• Tidak ada hasil yang ditemukan

Flaurencia Aninta, Ditha Wiradiputra. Program Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Flaurencia Aninta, Ditha Wiradiputra. Program Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Perjanjian Penetapan Harga dalam Hukum Persaingan Usaha

(Analisis Putusan KPPU No.06/KPPU-I/2013 tentang Penetapan

Tarif Angkutan Kontainer di 12 Rute dari dan Menuju ke

Pelabuhan Belawan Ditinjau Berdasarkan UU No.5 Tahun 1999)

Flaurencia Aninta, Ditha Wiradiputra Program Sarjana Hukum

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Email: flaurenciaaninta33@gmail.com

Price Fixing Agreement in Competition Law (Analysis of Indonesian-KPPU RI Decision Number 06/KPPU-I/2013 About Establishment of

Transportation Tariff Container in 12 Route from and to Belawan Port Under The Act Number 5 Year 1999

Abstract

The purpose of this thesis is about establishment tariff container and position trade association, in the point of view in Indonesia’s antitrust regulation. The result from this analysis found that Organda is defined as business man, although Organda doesn’t do economic activity, so it doesn’t violate Article 1 point 5 Law No.5 Year 1999. Another result found that tariff transportation of container in Belawan Port is established based by negotiation between service user and service provider. Price fixing agreement is used as tariff maximum in negotiation. The price fixing agreement must be violating Article 5, Law No.5 Year 1999 about Anti-monopoly and Prohibition of Unfair Competition

Keywords : Price Fixing Agreement, Tariff Container, Association Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum persaingan usaha mengenai penetapan tarif angkutan kontainer dan posisi asosiasi usaha dalam hukum persaingan usaha. Hasil dari penelitian menemukan bahwa Organda dinyatakan sebagai pelaku usaha, sementara Organda tidak melakukan kegiatan ekonomi sehingga tidak memenuhi pasal 1 ayat (5) UU No.5 Tahun 1999. Selain itu, penelitian menemukan bahwa tarif angkutan kontainer di Pelabuhan,Belawan ditetapkan berdasarkan negosiasi antara perusahaan pengguna jasa dan penyedia jasa. Perjanjian penetapan harga dijadikan sebagai batas atas saat negosiasi. Hal ini melanggar pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

(2)

Pendahuluan

Perlindungan persaingan oleh negara sangat diperlukan mengingat kecenderungan para peserta ekonomi untuk selalu berupaya meniadakan atau membatasi persaingan yang mengganggu. Di lain pihak, negara sendiri menghadapi godaan yang sama apabila turut berperan sebagai pelaku usaha. Oleh karena itu, undang-undang antimonopili yang efektif harus juga mencakup kegiatan negara dalam bidang ekonomi1. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan suatu kebutuhan dan menduduki posisi kunci dalam ekonomi pasar. Undang-Undang ini akan memberikan aturan main yang jelas kepada para pelaku ekonomi dalam melaksanakan aktivitas bisnis mereka.2

Ada lima hal yang diatur di dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu : perjanjian yang dilarang, kegiatan-kegiatan yang dilarang, posisi dominan, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, dan hukum acara persaingan usaha. Menurut pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, perjanjian didefenisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis Perjanjian penetapan harga termasuk di dalam kategori perjanjian yang dilarang yang diatur dalam pasal 5 sampai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang terdiri dari perjanjian penetapan harga (Price Fixing Agreement), diskriminasi harga (Price Discrimination), harga pemangsa atau jual rugi (predatory pricing)3.

