• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assesment of the Coastal Vulnerability to Coastal Erosion in the Tegal Regency, Central Java Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Assesment of the Coastal Vulnerability to Coastal Erosion in the Tegal Regency, Central Java Indonesia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Assesment of the Coastal Vulnerability to Coastal Erosion

in the Tegal Regency, Central Java Indonesia

Wahyudi1

1) Department of Ocean Engineering, Faculty of Marine Technology, Institut Teknologi Sepuluh nopember (ITS) Surabaya

Kampus ITS Sukolilo, Surabaya (60111), INDONESIA wahyudictr@oe.its.ac.id

Abstract:

This paper presents the result of the assessment of the coastal vulnerability to coastal erosion in the District of Tegal Central Java. The area of study has 24 km length, located at the part of the northern coast of Java where the main artery of the national rood passes this area. Some locations of the coastal area in the study area have already been damaged due to erosion. The study tried to find out the alternatives mitigation measures to minimize the impact of the damages. The first step of the study was to collect the necessary data including hydro-oceanography and geological data and information of the coastal damages from field investigation. The next step was to calculate coastal vulnerability index (CVI) to map vulnerable area. Lithology, coastal slope, wave hight, tides, shoreline changes, kind of coastal damages including dimension and land use of coastal damages are the physical variable contributor to the CVI calculation. The CVI has become a necessary and important tool for maping the vulnerable areas with high degree of confidence. The result of the study shows that one area of the 13 areas has low vulnerability, 7 areas have moderate, 3 areas have high, and one area has very high vulnerability. The main contributors to the high vulnerability of the study area are no vegetation (greenbelt), the land use is very close to the shoreline, and the lithology of the coastal area is compossed by alluvial. The recommended mitigation measures are plantation or construction of greenbelt along the coast, hard structures like seawall and groyne are necessary to be constructed in some places.

Keywords: coastal damages, District of Tegal, CVI, mitigation

1. PENDAHULUAN

Kabupaten Tegal merupakan bagian dari propinsi Jawa Tengah, terletak di pesisir Laut Jawa pada koordinat 108°57'6" - 109°21'30" Bujur Timur dan antara 6°50'41" - 7° 15'30" Lintang Selatan. Pantai Kabupaten Tegal terletak pada jalur utama Pantai Utara Jawa dan jalur utara lintasan kereta api. Berbatasan dengan Kota Tegal di bagian barat dan Laut Jawa di sebelah Utara, Kabupaten Pemalang di sebelah Timur, Kabupaten Brebes di sebelah Barat dan Kabupaten Banyumas di

sebelah Selatan. Kabupaten Tegal memiliki luas wilayah ± 87.878.555 Ha ( 878,79 km2 ) dan

terdapat tiga kecamatan yang terletak di daerah pantai yaitu kecamatan Surodadi, Kramat dan Warurejo.

Kawasan pesisir Kabupaten Tegal mempunyai tingkat intensitas pemanfaatan ruang yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bagian ruang di daerah pedalaman (inland). Kondisi ini antara lain disebabkan karena jalur pantura yang merupakan jalur transportasi utama di Pulau Jawa melewati daerah pesisir Kabupaten Tegal. Selain itu lalu lintas laut yang terdapat di pelabuhan Tegal sebagai salah satu pintu penghubung dari wilayah barat – timur Indonsia. Selain itu secara tradisional kawasan pantai lebih dahulu berkembang dibandingkan dengan kawasan pedalaman. Sedangkan pemanfaatan wilayah pantai sebagian besar dijadikan sebagai lahan tambak.

Perubahan garis pantai telah terjadi di sepanjang pantai Kabupaten Tegal. Perubahan garis pantai tersebut telah menyebabkan kerusakan yang menimbulkan dampak baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan. Wilayah pantai Kabupaten Tegal merupakan bagian dari jalur pantai utara Jawa Semarang - Jakarta, memiliki panjang 27 km. Sebagian besar wilayah pantai Kabupaten Tegal dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman penduduk, pelabuhan ikan serta daerah budidaya perikanan (tambak). Di beberapa tempat telah mengalami kerusakan yang mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai yang terjadi dapat disebabkan oleh perubahan parameter oseanografi seperti pasang surut, arus dan gelombang. Apabila kerusakan pantai yang terjadi berlangsung terus, maka akan terjadi tekanan terhadap daya dukung pantai yang kemungkinan akan mengganggu dan mengurangi fungsi pantai. Pada akhirnya hal ini akan mengancam kelangsungan hidup sistem di pantai termasuk kelangsungan hidup masyarakat setempat.

