• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN PRODUKTIVITAS"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menjadi sarjana (S1)

Disusun Oleh :

DAVID LEWIS HASUDUNGAN TAMBUNAN

NIM : 11.151.1030

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MESIN DENGAN

MANAJEMEN AUTONOMOUS MAINTENANCE DI PT.

SUZUKI INDOMOBIL MOTOR CIKARANG PLANT (Studi

Kasus di Powertrain Departement Transmission Section - Forging)

DAVID LEWIS HASUDUNGAN TAMBUNAN NIM : 11.151.1030

Telah dipertahankan di depan dewan Penguji pada hari Jum’at tanggal 20 bulan September tahun 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk

diterima sebagai Skripsi Program Studi Manajemen Universitas Pelita Bangsa

(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

BISNIS DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PELITA BANGSA

Nama : DAVID LEWIS HASUDUNGAN TAMBUNAN

NIM : 11.151.1030

Angkatan/Kelas : 2015/D.1

Konsentrasi : OPERASIONAL/PRODUKSI

Judul Skripsi : PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MESIN DENGAN MANAJEMEN AUTONOMOUS MAINTENANCE DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR CIKARANG PLANT (Studi Kasus di Powertrain Departement Transmission

Section - Forging)

(4)

iii

SURAT PERNYATAAN

Bersama-ini saya,

Nama : DAVID LEWIS HASUDUNGAN TAMBUNAN NIM : 11.151.1030

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya ajukan ini adalah hasil karya sendiri yang belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada Program Sarjana ini ataupun pada program lain. Karya ini adalah milik saya. Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka Saya bersedia untuk ditinjau dan menerima sanksi sebagaimana mestinya.

(5)

iv

ABSTRAK

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MESIN DENGAN MANAJEMEN

AUTONOMOUS MAINTENANCE DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR

CIKARANG PLANT (Studi Kasus di Powertrain Departement Transmission

Section - Forging)

Oleh

DAVID LEWIS HASUDUNGAN TAMBUNAN NIM : 11.151.1030

Persaingan dunia usaha saat ini, semua perusahaan saling bersaing untuk memenuhi permintaan konsumen untuk meningkatkan penjualan produknya. Khususnya industri manufaktur otomotif, tentunya hal ini membuat perusahaan akan terus-menerus produksi demi memenuhi permintaan konsumen. Agar perusahaan dapat selalu produktif dibutuhkan mesin-mesin yang selalu dalam kondisi optimal, untuk itu dibutuhkan manajemen perawatan yang baik agar tidak terjadi kerusakan mesin atau breakdown mesin yang dapat mempengaruhi penurunan produktivitas atau efektivitas mesin.

Autonomous Maintenance yang merupakan salah satu dari pilar Total Produktive Maintenance (TPM) yang dikembangkan untuk mengatasi masalah kerusakan

mesin dengan pemeliharaan mandiri yang dilakukan operator untuk merawat mesin dan peralatan yang digunakannya agar mesin tetap bisa produksi dengan efektif dan optimal sebelum mencapai kerusakan yang lebih besar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yang merupakan data penelitian yang didapatkan dari data produksi dan hasil pengamatan di PT. Suzuki Indomobil Motor Cikarang Plant dengan metode Sampling Purposive. Produktivitas mesin diukur dengan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan uji beda dengan Paired Sample t- Test menggunakan Software SPSS.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Manajemen Autonomous Maintenance yang baik dan tetap konsisten dapat meningkatkan produktivitas mesin. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai OEE di mesin Hot Forging #1 dari 69.52% menjadi 80.1%. kemudian hasil dari pengujian uji beda dengan Paired Sample t- Test menggunakan Software SPSS didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0.000 dibawah dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai OEE sebelum dan sesudah dilakukan Autonomous Maintenance terhadap

produktivitas mesin.

(6)

v

ABSTRACT

Today competition in the business world, all companies compete with each other to meet consumer demand to increase sales of their products. Especially the automotive manufacturing industry, this makes the company will continue production to meet consumer demand. So that the company can always be productive, machines that are always in optimal condition are needed, so good maintenance management is needed to prevent machine damage or machine breakdown that can affect the decrease in productivity or effectiveness of the machine.

Autonomous Maintenance which is one of the pillars of Total Productive Maintenance (TPM) that was developed to overcome the problem of machine damage with independent maintenance carried out by the operator to treat the machines and equipment used so that the machine can continue to produce effectively and optimally before achieving greater machine damage.

The research method used is a quantitative. the research data obtained from production data, observations and interviews at PT. Suzuki Indomobil Motor Cikarang Plant with Purposive Sampling method. Machine productivity is measured by Overall Equipment Effectiveness (OEE) and different test with Paired Sample t-Test using SPSS Software.

Based on the results of the research can be concluded that the implementation of a good and consistent Autonomous Maintenance Management can increase machine productivity. This can be seen from the increasing value of OEE in Hot Forging machine # 1 from 69.52% to 80.1%. Then the results of the different test with Paired Sample t-Test using SPSS Software showed that the significance value (2-tailed) was 0,000 below 0.05, so it can be concluded that there is a significant difference between OEE values before and after Autonomous Maintenance on machine productivity .

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan ridho-Nya maka skripsi dengan judul “PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS MESIN DENGAN MANAJEMEN AUTONOMOUS

MAINTENANCE DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR CIKARANG PLANT

(Studi kasus di Powertrain Departement Transmission Section – Forging)” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan study pada Program Sarjana- Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis dan Ilmu Sosial Universitas Pelita Bangsa.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Kurbandi SBR., M.M selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi.

2. Bapak Hamzah Muhammad Mardi Putra, S.K.M., M.M selaku Rektor Universitas Pelita Bangsa.

3. Ibu Preatmi Nurastuti, S.E., M.M selaku Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis dan Ilmu Sosial .

4. Ibu Yunita Ramadhani RDS., S.E., M.Sc selaku Ketua Jurusan Manajemen.

5. Civitas Akademika Fakultas Ekonomi Bisnis dan Ilmu Sosial

6. Rekan-rekan mahasiswa program Sarjana Universitas Pelita Bangsa. 7. Kedua orang tua, Bapak M. Zen Tambunan dan Ibu Nurliana. Terima

kasih atas do’a dan dukungan yang selalu terucap untuk saya, serta dukungan moral, material, dan finansialyang selalu diberikan.

8. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan dorongan semangat.

(8)

vii

9. Rekan-rekan kelas MA15D1 Produksi yang telah memberikan dukungan dan motivasinya.

10. Rekan-rekan mahasiswa program studi manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis dan Ilmu Sosial Universitas Pelita Bangsa angkatan 2015.