Perjanjian penetapan harga merupakan ketentuan pertama yang dilarang dalam Sherman Act. Selengkapnya pasal 1 Sherman Act menyatakan: “Every contract, combination in the form of trust or otherwise, or conspiracy, in restraint

                                                                                                                         

1 Wolfgang Kartte dalam Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Tidak Sehat, (Jakarta: PT. Katalis, 2002), hlm. 2

2 Abdul Hakim Nusantara dan Benny K.Harman, Analisa dan Perbandingan

Undang-Undang Anti Monopoli, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 1999), hlm. 2

3 Andi Fahmi, et.al, Hukum Persaingan Usaha:Antara Teks&Konteks, (Indonesia,

(3)

of trade or commerce among the several State, or with foreign nations, is declared to be illegal.” Perjanjian penetapan harga yang dilakukan diantara para pelaku usaha akan meniadakan persaingan dari segi harga bagi produk yang mereka tawarkan, yang kemudian dapat mengakibatkan surplus konsumen yang harusnya dinikmati oleh pembeli dipaksa beralih ke penjual atau produsen. Praktik perjanjian penetapan harga kerap dilakukan oleh pelaku usaha karena adanya alasan tuntutan ekonomi, seperti misalnya adanya kenaikan harga barang tertentu. Penetapan harga antarpelaku usaha dilarang sebab penetapan harga secara bersama-sama di kalangan pelaku usaha itu akan menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar tentang harga yang terbentuk akibat adanya penawaran dan permintaan4.

Indonesia adalah negara maritim sekaligus merupakan negara kepulauan. Beranjak dari kondisi geografis tersebut, peranan transportasi laut dan penyebrangan sangat dominan dalam memeprlancar arus barang dan manusia. Mengingat pentingnya transportasi laut dan penyebrangan, penyediaan sarana dan prasarana transportasi laut dan penyebrangan harus dapat mengatasi kebutuhan permintaan akan jasa transportasi laut dan penyeberangan secara efektif dan efisien.5 Angkutan laut menjadi salah satu moda transportasi yang pengaturannya ditata dalam satu sistem transportasi nasional.

Pemerintah mengatur tarif angkutan di perairan adalah hasil negosiasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa, bukan melalui perjanjian penetapan harga. Perjanjian penetapan harga menjadi salah satu strategi oleh pelaku usaha untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya. Penetapan tarif angkutan kontainer di Pelabuhan Belawan pada tahun 2011 dan 2012 yang dilakukan oleh perusahaan angkutan laut menjadi menarik untuk diteliti, apakah perjanjian penetapan harga ini dibenarkan oleh undang-undang lain atau malah pada kenyataannya tidak mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.. Selain itu, permasalahan menarik yang muncul adalah posisi DPU Organda dan GAFEKSI, sebagai sebuah asosiasi usaha termasuk atau tidak dalam ruang lingkup pelaku

                                                                                                                         

4 Dhaniswara K.Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2006), hlm. 105

(4)

usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Oleh karenanya, penulis kemudian menganalisis putusan KPPU berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yakni

a. Bagaimanakah ruang lingkup pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?

b. Apakah tindakan para Terlapor adalah bentuk perjanjian penetapan harga yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan umum tentang perjanjian penetapan harga dan ruang lingkup pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif yang ditujukan untuk membuktikan dua poin rumusan masalah di atas. Penelitian yuridis-normatif ini dilakukan dengan metode kepustakaan yang menekankan pada penggunaan data sekunder berupa norma hukum tertulis6, karena dalam penelitian akan menggunakan data berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel-artikel dan kamus.

Sesuai dengan pendekatan yuridis normatif, sumber data dalam penelitian ini hanya berupa data sekunder, yang berupa bahan hukum primair, sekunder dan tersier. Untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang diperlukan, dilakukan dengan cara penelusuran, pengumpulan dan pengkajian bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah dan dokumen tertulis lainnya.

                                                                                                                         

6 Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan

(5)

Hasil Penelitian dan Pembahasan Kasus Posisi

Pada tahun 2011, telah terjadi kesepakatan penetapan tarif untuk angkutan kontainer yang dibuat oleh anggota Organda Belawan dan diketahui oleh Ketua Organda Belawan yang merupakan hasil kesepakatan yang pernah diterapkan pada tahun 2008 namun pelaksanaannya masih tertunda. Kesepakatan ini ditandatangani 15 pelaku usaha di bidang jasa angkutan kontainer dan diberlakukan mulai Februari 2011.7