Penyebab terjadinya perubahan garis pantai di sepanjang pantai wilayah Kabupaten Tegal perlu dikaji untuk mendapatkan pemecahan masalah dan alternatif cara penanganannya. Untuk mengetahui kerusakan pantai yang terjadi perlu dilakukan analisa kerentanan pantai. Berdasarkan hasil analisa kerentanan tersebut dapat dicari alternatif penanganan kerusakan pantai yang terjadi. Oleh karena itu studi ini bertujuan untuk menentukan tingkat kerentanan pantai terhadap erosi dan

(2)

sedimentasi di wilayah pesisir Kabupaten Tegal. Dengan mengetahui tingkat kerentanan pantai, maka dapat diusulkan cara penanggulangan yang sesuai dengan karakteristik kerusakan yang terjadi.

2. STUDI PUSTAKA

2.1 Kerusakan Pantai dan Penanganannya

Salah satu pemanfaatan pantai yang sangat penting dalam sejarah peradaban manusia adalah sebagai kawasan pemukiman, dimana lebih dari 70% kota besar di dunia berada di daerah pantai. Hal ini terkait erat dengan potensi luar biasa yang dimiliki oleh pantai yang dapat mendukung kehidupan manusia. Selain potensi yang menguntungkan pantai juga rawan terhadap gempuran gelombang, gelombang badai, tsunami dan bahaya lain yang sifatnya merusak. Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat menyebabkan ekploitasi terhadap sumberdaya alam di pantai semakin intensif, sehingga dampak negatifnya menjadikan daya dukung pantai semakin berkurang dan laju kerusakan pantai semakin meningkat.

Beberapa peneliti telah melakukan studi tentang cara penanggulangan kerusakan pantai karena berbagai sebab di berbagai tempat di lapangan maupun di laboratorium. Antara lain, di pantai Venezuela (Olivo, 1997), pantai Caparica Portugal (Ferreira, 2004), pantai Semarang Indonesia (Marfai dan King, 2007 dan Marfai et al., 2007), pantai San Francisco (Lacko, et al., 2007), pantai timur Korea (Shin dan Oh, 2007) dan di pantai Kabupaten Serang, Indonesia (Yanuar et al., 2008). Turker et al. (2005) dan lainnya telah dan sedang melakukan eksperimen di laboratorium tentang pembangunan struktur pantai yang berkaitan dengan penanggulangan erosi.

Pendekatan dengan menggunakan metode umum dari IPCC 1990 untuk penilaian kerentanan pantai telah dilakukan oleh Olivo (1997) dan menggunakannya sebagai dasar membuat rencana penanggulangan kerusakan pantai di Venezuela. Shin dan Oh (2007) memanfaatkan teknologi geotextile tube sebagai pemecah gelombang terbenam untuk perlindungan erosi pantai Young-Jin di pesisir timur Korea. Marfai dan King (2007) membuat penilaian risiko terhadap populasi, penggunaan lahan, dan kehilangan harta benda akibat genangan di wilayah pantai karena kenaikan muka air laut di daerah Semarang. Hasil penilaian risiko ini dipakai untuk mengembangkan metodologi penanggulangan guna mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Yanuar et al. (2008) menyusun strategi penanggulangan bencana pantai berdasarkan kerentanan wilayah di pantai Kabupaten Serang, Indonesia.

Ferreira (2004) mengembangkan model pendefinisian dan karakterisasi kerentanan dan risiko lingkungan pantai untuk mendukung pengelolaan lingkungan pantai di Portugal. Turker et al. (2005) merekomendasikan penggunaan vegetasi untuk perlindungan erosi. Mereka menyimpulkan berdasarkan hasil eksperimennya bahwa, vegetasi di daerah pantai dapat menanggulangi pantai dari kerusakan sampai zero-erosion. Winckel et al. (2007) mengembangkan building policy untuk mengakomodasi investasi pembangunan gedung di kawasan zona erosi.