Penulis menyadari masih banyak keterbatasan pada susunan skripsi sehingga kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan penulisan laporan penelitian di kemudian hari. Namun demikian, penulis tetap berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bekasi, 15 September 2019 DAVID LEWIS H.T

(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Sistematika Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN/TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Landasan Teori... 8

2.1.1 Perawatan mesin (Maintenance) ... 8

2.1.2 TPM (Total Productive Maintenance) ... 11

2.1.3 Autonomous Maintenance ... 15

2.1.4 Produktivitas ... 16

2.1.5 Mesin ... 18

2.1.6 Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... 19

2.1.7 Statistical Product and Service Solution (SPSS) ... 21

2.1.8 Paired Sample T- Test ... 22

2.1.9 Pareto Diagram ... 23

2.1.10 Cause and Effect Diagram ... 23

2.1.11 Lembar Periksa (Check Sheet) ... 24

2.2 Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30

(10)

ix

3.2 Tempat, Waktu, dan Jadwal Kegiatan Penelitian ... 30

3.3 Kerangka Konsep ... 31

3.3.1 Kerangka Penelitian ... 31

3.3.2 Defenisi Operasional Variabel ... 32

3.4 Populasi dan Pengambilan Sample ... 35

3.4.1 Populasi ... 35

3.4.2 Sampel ... 35

3.5 Metode Pengumpulan data ... 36

3.6 Metode Analisis Data ... 36

BAB IV OBYEK PENELITIAN ... 37

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 37

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 37

4.1.2 Visi, Misi dan Motto Perusahaan ... 38

4.1.3 Program-Program Perusahaan ... 38

4.1.4 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... 40

4.1.5 Lokasi Perusahaan ... 40

4.2 Struktur Organisasi Obyek Penelitian ... 42

4.3 Kegiatan Operasional Perusahaan ... 43

BAB V HASIL PENELITIAN ... 48

5.1 Analisis Data ... 48

5.1.1 Analisa Mesin Kritis ... 48

5.1.2 Analysis Produktivitas Mesin ... 50

5.2 Pembahasan... 55

5.2.1 Penerapan Autonomous Maintenance ... 55

5.2.2 Evaluasi Hasil Penerapan Autonomous Maintenance ... 60

5.2.3 Uji Beda Dengan Paired Sample t- Test ... 62

BAB VI PENUTUP ... 64

6.1 Kesimpulan ... 64

6.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(11)

x

DAFTAR GRAFIK

No. Judul Grafik Hal.

Grafik 1.1 Forecast Produksi 2W & 4W………. 2

Grafik 1.2 Stop Rate Mesin Hot Forging….….………... 3

Grafik 1.3 Reject Rate Mesin Hot Forging...………... 3

Grafik 1.4 Overall Equipment Efectiveness Mesin Hot Forging………... 4

Grafik 5.1 Pareto Kerusakan mesin……….………... 51 Grafik 5.2 Perbandingan AV, RP, RQ, OEE Sebelum dan Sesudah

Autonomous Maintenance…..………

60 Grafik 5.3 Perbandingan Breakdown Sebelum dan Sesudah Autonomous

Maintenance…..………

(12)

xi

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Hal.

3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian………. 30

3.2 Defenisi Operasional Variabel………. 32

5.1 Tabel 5.1 Data Breakdown Press Forging Periode April 2018 – Maret 2019... 48 5.2 Perbandingan Jumlah Hasil Produksi... 49

5.3 Perbandingan Breakdown Mesin Hot Forging #1 Terhadap Working Time... 49 5.4 Data AV, RP, RQ, dan OEE Mesin Hot Forging#1... 50

5.5 Frekuensi Kerusakan Mesin Hot Forging #1... 52

5.6 Paired Samples Statistics………... 61

5.7 Paired Samples Correlations………... 63

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Hal.

3.1 Kerangka Penelitian……….. 31

4.1 Board Of Director & Directorate Head Level Structure Organization... 42 4.2 Struktur Organisasi Departement PowerTrain... 43

5.1 Analisa Akar Masalah Dengan Fishbone Diagram... 53

5.2 List Unit Mesin di Mesin Hot Forging#1... 57

5.3 Identifikasi Perawatan Unit Mesin... 58

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Penelitian ... 68

LAMPIRAN 2. Riwayat Hidup Penulis ... 69

LAMPIRAN 3. Hasil Uji Beda Paired Samples T- Test ... 70

LAMPIRAN 4. List Unit Mesin Yang Perlu Perawatan Rutin ... 71

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bersamaan dengan perkembangan era industri pada saat ini, perusahaan– perusahaan terus saling bersaing untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Khususnya industri manufaktur yang bergerak dalam bidang Otomotif berbagai usaha dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan konsumen yang beragam, hal ini membuat perusahaan terus menerus melakukan produksi untuk memenuhi permintaan konsumen. Agar perusahaan dapat selalu produktif penggunaan mesin dan peralatan sebagai alat pendukung produksi sangat dibutuhkan oleh perusahaan, tentunya kondisi mesin dan peralatan apabila beroperasi secara terus menerus dipakai kemampuannya akan mengalami penurunan. Menurunnya kondisi performa mesin dan peralatan dapat disebabkan dari kurangnya perawatan mesin dan akan berdampak terhadap rendahnya produktivitas mesin.

Rendahnya produktivitas mesin dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. penggunaan mesin yang kurang maksimal salah satunya diakibatkan dari breakdown (kerusakan mesin) hal inilah yang dapat menyebabkan menurunnya kinerja mesin-mesin produksi yang berdampak perusahaan akan mengalami kerugian yang dapat menghilangkan keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh perusahaan, seperti biaya untuk memperbaiki kerusakan mesin secara terus menerus, serta biaya yang timbul akibat menurunnya produktivitas produksi yang di ukur menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Hal

(16)

2

ini yang dialami oleh perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Cikarang

Powertrain Departement Transmission Section - Forging. Bagian Forging

merupakan proses awal untuk pembuatan Gear & Shaft Transmisi mobil dan motor produk-produk Suzuki yang berkualitas yang akan dikirim ke luar negri / ekspor, maupun dalam negri / Domestik hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan produk berdasarkan forecast produksi 2W & 4W pada tabel berikut :

Grafik 1.1 Forecast Produksi 2W & 4W

Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019

Meningkatnya permintaan produk unit 4W (Mobil) dan 2W (Motor) membuat perusahaan harus menjaga kontinuitas produksi produk yang dihasilkan. Dengan begitu dibutuhkan kondisi mesin-mesin yang optimal agar proses produksi dapat tetap berjalan dengan lancar. Khususnya bagian forging yang merupakan proses awal dari pembuatan komponen Gear & Shaft Transmisi, namun dari beberapa mesin yang ada di bagian tersebut mesin Hot Forging merupakan mesin yang mengalami Penurunan Produktivitas, hal ini dapat dilihat

11.397 15.991 16.798 19.128 19.000 18.094 14.891 18.795 19.396 22.840 21.554 20.681 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

Apr-19 May-19 Jun-19 Jul-19 Aug-19 Sep-19

Grafik Forecast Produksi

4W 2W

(17)

pada data tabel rata-rata Stop Rate dan Reject Rate dari data Mesin Hot Forging yang melebihi dari target yang telah di tentukan berikut :

Grafik 1.2 Stop Rate Mesin Hot Forging

Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019

Gambar 1.3 Grafik Reject Rate Mesin Hot Forging

Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019

27,5 25,6 27,8 26,8 27,2 25,1 27,7 26,6 26,3 26,2 25,4 26,7 26,6 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0

GRAFIK STOP RATE MESIN HOT FORGING

ACTUAL TARGET % 0,5 0,4 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450 0,500

GRAFIK REJECT RATE MESIN HOT FORGING

ACTUAL TARGET

(18)

4

Gambar 1.4 Grafik OEE Rate Mesin Hot Forging

Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019

Meningkatnya Stop Rate dan Reject Rate dari mesin-mesin hot forging tersebut diakibatkan dari besarnya waktu yang disebabkan dari kerusakan mesin atau Downtime yang terjadi terus-menerus karena besarnya waktu yang diperlukan untuk memperbaiki komponen mesin yang rusak serta seringnya frekuensi kerusakan mesin atau peralatan yang terjadi. Maka dari itu dibutuhkan suatu metode pemeliharaan mesin secara mandiri (Autonomous Maintenance) yang merupakan suatu metode dalam Total Produktive Maintenance (TPM) yang dapat mengurangi Downtime yang mengakibatkan produktivitas mesin dapat meningkat dan bisa mengurangi biaya yang ditimbulkan dari adanya Downtime. Penelitian tentang Autonomous Maintenance ini sangat pantas dianalisa karena dengan melibatkan langsung operator mesin serta bagian-bagian perusahaan yang ikut terlibat dalam kegiatan pemeliharaan. PT. Suzuki Indomobil

Motor saat ini sedang berusaha untuk meningkatkan Produktivitas

mesin-mesinnya hal ini sejalan dengan penelitian ini yang membahas metode TPM

59,7% 60,2% 74,2% 64,1% 70,4% 74,8% 68,6% 66,7% 71,1% 67,2% 88,8% 68,4% 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0%

100,0%

GRAFIK OEE MESIN HOT FORGING

OEE (%) Target

(19)

dengan Autonomous Maintenance yang dapat membantu meningkatkan

produktivitas mesin di perusahaan tersebut khususnya di mesin Hot Forging

bagian Forging Transmisi.

