• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

Manusia memiliki beraneka ragam kebutuhan yang akan berlangsung secara terus-menerus. Kebutuhan tersebut akan semakin bertambah, baik dari segi macam, jumlah maupun mutunya yang disebabkan oleh rasa tidak puas manusia meskipun kebutuhan utama telah terpenuhi. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak terbatasnya kebutuhan manusia secara keseluruhan, diantaranya yakni semakin bertambahnya jumlah penduduk, kemajuan pesat di bidang teknologi, taraf hidup yang semakin meningkat, keadaan lingkungan, dan kebudayaan manusia yang semakin meningkat (Todaro, 2002:115).

Secara alamiah, manusia adalah makhluk yang akan selalu membutuhkan kegiatan konsumsi untuk bertahan hidup. Konsumsi diartikan sebagai proses atau kegiatan dalam penggunaan barang dan jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Seseorang harus memiliki pendapatan agar dapat melakukan kegiatan konsumsi. Tingkatan besar maupun kecilnya pendapatan seseorang akan sangat menentukan tingkat konsumsinya pula (Todaro, 2002:213). Tindakan konsumsi tersebut dilakukan setiap hari oleh manusia dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat kemakmuran dalam arti terpenuhinya berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan pokok, kebutuhan sekunder, kebutuhan tersier, maupun kebutuhan rohani. Tingkat konsumsi dapat memberikan gambaran tentang tingkat kemakmuran seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengertian kemakmuran yang dimaksudkan ialah gambaran di mana semakin tinggi tingkat konsumsi seseorang maka semakin

(2)

makmur tingkat perekonomiannya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat konsumsi seseorang maka semakin rendah tingkat perekonomian orang tersebut (James, 2001:51).

Konsumsi, berdasarkan tingkatannya dibagi ke dalam beberapa jenis, yakni: 1) konsumsi terhadap kebutuhan pokok atau yang biasa disebut dengan konsumsi primer, 2) konsumsi terhadap kebutuhan tambahan atau disebut juga dengan konsumsi sekunder, dan 3) konsumsi terhadap barang-barang mewah yang disebut juga dengan konsumsi tersier (Todaro, 2002:116).

Konsumsi pokok merupakan konsumsi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan primer yang mencakup kebutuhan manusia yang harus dipenuhi untuk dapat hidup. Jenis konsumsi pokok tersebut yakni konsumsi pangan atau makanan sebagai sumber energi, konsumsi sandang atau pakaian sebagai pelindung tubuh, dan konsumsi papan atau tempat tinggal sebagai tempat berlindung. Jenis-jenis konsumsi primer tersebut merupakan kebutuhan konsumsi dasar manusia yang tidak dapat ditinggalkan sebab manusia tidak dapat hidup tanpa makan, pakaian, maupun tempat tinggal (Todaro, 2002:116).

Konsumsi sekunder atau konsumsi jenis tambahan adalah kebutuhan konsumsi yang di nilai kurang begitu penting untuk dipenuhi. Tanpa terpenuhinya kebutuhan ini, manusia masih dapat hidup, misalnya kebutuhan akan meja, kursi, radio, buku-buku bacaan. Kebutuhan ini akan dipenuhi apabila kebutuhan pokok sudah terpenuhi. Oleh karena itu, kebutuhan ini sering disebut juga dengan kebutuhan jenis kedua atau kebutuhan sampingan (Todaro, 2002:116).

(3)

Jenis kebutuhan yang ketiga yakni kebutuhan konsumsi terhadap barang-barang mewah atau biasa disebut dengan kebutuhan tersier. Konsumsi ini dipenuhi apabila konsumsi terhadap kebutuhan pokok dan kebutuhan sekunder telah terpenuhi. Seseorang akan membutuhkan barang-barang mewah, seperti mobil, berlian, barang-barang elektronik dan sebagainya jika memiliki pendapatan atau pemasukan berlebih secara maksimal. Keinginan untuk memenuhi barang-barang mewah tersebut ditentukan oleh penghasilan seseorang dan lingkungannya, seperti misal orang yang bertempat tinggal di lingkungan orang kaya, biasanya berhasrat atau berkeinginan pula untuk memiliki barang-barang mewah seperti yang dimiliki tetangga dilingkungannya (Todaro, 2002:116).

Arus modernitas dan perkembangan zaman saat ini telah membuat manusia tidak lagi merasa cukup dengan keadaan-keadaan yang tergolong dapat memenuhi hakikat kebutuhan pokok seperti perut yang kenyang, pakaian yang dapat melindungi tubuh, dan tempat tinggal yang teduh. Kebutuhan manusia yang semula hanya sebatas kebutuhan dasar kini berkembang menjadi kebutuhan yang bersifat tersier atau kebutuhan mewah seperti makan di restoran yang nyaman, pakaian dengan merk tertentu, maupun tinggal di perumahan yang lengkap dengan berbagai sarana penunjang sebagai bagian dari kebutuhan manusia modern yang tidak kalah pentingnya.