2.2 Kerentanan Pantai

Kerentanan atau vulnerability telah muncul sebagai suatu konsep sentral dalam memahami akibat bencana alam serta untuk mengembangkan strategi pengelolaan risiko bencana. Kerentanan, secara umum didefinisikan sebagai tingkatan suatu sistem yang mudah terkena atau tidak mampu menanggulangi bencana. Triutomo et al. (2007) mendefinisikan kerentanan sebagai kondisi suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bencana. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik, sosial kependudukan dan ekonomi. Sedangkan kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Secara umum kerentanan fisik dapat dilihat dari berbagai indikator, antara lain peresentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, dan jalan kereta api.

Menurut Kaiser (2007), kerentanan pantai adalah suatu kondisi yang menggambarkan keadaan “susceptibility” (mudah terkena) dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pantai (manusia, kelompok atau komunitas) terhadap bencana pantai. Pada tahun 1998, Arthurton dari British Geologicl Survey telah mengusulkan beberapa rekomendasi yang antara lain aksi pengurangan kerentanan pantai sebagai cara mitigasi bencana alam laut dan pantai di kota-kota pantai di Pasifik. Penilaian kerentanan pantai merupakan prerekues yang penting dalam menentukan

(3)

daerah yang berisiko tinggi, mengapa mereka berada dalam risiko serta bagaimana cara mengurangi tingkat risiko tersebut (Kaiser, 2007). Doukakis (2005) membagi klasifikasi kerentanan pantai menjadi empat kategori, yaitu rendah – sedang – tinggi – sangat tinggi. Pembagian tersebut didasarkan pada perhitungan indeks kerentanan pantai dari enam variabel risiko, (1) kemiringan pantai, (2) penurunan tanah, (3) perubahan garis pantai, (4) geomorfologi, (5) tinggi gelombang, dan (6) tinggi pasang surut.

3. METODOLOGI

Secara umum langkah penelitian yang telah dilakukan dalam studi ini diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Untuk mencapai tujuan dalam studi ini diperlukan data, baik sekunder maupun primer. Data sekunder yang diperlukan antra lain data angin, pasang surut, curah hujan, peta LPI, peta geologi dan citra satelit. Sedangkan data primer terdiri dari kondisi fisik pantai dan kerusakan yang terjadi antara lain pajang dan lebar kerusakan, objek yang mengalami kerusakan, serta penggunaan lahan daerah yang rusak. Data yang terkumpul kemudian dilakukan analisa untuk menentukan bobot variabel fisik pantai serta menentukan indek kerentanan pantai.

PENGUMPULAN DATA Angin Curah Hujan Peta LPI Peta Geologi Citra Satelit

Kondisi Fisik Pantai Kerusakan Pantai

Konversi Angin ke Gelombang Analisa Transpor Sedimen Analisa Citra Satelit

PERSIAPAN

Perubahan Garis Pantai

Prediksi Perubahan Garis Pantai

Kerusakan Pantai

Kerentanan

Pantai Prioritas & AlternatifPenanganan

REKOMENDASI MULAI

Gambar 1. Diagram alir langkah penelitian

Pembobotan Variabel Fisik Pantai

Variabel yang digunakan dalam menentukan Indek Kerentanan Pantai (IKP) atau Coastal Vulnerability Index (CVI). Dalam studi ini variabel fisik yang digunakan adalah: (1), Perubahan Garis Pantai (PP), (2) Pengamatan Visual Kerusakan (K), (3) Panjang Kerusakan (PK), (4) Lebar Kerusakan (LK), (5) Lebar Sabuk Hijau (SH), (6) Litologi (L), (7) Tinggi Gelombang (H), (8) Jarak Pasang Surut (tidal range= PS), (9) Penggunaan Lahan (PL), dan (10) Kemiringan Pantai (β). Pembobotan variable fisik dilakukan dengan mengacu kepada Gornitz dkk. (1997), Boruff dkk, (2005) dan DKP (2004), yang membagi nilai variabel menjadi 5 (lima) tingkatan, dari yang paling ringan sampai paling berat kerusakannya (Tabel 1).