Batasan penelitian ini hanya membahas kondisi produktivitas tahun 2018 sampai tahun 2019 terhadap mesin-mesin yang ada dibagian Forging-

Transmission Section Powertrain Departement di PT. Suzuki Indomobil Motor

Cikarang Plant agar peneliti dapat lebih terfokus dalam melakukan penelitian. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah :

1. Bagaimana penurunan breakdown di mesin Hot Forging dengan manajemen

Autonomous Maintenance ?

2. Bagaimana peningkatan Produktivitas (Availability, Performance Rate,

Quality Rate, dan Overall Effectiveness Effisiensi) di mesin Hot Forging

dengan manajemen Autonomous Maintenance ? 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini terhadap permasalahan yang ada dimesin

Hot Forging yaitu untuk mengetahui efek dari pelaksanaan Autonomous Maintenance terhadap peningkatan Produktivitas mesin yang diukur dengan Availability Rate, Performance Rate, Quality Rate, dan Overall Equipment Effectiveness (OEE).

(20)

6

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, peneliti, dan juga pembaca.

a. Manfaat bagi perusahaan

Manfaat dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi masukan yang bermanfaat untuk memperbaiki sistem manajemen pemeliharaan mesin-mesin diperusahaan, sehingga dapat lebih meningkatkan produktivitasnya melalui manajemen Autonomous Maintenance secara maksimal yang nantinya akan berakhir menjadi profit bagi perusahaan.

b. Manfaat bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah sebagai langkah awal dalam mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh selama duduk dibangku kuliah dan mempraktekkannya sesuai dengan kondisi yang ada. Serta dapat memberikan hasil yang positif bagi perusahaan yang menjadi objek penelitian sehingga mengalami kemajuan.

c. Manfaat bagi pembaca

Manfaat bagi pembaca dapat dijadikan bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi pada penelitian sejenis.

1.5 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan skripsi yang kan dilakukan peneliti berdasarkan pada aturan sistematika yang sudah diterapkan oleh program studi managemen. STIE Pelita Bangsa (Surya Bintarti, 2015:38-48), sehingga dapat diuraikan sebagai berikut :

(21)

- Bab I : Pendahuluan, dimana pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat/kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

- Bab II : Kajian pustaka, dimana pada bab ini menjelaskan tentang landasan teori, lalu menjelaskan tentang penelitian terdahulu yang relevan.

- Bab III : Metodologi penelitian, dimana pada bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, kerangka konsep yang meliputi desain penelitian dan deskripsi operasional variabel penelitian, selanjutnya menjelaskan tentang populasi dan sample, metode pengumpulan data, metode analisis data yang meliputi tahap pengolahan data kuantitatif dan tahap pengujian instrumen penelitian.

- Bab IV : Gambaran umum obyek penelitian, pada bab ini menjelaskan tentang sejarah Perusahaan yang meliputi visi, misi, target, sasaran, selanjutnya menjelaskan tentang struktur organisasi yrng terdiri dari gambar struktur organisasi. Selanjutnya menjelaskan tentang kegiatan operasional.

- Bab V : Analisis dan Pembahasan, di bab ini menganalisis dan mengolah data yang ada dari pelaksanaan Autonomous Maintenance serta dampaknya terhadap produktivitas mesin Hot Forging.

- Bab VI : Penutup, pada bab ini menjelaskan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pengolahan serta analisis data yang telah dilakukan. Kemudian terdapat saran sebagai bahan masukan untuk perusahaan supaya dapat lebih meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang.

(22)

8

BAB II

KAJIAN/TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Perawatan mesin (Maintenance)

Suatu kegiatan industri tidak terhindar dari pemakaian mesin dan alat produksi. Kelancaran produksi bergantung pada baik atau tidaknya kondisi peralatan yang digunakan. Hal ini tergantung pada cara pakai dan perawatan mesin yang dilakukan. Kegiatan perawatan meliputi kegiatan pengecekan, melumasi dan perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada serta penyesuaian atau penggantian suku cadang atau komponen yang terdapat pada mesin atau fasilitas tersebut (Assauri, et all.,2013).sedangkan menurut (Sudrajat, 2011) perawatan atau maintenance dapat didefenisikan sebagai sebuah aktifitas yang dibutuhkan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai. Dalam perawatan tindakan-tidakan yang dapat dilakukan antara lain : a. Pemeriksaan, yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem untuk mengetahui apakah sistem masih berada dalam keadaan yang memenuhi persyaratan yang diinginkan.

b. Penggantian komponen, yaitu tindakan penggantian komponen sistem yang sudah tidak berfungsi dimana tindakan yang dilakukan dapat bersifat terencana dan tidak terencana.

c. Repair dan overhole, yaitu melakukan pemeriksaan secara cermat serta melakukan perbaikan dimana dilakukan setup ulang.

(23)

d. Penggantian system, yaitu tindakan yang diambil apabila tindakan-tindakan yang lain sudah tidak memungkinkan lagi.

Pemeliharaan (Maintenance) meliputi 5 tujuan, yaitu :

1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan target serta rencana produksi.

2. Mengurangi pemakaian dan pemyimpanan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan.

3. Menjaga agar kualitas produk berada pada tingkat yang diharapkan guna memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan.

4. Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

5. Mencapai tingkat biaya serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan

maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhanannya.

Aktivitas mesin pemeliharaan suatu fasilitas atau mesin produksi yang dilakukan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

Perawatan tidak terencana (Unplanned Maintenance), merupakan perawatan yang tidak direncanakan terlebih dahulu yang disebabkan oleh tidak adanya perencanaan serta jadwal perawatan mesin/peralatan. Kegiatan perawatan ini disebut juga perawatan darurat (Breakdown Maintenance) yang didefenisikan sebagai perawatan yang perlu dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang

(24)

10

lebih fatal seperti kerusakan besar pada mesin/ peralatan, berhentinya line produksi dan keselamatan kerja.

Perawatan Terencana (Planned Maintenance), Merupakan kegiatan perawatan yang mengacu pada rencana yang telah disusun dan dilaksanakan serta di dokumentasikan. Perawatan/pemelliharaan terbagi menjadi 3 bentuk pelaksanaannya yaitu (Wijaya dan Sensue, 2011) :

1. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)

Preventive Maintenance adalah suatu kegiatan pemeriksaan secara periodik

terhadap mesin dan peralatan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi yang menyebabkan kerusakan mesin, serta untuk menjaga mesin dan peralatan yang telah rusak dengan cara memperbaiki dan menyetel ulang sebelum menjadi kerusakan yang lebih parah. Perawatan ini juga terbagi menjadi dua menjadi : Perawatan Rutin, yang merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin setiap hari seperti melakukan pembersihan peralatan, pelumasan, pengecekan oli, dll. selanjutnya perawatan periodic yang merupakan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara periodic atau jangka waktu tertentu seperti memeriksa komponen-komponen dari mesin/peralatan.