Pada tahun 2012 dilakukan lagi kesepakatan penetapan tarif untuk angkutan kontainer yang dibuat oleh anggota Organda dan diketahui oleh Ketua Organda. Kesepakatan ini ditandatangani oleh 17 pelaku usaha di bidang jasa angkutan kontainer dan diberlakukan mulai 10 Januari 2012, melalui surat edaran tarif angkutan container khusus yang dikeluarkan oleh DPU Organda Belawan No.001/DPU/tarif/I/2012. Akibat adanya kesepakatan tarif itu, EMKL yang bernaung di bawah Gafeksi Sumut mengajukan keberatan terhadap kesepakatan yang dibuat oleh anggota Organda Belawan melalui Gafeksi Sumut yang lalu disampaikan kepada DPU Organda Belawan.8

Selanjutnya untuk mendorong diberlakukannya kesepakatan tarif tersebut, diadakan pertemuan antara Organda Belawan dengan pengusaha/pemilik angkutan peti kemas Pelabuhan Belawan yang merupakan anggota Organda Belawan tanggal 4 Februari 2012. Hasil kesepakatan itu yakni mengadakan pertemuan dengan pihak pengguna jasa, yakni Gafeksi dan pemilik barang; melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak DPP Organda Sumut; serta mendorong semua pihak untuk segera memberlakukan tarif baru.

Organda Belawan lalu mengundang Ketua Gafeksi Sumut untuk diskusi dan koordinasi tanggal 20 Januari 2012 dan tanggal 7 Februari 2012 yang menghasilkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam perjanjian tertulis

                                                                                                                         

7 Berdasarkan Pembacaan Dugaan Laporan yang disampaikan Investigator dalam

Sidang Majelis Komisi I, hlm. 6

(6)

No.010/DPU.ORG/KB/II/2012. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan para terlapor, alasan diadakannya penetapan harga itu antara lain :

a. Mengatasi terjadinya perang harga.

b. Tekanan harga yang cukup murah dari pihak konsumen maupun EMKL sehingga pelaku usaha angkutan tidak dapat meremajakan angkutannya.

c. Tidak ada aturan khusus dari pemerintah mengenai tarif angkutan kontainer dari dan menuju ke Pelabuhan Belawan.

d. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengumuman Nomor UM-85/F11400/2013-S3 yang dikeluarkan oleh General Manager Marketing Operation Region I, Pertamina.

e. Adanya perusahaan angkutan kecil yang tidak mendapat pekerjaan dari EMKL sebab EMKL tidak akan tertarik pada perusahaan angkutan kecil. Hal ini mengakibatkan adanya kesenjangan cukup tinggi antara perusahaan jasa angkutan bermodal besar dengan perusahaan angkutan yang bermodal kecil.

Analisis atas Penetapan Tarif Angkutan Kontainer berdasarkan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan perjanjian penetapan harga dilarang tanpa melihat efek negatif dari perjanjian tersebut terhadap persaingan. Pasal ini dirumuskan per se illegal, sehingga kita harus melihat pemenuhan unsur-unsur dalam pasal tersebut. Unsur-unsur pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang akan diuraikan selanjutnya terdiri atas unsur pelaku usaha, unsur perjanjian penetapan harga atas barang atau jasa, unsur pelaku usaha pesaing, dan unsur harga yang dibayar oleh konsumen atau pelanggan.

Pelaku usaha diartikan dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

(7)

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Dari isi pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, maka ada tiga hal yang dapat kita uraikan dari defenisi ini, yakni a) setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum; b) didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia; c) menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Pasal 1 angka (5) UU Nomor 5 Tahun 1999 memfokuskan kepada unsur “menyelenggarakan kegiatan ekonomi”. Defenisi kegiatan ekonomi dalam pengertian “pelaku usaha” di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.9. Pengertian menjalankan kegiatan ekonomi ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang bersangkutan. Selain dari rumusan pasal 1 angka (5) UU Nomor 5 Tahun 1999, untuk asosiasi usaha dapat melihat pada putusan KPPU Nomor 53/KPPU-L/2008 sebagaimana telah dikuatkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 32/K/Pdt.Sus/2011.