(4)

Tabel 1. Pembobotan variabel fisik pantai

No VARIABEL BOBOT

1 2 3 4 5

1 Perubahan Garis Pantai (PP) (dari perhitungan) 0 m/th (0 – 1) m/th (1-5) m/th (5 – 10) m/th > 10 m/th 2 Pengamatan Visual Kerusakan (K) Terlihat gejala kerusakan Terlihat gerusan tetapi masih stabil

Terjadi gerusan dan akan terjadi runtuhan

Terjadi gerusan dan runtuhan tetapi belum membahayakan sarana/prasarana

Terjadi gerusan dan runtuhan dan membahayakan sarana/prasarana

3 Panjang Kerusakan (PK) < 0,5 km 0,5-2,0 km 2,0-5,0 km 5,0-10 km > 10 km 4 Lebar Kerusakan (LK) 0 m 1-10 m 10-50 m 50-100 m > 100 m 5 Lebar Sabuk Hijau (SH) > 1500 m (1000-1500) m (500-1000) m (50-500) m < 50 m

6 Litologi (L) Batuan Sedimen Batuan beku, sedimen dan metamorf, kompak dan keras Batuan sedimen berbutir halus, kompak dan lunak

Gravel dan pasir kasar, agak kompak

Pasir, lanau, lempung, agak kompak

Pasir, lanau, lempung, lumpur, lepas

7 Tinggi Gelombang (H) < 0,5 m (0,5 – 1) m (1-1,5) m (1,5-2) m > 2 m 8 Jarak Pasang Surut

(tidal range= PS) < 0,5 m (0,5 – 1) m (1-1,5) m (1,5-2) m > 2 m 9 Penggunaan Lahan (PL) Tegalan, hutan bakau, tanah kosong dan rawa Daerah wisata domestik dan tambak tradisional Persawahan dan tambak intensif Pemukiman, pelabuhan, perkantoran, sekolah, jalan propinsi Cagar budaya, daerah wisata berdevisa, industri, jalan negara, dan fasilitas pertahanan negara

10 Kemiringan Pantai (β) 0 – 2 % 2 – 5 % 5 – 10 % 10 – 15 % > 15 % Penentuan Indek Kerentanan Pantai

Penilaian kerentanan pantai dalam studi ini hanya dilakukan pada kerentanan fisik pantai terhadap bencana karena erosi, yang ditentukan dari hasil perhitungan indeks kerentanan yang didasarkan pada 10 variabel. Penentuan tingkat kerentanan dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi dari persamaan umum penentuan indeks kerentanan pantai dari beberapa peneliti (misalnya Doukakis, 2005; Boruff et al., 2005; DKP, 2004; Abuodha, Woodroffe, 2006). Dalam studi ini indeks kerentanan pantai dihitung dengan:

IKP (CVI) = √((perkalian semua variabel)⁄jumlah variabel).

Boruff (2005) menyusun klasifikasi tingkat kerentanan pantai berdasarkan nilai indek kerentanan pantai (IKP) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat kerentanan berdasarkan IKP

IKP 0-25 25-50 50-75 75-100

Kerentanan rendah sedang tinggi sangat tingi

Penentuan Alternatif Penanganan

Berdasarkan nilai IKP, hasil observasi lapangan, prediksi perubahan garis pantai dan hasil interpretasi citra satelit kemudian disusun urutan wilayah/desa sesuai kerusakan yang terjadi dan dibuat rekomendasi alternatif penanganannya.

4. HASIL ANALISA DAN DISKUSI 4.1 Kondisi Fisik Pesisir Pantai Tegal

Secara umum pembentukan pantai di Pulau Jawa bagian utara terbagi kedalam pantai primer tanpa dominasi proses pengendapan maupun gelombang serta sebagian merupakan pantai sekunder yang didominasi oleh proses pengendapan. Bentuk pantai cekung kearah laut dengan tonjolan di kedua sisi cekungan yang dibentuk oleh pengendapan di muara sungai. Bentuk ini merupakan gambaran khas pantai utara Jawa hasil keseimbangan proses erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh dua arah arus sepanjang pantai yang berlawanan arah di setiap tahun. Bentuk pantai di wilayah Kabupaten Tegal dan sekitarnya mengikuti bentuk umum, yaitu bentuk cekung kearah laut yang dibatasi oleh Ujung Pemalang di bagian timur dan Muara Pamali di

(5)

bagian barat (Gambar 2). Dalam skala yang lebih kecil pola ini dijumpai pada pantai yang dibentuk oleh antara Muara Pamali di barat dengan Muara Ketiwon di sebelah timur, antara muara Ketiwon dengan muara Cacaban, dan muara Cacaban dengan Bojong Kelor di sebelah timur. Topografi wilayah peisisir pantai di Kabupaten Tegal mempunyai kemiringan 0 – 2%, termasuk pantai landai sampai datar. Pola aliran sungai yang terbentuk di wilayah pesisir Kabupaten Tegal adalah pola pararel, menandakan wilayah ini menempati topografi yang landai sampai datar serta menunjukkan litologi yang menyusun daerah aliran ini adalah relatif seragam atau homogen (Gambar 2).