2. Corrective Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)

Corrective Maintenance adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu

Preventive Maintenance. Pada umumnya Corrective Maintenance bukanlah

aktifitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kondisi prima sebuah

(25)

mesin atau peralatan. Corrective Maintenance biasanya juga dikenal sebagai

Breakdown Machine. Pemeliharaan hanya dilakukan setelah mesin rusak.

Sehingga apabila strategi ini digunakan sebagai strategi utama maka akan menimbulkan dampak yang sangat tinggi terhadap suatu proses produksi.

3. Predictive Maintenance

Predictive Maintenance adalah kegiatan Maintenance yang dilakukan pada

tanggal yang telah ditetapkan berdasarkan hasil prediksi analisa dan evaluasi data operasi yang diambil untuk melakukan Predictive Maintenance itu dapat berupa data yang diperoleh dari maker pembuat mesin, kondisi actual dilapangan seperti perubahan getaran atau vibrasi, suara abnormal, temperatur, dan tekanan pada suatu peralatan.

2.1.2 TPM (Total Productive Maintenance)

Menurut Nakajima, et all., (2013) TPM (Total Productive Maintenance) adalah suatu program untuk mengembangkan Fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi, yang melibatkan seluruh sumber daya manusianya. Yang mana apabila hal ini diimplementasikan secara penuh, maka TPM dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas, serta dapat menurunkan biaya. Tujuan utama dari TPM adalah zero breakdown dan zero defect. Yang mana apabila kerusakan mesin dapat dihilangkan maka dapat meningkatkan tingkat pengoperasian alat, biaya produksi menurun, meningkatkan produktivitas karyawan dan juga dapat mengurangi inventory. Dengan begitu apabila TPM dapat diterapkan dengan baik maka dapat menghemat biaya yang sangat besar

(26)

12

dengan meningkatkan dan menjaga produktivitas dari mesin. Menurut Hasriyono (2009) TPM memiliki 3 komponen yaitu :

Total Approach (Pendekatan Total), Filosofi dari TPM sesuai dengan semua aspek yang terkait dengan fasilitas yang dipergunakan dalam area operasi dan orang yang mengoperasikan, Men Setup dan merawat fasilitas yang merupakan objek yang menjadi fokus perhatian.

Productive Action (Aksi yang Produktif), pendekatan yang bersifat proaktif pada setiap kondisi dari operasi fasilitas yang bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas secara secara terus menerus dan performansi bisnis yang optimal

secara keseluruhan.

Maintenance (Perawatan), Pelaksanaan manajemen perawatan yang baik dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan integrasi dari semua operator produksi hingga level manajemen.

Defenisi lengkap TPM memuat 5 hal JIPN (Japan Institute of Plan

Maintenance) antara lain : Memaksimalkan efektivitas menyeluruh alat/mesin,

Menerapkan system Preventive Maintenance yang komprehensif sepanjang umur mesin/peralatan, Melibatkan seluruh departemen perusahaan, Melibatkan semua karyawan dari top manajemen sampai karyawan lapangan, Mengembangkan

Preventive Maintenance melalui manajemen motivasi aktivitas kelompok kecil

mandiri. TPM terfokus dapat mengurangi 6 Big Losses kategori berikut :

1. Equipment Failure (Kerugian karena kerusakan peralatan/mesin)

Kerusakan mesin atau peralatan akan menyebabkan waktu terbuang dengan sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya

(27)

volume produksi serta biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki mesin yang rusak tersebut.

Equipment Failure = Total Breakdown Time x 100% Loading Time

2. Set Up and Adjustment (Kerugian karena adanya waktu penyetelan)

Kerugian karena adanya penyetelan yaitu semua waktu penyesuaian

(Adjustment and Set up) yang dibutuhkan untuk pekerjaan penggantian jenis

produk ke jenis produk selanjutnya yang akan diproduksi. Dengan kata lain total kebutuhan waktu tidak produksi mesin yang dibutuhkan untuk Adjustment and Set

Up sampai menghasilkan produk selanjutnya.

Set Up and Adjustment = Total Setup / Adjustment Time x 100% Loading Time

3. Idling Minor Stoppage (Kerugian karena waktu berhenti sesaat)

Kerugian karena waktu berhenti sesaat ini muncul pada saat adanya factor eksternal yang mengakibatkan mesin/peralatan yang berhenti berulang-ulang tanpa menghasilkan suatu produk.

Idling Minor Stoppage = Non Productive Time x 100% Loading Time

4. Reduced Speed (kerugian karena penurunan kecepatan operasi)

Menurunnya kecepatan produksi timbul jika operasi lebih kecil dari kecepatan yang dirancang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya kecepatan produksi antara lain disebabkan oleh :

a. Kecepatan mesin yang di rancang tidak dapat dicapai karena berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin dan peralatan yang digunakan.

(28)

14

b. Kecepatan produksi mesin/peralatan menurun akibat operator tidak mengetahui berapa kecepatan normal mesin/peralatan sesungguhnya.

c. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah pada mesin/peralatan dan kualitas produksi yang dihasilkan jika diproduksi pada kecepatan produksi yang lebih tinggi.

= Actual Production Time – (Ideal Cycle Time x Jumlah Produksi) x 100%

Loading Time

5. Process Defect/Rework Losses (Kerugian karena kualitas produk cacat)

Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, limbah produksi akan meningkat serta peningkatan biaya untuk pengerjaan ulang. Kerugian yang diakibatkan pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk berproduksi kembali.

Rework Losses = Ideal Cycle Time x Rework x 100% Loading Time

6. Reduced Yield (Kerugian pada awal produksi)

Kerugian yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas yang harapkan. Kerugian ini timbul dikarenakan beberapa faktor seperti kondisi operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin/peralatan, ataupun operator yang tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang dilakukan karena karyawan baru atau operator pindahan.

Reduced Yield = Ideal Cycle Time x Yield x 100% Loading Time

(29)

Manfaat penerapan TPM bagi perusahaan ialah dapat meningkatkan produktivitas dengan mengurangi kerugian-kerugian yang terjadi terhadap perusahaan. Selain itu dapat meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan mengurangi Downtime mesin dengan metode terfokus. Kemudian dapat juga mempercepat waktu pengiriman ke proses selanjutnya atau konsumen karena produksi yang tanpa adanya gangguan akan lebih mudah untuk melaksanakannya. Dengan begitu dapat mengurangi biaya produksi, Selain itu dapat membuat kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja menjadi lebih baik dan menambah motivasi kerja karyawan juga karena hak dan tanggung jawab diberikan kepada setiap orang.

2.1.3 Autonomous Maintenance

Menurut Tanti Octavia et all., 2001 Autonomous Maintenance merupakan salah satu bentuk pemeliharaan secara mandiri yang dilakukan operator, dengan memberikan tanggung jawab kepada operator terhadap fasilitas yang digunakan dengan melakukan aktivitas perawatan fasilitas mandiri caranya dengan melatih operator untuk melakukan pembersihan, pelumasan, pemeriksaan, serta perbaikan sederhana terhadap setiap kerusakan yang terjadi di mesin yang dioperasikannya. Adapun tujuan dari pelaksanaan Autonomous Maintenance yaitu :

1. Mencegah dan mengurangi lama waktu Downtime mesin. 2. Mencegah Defect dari proses mesin.

3. Mempercepat penanganan terhadap mesin Downtime. 4. Meningkatkan ketahanan mesin.

(30)

16

6. Mencegah kerusakan mesin yang lebih parah.

7. Meningkatkan pemahaman operator dan Skill tentang mesin.

8. Operator yang memahami dan mampu melakukan perawatan dasar dari mesin. 9. Mengurangi resiko kecelakaan kerja karena operator paham sistem dari keamanan / Safety dari mesin.

