• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Wilayah Pesisir dan Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Wilayah Pesisir dan Laut"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Wilayah Pesisir dan Laut

Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait (Masalu 2008). Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia langsung atau tidak langsung maupun proses-proses alamiah yang terdapat diatas lahan maupun lautan. Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Scura et al. (1992) yang dikutip oleh Cicin-Sain and Knecht (1998) mengemukakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan daratan dan laut, yang didalamnya terdapat hubungan yang erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Memiliki habitat dan ekosistem (seperti estuari, terumbu karang, padang lamun) yang dapat menyediakan suatu (seperti ikan, minyak bumi, meneral) dan jasa (seperti bentuk perlindungan alam dari badai, arus pasang surut, rekreasi) untuk masyarakat pesisir.

2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh berbagai stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi sumberdaya.

3. Menyediakan sumberdaya ekonomi nasional dari wilayah pesisir dimana dapat menghasilkan GNP (gross national product) dari kegiatan seperti pengembangan perkapalan, perminyakan dan gas, pariwisata dan pesisir dan lain-lain.

(2)
(3)

Wilayah pesisir merupakan kawasan dengan konsentarasi penduduk yang paling padat dihuni oleh manusia serta tempat berlangsungnnya berbagai macam kegiatan pembangunan (Dahuri 1998; Masalu 2008). Konsentrasi pembangunan kehidupan manusia dan berbagai pembangunan di wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan serta wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak (Dahuri 1998).

Indonesia dengan mega biodiversitynya merupakan negara dengan potensi wilayah pesisir yang besar; memiliki 75% jenis terumbu karang yang tersebar di

seluruh wilayah dengan luasanya mencapai 50.000 km2, atau hampir 25%

terumbu karang dunia; juga memiliki berbagai jenis mangrove dengan luasan mencapai 4,5 juta Ha; padang lamun dengan luas diperkirakan 12 juta ha dan sumberdaya lainnya (Dahuri 2003). Khususnya untuk SDI, Departemen Kelautan Perikanan melalui Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2008) menjelaskan bahwa sebagian besar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia telah mengalami overfishing dan dalam kondisi kritis, yang disebabkan karena pengelolaaan SDI yang tidak ramah lingkungan yang menyebabkan stok SDI tidak berkelanjutan. Sehingga terjadi penurunan produksi tersebut sangat merugikan masyarakat dan memerlukan waktu yang lama untuk pulih kembali. Dahuri (1998) mengemukakan bahwa dengan keanekaragamannya yang tinggi dan intensitas pembangunan diwilayah pesisir, khususnya Indonesia telah mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks baik berupa pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam dan pengikisan keanekaragaman hayati, degradasi fisik habitat pesisir, maupun konflik pembangunan ruang dan sumberdaya.

Pelestarian wilayah yang sangat rentan memerlukan suatu upaya pengelolaan yang terpadu. Keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu pilihan yang tepat demi menjawab permasalahan di wilayah pesisir untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien, efektif yang mengarah

(4)

pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Menurut Dahuri (1998) untuk kepentingan pengelolaan pembangunan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan, ada lima karakteristik ekosistem pesisir yang harus dipahami oleh para perencana dan pengelola yaitu; (1) bahwa komponen hayati dan nirhayati dari suatu wilayah pesisir membentuk suatu sistem alam (ekosistem) yang sangat kompleks, (2) dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkam untuk kepentingan pembangunan seperti tambak, perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, industri dan pemukiman, (3) dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat (orang) yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga dan sebagainya, (4) baik secara ekologis maupun ekonomi, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha, (5) kawasan pesisir umumnya merupakan sumberdaya milik bersama (common property resource) yang dimanfaatkan oleh semua orang (open access).

2.2. Sistem Perikanan

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih atau dapat memperbaharui diri. Sumberdaya ikan pada umumnya dianggap bersifat open access dan common property yang artinya pemanfaatan yang bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum. Kegiatan perikanan secara umum merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan dijelaskan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini

(5)

dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan. Sedangkan pada perikanan budidaya, komuditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Sehubungan dengan itu pada tanggal 24 November 1993 FAO menetapkan Agreement to Promote Compliance with

International Conservation and Management Measure by Fishing Vessel on the High Seas (FAO Compliance Agreement 1993) yang bertujuan menetapkan

dasar-dasar praktek penangkapan ikan laut lepas (high seas) dan menerapkan langkah-langkah konservasi sumberdaya hayati laut dengan meningkatkan peranan organisasi perikanan multilateral.

