• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hipertensi Menurut Kedokteran Barat a. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam kondisi cukup istirahat/tenang hipertensi penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun tua (Ardiansyah, 2012).

Hipertensi sering disebut silent killer merupakan penyakit yang mematikan. Bahkan hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta meningkatkan resiko serangan jantung, stroke dan gagal ginjal. Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan seiring bertambahnya umur (Kurniawan &

Sulaiman, 2019).

b. Etiologi

Hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan sekunder.

Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk ke dalam kelompok hipertensi sekunder, prevalensi sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Penyebab hipertensi primer terdiri dari faktor genetik dan lingkungan (Puspita, 2016).

Faktor keturunan dapat dilihat dari riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga yang dapat berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas vaskular dan resistensi insulin konsumsi garam berlebih, stress psikis dan obesitas diyakini sebagai penyebab hipertensi yang berasal dari lingkungan (Pudiastuti, 2013). Terdapat beberapa jenis hipertensi yang

(2)

diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor tertentu, antara lain berdasarkan tingkat keparahan yakni hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.

Berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi resisten, hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Pudiastuti, 2013). Berikut ini akan dijelaskan secara rinci mengenai klasifikasi hipertensi.

1) Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah kondisi dimana tekanan darah tinggi sebagai akibat dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau obesitas, hal ini merupakan pemicu awal ancaman penyakit tekanan darah tinggi.

Begitu pula seorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi, sangat mungkin terkena penyakit darah tinggi, termasuk orang yang kurang olahraga pun dapat mengalami tekanan darah tinggi.

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi akibat seseorang menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormonal tubuh.

c. Klasifikasi Hipertensi

The world health organization (WHO) menetapkan mengenai klasifikasi Hipertensi bertujuan untuk pencegahan tekanan darah mulai tinggi. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik

≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Irianto, 2015).

(3)

Tabel 2. 1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Klasifikasi tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Optimal

Normal

< 120 120 – 129

< 80 80 – 84 Normal tinggi

Hipertensi stage 1

130 – 139 140 – 159

85 – 89 90 – 99 Hipertensi stage 2

Hipertensi stage 3

160 – 179

≥ 180

100 – 109

>110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 <90

Sumber WHO (Irianto, 2015)

Data epidemiologis menunjukan bahwa semakin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 (Irianto, 2015).

d. Tanda dan gejala Hipertensi

Menurut (Situmorang, 2015) tahap awal biasanya penderita tekanan darah tinggi tidak menyadari bahwa mereka menderita tekanan darah tinggi sehingga tidak ditangani, tanda gejala umumnya penderita merasakan perubahan kondisi namun seringkali diabaikan karena penderita tidak begitu merasakan gejala-gejala yang timbul.

Gejala-gejala itu adalah sakit kepala, jantung berdebar-debar, kaku leher, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, sering buang air kecil terutama malam hari, telinga berdenging (tinnitus), kepala terasa berputar (vertigo).

e. Faktor resiko Hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:

1) Faktor yang tidak dapat terkontrol a) Usia

Kejadian hipertensi akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi di dalam tubuh, yang akan mempengaruhi jantung. Pembuluh darah dan hormonal (Oktavianus &

Febriana, 2014).

(4)

Saat usia seseorang semakin bertambah maka endapan kalsium di dalam pembuluh darah juga akan bertambah,hal inilah yang akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Pada kondisi seperti ini volume darah yang mengalir akanterganggu dan kebutuhan darah di jaringan meningkat dan menyebabkan tekanan darah (Sofia Dewi, 2010).

b) Jenis Kelamin

Hipertensi banyak ditemukan pada penderita dengan jenis kelamin laki-laki, tidak menutupi kemungkinan bahwa perempuan juga dapat menderita hipertensi terutama pada usia diatas 65 tahun. Hal ini berkaitan dengan masa menopause yang dialami perempuan, karena pada masa menopause kandungan hormon estrogen akan menurun (Oktavianus & Febriana, 2014).

c) Faktor Genetik

Sebanyak 70-80% penderita hipertensi esensial mengaku memiliki keluarga yang menderita hipertensi, faktor genetik atau faktor keturunan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dihindari, namun dapat dikontrol.