2.1.4 Produktivitas

Pertama kali yang memperkenalkan tentang definisi produktivitas adalah Quesnay pada tahun 1776 untuk mendeskripsikan bagaimana keterkaitan antara masukan yang biasa disebut sebagai output. Begitu juga dengan Sumanth pada tahun 1766 untuk pertama kalinya mengemukakan defenisi produktivitas pada sebuah tulisan dengan judul The School of Physiocrat dan seiring berjalannya waktu banyak konsep produktivitas yang terus berkembang sedangakan

Produktivitas menurut Dewan produktivitas nasional RI, Rivianto Purba et all.,

(2014) Produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Produktivitas sering pula dihubungkan dengan efisiensi dan efektifitas suatu system. Efisiensi merupakan suatu ukuran yang menggambarkan tingkat penghematan dalam menggunakan sumber daya. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang menggambarkan seberapa jauh target dapat dicapai. Peningkatan produktivitas merupakan motor penggerak kemajuan ekonomi serta keuntungan perusahaan. Peningkatan produktiviitas dapat dilihat dalam jumlah

(31)

produksi dapat meningkat dengan menggunakan sumber daya yang sama, yang sedikit, bahkan yang relatif lebih kecil. Rumus Produktivitas :

Produktivitas = Keluaran (OutPut) Masukan (Input)

Efisiensi didefinisikan sebagai kehematan penggunaan sumber-sumber daya dalam suatu kegiatan usaha atau dalam kegiatan organisasi, seperti kehematan pemakaian bahan baku, energi, uang, tenaga kerja, waktu dan sebagainya semakin hemat penggunaan sumber daya dalam suatu proses maka prosesnya dapat dikatakan semakin efisien. Efisiensi juga merupakan suatu ukuran yang membandingkan rencana penggunaan masukan dengan realitas penggunaan. Makin besar masukan yang dapat dihemat, makin tinggi tingkat efisiensinya, untuk konsep ini tergantung pada masukannya.

Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (Jumlah, Mutu, dan Waktu) telah tercapai, semakin besar persentase target yang tercapai maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Pengertian lainnya apabila hasil kegiatan menggunakan sumber-sumber sebanyak mungkin dan dengan mutu sebaik mungkin, hal ini berarti pekerjaan dilakukan dengan efektivitas yang tinggi. Begitu juga dengan pemenuhan output atau tujuan suatu proses, semakin tinggi pencapaian terhadap target maka dikatakan proses tersebut semakin efektif. Proses yang efektif ditandai dengan perbaikan proses sehingga menjadi lebih baik dan lebih aman. Dengan begitu hubungan produktivitas dengan efisiensi dan efektivitas bisa dikatakan bahwa perubahan efektivitas menghasilkan keluaran sedangkan perubahan efisiensi penggunaan masukan. Dan untuk proses

(32)

18

produksinya sendiri terdapat 3 jenis proses produksi menurut Assauri, et all., (2019) yaitu :

Proses produksi yang bersifat kontiniu, dimana penggunaan peralatan yang dipakai untuk produksi suatu barang diletakkan sedemikian rupa sesuai dengan urutan kegiatannya.

Proses produksi yang terputus-putus (Proses Produksi Intermitten), dimana peralatan untu produksi yang disusun sedemikian rupa agar lebih fleksibel agar bisa digunakan untuk memproduksi berbagai jenis produk dengan ukuran yang berbeda-beda.

Proses produksi proyek, dimana pengerjaan produksi dikerjakan dalam waktu dan tempat yang berlainan sehingga peralatan yang digunakan bergantung terhadap lokasi proyek yang akan dikerjakan.

2.1.5 Mesin

Menurut Assauri (2004) defenisi mesin yaitu suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan atau tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk tertentu. Berdasarkan klasifikasinya mesin dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

1. General Purpose Machine (Mesin yang sifatnya serbaguna)

General Purpose Machine yaitu suatu mesin yang dibuat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu untuk berbagai jenis barang atau produk maupun bagian dari produk. Mesin-mesin tersebut mempunyai bentuk dan fungsi yang standart dan diproduksi dalam jumlah yang besar, sehingga mesin-mesin dengan jenis General Purpose Machine lebih murah.

(33)

2. Spesial Purpose Machine (Mesin yang sifatnya khusus)

Spesial Purpose Machine yaitu mesin-mesin yang dibuat untuk mengerjakan satu macam produk dengan satu atau beberapa jenis kegiatan yang sama. Mesin-mesin dalam jenis ini digunakan dalam pabrik yang menghasilkan produk dalam jumlah besar dan mesin dengan jenis ini lebih mahal karena merupakan mesin yang dibuat khusus serta membutuhkan biaya perawatan mesin yang mahal. 2.1.6 Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Menurut Iswardi dan Sayuti (2016) Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan efektivitas peralatan secara keseluruhan utnuk mengevaluasi seberapa pencapaian performance dan Reliability suatu peralatan. OEE juga digunakan sebagai kesempatan untuk memperbaiki produktivitas sebuah perusahaan yang pada akhirya sebagai langkah pengambilan keputusan.

Menurut Nakajima dalam Iswardi et.all (2016) Tingkat keakuratan perhitungan efektivitas dengan OEE dapat membantu untuk melakukan perbaikan terhadap suatu proses itu sendiri. OEE juga merupakan suatu alat ukur dalam penerapan Total Produktive Maintenance (TPM) yang berguna untuk tetap menjaga kondisi mesin dengan menghapuskan Six Big Loses yaitu : Breakdown (Produktivitas menurun dan jumlah Produksi sedikit), Set-Up and Adjustment (Adanya waktu yang terbuang dikarenakan Setting alat bantu atau mesin), Idling

and Minor Stop (waktu yang terbuang karena mesin yang berhenti ketika produksi

berjalan), Reduced Speed (Adanya perbedaan kecepatan operasi mesin antara Standart dan aktual), Quality Defect (Banyaknya jumlah barang yang rusak), Start

(34)

20

Up (waktu yang terbuang disaat tahap-tahap awal produksi). OEE dirumuskan

menjadi :

OEE = Availability Rate x Performance Rate x Quality Rate

Batasan nilai OEE yang ideal ialah Availability > 90%, Performance Efficiency >95%, Quality Rate > 99%, OEE >85%.

Untuk menghitung OEE, maka perlu diketahui masing-masing dari komponennya yaitu :

1. Availability

Menurut Boris dalam Badik et.all (2014) Availability (ketersediaan)

mesin/peralatan yang merupakan perbandingan antara waktu operasi (Operation

Time) terhadap waktu persiapan (Loading Time) dari suatu mesin/peralatan.

Sehingga untuk melakukan perhitungan Availability diperlukan waktu operasi (Operation Time), waktu persiapan (Loading Time), Waktu tidak bekerja (Downtime)

Availability = Operation Time x 100% Loading Time

Operation Time = Loading Time – Downtime Loading Time= Running Time – Plan Downtime 2. Performance Rate

Menurut Boris dalam Badik.,et all (2014) Performance Rate adalah tolak

ukur dari efisiensi suatu kinerja mesin dalam menjalankan suatu proses produksi.