Putusan KPPU nomor 53/KPPU-L/2008 adalah perkara mengenai perjanjian pembagian wilayah diantara enam asosiasi kontraktor listrik di Sulawesi Selatan. Majelis Komisi dalam pertimbangannya menyatakan bahwa keenam terlapor ini adalah asosiasi perusahaan bidang pekerjaan elektrikal dan mekanikal yang bersifat nirlaba dan tidak berpolitik. Namun kemudian Majelis Komisi melihat dari sisi pemasukan dana keenam asosiasi ini, dimana mereka memperoleh dana dari uang pangkal anggota, uang iuran anggota, usaha yang dapat menghasilkan dana, dengan tidak menyimpang atau bertentangan dengan hukum, peraturan yang berlaku, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata keenam asosiasi yang di dalam anggaran dasarnya adalah organisasi nirlaba, namun ternyata dalam pemasukannya menerima uang dari usaha ekonomi tertentu dan pada intinya asosiasi lebih berfokus pada tujuan ekonomi.

                                                                                                                         

9 Knud Hansen, et.al.,Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

(8)

Berdasarkan keterangan di atas, Terlapor I-Terlapor adalah perusahaan angkutan laut di Pelabuhan Belawan yang merupakan badan usaha yang berbentuk CV, Firma dan Koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang ekonomi, yakni mengusahakan pengangkutan di darat dengan menerima dan mengangkut orang dan atau barang dari tempat satu ke tempat lain. Maka ketiga belasnya adalah pelaku usaha. Sementara untuk Organda sebagai Terlapor XIV tidak dapat dinyatakan sebagai pelaku usaha sebab dalam Anggaran Dasar dan kegiatannya Organda tidak melakukan kegiatan ekonomi.

Unsur kedua dalam pasal 5 ayat (1) adalah unsur perjanjian penetapan harga atas barang atau jasa. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan pengertian perjanjian secara luas, artinya termasuk di dalamnya secara tertulis dan lisan. Esensi perjanjian adalah bahwa pesaing saling menyepakati tentang tingkah laku pasar mereka seluruhnya ataupun menyepakati bagian tertentu dari keseluruhan tingkah laku pasar.10Dalam hal ini objek perjanjian adalah penetapan tarif angkutan dengan kontainer.

Pada faktanya, perjanjian penetapan harga yang dilakukan oleh para Terlapor dapat dipatuhi dan dapat juga tidak dipatuhi, artinya perjanjian ini tidak mengikat secara mutlak. Secara umum para Terlapor mengaku tidak mematuhi tabel harga yang dikeluarkan sebab kemungkinan besar harga tersebut tidak sebanding dengan nilai yang ditanggung oleh pelaku usaha itu sendiri (ongkos BBM yang melebihi target perjalanan, kutipan liar, kemacetan, dan sebagainya).

Ada tiga perjanjian penetapan harga dalam kasus ini dimana ketiganya memahas mengenai tarif harga untuk jasa pengangkutan di Pelabuhan Belawan. Fokus objek perjanjian adalah Surat Edaran 001/DPU/Tarif/I/2012 yang telah dicabut dan dibuat antara Organda dan anggotanya. Penulis tidak menggunakan perjanjian penetapan harga antara gafeksi dan Organda karena Gafeksi bukanlah pelaku usaha pesaing (akan diuraikan berikutnya) dan Organda bukanlah pelaku usaha dalam perkara ini. sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Unsur ketiga adalah mengenai unsur harga yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan. Dalam hal ini, pihak konsumen adalah mereka yang mengirimkan barang ke perusahaan pengangkutan laut melalui perantaraan

                                                                                                                         

(9)

EMKL. Fakta yang terjadi adalah ternyata perjanjian penetapan harga Nomor 001/DPU/Tarif/I/2012 tidak dilaksanakan di lapangan oleh para terlapor. Hal ini dapat dilihat dari keterangan Terlapor II, dan para saksi yang hadir di persidangan. Terlapor I, III, IV, VIII, IX, XIII, mengatakan bahwa implementasi harga akhir adalah tidak melebihi tarif yang disepakati. Berdasarkan keterangan mereka, perjanjian penetapan harga memang terjadi dan dituangkan dalam bentuk tertulis, namun dalam praktiknya tidak pernah dilaksanakan oleh pelaku usaha pengangkutan laut. Harga akhir yang terjadi adalah negosiasi antara perusahaan angkutan laut dengan EMKL.