Prinsip-prinsip umum dalam FAO Compliance Agreement 1995, yaitu: (1) Laut lepas terbuka untuk semua negara atau laut lepas bukan merupakan suatu

wilayah kedaulatan negara manapun, sehingga setiap negara mempunyai kebebasan untuk melakukan penangkapan ikan.

(2) Kewajiban setiap negara di laut lepas adalah menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan cara melakukan kerja sama dengan negara-negara lain dalam pelestarian sumberdaya ikan.

(3) Konservasi dan pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di laut lepas harus berdasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan.

Aktivitas penangkapan ikan merupakan kegiatan penting di seluruh dunia. kegiatan menghasilkan lebih dari 100 juta ton ikan dan produk perikanan setiap tahun dan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan menyediakan mata pencaharian bagi sekitar 200 juta orang. Lebih dari satu miliar orang, terutama dimasyarakat miskin negara di dunia tergantung pada produk perikanan untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk protein hewani. Memancing juga memberikan kontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan memenuhi kebutuhan budaya dan menyediakan manfaat sosial seperti rekreasi (FAO 1999). Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagaian penduduk yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability

(6)
(7)

dicirikan oleh topografi, kualitas air dan cuaca lokal/iklim, (3) kompartemen perikanan, dimana panen dan pengolahan kegiatan berlangsung, dengan karakter teknologi yang kuat dan (4) kompartemen kelembagaan, terdiri dari hukum, peraturan dan organisasi diperlukan untuk tata kelola perikanan. Manusia adalah bagian dari komponen biotik ekosistem yang memanfaatkan sumber daya, jasa dan penghidupan serta bagian dari komponen perikanan karena mereka yang mengendalikan. Komponen-komponen ini berinteraksi dan dipengaruhi oleh: (i) kegiatan tidak memancing; (ii) iklim global, (iii) ekosistem lainnya, biasanya ekosistem yang saling berdekatan yang saling bertukar materi dan informasi, dan (iv) lingkungan sosio-ekonomi yang tercermin di pasar, kebijakan yang relevan dan nilai-nilai sosial (Garcia et al. 1999).

2.3. Analisis Keberlanjutan 2.3.1. Analisis Sintesis Emergy 2.3.1.1. Energi dan Hirarki Emergy

Emergy merupakan suatu ukuran dari tindakan hasil karya alam dan masyarakat. Hasil karya alam dan masyarakat ini bila dilihat dari jumlah transformasi energi merupakan aliran energi yang saling berhubungan. Semua transformasi energi dari geobiosfer akan membentuk tingkatan energi (Brown and Ulgiati 2004a). Komponen energi sangat penting untuk semua proses aktivitas di alam semesta. Odum dan Odum (1976) menjelaskan bahwa energi datang dari sinar matahari yang diterima oleh bumi, dimana sinar matahari dapat memanaskan air, menghasilkan makanan tanaman dan secara tidak langsung menghasilkan angin, gelombang, batu bara dan minyak bumi di dalam tanah. Semua proses aktivitas memiliki komponen energi. Brown dan Ulgiati (2004a) menjelaskan juga bahwa energi sinar matahari diperlukan untuk mengahasilkan bahan organik, lalu energi bahan organik mengahasilkan bahan bakar, dan energi bahan bakar digunakan untuk menghasilkan energi listrik dan sebagainya. Untuk menyempurnakan hal ini, maka energi yang tersedia dari berbagai bentuk energi dapat dievaluasi dengan menggunakan emergy.

(8)

2.3.1.2. Definisi Emergy

Emergy adalah energi yang tersedia dari suatu sistem yang digunakan dengan transformasi langsung dan tidak langsung untuk membuat sebuah produk atau jasa (Odum 1996; Brown and Ulgiati 2004a). Analisis emergy adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Howard Thomas Odum yang memperlajari tentang fungsi sistem ekologi dan lainnya (Hau dan Bakshi 2004). Teori ini menjelaskan bagaimana hirarki suatu sistem bisa bertahan dan dapat diatur dengan menggunakan energi secara efisien sehingga bisa menghasilkan kekuatan yang besar (Odum 2000).