Alfitri (dalam Anggriawan, 2016:12) berpendapat bahwa perkembangan zaman tidak hanya membawa manfaat, namun juga konsekuensi. Salah satu konsekuensi yang ditimbulkan ialah perilaku manusia yang menjadi hiperkonsumtif. Kebudayaan konsumerisme dewasa ini telah membuat konsumsi

(4)

tidak lagi bersifat fungsional sebagai kebutuhan dasar manusia melainkan lebih bersifat simbolik atau sebagai bentuk pengekspresian posisi dan identitas sosial seseorang.

Piliang (2004:189) dalam karyanya yang berjudul Dunia Yang Dilipat:

Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, menegaskan bahwa konsumsi

telah membentuk totalitas objek-objek dan pesan-pesan yang dibangun dalam sebuah wacana yang saling berkaitan. Konsumsi, sejauh mengandung makna tertentu merupakan suatu tindakan dalam penggunaan simbol yang secara sistematis menandai kelas sosial seseorang. berdasarkan penjelasan tersebut, Baudrillard memperjelas bahwa ketika seseorang mengkonsumsi objek, maka telah terjadi sebuah pendefinisian diri oleh individu di mana kategori objek dipahami sebagai produksi pada kategori persona dan melalui objek tersebut pula, setiap individu dan kelompok menemukan tempatnya masing-masing pada sebuah tatanan. Pada akhirnya, masyarakat terstratifikasi melalui sebuah objek konsumsi sehingga terus berada pada tempat atau kelas tertentu. Hal ini membuat masyarakat pada tingkat yang lebih luas merupakan apa yang mereka konsumsi dan berbeda dengan masyarakat lain berdasarkan objek konsumsi pula (Ritzer, 2003:137-138).

Murcott (1988:15) dalam penelitiannya yang berjudul “Sociological and

Social Anthropological Approaches to Food and Eating” (dalam Jurnal World Review of Nutrition and Dietetics, vol.55) menegaskan bahwa kegiatan konsumsi

terhadap makanan bukan hanya suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah pada manusia tetapi juga untuk mencerminkan diri secara sosial yang

(5)

berhubungan langsung dengan status maupun kesejahteraan seseorang. Hal ini mengartikan bahwa memang terdapat nilai identitas sosial dalam kegiatan konsumsi terhadap makanan sebagai suatu gaya hidup yang dilakukan oleh seseorang.

Manusia, secara biologis akan selalu membutuhkan kegiatan konsumsi terhadap makanan sebagai salah satu kebutuhan mendasarnya yang tidak mungkin ditinggalka, namun saat ini kegiatan tersebut memiliki arti lebih dari sekedar asupan makan untuk bertahan hidup. Nilai guna yang melekat pada aktivitas mengkonsumsi makanan beralih menjadi nilai identitas sebab aktivitas mengkonsumsi makanan yang terjadi saat ini telah mendominasi kehidupan manusia dan menjadi bagian penting dari gaya hidup pada masyarakat.

Setiadi (dalam Maharani, 2015:25) menggambarkan gaya hidup sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana seseorang menghabiskan waktunya atau yang merujuk pada aktivitas, apa yang dianggap penting dalam lingkungannya atau merujuk pada ketertarikan, dan apa yang dipikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia sekitarnya.

Perihal gaya hidup juga dihubungkan dengan status maupun kelas sosial, sebab pola konsumsi dalam gaya hidup seseorang melibatkan dimensi simbolik dan tidak hanya berkenaan dengan kebutuhan hidup yang mendasar secara biologis. Simbolisasi dalam kegiata konsumsi masyarakat modern saat ini mengkonstruksi identitasnya, sehingga gaya hidup bisa mencitrakan keberadaan seseorang pada suatu status sosial tertentu (Surayya dalam Maharani, 2015:26).

(6)

Solomon (dalam Siekierski & Ponchio, 2014:8) memposisikan gaya hidup sebagai sebuah pola konsumsi yang merefleksikan pilihan seseorang dalam hal bagaimana orang tersebut menghabiskan waktu dan uangnya, seperti seseorang dengan gaya hidup mewah yang rela mengeluarkan biaya lebih dan meluangkan waktunya untuk melakukan gaya hidup tersebut. Berdasarkan sudut pandang ekonomi, gaya hidup telah merepresentasikan pilihan terkait tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi pula kebutuhannya.

“lifestyle as a consumption pattern that reflects the choices of a person, for example, how he spends his time and spends his money. From the economical point of view, lifestyle represents the way selected to impute income, not only in terms of allocation related to different products and services, but as to alternatives in those categories.”

