• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK GRADIEN URBANISASI HABITAT TERHADAP KOMUNITAS BURUNG DI KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK GRADIEN URBANISASI HABITAT TERHADAP KOMUNITAS BURUNG DI KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK, JAWA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK GRADIEN URBANISASI HABITAT TERHADAP KOMUNITAS

BURUNG DI KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK, JAWA

BARAT

Bramantya Prayoga Nugraha

1

1Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 bprayogan@gmail.com

Abstrak

Urbanisasi mengakibatkan habitat alami lenyap tergusur oleh bertambahnya luas wilayah pemukiman dan perkotaan dan mengakibatkan perubahan pada burung, baik pada tingkat individu, populasi, maupun komunitas. Urbanisasi mengakibatkan perubahan distribusi area pada burung: Urban Exploiter, Urban Adapter, dan Urban Avoider. Perlu ada penelitian untuk melihat distribusi burng di wilayah Kampus UI. Penelitian dilakukan untuk mengetahui parameter laju urbanisasi yang terjadi di wilayah kampus Universitas Indonesia Depok dan wilayah di sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-September 2013 di kampus UI dengan metode point count dan studi habitat. Tabulasi data disajikan dalam bentuk grafik dan tabel dan data diolah dengan menggunakan metode Distance Sampling, Principal Component Analyisis dan Chi-Square. Data menunjukkan bahwa terdapat pembagian urbanisasi yang jelas antara 3 tipe habitat di kampus UI, dan terdapat 25 jenis burung di kampus UI dengan 12 diantaranya urban avoider, 7 Urban adapter, dan 6 Urban exploiter. Variabel habitat yang berpengaruh terhadap distribusi komunitas burung ini adalah, tutupan tajuk, jumlah pohon dan pancang, DBH pohon dan pancang, jumlah bangunan, laju Kendaraan dan pejalan kaki, jalan setapak dan Jalan Raya. Adanya asosiasi ini menunjukkan bahwa urbanisasi mempengaruhi komunitas burung di kampus Universitas Indonesia

Kata kunci : Komunitas Burung, Urbanisasi, Kampus UI Depok.

1. PENDAHULUAN

Hampir setengah dari populasi manusia di dunia hidup di kota mengakibatkan lingkungan urban berkembang dengan sangat cepat. Pada tahun 2030, diperkirakan populasi urban global mencapai sekitar 5 trilyun orang. Di Indonesia, populasi urban tersebut akan bertambah sekitar 44% dari total jumlah penduduk Indonesia saat tersebut [19]

Bertambahnya luas wilayah urban mengakibatkan perubahan pada habitat di alam. Urbanisasi mengakibatkan habitat alami lenyap tergusur oleh bertambahnya luas wilayah pemukiman dan perkotaan. Urbanisasi juga memancing aktivitas manusia sehingga mengakibatkan kerusakan pada struktur dan fungsi habitat hingga habitat tersebut menjadi kehilangan kelayakannya untuk menunjang hidup burung [14]

Urbanisasi yang terjadi pada habitat alami memiliki gradien yang berbeda. Ada habitat yang mengalami urbanisasi yang rendah, dimana habitat tersebut masih terdapat vegetasi hijau yang lebat dan kecilnya struktur dan aktivitas manusia yang rendah. Ada habitat yang mengalami urbanisasi yang moderat, dimana terdapat struktur manusia dan aktivitas manusia yang lebih besar, namun masih terdapat vegetasi hijau yang banyak. Ada habitat yang mengalami urbanisasi yang sangat tinggi, dimana di habitat tersebut terdapat hanya sedikit vegetasi serta struktur dan aktivitas manusia yang sangat tinggi [13].

Perubahan akibat proses gradien urbansasi ini mengakibatkan perubahan distribusi area pada burung. Terdapat perbedaan komposisi jenis pada berbagai lingkungan dengan tingkat urbanisasi yang berbeda. Berdasarkan perbedaan komposisi tersebut, komunitas burung tersebut menjadi tiga kelompok: Kelompok pertama adalah Urban avoider, burung yang sensitif terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh manusia, sehingga kelompok tersebut mengalami puncak kepadatan pada area dengan vegetasi alami. Kelompok kedua, adalah Urban

adapter. Kelompok tersebut terdiri atas burung yang

memiliki kemampuan hidup di lingkungan urban dengan tingkat pembangunan yang sedang, serta dapat mencari makan di lingkungan non urban. Kelompok terakhir, adalah urban exploiter, yang terdiri dari burung yang dapat beradaptasi pada lingkungan yang memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi, sehingga kelompok tersebut dapat memiliki kepadatan yang tinggi di area urban [5].

Kampus Universitas Indonesia (UI) merupakan wilayah kampus yang di dalamnya terdapat berbagai macam tipe habitat [17]. Kampus UI merupakan wilayah yang memiliki daya tampung bagi komunitas burung karena memiliki beberapa tipe habitat bagi berbagai jenis burung [1] [18] [17]. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya habitat hutan kota UI yang berpengaruh bagi lingkungan alami di kampus UI. Selain itu, kampus UI merupakan wilayah yang menggambarkan bagaimana kondisi komunitas burung di wilayah sekitarnya [18].Adanya proses pembukaan dan pembangunan lahan diperkirakan

