• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010

P

ROFIL

K

EMISKINAN

D

I

I

NDONESIA

M

ARET

2010

JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA

 Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen), turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen).

 Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta (dari 11,91 juta pada Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada Maret 2010), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (dari 20,62 juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada Maret 2010).

 Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Pada Maret 2009, 63,38 persen penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 64,23 persen.

 Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2010, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,5 persen, sedangkan pada Maret 2009 sebesar 73,6 persen.

 Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe, bawang merah, kopi, dan tahu. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, angkutan, dan pendidikan.

 Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata

pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

(2)

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa.

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 2).

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen.

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009-Maret 2010 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:

a. Selama periode Maret 2009-Maret 2010 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43 persen. Menurut kelompok pengeluaran kenaikan harga selama periode tersebut terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 4,11 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 8,04 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 3,85 persen; kelompok kesehatan sebesar 3,18 persen; kelompok sandang sebesar 0,78 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 2,08 persen, serta kelompok transpor dan komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,38 persen.

b. Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masing-masing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode Maret 2009-Maret 2010.

c. Produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan/ARAM II) mencapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG.

d. Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di Sektor Pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010. e. Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009,

sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.

(3)

Tabel 1

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun

Makanan Bukan Makanan Total

Jumlah penduduk miskin (juta) Persentase penduduk miskin (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan Maret 2009 155 909 66 214 222 123 11,91 10,72 Maret 2010 163 077 69 912 232 989 11,10 9,87 Perdesaan Maret 2009 139 331 40 503 179 835 20,62 17,35 Maret 2010 148 939 43 415 192 354 19,93 16,56 Kota+Desa Maret 2009 147 339 52 923 200 262 32,53 14,15 Maret 2010 155 615 56 111 211 726 31,02 13,33

Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010.

Dilihat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010, perkembangan tingkat kemiskinan ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 2

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah, 2004-2010

Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin Tahun

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42

(4)

2. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010

Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp211.726,- per kapita per bulan pada Maret 2010. Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan sekitar 73,5 persen pada Maret 2010.

Pada Maret 2010, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 25,20 persen di perkotaan dan 34,11 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (7,93 persen di perkotaan dan 5,90 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir (3,36 persen di perkotaan dan 4,34 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,42 persen di perkotaan dan 2,61 di perdesaan), mie instan (2,97 persen di perkotaan dan 2,51 persen di perdesaan), tempe (2,24 persen di perkotaan dan 1,91 persen di perdesaan), bawang merah (1,36 persen di perkotaan dan 1,66 persen di perdesaan), kopi (1,23 persen di perkotaan dan 1,56 persen di perdesaan), dan tahu (2,01 persen di perkotaan dan 1,55 persen di perdesaan).

Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan (8,43 persen di perkotaan dan 6,11 persen di perdesaan), biaya listrik (3,30 persen di perkotaan dan 1,87 persen di perdesaan), dan angkutan (2,48 persen di perkotaan dan 1,19 persen di perdesaan), dan biaya pendidikan (2,40 persen di perkotaan dan 1,16 persen di perdesaan).

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,50 pada Maret 2009 menjadi 2,21

pada Maret 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,68 menjadi 0,58 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

(5)

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Indonesia

Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010

Tahun Kota Desa Kota + Desa

(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2009 1,91 3,05 2,50 Maret 2010 1,57 2,80 2,21 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2009 0,52 0,82 0,68 Maret 2010 0,40 0,75 0,58

Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah

perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada perkotaan, sama seperti tahun 2009. Pada Maret 2010, nilai

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,57 sementara di daerah perdesaan mencapai

2,80. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,40 sementara di daerah perdesaan

mencapai 0,75. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dari daerah perkotaan.

(6)

4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan

dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan

makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung

Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua

komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.

c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum

makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,

sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2010 adalah

data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul Konsumsi Maret 2010. Jumlah sampel sebesar 68.000 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

(7)

Tabel 4

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi Maret 2009-2010

Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa K+D Kota Desa K+D

Kode Provinsi 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 11 NAD 182,19 173,37 710,68 688,48 892,86 861,85 15,44 14,65 24,37 23,54 21,80 20,98 12 Sumatra Utara 688,04 689,00 811,64 801,89 1 499,68 1 490,89 11,45 11,34 11,56 11,29 11,51 11,31 13 Sumatra Barat 115,78 106,18 313,48 323,84 429,25 430,02 7,50 6,84 10,60 10,88 9,54 9,50 14 Riau 225,60 208,92 301,89 291,34 527,49 500,26 8,04 7,17 10,93 10,15 9,48 8,65 15 Jambi 117,29 110,82 132,41 130,79 249,69 241,61 12,71 11,80 6,88 6,67 8,77 8,34 16 Sumatra Selatan 470,03 471,22 697,85 654,50 1 167,87 1 125,73 16,93 16,73 15,87 14,67 16,28 15,47 17 Bengkulu 117,60 117,21 206,53 207,72 324,13 324,93 19,16 18,75 18,28 18,05 18,59 18,30 18 Lampung 349,31 301,73 1 208,97 1 178,20 1 558,28 1 479,93 16,78 14,30 21,49 20,65 20,22 18,94 19 Bangka Belitung 28,78 21,85 47,85 45,90 76,63 67,75 5,86 4,39 8,93 8,45 7,46 6,51 21 Kepulauan Riau 62,58 67,08 65,63 62,59 128,21 129,66 7,63 7,87 8,98 8,24 8,27 8,05 31 DKI Jakarta 323,17 312,18 - - 323,17 312,18 3,62 3,48 - - 3,62 3,48 32 Jawa Barat 2 531,37 2 350,53 2 452,20 2 423,19 4 983,57 4 773,72 10,33 9,43 14,28 13,88 11,96 11,27 33 Jawa Tengah 2 420,94 2 258,94 3 304,75 3 110,22 5 725,69 5 369,16 15,41 14,33 19,89 18,66 17,72 16,56 34 DI Yogyakarta 311,47 308,36 274,31 268,94 585,78 577,30 14,25 13,98 22,60 21,95 17,23 16,83 35 Jawa Timur 2 148,51 1 873,55 3 874,07 3 655,76 6 022,59 5 529,30 12,17 10,58 21,00 19,74 16,68 15,26 36 Banten 348,74 318,29 439,33 439,87 788,07 758,16 5,62 4,99 10,70 10,44 7,64 7,16 51 Bali 92,06 83,62 89,66 91,31 181,72 174,93 4,50 4,04 5,98 6,02 5,13 4,88 52 NTB 557,54 552,62 493,41 456,74 1 050,95 1 009,35 28,84 28,16 18,40 16,78 22,78 21,55 53 NTT 109,41 107,38 903,74 906,71 1 013,15 1 014,09 14,01 13,57 25,35 25,10 23,31 23,03 61 Kalimantan Barat 93,98 83,43 340,79 345,32 434,77 428,76 7,23 6,31 10,09 10,06 9,30 9,02 62 Kalimantan Tengah 35,78 33,23 130,08 130,99 165,85 164,22 4,45 4,03 8,34 8,19 7,02 6,77 63 Kalimantan selatan 68,76 65,76 107,21 116,20 175,98 181,96 4,82 4,54 5,33 5,69 5,12 5,21 64 Kalimantan Timur 77,06 79,24 162,16 163,76 239,22 243,00 4,00 4,02 13,86 13,66 7,73 7,66 71 Sulawesi Utara 79,25 76,38 140,31 130,35 219,57 206,72 8,14 7,75 11,05 10,14 9,79 9,10 72 Sulawesi Tengah 54,67 54,22 435,17 420,77 489,84 474,99 10,09 9,82 21,35 20,26 18,98 18,07 73 Sulawesi Selatan 124,50 119,18 839,06 794,25 963,57 913,43 4,94 4,70 15,81 14,88 12,31 11,60 74 Sulawesi Tenggara 26,19 22,18 408,15 378,52 434,34 400,70 4,96 4,10 23,11 20,92 18,93 17,05 75 Gorontalo 22,19 17,84 202,43 192,05 224,62 209,89 7,89 6,29 32,82 30,89 25,01 23,19 76 Sulawesi Barat 43,51 33,73 114,72 107,61 158,23 141,33 12,59 9,70 16,65 15,52 15,29 13,58 81 Maluku 38,77 36,35 341,24 342,28 380,01 378,63 11,03 10,20 34,30 33,94 28,23 27,74 82 Maluku Utara 8,72 7,64 89,27 83,44 98,00 91,07 3,10 2,66 13,42 12,28 10,36 9,42 91 Papua Barat 8,55 9,59 248,29 246,66 256,84 256,25 5,22 5,73 44,71 43,48 35,71 34,88 94 Papua 28,19 26,18 732,16 735,44 760,35 761,62 6,10 5,55 46,81 46,02 37,53 36,80 Indonesia 11 910,53 11 097,77 20 619,44 19 925,62 32 529,97 31 023,39 10,72 9,87 17,35 16,56 14,15 13,33

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis

kegiatan ekonomi kreatif, kondisi fisik bangunan serta kondisi sosial masyarakat. Faktor lokasi dalam perkembangan kegiatan pariwisata kurang begitu berperan. Indikator

Sebelum PPL dilaksanakan, terlebih dahulu praktikan berkonsultasi dengan guru pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak sekolah mengenai pelaksanaan praktik

Cara yang paling afdhal jika anda mendapati 2 ayat yang mirip adalah dengan membuka mushaf pada setiap ayat yang mirip tersebut, lalu perhatikanlah perbedaan diantara kedua

(2) Perorangan atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11 dan atau Pasal 12 dikenakan sanksi berupa penarikan

(4) definitiveness, artinya perencanaan pendidikan harus mampu memastikan bahwa dengan data-data yang digunakan akan dapat memprediksi pencapaian tujuan pendidikan

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan aktivitas sitotoksik secara in silico dari senyawa asam 10- N -(benzoil)folat dengan metotreksat, memperoleh senyawa asam 10-

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi penggunaan obat dalam waktu mencapai ANC recovery di antara produk filgrastim merek dagang