

h. Gegar dan remuk. i. Luka Bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (=akut). k. Akibat cuaca, dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh : a. Kepala.

(8)

c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh sesuatu, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi tersebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.

2.2.3. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Setiap kecelakaan terjadi ada penyebabnya. Kecelakaan tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa teori tentang terjadinya suatu kecelakaan yang dikenal dengan teori Domino.

(9)

a. Teori H.W. Heinrich (1933), menurut teori ini terjadinya suatu kecelakaan dapat diurutkan sebagai berikut :

1. Lingkungan sosial/keturunan (Ancestry and social encironment factor), yaitu faktor keturunan (sifat yang jelek/sikap mental yang tidak baik) dan pengaruh lingkungan. Sebagai contoh yaitu seseorang yang memiliki sifat keras kepala mempunyai sifat yang tidak baik yang diperoleh karena faktor keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan yang membuat seseorang bekerja kurang berhati-hati dan menimbulkan kesalahan.

2. Kesalahan manusia (Fault of person), merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan yang menyebabkan seseorang menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam melakukan suatu pekerjaan. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan kesalahan-kesalahan: a. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan rendah,

b. Karena seseorang tidak memenuhi syarat secara fisik,

c. Keadaan mesin atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat. 3. Perbuatan membahayakan dan bahaya yang ditimbulkan secara mekanis

atau fisik (Unsafe actions and unsafe conditions), merupakan peristiwa karena kesalahan pekerja melalui tindakan yang berbahaya disertai dengan bahaya mekanik dan fisik lainya. Sebagai contoh pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri yang seharusnya digunakan pada saat bekerja, posisi kerja yang salah, menggunakan peralatan yang tidak

(10)

memenuhi syarat, lingkungan yang tidak memenuhi syarat dimana kurangnya penerangan di tempat kerja dan lain sebagainya.

4. Kecelakaan (Accident), merupakan peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan pada umumnya disertai oleh berbagai kerugian.

5. Cidera (Injury), kecelakaan yang terjadi mengakibatkan cidera (luka ringan/luka berat/parah), cacat dan bahkan kematian.

b. Teori Frank E. Bird Petersen

Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan. Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen.

c. Teori Loss Causation Model

Teori lain yang lebih baru dikemukakan oleh Widnerdan Bird dan Germain pada tahun 1985. Teori ini mempersalahkan faktor lingkungan dan keturunan. Teori ini berisi petunjuk yang memudahkan untuk menganalisis permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja, analisis harus dilanjutkan sampai menemukan penyebab dasar masalah yang berkaitan dengan tugas dan fungsi manajemen yang tidak dilaksanakan. Dalam Siregar (2014) Bird dan Germain (1996) menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor yang berurutan yang terdiri dari :

1. Lack of Control (kurang kendali) Penyebab lack of controlyaitu :

i. Inadequate programme, yaitu program yang tidak bervariasi yang

(11)

ii. Inadequate programme standards, yaitu standar tidak spesifik, standar tidak jelas atau tidak baik.

iii. Inadequate compliance-with standards, yaitu kurangnya pemenuhan standar.

2. Basic Causes, yaitu penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh personal factor seperti kondisi pekerja, job factor seperti unit kerja. 3. Immediate Causes, yaitu penyebab langsung terjadinya kecelakaan,

meliputi faktor sub-standart dan faktor kondisi. Faktor sub-standart diantaranya tindakan tidak aman seperti tidak memenuhi standar operasional prosedur dan faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi dan pencahayaan.

4. Accident, yaitu kecelakaan yang ditimbulkan

5. Loss, yaitu kerugian yang ditimbulkan dari terjadinya kecelakaan. d. Teori menurut James Reason (1995-1997)

Teori ini membagi penyebab kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan:

1. Tindakan tidak aman (unsafe acts).

2. Pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman (preconditions for unsafe acts).

3. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision).

4. Pengaruh organisasi (organizational influences). Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam

(12)

sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja.

Menurut Suma’mur (1996) kecelakaan kerja terjadi ada sebabnya, secara umum kecelakaan kerja di sebabkan oleh :

a. Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts). Selalu ditemukan dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat, bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan.

b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions). Misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, mesin yang tidak diperiksa dan sebagainya.

Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

1. Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang

(13)

tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85% dari kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah, ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.

2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi maupun di tempat datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan

(14)

lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

2.2.4. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecelakaan Kerja

Menurut ILO (1998)dalam penelitian Siregar (2014) faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu :

a. Faktor pekerja yaitu usia, jenis kelamin, lama kerja, pendidikan, pengetahuan, keterampilan, jam kerja, shift kerja, sikap, perilaku, kelelahan, dan kondisi fisik pekerja.

b. Faktor manajemen yaitu kebijakan organisasi atau manajemen, sosialisasi K3, SOP, pelatihan dan pengawasan.

c. Faktor lingkungan kerja yaitu housekeeping, pencahayaan, ventilasi, kebisingan dan warna peringatan, tanda, label.

Beberapa penelitian menyebutkan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja. Dalam penelitian Arifin (2005) terhadap pekerja di PT. Bukaka Teknik Utama, Cilengsi menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan, sosialisasi K3 dan kepatuhan menjalankan prosedur terhadap tingginya kejadian kecelakaan kerja. Dalam penelitian Hermawati (2008) terhadap pekerja area pertambangan PT. Antan Tbk UBPE Pongkor menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dan unit kerja dengan kecelakaan kerja. Dalam penelitian Yuniarti (2006) terhadap pekerja di PT. Indo-Bharat Rayon menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dan kebijakan K3 terhadap

(15)

kecelakaan kerja. Dari beberapa penelitian tersebut terdapat pola penyebab kecelakaan kerja yang sama yaitu faktor manajemen, faktor pekerja, dan faktor lingkungan kerja (Siregar,2014).

2.2.4.1. Faktor Pekerja

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Ada beberapa faktor dari pekerja yaitu sebagai berikut :

1. Usia

Penelitian dalam test reflex memberikan kesimpulan bahwa usia mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata golongan usia muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan reflex lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Usiamendapat perhatian karena mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Karyawan muda pada umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Hasibuan, 2003). Pada penelitian Pratama (2015) berbeda

(16)

dengan teori yang menyatakan bahwa usia lebih muda secara psikologi akan cenderung lebih cepat, agresif dan teburu-buru dalam bekerja sehingga menghasilkan unsafe actionyang berpotensi mengurangi kinerja bahkan mengakibatkan kecelakaan kerja. Unsafe action yang menimbulkan kecelakaan kerja didapatkan pada pekerja yang berusia tua yaitu sebesar 11 (18,3%) tindakan tidak aman, hal ini menunjukkan bahwa keterampilan fisik dan kinerja yang semakin menurun dengan bertambahnya usia. Menurut penelitian Hernawati (2008) pekerja usia muda memiliki kecenderungan terjadinya kecelakaan kerja.

2. Lama Kerja

Suma’mur (2009) dalam Pratama (2015) menyatakan bahwa pengalaman seseorang untuk mengenal bahaya di tempat kerja akan semakin membaik seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja, sehingga pekerja lama akan lebih mengenal titik-titik bahaya pada tempat kerja mereka yang pada akhirnya dapat meminimalkan terjadinya kesalahan (error) yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Dalam penelitian Hidayat (2014), didapatkan hasil bahwa semakin lama masa kerja, maka semakin tinggi kategori tindakan tidak aman yang dilakukan yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Hal tersebut dikarenakan masa kerja baru berusaha memberikan kesan yang baik bagi perusahaan.

3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2003).

(17)

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoadmodjo, 2003). Menurut penelitian Yuniarti (2006) pengetahuan dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hasil uji statistik pada penelitian Stevanus et.al (2016) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian kecelakaan kerja pada nelayan hal ini terjadi dikarenakan pengetahuan nelayan yang kurang. Penelitian ini sesuai dengan pendapat menurut Green (1980) dalam Hidayat (2004), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam memotivasi seseorang dalam bertindak. Semakin rendahnya pengetahuan seseorang maka akan semakin tinggi tindakan tidak aman yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Semakin positif perilaku yang dilakakukan akan mampu menghindari kejadian yang tidak diinginkan Siregar (2014).