Saat ini, budaya yang berkembang di tengah masyarakat modern yaitu mengkonsumsi makanan di luar rumah atau eating out. Eating out merupakan suatu aktivitas dalam mengkonsumsi makanan yang dilakukan di luar rumah. Kegiatan tersebut bukan merupakan hal baru dan kini menjadi suatu gaya hidup masyarakat modern di mana kegiatan konsumsi atau makan dapat dilakukan dengan mudah, instan, dan praktis (Warde & Martens, 2003:46).

“Eating out is a specific sociospatial activity, it involves commercial provision, the work involved is done by someone else,it is a social occasion,it is a special occasion, and it involves eating a meal.”

Menjamurnya berbagai macam restoran di kota-kota besar yang menghidangkan beraneka ragam masakan dengan penyajian khusus dan menarik berpotensi kuat untuk membuat masyarakat menjadi lebih menyukai makan di luar rumah daripada makan di rumah maupun memasak sendiri makanannya di

(7)

rumah. Sejauh ini, gaya hidup makan di luar banyak digeluti oleh masyarakat perkotaan yang secara khusus memiliki standar finansial tertentu mengingat gaya hidup ini termasuk kategori kebutuhan konsumsi sekunder, bahkan konsumsi tersier.

Sebagaimana yang telah dikutip dalam Tribunnews.com, riset terbaru yang dilakukan oleh Qraved.com, salah satu situs pencarian dan reservasi restoran terkemuka di Jakarta mencatat terjadi pergeseran tren di mana semakin banyak masyarakat Indonesia yang memiliki kebiasaan makan di restoran. Sepanjang tahun 2013, tercatat kunjungan orang Indonesia ke restoran mencapai 380 juta kali dan menghabiskan total USD 1,5 miliar. Maraknya kebiasaan makan di restoran ini juga ditopang dengan pertumbuhan restoran kelas menengah dan atas hingga 250 persen dalam lima tahun terakhir. Steven Kim, co-founder Qraved.com menuturkan bahwa banyak masyarakat yang memanfaatkan kegiatan makan di restoran untuk bersosialisasi. Penelitian tersebut menunjukkan tentang fenomena tren makan di restoran yang telah menjadi bagian dari aktivitas sosial dimana separuh dari pengunjung yang makan di restoran, datang bersama rekan bisnis, teman ataupun keluarga (sumber: http://www.tribunnews.com).

Data yang diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) menunjukkan bahwa pertumbuhan bisnis di bidang kuliner yakni restoran dan rumah makan dalam skala menengah hingga besar di beberapa provinsi sekitar Pulau Jawa yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali menunjukkan angka yang signifikan dari tahun 2007 hingga 2011. Berdasarkan daerah yang disebutkan tadi, DKI Jakarta memiliki jumlah

(8)

kenaikan angka tertinggi dibanding provinsi lainnya. Berikut, tabel 1.1 akan menggambarkan angka pertumbuhan tersebut (www.bps.go.id).

Tabel 1.1 Perkembangan Usaha Restoran / Rumah Makan Berskala Menengah dan Besar Di Pulau

Jawa & Bali Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id)

Tak hanya jumlah industri kuliner yang semakin berkembang, restoran yang menyediakan jenis makanan dari berbagai belahan negara pun semakin beragam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2011, jumlah restoran di Indonesia menurut jenis makanan yang disajikan yakni diprosentasekan sebagai berikut: makanan Indonesia sebanyak 53,86%, makanan Amerika & Eropa sebanyak 25,41%, makanan Cina sebanyak 7,27%, makanan Jepang sebanyak 7,46%, makanan Korea sebanyak 0,63% dan lain-lainnya sebanyak 5,37%. Berikut Tabel 1.3 yang dapat menggambarkan penjelasan data di atas (sumber: Badan Pusat Statistik, 2011).

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 2007 2008 2009 2010 2011

(9)

Tabel 1.3 Jumlah Restoran di Indonesia Menurut Jenis Makanan yang Disajikan

Sumber: Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id)

Berdasarkan data-data di atas, kegiatan makan di luar memang tengah marak dilakukan sebagai aktivitas yang berkenaan dengan gaya hidup dan aktivitas sosial pada masyarakat khususnya yang bermukim di perkotaan. Pertumbuhan jumlah restoran yang signifikan dan beragamnya restoran yang menyediakan makanan dari berbagai belahan negara menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Kegiatan makan di luar juga bermakna sebagai suatu kegiatan terkait aspek sosial sehingga terdapat sensasi kesenangan pada masyarakat yang kerap melakukan kegiatan makan di luar untuk bersantai dan bercengkrama bersama teman, keluarga maupun kerabat.