Selain itu emergi juga adalah ekspresi dari seluruh energi yang digunakan dalam proses kerja yang menghasilkan produk atau jasa dalam satu satuan energi. Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi sistem, baik sistem ekologi dan sistem kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Kerangka emergy telah banyak digunakan untuk menganalisis sistem yang berbeda seperti

ekosistem, industri, dan ekonomi (Lei dan Wang 2008). Satuan emergy adalah

emjoule atau joule emergy (Odum 2000; Brown and Ulgiati 2004a; Wang et al.

2006). Nilai satuan dari unit emergy dihitung berdasarkan nilai emergy yang dihasilkan dari tiap unit emergy.

Ada tiga jenis utama dari unit emergy yaitu (Brown and Ulgiati 2004a): a)

Transformity, adalah satu contoh satuan nilai emergy dan didefinisikan sebagai

emergi per unit dari ketersediaan energi (exergy). Biasanya dinyatakan dengan

emjoule surya per joule (sej/J). b) Emergy spesifik, adalah nilai unit materi emergy

yang didefinisikan sebagai emergy per massa. Biasanya dinyatakan dengan emergy surya per gram (sej/g). Padatan dapat dievaluasi dengan baik dengan data emergy per satuan massa untuk konsentrasinya. Karena energi dibutuhkan untuk konsentrasi materi, maka nilai satuan emergy zat apapun dapat meningkat sesuai dengan konsentrasinya. c) Emergy uang per unit, adalah nilai unit emergy yang digunakan untuk mengkonversi pembayaran uang ke unit emergy. Biasanya dinyatakan dengan emjoules/$. Rata-rata emergy/rasio uang dalam emjoules/$ dapat dihitung dengan membagi penggunaan emergy total produk ekonomi bruto dari suatu negara atau bangsa. Dalam mendefinisikan konsep-konsep dan untuk menghindari kebingungan dengan bentuk-bentuk analisis dalam evaluasi emergy,

(9)

Odum (1996) telah mengembangkan sebuah nomenklatur emergy yang mendefinisikan sebuah istilah, unit dan rasio seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy

ISTILAH DEFINISI SINGKATAN UNIT

Ektensif Properti

Emergy Jumlah energi yang tersedia dari satu jenis (biasanya solar) yang langsung atau tidak langsung diperlukan untuk menghasilkan aliran ouput tertentu atau penyimpanan energi atau materi.

Em seJ (solar equivalent

Joules)

Aliran Emergy Setiap aliran emergy terkait dengan pemasukan energi atau bahan ke sistem / proses.

R = aliran terbarukan N = aliran yang tak terbarukan

F = aliran yang di impor S = jasa

seJ*time-1

Produk Emergy Bruto Jumlah emergy setiap tahun yang digunakan untuk menggerakkan ekonomi nasional atau regional.

GEP seJ*yr-1

Produk-Terkait dengan Intensif Properti

Transformity Investasi emergy yang dihasilkan per unit dari ketersediaan energi.

Tr seJ*J-1

Emergy Spesifik Investasi emergy yang dihasilkan per unit pada musim kemarau

SpEm seJ*g-1

Intesitas emergymata uang Investasi emergy yang dihasilkan per unit GDP yang dihasilkan disuatu daerah atau negara

EIC seJ*curency-1

Ruang- Terkait dengan Intensif Properti

Kepadatan Emergy Emergy disimpan dalam suatu volume bahan tertentu

EmD seJ*volume-1

Waktu-Terkait dengan Intensif Properti

Empower Aliran emergy (dilepas, digunakan) per satuan waktu

EmP seJ*time-1

Intensitas Empower Areal Empower (Emergy yang dilepas per satuan waktu dan daerah)

EmPI seJ*time-1*area-1

Kepadatan Empower Emergy yang dilepas oleh unit satuan volume (misalnya pembangkit listrik atau mesin)

EmPd seJ*time-1*volume-1

Indikator Kinerja Terpilih

Emergy Lepas (digunakan) Total emergy investasi dalam suatu proses (ukuran dari proses footprint)

U = N+R+F+S seJ

Perbandingan Hasil Emergy Jumlah emergy yang dilepas (habis) per unit emergy yang diinvestasikan

EYR = U / (F+S) -

Rasio Beban Lingkungan Jumlah yang tidak terbarukan dan impor emergy yang dilepas per unit sumberdaya terbarukan setempat