(2)

mempengaruhi habitat alami yang terdapat di kampus UI, yang pada akhirnya mempengaruhi komunitas burung di kampus UI, sehingga perlu diadakan penelitian yang mengungkap bagaimana pengaruh gradien urbanisasi pada komunitas burung urban di wilayah kampus UI, sehingga dapat memberi gambaran yang lebih detail terkait dengan pengaruh urbanisasi pada beberapa gradien yang berbeda yang terdapat di kampus UI [3] [8]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola sebaran gradien urbanisasi di kampus UI, mengetahui perbedaan kepadatan tiap jenis pada jenis-jenis habitat di kampus UI, mengetahui pengelompokan urban avoider, urban adapter, dan urban exploiter di kampus UI, serta mengetahui asosiasi antara ketiga kelompok tersebut dengan variabel habitat yang ada di kampus UI. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui parameter Tingkat Pertemuan urbanisasi yang terjadi di wilayah kampus Universitas Indonesia Depok dan wilayah di sekitarnya. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan untuk bahan pertimbangan untuk pengelolaan wilayah urban yang bersahabat terhadap biodiversitas yang hidup di dalamnya, serta mengetahui jenis-jenis burung menggunakan hutan kota UI sebagai tempat hidupnya.

2. METODE PENELITIAN

Pengambilan data dilakukan di kampus Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama 4 bulan dimulai dari pertengahan Juni hingga September 2013. Pengambilan data dilakukan di lokasi yang merupakan wilayah administratif dari kampus UI Depok. Habitat dibagi berdasarkan alokasi Rencana Tata Ruang Kampus, yaitu Hutan kota, yaitu habitat yang memiliki berbagai jenis tumbuhan, Tegalan, habitat terbuka dengan yang memiliki berbagai macam jenis tumbuhan semak dan Wilayah Bangunan, habitat yang memiliki struktur bangunan administratif resmi Kampus UI [15]Setiap area yang dipilih diberi petak berukuran 100 m x 100 m. Setiap area kemudian dipilih petak sejumlah 20% dari jumlah petak yang mencakup luasnya. Pemilihan petak sampel dilakukan secara acak bertingkat agar setiap fragmen terwakili. Berdasarkan pemilihan lokasi tersebut, didapatkan bahwa Habitat kampus memiliki 20 titik pengamatan, Habitat Hutan memiliki 19 titik pengamatan, dan habitat tegalan memiliki 8 titik pengamatan. Pada setiap titik dilakukan survey burung dan studi variabel habitat yang ada di wilayah tersebut.

Gambar 1. Peta Universitas Indonesia & Lokasi Titik

Hitung Penelitian

Pengambilan data burung dilakukan dengan metode titik hitung dengan radius 50 meter dari titik pengamatan. Setiap jenis burung dicatat dengan jumlah individunya, serta jarak dari titik tengah pada setiap pertemuan. Pengamatan pada tiap titik dilakukan dengan durasi 10 menit. Waktu pengamatan dilakukan pagi hari 06.00-10.00, dengan setiap titik dilakukan tiga kali pengamatan replikasi [4] Pencatatan burung dilakukan dengan deteksi secara visual maupun suara, dengan menggunakan binokuler, dan kamera digital. Identifikasi burung secara visual menggunakan buku panduan, yaitu Burung-burung Di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan.

Pengambilan data habitat berupa variabel vegetasi dan urbanisasi yang ada di setiap plot. Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan metode Quadrant

Plot. Setiap plot diambil satu area seluas 10 x 10

meter, kemudian dilakukan pencatatan data vegetasi berupa Jumlah pohon, Diametre at Breast

Height/Diameter Setinggi Dada (DBH) Pohon,

Jumlah pancang, DBH pancang, Tutupan Tajuk di empat loakasi dalam plot, dan Kepadatan tumbuhan bawah di empat lokasi dalam plot [11] [14]. Pengambilan data urbanisasi dilakukan dengan menghitung Jumlah bangunan, Jumlah tiang listrik, Jenis jalan,Jumlah pejalan kaki,Jumlah kendaraan

(3)

bermotor, dan Kebisingan yang ada di setiap titik pengamatan [5] [16].

Pengukuran gradien habitat dilakukan dengan memasukkan semua variabel vegetasi habitat dan urbanisasi yang telah terukur dengan metode

Principal Component Analysis (PCA). PCA akan

menghasilkan plot site score untuk memperlihatkan urutan pola gradien urbanisasi semua habitat [20]. Metode PCA dilakukan dengan menggunakan program IBM Statistical Program for Social Science

20 for Windows.

Setelah gradien urbanisasi pada semua habitat telah berhasil digambarkan oleh PCA, kepadatan tiap jenis burung yang ditemukan di tiap gradient diukur. Pengukuran kepadatan burung dilakukan dengan memasukkan data jumlah individu tiap jenis dan jarak dengan metode Distance Sampling. Pembagian kepadatan masing-masing jenis burung pada habitat dengan derajat urbanisasi yang berbeda akan memperlihatkan jenis burung mana yang masuk ke dalam Urban Exploiter, Urban Adapter, dan Urban

Avoider. Metode Distance sampling dilakukan

dengan menggunakan program Distance 6.0 For

Windows.

Setelah kepadatan masing-masing burung diketahui, dilakukan uji asosiasi untuk melihat hubungan antara spesies burung yang memiliki kepadatan di atas rata-rata di tiap habitat dengan variabel habitat yang dianggap penting oleh PCA. Uji Asosiasi dilakukan untuk membuktikan apakah pembagian jenis burung tersebut sesuai dengan ciri-ciri ekologi burung tersebut dalam pengelompokan urban Untuk melihat adanya asosiasi atau tidak, digunakan Chi-Square Test dengan Tabel Kontingensi untuk melihat apakah spesies tersebut memiliki asosiasi antara variabel habitat dan apakah asosiasi tersebut positif atau negatif. (Wiate) Metode Chi-Square Test dengan Tabel Kontingensi dilakukan dengan menggunakan program IBM Statistical

Program for Social Science (SPSS) Version 20 for Windows

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hutan kota memiliki rerata jumlah pohon 9,8 sedangkan tegalan memiliki rerata jumlah pohon 1,1 dan wilayah bangunan 4,9. Hutan kota memiliki rerata jumlah pancang (pohon muda) sebesar 3,0, wilayah bangunan sebesar 0,9, sedangkan tegalan tidak memiliki pancang sama sekali (Tabel 1).