Harga akhir negoisiasi antara EMKL dengan perusahaan angkutan laut antara keduanya dapat dilihat dari dokumen EMKL. Pada tahun 2011, dalam dokumen PT Meridian Makmur Mandiri (EMKL), harga akhir menuju trayek Patumbak ke Binjai tidak melebihi tarif penetapan harga yang ditetapkan oleh sesama anggota Organda, sementara harga akhir pada tahun 2012 tidak melebihi penetapan harga yang dibuat oleh Organda dan ALFI. Dari bukti ini dapat disimpulkan bahwa harga akhir yang terjadi memang tidak melebihi dari kesepakatan yang dibuat oleh Organda-ALFI dan perjanjian antara pelaku usaha pengangkutan.

Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Penetapan Harga mengatur secara umum bentuk-bentuk penetapan harga yang termasuk dalam pelanggaran pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni:

a. Kesepakatan menaikkan atau menurunkan harga;

b. Kesepakatan memakai suatu formula standard sebagai dasar perhitungan harga;

c. Kesepakatan memelihara suatu perbandingan tetap antara harga yang dipersaingkan dengan suatu produk;

d. Kesepakatan meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon;

(10)

f. Kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar sehingga membatasi pasokan dan memelihara harga tinggi;

g. Persetujuan kepatuhan pada harga yang diumumkan;

h. Kesepakatan tidak menjual bila harga yang disetujui tidak dipenuhi;

i. Kesepakatan menggunakan harga yang seragam sebagai langkah awal untuk negosiasi11

Majelis Komisi kemudian dalam putusan menyatakan negosiasi antara EMKL dan perusahaan angkutan bertentangan dengan Peraturan KPPU nomor 4 Tahun 2011, yakni bentuk penetapan harga pada huruf (i). Persaingan antar pelaku usaha dapat didasarkan pada kualitas barang, pelayanan atau service dan atau harga. Namun demikian, persaingan harga adalah satu yang paling mudah untuk diketahui. Persaingan dalam harga akan menyebabkan terjadinya harga pada tingkat yang serendah mungkin, sehingga memaksa perusahaan memanfaatkan sumber daya yang ada seefisien mungkin. Sebaliknya, dengan adanya perjanjian penetapan harga, para pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian penetapan harga kemungkinan dapat memaksakan harga yang diinginkan kepada konsumen, dimana biasanya harga yang diberikan kepada konsumen adalah harga yang berada di atas kewajaran.12 Sehingga apabila hal ini terus dilakukan, hal ini dapat membuat konsumen tidak memiliki alternatif yang luas kecuali harus menerima barang dan harga yang ditawarkan oleh pelaku usaha yang telah melakukan penetapan harga tersebut.

Penetapan harga akan berlaku secara efektif apabila ternyata konsumen tidak memiliki pilihan atau alternatif lain dalam membeli barang atau jasa, melainkan harus mengikuti kehendak pelaku usaha untuk dapat memperoleh produk barang dan atau jasa yang ada pada pelaku usaha. Frasa “yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan” tersirat bahwa konsumen harus membayar dengan harga yang telah disepakati dalam perjanjian yang dibuat oleh

                                                                                                                         

11 Indonesia, Pedoman Penetapan Harga, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011,

hlm.17

(11)

pelaku usaha. Kata “harus” dalam pasal tersebut menunjukkan tidak adanya pilihan lain bagi konsumen untuk memilih harga yang terbaik menurutnya, sehingga mau tidak mau konsumen akan terbebani dengan harga tertentu yang sudah ditetapkan oleh pelaku usaha.