Litologi Wilayah Pesisir Pantai Kabupaten Tegal

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa litologi wilayah pesisir pantai Tegal tersusun oleh sedimen pasir, lanau dan lempung berasal dari campuran material darat dan berasal dari laut. Sedimen pantai ini menunjukkan kekompakan yang semakin tinggi kearah daratan dan semakin tidak kompak atau bahkan lepas kearah garis pantai. Sedimen yang menyusun daerah-daerah muara dan sekitarnya seperti muara Ketiwon, muara Cacaban, Bojong Kelor, Larangan, dan Tanjung sari lebih didominasi oleh material asal daratan. Berdasarkan komposisi litologi yang hampir seragam di sepanjang pesisir pantai Tegal, maka tingkat kerentanan parameter litologi terhadap erosi pantai dapat dikatakan mempunyai nilai yang tidak berbeda dari satu lokasi dengan lokasi yang lainnya.

Gambar 2. Peta Geologi Wilayah Pesisir Pantai Tegal (diambil dari Djuri, dkk., 1996) Angin dan Gelombang

Parameter angin dan gelombang merupakan faktor penting dalam proses pantai yang menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai, baik akresi (sedimentasi) atau erosi (kemunduran garis pantai). Parameter angin dan gelombang diperoleh dengan melakukan perhitungan konversi angin-gelombang terhadap data angin tahun 1998 - 2007 dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Tegal. Berdasarkan hasil perhitungan konversi angin ke gelombang diperoleh karakteristik gelombang yang terjadi di perairan pesisir pantai Kabupaten Tegal adalah gelombang rata-rata yang terjadi adalah 0,56 m dan tinggi gelombang signifikan 1,07 m.

Pasang Surut

Data pasang surut yang digunakan dalam kajian kerusakan wilayah pesisir pantai Tegal ini diambil dari buku tabel pasang surut yang diterbitkan oleh Janhidros ALRI (2007). Besaran pasang surut yang dihitung oleh Janhidros ALRI (2007) di daerah Tegal adalah M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4,

dan MS4. Hasil prediksi pasang surut di perairan Tegal yang dilakukan Janhidros ALRI (2007)

disajikan dalam Gambar 5.3. Berdasarkan besaran pasang surut tersebut dapat ditentukan tipe dan jarak pasang surut (tidal range) di daerah Tegal. Tipe pasang surut di daerah Tegal adalah campuran cenderung harian tunggal, dengan jarak pasang dan surut rata-rata 120 cm.

4.2 Kerusakan Pantai Pesisir Kabupaten Tegal dan Penanganannya 4.2.1 Interpretasi Citra Satelit

Kerusakan pantai yang terjadi diekspresikan dalam perubahan garis pantai yang dapat dilihat dari hasil interpretasi citra satelit. Perubahan garis pantai yang terjadi oleh Danu dan Wahyudi (2008) diringkas dan dapat dilihat pada Tabel 3.

(6)

Tabel 3. Hasil interpretasi perubahan garis pantai dari citra satelit

Kecamatan Desa Perubahan GP (m) Keterangan

Kramat

Maribaya 15 - 100 Erosi Kramat 15 - 100 Erosi Munjung Agung 15 - 100 Akresi

Dampyak 0 - 100 Erosi Suradadi Suradadi 0 - 75 Akresi Purwahamba 0 - 75 Erosi Bojongsana 0 - 75 Erosi Brako 15 - 100 Akresi Bandengan 15 - 100 Akresi & Erosi Warureja

Kedung Kelor 0 - 165 Erosi pada lokasi muara rambut Demang Harjo 0 - 75 Erosi

Karangwuni < 50 meter Erosi atau akresi kurang tampak jelas Panjatan < 50 meter Erosi atau akresi kurang tampak jelas