Perlu diketahui bahwa terdapat dua gen yang dapat memicu terjadinya hipertensi, yaitu NPPA dan NPPB. Gen ini akan menimbulkan tubuh menyimpan banyak sodium.

(Oktavianus & Febriana, 2014).

Seseorang yang memiliki kedua jenis gen ini akan lebih berpotensi mengidap penyakit hipertensi, yaitu 18 % lebih tinggi daripada seseorang yang hanya memiliki salah satu jenis gen saja atau bahkan tidak memiliki kedua jenis gen tersebut, hal ini terjadi karena gen tersebut akan memproduksi peptide natriuretik, yang sejenis protein

(5)

yang mempengaruhi peregangan pembuluh darah dan akan membuang kandungan sodium dalam tubuh melalui urin (Oktavianus & Febriana, 2014).

2) Faktor yang dapat dikontrol a) Merokok

Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap per hari. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak (15 batang) rokok sehari memiliki risiko 2 kali lebih rentan untuk penderita hipertensi dan penyakit kardiovaskuler dari pada mereka yang tidak merokok (Triyanto, 2014).

b) Obesitas

Obesitas merupakan keadaan dimana kalori yang dikonsumsi dan tersimpan di tubuh dalam bentuk lemak lebih besar daripada energi yang dibutuhkan tubuh. Lemak yang berlebihan ini akan menghambat dan menyebabkan kerja jantung meningkat. Selain hipertensi penyakit lain yang timbul akibat obesitas adalah penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus (Oktavianus & Febriana, 2014).

c) Stress

Hubungan antara stres dengan Hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang menetap. Stres dapat merangsang aparatus juxtaglomerularis sel meningkatkan produksi renin sehingga akan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosteron

(6)

sistem yang berakibat peningkatan ekspresi angiotensin II (Purwanto, 2013).

d) Aktivitas Fisik

Orang hipertensi dengan kurangnya aktivitas kemungkinan menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada hipertensi (Purwanto, 2013).

e) Konsumsi lemak

Konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh dapat meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Triyanto, 2014).

f) Konsumsi natrium

Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam rendah. Apabila asupan garam antara 5-15 g/hr prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20% (Triyanto, 2014).

Menurut (Triyanto, 2014) klasifikasidari banyaknya asupan natrium yang dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi:

jika ≥6 gram sehari atau >3 sdt dan normal: jika <6 gram sehari atau ≤3 sdt.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Raihan & Dewi, 2014) menunjukkan

(7)

bahwa terdapat hubungan bermakna antara pola asupan garam dengan kejadian hipertensi.

g) Konsumsi Alkohol dan kafein

Konsumsi alkohol dan kafein berlebihan yang terdapat dalam kopi, teh, dan cola akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat merangsang Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang bertujuan peningkatan tekanan darah. Sementara kafein dapat menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detik (Triyanto, 2014).

f. Patofisiologi

Hipertensi dikaitkan dengan penebalan dinding pembuluh darah dan hilangnya elastisitas dinding arteri. Hal ini menyebabkan resistensi perifer akan meningkat sehingga jantung akan memompa lebih kuat untuk mengatasi resistensi yang lebih tinggi. Akibatnya aliran darah ke organ vital seperti jantung, otak dan ginjal akan menurun (Perry & Potter, 2012). Selain itu juga terjadinya mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis (Padila, 2013).

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yaitu akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat

(8)

sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013)

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung menciptakan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology (Padila, 2013).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Suddarth & Brunner, 2013). Pathway Hipertensi Menurut (Padila, 2013)

(9)

Gambar 2. 1. Pathway Hipertensi (Padila, 2013)

g. Komplikasi Hipertensi

Apabila hipertensi tidak ditangani dengan tepat, dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk tingkat kesehatan seseorang.