Dalam pasar pengangkutan di Pelabuhan Belawan ada enam pelaku usaha lain yang tidak menandatangani perjanjian penetapan harga, yakni SK, ASST, TKA, GM, Samindo dan PT.Andhika Inti Laut. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih terdapat beberapa pelaku usaha pesaing yang bergerak dalam pasar bersangkutan yang sama, yakni angkutan kontainer dari dan ke Pelabuhan Belawan. Maka dengan demikian, konsumen masih memiliki alternatif lain untuk menggunakan jasa angkutan kontainer. Di titik inilah sebenarnya hakikat persaingan usaha yang sehat, dimana pelaku usaha saling bersaing dengan harga dan pelayanan yang baik bagi konsumen, sementara persaingan usaha yang tidak sehat adalah ketika konsumen tidak diberi pilihan untuk melakukan negosiasi dan tidak ada alternatif pilihan lain selain pelaku usaha yang melakukan perjanjian penetapan harga.

Selain itu, perlu diperhatikan bahwa EMKL menganggap bahwa penetapan harga yang dibuat oleh Organda dan Gafeksi besarnya wajar, mengingat adanya kenaikan harga BBM di Medan saat itu. Hal yang perlu diperhatikan adalah EMKL dalam hal ini melakukan negosiasi juga dengan perusahaan angkutan, sehingga apabila EMKL merasa harga masih terlalu mahal, mereka dapat berpindah ke perusahaan angkutan lain. Maka dalam hal ini, tidak ada unsur pemaksaan harga dari perusahaan angkutan kepada EMKL, sebagaimana dinyatakan seharusnya oleh Andi Fahmi Lubis dan uraian pasal 5 ayat (1) tentang “harga yang harus dibayar oleh konsumen”

Unsur terakhir adalah unsur pelaku usaha pesaing. Pelaku usaha pesaing adalah pelaku usaha lain dalam pasar bersangkutan yang sama.13 Pasar bersangkutan menurut ketentuan pasal 1 angka 10 dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran

                                                                                                                         

13 Indonesia, Pedoman Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

(12)

tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.

Secara umum, berdasarkan pendekatan universal, pasar bersangkutan memiliki dua aspek utama, yakni pasar geografis dan pasar produk. Pasar produk didefenisikan sebagai produk pesaing dari produk tertentu ditambah dengan produk lain yang dapat menjadi subtitusi dari produk tersebut. Produk lain dapat menjadi subtitusi produk tersebut apabila keberadaan produk lain tersebut membatasi ruang kenaikan harga dari produk tersebut.14 Pasar produk dalam kasus ini adalah jasa angkutan kontainer ukuran 20”. 40”, dan 2x20”.

Secara umum, berdasarkan pendekatan universal, pasar bersangkutan memiliki dua aspek utama, yakni pasar geografis dan pasar produk. Pasar produk didefenisikan sebagai produk pesaing dari produk tertentu ditambah dengan produk lain yang dapat menjadi subtitusi dari produk tersebut. Produk lain dapat menjadi subtitusi produk tersebut apabila keberadaan produk lain tersebut membatasi ruang kenaikan harga dari produk tersebut.15 Pasar produk dalam kasus ini adalah jasa angkutan kontainer ukuran 20”. 40”, dan 2x20”.

Terlapor I sampai kepada Terlapor XIII adalah pelaku usaha yang berada dalam satu pasar bersangkutan yang sama sehingga dengan demikian mereka adalah para pelaku usaha pesaing yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pokok perhatian dalam uraian ini adalah posisi Organda dan Gafeksi sebagai asosiasi usaha dan terlapor XIV dan Terlapor XV. Organda sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bukanlah pelaku usaha, sehingga tidak dapat dikatakan pelaku usaha pesaing juga. Pendapat ini dikuatkan juga dengan mengatakan bahwa perusahaan yang bersaing adalah perusahaan yang memproduksi barang pengganti terdekat dari produksi perusahaan lain. Organda tidak memproduksi jasa pengangkutan apa pun selayaknya Terlapor I-Terlapor XIII.