Tren kegiatan makan di luar ini memang tengah populer. Sebagaimana yang dikutip dari media online tempo.co, Yuswohady, salah seorang penulis buku tentang pemasaran, melihat fenomena ini lebih dalam lagi. Menurutnya, ketika masyarakat sudah maju, terdapat tiga perkembangan sosial, diantaranya yakni peningkatan edukasi, kemakmuran, dan relasi sosial. Kegiatan makan di luar

53.86 25.41 7.27 7.46 0.63 5.37 Makanan Indonesia Makanan Amerika & Eropa Makanan Cina

Makanan Jepang Makanan Korea Lain-lain

(10)

terkait sebagai bagian dari hal yang terakhir, yaitu relasi sosial. Ketika kehidupan semakin kompleks dan kesibukan yang tidak menentu, koneksi sosial semakin renggang. Dahulu, orang masih punya banyak waktu sehingga bisa makan siang dan makan malam bersama keluarga setiap hari. Kini, mungkin hal tersebut dapat dikatakan untuk sulit dilakukan. Manusia secara naluriah adalah makhluk sosial yang butuh bersosialisasi, maka diciptakanlah selebrasi, perayaan dengan makan bersama di luar pada akhir pekan. Sebetulnya ini tragis, sebab hal ini terkait bagaimana sebuah keluarga dalam satu rumah perlu selebrasi hanya sekadar untuk makan bersama, namun itulah yang terjadi. Kutipan dari konsep kebutuhan dan motivasi manusia menurut Abraham Maslow, begitu suatu kelompok masyarakat menembus angka psikologis GDP per kapita US$ 3.000, seperti halnya kelas menengah Indonesia, maka sudah melewati kebutuhan dasar, hingga mulai naik ke atas, masuk ke kebutuhan yang lebih maju, seperti penghargaan diri, status sosial, kebutuhan bersosialisasi, dan sebagainya. Artinya kegiatan makan di luar atau eating out bukan lagi sekadar mengkonsumsi makanan semata, bukan lagi soal berapa besar porsi yang disantap, melainkan soal cita rasa suatu masakan, suasana atau ambience, serta konsep restoran itu sendiri. Itulah sebabnya keputusan seseorang untuk memilih sebuah restoran bukan hanya karena telah membaca rekomendasi makanannya, melainkan lebih kepada faktor visual berupa presentasi makanan maupun interior ruangannya (sumber: m.tempo.co).

Penelitian filosofis tentang gaya hidup makan di luar akan dikaji berdasarkan sudut pandang etika sebagai perantara bagi seseorang dalam menentukan sikap yang tepat. Secara khusus, teori etika yang akan digunakan

(11)

peneliti sebagai tinjauan filosofis yakni teori etika hedonisme menurut filsuf Epikuros. Unsur hedonis dalam gaya hidup eating out menjadi suatu persoalan etis berdasarkan kesenangan yang membuat seseorang tidak lagi memaknai aktivitas makan sebagai kebutuhan mendasar manusia melainkan persoalan gaya hidup dan nilai identitas lewat makanan yang di konsumsi. Kesenangan tersebut membawa manusia pada sifat konsumtif karena melakukan pemborosan demi memperoleh kelas sosial. Etika hedonisme Epikuros tidak membenarkan untuk mencapai kesenangan dengan cara yang berlebihan pada manusia melainkan kesenangan dalam jiwa yang tentram dan damai. Refleksi filosofis inilah yang akan menjadi pisau analisis bagaimana perilaku manusia dalam gaya hidup makan di luar dapat mengendalikan nafsunya terhadap kesenangan yang membawa manusia pada tindakan pemborosan atau konsumtif.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah yang menjadi persoalan utama dan akan di bahas lebih lanjut dalam penelitian ini ialah bagaimana analisis etika Epikuros terhadap unsur hedonisme dalam gaya hidup makan di luar pada masyarakat modern?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran penulis, pembahasan tentang gaya hidup Eating Out memang sudah cukup banyak dilakukan namun belum ada yang menggunakan etika Hedonisme Epikuros sebagai objek formal. Berikut ini merupakan

(12)

penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan pada objek formal maupun objek material dalam penelitian ini.

1. Skripsi karya Metalia Violeta Fajrin Utami, Fenomena Dunia Gemerlap

Mahasiswa Yogyakarta Ditinjau Dari Etika Epikuros, Fakultas Filsafat,

Universitas Gadjah Mada, tahun 2010 menjelaskan tentang fenomena pada dunia gemerlap (dugem) mahasiswa Yogyakarta sebagai objek material dan etika Epikuros sebagai objek formal.

2. Skripsi karya Annisa Maharani, Gaya Hidup Konsumtif dalam Tinjauan

Etika Epikuros, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada, tahun 2015

menjelaskan tentang gaya hidup konsumtif sebagai objek material dan etika Epikuros sebagai objek formal.

3. Tesis karya Bunga Irfani, Eating Out Sebagai Gaya Hidup Dan Konsumerisme Di Nanamia Pizzeria Dan Il Mondo Yogyakarta, S2 Kajian Budaya dan Media, Universitas Gadjah Mada, tahun 2014 menjelaskan tentang fenomena eating out melalui sebuah penelitian kuantitatif pada studi kasus di gerai fast food Nanamia Pizzeria dan Il Mondo Yogyakarta.