Area Kampus memiliki rerata DBH (Diametre Breast Height/Diameter Setinggi Dada) pohon sebesar 26,72 cm, kampus sebesar 31,06 sedangkan tegalan sebesar 6,83 cm. Hutan kota memiliki rerata DBH pancang sebesar 4,79 cm, wilayah bangunan sebesar 2,93 cm dan tegalan sebesar 0 cm (Tabel 1). Area Kampus memiliki rerata DBH pohon yang besar karena memiliki pohon yang berumur lebih tua dibanding hutan kota, [15]. Hutan Kota memiliki DBH pancang yang paling besar, karena pancang yang tumbuh di hutan kota tidak terpengaruh oleh aktivitas manusia, sebaliknya di area kampus, menurut pengamatan peneliti,pancang yang tumbuh biasanya dicabut sebagai bentuk pengelolaan taman dan RTH

Dari karakteristik habitat, ketiga habitat memiliki perbedaan persentase tutupan tajuk dan tumbuhan bawah. Habitat hutan memiliki rerata persentase tutupan tajuk sebesar 63% sedangkan bangunan sebesar 36% dan tegalan sebesar 0%. Tegalan memiliki persentase tutupan tumbuhan bawah sebesar 67% sedangkan hutan 30% dan bangunan 17% (Tabel 1). Tutupan tajuk yang besar diakibatkan oleh ukuran DBH dan kepadatan pohon yang besar membuat pohon memiliki banyak cabang dan rentang dahan yang luas. Tutupan tumbuhan bawah yang besar menunjukkan banyaknya tumbuhan dengan habitus semak dan perdu di area tersebut.

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Vegetasi pada tiga jenis habitat di Kampus UI Lokasi Rerata Jumlah Pohon Rerata Jumlah Pancang Rerata DBH Pohon (cm) Rerata DBH Pancang (cm) Rerata Tumbuhan Bawah (%) Rerata Tutupan Tajuk (%) Hutan 9,8 3,0 26,72 4,79 30 63 Bangunan 4,9 0,9 31,06 2,93 17 36 Tegalan 1,1 0,0 6,83 0 67 0

(4)

Variabel urban yang berupa struktur buatan manusia dilihat dari adanya bangunan dan tiang listrik. Frekuensi dihitung dengan menghitung jumlah bangunan dan tiang listrik yang tercatat di titik pengambilan sampel. Variabel bangunan dan tiang listrik hanya dicatat di wilayah bangunan. Tercatat 26 bangunan dan 80 tiang pada lokasi bangunan di bangunan UI (Tabel 2). Struktur buatan manusia selain bangunan dan tiang listrik adalah jalan. Jalan dibagi menjadi 3 kategori: Jalan tanah merupakan jalur yang tidak memiliki pavement buatan, Jalan setapak merupakan jalur yang memiliki pavement namun tidak dapat dilalui kendaraaan, sedangkan jalan raya merupakan jalan yang memiliki pavement dan dapat dilalui kendaraan. Frekuensi jalan dihitung dengan membandingkan jumlah titik sampel yang memiliki jalan raya, jalan setapak, dan jalan tanah . Hutan memiliki frekuensi kehadiran jalan tanah sebesar 1, jalan raya 0 dan jalan setapak 0,16. Bangunan memiliki frekuensi kehadiran jalan raya sebesar 0,85 jalan setapak 0,9 dan jalan tanah 0,4, dan tegalan memiliki frekuensi jalan raya dan jalan setapak sebesar 0,13 dan jalan tanah sebesar 0,75 (Tabel 2).

Adanya jalan memberikan akses bagi aktivitas manusia di habitat tersebut. Jalan raya memberikan akses paling besar bagi aktivitas manusia karena memberikan jalan bagi pejalan kaki dan kendaraan bermotor, berbeda dengan jalan setapak dan jalan tanah yang hanya memberi akses bagi pejalan kaki. Hal tersebut bisa dilihat dari Tingkat Pertemuan kendaraan, Tingkat Pertemuan pejalan kaki, serta kebisingan yang besar di area bangunan yang memilki frekuensi jalan raya paling besar dibanding dua habitat lainnya (Tabel 3).

Ketiga habitat memiliki tingkat kebisingan yang berbeda. Habitat bangunan tercatat memiliki kebisingan yang tinggi dibanding dua habitat lainnya. Habitat bangunan memiliki rerata kebisingan sebesar 71,7 dB, habitat hutan memiliki kebisingan sebesar 45,5 dB, dan habitat tegalan memiliki kebisingan sebesar 62,8 dB. Secara umum, kebisingan pada bangunan masih termasuk dalam skala moderat yaitu 70-90 dB, sedangkan pada hutan dan tegalan masih tergolong kecil. Namun tingkat kebisingan pada wilayah bangunan sudah melampaui tingkat kebisingan yang diizinkan untuk tempat area kerja dan perumahan yaitu 55 dB [8]. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya Tingkat Pertemuan kendaraan dan Tingkat Pertemuan pejalan kaki yang tinggi di habitat bangunan. Habitat tegalan dan hutan merupakan habitat yang memiliki Tingkat Pertemuan kendaraan dan pejalan kaki yang kecil. Selain itu, jumlah pohon, tutupan tumbuhan bawah dan tutupan tajuk yang besar di habitat hutan dan tegalan turut membantu meredam suara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia di habitat tersebut.Pengurangan bunyi pada vegetasi terjadi melalui proses penyerapan bunyi pada daun, ranting, cabang, dan batang pohon.Pengurangan bunyi terjadi melalui proses penyerapan pada daun, ranting, dan cabang pohon. Tutupan tajuk yang lebat memiliki permukaan peredam kebisingan sehingga kebisingan yang dihasilkan akan lebih rendah [8]