4.2.2 Prediksi Perubahan Garis Pantai

Prediksi perubahan garis pantai dilakukan untuk mengetahui kecenderungan proses pantai yang akan terjadi dan berapa besarnya. Preiksi dilakukan dengan menggunakan cara yang telah banyak dipakai dalam studi proses pantai yaitu dari CERC (1984). Hasil prediksi perubahan garis pantai ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil preiksi perubahan garis pantai

Berdasarkan prediksi, secara umum perubahan garis pantai 6 th kedepan, akan terjadi: – Erosi 10-100 m: sub-sel 1a (st 21-st22) di sebelah barat TPI Munjung Agung – Erosi 10-200 m: sub-sel 1 b (st 19-20) desa Maribaya

– Erosi 10-100 m: sub-sel 2a (st14-15) desa Purwahamba

– Erosi 0-100 m: sub-sel 2b-2c (st5-13) antara Bojongsana-Purwahamba 4.2.3 Kerusakan Pantai dan Alternatif Penanganan

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan (lihat Gambar 3) dan analisa variabel fisik terhadap 13 wilayah peisir Kabupaten Tegal, kemudian ditentukan nilai IKP (CVI) dari setiap wilayah seperti pada Tabel 3. Sedangkan berdasarkan IKP dan kerusakan yang terjadi maka dapat disusun alternatif penanganan seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai IKP di pantai Kabupaten Tegal

No. Wilayah (Desa) PP K PK LK SH L H PS PL β TOTAL SKOR 1. Desa Maribaya (Sungai Cacaban) 5 1 2 2 4 5 2 2 3 1 21.91 2. Desa Purwahamba 5 2 2 2 5 5 2 2 2 1 28.28 3. Desa Dampyak 3 2 2 3 5 5 2 2 3 1 32.86 4. Desa Kedung Kelor 5 2 2 2 5 5 2 2 3 1 34.64 5. Desa Karangwuni (Muara Sungai Pekijingan) 5 3 1 2 5 5 2 2 3 1 30.00 6. Desa Karangwuni 5 3 2 2 5 5 2 2 3 1 42.43 7. Desa Suradadi 5 2 2 2 5 5 2 2 4 1 40.00 8. Desa Maribaya 5 2 2 3 5 5 2 2 3 1 42.43 9. Desa Munjung Agung 5 2 2 3 5 5 2 2 3 1 42.43 10. Desa Demang Harjo 5 3 2 3 5 5 2 2 3 1 51.96 11. Desa Kramat 5 5 2 2 4 5 2 2 4 1 56.57 12. Desa Suradadi (TPI Suradadi) 5 5 1 3 5 5 2 2 4 1 54.77 13. Desa Kramat (TPI Larangan) 5 5 2 3 5 5 2 2 4 1 77.46

(7)

Gambar 3. Contoh foto kerusakan pantai yang terjadi di wilayah Suradadi, Kabupaten Tegal Tabel 5. Kerusakan pantai di Kabupaten Tegal dan alternatif penanganan

Wilayah/Desa Kerusakan/Permasalahan IKP Alternatiif Penangananan Kedungkelor

(Sungai Plawangan)

™ muara sungai terjadi pendangkalan dan selalu berpindah-pindah

™ erosi di sisi kiri dan sedimentasi di kanan muara

34,6

™ pengerukan; pembangunan jetty

™ penataan kawasan muara sungai

Demangharjo

™ terjadi pendangkalan di muara sungai dan selalu berpindah-pindah

™ erosi di sisi kiri muara dan akresi di kanan muara

51,9

™ pengerukan

™ pembangunan jetty

™ penataan kawasan muara sungai

Karangwuni

™ erosi, abrasi pantai

™ pemukiman dan perkebunan yg terlalu dekat garis pantai

™ tata letak bangunan (hatchery) yang tidak sesuai

42,4

™ pembangunan tembok laut, pemecah gelombang, groin

™ sand nourishment; penataan ulang bangunan

™ penyuluhan; buffer zone atau green belt Karangwuni (Kali

Pekijingan)

™ muara sungai tertutup sedimen

™ kerusakan bangunan groin 30

™ pengerukan; pembangunan jetty; perawatan bangunan

™penataan kawasan muara sungai

Surodadi ™

erosi pantai dibagian down drift akibat groin yg terletak di desa karangwuni

™ pemukiman nelayan terlalu dekat garis pantai

40 ™ ™ sand nourishment; pembangunan groin penataan ulang bangunan

™penyuluhan Surodadi (TPI

Surodadi)