4. Endah Murwani, ‘Eating Out’ Makanan Khas Daerah : Komoditas Gaya

Hidup Masyarakat Urban, Jurnal Universitas Multimedia Nusantara tahun

2015 yang menjelaskan tentang fenomena Eating Out makanan khas daerah sebagai komoditas masyarakat urban yang dikaji dari perspektif komunikasi pemasaran, yaitu dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

(13)

konsumen untuk mengkonsumsi makanan daerah yang disajikan secara eksklusif.

3. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan tugas akhir peneliti dan salah satu syarat dalam menempuh strata satu (S1) di bidang ilmu filsafat. Peneliti berharap agar penelitian ini mampu digunakan peneliti untuk mengaktualisasikan dan menganalisis berbagai persoalan melalui pendekatan filosofis dalam segala aspek kehidupan.

b. Bagi Ilmu Filsafat

Penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman reflektif dan membumikan pemikiran filsafat dalam permasalahan sehari-hari seperti pada gaya hidup makan di luar yang sedang marak dilakukan oleh masyarakat modern saat ini maupun di berbagai bidang lain seperti politik, ekonomi dan lain sebagainya.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun wawasan mendalam tentang etika Epikuros terkait gaya hidup makan di restoran pada masyarakat modern yang cenderung mengarah pada tindakan hedonis.

(14)

d. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna agar masyarakat mampu bersikap kritis dan merefleksikan permasalahan yang timbul terkait gaya hidup makan di luar yang cenderung mengarah pada tindakan hedonis maupun isu globalisasi di bidang sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang terdapat di dalam rumusan masalah, yakni memberikan penjelasan tentang analisis unsur hedonisme dalam gaya hidup makan di luar pada masyarakat modern menurut ajaran Etika Epikuros.

C. Tinjauan Pustaka

Murwani (2015:303-305) dalam penelitiannya yang berjudul “Eating Out

Makanan Khas Daerah: Komoditas Gaya Hidup Masyarakat Urban”

menyebutkan bahwa fenomena yang terlihat dalam masyarakat urban saat ini merupakan dominasi dari kegiatan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu fenomena gaya hidup masyarakat urban tersebut ialah makan di luar rumah atau eating out yang didefinisikan sebagai kegiatan mengkonsumsi makanan yang dilakukan di luar rumah. Fenomena ini mengakibatkan menjamurnya restoran,

cafe, foodcourt maupun warung makan yang terdapat di dalam maupun di luar

pusat perbelanjaan. Fenomena tersebut dikaji melalui perspektif komunikasi pemasaran dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat

(15)

urban Jakarta melakukan kegiatan makan diluar rumah dan mengkonsumsi makanan khas daerah. Penelitian Murwani tersebut juga mengidentifikasi strategi rumah makan yang menyajikan makanan khas daerah dalam memenuhi kebutuhan konsumennya.

Berbeda halnya dalam Tesis karya Bunga Irfani (2014:4) yang berjudul “Eating Out Sebagai Gaya Hidup dan Konsumerisme Di Nanamia Pizzeria Dan Il

Mondo Yogyakarta” di mana objek dalam penelitian tersebut adalah dua kedai

pizza di Yogyakarta yang banyak dikunjungi anak muda, yakni Nanamia Pizzeria dan Il Mondo. Kedua kedai pizza tersebut menawarkan sesuatu yang berbeda. Tersedianya banyak pilihan tempat yang menjual beragam makanan di Yogyakarta, menyebabkan aktivitas eating out atau makan di luar menjadi sebuah gaya hidup bagi masyarakatnya yang memang berasal dari berbagai daerah. Hingga pada akhirnya berpengaruh pula terhadap pola konsumsi yang dilakukan. Penelitian tersebut mengkaji bagaimana aktivitas eating out menjadi gaya hidup di kalangan anak muda Yogyakarta yang direlasikan dengan konsumerisme dan glokalisasi yakni kombinasi antara unsur global dan lokal.

Utami (2010:60-61) dalam skripsinya yang berjudul “Fenomena Dunia

Gemerlap Mahasiswa Yogyakarta Ditinjau dari Etika Epikuros” menyebutkan

bahwa mengikuti gaya hidup budaya Barat di era globalisasi seperti saat ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi sebagian orang. Hedonisme yang dianut oleh mahasiswa yang kerap melakukan aktivitas dugem sangat bertolak belakang dengan ajaran etika Epikuros. Hedonisme Epikuros memang mengajarkan manusia untuk mencari kebahagiaan, namun manusia harus tetap

(16)

hidup dalam kesederhanaan sebab yang terpenting adalah ketenangan jiwa dengan menjauhi keramaian dan berbagai bentuk tindakan pemborosan untuk mencari kebahagiaan tersebut. Kesenangan yang diperoleh para pegiat dunia gemerlap merupakan kesenangan yang bersifat sementara dan tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Epikuros (Utami, 2010:62).