ELR = (N+F+S) / R -

Indeks Keberlanjutan Emergy

Hasil emergy per unit beban lingkungan ESI = EYR / ELR -

Renewability (pembaruan) Persenrase jumlah emergy yang dilepas (digunakan) yang terbarukan

%REN = R/U -

Rasio Investasi Emergy Investasi yang dibutuhkan untuk mengeksploitasi emergy satu unit sumberdaya lokal (terbarukan dan tidak terbarukan)

EIR = (F+S) / (R+N) -

(10)

2.3.1.3. Simbol Sistem Energi dan Sistem Diagram Emergy

Simbol bahasa dalam sistem energi mengambarkan aliran energi. Sistem dalam energi adalah seperangkat dari bagian-bagian dan mencakup aliran energi yang saling terhubung satu sama lain. Untuk memudahkan analisis, sistem energi digambar dengan menggunakan simbol bahasa energi sistem ekologi untuk memudahkan dalam menilai suatu sistem yang mewakili komponen ekologi/energi, sektor ekonomi, pengguna sumberdaya dan sirkulasi uang (Odum and Odum 1976; Odum 1996; Odum 1983; Odum and Odum 2000) (Gambar 5).

Gambar 4. Simbol Aliran Energi. a) Sirkuit energi. Suatu aliran yang berbanding lurus

dengan kuantitas dalam simpanan atau dalam sumber hulu (upstream) b).

Pembuanagan panas. Dispersi energi potensial menjadi panas yang

menyertai semua proses transformasi dan simpanan yang sebenarnya; kehilanagan energi potensial karena pemakaian lebih lanjut oleh sistem c).

Transaksi. Suatu unit yang menunjukkan penjualan barang atau jasa (garis

utuh) sebagai penukar pembayaran dengan uang (garis terputus). Harga yang ditampilkan sebagai sumber eksternal d). Sumber energi. Sumber energi eksternal dengan ketersediaan konstan yang mengirimkan gaya secara terkontrol e). Sumber energi/sumber terbarukan. Sebuah sumber energi dengan hanya menetapkan jumlah unit waktu yang mengalir dan tersedia per satuan waktu f). Tangki. Suatu ruang penyimpanan energi didalam sistem yang menyimpan suatu kuantitas sebagai hasil keseimbangan aliran masuk dan aliran keluar; suatu variabel kondisi g). Interaksi. Interaksi dua alur berganda menghasilkan suatu aliran keluar yang sebanding dengan fungsi keduanya; gerak/aksi kontrol suatu aliran terhadap aliran energi lainnya; aksi/gerak faktor pembatas; gerbang kerja h). Produsen. Unit yang menerima dan mentranformasikan energi berkualitas rendah dibawah kontrol interaksi aliran berkualitas tinggi i). Konsumen. Unit yang mentransformasikan kualitas energi, menyimpannya dan menyimpan balikkan secara autokatalis untuk memperbaiki aliran masuk j). Gerak

peubah. Suatu simbol yang menandakan satu atau lebih “gerak peubah” k). Kotak. Simbol aneka macam yang digunakan untuk unit atau fungsi apa saja

(11)

2.3.2. Analisis Jejak Ekologis (Ecological Footprint Analysis)

Kebutuhan manusia terhadap layanan ekosistem terus meningkat dan ada indikasi bahwa permintaan ini melampaui kapasitas regeneratif lahan bioproduktif. Analisis Jejak Ekologis (ecological footprint analysis/EFA) merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk melihat perbandingan pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari dengan penggunaan lahan bioproduktif yang digunakan untuk menyokong populasi yang dinyatakan dalam satuan hektar. Konsep jejak ekologis diperkenalkan oleh Rees (1992) dan dikembangkan oleh Wackernagel dan Rees (1996). Salah satu karakteristik dari metodology ini adalah istilah biocapacity atau ketersediaan sumberdaya di alam yang mengukur produktifitas biologi di suatu daerah. Produktifitas biologi rata-rata satu hektar luas permukaan bumi disebut “hektar global” (gha) dan digunakan sebagai unit perbandingan umum. Bioproduktifitas adalah kemampuan bioma (misalnya; tanah yang subur, padang rumput, hutan dan laut produktif) untuk memproduksi biomasa (Siche et al. 2008).