4. Sikap

Sikap merupakan konsepsi yang bersifat abstrak tentang pemahaman perilaku manusia. Menurut Sarwono (2009) sikap adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok, kalau timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif. Sedangkan perasaan tidak

(18)

senang disebut sikap negatif. Kalau timbul perasaan apa-apa berarti sikapnya netral.

Menurut Alport dalam Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari 3 komponen yaitu:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya, sebagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obejek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen tersebut bersama-sama berfungsi untuk membentuk sikap yang utuh dalam melaksanakan suatu aktivitas (pekerjaan).

Menurut penelitian Kurniawati (2013) pekerja yang memiliki sikap negatif lebih sering mengalami kecelakaan kerja. Pada penelitian Stevanus et.al (2016) menyatakan bahwa adanya hubungan antara sikap dengan kejadian kecelakaan kerja pada nelayan. Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar (2014) bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan kecelakaan kerja. Sikap yang diukur dalam penelitian tersebut adalah respon responden resiko kecelakaan kerja, kebijakan keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan kerja.

(19)

5. Kepatuhan Terhadap Prosedur

Menurut Geller (2001) dalam Siregar (2014) kepatuhan adalah satu bentuk perilaku yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil uji statistik dalam Siregar (2014) meyatakan bahwa adanya hubungan antara kepatuhan terhadap prosedur dengan kecelakaan kerja. Menurut penelitian Arifin (2005) kepatuhan menjalankan prosedur berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tidak patuh responden maka akan semakin tinggi kecelakaan kerja dan sebaliknya semakin patuh responden makan akan semakin rendah kecelakaan kerja. 2.2.4.2. Faktor Manajemen

1. Kebijakan Manajemen (Reward And Punishment)

Menurut Skinner dalam Siregar (2014) reward merupakan pengembalian bersifat positif dari perilaku yang diharapkan bisa berupa hadiah, perilaku atau penghargaan, sedangkan punishment adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku, bisa berupa teguran, penundaan kenaikan gaji, dan penurunan jabatan. Menurut ILO (1998) reward and punishment merupakan salah satu kebijakan manajemen yang dapat mengurangi terjadinya kecelakaan kerja.

2. Sosialisasi K3

Menurut ILO (1998) dalam Siregar (2014) sosialisasi K3 sebagai salah satu bagian dari propaganda atau kampanye K3 yang merupakan salah satu jenis kependidikan selain pendidikan dan pelatihan. Menurut penelitian

(20)

Arifin (2005) sosialisasi K3 mempunyai hubungan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Dalam UU No. 1 Tahun 1970 pasal 14 ayat b disebutkan bahwa salah satu kewajiban pengurus adalah memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

3. Pengawasan

Dalam penelitian Tampubolon (2015) pengawasan merupakan fungsi yang penting dalam manajemen kegiatan agar kegiatan yang dilakukan berjalan sesuai yang diharapkan. Pengawasan juga memiliki tujuan untuk menciptakan budaya K3 yang dapat mengurangi angka kecelakaan kerja. Bird dan Germain (1996) dalam Siregar (2014) menyebutkan bahwa supervisor (pengawas) memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kebisasaan akan keselamatan setiap karyawan dalam suatu area tanggung jawabnya. Para pengawas mengetahui lebih baik daripada pihak lain mengenai diperhatikannya individu-individu, catatan cuti, kebiasaan bekerja, perbuatan, keterampilan dalam bekerja.

2.2.4.3. Faktor Lingkungan Kerja 1. Housekeeping

Menurut Suma’mur (2009) housekeeping atau kerumahtanggaan merupakan upaya perusahaan dalam menciptakan suatu lingkungan kerja

(21)

yang aman dan nyaman, meliputi penyimpanan peralatan kerja, pembuangan sampah industri, dan ruangan kerja yang kering dan bersih. Housekeeping dianggap sebagai kegiatan pencegahan sekaligus sebagai upaya pengendalian. Prinsip umum housekeeping bukan sekedar membersihkan tempat kerja melainkan juga mengupayakan penempatan peralatan yang tepat, sesuai dan benar, mengutamakan proses kerja berlangsung aman dan agar kegiatan dapat berlangsung optimal, efisien dan efektif serta pencegahan kecelakaan kerja. Menurut penelitian Siregar (2014) terdapat hubungan antara housekeeping dengan kecelakan kerja, dimana semakin tidak kondusifnya area kerja maka akan menimbulkan kecelakaan kerja yang semakin tinggi.