Tabel 2. Struktur Buatan Manusia di Kampus UI

Habitat Bangunan Tiang Listrik

Jalan Raya Jalan Setapak Jalan Tanah Hutan 0 0 0 0 0 0,16 0 1 Bangunan 26 80 0 0,85 0 0,9 0 0,4 Tegalan 0 0 0 0 0 0,13 0 0,75

Tabel 3. Perbandingan Rerata Kendaraan, Pejalan Kaki, dan Kebisingan di Kampus UI. Lokasi \Kendaraan (unit/menit) Pejalan Kaki (individu/menit) Kebisingan (Desibel) Hutan 0 0 45,5 Bangunan 6,24 1,41 71,7 Tegalan 0,25 0,075 62,8

(5)

Data analisis habitat di kampus UI dianalisis menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dengan faktor urbanisasi sebagai variabelnya. Variabel yang digunakan sebanyak 11 variabel habitat yang berupa 5 variabel vegetasi serta 6 variabel urban yang terdapat di titik pengambilan sampel.Variabel vegetasi yang digunakan adalah jumlah pancang, jumlah pohon, DBH pancang, DBH pohon, tutupan tajuk, dan tutupan tumbuhan bawah. Variabel urbanisasi yang digunakan adalah frekuensi bangunan,Tingkat Pertemuan kendaraan, Tingkat Pertemuan pejalan kaki, frekuensi jalan setapak, dan frekuensi jalan raya. Semua variabel tersebut diambil karena tidak saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan hasil PCA, terdapat 3 PC yang terbentuk, dengan eigenvalue >1 (Tabel 4) Semakin tinggi nilai eigenvalue dari suatu PC menunjukkan PC tersebut menunjukkan variasi yang ada pada karakter morfologi. [12]. Secara kumulatif, ketiga PC yang terbentuk menjelaskan 66,16% variasi dari data variabel habitat yang digunakan. PC1 menjelaskan variasi data sebesar 29,04%, PC2 menjelaskan variasi data sebesar 27,58%, dan PC3 menjelaskan variasi data sebesar 9,5% (Tabel 4). Tabel 4. Varian Yang Dapat Dijelaskan oleh PC

Component Initial Eigenvalues Total % of Variance Cumulative % 1 3,194 29,04 29,04 2 3,034 27,579 56,619 3 1,05 9,543 66,162 4 0,819 7,441 73,603 5 0,692 6,29 79,892 6 0,613 5,576 85,468 7 0,47 4,275 89,743 8 0,437 3,971 93,713 9 0,271 2,46 96,174 10 0,238 2,164 98,338 11 0,183 1,662 100

Nilai korelasi antara variabel PC yang terbentuk ditunjukkan pada tabel matriks komponen yang telah dirotasi (Tabel 4.1.3(2)) Dari tabel tersebut, diketahui bahwa variabel yang berperan penting dalam Principal Component 1(PC1) adalah jumlah bangunan (0,813), jalan raya (0,804), jalan setapak (0,806), dan kendaraan (0,638). Variabel yang berperan dalam Principal Component 2 (PC2) adalah jumlah pohon (0,796), diameter pancang(0,858), jumlah pancang(0,876),diameter

pohon (0,661) serta tutupan tajuk (0,739). Pada PC3 yang berperan penting adalah tutupan understorey (0,661).

Tabel 5. Matriks Komponen Yang Telah Dirotasi

Variabel Component 1 2 3 Bangunan 0,813 -0,031 -0,083 Kendaraan 0,638 -0,185 0,3 Pejalan Kaki 0,445 -0,336 0,383 Jalan Setapak 0,806 0,085 0,082 Jalan Raya 0,804 -0,141 0,156 Tutupan Tajuk -0,168 0,739 0,473 Tutupan Understory -0,209 0,061 0,738 Jumlah Pohon -0,139 0,731 0,336 Jumlah pancang -0,136 0,876 0,004 DBH Pohon 0,294 0,661 0,398 DBH Pancang 0,021 0,858 0,087

PC1 menunjukkan kelompok variabel yang memiliki banyak bangunan, banyak jalan raya, banyak jalan setapak serta frekuensi Tingkat Pertemuan kendaraan dan Tingkat Pertemuan pejalan kaki yang besar. Sedangkan PC2 menunjukkan kelompok variabel dengan jumlah pohon dan pancang yang besar, memiliki pohon dan pancang dengan DBH yang besar serta tutupan tajuk yang besar. Diagram pencar (Tabel 4.1.3(4)) memperlihatkan pembagian fitur habitat yang jelas antara PC1 dan PC2.

Dengan demikian, PC1menunjukkan habitat yang memiliki variabel urban yang besar di wilayah tersebut sementara PC2 menunjukkan habitat yang memiliki variabel vegetasi di wilayah tersebut, seperti jumlah dan DBH pohon, jumlah dan DBH pancang, dan tutupan tajuk. Gambar hasil analisis PCA di atas memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan variabel habitat yang jelas antara hutan, bangunan, dan tegalan, serta menggambarkan kadar urbanisasi yang berbeda nyata antara ketiga habitat

(6)

tersebut, dengan kadar urbanisasi yang berturut-turut naik dari hutan, bangunan, dan tegalan.

Gambar 2. Diagram Pencar PC1 terhadap PC2 Hutan memiliki lebih banyak jenis karena hutan memiliki struktur vegetasi yang mendukung lebih banyak jenis dibandingkan bangunan dan tegalan. Area hutan tercatat memiliki kepadatan dan DBH tumbuhan yang lebih besar, serta tutupan tajuk dan tutupan understorey yang lebih besar. Kekayaan jenis komunitas burung di kawasan urban dipengaruhi oleh sumber daya vital yang diperlukan bagi komunitas burung di kawasan tersebut, seperti sumber pakan, pohon bersarang, dan pohon tempat hinggap [9].

Daerah bangunan memiliki kekayaan jenis yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan daerah lainnya karena adanya struktur buatan manusia dan aktivitas manusia di kawasan tersebut. Daerah bangunan tercatat sebagai wilayah yang mempunyai jumlah bangunan terbanyak. Jumlah bangunan berkorelasi buruk bagi kekayaan jenis burung karena mengurangi vegetasi yang mendukung kehidupan burung sebagai tempat bersarang dan tempat mencari makan(Mills 1989: 424-425).

Pada daerah dengan urbanisasi yang moderat terjadi peningkatan kekayaan jenis. Hal tersebut tidak terjadi di kampus UI karena pada daerah tegalan yang merupakan daerah dengan urbanisasi yang moderat hanya memiliki sedikit vegetasi dengan habitus pohon sehingga daerah tegalan hanya mendukung jenis yang memanfaatkan biji rumput serta serangga yang melimpah di kawasan tegalan

[7]. Selain itu, kawasan tegalan memiliki luas kawasan yang lebih kecil dibandingkan dua wilayah yang lain, hanya terdiri dari 8 titikpengamatan. Luas kawasan mempengaruhi jumlah burung yang dapat ditampung di wilayah tersebut, hal tersebut disebabkan habitat yang lebih luas akan memiliki sumber daya yang lebih besar daripada habitat yang sempit [2]

Gambar 3. Jumlah Jenis dan Jumlah Suku Burung

di ketiga Habitat di Kampus UI Depok

Hasil penghitungan Distance Sampling memerlihatkan pembagian kepadatan jenis berdasarkan kepadatan masing-masing jenis di ketiga jenis habitat yang ada di wilayah kampus (Gambar 4). Pada Lampiran 3 terlihat bahwa kepadatan masing-masing jenis bervariasi di tiap habitat. Dari 25 jenis, 13 jenis memiliki kepadatan yang paling tinggi di wilayah hutan. Terdapat 7 jenis yang memiliki kepadatan paling tinggi di wilayah Tegalan, dan Terdapat 6 jenis yang memiliki kepadatan paling tinggi wilayah bangunan.

Gambar 4. Distribusi jenis burung dengan

kepadatan terbesar di masing-masing habitat

Jenis yang memiliki kepadatan paling tinggi di wilayah hutan merupakan jenis yang hidup di habitat dengan variabel vegetasi yang besar dan variabel urbanisasi yang kecil. Jenis burung mencapai kepadatan tinggi di wilayah dengan variabel urbanisasi yang kecil dikelompokkan ke

0

5

10

15

20

25

Jumlah

Spesies

Jumlah

Famili

Hutan   Tegalan   Bangunan  

12

7

6

(7)

dalam Urban avoider. Jenis yang memiliki kepadatan tinggi di wilayah tegalan merupakan jenisyang hidup di habitat dengan variabel urbanisasi dan vegetasi yang moderat, yang dikelompokkan ke dalam Urban adapter. Jenis yang memiliki kepadatan tinggi di wilayah bangunan merupakan jenis yang dapat hidup di wilayah dengan variabel urbanisasi yang dominan. Jenis tersebut, termasuk ke dalam kelompok Urban

exploiter [5] Pembagian kelompok ini dapat dilihat

di tabel 6.

Tabel 6. Pembagian Kelompok Burung

Jenis Kelompok Dicaeum trochileum Urban avoider Zosterops palpebrosus Pycnonotus goavier Aegithina thipia Anthreptes malacensis Loriculus galgulus Lonchura leucogastroides Pericrocotus cinnamomeus Lanius schach Parus mayor Cacomantis sepulchlaris Alcedo meninting. Urban adapter Nectarinia jugularis Orthotomus sutorius Lonchura punctulata Collocalia linchi Streptopelia chinensis Cacomantis merulinus Todirhampus chloris. Orthotomus ruficeps Urban exploiter Passer montanus Gerygone sulphurea Hirundo tahitica Pycnonotus aurigaster Dendrocopus moluccensis

Burung di wilayah urban didominasi oleh sedikit jenis namun memiliki kepadatan yang melimpah Hal tersebut disebabkan karena jumlah jenis yang sedikit mengurangi kompetisi antar jenis terhadap

sumber daya yang sama, sehingga masing-masing jenis mengalami peningkatan jumlah individu yang signifikan. Bangunan tercatat memiliki jumlah jenis yang sedikit namun memiliki kelimpahan total burung terbesar dari kedua habitat lainnya [8]. Sebagian besar jenis yang ditemukan di hutan mengalami penurunan kepadatan di wilayah tegalan dan bangunan yang memiliki derajat urbanisasi yang lebih tinggi. Begitu juga dengan jenis yang ditemukan di bangunan yang sebagian besar mengalami penurunan kepadatan di wilayah tegalan dan hutan (Lampiran 3). Hal tersebut menunjukkan pembagian yang jelas antara jenis yang merupakan Urban exploiter dan jenis yang merupakan Urban avoider. Beberapa jenis yang ditemukan di wilayah tegalan memiliki kepadatan yang sama besar di wilayah bangunan dan hutan kota. Hal tersebut menunjukkan bahwa tegalan merupakan habitat dengan derajat urbanisasi yang moderat, sehingga terdapat jenis yang dapat ditemukan di area tersebut. Habitat dengan derajat urbanisasi memang memiliki daftar jenis yang sering overlapping dengan area yang hijau maupun area yang lebih terurbanisasi [5]

Dari ketiga kelompok tersebut diambil jenis dengan kepadatan total di atas rata-rata pada setiap kelompok. Kemudian jenis-jenis tersebut diuji asosiasinya dengan variable habitat yang dianggap penting oleh PCA. Jenis yang memiliki kepadatan di atas rata-rata dari kelompok Urban avoider adalah: Zosterops palpebrosus, Pycnonotus goavier, Anthreptes malacensis, Dicaeum trochileum. Jenis yang memiliki kepadatan di atas

rata-rata dari kelompok Urban adapter adalah:

Nectarinia jugularis, Orthotomus sutorius, Lonchura punctulata, Collocalia linchi, dan Streptopelia chinensis. Jenis yang memiliki

kepadatan di atas rata-rata dari kelompok Urban exploiter adalah: Orthotomus ruficeps, Passer

montanus, Gerygone sulphurea, Hirundo tahitica,

dan Pycnonotus aurigaster. Variabel habitat yang dianggap penting oleh PCA adalah tajuk, pancang, pohon, bangunan kendaraan, serta jalan raya (Tabel 5). Asosiasi antara jenis dan variabel habitat yang diuji dengan Chi-Square dan Tabel Kontingensi untuk menguji apakah asosiasi tersebut positif atau negatif.

(8)

Tabel 7. Asosiasi Burung dengan Variabel Habitat Kelompok Spesies T S P B JS K JR Urban Avoider Zosterops palpebrosus 0 + + - 0 - - Pycnonotus goavier 0 0 + - - - - Anthreptes malacensis 0 - - - - Dicaeum trochileum + + + - - - - Urban Adapter Nectarinia jugularis 0 + + - - - - Orthotomus sutorius - 0 0 - - - - Lonchura punctulata - - - 0 - 0 - Collocalia linchi - 0 0 0 0 - 0 Streptopelia chinensis 0 + + 0 0 0 0 Urban Exploiter Orthotomus ruficeps 0 + 0 - 0 - 0 Passer montanus - - - + + + + Gerygone sulphurea - - - 0 + + + Hirundo tahitica - - - + + + + Pycnonotus aurigaster - - - + + - + Keterangan: 0: Tidak ada asosiasi, +: Ada asosiasi positif, -: ada asosiasi negatif

U=Understorey, T=Tajuk, S=Sapling (Pancang), P=Pohon, B=Bangunan, JS=Jalan Setapak, K=Kendaraan, JR=Jalan Raya

Kelompok Urban avoider berasosiasi positif sebagian besar dengan variabel vegetasi seperti jumlah pohon dan jumlah pancang, dan berasosiasi negatif dengan variabel urban seperti jumlah bangunan, Tingkat Pertemuan kendaraan, serta jalan raya. Urban avoider merupakan jenis yang menghindari area urban dan mencapai kepadatan yang tinggi di area hijau [3]. Sebagian besar merupakan hewan insektivor, menyukai tutupan tajuk, serta bergantung pada sumber daya spesifik dan fitur yang hanya ditemui di daerah hutan. Kedua jenis yang memiliki kepadatan tinggi di wilayah hutan, Zosterops palpebrosus, Pycnonotus

goavier dan Aegithina tiphia merupakan hewan

insektivorus yang bergantung kepada area hutan, karena hutan menyediakan sumber pakan berupa serangga karena memiliki vegetasi yang menarik serangga.Selain itu, tutupan tajuk yang lebat menyediakan tempat berlindung bagi kedua jenis tersebut. Urban avoider sensitif terhadap fitur-fitur habitat yang ada di habitat urban seperti struktur buatan manusia yang ada di wilayah tersebut [8] Jenis yang merupakan Urban adapter merupakan organisme yang hidup di wilayah yang memiliki tingkat urbanisasi yang moderat. Burung dari kelompok tersebut dapat bertole ransi pada wilayah yang memiliki fitur-fitur dan aktivitas manusia, namun masih dapat mencari makan dari vegetasi yang masih terdapat di wilayah tersebut. Jenis-jenis tersebut punya sifat hidup yang lebih generalis dibandingkan Urban avoider.

Kelompok Urban exploiter berasosiasi positif sebagian besar dengan variabel urban dan dan berasosiasi negatif dengan variabel vegetasi. Jenis yang termasuk ke dalam Urban exploiter merupakan jenis yang mampu beradaptasi dengan urbanisasi, bergantung terhadap sumber daya serta fitur habitat yang ada di wilayah urban, serta dapat

beradaptasi terhadap gangguan manusia di wilayah tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelompokan jenis burung berdasarkan respon terhadap habitat urban telah mengalami perubahan dari penelitian komunitas burung sebelumnya. Pada penelitian [1] (1989:79) terlihat bahwa komunitas burung di kampus UI didominasi oleh jenis-jenis Urban adapter dan avoider seperti Lonchura punctulata, Lonchura leucogastorides, serta Collocalia linchi. Wilayah UI yang dulunya merupakan daerah habitat perkebunan menyebabkan banyaknya jenis Urban adapter dan Urban exploiter di wilayah tersebut pada masa tersebut [15]

Pada penelitian tahun 1999 [18] terlihat bahwa komunitas burung di kampus UI mengalami perubahan. Jenis-jenis yang termasuk ke dalam Urban adapter mengalami penurunan dan digantikan oleh jenis yang masuk ke dalam Urban exploiter seperti Pycnontous aurigaster dan Passer montanus. Hal ini disebabkan oleh adanya pembangunan dan pembukaan lahan pada deaerah yan dulunya merupakan habitat sawah dan empang yang merupakan habitat bagi jenis-jenis Urban

adapter. Adanya pembangunan

mengakibatkanjenis-jenis Urban exploiter yang merupakan jenis dapat beradaptasi dengan habitat urban mendominasi komposisi komunitas burung di kampus UI [18]

Pada penelitian terlihat bahwa terjadi peningkatan jenis-jenis yang masuk ke dalam Urban avoider. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya peningkatan tutupan tajuk dan tutupan semak pada sebagian besar tipe habitat yang ada di kampus UI Depok [17], termasuk pengembangan hutan UI menjadi Wales Barat dan Wales Timur. Jenis-jenis yang masuk ke dalam Urban exploiter tidak mengalami penurunan karena peningkatan tajuk

(9)

yang juga terjadi di taman kampus memberikan sumber daya tambahan bagi jenis-jenis yang hidup di wilayah bangunan [3]

Jenis yang terdeteksi di UI pada penelitian ini sebagian besar merupakan Urban avoider. Hal tersebut menunjukkan bahwa kampus UI masih dianggap sebagai area dengan vegetasi hijau yang bermanfaaat bagi burung-burung Urban avoider untuk bisa hidup, berlindung, dan mencari makan di area tersebut. Urban avoider merupakan jenis spesialis yang berperan penting menjaga kekayaan jenis dan mengisi relung yang penting untuk keselamatan burung. Keberadaan jenis-jenis spesialis dalam jumlah banyak berperan penting bagi komunitas burung dalam jangka panjang [6]. Urban avoider juga tercatat merupakan jenis burung yang sensitif terhadap gangguan habitat. Keberadaan jenis yang sensitif terhadap gangguan habitat menunjukkan wilayah tersebut masih memiliki habitat yang belum terganggu. Habitat yang belum terganggu memberikan sumber daya dan situasi yang kondusif terhadap jenis burung sensitif agar dapat hidup dan berkembang biak di habitat tersebut [5]

Jenis yang masuk ke dalam kelompok Urban exploiter sebagian besar merupakan jenis yang hidup di strata atas. Hal tersebut menunjukkan rendahnya jenis yang mampu menggunakan strata bawah pada habitat urban. Rendahnya jenis penghuni strata bawah menunjukkan tingginya gangguan akibat aktivitas manusia di wilayah tersebut [13]. Aktivitas manusia lebih berperan besar dalam komunitas di urban dibandingkan dampak struktur yang dibangun oleh manusia. Gangguan mempengaruhi aktivitas bersarang, jarak terbang dan kemampuan bereproduksi bagi sebagian besar burung yang sensitif, sehingga aktivitas manusia membuatnya harus berpindah dari ke habitat yang memliki aktivitas manusia lebih sedikit [10]

4. KESIMPULAN

1. Wilayah Kampus Universitas Indonesia terbagi menjadi tiga habitat yang masing-masing memiliki derajat urbanisasi yang berbeda, Habitat Hutan sebagai habitat dengan derajat urbanisasi yang paling rendah, habitat tegalan dengan derajat urbanisasi yang moderat, dan habitat bangunan dengan derajat urbanisasi yang tinggi.

2. Urbanisasi di Kampus Universitas Indonesia mengakibatkan pembagian komunitas burung menjadi tiga kelompok besar, yaitu Urban Exploiter, Urban Adapter, serta Urban Avoider 3. Urban Avoider terdiri dari 14 jenis yang memiliki kepadatan paling tinggi di Hutan, Urban Adapter terdiri dari 7 jenis yang memiliki kepadatan paling tinggi di Wilayah tegalan dan

Urban Exploiter terdiri dari 6 jenis yang memiliki kepadatan paling tinggi di wilayah bangunan. 4. Urban avoider merupakan spesies yang berasosiasi positif dengan variabel vegetasi dan berasosiasi dengan variabel urban, Urban adapter tidak berasosiasi dengan variabel vegetasi dan variabel urban, dan Urban exploiter berasosiasi positif dengan variabel urban dan berasosiasi negatif dengan variabel vegetasi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Nurul L Winarni yang telah

meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing tema dan pengerjaan penelitian ini

2. Dimas Haryo Pradana, M.Si yang telah membantu dan mengarahkan saya dalam metode pengambilan data dan analisis habitat.

3. Bapak Wisnu Wardhana, M.Si dan Bapak Drs. Erwin Nurdin, M.Si atas diskusi, saran dan masukan yang diberikan. 4. Saudara Indartono Sosro, S.Si dan

Muhammad Muhaimin, S.Si atas bantuan dalam pengambilan data di lapangan

DAFTAR ACUAN

[1] Arumasari. R, Komunitas Burung Pada

Berbagai Habitat di Kampus Universitas Indonesia, Skripsi Universitas Indonesia

(1989)

[2] Begon, M., C,R, Towsend, & J,L, Harper,

Ecology From Individual To Ecosysytem, 4th Ed, Blakcwell Publishing, Blackwell

Publishing., Malden (2006)

[3] Beissinger. S,R, & D,R, Osborne, Effect of Urbanization on Avian Community

Organization, The Condor, 84 (1) (1982) 75-83

[4] [4]. C., M, Jones & S, Marsden, Teknik-Teknik

Ekspedisi Lapangan Survei Burung, BirdLife

International-Indonesia Programme, Bogor (2000)

[5] Blair. R,B, Land Use and Avian Species Diversity Along an Urban Gradient,

Ecological Application, 6 (2) (1996) 506-519 [6] Bonier F., P,R, Martini, J,C, Wingfield, Urban

birds have broader environmental tolerance, Biology Letters 349 (2007) 1-4

[7] Cam, E., J,D, Nichols, J,R, Sauer, J,E, Hines, C,H, Flatter, Relative Species Richness and Community Completeness Birds and

(10)

Urbanization in the Mid-Atlantic States, Ecological Application 10 (4) (2000) 1196-1210

[8] Clergeau, P., J,L, Savvard, G, Mennechez, G, Falardeau, Bird Abundance and Diversity along an Urban-Rural Gradient A

Comparative Study between Two Cities on Different Continents, The Condor 100 (3) (1998) 413-425,

[9] Emlen, J, T, An Urban bird community in Tucson,Arizona derivation, structure, regulation, The Condor 76 (1974) 184-197 [10] [10] K,J,& S,H, Anderson, Spatial Extent of

Human-Intrusion Effects on Subalpine Bird Distributions, The Condor 101 (2) (1999) 378-389

[11] Manuri, S., C,A,S, Putra & A,D, Saputra,

Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan,

MRPP-GIZ , Palembang (2011) [12] McGarigal, K., S,A, Cushman & S,G,

Stafford, 2000, Multivariate Statistic For

Wildlife & Ecology Research, Springer,

Massauschets 283 hlm

[13] McKinney, M,L,Urbanization, Biodiversity, and Conservation, BioScience 52 (10) (2002) 883-890

[14] Miller, J,R., J,A, Wiens, N,T, Hobbs, D,M, Theobald, Effects of Human Settlement on Bird Communities in Lowland Riparian Areas of Colorado (USA), Ecological Application, 13 (4) (2003) 1041-1059,

[15] PLK UI, Green Campus, http

//www,ui,ac,id/campus/page/green campus , (2012)

[16] Poague, K,L., R,J, Johnson, & L,J, Young, Bird Use of Rural and Urban Converted Railroad Rights-of-Way in Southeast Nebraska, Wildlife Society Bulletin, 28 (4) (2000) 852-864

[17] Pradana, D,H, Distribusi dan Keanekaan Jenis

Burung di Kampus Univesitas Indonesia Depok pada Berbagai Subtipe Habitat, Skripsi

Universitas Indonesia, (2007)

[18] Sumartono, D,G, Kelangsungan Hidup

Komunitas Burung di Kampus Universitas Indonesia, Depok dan di Daerah Sekitarnya,

Skripsi Universitas Indonesia, (1999)

[19] United Nation, World Urbanization Prospects, the 2011 Revision,

http,//esa,un,org/unup/unup/index_panel1,html 2011

[20] Waite, S, Statistical Ecology in Practice A Guide to Analysing Environmental & Ecological Field Data, Pearson Education, Essex (2000)

Gambar

Gambar 1. Peta Universitas Indonesia & Lokasi Titik  Hitung Penelitian
Gambar 2. Diagram Pencar PC1 terhadap PC2  Hutan  memiliki  lebih  banyak  jenis  karena  hutan  memiliki  struktur  vegetasi  yang  mendukung  lebih  banyak  jenis  dibandingkan  bangunan  dan  tegalan
Tabel 6. Pembagian Kelompok Burung
Tabel 7. Asosiasi Burung dengan Variabel Habitat Kelompok  Spesies  T  S  P  B  JS  K  JR  Urban Avoider  Zosterops palpebrosus  0  +  +  -  0  -  - Pycnonotus  goavier 0 0 + - - - -  Anthreptes malacensis  0  -  -  -  -  -  -  Dicaeum trochileum  +  +  +

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menyatakan bahwa variabel independen dalam penelitian ini yang terdiri dari gaya kepemimpinan, kompetensi, integritas, motivasi, dan disiplin kerja

Media release ialah kegiatan pengiriman berita secara berkala kepada media dengan tujuan agar media mendapatkan aktualitas suatu berita dalam perusahaan; Media

Untuk setiap blok dilakukan DCT transformasi menggunakan rumus Persamaan 2.4 dan Persamaan 2.5, nilai koefisien DCT dikuantisasi sehingga didapat koefisien DCT

Model pembelajaran Knisley terdiri dari empat tahap (Knisley, 2002: 2) yaitu (1) Alegorisasi dimana siswa dihadapkan pada permasalahan matematik, kemudian diminta untuk

“Dengan meningkatnya arus informasi yang begitu cepat dimasa kini, kami masyarakat merasa sangat mudah untuk mengetahui hal yang belum kami pahami dengan baik tentang pelayanan

Pergerakan terbentuk akibat adanya aktifitas yang dilakukan bukan di tempat tinggalnya. Artinya keterkaitan antar wilayah ruang sangatlah berperan dalam menciptakan perjalanan

Hasil pengujian hipotesis H6 menunjukkan bahwa Beban Kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Kinerja Guru melalui Sistem Informasi Manajemen sehingga H6

membran memiliki aktivitas dalam penyembuhan luka sayatan dengan efektivitas penyembuhan luka yang berbeda. Tabel di halaman selanjutnya menunjukkan nilai uji