Performance Rate merupakan hasil perkalian dari Operating Speed Rate dengan Net Operating Speed. Operating Speed Rate merupakan perbandingan kecepatan

(35)

Performance Efficiency = Operation Speed Rate x Net Operating Speed Operation Speed Rate = Ideal Cycle Time

Actual Cycle Time

Net Operating Speed merupakan perbandingan jumlah produk yang diproses dengan waktu operasi (Operating Time), dikalikan dengan kecepatan actual mesin (Actual Cycle Time).

Net Operating Speed = Jumlah Produksi x Actual Cycle Time x 100% Operation Time

Net Operating Speed berguna untuk menghitung menurunnya kecepatan

produksi. Tiga faktor yang penting untuk menghitung Performance Efficiency yaitu : Ideal Cycle Time (waktu siklus ideal/waktu standar), jumlah produk yang diproses, Operation Time (waktu proses mesin). Maka dari itu Performance Rate dapat dihitung sebagai berikut :

Performance Rate = Jumlah Produksi x Ideal Cycle Time x 100%

Operation Time 3. Quality Rate

Menurut Boris dalam Badik.,et all (2014) Quality Rate merupakan

perbandingan antara jumlah produk yang baik dibagi dengan jumlah produk yang diproduksi. Jumlah produk yang baik didapatkan dari mengurangkan jumlah produksi dengan jumlah produk atau cacat. Lalu diubah ke bentuk persentase.

Quality Rate = Jumlah Produksi – Produk Defect x 100% Jumlah Produksi

2.1.7 Statistical Product and Service Solution (SPSS)

Menurut Uut Krimianto (2015) Statistical Product and Service Solution (SPSS) merupakan paket program yang berguna untuk menganalisis data statistik.

(36)

22

SPSS dapat digunakan untuk hampir seluruh file data dan sekaligus membuat laporan dalam bentuk tabulasi, grafik, dan plot untuk berbagai distribusi maupun statistik deskriptif.

2.1.8 Paired Sample T- Test

Menurut Chriestie E.J.C Montolalu dan Yohanes A.R Langi (2018) Paired

Sample T- Test atau Uji-t berpasangan merupakan salah satu metode pengujian

hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) mendapat 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap mendapatkan 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan berbeda.

Menurut Nisfiannoor (2013) uji Sample T- Test atau Uji-t berpasangan bertujuan untuk menguji ada tidaknya perbedaan mean atau rata-rata dari dua kelompok yang berpasangan. Subyeknya sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.

Dasar pengambilan keputusan untuk uji Paired Sample T- Test atau Uji-t berpasangan ini yaitu :

a. Jika hasil nilai Signifikansi (2-tailed) > 0.05 maka terdapat perbedaan yang signifikan.

b. Jika hasil nilai Signifikansi (2-tailed) < 0.05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

(37)

2.1.9 Pareto Diagram

Menurut Erni Krisnaningsih (2015) pareto diagram dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting untuk melakukan perbaikan dan memberikan petunjuk dalam prioritas mengalokasikan sumber daya untuk menyelesaikan masalah. Pareto diagram juga dapat digunakan untuk membandingkan kondisi proses, seperti ketidaksesuaian proses sebelum dan sesudah dilakukan tindakan perbaikan terhadap proses.

Pareto diagram pertama diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yaitu Alfredo Pareto (1848-1923), menurutnya Pareto diagram adalah suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan dari yang terbesar hingga yang terkecil. Hal ini membantu pemecahan masalah dari yang paling penting untuk segera diselesaikan hingga masalah yang tidak perlu diselesaikan

2.1.10 Cause and Effect Diagram

Menurut Heri Murnawan dan Mustofa (2014) Cause and Effect Diagram (Sebab dan Akibat) atau Fishbone Diagram (Tulang Ikan) digunakan untuk dapat menemukan akar penyebab terjadinya masalah khusus di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila masalah dan penyebab masalah sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan yang akan dilakukan akan menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Sehingga semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan-kemungkinan penyebab dan mencari akar permasalahan yang sebenarnya. Pada dasarnya Fishbone Diagram (Tulang Ikan) atau Cause and

(38)

24

Effect Diagram (Sebab dan Akibat) dapat dipergunakan untuk

kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut :

a) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

b) Membantu membangkitkan ide-ide untuk mencari solusidari suatu masalah c) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut

d) Mengidentifikasi tindakan bagaimana untuk mencapai hasil yang diinginkan e) Membahas issue secara lengkap dan rapi

f) Menghasilkan pemikiran baru

Fishbone Diagram (Tulang Ikan) atau Cause and Effect Diagram (Sebab dan Akibat) dapat memecahkan masalah-masalah klasik yang ada di industri manufaktur khususnya antara lain adalah :

a) Keterlambatan proses produksi

b) Tingkat defect (cacat) produk yang tinggi

c) Mesin produksi yang sering mengalami trouble atau kerusakan mesin

d) Output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi e) Produktivitas yang tidak mencapai target

f) Komplain pelanggan yang terus berulang 2.1.11 Lembar Periksa (Check Sheet)

Menurut Ong Andre dan Wahyu Riyanto (2015) Lembar Periksa (check

sheet) adalah suatu alat yang paling mudah untuk menghitung seberapa sering

sesuatu yang akan terjadi. Dalam menyusun lembar periksa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(39)

b. Data yang dikumpulkan dan dicatat harus jelas. c. Kapan data akan dikumpulkan harus dicantumkan. d. Data yang dikumpulkan harus secara jujur.

2.2 Penelitian Terdahulu Yang Relevan

1. Dari penelitian yang dilakukan di PG. Jatitujuh analisa efektivitas mesin penggiling tebu dengan penerapan Total Produktive Maintenance (TPM) oleh Agus Jiwantoro et all., (2013). Dengan adanya permasalahan yang timbul terkait dengan kerusakan peralatan ketika proses penggilingan yang mengakibatkan adanya Downtime yang tinggi sehingga kinerja mesin menjadi kurang efektif lalu dengan penerapan TPM nilai OEE di mesin penggilingan tebu dapat memenuhi standart.

2. Penelitian Rahmad et all., (2012). Dengan judul Penerapan Overall

Equipment Effectiveness (OEE) Dalam Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) di pabrik gula PT. “Y” yang mana dapat disimpulkan

berdasarkan hasil pengolahan data dengan pengukuran OEE mesin pengiling tebu efektivitasnya rendah hal ini dikarenakan adanya 2 faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya efektivitas mesin yaitu Reduced Speed Loss

Breakdown Loss yang umumnya disebabkan oleh faktor manusia dan masih

kurangnya manajemen perawatan mesin yang masih belum sesuai. Total

Productive Maintenance (TPM) dapat diterapkan di pabrik tersebut hal ini

berkaitan dengan adanya syarat-syarat yang dimiliki perusahaan untuk melakukan penerapan TPM. Program pemeliharaan mandiri (Autonomus

(40)

26

Maintenance) yang merupakan menjadi kunci utama dalam pelaksanaan TPM

diperusahaan tersebut.

3. Penelitian berikutnya dilakukan di PT. Adi Satria Abadi oleh Eko Nursubiyantoro et all.,2016 Implementasi Total Produktive Maintenance (TPM) dalam penerapan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Dengan permasalahan rendahnya performance yang dipengaruhi oleh faktor Idle and

Minor Stoppages dan Speed Losses yang terjadi pada mesin press kemudian

dengan penerapan TPM melalui program pemeliharaan dengan mengenali gejala kerusakan mesin sehingga mesin dapat mencapai nilai OEE yang telah ditetapkan.