                                                                                                                         

14 Indonesia, Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan,

Peraturan KPPU Nomor 03 Tahun 2009, hlm. 5

15 Indonesia, Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan,

(13)

Gafeksi adalah induk organisasi bagi perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan logistik, termasuk di dalamnya pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dan penyedia jasa ekspedisi, yakni EMKL. Pemilik barang melalui perantaraan EMKL membayar dengan tarif tertentu kepada pihak perusahaan angkutan atas jasa yang diberikannya untuk mengantar barang melalui kontainer dari dan menuju ke Pelabuhan. Dalam pemeriksaan, saksi (EMKL) terbukti membebankan tarif angkutan barang kepada pemilik barang (pelanggan) dengan menunjukkan surat pemberitahuan kenaikan tarif angkutan. Maka dengan demikian, EMKL tidak dapat dikatakan sebagai pelaku usaha pesaing, namun hanya sebagai pengantara.

Pengaturan tarif jasa kepelabuhan yang salah satunya meliputi taruf pelayanan jasa barang dengan peti kemas dapat dilihat pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 6 Tahun 2013 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri No 15 Tahun 2014. Dalam pasal 13 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 6 tahun 2013, penetapan besaran tarif jasa kepelabuhan pada pelabuhan yang diselenggarakan oleh unit penyelenggara pelabuhan yang dibentuk oleh pemerintah ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan tetap berpedoman pada berdasarkan jenis, struktur, golongan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan terkait. Merujuk kepada asal usulnya, Pelabuhan Belawan sendiri adalah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia I16. PT. Pelabuhan Belawan Indonesia I Medan adalah usaha BUMN di lingkungan Departemen Perhubungan. Sebagai persero, pemilikan saham sepenuhnya berada di tangan pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Republik Indonesia dan pembinaan teknis operasi berada di tangan departemen perhubungan laut.

Badan usaha pelabuhan dapat menyusun konsep tarif pelayanan jasa kepada Menteri khusus untuk pelayanan jasa kapal kepada INSA, dan pelayanan jasa barang kepada GPEI, GINSI, dan ALFI/ILFA. 17Usulan ini dibahas oleh unit

                                                                                                                         

16 Airriess, Christoper A, Global Economy and Port Morphology in Belawan,

Indonesia, Geographical Review, (1991), hlm. 183-196

17 Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan tentang Jenis, Struktur dan Golongan

(14)

kerja terkait di lingkungan Kementrian Perhubungan bersama Badan Usaha Pelabuhan, dalam hal ini adalah Pelindo I. Untuk tarif peti kemas yang memerlukan penanganan khusus seperti peti kemas rusak akan dikenakan biaya tambahan tarif sesuai dengan tingkat kesulitan pelayanan yang diberikan.

Dengan demikian, tarif angkutan barang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan seharusnya adalah berdasarkan mekanisme pasar, sebagaimana pengertian dari harga yaitu biaya yang harus dibayar dalam suatu transaksi barang dan jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan. Apabila ingin dibuat penetapan tarif, maka hal itu adalah usulan badan usaha pelabuhan yang telah diinformasikan dan didiskusikan kepada asosiasi pengguna jasa kepada pemerintah, yang kemudian penetapan harga akan ditetapkan oleh pemerintah. Maka penetapan harga yang dibuat oleh Organda dengan sesama anggota Organda tidak dapat dibenarkan,

Penutup Kesimpulan

Tindakan perjanjian penetapan tarif angkutan ini tidak melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Perjanjian penetapan harga pada praktiknya tidak dipatuhi dan harga yang terjadi adalah hasil negosiasi EMKL dan perusahaan angkutan. Apabila EMKL tidak mencapai kesepakatan harga saat negosiasi dengan perusahaan angkutan, ia dapat beralih ke pelaku usaha pengangkutan lain. Konsumen dalam hal ini masih memiliki pilihan lain, sehingga konsumen tidak harus membayar harga berdasarkan perjanjian penetapan harga tersebut.

Penetapan harga ini dilakukan salah satu sebabnya adalah pemerintah belum mengatur penetapan tarif angkutan di Pelabuhan Belawan. Pemerintah telah menetapkan bahwa harga angkutan adalah berdasarkan negosiasi antara penyedia jasa (perusahaan angkutan laut) dan pengguna jasa (konsumen, termasuk EMKL). Untuk melakukan penetapan harga, badan usaha pelabuhan yang berwenang mengajukan usulan kepada pemerintah setelah melakukan diskusi dengan asosiasi pengguna jasa, sehingga Organda tidak diberikan kewenangan untuk menetapkan harga.