Kegiatan dugem yang dianggap mencari kebahagiaan tersebut merupakan penyimpangan dari ajaran Epikuros, sebab kebahagiaan itu ada dalam hati setiap individu yang mau mensyukuri segala yang dimilikinya, untuk itu Epikuros mengajarkan bahwa kebahagiaan yang paling sempurna adalah kebahagiaan berupa ketenangan jiwa agar manusia mampu mengatur keinginan-keinginannya (Utami, 2010:62-63).

Afrizal (dalam Maharani, 2015:11) menyebutkan bahwa gaya hidup konsumtif dapat mendorong seseorang untuk menginginkan sesuatu secara instan dan cepat. Konsumerisme disadari sudah menjadi budaya dan menjurus menjadi penyakit sosial yang berpotensi menciptakan masyarakat yang individualis dan materialistis bahkan mengarah ke arah hedonisme.

Maharani (2015:82) menyimpulkan bahwa gaya hidup konsumtif membuat manusia terus-menerus mengejar dan mencari kenikmatan maupun kepuasan, namun yang dikejar merupakan sesuatu yang tanpa batas, sehingga yang terjadi pada akhirnya bukan kenikmatan dan kepuasan melainkan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesengsaraan seperti rasa ketidakbahagiaan, kekecewaan dan keluh kesah dalam kehidupan seorang yang konsumtif. Pola hidup yang di anut masyarakat saat ini, bagi Epikuros merupakan

(17)

suatu hal yang kurang patut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Epikuros, tercapainya tingkat kepuasan tertinggi bukan dari pencarian kenikmatan melainkan dari sebuah kondisi yang netral, damai, dan terlepas dari rasa sakit yang timbul dari hasrat yang tidak terpuaskan atas nafsu untuk memuaskan keinginan yang tak kunjung habis.

D. Landasan Teori

Etika merupakan suatu penyelidikan filsafat dalam bidang moral tentang kewajiban manusia tentang yang baik dan yang buruk. Etika didefinisikan sebagai filsafat tentang bidang moral. Sifat dasar etika adalah sifat kritis. Etika dapat mengantar seseorang pada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional untuk membentuk pendapatnya maupun bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertanggungjawabkannya sendiri (Zubair, 1990:9-10).

Etika maupun moralitas memiliki sebuah konsep minimum dalam membimbing tindakan seseorang dengan cara menggunakan akal yaitu dengan melakukan apa yang terbaik menurut akal, kemudian dengan memberikan penilaian yang sama menyangkut kepentingan tiap individu yang akan dikenai dampak dan akibatnya dari tindakan yang dilakukan (Rachels, 2004:40).

Di era globalisasi seperti saat ini, berbagai ideologi baru bermunculan seiring dengan gelombang modernisasi dan daya transformasi temasuk munculnya konsumerisme yang menciptakan budaya konsumtif pada masyarakat. Etika berperan agar masyarakat tidak terlalu mudah tergoda oleh daya tarik ideologi-ideologi baru namun juga tidak serta-merta menolak nilai-nilai baru yang

(18)

ditawarkan dalam ideologi-ideologi yang baru itu hanya karena alasan masih baru atau belum terbiasa (Sinuor, 2010:10).

Terdapat tiga jenis teori etika normatif yang terkemuka. Tiga teori tersebut adalah hedonisme, pengembangan diri, dan utilitarisme. Ketiga teori tersebut, baik dalam cara pendekatan maupun dalam bobot etisnya cukup berbeda satu sama lain, namun ketiganya bersatu dalam satu anggapan yakni tujuan kehidupan manusia adalah kebahagiaan, dengan demikian, prinsip dasar bagi segala tindakan manusia ialah agar tercapainya kebahagiaan (Suseno, 1987:113).

Aliran hedonisme mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan. Mereka berfikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi, namun kesenangan bukan merupakan suatu perasaan subyektif belaka tanpa acuan obyektif apapun sebab, kesenangan sesungguhnya ialah pantulan subyektif dari suatu obyektif (Bertens dalam Utami, 2010:11).

Epikuros adalah seorang filsuf yang hidup pada 341 sampai dengan 271 sebelum Masehi. Pemikiran Epikuros hampir sama dengan para filsuf lain di zamannya yakni berkutat pada bidang agama, fisika, kosmologi, epistemologi dan etika. Epikuros merupakan filsuf zaman Hellenis dan dikenal sebagai filsuf tentang kebahagiaan yang merupakan pangkal pemikiran Aristoteles tentang

eudaemonisme. Tujuan hidup menurut Epikuros adalah hedone, yaitu kenikmatan.