4. Kemudian penelitian Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dengan pendekatan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Penentuan kebijakan Maintenance pada mesin Ring Frame divisi Spinning di PT. Pisma Putra Textile, penelitinya Lilik Haryono & Dr. Aris Susanty, S.T (2015) yang mana dengan menghitung OEE dari mesin Ring Frame, lalu menentukan Six

Big Losses, dan mencari penyebab masalah dengan Fish Bone Diagram

kemudian melakukan proses perbaikan.

5. Heri Agung Prabowo et.all (2018) The evaluation of eight pillars Total

Productive Maintenance (TPM) implementation and their impact on Overall Equipment Effectiveness (OEE) and waste the conclusion is based of experiment been discussed, it can be concluded that from the smart –PLS model there are only 6 pillars that significantly from the TPM pillar namely, Autonomous Maintenance, Continous/dedicated improvement, Quality

(41)

Maintenance, Education and Training , Safety Health and Environment and Office TPM. While the 2 pillars not significant are Planned Maintenance and Initial/Development Management Pillars Machine. In addition, correlation/relationship value between TPM pillars to performance is 0.862, meaning that there is a very strong and positive correlation between TPM pillar with performance variable (OEE). The tested hypothesis is answered. While the value of R 2 = 0.734 means that 73.4% performance characteristic can be explained and influenced by TPM pillars. Futhermore, the waste indicator is not significant to measure TPM perforemance because it is more suitable/appropriate to measure the implementation of lean manufacturing strategy.

6. Penelitian Nindita Hapsari et.all (2012) pengukuran efektivitas mesin dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) di PT. Setiaji Mandiri kesimpulan yang didapat ialah system pemeliharaan mesin produksi yang diterapkan adalah Corrective maintenance yang dibantu dengan

Planned Maintenance. Dilihat dari indeks nilai OEE, system pemeliharaan di

perusahaan tersebut masih belum sesuai dengan Japan Institute of Plant

Maintenance (JIPM) yaitu masih belum mencapai 85% hal ini menunjukkan

bahwa efektvitas mesin masih rendah. Pada penelitiannya perbaikan yang diusulkan yaitu penerapan terhadap pilar-pilar TPM.

7. Penelitian Andita Rahayu (2014) dengan judul Evaluasi Efektivitas mesin kiln dengan penerapan Total Productive Maintenance pada pabrik II/III PT. Semen Padang, menyimpulkan dengan pengukuran tingkat efektivitas mesin

(42)

28

klin dengan menggunakan OEE tingkat efektivitasnya masih rendah dikarenakan faktor six big losses Breakdown yang masih besar. Saran yang diberikan ialah hendaknya petunjuk pemeliharaan dan inspeksi rutin harus dilaksanakan dengan baik untuk menghindari kerusakan, sehingga waktu

Breakdown masih dapat dikurangi.

8. Penelitian Badik Yuda Asgara dan Gunawarman Hartono (2014) dengan judul Analisis Efektivitas mesin Overhead Crane dengan metode OEE di PT. BTU, Divisi Boarding Bridge, kesimpulan dari penelitiannya bahwa nilai OEE dari mesin Overhead Crane masih dibawah standart yang diharapkan yaitu dibawah 85% hal ini dikarenakan faktor nilai Availability Rate yang juga masih rendah karena frekuensi Breakdown yang masih tinggi maka perlu dilakukan suatu perbaikan dari segi metode perawatan (Maintenance) yang dilakukan secara rutin oleh operator untuk memperpanjang usia mesin dengan menggunakan Autonomus Maintenance.

9. Penelitian selanjutnya oleh Iswardi dan M. Sayuti (2016) dengan judul Analisis produktivitas perawatan mesin dengan metode TPM pada mesin

Mixing Section kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa produktivitas

perawatan belum optimal dan sebaiknya perawatan diprioritaskan pada mesin timbangan dikarenakan mempunyai nilai terendah. Maka sebaiknya perawatan pada mesin timbangan lebih ditingkatkan, apabila perawtan tidak ditingkatkan maka akan mengakibatkan tingginya biaya produksi yang nantinya hal ini akan sangat berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan.

(43)

10. Ranteshwar Singh et all., (2013) The Total Productive Maintenance (TPM)

Implementation in a machine shop. The conclution form the research is Success of TPM depends on various pillars like 5s, Jishu hozen, Planned Maintenance, Quality Maintenance, Kaizen, Office TPM and Safety Health & Environment.OEE has improved form 63% to 79% indicating the improvement in productivity and improvement in quality of product.it is observed that most of the defective components are because of the previous process namely casting henceto improve the productivity efforts must also be given to previous process as well. The key factors for this implementation are workers involvement and top management support. Still world class TPM implementation is possible with continual support at all the levels along with the supply of necessary resources.

(44)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yang merupakan suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisa keterangan mengenai apa yang ingin diketahui. hal tersebut berdasarkan pada judul yang diteliti yaitu “Peningkatan Produktivitas mesin dengan Manajemen Autonomous Maintenance di PT. Suzuki Indomobil Motor”. Untuk itu dibutuhkan data-data perawatan, kerusakan mesin, serta kondisi produktivitas mesin saat ini pada line produksi perusahaan.

3.2 Tempat, Waktu, dan Jadwal Kegiatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR Cikarang

Plant dibagian Forging, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan

April sd Agustus 2019. Jadwal penelitiannya sebagai berikut : Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian No. Pelaksanaan Kegiatan Mei

2019 Juni 2019 Juli 2019 Agustus 2019 1 Penelitian Pendahuluan 2 Penyusunan Proposal 3 Pengumpulan Data 4 Analisis Data 5 Penyusunan Skripsi Sumber : Peneliti 2019

(45)

3.3 Kerangka Konsep 3.3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka konsep merupakan suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Adapun kerangka penelitian dalam penelitian ini merupakan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

(46)

32

3.3.2 Defenisi Operasional Variabel

Defenisi operasional variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel

Variabel Variabel Indikator Defenisi Indikator

Total Produktive Maintenance (TPM). Produktivitas mesin Autonomous Maintenance (MUKHRIL, 2014)

Memberikan tanggung jawab perawatan rutin kepada operator seperti pembersihan mesin, lubrikasi/minyak dan inspeksi mesin. Agar operator memiliki rasa kepemilikan serta tanggung jawab yang tinggi, selain itu dapat juga meningkatkan pengetahuan pekerja terhadap peralatan yang digunakannya. Sehingga dapat mengidentifikasi potensi kerusakan mesin yang dioperasikannya sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah. 1.Availability

(Boris dalam Badik et.all 2014)

Availability (ketersediaan) mesin

atau peralatan yang merupakan perbandingan antara waktu operasi mesin (Operation Time)

(47)

Variabel Variabel Indikator Defenisi Indikator

terhadap waktu persiapan (Loading Time) dari suatu mesin atau peralatan. Sehingga untuk menghitung Availability atau ketersediaan mesin diperlukan waktu operasi (Operation Time) mesin, waktu persiapan (Loading Time) mesin, kemudian Waktu mesin tidak bekerja (Downtime).

2.Performance

Rate (Boris dalam

Badik et.all 2014)

Performance Rate adalah tolak

ukur dari efisiensi suatu kinerja mesin dalam menjalankan suatu proses produksi. Performance

Rate merupakan hasil perkalian

dari Operating Speed Rate dengan Net Operating Speed.

Operating Speed Rate

merupakan perbandingan kecepatan ideal mesin sebenarnya dengan kecepatan aktual mesin (Actual Cycle

(48)

34

Variabel Variabel Indikator Defenisi Indikator

Time). Net Operating Speed

merupakan perbandingan jumlah produk yang diproses dengan waktu operasi (Operating Time), dikalikan dengan kecepatan actual mesin (Actual Cycle

Time). Net Operating Speed

berguna untuk menghitung menurunnya kecepatan produksi. Tiga faktor yang penting untuk menghitung nilai Performance

Efficiency yaitu : Ideal Cycle Time (waktu siklus ideal/waktu

standar), jumlah produk yang diproses, Operation Time (waktu proses mesin).