Apabila hipertensi tidak ditangani dengan tepat, dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk tingkat kesehatan seseorang. Pada umumnya organ tubuh yang diserang komplikasi dari hipertensi adalah jantung, sistem saraf, dan sistem ginjal (Oktavianus & Febriana, 2014) :

1) Organ Jantung

Akibat hipertensi kerja otot jantung menjadi lebih keras dan mengakibatkan penebalan pada otot jantung sebelah kiri, karena penebalan ini rongga jantung sebelah kiri akan menjadi lebih kecil dan memperberat kerja jantung saat memompa darah. Dengan demikian energy yang dibutuhkan jantung akan Saraf Simpatis Parasimpati

s

Kelenjar Adrenal Ginjal bereaksi

Korteks Pelepasan renin

Medulla

Kortisol & Steroid

Angiotensin I Epinefrin

Angiotensin II

Vasokontriksi

Hipertensi Penurunan cairan yang masuk ke

ginjal

(10)

menjadi semakin besar. Kondisi ini disertai dengan adanya gangguan pembuluh darah pada jantung itu sendiri, yaitu pembuluh koroner yang bertugas memberikan asupan oksigen ke jantung. Apabila oksigen yang masuk ke jantung berkurang akan menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa dan dapat menimbulkan kematian (Oktavianus & Febriana, 2014) 2) Sistem saraf

Gangguan yang terjadi dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian dalam) dan sistem saraf pusat (otak).

Di dalam retina terdapat pembuluh darah yang sangat tipis yang akan menjadi lebar saat terjadi hipertensi, dan beresiko untuk menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang berdampak pada kerusakan organ penglihatan (Oktavianus & Febriana, 2014).

3) Penyakit Stroke

Tekanan darah pada orang normal memiliki pola yang disebut pola sirkadian, dimana tekanan darah akan mengalami penurunan pada malam hari dan kembali naik pada pagi hari, hal ini sering disebut dengan dippers. Demikian pula dippers dapat dialami oleh sebagian besar penderita hipertensi, namun juga terdapat penderita hipertensi yang memiliki pola non dippers dimana tekanan darah akan tetap mengalami kenaikan di malam hari metabolik (Sofia Dewi, 2010).

Pada saat tekanan darah sistemik meningkat pembuluh serebral akan berkonstriksi dimana derajat konstriksi akan berbeda-beda tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah tetap tinggi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral yang mengakibatkan diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal inilah yang akan membahayakan karena pembuluh serebral tidak mampu berdilatasi dan berkontraksi dengan baik untuk mengatasi

(11)

fluktuasi dari tekanan darah sistemik metabolik (Sofia Dewi, 2010).

Bila tekanan darah mengalami penurunan, maka akan terjadi ketidak adekuatan tekanan perfusi ke jaringan otak dan dapat menyebabkan iskemik. Sebaiknya apabila terjadi peningkatan tekanan darah, maka akan terjadi peningkatan tekanan darah, maka akan terjadi pula peningkatan tekanan perfusi pada dinding kapiler dan dapat menyebabkan hipotermia, edema serta kemungkinan terjadi perdarahan pada otak (Sofia Dewi, 2010).

4) Penyakit Diabetes

Mekanisme hubungan antara tekanan darah dan diabetes, dapat disebabkan oleh disfungsi endotel, diman endotel merupakan lapisan sel pipih yang melapisi permukaan dalam pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Gangguan ini merupakan penyebab terjadinya hipertensi dan penyakit diabetes. Pernyataan ini sejalan dengan fakta bahwa tekanan darah dan kadar glukosa darah akan muncul secara bersamaan sebagai sindrom metabolik (Sofia Dewi, 2010).

5) System Ginjal

Hipertensi yang berkepanjangan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah yang terletak di organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuangan zat-zat beracun bagi tubuh tidak akan berfungsi dengan baik. Akibatnya akan terjadi penumpukan zat berbahaya bagi tubuh yang akan merusak organ lain terutama otak (Oktavianus & Febriana, 2014).

h. Penatalaksanaan Hipertensi

Pengobatan hipertensi primer terbagi menjadi dua yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Yulanda & Lisiswanti, 2017).

1) Terapi Farmakologi

(12)

Pengobatan hipertensi dilakukan harus seumur hidup, sehingga pengobatan dengan obat-obatan yang mengandung banyak bahan kimia secara jangka panjang akan menimbulkan efek samping Menurut (Triyanto, 2014), terapi farmakologi pada hipertensi meliputi:

a) Diuretik

Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan menyebabkan ginjal meningkatkanekskresi garam dan airnya. Sebagian diuretik (tiazid)tampaknya juga menurunkan TPR (Total Peripheral Resistance).

b) Penghambat saluran kalsium

Penghambat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penghambat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular.