Bagi Epikuros, kenikmatan adalah sesuatu yang bernilai tinggi di dalam diri manusia. Kenikmatan yang sesungguhnya dapat dicapai dengan menjadi ataraxia, yakni ketenangan badan, pikiran, dan jiwa. Dengan demikian, kenikmatan dapat

(19)

dicapai apabila batin dalam keadaan tenang dan badan dalam keadaan sehat (Hadiwijono, 1980:56).

“Epicurus is as much as any philosopher a product of his age, and the essentials of his thought, as well as the appeal of the life style which he advocated, can be understood only with reference to the political, social, and intellectual forces which distinguish the Hellenistic from the Classical era.” (Jones, 1992:1)

Epikureanisme merupakan ajaran etika yang berasal dari Epikuros. Epikureanisme berkembang menjadi salah satu aliran etika yang mengejar kesenangan mirip dengan hedonisme. Epikureanisme memuja kesenangan seperti hedonisme dan beranggapan bahwa kesenangan merupakan kebaikan yang pertama dan utama. Kesenangan dipandang menjadi awal dan akhir, A-Z hidup bahagia dan terberkati (Mangunhardjana, 1997:83). Berpegang pada pengertian kesenangan sebagai bebas dari rasa sakit dan kekacauan jiwa, para penganut epikureanisme menabukan rasa iri, ambisi, cinta yang terlalu berpusat pada unsur fisik karena rasa-rasa itu mengacaukan hati, dan juga menjauhkan diri dari keterlibatan di bidang politik dan urusan-urusan kemasyarakatan karena banyak mendatangkan ketegangan dan stress. Dalam praktek hidup, para penganut epikureanisme hanya memanfaatkan hal-hal yang perlu saja. Oleh karena itu, kehidupan mereka memberi suatu kesan atas kehidupan yang sederhana (Mangunhardjana, 1997:83).

Epikuros dalam suratnya yang ditujukan kepada Menoeceus menegaskan batasan yang menurutnya cukup untuk sebuah hidup yang bahagia ialah tubuh yang sehat dan jiwa yang damai.

(20)

“The necessary desires are for health of body and peace of mind; if these are satisfied, that is enough for the happy life” (Epicurus, Letter

to Menoeceus)

Bagi Epikuros, tujuan hidup bukan kesenangan melainkan suatu kedamaian. Kesenangan intelektual lebih baik karena lebih tahan lama, tetapi manusia tidak merasa cukup tanpa kesenagan-kesenangan inderani. Orang bijaksana mengatur hidupnya sedemikian rupa sehingga dapat mencapai kesenangan-kesenangan sebanyak-banyaknya dan kesedihan sedikit-dikitnya. Manusia harus belajar membatasi keinginan-keinginan dalam batas yang dapat memuaskannya karena sesuatu adalah baik apabila menambah kesenangan dan buruk apabila mengurangi kesenangan (Poespoprodjo, 1998:60-61).

E. Metode Penelitian 1. Bahan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan refleksi filosofis tentang situasi aktual terkait gaya hidup pada masyarakat modern yakni kegiatan makan di luar atau Eating Out (Bakker & Zubair, 1990:107). Sumber data pada penelitian ini ialah buku-buku kepustakaan terkait tema penelitian yakni kesenangan terhadap gaya hidup masyarakat modern dalam hal mengkonsumsi makanan yang dilakukan di luar rumah dan dipandang berdasarkan sudut pandang etika.

Data yang terkumpul kemudian dikualifikasi menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder (Kaelan, 2005:148-149).

(21)

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yakni buku-buku yang secara langsung berkaitan dengan objek material maupun objek formal penelitian. Literatur yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini antara lain:

- Objek Material

1) Warde, Alan & Lydia Martens. 2003. Eating Out : Social Differentiation,

Consumption and Pleasure. Cambridge: Cambridge University Press.

- Objek Formal

1) Epicurus, Letter To Menoeceus (http://www.philosophicalgarden.com) 2) O’Keefe, Tim. 2010. Epicureanism. New York: Routledge.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber pustaka lain terkait tema yang digunakan peneliti untuk melengkapi data primer. Sumber data sekunder diperoleh dari buku, jurnal, artikel maupun pustaka digital (internet) yang berhubungan dengan objek material maupun objek formal penelitian.

2. Langkah Penelitian a. Pengumpulan Data

Penelitian diawali dengan mengumpulkan data-data berupa literasi pustaka seperti buku, artikel, jurnal, maupun laporan penelitian terkait objek penelitian yang dikaji baik objek material maupun objek formal, yaitu tentang konsumsi, gaya hidup, aktivitas makan di luar, etika hedonisme Epikuros dan lain sebagainya.