3. Quality Rate

(Boris dalam Badik et.all 2014)

Quality Rate merupakan perbandingan jumlah produk yang baik dibagi dengan jumlah produk yang diproduksi. Jumlah produk yang baik didapat dari mengurangkan jumlah produksi

(49)

Variabel Variabel Indikator Defenisi Indikator

dengan jumlah produk cacat. Lalu ubah ke bentuk persentase.

3.4 Populasi dan Pengambilan Sample 3.4.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini merupakan mesin-mesin yang ada di perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor.

3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2011) Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sehingga sampel merupakan bagian dari populasi yang ada, karena populasi besar dan keterbatasan terhadap peneltian maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Sehingga untuk pengambilan sampel harus menggunakan cara tertentu yang didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang ada.

Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti akan menggunakan teknik pengambilan sampel dengan metode non probability sampling yaitu sampling purposive untuk memudahkan peneliti menentukan sifat dan karakteristik yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan tertentu. Peneliti menetapkan bahwa mesin-mesin yang ada

(50)

36

di bagian Forging Transmission Section yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan data Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2012:141) Data Sekunder merupakan data yang didapatkan dengan membaca informasi yang berasal dari buku-buku referensi, literature, jurnal, artikel, dan internet, serta dokumen-dokumen dari perusahaan yang relevan. Lalu melalui informasi data-data yang didapatkan melalui dokumen-dokumen perusahaan mengenai proses produksi, jumlah produksi yang dihasilkan, jam kerja mesin, downtime mesin yang terjadi serta jumlah produk yang cacat.

3.6 Metode Analisis Data

Setelah didapatkan data-data kemudian di olah agar dapat mengetahui bagaimana kondisi manajemen perawatan mesin yang telah diterapkan pada saat itu. Pengolahan data yang dilakukan dengan menghitung :

a. Availibility = Operation Time x 100% Loading Time

b. Performance Rate = Jumlah yang dihasilkan x Standart Cycle Time x 100% Waktu Proses Mesin

c. Quality Rate = Jumlah yang dihasilkan - Jumlah barang cacat x 100% Jumlah yang dihasilkan

d. Overall Equipment Efectiveness (OEE) :

OEE = Availibility (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%) e. Analisis Fish Bone Diagram

(51)

37

BAB IV

OBYEK PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Suzuki Indomobil Motor merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri otomotif yang memproduksi kendaraan roda 2 dan roda 4. Sebelum nama perusahaan menjadi PT. Suzuki Indomobil Motor Perusahaan ini awalnya berdiri pada tahun 1970 dengan dibawah kepemimpinan bapak Soebronto Laras yang pada saat itu manjalani perusahaan PT. Indohero Steel & Enginering Co. yang menghasilkan produk kendaraan roda 2 (sepeda motor) dan PT. Suzuki Indomobil Utama yang menghasilkan produk roda 4 (mobil) yang mana bersamaan dengan perkembangan perusahaan maka didirikanlah PT. Suzuki Indomobil Manufacturing sebuah industri perusahaan yang menghasilkan produk sepeda motor & mobil. PT. Suzuki Indomobil Motor tidak hanya tergabung dari 2 perusahaan saja tetapi gabungan dari 5 perusahaan yaitu :

1. PT. Indohero Steel & Enginering Co 2. PT. Indomobil Utama

3. PT. Suzuki Indonesia Manufacturing 4. PT. Suzuki Engine Industry

5. PT. First Chemical Industry

Bergabungnya 5 perusahaan (Merger) disetujui oleh Presiden Republik Indonesia dengan pemberitahuan surat persetujuan presiden dari ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) nomor 05 / I / PMA / 90 tertanggal 1

(52)

38

januari 1990, yang sampai saat ini diperingati sebagai tanggal berdirinya PT. Suzuki Indomobil Motor. Berikut ini adalah produk-produk yang dihasilkan PT. Suzuki Indomobil Motor dari awal hingga saat ini untuk kategori Mobil: Pick Up ST10, Suzuki Fronte, Super Carry ST20, Jimmy LJ 80, Jimny SJ 410, Super Carry ST 100, Suzuki Forsa Amenity, Suzuki Carry 1.3 Futura, Suzuki Vitara, Suzuki Escudo, Suzuki Baleno, Suzuki Karimun, Suzuki Aerio, Suzuki APV, Suzuki Swift, Suzuki Estilo, Suzuki Ertiga, Suzuki Ignis. Sedangkan untuk kategori Sepeda motor : GP 100, GP 125, Trail TS 100, Suzuki RG 150, Suzuki TRS X-2, Suzuki Spin, Suzuki Shooter, Suzuki Smash, Suzuki Nex, Suzuki Lets, Suzuki Satria FU150, Suzuki Address FI, Suzuki FU150 FI, Suzuki GSX 150 S, Suzuki GSX 150 R, Suzuki Bandit 150.

4.1.2 Visi, Misi dan Motto Perusahaan

Visi perusahaan : Mewujudkan PT. SIM sebagai pilar ketiga didalam Suzuki

Global Operation setelah perusahaan Suzuki Jepang dan Suzuki India.

Misi Perusahaan : Menginginkan pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang berdasarkan azaz kerja keras, integritas, kreatif & inovatif, inspiratif, aspiratif, optimis serta menjalin kerja sama yang lebih baik agar dapat selalu menggapai hasil yang lebih baik.

Motto Perusahaan : Tidak menghasilkan, mengirimkan, serta menerima produk cacat.

4.1.3 Program-Program Perusahaan

1. Penerapan 5s/5p (Seiri = Pemilahan, Seiton = Penataan, Seisou = Pembersihan,

Gambar

Grafik 1.1 Forecast Produksi 2W &amp; 4W
Grafik 1.2 Stop Rate Mesin Hot Forging
Gambar 1.4 Grafik OEE Rate Mesin Hot Forging
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian  No.  Pelaksanaan Kegiatan  Mei
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari Proyek Akhir ini adalah mengembalikan kondisi mesin bubut seperti normal pada beberapa bagian yang mengalami kerusakan, seperti bagian sistem transmisi

Sistem kontrol untuk meja kerja mesin frais terdiri dari beberapa komponen antara lain, sistem transmisi, motor servo AC, amplifier atau driver motor servo AC,

Berdasarkan Tabel 2, data kerusakan dan waktu penggantian untuk komponen kritis yang sering terjadi kerusakan dan downtime dari mesin pengayakan batu bara di PT..

Kerusakan yang terjadi pada komponen kepala silinder (cylinder head) mesin generator seri 3516 adalah data kerusakan yang benar – benar terjadi dan data ini di

1. Dapat menghemat waktu dalam proses pencarian kerusakan serta menentukan solusi dari kerusakan mesin mobil. Meminimalkan tingkat kesalahan yang terjadi pada penentuan

Kopling merupakan sebuah komponen yang terdapat dalam motor yang digunakan sebagai tempat untuk menghubungkan mesin dengan gigi transmisi. Didalam kopling terdapat

Ada enam besar (six big losess) dalam proses produksi yaitu disebabkan oleh kerusakan peralatan dan mesin saat produksi (breakdown), kalibrasi peralatan (set up)

Tindakan pemeriksaan sangat dibutuhkan untuk menekan laju kerusakan, menjaga performasi mesin dan meminimasi downtime yang terjadi akibat kerusakan dari komponen yang terjadi