Dengan demikian, berbagai penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR (Total Peripheral Resistance).

c) Inhibitor ACE (Angiotensin-converting-enzyme)

Penghambat enzim pengubah angiotensin II (Inhibitor ACE) berfungsi menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik dengan secara langsung menurunkan TPR, dan karena angiotensin II diperlukan sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran natrium melalui urin sehingga volume plasma

(13)

dan curah jantung menurun. Karena enzim pengubah tersebut juga menguraikan vasodilatasi bradikinin, maka inhibitor enzim pengubah akan menurunkan tekanan darah dengan memperpanjang efek bradikinin.

d) Antagonis reseptor-alfa

Antagonis reseptor-alfa menghambat reseptor alfa di otot polos vaskular yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan tekanan darah.

2) Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi pada penderita hipertensi antara lain:

a) Berhenti merokok dan minum alkohol

Merokok dan minum alkohol dapat menurunkan kadar NO (Nitric Oxide) dan menyebabkan kekentalan pada sel darah merah sehingga meningkatkan tekanan darah. Berhenti merokok dan minum alkohol dapat mengurangi resiko penyakit kardiovaskular dan menurunkan tekanan darah secara bertahap (Simarmata, 2012).

b) Modifikasi gaya hidup

Tujuan utama pengaturan diet pada penderita tekanan darah tinggi adalah mengatur makanan sehat dengan cara mengurangi asupan natrium dan memenuhi kebutuhan kalium dan magnesium, serta mengurangi asupan lemak yang berlebih. Sebuah studi penelitian menyatakan bahwa mengurangi berat badan dapat menurunkan resiko tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Setiap penurunan 5 kg berat badan pada individu dengan obesitas dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan (Uli, 2013).

c) Olahraga

(14)

Olahraga yang teratur dan isotonik (aktivitas fisik selama 20-30 menit/hari) akan menurunkan tahanan perifer, sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Triyanto, 2014).

d) Mencegah emosi dan ketegangan (relaksasi)

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis (Triyanto, 2014).

e) Akupunktur

Akupunktur merupakan salah satu terapi pilihan dengan cara menusukkan jarum ke titik titik tertentu di tubuh pasien. Mekanisme akupunktur dalam mengurangi tekanan darah pada pasien tekanan darah tinggi diantaranya penurunan renin plasma, aldosterone, dan aktivitas angiotensin II, peningkatan sekresi natrium dan perubahan plasma norepinephrine, serotonin, dan kadar endorfin (Wang et al., 2013).

2. Hipertensi Menurut Ilmu Akupunktur a. Pengertian Hipertensi

Dalam kedokteran China, hipertensi disebut juga Xuanyun (dizzines), Tou Tong (headache), Gan Yang (Liver Yang), Gan Feng (angin hati), Zhong Feng (stroke). Buku Suen Zhi Zhen Yao Dalun ditulis pada dinasti Qin dan Han mengatakan “semua sindrom angin dingin dengan karakteristik pusing dan dizzines berasal dari organ hati (Ren & Hong, 2007).

Hipertensi merupakan penyakit vaskular yang umum diwujudkan secara klinis sebagai peningkatan tekanan arteri, terutama peningkatan tekanan sistolik dan diastolik secara konstan.

Hal ini ditandai dengan naiknya tekanan darah dengan manifestasi dizziness, tinnitus, wajah merah, insomnia, mudah marah dan bahkan mati rasa tungkai. Dalam kasus yang parah dapat terjadi pandangan

(15)

kabur, palpitasi, nafas pendek, memori buruk, mati rasa pada jari atau terkadang stroke dapat terjadi. Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi primer dan sekunder berdasarkan etiologi dan patogenesisnya. Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Hipertensi sekunder terjadi karena masalah penyakit tertentu misal penyakit nefrik, jantung, atau penyakit endokrin (Maciocia, 2008)

b. Etiologi dan Patogenesis Hipertensi 1) Stress Emosional

Khawatir, marah, benci atau perasaan bersalah yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan stagnasi qi hati yang kemudian berubah menjadi api hati, merusak tubuh bagian atas menyebabkan hipertensi. Stagnasi qi hati terkadang menyebabkan naiknya Yang hati yang juga mengakibatkan terjadinya hipertensi (Maciocia, 2008).

2) Overwork

Overwork dalam jangka waktu yang panjang dapat menguras Yin hati dan ginjal yang dapat menyebabkan naiknya Yang hati dan tekanan darah tinggi (Maciocia, 2008).

3) Usia tua

Menurunya jing di usia tua dapat menyebabkan Yang hati atau angina hati, menyebabkan darah tinggi (Maciocia, 2008).

4) Diet yang buruk

Diet yang buruk dapat menyebabkan kelemahan limpa.

Defisiensi limpa penyebab utama terbentuknya phlegma (Maciocia, 2008). Phlegma akan menyebabkan obesitas dengan Qi lemah, dan menjadi stagnasi. Makanan tidak bisa tercerna menyebabkan produksi phlegma. Phlegma yang kental dapat mempengaruhi fungsi ascending dan descending Qi dalam tubuh dan terjadilah pusing yang berkelanjutan (Maciocia, 2008).

(16)

c. Diferensiasi sindrom

(Ren & Hong, 2007) menjelaskan diferensiasi sindrom pada kasus hipertensi meliputi :

1) Sindrom Hiperaktivitas Yang Hati

Manifestasi utama pada sindrom Hiperaktivitas Yang Hati berupa dizziness, nyeri distensi di kepala, pandangan mata kabur, kemerahan pada wajah, mata merah, tinnitus, mudah marah, insomnia, urin kuning, konstipasi, lidah merah kering dengan sedikit selaput, nadi cepat seperti benang dan tegang.

Titik yang digunakan: Taixi (KI 3), Taichong (LV3), Sanyinjiao (SP 6), Shenshu (BL 23), Fengchi (GB 20), Xiaxi (GB 43) dengan metode reinforcing untuk menguatkan Yin Ginjal.

2) Sindrom Defisiensi Yin Hati dan Ginjal

Manifestasi utama pada sindrom Defisiensi Yin Hati dan Ginjal berupa dizziness, palpitasi, pandangan mata kabur, tinnitus, sensasi panas di lima titik, sakit dan lemah di lutut dan pinggang, sering buang air kecil pada malam hari, keringat malam, lidah merah, nadi dalam lemah dan seperti benang. Titik yang digunakan: Taixi (KI 3), Sanyinjiao (SP 6), Ganshu (BL 18),Yanglingquan (GB 34), Shenshu (BL 23) untuk meningkatkan Hati dan ginjal.

3) Sindrom Berkobarnya Api Hati

Manifestasi utama pada sindrom berkobarnya Api Hati berupa sakit kepala, dizziness, wajah dan mata merah, mudah marah, tinnitus, ketulian, konstipasi, kering dan rasa pahit dimulut, kelelahan, gelisah, urin kuning, lidah merah dengan selaput kuning, nadi tegang dan cepat. Titik yang digunakan:

Xingjian (LV 2), Quchi (LI 11), Baihui (GV 20), Fengchi (GB 20), dengan metode sedasi, dan melakukan pricking pada titik Taiyang (EX-HN 5).

4) Sindrom Akumulasi Flegma Lembab di Jiao Tengah

(17)

Manifestasi utama pada sindrom Akumulasi Flegma Lembab di Jiao Tengah berupa pusing berputar-putar, sensasi berat di kepala, mudah ngantuk, sensasi penuh dan rasa tertekan di dada, lidah gemuk, terdapat tapak gigi dan berminyak dengan selaput keputihan, nadi licin atau tegang. Titik yang digunakan:

Fenglong (ST 40), Zhongwan (CV 12), Zusanli (ST 36), Neiguan (PC 6), Yinlingquan (SP 9) dengan metode menghilangkan lembab.

d. Penatalaksanaan Akupunktur 1) GB 20 (Fengchi)

Lokasi titik GB 20 (Fengchi) satu cun di bawah tengkorak belakang, di samping urat leher atau 1 cun di atas batas tumbuh rambut. Titik digunakan untuk tuli, mata merah, sakit kepala, gangguan kepala samping termasuk migren, pusing, leher kaku, telinga mendenging, hidung, masuk angin, muntah, cedera leher, radang tekek, mengusir angin, titik nyeri tekan untuk kuduk,bisu, influenza, nyeri pundak. Penusukkan pada titik miring dengan jarum 1 cun. Moksa dapat dilakukan (Saputra, 2017).

