ASOSIASI GASTROPODA PADA VEGETASI LAMUN DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN
THE ASSOCIATION OF GASTROPODS IN SEAGRASS VEGETATION OF TELUK BAKAU VILLAGE, BINTAN REGENCY
Jihan Cahyu Saputri1, Dr. Febrianti Lestari,S.Si., M.Si,2 Tri Apriadi, S.Pi., M.Si.2 Mahasiswa1, Dosen Pembimbing2
Jurusan Ilmu Kelautan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji e-mail : Jihansyahputri904@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi gastropoda pada vegetasi lamun yang meliputi jenis, sebaran, komposisi, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi gastropoda. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 di perairan Desa Teluk Bakau. Sebenayak 30 titik sampling ditentukan menggunakan metode random (acak). Parameter yang di ukur adalah jenis gastropoda, jenis lamun, peresentase tutupan lamun, serta parameter lingkungan perairan yang meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, salinitas dan substrat. Hasil penelitian ditemukan 6 jenis lamun dan 11 jenis gastropoda. Tingkat asosiasi antar spesies gastropoda sebanyak 8 spesies memiliki asosiasi positif diantaranya adalah Strombus urceus, Otopleura auriscati,
Cantharus fomosus, Cerithium nesioticum, Pyrene scripta, Cerithium nodulosum dan Nassarius livescens. Sedangkan 3 spesies lain nya memiliki tingkat asosiasi negatif
yaitu jenis Rhinosclavis aspera, Pyrene epamella, dan Pugilina cochlidium. Analisis uji regresi antara kelimpahan lamun dan gastropoda diperoleh nilai r sebesar 0,29 yang artinya mempunyai nilai positif namun tidak signifikan.
Kata Kunci: Asosiasi, Gastropoda, Lamun, Desa Teluk Bakau Abstract
The objective of this study was to determine the gastropods association on seagrass vegetation included of distribution, composition, diversity, similarity, and gastropods dominance. This study was conducted in August 2016 in Teluk Bakau village. There were 30 random sampling plots. The parameter in this study were: gastropods spesies, sea grass species and abundance, water quality parameters: temperature, pH, dissolved oxygen, salinity, and substrate. The result of this study were found 6 types of seagrass and 11 species gastropods. There were 8 species have
positive association: Strombus urceus, Otopleura auriscati, Cantharus fomosus,
Cerithium nesioticum, Pyrene scripta, Cerithium nodulosum and Nassarius livescens.
While the 3 others species have negative association: Rhinosclavis aspera, Pyrene
epamella, and Pugilina cochlidium. Regression coefficient of seagrass abundance and
gastropods was 0.29. It was a positive value but not significance.
Keyword : Association, Gastropods, Seagrass, Teluk Bakau PENDAHULUAN
Perairan Desa Teluk Bakau Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau adalah salah satu daerah padang lamun terkaya dan terbaik di kawasan Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sihitie (2012), telah ditemukan 6 jenis dari 10 jenis lamun yang terdapat di perairan Bintan Timur. Adapun jenis lamun yang ditemukan yaitu: Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata. Kawasan perairan Desa
Teluk Bakau merupakan salah satu daerah perlindungan lamun (Bappeda Bintan, 2010 dalam Sihitie, 2012).
Gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di padang lamun. Gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritus feeder) dan serasah daun lamun yang jatuh ke perairan dan mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam air guna mendapatkan makanan (Syari, 2003 dalam Sihitie, 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui jenis, kerapatan serta kondisi lamun. Selain itu juga ingin melihat jenis, indeks ekologi, kelimpahan, dan pola sebaran
(Gastropoda) di perairan Desa Teluk Bakau.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi berupa data mutakhir mengenai kelimpahan dan juga pola sebaran gastropoda beserta asosiasinya terhadap vegetasi lamun di kawasan perairan Desa Teluk Bakau.
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus – September 2016 di perairan Teluk Bakau, Kabupaten Bintan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Asosiasi Gastropoda pada Vegetasi Lamun
B. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : GPS, Multi Tester, Paralon 1x1m2, Aquades, Tisu, Kamera, Kantong Plastik, Sendok Semen, Kertas Label, Alat Tulis, Oven, Ayakan Bertingkat, Handrefrakto meter, serta website indentifikasi Worm
C. Penentuan Titik Sampling Stasiun penelitian ditentukan dengan metode random (acak). Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan. Penentuan stasiun berdasarkan kebutuhan informasi yang diinginkan yaitu kawasan perairan yang ditumbuhi lamun. Untuk peletakan plot di tentukan secara acak dengan jumlah plot sebanyak 30 plot yang mewakili luas kawasan perairan di Desa teluk Bakau tersebut.
D. Pengamatan Gastropoda
Pengamatan sample
gastropoda dilakukan pada saat kondisi air surut dengan cara pengambilan gastropoda yang ada di dalam kuadran (1x1 m2) pada tiap-tiap titik pengamatan. Gastropoda yang diambil, baik yang berada pada substrat dasar maupun yang menempel di bebatuan, karang ataupun pada tumbuhan perairan yang masuk ke dalam kuadran pengamatan.
E. Pengambilan Contoh Lamun Untuk pengambilan persentase tutupan lamun dilakukan dengan melihat beberapa persen penutupan
lamun tersebut, metode yang digunakan berpedoman pada Mc Kenzie, Sedangkan kondisi ekosistem lamun, ditentukan berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN LH) Nomor 200 Tahun 2004.
F. Pengamatan Parameter Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas perairan meliputi parameter fisika serta kimia perairai sebagai penentu kesuburan perairan yaitu berupa pengukuran : suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), serta Substrat perairan.
G. Pengolahan Data 1. Kerapatan Lamun
Kerapatan jenis adalah jumlah individu (tegakan) per satuan luas. Kerapatan masing-masing jenis lamun dari semua plot pencuplikan pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Odum,1971 dalam Zuprizal, 2014).
Di = ni / A
Di mana :
Di =Kerapatan jenis (tegakan/1m2)
Ni = Jumlah individu (tegakan) ke
–i dalam transek kuadran
A = Luas transek kuadran (1 m2)
2. Kelimpahan Gastropoda Perhitungan kelimpahan atau kepadatan bivalvia menggunakan rumus (Brower et al. 1977 dalam Utama, 2014) :
D = Ni / A Dimana:
D = Kelimpahan atau kepadatan
bivalvia (Individu/m2) Ni = Jumlah individu spesies
bivalvia
A = Luas total (cm2) 3. Pola Sebaran Gastropoda
Untuk mengetahui pola penyebaran Bivalvia pada habitat tertentu, dapat dihitung dengan menggunakan anlisis Indeks Penyebaran Morisita (Brower dan Zar, 1989 dalam Afrina, 2014) yaitu :
Keterangan :
Id : Indeks Penyebaran Morisita n : Jumlah plot pengambilan contoh
N : Jumlah individu dalam plot x : Jumlah individu pada tiap-tiap plot
4. Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (Fachrul, 2007) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : H’ = Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman ln = Logaritma Natural pi = ni/N 5. Indeks Keseragaman
Rumus indeks keseragaman (Fachrul, 2007) yaitu:
E =
Dengan:
E = Indeks Keseragaman S = Jumlah spesies
H’max = Keragaman maksimum ln S digunakan untuk hewan bentik/hewan yang bergerak lambat 6. Indeks Dominansi
Untuk mengetahui dominansi jenis tertentu di perairan dapat digunakan rumus Indeks Dominansi Simpson (Fachrul 2007) yaitu :
C = Dengan:
Ni = Jumlah individu dari spesies ke 1
N = Jumlah Keseluruhan dari individu
H. Analisis Data
1. Tingkat Tutupan Lamun 2. Asosiasi Gastropoda dan
Vegetasi Lamun
Pembuatan kompilasi data dan matrik interspesies (Sugianto, 1994 dalam Zuprizal, 2014) dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Matrik Data Ekologi Presence-Absence
Unit Sampling
es al 1 1 0 1 n1 2 0 0 0 n2 3 0 1 0 n3 S . Total T 1 T 2 T 3 T N Ns Keterangan :
1 = Jumlah spesies yang ditemukan 0 = Spesies yang tidak ditemukan Menghitung keragaman total sampel
keterangan : pi = ni/N
pi = proporsi jenis ke-i
ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu
Mengestimasi keragaman dalam total jumlah spesies
2
keterangan :
S2 = keragaman sampel
T = rata-rata jumlah spesies/ sampel N = jumlah total individu
Menghitung rasio keragaman VR = S2T/ 2T keterangan :
VR = rasio keragaman S2 = keragaman sampel
2
= keragaman total sampel T = total
Bila VR > 1 maka secara keseluruhan spesies menunjukkan asosiasi positif Bila VR < 1 maka secara keseluruhan spesies menunjukkan asosiasi negatif
Menghitung besar simpangan dari nilai 1 (W):
W = N/VR
N = jumlah total individu VR = rasio keragaman
Kemudian dibandingkan dengan uji
chi-square pada α = 0.05
3. Regresi Linear Sederhana Untuk tingkat hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda dihitung dengan rumus regresi linier sederhana.
Y= a+bx Keterangan:
y = Kelimpahan Gastropoda (ind/m2) x = Kerapatan Lamun (ind/m2) a = Titik Potong
b = Slope
HASIL PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis, Kerapat,
dan Kondisi Lamun 1. Jenis Lamun
Hal ini pun dikuatkan dengan hasil penelitian yang di peroleh pada perairan Desa Teluk Bakau terdapat 6 spesies lamun diantaranya adalah
Enhallus acoroides, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis,
Halodule uninervis, Thalassia
hemprichii, serta Cymodocea
serullata. Jenis-jenis tersebut dijumpai
pada titik-titik sampling pengamatan lamun yang diobservasi di lapangan. 2. Komposisi Jenis Lamun
Komposisi jenis lamun diperairan Teluk Bakau yang terbanyak adalah jenis Thalassia
hempichii. Berdasarkan analisis penulis, bahwa jenis ini merupakan
jenis yang memang memiliki sebaran yang luas dan hampir dijumpai pada setiap plot pengamatan. Dengan demikian menandakan bahwa sebaran jenis ini terjadi secara acak sehingga dijumpai pada semua plot pengamatan. Mengacu kepada pendapat Supriharyono (2007) jenis Thalassia
hempichii juga memiliki sebaran yang
luas, tersebar di daerah tropis di lautan india dan bagian darat pasifik, salah satunya Indonesia.
3. Kerapatan Jenis Lamun Hasil pengamatan di 30 titik sampling, kerapatan lamun berkisar antara 12 – 394 tegakan/m2 dengan rata-rata kerapatan adalah 226,37 tegakan/m2. Jika mengacu pada pendapat Braun-Blanquet (1965)
dalam Haris dan Gosari (2012),
kondisi kerapatan lamun di perairan Desa Teluk Bakau tergolong sangat rapat. Dengan demikian, kondisi lamunnya masih tergolong baik, sehingga di tetapkan menjadi area perlindungan padang lamun.
4. Tutupan Jenis Lamun
Tutupan lamun berkisar antara 12- 90% dengan rata-rata tutupan lamun mencapai 55,73%. Status padang lamun menurut Kepmen LH nomor 200 Tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun berdasarkan penutupannya dibagi atas tiga kriteria yaitu kaya/sehat, kurang kaya/kurang sehat, dan miskin.
B. Kondisi Gatropoda 1. Jenis Gastropoda
Sebanyak 11 jenis gastropoda yang dijumpai diantaranya adalah
Rhinosclavis aspera, Strombus urceus, Otopleura auriscati, Cantharus fumosus, Pyrene epamella, Cerithium nesioticum, Pyrene scripta, Cerithium
nodulosum, Cerithium zonatum,
Nassarius Livescens dan Pugilina cochlidium. Namun secara keseluruhan
terbanyak dijumpai adalah jenis gastropoda pada family Cerithidae dengan jumlah 4 spesies. Menurut Nurjanah (2013), gastropoda pada kelompok cerithidae sangat tergantung pada jenis substrat pasir dan makanannya.
2. Komposisi Gastropoda
Komposisi jenis gastropoda tertinggi diketahui pada jenis strombus
urceus dengan komposisi 19%,
sedangkan terendah pada jenis gastropoda Pyrene epamella dan
Pugilina cochlidium dengan komposisi
sebesar 1%. Melihat dari penelitian yang dilakukan oleh Wati (2012) di perairan Desa Pengudang dengan karakteristik wilayahnya hampir sama dengan desa Teluk Bakau, menggambarkan kelimpahan tertinggi terjadi pada jenis lain yaitu Strombus
urceus.
3. Kelimpahan Gastropoda Kelimpahan jenis gastropoda di perairan Teluk Bakau berkisar antara 300-5300 ind/ha. dengan rata-rata kelimpahan sebesar 0,26 ind/m2 atau 2600 ind/ha. Kelimpahan tertinggi terdapat pada titik 10 dengan kelimpahan 0,53ind/m2 / 5300 ind/ha. dan terendah pada titik 30 dengan kelimpahan 0,03ind/m2 /300 ind/ha.
4. Sebaran Jenis Gastropoda Hasil sebarannya terbagi menjadi 2 kelompok yakni, acak, dan mengelompok. Dapat dilihat seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran jenis gastropoda di perairan Teluk Bakau
Jenis X2 Nilai Chi-Square Sebaran Rhinosclavis aspera 25.0 0 42.56 Acak Strombus urceus 46.0 0 42.56 Mengelompo k Otopleura auriscati 89.8 2 42.56 Mengelompo k Cantharus fumosus 17.5 7 42.56 Acak Pyrene epamella 27.0 0 42.56 Acak Cerithium nesioticum 63.7 1 42.56 Mengelompo k Pyrene scripta 84.7 7 42.56 Mengelompo k Cerithium nodulosum 40.0 8 42.56 Acak Cerithium zonatum 56.7 1 42.56 Mengelompo k Nassarius livescens 25.0 0 42.56 Acak Pugilina cochlidium 27.0 0 42.56 Acak
Pola sebaran jenis Rhinosclavis
aspera, Cantharus fumosus, Pyrene epamella, Cerithium nodulosum, Nassarius livescens dan Pugilina cochlidium memiliki pola sebaran
acak. Sedangkan jenis Strombus urceus, Otopleura auriscati, Cerithium nesioticum, Pyrene scripta, dan
Cerithium zonatum memiliki pola
sebaran mengelompok. Pola sebaran yang lebih banyak adalah jenis pola sebaran acak sebanyak 6 spesies.
Pola sebaran jenis biota suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya pola arus yang berkembang yang dapat menyebabkan terakumulasinya nutrien dan tersebarnya larva di areal tersebut, banyaknya gosong pasir yang membentuk daerah-daerah terlindung bagi biota dasar serta relatif jauhnya dari lokasi pemukiman (Dody, 2007). 5. Indeks Ekologi
Hasil indeks ekologi dari nilai keanekaragman, keseragaman, dan dominansi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kategori indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi gastropoda di Perairan Desa Teluk Bakau
Indeks Rata-rata Kategori
H’ 2,15 Sedang
E 0,90 Tinggi
C 0,13 Rendah
C. Tingkat Asosiasi 1. Asosiasi Gastropoda
Nilai hubungan asosiasi pada masing – masing jenis gastropoda secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Asosiasi antar spesies Gastropoda di perairan Teluk Bakau
No. Jenis Nilai
Keragaman
Chi-square Asosiasi
1 Rhinosclavis aspera 26,9 42,6 Negatif 2 Strombus urceus 2079,4 42,6 Positif 3 Otopleura auriscati 519,9 42,6 Positif 4 Cantharus fumosus 473,7 42,6 Positif 5 Pyrene epamella 9,7 42,6 Negatif 6 Cerithium nesioticum 1894,7 42,6 Positif 7 Pyrene scripta 726,1 42,6 Positif 8 Cerithium nodulosum 181,5 42,6 Positif 9 Cerithium zonatum 1315,7 42,6 Positif 10 Nassarius livescens 429,6 42,6 Positif 11 Pugilina cochlidium 9,7 42,6 Negatif
Berdasarkan hasil analisis data asosiasi seperti pada tabel 8 diketahui bahwa jenis gastropoda sebanyak 11 jenis memiliki kategori asosiasi yang berbeda – beda. Namun secara keseluruhan dominan pada aosiasi positif dimana nilai x hitung lebih besar dari pada x tabel, diantaranya jenis Strombus urceus, Otopleura
auriscati, Cantharus fumosus,
Cerithium nesioticum, Pyrene scripta, Cerithium nodulosum, dan Nassarius livescens. Sedangkan jenis yang memiliki tingkat asosiasi negatif adalah jenis Rhinoclavis aspera,
Pyrene epamella, dan Pugilina cochlidium.
2. Hubungan Kerapatan
Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda
Hasil uji regresi Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda menggunakan regresi linear sederhana yang masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 12. Uji regresi Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda
Hasil uji regresi kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda diperoleh hasil hubungan yang positif dengan kurva meningkat ke kanan
atas. Artinya hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda adalah positif. Dari hasil analisis diperoleh bahwa nilai koefisien regresi 0,29. Hasil analisis regresi yang diperoleh adalah y = 0,0114x + 0,1732 dapat diartikan bahwa setiap peningkatan sebesar 1 satuan kerapatan lamun akan meningkatkan kelimpahan gastropoda sebesar 0,011ind/m2 dengan kondisi faktor lain tetap, berarti r sama dengan koefisien korelasi (hubungan) dilihat dari nilai R square = 0,08 yang artinya R2 koefisien determinasi (pengaruh) maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda tergolong rendah dan lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang mendegradasi keberadaan gastropoda tersebut.
3. Kondisi Perairan
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kondisi Perairan Parameter Satuan Hasil Pengukuran Kep Men LH Kisaran Suhu oc 27 - 32 28 - 30 Salinitas oo/o 31 - 35 33 – 34 pH 7,16 – 7,49 - DO mg/l 5,2 – 8,8 > 5 Substrat Pasir
Hasil pengukuran kondisi perairan masih berada pada ambang batas baku mutu sesuai KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004 yang didukung dengan hasil indentifikassi jenis lamun dan gastropoda yang masih terbilang baik. D. Aspek Pengelolaan y = 0.0114x + 0.1732 r = 0.29 0.00 0.20 0.40 0.60 0.00 10.00 20.00 Y= Ke lim p ah an G astro p o d a X= Kerapatan Lamun regresi Linear (regresi)
Lamun merupakan salah satu ekosistem di perairan yang cukup rentan terhadap perubahan yang terjadi, sehingga mudah mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi yang tak lain adalah ulah dari manusia itu sendiri yang kurangnya pemahaman tentang fungsi dari lamun tersebut.
Melihat hasil penelitian yang dilakukan dengan melihat jenis lamun, kerapatan lamun, serta tutupan lamun terlihat jelas sekali bahwa hasil yang di peroleh pada status kondisi lamun tersebut berkatagori kurang kaya/ kurang sehat. Walaupun dari kerapatannya rapat tapi tidak berpengaruh terhadap kondisi tutupan lamun tersebut. Melihat hal tersebut maka perlu di lakukan pengelolaan untuk kedepannya adalah dengan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarat dan memberikan pemahaman fungsi lamun itu sendiri, dan juga melakukan rehabilitasi kawasan dengan menurunkan tingkat eksploitasi terhadap biota yang ada di kawasan padang lamun, serta transplantasi lamun dengan bantuan pemerintah maupun tenaga ahli sarjana.
Bukan hanya itu saja pemanfaatan aspek tersebut juga bisa jadi dapat meningkatkan kembali keanekaragaman pada biota yang berasosiasi dengan kawasan padang lamun tersebut salah satu nya biota kelas moluska yaitu gastropoda. Semua hal yang terjadi di kawasan padang lamun ini berdampak besar bagi seluruh kehidupan baik bagi biota maupun masyarakat.
Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut memanfaatkan biota untuk meningkatkan perekonomian serta mengkonsusmsi hasil biota khusus nya gastropoda jenis Strombus urceus yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Walau pun dari seluruh hasil indeks ekologis tingkat keberadaan gastropoda cenderung seimbang. Agar gastropoda tetap terjaga habitat dan populasi nya perlu dilakukan pembuatan areal kawasan tangkap terbatas atau wilayah konservasi khusus, untuk gastropoda jenis Strombus urceus dan bagi biota yang berasosasi dengan lamun agar tidak membuat gastropoda dan biota-biota lainnya semakin menurun keberadaannya di alam yang merupakan mata pencaharian untuk masyarakat di daerah kawasan Teluk Bakau tersebut.
PENUTUP A. Kesimpulan
1. Hasil identifikasi jenis lamun di perairan Desa Teluk Bakau diperoleh 6 spesies lamun diantaranya adalah Enhalus
acoroides, Syringodium
isoetifolium, Halophila ovalis, halodule uninervis, Thalasia hemprichii, serta Cymodocea serullata.
2. Diketahui sebanyak 11 jenis gastropoda yang dijumpai diantaranya adalah
Rhinosclavis aspera, Strombus urcens, Otopleura auriscati, Cantharus fumosus, Pyrene
epamella, Cerithium
nesioticum, Pyrene scripta,
Cerithium zonatum, Nassarius
pullus dan Pugilina
cochlidium.
3. Tingkat asosiasi antar spesies gastropoda diketahui bahwa sebanyak 8 spesies memiliki asosiasi positif terhadap jenis lainnya diantaranya Strombus
urceus, Otopleura auriscati, Cantharus fumosus, Cerithium nesioticum, Pyrene scripta, Cerithium nodulosum, dan
Nassarius livescens. Sedangkan
3 speises memiliki tingkat asosiasi negatif adalah jenis
Rhinoclavis aspera, Pyrene
epamella, dan Pugilina
cochlidium. Hasil analisis regresi yang diperoleh adalah y = 0,0114x + 0,1732 artinya hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda adalah positif namun tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena jenis gastropoda yang ditemukan umumnya bersifat filter feeder dan juga dari beberapa jenis tersebut lebih menyukai substrat yang berlumpur.
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat meninjau apa saja faktor yang mempengaruhi hubungan kelimpahan gastropoda dengan kerapatan gastropoda agar memiliki hubungan yang erat. Serta aspek reseliensi kawasan ekosistem lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Afrina, 2014. Jurnal strategi dan
inovasi penvapaian MDGs di
Indonesia; Jakarta
Arsip Kecamatan Gunung Kijang 2011 .
Ayunda,R.2011.Struktur Komunitas Gastropoda Pada Ekosistem Mangrove Di Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Skripsi. Universitas Indonnesia: Jakarta
Dahuri. R. 2003. Keanekaragaman
Hayati Laut. Aset
Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Xxxiii+ 412 hml
Dibyowati, L. 2009. Keanekaragaman
Moluska (Bivalvia dan
Gastropoda ) Disepanjang pantai Carita Pandeglang, Banten. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Dody S. 2007. Habitat dan sebaran
spasial Siput Gonggong
(Strombus turturella) di Teluk Klabat, Bangka Belitung.
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Moluska. Institut Pertanian Bogor(IPB): Bogor Effendi, H.2003. Telaah kualitas air.
Kansius. Yogyakarta
Fachrul, M.F.2007.Metode Sampling
Ekologi.Bumi Aksara: Jakarta. Handayani, A.E. 2006. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Pantai Randusanga Kabupaten
(Skripsi) Jurusan Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Haris, A., dan Gosari, J.A. 2012.Studi
Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Torani. Jurnal
Ilmu Kelautan dan Perikanan
Vol. 22 (3) ISSN: 0853-4489 : Hal 256-162
KEPMEN LH. No.51 tahun 2004.
Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut.
KEPMEN LH. No.200 tahun 2004.
Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Kordi K,M.Ghufran H. 2011.
Ekosistem Lamun (seagress).
Rineka cipta . Jakarta
Latuconsina, H. et al., Asosiasi Gastropoda pada Habitat Lamun Berbeda di Perairan Pulau Osi Teluk Kotania Kabupaten Seram Barat. Jurnal Ilmu kelautan dan Perikanan. Vol. 23. Universitas Darussalam Ambon.
Mc. Kenzi. 2009. Seagress watch
monitoring WP Field Booklet Bahasa Indonesia.
Mc. Kenzie,LJ. 2003. Guidelines for
TheRapid Assessment and Mappingof Tropical Seagrass Habitats.The State of Queensland. Department of
Primary Industries.
http://seagrasswatch.org/html
.
Nainggolan P. 2011. Distribusi Spasial
dan Pengelolaan Lamun (sea grass) Teluk Bakau. Skripsi.
InstitutPertanian Bogor. Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. PT
Penerbit Djambatan : Jakarta. Nurjanah. 2013. Keanekaragaman
Gastropoda Di Padang
Lamun Perairan Kelurahan
Senggarang, Kota
Tanjungpinang,
ProvinisiKepulauan Riau (Skripsi). FIKP. UMRAH Tanjungpinang.
Rasid, M. 2012. Pola Sebaran dan
Densitas Populasi Kerang Bulu di Pantai Kawal Bintan Kepulauan Riau. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji :Tanjungpinang.
Shaffai El, A. 2011. Field Guide to Seagrass of The Red Sea. IUCN and Courevoie. Total Fondation. France
Siddik, J. 2011.Sebaran Spasial Dan
Potensi Reproduksi Populasi Siput Gonggong (Strombus Turturela) Di Teluk Klabat Bangka – Belitung. Tesis,
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Sihitie, R. 2012. Analisis biomassa
gastropoda di ekosistem padang lamun perairan Desa
Teluk Bakau Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Supriharyono. 2007. Konservasi
Ekosistem Sumberdaya
Hayati. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Suwignyo Sugiarti. 2005. Widigdo.B. Wardianto.
Y.Krisanti,M.Avertebrata air
Jilid 1. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Tuwo,Ambo. 2011.Ekowisata Pesisir
dan Laut . Brilian
Internasional. Surabaya Utami,K.D.2012.Studi Bioekologi
Habitat Siput Gonggong
(Strombus turturella)
di Desa Bakit, Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Skripsi, Institut Pertanian Bogor: Wati. T. K. 2013. Keanekaragaman
Gastropoda Di Padang
Lamun Perairan Desa
Pengudang Kabupaten
Bintan. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji: Tanjungpinang.
Widodo, E. 2012. Keanekaragaman
Jenis dan Pola Sebaran Lamun di Perairan Teluk Dalam Kabupaten Bintan. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Maritim Raja Ali Haji :Tanjungpinang.
Zaidi, c.c. A. Arshad, M.A.Ghafar, J.S.Bujang. 2009. Species Description and Distribution of Strombus (Mollusca: Strombidae) in Johor Straits and its Surrounding Areas, Malaysia. Journal of Sains Malaysiana 38 (1): 39-46. National University of Malaysia, Bangi, Selangor: Malaysia.
Zuprizal. 2014. Asosiasi dan Struktur
Komunitas Gastropoda di
Ekosistem Padang Lamun Desa
Berakit Kecamatan Teluk
Sebong. Skripsi, Universitas
Maritim Raja Ali Haji TanjungPinang
Zuraini. 2012. Sebaran Dan Kelimpahan Keanekaragaman
Gastropoda di Ekosistem
Padang Lamun perairan Teluk
Bakau Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau.
Skripsi, Universitas Maritim Raja Ali Haji TanjungPinang http://repository.ipb.ac.id/handle/1234 56789/11503, 23 Maret 2015.