Ecological footprint mewakili kebutuhan kapital alam yang sangat

diperlukan dari suatu populasi dalam artian luasan lahan yang produktif secara ekologis. Luas lahan footprint tersebut bergantung pada besarnya populasi, standar hidup material, pemanfaatan teknologi, dan produktivitas ekologis (Wackernagel et al. 1999). Untuk sebagian besar wilayah yang telah maju (daerah industri) sebagian lahan footprint ini melebihi yang tersedia di tempat (wialayah lokal) tersebut. Hal ini berarti memerlukan bantuan kecukupan (appropriation) dari daya dukung (carrying capacity) dunia (global). Ditekankan oleh Wackernagel et al. (1999) ecological footprint tidak bisa tumpang tindih (overlap), daya dukung lingkungan yang dialokasikasikan untuk kecukupan (appropriated) seseorang (atau satuan ekonomi) tidak bisa tersedia bagi orang lain. Dengan demikian orang-orang berkompetisi (bersaing) untuk ecological

space. Perhitungan ecological footprint didasarkan pada dua fakta sederhana:

pertama adalah bahwa semua sumberdaya yang dihabiskan (konsumsi) danlimbah yang dihasilkan dapat ditelusuri; dan kedua, kebanyakan aliransumberdaya dan limbah tersebut dapat dikonversi ke luasan lahan yang secarabiologis produktif

(12)

yang diperlukan untuk mengakomodasi fungsi-fungsi (produksidan penyerapan limbah) tersebut. Dengan demikian ecological footprint menunjukkan seberapa besar suatu populasi atau bangsa menggunakan ”alam”.

2.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP)

Kegiatan manusia dalam memanfaatkan jasa ekosistem selamanya membawa dampak yang signifikan terhadap ekosistem itu sendiri. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan berdampak secara ekologis terhadap keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan serta ekosistem tersebut sehingga kegiatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan pula. Dalam rangka lebih memahami skala dan dampak potensial oleh aktivitas manusia pada ekosistem, serta lebih menginformasikan kebijakan dalam pengambilan keputusan banyak indikator telah dirancang, salah satunya dengan menghitung human appropriation

of net primary production (HANPP). HANPP merupakan pengunaan manusia dari

produktivitas primer bersih yang dimanfaatkan dari pengunaan lahan ataupun ekositem yang ada. Halbertet et al. (2007) mengemukan bahwa HANPP adalah indikator parameter yang mencerminkan penggunaan beberapa wilayah dan intensitas penggunaan lahan oleh manusia.

HANPP merupakan indikator yang komprehensif untuk mengukur dampak penggunaan lahan oleh manusia pada ekosistem untuk mengitung: (a) manusia dan perubahan yang terjadi dalam produktivitas biologis, dan (b) panen biomassa (Haberl 2002b; Krausman et al. 2007; Kastner 2009). Mengukur besarnya aktivitas manusia di daerah tertentu yang tersedia berkaitan dengan aliran energi ekologi lebih tepat diukur dengan menggunakan HANPP (Krausman et al. 2007). HANPP (Gambar 4) didefinisikan sebagai perbedaan antara aliran energi produktivitas primer bersih (NPP) dari vegetasi potensial dan jumlah energi (biomassa) yang tersisa dalam siklus ekologi setelah dikurangi dengan pemanfaatan oleh manusia (Haberl 2002).

(13)

Gambar 5. Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl 2007).

HANPP merupakan perbedaan antara jumlah NPP yang tersedia dalam

ekosistem dengan tidak adanya aktivitas manusia (NPP0) dan jumlah NPP yang

sebenarnya masih dalam ekosistem atau dalam ekosistem setelah dimanfaatkan

saat ini (NPPt). NPPt dapat dihitung dengan mengukur NPP vegetasi aktual

(NPPact) dan mengurangkan jumlah NPP yang di manfaatkan oleh manusia

(NPPh). HANPP kemudian didefinisikan sebagai NPP0-NPPt dimana

NPPt=NPPact-NPPh. Jika terjadi perubahan ekosistem ΔNPPLC (perbedaan antara

NPP0 dan NPPact), maka HANPP menjadi sama dengan NPPh+ΔNPPLC (Haberl

2007). Dari perspektif sosial, HANPP mengukur efek gabungan dari penggunaan

lahan yang disebabkan perubahan NPP (ΔNPPLC) dan panen biomassa (NPPh).

Dari segi ekologi, HANPP didefinisikan sebagai perbedaan dalam jumlah NPP

yang akan tersedia dialam dan tidak adanya campur tangan manusia (NPP0) dan

sebagian kecil dari NPP yang tersisa dalam ekosistem setelah panen manusia dalam kondisisaat ini (NPPt). Perhatikan bahwa NPPact mungkin lebih besar dari

NPP0 akibat pengelolaan lahan intensif, seperti pemupukan atau irigasi, dengan

(14)

2.4. Perbandingan antara EFA, HANPP dan Analisis EMERGY

Pendekatan analisis ecological footprint analysis (EFA) dan human

appropriation of net primary production (HANPP) merupakan analisis yang

melihat tentang pemanfaatan dan pengunaan sumberdaya oleh manusia terhadap alam. Kedua pendekatan ini mengakui bahwa pentingnya area permukaan untuk proses ekologi yang berhubungan dengan penggunaan lahan dan metabolisme sosio-ekonomi pada suatu daerah (Harbel et al. 2004). Sintesis emergy didasarkan pada penggunaan energi sebagai denominator umum sehingga aliran dan penyimpanan dari berbagai jenis dapat dinyatakan dan dibandingkan dalam satuan yang sama (Liu et al. 2008). Tabel 2 menunjukkan bahwa adanya perbedaan secara signifikan antara ketiga analisis tersebut dalam menilai suatu keberlanjutan suatu ekosistem.

Tabel 2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy.

Item

Menurut Harbel et al.(2004)

Analisis emergy menurut Odum (1996)

EFA HANPP

Pertanyaan Penelitian

Seberapa besar bioproduktifitas suatu daerah untuk mempertahankan metabolisme sosio-ekonomi dari populasi tertentu menggunakan teknologi yang berlaku ?

Seberapa besar produktifitas primer bersih dari suatu ekosistem atas praktek penggunaan lahan suatu daerah ?

Bagaimana mengidentifikasi semua bahan dan aliran energi yang berpartisipasi dalam suatu sistem ?

Unit Hektar global (gha); yaitu hektar lahan bioproduktifitas dan wilayah laut, dengan produktifitas rata-rata global

Joule; kilogram kering biomassa atau materi kilogram karbon

Transformity; emjoule surya per joule (sej/J).

 Emergy spesifik; emergy surya per gram (sej/g).

 Emergy uang per unit; konversi pembayaran uang ke unit emergy (emjoules/$) Asumsi dasar Manusia tergantung pada

ketersediaan area bioproduktif dan cenderung menggunakannya melebihi batas kemampuan alam.

Persentase produktifitas primer bersih oleh manusia digunakan untuk mengukur seberapa besar dominasi manusia terhadap ekosistem. Tingginya HANPP akan beresiko terhadap potensi keanekaragaman hayati

Mengubah setiap massa dan aliran energi ke dasar nilai yang sama. Ini memperhitungkan setiap kontribusi dari alam dan ekonomi manusia untuk mengetahui kepentingan relatif dari setiap sumber daya.

Relevansi untuk keberlanjutan

Nilai ekologi yang komprehensif untuk membandingkan ukuran ekonomi manusia dengan ukuran ekosistem pendukung. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mendeteksi penilaian ekologi yang

overshoot terhadap penggunaan

lahan disuatu wilayah.

Mengidentifikasi penggunaan lahan ekosistem teresterial suatu wilayah, namun penilaian ini tidak mengidentifkasikan batasan keberlanjutan. Penurunan yang besar dalam produktifitas (NPPact rendah

dibandingkan NPP0)

menunjukkan pengelolaan yang tidak efisien.

Penggunaan sumberdaya yang dapat dilanjutkan oleh masyarakat dalam jangka panjang karena tingkat penggunaan dan desain sistem memungkinkan sumberdaya untuk diperbaharui oleh proses alam atau oleh campur tangan manusia (Odum 2000).

(15)

2.5. Energi Untuk Kegiatan Perikanan

Konsep energi diperkenalkan pada awal tahun 1970-an. Energi yang bersumber dari alam disebut dengan energi terbarukan. Energi terbarukan merupakan energi non fosil yang bersumber dari alam. Seluruh energi terbarukan adalah energi sustainable (prosesnya berkelanjutan) yang tersedia dalam kurun waktu yang cukup lama. Odum dan Odum (1976) menjelaskan bahwa energi adalah ukuran dari segala sesuatu di alam. Energi datang dari matahari sebagai cahaya dan diterima bumi, dimana ia memanaskan air, menghasilkan makanan pada tanaman dan secara tidak langsung menghasilkan angin, gelombang, batu bara dan minyak bumi di dalam tanah. Semuanya memiliki komponen energi. Semua energi dapat dirubah kedalam panas dan dapat diukur dengan satuan kalori (calorie). Satu kalori sama dengan 3.97 british thermal units (btu), 4 186 Joules dan 3 088 foot-pounds. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa gelombang dan arus laut adalah bentuk lain dari energi. Energi ini sebagian besar dihasilkan dari angin yang pada akhirnya juga dipengaruhi oleh matahari.