Gambar 2. 2. Titik GB 20 (Fengchi) (Lian et al., 2012)

2) LI 4 (Hegu)

Lokasi titik LI 4 (Hegu) antara pangkal tulang jempol tangan dan pangkal tulang telunjuk (tulang metakarpal pertama

(18)

dan kedua). Titik digunakan untuk tenggorokan sakit, batuk pilek, badan panas, demam, masuk angin, diare, sembelit, sakit leher, sakit gigi, lumpuh separuh badan, alergi, kembung, mual, tidak nafsu makan, menstruasi sakit, gatal-gatal,pusing.

Penusukkan pada dengan jarum 0,5 cun tegak lurus. Moksa dapat dilakukan (Saputra, 2017).

Gambar 2. 3. Titik LI 4 (Hegu) (Lian et al., 2012)

3) LV 3 (Taichong)

Lokasi titik pada punggung kaki, di celah jari ke 1 (jempol kaki) dan jari kedua (telunjuk kaki). Titik digunakan untuk hernia, menghilangkan nyeri, sakit mata, pusing, pendarahan, impotensi, ngompol, tidak dapat kencing, susah tidur, kejang, wasir, radang, mulut miring, hiperseks, hati, tekanan darah tinggi/rendah. Penusukkan tegak lurus dengan jarum 0,5 cun. Moksa dapat dilakukan (Saputra, 2017).

(19)

Gambar 2. 4. Titik LV 3 (Taichong) (Lian et al., 2012)

4) GV 14 (Dazhui)

Lokasi titik dibawah tulang leher ketujuh (tengkuk) setinggi dengan pundak. Titik digunakan banyak keringat, asthma, mengusir angin, leher kaku, batuk, nyeri punggung, nyeri iga, demam. Penusukkan miring dengan jarum 1 cun.

Moksa dapat dilakukan. Merupakan titik yang dijadikan sebagai sumber penyembuhan penyakit termasuk hipertensi. Titik ini merupakan titik pertemuan semua darah yang mengalir di seluruh tubuh (Saputra, 2017). Sehingga dengan cupping ini dapat memberikan efek peningkatan aliran darah, peningkatan oksigenasi organ, penurunan elemen darah, penurunan hematokrit, menurunkan tekanan darah (Fatonah et al., 2015).

Gambar 2. 5. Titik GV 14 (Dazhui) (Lian et al., 2012)

(20)

e. Mekanisme Akupunktur pada Hipertensi

Prinsip kerja akupunktur ditinjau dari biomedis yaitu jarum dan perlakuan yang disebabkan oleh jarum tersebut mengaktifkan mekanisme pertahanan tubuh yang menormalkan homeostasis dan mendorong terjadinya penyembuhan oleh tubuh sendiri Mekanisme kerja akupunktur dapat menimbulkan reaksi sebagai berikut : 1) Secara Segmental

Penusukan akupunktur pada titik tertentu dapat merangsang saraf aferen yang akan diteruskan ke cornu posterior medulla spinalis kemudian ke kornu intermediolateral lalu ke susunan saraf otonom yang menimbulkan rangsangan simpatis sehingga terjadi vasodilatasi (Rodiah et al., 2013) 2) Secara Sentral

Rangsangan titik akupuntur pada daerah yang dipersarafi N.VII. IX dan X dapat mengaktivasi baroreceptor sensitive neurons di Nucleus Tractus Solitarius (NTS). NTS menerima input aferen melalui nervus kranial dan spinal. Merupakan substrat neural yang penting pada fungsi kardiovaskuler.

Rangsangan penusukan juga mengaktivasi hipotalamus untuk melepaskan opioid endogen yaitu beta endorfin ini dapat meningkatkan noradrenalin, dopamin dan serotonin pada level sentral di otak. Dengan adanya beta endorfin kemudian merangsang ventrolateral periaquaductal untuk menghambat neuron simpati eksitatorik sehingga terjadinya penurunan aktivitas simpatis. Akupunktur dapat mempengaruhi SRAA (Sistem Renin Angiotensin Aldosteron) dengan menurunkan plasma renin, angiotensin II dan aldosteron sehingga dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan aktivasi SRAA (Sistem Renin Angiotensin Aldosteron) (Rodiah et al., 2013).

(21)

3. Cupping

a. Pengertian cupping

Cupping adalah terapi yang menggunakan sarana gelas, tabung, atau bambu yang prosesnya diawali dengan pengekopan (membuat tekanan negatif dalam gelas, tabung atau bambu) pada titik cupping, sehingga menimbulkan bendungan lokal di permukaan kulit. Pada teknik wet cupping, setelah terjadi bendungan lokal, proses selanjutnya dengan penyayatan permukaan kulit memakai pen lancet atau penusuk jarum bekam agar darah kotor bisa dikeluarkan (Fatonah et al., 2015).

Cupping adalah terapi dengan tabung yang ditelungkupkan pada permukaan kulit agar menimbulkan bendungan lokal.

Terjadinya bendungan lokal disebabkan tekanan negatif dalam tabung yang sebelumnya benda-benda dibakar dan dimasukan kedalam tabung agar terjadi penggumpalan darah lokal. Kemudian darah yang sudah terkumpul akan dikeluarkan dari kulit (Susanah et al., 2017). Cupping yaitu terapi penyembuhan penyakit dengan membuang racun dalam tubuh melalui pengeluaran angin (Astuti, 2018).

b. Manfaat cupping

Menurut (Rahman, 2016) manfaat cupping antara lain : 1) Menghilangkan pegal-pegal karena masuk angin 2) Meningkatkan kekebalan tubuh

3) Mengurangi kaku leher kaku pundak karena angin

4) Membuang darah kotor dari dalam tubuh melalui permukaan kulit

5) Mengurangi sakit kepala, migrain, leher kaku, dan mencegah stroke

6) Merangsang pembentukan sel darah merah

7) Menghilangkan zat sisa endapan pada sumbatan pembuluh darah kecil

(22)

8) Rematik

9) Kesuburan dan gangguan yang berhubungan dengan ginekologi 10) Mengurangi gangguan tekanan darah yang tidak normal

c. Jenis – jenis cupping

1) Cupping kering atau dry cupping

Yaitu cupping yang dilakukan tanpa goresan ataupun sayatan pada tubuh. Cupping kering bisa disebut juga dengan Cupping angin. Cupping kering sangat cocok untuk orang yang tidak tahan terhadap suntikan jarum. Metodenya adalah dengan tarik lepas secara cepat pada bagian yang di Cupping (Astuti, 2018).

2) Cupping seluncur

Yaitu Cupping jenis ini biasa dilakukan terhadap orang yang tulang rawanya terkilir, biasanya terjadi didaerah punggung. Cupping ini dilakukan dengan cara meletakan satu buah gelas Cupping lalu udara yang ada di dalam gelas disedot sesuai dengan kebutuhan kemudian meluncurkan ke arah bagian tubuh yang lain. Fungsi cupping ini untuk melancarkan peredaran darah dan pelemasan otot (Trisnawati & Jenie, 2019).

3) Cupping basah atau wet cupping

Yaitu Cupping menggunakan goresan pada kulit setelah meletakkan gelas bekam dengan tujuan menyedot sejumlah darah pada tempat tertentu. wet cupping yaitu dry cupping yang mendapatkan tambahan perlakuan yaitu darahnya dikeluarkan dengan cara disayat pada daerah tertentu yang di cupping (Trisnawati & Jenie, 2019).

4) Cupping Api

Cupping ini merupakan proses cupping dengan bantuan api sehingga media pembuatan ruangan hampa udara dalam gelas vakum. Cupping api dapat mengeluarkan patogen angin,

(23)

dingin, dan lembap melalui hawa panas itu (Trisnawati & Jenie, 2019).

d. Mekanisme cupping

Mekanisme kerja cupping dalam meningkatkan kesehatan, khususnya dalam menurunkan tekanan darah. Akibat kerusakan Mast Cell ini akan dilepaskan beberapa zat seperti Serotonin, Histamin, Bradikinin, Slow Reacting Substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang di cupping. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi ditempat yang jauh dari tempat cupping, ini menyebabkan terjadi perubahan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (Pelemasan) otot–

otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Selain itu yang terpenting adalah dilepaskannya Kortikotropin Releasing Factor (CRF) serta releasing faktor lainnya oleh adenohipofisis. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH, kortikotropin, dan kortikosteroid (Fatonah et al., 2015)

e. Indikasi dan Kontraindikasi Cupping

Cupping dapat bermanfaat pada berbagai penyakit antara lain gangguan kardiovaskuler (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke), gangguan metabolik endokrin (dislipidemia, hiperurisemia), gangguan akibat proses degenerasi (neuropati, retinopati), berbagai keadaan lainya seperti dispepsia, low back pain, asma dan sebagainya. Untuk kontraindikasi adalah gangguan pembekuaan darah atau sedang mengonsumsi obat yang menghambat pembekuan darah, anemia sedang-berat, menstruasi, wanita hamil, penurunan kesadaran, penyakit kulit (cacar air) infeksi terbuka, penderita hipotensi, penderita kanker darah, anak-anak penderita dehidrasi (Thamrin, 2012). Lamanya dalam melakukan wet cupping yaitu 9

(24)

menit dengan jarak waktu pengulangan 4 minggu (Rahma M Alfian, 2016).

B. Kerangka Teori

Keterangan Diteliti

Tidak diteliti

Bagan 2. 1. Kerangka Teori (Li et al., 2015; Suhana, 2014; Wibowo, 2014)

Faktor Penyebab

Secara Ilmu Akupuntur

Overwork, stress Emosional,Usia tua , Diet yang buruk.

Secara Ilmu Medis

Usia , Jenis Kelamin, Factor Genetik, Merokok, Obesitas, Stress, Aktivitas Fisik, konsumsi natrium, konsumsi lemak, kafein dan alkohol.

Hipertensi

Penatalaksanaan

Farmakologis Non Farmakologis

1. Terapi akupunktur Titik Fengchi (GB 20), Hegu (LI 4), Taichong (LV 3)

2. Terapi Akupunktur Pada Titik Fengchi (GB 20), Hegu (LI 4), Taichong (LV 3)

cupping pada area Dazhui (GV 14).

Diuretik, Penghambat saluran kalsium, Inhibitor ACE (Angiotensin-converting-

enzyme), Antagonis reseptor-alfa

Penurunan Tekanan Darah

(25)

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependent

Bagan 2. 2. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak adanya efektivitas terapi akupunktur Titik Fengchi (GB 20), Hegu (LI 4), Taichong (LV 3) dan Cupping titik Dazhui (GV 14) pada Kasus Hipertensi di Dusun Oro-Oro Tengah Triyagan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

2. Hipotesis alternatif (Ha)

Adanya efektivitas terapi akupunktur Titik Fengchi (GB 20), Hegu (LI 4), Taichong (LV 3) dan Cupping titik Dazhui (GV 14) pada Kasus Hipertensi di Dusun Oro-Oro Tengah Triyagan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

Terapi Akupunktur Titik Fengchi (GB20), Hegu (LI 4), Taichong (LV 3)

Pada kasus Hipertensi Terapi Akupunktur Titik

Fengchi (GB20), Hegu (LI 4), Taichong (LV 3) dan Cupping pada area Dazhui (GV 14).

Referensi

Dokumen terkait

hipertensi ringan hipertensi sedang dan hipertensi berat. Penyakit hipertensi dan atau darah tinggi di kenal dua tipe klasifikasi, diantaranya hipertensi primer dan

Tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di

Penyulit hipertensi antara lain adalah gagal jantung kongestif akibat ketidakmampuan jantung memompa darah melawan peningkatan tekanan arteri, stroke akibat

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg.Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita

tekanan darah yang normal, dan gangguanpada mekanisme ini dapat.. menyebabkan terjadinya hipertensi esensial. Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh.. beberapa

Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

4 Kerusakan pada pembuluh darah arteri, jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan 11rteria tau yang sering disebut dengan ateroklorosis dan