(22)

b. Pengolahan Data

Data-data yang terkumpul diklasifikasi berdasarkan objek formal dan objek material sesuai pengelompokan data primer maupun data sekunder dan diolah berdasarkan uraian permasalahan dalam penelitian yakni tentang unsur hedonisme dalam gaya hidup makan di luar berdasarkan sudut pandang etika hedonisme Epikuros.

c. Penyelesaian

Peneliti menyelesaikan penelitian dengan menganalisis secara menyeluruh dan memberi evaluasi kritis tentang esensi filosofis dalam gaya hidup makan di luar yang tidak sesuai dengan ajaran etika hedonisme Epikuros sehingga menghasilkan pemaparan yang kritis dan objektif ke dalam bentuk laporan yang sistematis dan ilmiah.

3. Analisis Data

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan unsur-unsur metodologi penelitian yang mengacu pada metode analisis data kepustakaan tentang masalah faktual yakni sebagai berikut (Kaelan, 2005:297-299):

a. Verstehen

Metode verstehen digunakan pada tahap pengumpulan data pustaka terkait gaya hidup makan di luar dengan pemahaman secara simbolik terhadap unsur hedonis dan peran sosial yang menjadi suatu permasalahan etis.

b. Interpretasi

Metode interpretasi digunakan peneliti untuk mendalami dengan jelas makna filosofis tentang unsur hedonisme dalam gaya hidup makan di luar berdasarkan data yang diperoleh terkait tema penelitian.

(23)

c. Hermeneutika

Metode hermeneutika digunakan untuk menafsirkan unsur hedonis berupa kesenangan yang membawa manusia pada sifat konsumtif maupun peran lingkungan sosial dalam gaya hidup makan di luar berdasarkan literasi pustaka terkait tema penelitian yang kemudian disesuaikan dengan konsep etika hedonisme Epikuros.

d. Heuristik

Metode heuristik digunakan untuk menemukan sudut pandang baru tentang gaya hidup makan di luar yang selama ini dilakukan oleh masyarakat modern sebagai suatu hiburan dan kesenangan. Selanjutnya peneliti memberikan evaluasi kritis tentang unsur hedonis maupun peran sosial yang tidak sesuai dengan ajaran Epikuros.

F. Hasil yang Dicapai

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini ialah mampu menjawab persoalan yang terdapat dalam rumusan masalah, yakni memperoleh uraian tentang analisis unsur hedonisme dalam gaya hidup makan di luar pada masyarakat modern menurut ajaran Etika Epikuros.

G. Sistematika Penelitian

Penelitian ini akan disusun ke dalam lima bab, yakni sebagai berikut:

BAB I akan memuat pendahuluan yang menjabarkan latar belakang dari dilakukannya penelitian ini, kemudian rumusan masalah yang hendak dijawab dalam pelaksanaan penelitian, keaslian penelitian, manfaat dan tujuan penelitian,

(24)

tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang digunakan, hasil yang dicapai, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi uraian pembahasan tentang objek material penelitian, yakni Gaya Hidup Makan Di Luar Sebagai Kesenangan Dalam Masyarakat Modern. Pembahasan disusun ke dalam beberapa sub-bab sebagai upaya mengkaji secara terperinci dan sistematis dan berisi tentang pembahasan tentang Sub-bab ini terdiri dari a) Sejarah dan Definisi Kegiatan Makan Di Luar; dan b) Tujuan Kegiatan Makan Di Luar.

BAB III berisi uraian objek formal penelitian yakni Etika Hedonisme Epikuros secara terperinci. Kemudian pembahasan disusun menjadi tiga subbab bahasan sebagai upaya mengkaji secara spesifik dan sistematis. Sub-bab ini terdiri dari a) Ruang Lingkup Etika; b) Latar Belakang Pemikiran Epikuros; dan c) Ajaran Etika Hedonisme Epikuros.

BAB IV berisi uraian hasil Analisis Kritis Gaya Hidup Makan Di Luar Ditinjau Melalui Etika Epikuros yang terdiri dari tiga subbab, yakni a) Gaya Hidup Makan Di Luar Dalam Kritik Hedonisme Epikuros; b) Etika Epikuros Sebagai Alternatif Bagi Masyarakat Modern Terhadap Gaya Hidup Makan Di Luar; dan c) Refleksi Kritis Terhadap Gaya Hidup Hedonis Masyarakat Modern.

BAB V berisi kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Gambar

Tabel 1.1 Perkembangan Usaha Restoran / Rumah Makan Berskala Menengah dan Besar Di Pulau  Jawa & Bali Tahun 2007-2011
Tabel 1.3 Jumlah Restoran di Indonesia Menurut Jenis Makanan yang Disajikan

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Pada kawasan yang sudah banyak menggunakan bahan bangunan berat, penambahan bahan bangunan berat justru menaikkan temperatur udara rata-rata, tetapi pada kawasan yang masih sedikit

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Permasalahan yang dihadapi dalam melakukan pembuatan mesin mesin kantong plastik dengan aplikasi tali pengikat adalah perlu dilakukan uji coba saat pembuatan mesin yang

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya