• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN FUNGSI MOTOR PADA PENDERITA HIPERTENSI (KAJIAN BIOMOLEKULER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GANGGUAN FUNGSI MOTOR PADA PENDERITA HIPERTENSI (KAJIAN BIOMOLEKULER)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

GANGGUAN FUNGSI MOTOR PADA PENDERITA HIPERTENSI

(KAJIAN BIOMOLEKULER)

Darwin Amir* ABSTRACT

Introduction: Hypertension as a risk factor for cerebrovascular disease has long been recognized. Incidence rates of this degenerative disease tended to increase, and according to the WHO, hypertension is a pandemic health problems which impacted on morbidity and mortality. At the stage of pre-pathogenesis of CVD’s complications, hypertension has affected various functions such as cognitive function, executive function and motor control and speed.

One hypothesis states that long standing hypertension will cause hypoperfusion and ischemic damage in the brain. This situation resulted in elevated levels of glutamate in terminals pre synaptic and accumulation of glutamate at post synaptic. This situation causes excitetoxicity that damaged neurons (delayed neuronal death). Theoretical framework states that hypertension is a sustainable effect of oxidative stress in the inner walls of blood vessels (endothelium) to form free radicals (peroxyinitrat, superoxide, and nitric oxide or NO) with all the consequences. Interconnection between oxidative stress, inflammation and hypertension is mediated by deficiency of nitric oxide (NO). Effects of oxidative stress is damaged of molecules, including DNA, proteins and lipids. Between oxidative stress and hypertension have mutual interaction, which are cumulative, hypertension increases oxidative stress and on the other way oxidative stress also causes hypertension.

In neurons and glia in the brain occur synthesis and metabolism of glutamate. Glutamate is then stored in synaptic vesicles that release at the terminal pre synaptic influenced by Ca2 +. The role of glutamate as a rapid action neurotransmitter on "ligand gated" ion channel which is then released from vesicles that produce excitatory postsynaptic potential (epsp) and activate AMPA and NMDA receptors.

Glutamate is involved in physiological processes in the process of learning, memory and motricity. Glutamatergic pathway that discovery in the central nervous system, especially in epilepsy and organic brain damage and also on the dominant axis of glutamate in system desendent. As a result of prolonged hypertension resulted in reduction in cerebral blood flow area (hypoperfusion), tends to cause cerebral dysfunction (hypertension-related dysfunction) due to ischemic damage in substansia alba, which is known as white matter lesion (WML) or leukoaraiosis. WML’s have been postulated to increase the risk of gait decline possibly by affecting motor control and significantly slower performance on a task of cognitive flexibility and sensorimotor ability. Keywords: Hypertension, molekuar aspect, motor function

ABSTRAK

Hipertensi sebagai faktor resiko penyakit serebrovaskuler (CVD) sudah lama dikenal. Penyakit degenerative ini angka kejadiannya cenderung meningkat, dan menurut WHO, hipertensi sudah merupakan masalah kesehatan yang bersifat pandemik sehingga berdampak pada morbiditas dan mortalitas.

Dalam fase pra-patogenesis sebelum terjadinya komplikasi CVD, hipertensi telah mempengaruhi berbagai fungsi seperti fungsi kognitif, fungsi eksekusi serta kontrol motor dan kecepatan.

Suatu hipotesis dikemukakan bahwa hipertensi yang berlangsung lama (longstanding hypertension) akan menimbulkan hipoperfusi dan kerusakan iskhemik diotak. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan kadar glutamat pada terminal presinaptik dan terjadi penumpukan glutamat postsinaptik. Keadaan ini menyebabkan eksitotoksisitas sehingga merusak neuron (delayed neuronal death).

Landasan teoritis adalah bahwa hipertensi telah menimbulkan efek berkelanjutan mulai dari terjadinya stres oksidatif didinding pembuluh darah, sehingga terbentuk radikal bebas (superoksida, peroksinitrat dan defisiensi nitrit oksida atau NO) dengan segala konsekwensinya. Terjadi interkoneksi antara stres oksidatif, inflamasi dan hipertensi yang diperantarai oleh defisiensi nitrit oksida (NO). Konsekwensi stres oksidatif adalah menimbulkan kerusakan molekul termasuk DNA, protein dan lipid. Antara stres oksidatif dan hipertensi terjadi interaksi timbal balik yang bersifat kumulatif, yakni hipertensi meningkatkan stres oksidatif dan sebaliknya stres oksidatif juga menyebabkan hipertensi.

Pada neuron dan glia diotak terjadi sintesa dan metabolism glutamat. Glutamat ini kemudian disimpan dalam vesikel sinaptik yang pelepasannya pada terminal presinaptik dipengaruhi oleh Ca++ . Peran glutamat sebagai

neurotransmitter bekerja cepat pada saluran ion ‘ligand gated’ yang kemudian dilepas dari vesikel menghasilkan excitatory postsynaptic potential (epsp) dan diaktifkannya reseptor AMPA dan NMDA.

(2)

Glutamat terlibat dalam proses fisiologik pada proses pembelajaran, memori dan motrisitas. Ditemukannya jalur glutamatergik dalam sistem saraf pusat terutama pada epilepsi dan kerusakan otak organik dan juga pada jaras glutamat yang dominan pada sistem desenden. Akibat hipretensi yang berlangsung lama mengakibatkan penurunan ADO regional (hipoperfusi) yang cenderung mengakibatkan disfungsi serebral (hypertension related dysfunction) akibat kerusakan iskhemik pada substansia alba yang dikenal dengan leukoaraiosis.

Kata kunci: fungsi motor, hipertensi, kajian molekular

*Bagian/SMF Ilmu Penyakit SarafFK Universitas Andalas/RS DR. M. Djamil,Padang

PENDAHULUAN

Penyakit degeneratif yang banyak diderita orang dewasa saat ini adalah hipertensi, yang angka kejadiannya cenderung meningkat. Menurut WHO, hipertensi sudah merupakan masalah kesehatan bersifat pandemik yang mempengaruhi tingginya angka morbiditas, maupun mortalitas. Di Asia Pasifik dan Asia Tenggara, prevalensi hipertensi 5 – 47% pada laki laki dan 7 – 38% pada wanita (1). Insiden hipertensi lebih tinggi lagi karena meningkatnya obesitas dan sindroma metabolik (1,2). Dari yang didiagnosa, baik di AS maupun Kanada yang mendapat pengobatan hanya 39% - 87%, dan yang terkontrol hanya 16% - 52% dan 23% yang mendapat pengobatan, tidak terkontrol dengan baik (2,3). Yang mengherankan adalah 19% dari padanya tidak mendapat pengobatan dan 42% tidak peduli dengan penyakit hipertensi yang dideritanya (3).

Di Indonesia, kejadian hipertensi cenderung meningkat. Penelitian epidemiologi deskriptif angkanya bervariasi diberbagai tempat. Terendah dipedalaman Lembah Baliem, Papua (0,65%), dan tertinggi di Sukabumi 28,6% (4). Monika (1991) melaporkan prevalensi di Jakarta 14,9%. Di Sumatera Barat, angkanya bervariasi dari 7,30% sampai 19,40% (4). Data nasional terakhir sekitar 35 juta penduduk Indonesia menderita hipertensi, bahkan kejadian hipertensi sudah ditemukan sejak usia remaja (5).

Hipertensi mempengaruhi kondisi seseorang dimana berbagai fungsi mulai menurun. Telah diteliti oleh Vardelho dkk (2007), bahwa pada perubahan substansia alba terkait usia (Age Related White Matter Change) pada 638 pasien, didapatkan hasil pada test global berbagai fungsi mulai menurun seperti fungsi kognitif, atensi, praksis visuokonstruksional, fungsi eksekusi, kontrol motor dan kecepatan. Disimpulkan bahwa perubahan pada substansia alba berhubungan erat dengan memburuknya penampilan pada penderita hipertensi (6). Ini merupakan dimensi tambahan pada penderita, karena selama ini dianggap bahwa hipertensi hanyalah sebagai faktor resiko terjadinya stroke, gagal jantung, gagal ginjal dan penyakit arteri koroner. Penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan tekanan darah, terutama sistolik, memunculkan pengaruh yang tidak kentara yang mempengaruhi kebebasan dan kemampuan fungsional penderita, karena terganggunya ketangkasan (7,8)

Walaupun penelitian hipertensi serta akibatnya pada gangguan fungsi motor telah banyak dilakukan oleh para peneliti, tetapi aspek molekuler gangguan fungsi motor belum banyak diungkapkan. Mengingat pentingnya mengetahui peran molekul tersebut dalam kontribusinya terhadap gangguan fungsi motor penderita hipertensi, maka penulis mencoba membahas peran molekul yang terlibat pada hipertensi. Tinjauan ini bermanfaat untuk mengetahui resiko dini dan pencegahan terhadap hipertensi yang mendahului terjadinya prapatogenesis stroke.

TINJAUAN PUSTAKA Hipertensi

Definisi: Hipertensi adalah suatu kondisi klinis dimana terjadinya peningkatan tekanan darah (TD) secara kronik. Hipertensi terjadi bila dijumpai tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg atau lebih, dan tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg atau lebih tinggi secara konsisten (9,10,11,12). Hipertensi bukanlah suatu penyakit tunggal, tetapi suatu sindroma dengan berbagai penyebab. (11,12)

Diklasifikasikan atas 1). Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial) dimana sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (95% penderita hipertensi). Karena tidak diketahui penyebabnya maka digolongkan dalam hipertensi idiopatik/ esensial.(10,11) 2). Hipertensi sekunder (Hipertensi

(3)

Simptomatis) adalah penyebab dan patofisiologinya diketahui. Penyebab yang terbanyak adalah penyakit ginjal (50%), koarktasio aorta, displasia fibromuskular dan kelainan hormonal (10,13)

Perjalanan Alamiah Hipertensi Primer.

Terjadinya hipertensi melalui beberapa tahapan menjelang terjadinya hipertensi stabil. Dimulai dari keadaan prehipertensi yang didahului oleh keadaan stress dan latihan fisik, kemudian diikuti dengan hipertensi dini dan berkahir dengan hipertensi stabil. Perkembangan ini bisa terjadi dalam waktu yang cukup lama. (10,13)

Perubahan Primer Pembuluh Darah pada Hipertensi

Perubahan dinding pembuluh darah berupa peningkatan permeabilitas kapiler dan agregasi trombosit akibat meningkatnya shear stress yang disebut dengan disfungsi endotel. (12)

Endotel

Endotelium vaskuler melapisi dinding pembuluh darah secara berkesinambungan dan memainkan peran vital dalam pengaturan fungsi vaskuler. Tanggap terhadap perubahan aliran darah (shear stress), regangan, berbagai bahan sirkulasi dan sebagai mediator inflamasi. Ia mengeluarkan regulator pertumbuhan bahan vasoaktif untuk perkembangan vaskuler pada berbagai penyakit. Bahan vasoaktif yang dihasilkan bekerja mengatur tonus vaskuler lokal, prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, nitrit oksida dan endotelin. (12) Perannya menghambat adhesi, agregasi platelet dan sel darah dan memelihara pembuluh darah berdilatasi agar terpeliharanya aliran darah. Satu dari bahan vasoaktif yang sangat kuat itu adalah nitrit oksida (NO). (11)

Sel endotel mengaktifan NO oleh molekul Ach yang berikatan dengan reseptor di sel endotel. Ikatan ini mengaktifkan Ca++ yang masuk. Ca++ berikatan dengan calmodulin dan menghasilkan NO sintase endotel (eNOS), yang merubah arginine plus oksigen menjadi citrulin dan NO. (11)

Disfungsi Endotel.

Adalah disfungsi fisiologis akibat proses biokimia yang terjadi pada lapisan endotel, pada permukaan dalam dinding pembuluh darah arteri dan vena. (13) Inflamasi berhubungan dengan disfungsi endotel dan pada gilirannya meningkatkan tekanan darah sekalipun pada tingkat prehipertensi (< 140/90 mmHg). C-Reactive Protein (CRP) sering digunakan sebagai marker inflamasi. Meningkatnya kadar serum marker lain termasuk IL-6 dan soluble intra celluler adhesion molecul - 1 (sICAM). Hipertensi mempunyai aksi proinflamasi berupa meningkatnya pembentukan H2O2 dan radikal bebas, yang mengurangi pembentukan NO oleh endotelium, meningkatnya perlengketan leukosit dan meningkatnya resistensi perifer. (11,14) Hipertensi memperlihatkan gangguan respon vasodilatasi terhadap rangsangan NO (biasanya asetilkolin). (14)

Komplikasi hipertensi Komplikasi umum.

Cenderung menimbulkan ‘premature disability’ dan rusaknya ginjal, mata dan sistem saraf pusat khususnya otak atau meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. (11) Ia melibatkan perubahan struktural pada resistensi arteriole berupa remodeling dan hipertropi. Perubahan yang sama juga terjadi pada semua pembuluh darah kecil dan arteriolosklerosis semua organ. Kerusakan terlihat pada hipertensi yang berlangsung lama (longstanding hypertension). Di saat yang sama tekanan darah yang tinggi akan mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh darah besar, (11,12), meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner 2 kali, stroke sekurang kurangnya 3 kali, gangguan pembuluh darah perifer 2 kali. (14) Aterosklerosis dan arteriolosklerosis merupakan konsekwensi sekunder dari hipertensi, baik hipertensi sistolik maupun hipertensi diastolik. (11)

Kerusakan pembuluh darah mempengaruhi perfusi jaringan, menurunnya aliran oksigen dan nutrisi serta meningkatnya penumpukan bahan toksik yang dihasilkan jaringan yang berakibat rusaknya integritas dan fungsional organ. (11,14)

Komplikasi spesifik.

Degenerasi otak akibat iskhemia dan hipoperfusi menimbulkan hipoksia jaringan otak. Hipoksia dan iskhemia ini menyebabkan menurunnya otonomi pengaturan regulasi aliran darah (15), yang dalam keadaan kronis menimbulkan kerusakan yang ireversibel sehingga timbul gangguan fungsi. (11,16) Berdasarkan berat dan lamanya hipertensi, mengakibatkan pengaruh terhadap pembuluh darah serebral.

(4)

Ini telah dibuktikan oleh Campistrous et al pada tikus Wistar Kyoto. Penelitian tersebut mendapatkan bahwa pada tikus hipertensi, pada skala molekuler terjadi gangguan pengaturan homeostasis kardiovaskuler dengan dijumpainya disfungsi mitochondria kompleks I, meningkatnya produksi ROS, menurunnya sintesa ATP dan terganggunya respirasi seluler pada otak dan batang otak. (21) Dengan demikian, pada penderita yang mengalami longstanding hypertension, terjadi penurunan aliran darah otak dan kerusakan kecil yang mengganggu integritas fungsi otak secara menyeluruh.

Reaktif Oksigen Spesies (ROS).

ROS dihasilkan dalam sel eukariosit dari oksigen selama respirasi pada metabolisme energi, atau sebagai respon berbagai rangsangan seperti iradiasi ultra violet (UV), sinar-X, iskhemia/reperfusi, sitokin inflamasi dan karsinogen kimia. ROS merubah keseimbangan potensi redoks dalam sel dan menyebabkan berbagai disfungsi seluler dan penyakit. (17,18)

ROS berasal dari oksigen (O2), senyawa yang diperlukan oleh semua organisme aerobik, termasuk manusia. Dihasilkan berupa superoksida (Oº2) dan hidrogen peroksida (H2O2) dalam proses metabolisme oksigen. ROS primer tubuh adalah superoksida yang dihasilkan dari pengurangan 1 elektron molekul oksigen.(19,20)

Superoksida

Hasil oksidasi proses transformasi energi metabolik dimitochondria, mempunyai efek samping terbentuknya senyawa radikal bebas pada oksidasi (Soewoto, 2001). Bila molekul dioksidasi dengan oksigen, oksigen itu sendiri akan mengalami reduksi dengan membentuk berbagai intermediet. (23,24) Reduksi oksigen memerlukan pengalihan elektron, yang ini tidak dapat terjadi sekaligus, tetapi dalam tahapan melibatkan pengalihan satu elektron . (24)

Radikal superoksida (Oº2) yang terbentuk didalam mitochondria, sangat reaktif dan berpotensi sebagai molekul sitotoksik yang menyerang, merubah sifat (denaturasi) atau memodifikasi molekul sekitarnya. Superoksida dengan cepat bereaksi dengan dan menginaktivasi NO, suatu peristiwa yang menjurus terbentuknya peroksinitrat dan mengurangi bio-availabilitas NO. (20)

Peroksinitrat

NO yang terbatas reaktivitas radikalnya berkombinasi dengan Oo

2 dan juga H2O2 untuk menghasilkan oksidasi yang tinggi, yakni suatu senyawa peroksinitrat non radikal.

2 + NO --- > ONOO‾

Bila diprotonasi, maka peroksinitrat jadi reaktif menjadi suatu Reaktif Nitrogen Spesies (RNS). RNS sangat ekstrim dan mampu menyerang, merubah sifat (denaturasi) dan merusak lipid, protein dan asam nukleat . (26) Peroksinitrat bereaksi dengan residu tyrosin dalam molekul protein untuk menghasilkan nitrotyrosine. Fenomena ini dapat mengubah fungsi dan struktur protein dan bercampur dengan jaras sinyal transduksi seluler yang melibatkan fosforilasi tyrosine.(20) Peroksinitrat meng-oksidasi beberapa molekul seperti sulfhydryl, tyrosine phosphate, zinc-thiolat dan iron-sulfur. Ia jauh lebih toksik dari radikal hidroksil yang lain atau N2O (nitrogen dioksida). (27) Bahan toksik ini merusak neuron, mengaktivasi sel mikroglial dan dilepasnya bahan sitotoksik peroksinitrat (ONOO-). Mekanisme inflamasi ini menimbulkan cedera neuron, yang pada gilirannya meningkatkan respon inflamasi. Peroksinitrat (ONOO-) banyak terbentuk selama terjadinya eksitotoksisitas glutamat dan disfungsi mitochondria seperti pada penyakit Parkinson, ALS dan penyakit neurodegeneratif lainnya. Hiperaktivitas neurotransmisi glutamat menyebab kan meningkatnya Ca++ intraseluler yang mengaktifkan jaras tergantung kalsium (Ca) yang dapat menghasilkan baik ROS maupun NOo dan konsekwensinya terbentuk ONOO- (48)

Stres Oksidatif

Adalah keadaan terjadinya gangguan keseimbangan yang serius antara produksi ROS/RNS dan pertahanan antioksidan. Keadaan ini menimbulkan potensi kerusakan yang disebut dengan oxidative damage. (23)

Secara prinsip, stres oksidatif merupakan hasil dari; a). Berkurangnya antioksidan. Yaitu enzim pertahanan antioksidan tubuh seperti CuZnSOD, MnSOD atau glutathion peroksidase. Ini terjadi pada antioksidan dan konstituen diet esensial lainnya yang mengalami deplesi, yang dapat menimbulkan stres oksidatif. b). Meningkatnya produksi ROS/RNS. Meningkatnya penggunaan oksigen dan metabolisme

(5)

toksin, akan menghasil kan ROS/RNS. Ini terjadi karena meningkatnya aktivasi alami sistem ROS/RNS, seperti aktivasi yang tidak tepat dari sel fagosit pada penyakit inflamasi kronik. (23,24)

Konsekwensi Stres Oksidatif.

Stres oksidatif dapat menimbulkan adaptasi atau cedera sel (cell injury).

a. Adaptasi. Sel biasanya mentoleransi stres oksidatif ringan, yang sering terjadi pada sintesa sistem pertahanan antioksidan untuk memperbaiki keseimbangan oksidan/ antioksidan. Misalnya jika tikus dewasa secara bertahap diaklimatisasi untuk meningkat kan kadar oksigen, ia dapat mentoleransi oksigen murni lebih lama dari pada tikus kontrol, yang muncul karena meningkatnya sintesa antioksidan paru. (23)

b. Cedera sel. Didefiniskan sebagai hasil rangsangan fisik atau kimia, baik karena berlebih atau kekurangan sementara atau permanen yang merubah homeostasis sel tersebut. Stres oksidatif menyebabkan kerusakan pada semua jenis biomolekul, termasuk DNA, protein dan lipid (peroksidasi lipid). Target seluler primer dari stres oksidatif beragam tergantung pada sel, jenis stres yang mendasari dan seberapa berat stres yang terjadi . (23)

Stress Oksidatif dan Hipertensi

Terdapat interkoneksi antara stres oksidatif, inflamasi dan tingginya tekanan darah. (25) Ketidak seimbangan H2O2 dan produksi NO menyebabkan berkurangnya vasodilatasi yang makin lama akan terjadi hipertensi. (26) Stres oksidatif meningkatkan tekanan darah melalui beberapa mekanisme. 1). Stres oksidatif membatasi bioavailabiltas NO pada jaringan dan organ yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Berkurangnya ketersediaan NO akibat stres oksidatif pada jaringan vaskuler meningkatkan resistensi vaskuler sistemik.(27,28) 2). ROS menyebabkan oksidasi nonenzimatik asam arachidonat pada lipoprotein dan sel membran fosfolipid, yang menjurus pembentukan produk proinflamasi vasokonstriksi seperti isoprostan. Oksidasi asam arachidonat ini berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah, komplikasi ginjal dan kardiovaskuler. (27) 3). ROS meningkatkan tonus otot polos vaskuler dengan meningkatnya kadar kalsium ion sitoplasma. (27,28) 4). Stres oksidatif memfasilitasi cedera endotel dan disfungsi yang dapat menyokong berkembangnya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. (28)

Hipertensi meningkatkan Stress Oksidative pada dinding arteri

Aterosklerosis dan hipertensi sama sama meningkatkan stres oksidative pada dinding pembuluh darah. Telah dibuktikan pada binatang percobaan, dimana pada hipertensi dan hiperlipidemia meningkatkan ekspresi enzim pemusnah antioksidan arteri. Hipertensi menyebabkan adhesi leukosit, penumpukan makrofag, migrasi sel otot polos dan proliferasi serta penebalan tunika intima. Dengan demikian, hipertensi akan mem -permudah berkembangnya aterosklerosis yang secara oksidatif dapat menekan (stress) dan mencederai endotel. (30,31)

Di-otak, hipertensi berhubungan dengan terjadinya cedera ringan pada neuron. Kerusakan ini menginduksi ketidak utuhan blood brain barrier (BBB) dan reaktif astrositosis melalui hiporperfusi dan mencetuskan neurodegeneratif yang menyerupai kerusakan akibat hipoperfusi serebral. Akibatnya terjadi kerusakan pada daerah tertentu (selected brain area) seperti korteks serebri, hipokampus, sebagai konsekwensi dari terganggunya permeabilitas sawar darah otak. (32)

Glutamat

Neurokimia Glutamat.

Glutamat dan aspartat adalah asam amino non essensial yang tidak melewati sawar darah otak. Disintesis dari glukosa dan berbagai prekursor lain. Sintetis dan metabolisme glutamat dan aspartat terdapat pada dua kompartimen utama otak yaitu neuron dan sel glia. Disimpan dalam vesikel sinaptik neuron dan dilepaskan dari vesikel pada terminal presinaptik terutama oleh pengaruh Ca++. Kadar glutamat dalam vesikel berkisar sekitar 45 mmol/L . (33)

Glutamat Sebagai Neurotransmiter

Pembukaan gerbang pengikat (ligand gated) saluran ion dalam proses komunikasi antar neuron sangat berperan dalam transmisi cepat (fast transmission). Melalui saluran ion yang terbuka ini, terjadi aliran ion sehingga menghasilkan aksi potensial postsinaptik pada membran postsinaptik. Ion ini dengan

(6)

mudah berubah (hancur atau hilang) dengan berjalannya waktu dan jarak, begitu ia menyebar pada permukaan membran neuron. Potensial postsinaptik ini berperan sebagai eksitasi dan inhibisi. (34,35)

Neurotransmiter bekerja cepat pada saluran ion ‘ligand-gated’. Perubahan potensial membran yang terjadi dalam beberapa detik dan kembali kepotensi istirahat dalam tempo 10 detik. Ini disebut dengan fast neurotransmitter. Perubahan potensial membran postsinaptik menghasilkan potensial postsinaptik. Potensial ini hanya beramplitudo beberapa milivolt. Menyebar secara pasif pada membran plasma neuron, dan ukurannya akan berkurang begitu ia keluar dari membran postsinaptik. (36) Pelepasan glutamat dari vesikel, menghasilkan excitatory postsynaptic potential (EPSP) dan diaktifkannya reseptor AMPA. Pelepasan ini dikontrol oleh reseptor presinaptik yang tersebar luas. (33)

Depolarisasi EPSP dan kombinasinya dengan transmitter-receptor disebut sebagai excitatory. Transmiter eksitatori cepat yang utama adalah glutamat dan asetilkholin. (36) Glutamat terlibat dalam proses fisiologik pada pembelajaran, memori dan motrisitas. Kebanyakan transmisi cepat glutamat melalui reseptor AMPA / kainat yang memiliki struktur tetramer. Daerah salurannya menyerupai saluran K+, tetapi sebelah dalamnya berlatar membran . (35,37) Umumnya reseptor AMPA permeabel terhadap Na+ dan K+ dan juga Ca2+. Reseptor NMDA penting karena keterlibatannya dalam pembelajaran, memori dan kondisi neuropatologis termasuk pada epilepsi dan stroke. Ia memerlukan glisin sebagai ko-agonis dan berikatan dengan Zn2+ , poliamin dan beberapa jenis obat . (33,36)

Jaras Glutamatergik Utama

Otak manusia berisi sekitar 1011–1012 neuron, didukung dan dilindungi oleh sekurang kurangnya dua kali jumlah neuron yaitu oleh sel neuroglia (termasuk mikroglia, astrosit dan oligodendroglia). (23,33,34) Jalur glutamatergik telah ditemukan dalam beberapa proses dalam sistem saraf seperti pada epilepsi, kerusakan otak organik dan proses pembelajaran dan jalur ini berperan penting dalam perkembangan hubungan sinaps normal di otak. Selama ini studi tentang fungsi reseptor asam amino eksitatorik didominasi oleh pendekatan elektrofisiologis sampai tingkat molekuler yang mengungkapkan urutan dari kelompok besar dan heterogen dari reseptor ini. (36)

Pada otak normal ada beberapa jaras yang didominasi oleh glutamat, yakni; sel piramid kortikal serebral pada jaras kortiko-kortikal, jaras kortikopontin-serebeler, jaras antara talamus dan korteks. (39,40) Glutamat Sebagai Penyebab Eksitotoksisitas.

Glutamat adalah neurotransmiter yang paling penting dalam otak, tetapi juga pembunuh neuron terbesar (the biggest killer). (36) Glutamat adalah neurotoksin yang kuat menyebabkan terjadinya kematian neuronal toksik pada neuron post sinaptik. Fenomena ini disebut dengan eksitotoksisitas dan terjadi sebagai konsekwensi dari aktivasi yang kuat dan berlangsung lama dari reseptor glutamat post sinaptik. Patofisiologi beberapa penyakit neurologi baik akut maupun khronis berkaitan dengan eksitotoksisitas ini. (2)

Glutamat tersimpan dalam jumlah besar pada sinaps neuron, kemudian dilepas pada keadaan eksitasi. Bila glutamat dalam jumlah yang sama diinduksikan pada neuron yang diisolasi, maka ia akan mati dalam beberapa menit. Pada rasio metabolik yang tinggi di otak memerlukan suplai oksigen dan glukose yang terus menerus. Aktivitas neuron akan menurun jika aliran darah melambat (iskhemia, hipoperfusi dan hipoksia) dan berhenti dalam beberapa detik sehingga kerusakan permanen akan terjadi dalam beberapa menit. Keadaan yang rawan adalah bila neuron tidak dapat menghasilkan ATP yang cukup memelihara kerja pompa ion, maka akan terjadi depolarisasi membran dan masuknya Ca2+ kedalam sel. (33,37)

Kadar glutamat dan afinitasnya pada beberapa organ Perkiraan kadar Glutamat pada;

Cairan Serebro Spinalis <1 µmol/L

Cairan Ekstra Seluler Otak 0,5-2 µmol/L

Plasma 30 – 100 µmol/L

(7)

Otak (homogenate) 10 mmol/L

Vesikel sinap. 100 mmol/L

”Afinitas” (ED50). GLT-1 1 – 20 µmol/L NMDAH 2,5 – 3 µmol/L mGluR2,3,4,8 5 µmol/L mGluR1,5 10 µmol/L AMPAR 200 – 500 µmol/L mGluR7 1000 µmol/L

Hal ini akan mencetuskan pelepasan glutamat pada sinaps dan menyebabkan depolarisasi neuron. Meningkatnya Ca2+ intraseluler menyebabkan lebih banyak lagi glutamat dilepaskan. Pada keadaan ini terjadi apa yang disebut kebocoran seluler glutamat. (20,31)

Pada iskhemia dan hipoperfusi terutama pada hipertensi, sel neuron akan mengalami delayed neuron death (DND). DND terjadi tidak langsung akibat kekurangan oksigen saja tetapi karena eksitotoksisitas. Konsentrasi oksigen berkurang dan menyebabkan neuron mensekresikan glutamat dalam jumlah yang berlebihan dan mengaktifkan reseptor glutamat sehingga menimbulkan influks ion Kalsium yang akan membunuh sel dengan mencetuskan apoptosis. (36) Bila glutamat mencapai kadar yang tinggi, maka ia akan membunuh neuron secara berlebihan, suatu proses eksitotoksisitas . (36,39)

Eksitotoksisitas telah berimplikasi terhadap beberapa penyakit neuro-degeneratif pada manusia seperti pada ALS dimana terjadi kematian neuron spinal secara perlahan lahan dan penyakit Alzheimer dimana neuron serebral juga mati secara perlahan lahan . (36,37)

Fungsi Motor

Fungsi motor dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup pada umumnya adalah: ”life of external relation” (Sherrington). Begitu pentingnya kehidupan dengan dunia luar, banyak moralis mengatakan bahwa bagi manusia ’mahkota kehidupan adalah action bukan gagasan’. Dengan menggerakkan sesuatu maka manusia dapat mewujudkan sebuah hasil kebudayaan, dan satu satunya yang menjalankan adalah fungsi motor. (40)

Perilaku manusia diwujudkan oleh adanya gerakan. Dengan fungsi motor maka tubuh mampu mencapai objek disekitarnya, memelihara postur dan posisi, serta mengkoor -dinasikan semua gerakan sehingga tercapai tujuan. Kontrol gerakan dan postur dicapai dengan penyesuaian tingkat kontraksi otot skeletal dimana mekanisme kontrol memerlukan informasi secara terus menerus berdasarkan rangsangan yang terjadi diperifer. (39)

Komponen utama pengatur fungsi motor

Di-otak, sistem motor diatur oleh 2 jaras desenden yang terdiri dari traktus piramidalis dan traktus ekstrapiramidalis yang sebagian besar komposisinya berasal dari substansia alba (white matter) serebrum. Jaras ini fungsinya berbeda, yang satu bersifat eksitasi (traktus piramidalis) dan satu lagi bersifat inhibisi (traktus ekstrapiramidalis). Dalam keadaan normal keduanya bersinergis sehingga terjadi gerakan motorik yang harmonis. Jaras ini terdiri atas kelompok yang berbeda menurut lokasi berakhirnya di medula spinalis, yaitu jaras ventromedial berakhir di neuron motorik ventromedial, mensyarafi otot bagian proksimal anggota gerak dan keseimbangan dan jaras dorsolateral berakhir pada bagian dorsolateral dan substansia nigra yang mempengaruhi neuron motorik yang mengontrol otot distal ekstremitas dan kontrol halus yang diperlukan untuk manipulasi objek untuk jari dan tangan . (40)

Meningkatnya usia, terjadi pula perubahan otak terutama di substansia alba (white matter = WM), ruangan cairan serebro spinal (CSF) dan ganglion basalis. Perubahan ini sering terjadi didaerah substansia alba didaerah periventrikuler, kortikal dan subkortikal. Gambaran hiperintens substansia alba pada pemeriksaan imajing adalah marker non-spesifik dari kondisi neuropatologik. Bintik lesi hiperintens substansia alba periventrikuler lebih banyak dijumpai pada pasien dengan hipertensi, dan orang yang (Tabel. Glutamate as a Neurotransmitter in the Brain(Meldrum. 2000)

(8)

mempunyai faktor resiko vaskuler atau pada hidrosefalus tekanan normal (normal pressure hydrocephalus = NPH). (41,42)

Lazzarino, Nicolai dan Valessi (1990) melaporkan bahwa ada hubungan antara hipertensi arterial dengan terjadinya leukoaraiosis (p < 0,003). Dikemukakan juga bahwa tidak ada kejelasan apakah terjadinya leukoaraiosis akibat dari terbentuknya konfluens dari beberapa infark lakunar. Namun demikian mereka menyimpulkan bahwa rarefaction pada substansia alba berhubungan dengan hipertensi arterial. (43,44)

Hierrarchie area secara fungsional, dibedakan atas ’final output’ dari SSP sampai ke-otot efektor alfa motor neuron yang disebut dengan lower motor neuron dikornu ventralis medula spinalis dan nukleus motorik batang otak. Output ini menurut Sherrington dikenal dengan final common pathway. Jaras desenden berasal dari area motor korteks serebri dan batang otak. Neuron motorik kortikal membentuk traktus kortikospinalis yang disebut dengan direct activation pathway. Fungsinya mengontrol gerakan halus dan terampil dari bagian distal anggota gerak terutama ujung jari. (39,40) Aktivitas yang terjadi pada direct activation pathway diperantarai oleh, neuro -transmitter glutamate yang berfungsi eksitasi. Apabila terjadi kerusakan pada direct activation pathway ini akan terjadi kelemahan dan berkurangnya ketangkasan, serta hilangnya gerakan yang disadari (voluntary movement), gerakan halus dan gerakan terampil. Sedangkan aktifitas yang terjadi pada final common pathway yang berada dibawah kontrol direct activation pathway, neurotransmitter yang berperan adalah acetylcholine yang dilepas oleh terminal saraf motor. Terputusnya persarafan otot ini akan menyebabkan atropi otot dan terjadinya redistribusi reseptor nicotin disepanjang membrane. (45)

Terganggunya kemampuan berjalan dan berkurangnya kelincahan merupakan suatu marker dari disabilitas dan perkembangan suatu penyakit yang menyerang jaras glutamatergik dan ini merupakan ukuran yang penting dari suatu pengukuran, pengobatan dan rehabilitasi yang diperlukan dalam diagnostik. (46)

Hubungan Hipertensi dengan Penurunan Fungsi Motor Perubahan aliran darah otak pada hipertensi

Hipertensi yang berlangsung lama (longstanding hypertension) mengakibatkan terjadinya hipoperfusi pada jaringan otak, sehingga mengakibatkan kerusakan iskhemik pada substansia alba didaerah subkorteks, yang dikenal dengan leukoaraisosis. (46) Keadaan ini merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi yang berhubungan dengan kerusakan mikrovaskuler dan berkontribusi terhadap resiko terjadi nya stroke dan demensia . (46,47)

Lori et al, 2007 melaporkan bahwa pada penderita hipertensi memperlihatkan lebih besar penurunan ADO regional didaerah prefrontal, singuli anterior dan oksipital. Daerah ini lebih cenderung mengalami disfungsi terkait dengan hipertensi (hypertension related dysfunction). Penelitian ini menyimpulkan bahwa hipertensi secara bermakna mempengaruhi fungsi otak pada individu yang lebih tua dan mungkin lamanya menderita hipertensi berkontribusi secara bermakna terhadap pola perubahan sepanjang waktu . (47)

Parenkim otak memperlihatkan adanya mikroangiopati (brain microangiopathy) dimana dengan pemeriksaan neuroimajing terlihat perubahan substansia alba terkait usia atau age-related white matter changes (ARWMC) yang terjadi akibat hipertensi yang akhirnya menimbulkan keadaan geriatric syndrome. Hal ini mencakup penurunan fungsi kognitive, kemampuan fungsi motor dan gait. (49)

Dalam penelitian ini diidentifikasi sampel penderita berdasarkan lamanya menderita hipertensi yakni hipertensi setelah 1, 3, 5 dan 7 tahun. Kemudian diteliti efek hipertensi terhadap variabel ADO regional (rCBF). Diteliti hubungan antara tekanan nadi, mean arterial pressure (MAP), tekanan darah sistolik dan diastolik, dan ADO regional pada tahun ke 7. Dijumpai korelasi negative yakni meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan penurunan ADO regional terutama pada daerah frontal inferior, presentral, temporal media, parahipokampus dan daerah girus fusiformis. Bila dibandingkan efeknya pada tahun 1 menderita hipertensi dengan tahun ke 7, maka terlihat korelasi yang lebih besar pada tahun ke 7. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara meningkatnya tekanan darah dan penurunan ADO regional menjadi lebih kuat dengan semakin lamanya menderita hipertensi. (48)

(9)

Berbagai variasi gangguan neurologi yang terjadi pada glutamat endogen sangat tergantung pada pengaktifan reseptor NMDA atau AMPA. Ini telah banyak dibuktikan pada penyakit motor neuron, penyakit Huntington, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer. Pada penyakit tersebut dijumpai penurunan yang bermakna ekspresi GLT 1 yakni transporter glutamat yang terdapat pada glial. Akibatnya terjadi penumpukan glutamat sehingga terjadi inhibisi transport glutamat dan menimbulkan neurodegenerasi. (36)

KESIMPULAN

Hipertensi adalah faktor resiko untuk berbagai penyakit serebro-vaskuler. Terjadinya komplikasi pada sistem susunan saraf pusat dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan juga dipengaruhi oleh derajat hipertensi (longstanding hypertension) setelah melalui patogenesis yang kompleks. Mendahului terjadinya komplikasi (fase pra-patogenesis) sebenarnya sudah terjadi kerusakan pada sistem susunan saraf pusat sehingga menimbulkan gangguan fungsi dalam kegiatan sehari hari. Ini sudah banyak dilaporkan oleh peneliti klinis yang menggunakan berbagai cara penilaian fungsi motor antara lain menilai kekuatan tangan (grips strength), kecepatan berjalan (walking speed), kemampuan naik tangga dan menilai gangguan berjalan (abnormality of gait).

Telah diketahui bahwa pada hipertensi terjadi kerusakan iskhemik pada substansia alba yang dikenal dengan leukoaraiosis sehingga terjadi disfungsi pada bagian yang berhubungan (hypertension related dysfunction). Konsekwensi dari kejadian ini terjadi gangguan sintesa dan metabolism glutamat pada pre-sinaps sehingga terjadi penumpukan glutamat postsinaps yang mengakibatkan eksitotoksisitas terhadap neuron. Eksitotoksisitas ini menimbulkan delayed neuronal death (DND).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Chiang CE and Chen CH. 2008.Hypertension in the Asia Pacific region.Journal of Human Hypertension. 22, 441-443.

2. Shapo, Pomerleau and Mc Kee.2003, Epidemiology of Hypertension and Associated Cardiovasular Risk

Factors in a Country in Transition: A Population Based Survey in Tirana City, Albania. J. Epidemiol Community Health, 57; 734 – 739

3. Jeffrey Susan. 2007. Severe White-Matter Changes Herald Imminent Motor and Cognitive Decline. eMedicine MEDLINE and Drug Reference. http://www.medscape.com/viewarticle/551131

4. Azwar A. 1985. Epidemiologi Hipertensi, Simposium Berbagai Aspek Hiperensi, FKUI, Jakarta; 13 Juli 1985

5. Berita Depkes. 2007. Menyongsong Lanjut Usia Tetap Sehat dan Berguna. Departemen Kesehatan RI. Juni. 6. Verdelho A et al. 2007. Differential impact of cerebral white matter changes, diabetes, hypertension and

stroke in cognitive perf ormance among non-disbaled elderly. The LAID Study. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry. 78: 1325-1330.

7. AHA News. High Blood Pressure Increase Risk of Reduced Function in Older

Ages.http://www.americanheart.org/presenter jhtml?identifier=3051950.

8. Waldstein SR. 2003.The Relation of Hypertension to Cognitive Function.Current Directions in Psychological Science, Blackwell Publishing. Volume 12. Number 1, February pp, 9-13 (5).

9. Stern PC and Carstensen LI. 2001. Structure of The Aging Mind. In: The Aging Mind:: Opportunities in Cognitive Research. National Academy Press: 37-53.

10. Mackenzie I. S, Wilkinson I. B, Cockcroft J. R.. 2005. Hypertension. Elsevier-Churchil Livingstone. Edinburg – Toronto. 4-8

11. Kaplan NM. 2006. Primary Hypertension: Pathogenesis. In: Kaplan’s Clinical Hypertension. Lippincott William & Wilkins: 50-105.

12. William F. Ganong. 2006. Cardiovascular Disorders: Vascular Disease. In: Pathophysiology of Disease, An Introduction to Clinical Medicine. Editor: Stephen J. McPhee and William F. Ganong. International Edition, 5th Edition: 316-322.

13. Kapoyos EJ, Suwitra K, Susalit E. 2001. Hipertensi Sekunder. Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam PAPDI. Jilid II Edisi Ketiga

14. Davidyan. A. 2007. Consequences of Hypertension.http://www.severhypertension.net/ hbp/more/ consequences-of-hypertension. Dec. 10,

(10)

15. Rigaud AS, Seux ML, Staessen JA, Birkenhager WH, Forette F. 2000.Cerebral Complications of Hypertension. Journal of Hypertension, Vol. 14, pp. 605-616

16. Suryohusodo Purnomo. 2000. Dasar Molekuler Patogenesis Hipertensi. Dalam: Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Perpustakaan Nasional RI. Sagung Setao Jakarta: 66-78.

17. Hattori I, Nakamura H, Masutani H, Nishikawa Y, Matsui A and Yudhoi J. 2003. Thioredoxin-Dependent Redox Regulation – Implication in Aging and Neurological Disease. In: Critical Review of Oxidative Stress and Aging. Advances in Basic Science, Diagnostic and Intervention. Vol I. Editor Richard G. Cutler & Henry Rodriguez. World Scientific.Copyright New Yersey – Hongkong. 87-96

18. Bogdanov M B., Matson W R. and Acworth I N..2003. The Use of HPLC/EC for Measurements of Oxidative DNA Damage. In: Critical Riview Oxidatice Stress and Aging. Advances in Basic Science, Diagnostics and Intervention.Vol. 1.Editors Richard G. Cutler & Henry Rodriquez.World Scientific.203-214.

19. Singh RR, Sharad S and Kapur Suman. 2004. Free Radicals and Oxidative Stress in Neurodegenerative Diseases: Relevance of Dietary Antioxidants. JIACM; 5 (3): 218 -225.

20. Vaziri.Nozratola D. 2008. Causal Link Between Oxidative Stress, Inflammation and Hypertension. Journal of Kidney Diseases, Volume 2. January.

21. Campitrous et al. 2008.Mitochondrial Dysfunction in the Hypertensive Rat Brain.Respiratory Complexes Exhibit Assembly Defects in Hypertension.Hypertension 51 412-418.

22. Beckman. JS, 2003.:Nitric Oxide, Peroxynitrite and Ageing. In: Critical Riview Oxidatice Stress and Aging. Advances in Basic Science, Diagnostics and Intervention.Vol. 1.Richard G. Cutler & Henry Rodriquez (Editors).World Scientific.54-78.

23. Halliwell and Gutteridge.1999. Oxidative Stress: Adaptation, Damage, Repair and Death. In: Free Radicals in Biology and Medicine. Third Edition. Oxford University Press. 246-343

24. Freisleben HJ. 1999. Free Radicals and the Antioxidant Network. In: Free Radical-Related Diseases and Antioxidants in Indonesia. Freisleben & Deisinger (Ed). Gardez Verlag, Meisenweg St. Augustin-Germany. 1-12.

25. Nakazano et al. 1991. Does Superoxide Underlie the Pathogenesis of Hypertension ?. Proc. Natl Acad Sci U.S.A. November 15, 88 (22): 10045-10048.

26. Ceriello.Antonio. 2008. Possible Role of Oxidative Stress in the Pathogenesis of Hypertension. Diabetes Care, Vol 31, Sup2 (208 p)

27. Touyz R and Schriffrin. 2004. Reactive Oxygen Species in Vascular Biology: Implication in hypertension. Histochemistry and Cell Biology, Volume 122, October

28. Suzuki Y, Fujita M, Mizutani N, Seki Y, Kimura M, Kajita Y and Takayasu M. 2000. Role of Nitric Oxide in the Control of Cerebral Microcirculation under Physiological and Pathological Condition. Journal of Clin Hemorrheol and Microcircu. Vol. 23 Numb 2-4: 307-312

29. Ward C and Croft KD. 2006. Hypertension and Oxidative Stress. In: Clinical and Exprerimental Pharmacology and Physiology. Vol. 32 no 9: 872-876

30. Alexander R. W. 1995. Hypertension and the Pathogenesis of Atherosclerosis: Oxidative Stress and the Mediation of Arterial Inflammatory Response: A New Perspective. Hypertension; 25.155-161.

31. Lassulgue and Grindling. 2004. Reactive Oxygen Species in Hypertension: Up-date. American Journal Hypertension., 17: 852-60.

32. Roberta P. et al. 2006. Acute Hypertension Induces Oxidative Stress in Brain Tissues. Journal of Cerebral Blood Flow and Metabolisme. Vol. 26,

33. Dingledin R and McBain C. I.. 1999. Glutamate and Aspartate. In Basic Neurochemistry: Molecular, Cellular and Medical Aspects. 6th Edition.Editor in Chief George J. Siegel.Lippincott Williams and Wilkins. 34. Baker DA, Xi ZX, Shen H, Swanson CJ and Kalivas PW. 2002. The Origin and Neuronal Function of In

Vivo Nonsynaptic Glutamate. The Journal of Neuroscience, 22 (20): 9134-9141.

35. Gonzales MI, Susarla BTS and Robinson MB, 2005. Evidence that protein kinase Cα interacts with and regulates the glial glutamate transporter GLT-1. Journal of Neurochemistry, 94: 1180-1188

36. Longstaff A. 2005. Bios Instant Notes Neuroscience. Taylor & Francis.Taylor & Francis Group. 2nd

Edition,: 58, 77, 78, 86, 245, 406, 433 & 434.

37. Meldrum B. S. 2000. Glutamate as a Neurotransmitter in the Brain: Review of Physyology and Pathology. Journal of Nutrition, 130: 10078 – 10138.

38. Young PA, Young PH and Tolbert DL. 2008. Clinical Neusoscience, 2nd Ed. Walters Kluwer Lippincott

(11)

39. Ghez C & Krakauer J. The Organization of Movement. 2000. In: Principles of Neural Science. 4th Edition.

Editor Eric R Kandel & James H Schwartz. Elsevier: 653-673.

40. Fantoni L and Garcia J. H. 1997.Pathogenesis of Leukoaraiosis. In Stroke:, American Heart Association, Inc; 28. 652-659.

41. Maneffe C, Lacroix F. L. 2002. Muriel Fortjtoft and Christofer Cognard. Aging Brain.

42. Lazzarino LG, Nicolai A and Valessi F. Leucoaraiosis: 1990. Correlation of Arterial Hypertension and Lacunar Infarct (Study of 80 patients). Schwetz Arch Neurol Psychiatr, 141 (4): 345-9.

43. Mast H, Koennecke HC, Hartmann A, Stept S and Marx P. 1997. Association of Hypertension and Diabetes Mellitus with Microangiopathic Cerebral Infarct Pattern. Nervenarzt., 68 (2): 129-34.

44. Benarroch et al. 1999: Medical Neurosciences: An Approach to Anatomy, Pathology, and Physiology By Systems and Levels. 4th Edition Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia 193-247.

45. Turner S et al. 2004..Heritability of Leukoaraiosis in Hypertensive Subships.Hypertension.Vol 43 pp. 483-487.

46. Lori I et al. 2007.Longitudinal Changes in Cerebral Blood Flow in the Older Hypertensive Brain. Stroke, , 38: 1766 – 1773.

47. Schroeter H, Spencer JPE and Evans CR. 2003. Current Status of the Potential Role of Flavonoids in Neuroprotection. In: Critical Riview Oxidatice Stress and Aging. Advances in Basic Science, Diagnostics and Intervention.Richard G. Cutler & Henry Rodriquez(Editors).World Scientific.Copyright 503-515. 48. Dugan L. L. and Chol D. W.. 1999. Hypoxic-Ischemic Brain Injury and Oxidative Stress. In: Basic

Neurochemistry: Molecular. Cellular and Medical Aspects. 6th Edition, Edited in chief: George J. Siegel

Lippincott Williams & Wilkins. 711 – 728

49. Kivipelto M, Soininen H and Tuomihelto J. 2007. Hypertension and White Matter Lesion of the Brain. Journal of Hypertension. 20: 387-389.

Referensi

Dokumen terkait

Lalu sisik ikan dan beads dijahit membentu k kelopak bunga sebagai elemen pelengkap seperti beretebara n kelopak bunga yang sudah terkonsep yaitu bunga

Simpulan pada aplikasi klasifikasi jenis buah jeruk ini dapat menganalisis permasalahan yang ada pada sistem dapat mempercepat dan mempermudah kita untuk mengetahui

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Katalog dengan tajuk subyek yang dapat diakses melalui tercetak dan/atau digital teridentifik asi 4 bukti fisik dengan lengkap teridentifik asi 3 bukti fisik teridentifik asi 2

Dan semoga setelah apa yang kita dapat atau kita ketahui dari pembelajaran ini dapat membantu kita dan menjadikan kita seorang yang dapat berfikir dan bertindak dengan benar

Secara umum, upacara sesudah perkawinan dalam adat istiadat Suku Bangsa Rejang dimaksudkan sebagai ucapan rasa syukur dan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

1) Keanekaragaman jenis burung diurnal di Hutan Sebadal Taman Nasional Gunung Palung ditemukan 40 jenis yang masuk ke dalam 17 family dan 4 ordo dengan total

Berdasarkan Berita Acara Pembukaan Penawaran Nomor : 61.1/DOKUMEN PENGADAAN/V/2015 Tertanggal 28 Mei 2015, dan setelah kami laksanakan evaluasi teknis terdapat beberapa hal yang