™ tata bangunan yang tidak sesuai

™ kerusakan bangunan pantai (breakwater)

™ erosi pantai dibagian down drift dari breakwater (sisi kiri bangunan)

™ fasilitas TPI yang tidak terawat dan tidak berfungsi

54,7

™ penataan ulang bangunan atau renovasi bangunan bermasalah; pemulihan fungsi pantai

™ sand nourishment disisi kiri breakwater

™ desain ulang layout TPI

Purwahamba ™ ™ erosi sepanjang pantai pemukiman nelayan dan perkebunan terlalu

dekat garis pantai 28,3

™ sand nourishment; pembangunan kelompok groin

™ penataan ulang bangunan

™penyuluhan

Maribaya ™ erosi, abrasi sepanjang pantai 42,4 ™ ™pembangunan tembok laut reboisasi; sand nourishment

Maribaya (Sungai

Cacaban)

™ tertutupnya muara sungai atau selalu berpindah-pindah

™ kerusakan bangunan/tata letak yang tidak sesuai

21,9

™ pengerukan; pembangunan jetty

™ penataan kawasan muara ;penataan ulang bangunan

Kramat ™ erosi, abrasi pantai

™ perkebunan terlalu dekat dengan garis pantai 56,6

™ pebangunan tembok laut, groin ataupun pemecah gelombang

™ reboisasi; sand nourishment

™ penyuluhan untuk penataan kawasan pantai

™penataan ulang wilayah green belt Kramat (TPI

Larangan)

™ tertutupnya alur pelayaran akibat sedimentasi/pendangkalan muara

™ erosi di sisi kiri bangunan jetty

™ sedimentasi di sisi kanan jetty

77,5

™ pengerukan alur pelayaran

™ sand nourishment dengan sand by passing dari daerah sedimentasi (kanan jetty) ke daerah tererosi (kiri jetty)

™ pembanguan kelompok groin di bagian daerah tererosi

™desain ulang alur masuk pelabuhan Dampyak ™ sand spit pada muara sungai

™ erosi pantai di sisi kiri muara 32,9

™ pengerukan dan sand nourishment

™pembangunan jetty; pebangunan groin didaerah tererosi

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisa dapat ditarik kesimpulan dan rekomendasi seperti berikut:

1. Dari 13 wilayah sub-sel di sepanjang pesisir Kabupaten Tegal, menunjukkan bahwa hanya satu wilayah mempunyai tingkat kerentanan rendah, delapan wilayah dengan tingkat kerentanan sedang, tiga wilayah mempunyai kerentanan tinggi dan satu wilayah mempunyai kerentanan sangat tinggi.

2. Secara umum kerusakan yang terjadi disebabkan oleh 1) tidak adanya sabuk hijau (SH), 2) penggunaan lahan yang terlalu dekat dengan garis pantai (PL), dan 3) litologi daerah yang tersusun oleh endapan aluvial muda (L)

3. Kerusakan terberat terjadi di daerah Kramat (Maribaya) yaitu erosi yg mengakibatkan mundurnya garis pantai mencapai lebih dai 100 m (dalam waktu 10 tahun), sepanjang lebih dari 800 m di satu tempat.

(8)

4. Dalam penanganan kerusakan pantai di pesisir Kabupaten Tegal, akan lebih terarah jika dilengkapi dengan suatu regulasi yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir (RTRW, Perda Pesisir, dll).

5. Penanaman kembali vegetasi di sempadan pantai yang rusak serta penanaman sabuk hijau di lokasi tertentu di sepanjang pesisir Kabupaten Tegal.

6. Di beberapa lokasi perlu perlindungan dengan struktur keras DAFTAR PUSTAKA

Abuodha, P.A., Woodroffe, C.D. (2006). International Assessment of the Vulnerability of the Coastal Zone to Climate Change, Including the Australian Perspective. Australian Greenhouse Office, Department of the Environmental Heritage, Australia.

BAPEDA Kabupaten Tegal (2006). Studi Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir Kabupaten Tegal. Pemerintah Kabupaten Tegal.

Boruff, B.J., Emrich, C., Cutter, S.L. (2005). Erosion Hazard Vulnerability of US Coastal Countries. “Journal of Coastal Research”, Vol. 21, No. 5, pp 932-942. West Palm Beach, Florida. Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., Gafoer, S. (1996). Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal,

Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Doukakis, E. (2005). Coastal Vulnerability and Risk Parameters. European Water 11/12: 3-7. Ferreira, J.C., (2004). Coastal Zone Vulnerability and Risk Evaluation. A tool for Decision-Making

(An Example In the Caparica-Litoral-Portugal). “Journal of Coastal Research”, Special Issue 39, SC-Brasil.

Kaiser, G. (2007). Coastal Vulnerability to Climate Chang and Natural Hazards. Forum DKKV/CEDIM: Disaster Reduction in Climate Change. Karlsruhe University.

Lacko, L.D. (2007). Planning for Sea Level Rise. Proceeding of Coastal Zone 07. Portland, Oregon. LPPM-ITS, (2006). Studi Sedimentasi dan Penangkap Sedimen di Pelabuhan Tanjung Perak,

Gresik dan Tegal. Kerjasama PT. Pelabuhan Indonesia III dan LPPM-ITS.

Olivo, M.L. (1997). Assessment of the Vulnerability of Venezuela to Sea Level Rise. Climate Research, Vo. 9: 57-65.

PT. (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA III dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Panca Sakti Tegal, 2002. Studi Pengembangan Pelabuhan Tegal.

Shin, E.C., Oh, Y.I. (2007). Coastal Erosion Prevention by Geotextile Tube Technology. Geotextile and Geomembrane, 25: 264-277.

Saleh, M.A. (2006) Assessment of Mangrove Vegetation on Abu Minqar Island of the Red Sea. Journal of Arid Environment, 68: 331-336.

Triutomo, S., Widjaja, B.W., Amri, M.R. Editor (2007). Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Edisi II. Pelaksana Hrian Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. Direktorat Mitigasi BAKORNAS PB, Jakarta.

Tucker, U., Yagci, O., Kabdash, M.S. (2005). Analysis of Coastal Damage of a Beach Profile Under the Protection of Emergent Vegetation.

Winckel, P.R, Vrijling, J.K., Van de Graaff, J. (2007) Developing a Building Policy for the Erosion Zone Solution to Some Key (Dutch) Question. Coastal Engineering, 55: 79-92.

Gambar

Gambar 1. Diagram alir langkah penelitian
Tabel 1. Pembobotan variabel fisik pantai  No  VARIABEL  BOBOT  1 2 3 4 5  1  Perubahan Garis Pantai (PP) (dari  perhitungan)  0 m/th  (0 – 1) m/th  (1-5) m/th  (5 – 10) m/th  &gt; 10 m/th  2  Pengamatan Visual  Kerusakan (K)  Terlihat gejala kerusakan  Te
Gambar 2. Peta Geologi Wilayah Pesisir Pantai Tegal (diambil dari Djuri, dkk., 1996)
Gambar 2. Hasil preiksi perubahan garis pantai
+2

Referensi

Dokumen terkait

Model Kerentanan Wilayah Pesisir Berdasarkan Perubahan Garis Pantai dan Banjir Pasang (Studi Kasus:.. Wilayah

dengan angka signifikansi 0,000&lt;0,05 yang menunjukan adanya pengaruh signifikan dan positif antara motivasi non material dengan prestasi kerja pegawai di Badan

(i) Seluruh aktiva tetap, kecuali aktiva tetap milik CPI dan CPJF yang dijaminkan dengan nilai buku sebesar Rp399,5 miliar dari jumlah aktiva tetap sebesar Rp820,8 miliar,

Secara umum, fungsi lemak adalah sebagai sumber energi metabolik (ATP), sebagai sumber dari asam lemak esensial (EFA) yang penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup,

Dari ketiga jenis qiyas menurut Ibn Jinni tersebut, dua diantaranya diterima dan diterapkan oleh para ulama bahasa Arab pada masanya dan masa setelahnya, tetapi jenis

Dari uraian diatas maka dapat diuraikan masalah sebagai berikut : Apakah dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share yang disertai dengan pemberian

tenaga air karena berada pada ketinggian, Tenaga kinetik adalah tenaga air karena mempunyai kecepatan, Tenaga mekanik adalah tenaga kecepatan air yang terus