(15)

Saran

Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus terus melakukan pengawasan di sektor pengangkutan barang melalui kontainer, sebab praktik perjanjian penetapan harga dalam kasus ini pada faktanya sudah berjalan selama satu tahun. Berdasarkan pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah badan yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut. Selain itu, dalam memberikan sanksi administratif, Majelis Hakim KPPU seharusnya memperhatikan aspek sosial dan tekanan yang dihadapi perusahaan angkutan laut. Pada saat ini, perusahaan angkutan laut di Pelabuhan Belawan sulit melakukan peremajaan armada. Dari 7000 armada, 90% merupakan berusia tua, yakni keluaran 1980-an, sementara 10% sisanya adalah armada baru di atas tahun 2000-an. Untuk meremajakan armada saja mereka sulit, bagaimana nantinya mereka akan membayar denda tersebut.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara cq. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara sebagai regulator dan pengawas angkutan jalan dan lalu lintas untuk wilayah Sumatera Utara harus memberikan jaminan keamanan bagi perusahaan angkutan pada saat armada beroperasi, sebab pada faktanya di lapangan masih banyak terjadi pungutan-pungutan liar yang merugikan perusahaan angkutan. Demi menghindari adanya dugaan praktik persaingan usaha yang tidak sehat yang berhubungan dengan harga, maka asosiasi wajib untuk memastikan bahwa segala kegiatan yang diambil didasarkan pada keputusan individual anggota, dan bukan disebabkan adanya tindakan bersama seperti pembuatan perjanjian penetapan harga. Harus disadari peran asosiasi adalah sebagai wadah bagi anggota untuk melakukan persaingan usaha yang sehat, bukan sebaliknya.  

Daftar Pustaka

Christoper, Airriess. A, Global Economy and Port Morphology in Belawan. Indonesia, Geographical Review, (1991)

Fahmi, Andi. Et al. Hukum Persaingan Usaha Antara teks dan Konteks. Indonesia: s.n.,2009.

(16)

H.M.N.Nasution. Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996 Hansen,Knud.Et.al. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Katalis, 2002

Indonesia. Undang-Undang Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.5 Tahun 1999, , LN No 33 Tahun 1999, TLN No.3806.

________, Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011

________, Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan, Peraturan KPPU Nomor 03 Tahun 2009

________, Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal di Pelabuhan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2007.

________, Peraturan Menteri Perhubungan tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 6 Tahun 2013

K. Hardjono, Dhaniswara. Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha.” Putusan Perkara No.06/KPPU-I/2013 tentang Penetapan Tarif Angkutan Kontainer ukuran 20”. 2x20” dan 2x40” di 12 Rute dari dan Menuju ke Pelabuhan Belawan”. Jakarta,2014.

Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Nusantara, Abdul Hakim dan Benny K.Harman. Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 1999

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pokok masalah yang telah diidentifikasi, maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui gambaran rantai pasok klaster bawang merah, Pendapatan petani

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang dengan segala kuasa, kebesaran dan kemurahan-Nya telah melimpahkan rahmat, bimbingan, serta kemudahan dalam setiap

Pelatihan ini dilakukan untuk mencegah petugas dari penularan yang dapat ditimbulkan dari berbagai macam jenis infeksi melalui kegiatan yang dilakukan di rumah sakit. Pelatihan

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang

Al-Muhasibi menjelaskan, bahwa wara’ adalah menghisab setiap hal yang dibenci oleh Allah, baik tindakan fisik, hati atau anggota badan, dan menjauhi dari menyia-nyiakan sesuatu

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul : PENGARUH EKSPEKTASI PENDAPATAN, LINGKUNGAN KELUARGA, DAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN

Hendro Prasetyo di

Dari bulbil, biasanya akan diperoleh umbi bahan tanaman dengan komposisi 1-3 yaitu 1 bulbill relatif besar dan 3 bulbil kecil, karena perbedaan ukuran umbi