2.2.5. Kerugaian Akibat Kecelakaan Kerja

Menurut Suma’mur (1987) kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian : 1. Kerusakan

2. Kekacauan organisasi 3. Keluhan dan kesedihan 4. Kelainan dan cacat 5. Kematian

Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, melainkan dapat menimbulkan kelainan tubuh dan cacat, bahkan kecelakaan tidak jarang merenggut nyawa dan berakibat kematian. Kecelakaan kerja tersebut juga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Kecelakaan kerja menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena terjadinya kecelakaan. Biaya

(22)

langsung dari kecelakaan kerja adalah biaya pemberian pertolongan pertama bagi kecelakaan, pengobatan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat, dan biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya kerusakan bahan-bahan. Sedangkan biaya tersembunyi dari kecelakaan kerja meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi. Biaya ini mencakup berhentinya proses produksi oleh karena pekerja-pekerja lainnya yang menolong atau ikut tertarik dalam peristiwa kecelakaan tersebut, biaya yang diperhitungkan untuk menggantikan tugas dari pekerja yang mengalami kecelakaan dengan orang baru yang belum terbiasa ditempatkan pada jenis pekerjaan tersebut, dan lainnya.

2.2.6. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Menurut Suma’mur 1987 kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan: 1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai

kondisi-kondisi pekerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan pemeriksaan kesehatan.

2. Strandarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu praktek-praktek keselamatan dan higiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

(23)

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untung tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan,

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.

8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.

9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru, dalam keselamatan kerja.

10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

(24)

12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

Pencegahan kecelakaan kerja sangatlah diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi seperti pembuat undang-undang, pegawai, pemerintah, ahli-ahli teknik, dokter, ahli-ahli ilmu jiwa, ahli-ahli statistik, guru-guru dan sudah tentu pengusaha buruh.

Menurut Anizar (2009) dengan menerapkan usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) maka kejadian kecelakaan kerja semestinya bisa dihindari. Beberapa asas pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan baik dilakukan oleh pihak manjemen perusahaan maupun oleh pihak pekerja atau tenaga kerja

1. Manajemen Perusahaan

a. Perusahaan melakukan evaluasi pendahuluan tentang karakteristik perusahaan sebelum dimulai oleh orang terlatih untuk mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja dan untuk membantu memilih cara perlindungan karyawan yang tepat. Termasuk di dalamnya adalah semua kondisi yang dicurigai kondisi dapat dengan cepat menyebabkan kehidupan atau kesehatan, atau yang menyebabkan luka serius.

b. Memberikan pelatihan untuk karyawan sebelum diijinkan bekerja yang dapat menimbulkan potensi bahaya. Pekerja yang berpengalaman diberikan pelatihan penyegaran bila diperlukan.

(25)

c. Pemeriksaan kesehatan setidaknya dilakukan secara berkala misalnya satu tahun sekali dan pada saat karyawan berhenti bekerja.

d. Memberikan demonstrasi kepada karyawan tentang pentingnya pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan pentingnya keselamatan kerja.

e. Pelaksanaan housekeeping yang baik (penatalaksanaan yang teratur yang teratur dan baik).

f. Pemberian sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan, misalnya karyawan yang tidak memakai APD.

g. Memberikan insentif sehingga dana yang dianggarkan oleh perusahaan untuk biaya dampak akibat kecelakaan dapat dialihkan untuk kesejahteraan pekerja.

2. Tenaga kerja

a. Memakai APD dengan sungguh-sungguh tanpa paksaan. b. Menyadari betapa pentingnya keselamatan kerja.

c. Mematuhi peraturan yang berlaku di tempat kerja 2.3. Kecelakaan dalam Industri

2.3.1. Klasifikasi Kecelakaan dalam Industri

Menurut Silalahi (1991) dalam Rajagukguk (2009) kecelakaan dalam industri dapat dikelompokkan dan dicatat menurut macamnya guna mempermudah mempelajarinya dan mencegah terulangnya. Pengelompokkan ini adalah sebagai berikut :

1. a. Jatuh pada ketinggian yang berbeda, b. Jatuh dari ketinggian yang berbeda,

(26)

2. Kejatuhan benda,

3. Terantuk, tersandung, tergelincir karena benda, kecuali kejatuhan benda, 4. Terjepit di antara benda,

5. Terlanggar, tertumbuk, tertabrak, tergilar benda, 6. Terpotong,

7. Terkilir,

8. Terbakar akibat atau berhubungan dengan suhu yang lebih tinggi dari toleransi tubuh manusia,

9. Terbakar akibat atau berhubungan dengan arus listrik,

10. Terbakar akibat atau berhubungan dengan bahan-bahan yang korosif (bersifat merusak) atau terkena radiasi,

11. Lain-lain :

a. Runtuhnya suatu konstruksi, b. Peledakan,

c. Kebakaran, d. Sambaran petir.

2.3.2. Mengenal Sumber-Sumber Bahaya dalam Industri

Menurut Silalahi (1991) dalam Rajagukguk (2009) bahaya-bahaya yang berada di sekitar industri perlu dikenal dan diidentifikasi terlebih dahulu. Badan dan jiwa termasuk panca indera serta alat-alat/organ-organ tubuh kita sangat menghendaki keadaan yang wajar dari keadaan atau pengaruh lingkungannya.

Beberapa aspek industri yang harus diperhatikan dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja adalah :

(27)

1. Penerangan yang cukup

2. Pengendalian kebisingan dan getaran 3. Pengendalian suhu

4. Memelihara keadaan industri yang aman 5. Arus material dan keselamatan kerja 6. Penanganan material.

(28)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan diatas, kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja Teori Loss Causation Models Bird dan Germain dan menurut ILO (1998) dalam penelitian Siregar (2014) yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Kecelakaan Kerja Faktor Pekerja : - Usia - Lama Kerja - Pengetahuan - Sikap

- Kepatuhan Terhadap Prosedur

Faktor Manajemen :

- Kebijakan Manajemen (Reward and Punishment)

- Sosialisasi K3 - Pengawasan

Faktor Lingkungan : - Housekeeping

(29)

2.5. Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian adalah :

1. Ada hubungan antara faktor pekerja (usia, lama kerja, pengetahuan, sikap, dan kepatuhan terhadap prosedur) dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian loading ramp di Pabrik Negeri Lama Satu PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017.

2. Ada hubungan antara faktor manajemen (kebijakan manajemen (reward and punishment), sosialisasi K3, dan pengawasan) dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian loading ramp di Pabrik Negeri Lama Satu PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017.

3. Ada hubungan antara faktor lingkungan (housekeeping) dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian loading ramp di Pabrik Negeri Lama Satu PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan rasa aman misalnya kebutuhan rasa aman bilaman sewaktu- waktu berhenti bekerja dengan alasan yang tidak terhindarkan seperti sakit, pemutusan hubungan

Menurut Husni (2006 : 138) ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam

Faktor pemeliharaan, juga disebut hygiene factor, merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia,

terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman. e) Kekerasan/ Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan yang.. kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan..

Hipertensi primer adalah kondisi dimana tekanan darah tinggi sebagai akibat dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya

Membersihkan kaca merupakan salah satu pekerjaan yang sering dilakukan oleh petugas kebersihan, gerakan yang berulang-ulang akan menyebabkan musculoskeletal disorder, oleh

Bencana sendiri merupakan peristiwa mengancam yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor alam, faktor non-alam, maupun faktor sosial atau manusia, yang

Gambar 1.. sokongan struktur, pergerakan, dan proteksi untuk jaringan-jaringan tubuh. Selain itu, punggung bawah berperan dalam melindungi jaringan lunak sistem saraf pusat yang