Kegiatan perikanan secara langsung atau tidak langsung mengeluarkan energi dalam setiap aktivitasnya. Pemakaian energi pada sektor perikanan dilihat dari perspektif penggunaan kapal/perahu penangkapan ikan dalam skala kecil dapat dikelompokkan kedalam dua jenis yaitu mesin penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar sebagai bahan bakar sarana penangkapan ikan, sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah sebagai bahan bakar (Suharsono 2004). Dari perspektif energi, input energi perikanan yang biasa memediasi dapat dikategorikan kedalam jenis langsung dan tidak langsung. Input tidak langsung secara umum sering disebut sebagai input energi yang diwujudkan, adalah yang terkait dengan membangun, memelihara kapal penangkapan ikan dan menyediakan peralatan memancing, umpan dan es. Sebaliknya disebagian besar perikanan input energi langsung biasanya yang dibutuhkan untuk mendorong kapal penangkap ikan dan menyebarkan alat tangkap. Tiga bentuk yang dominan energi yang hilang saat kegiatan penangkapan ikan meliputi bernyawa, angin dan energi bahan bakar fosil (Tyedmers 2004).

(16)

2.6. Keberlanjutan Pembangunan Perikanan

Pembangunan berkelanjutan merupakan pointer yang saat ini menjadi trend global dalam meningkatkan kesejahteraan populasi manusia saat ini tanpa mengorbankan kesejahteraan generasi yang akan datang. FAO (1999) menjelaskan pembangunan berkelanjutan mengakui bahwa kesejahteraan manusia memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Tingkat pembangunan berkelanjutan dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya alam (dan tingkat pembaharuannya), ketersediaan teknologi untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien serta efektifitas dari sistem sosial dalam memanfaatkan sumber daya. Selanjutnya diungkapkan bahwa suatu pandangan ekosistem berbasis pembangunan berkelanjutan berfokus pada pemeliharaan stabilitas dan ketahanan ekosistem. Pembangunan berkelanjutan mengakui adanya saling ketergantungan ekonomi manusia dengan lingkungannya dan menyoroti kebutuhan untuk pemahaman ilmiah tentangfungsi dan perubahan ekosistem. Elliot (1999) menjelaskan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah tentang mendamaikan pembangunan dan sumberdaya lingkungan dimana masyarakat itu bergantung.

Wacana keberlanjutan perikanan telah mengalami evolusi dari waktu ke waktu dari dimensi tunggal biologis) hingga multidimensi (ekologis-ekonomis-sosial). Pada awalnya, wacana keberlanjutan perikanan diawali dengan munculnya paradigma konservasi (conservation paradigm) yang dipelopori sejak lama oleh para ilmuwan biologi. Dalam paradigma ini, keberlanjutan perikanan diartikan sebagai konservasi jangka panjang (long-term conservation) sehingga sebuah kegiatan perikanan akan disebut “berkelanjutan” apabila mampu melindungi SDP dari kepunahan. Dari paradigma ini muncul misalnya ikon MSY (maximum sustainable yield) (Adrianto 2001).

Keberlanjutan pembangunan perikanan adalah kunci yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Perikanan merupakan salah satu kegiatan manusia yang sangat kompleks yang berdampak terhadap aktifitas ekonomi suatu daerah atau negara tertentu. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya dapat pulih, namun jika dalam pemanfaatnnya tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri. Nikijuluw (2002) menjelaskan

(17)

bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan ikan serta pengelolaan kegiatan manusia.

Pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable) merupakan proses yang menggabungkan beberapa pendekatan aturan main yang praktis seperti mengetahui dinamika populasi perikanan, strategi praktis dalam pengelolaan perikanan seperti menghindari penangkapan yang berlebihan, membatasi praktek penangkapan ikan yang merusak dan ilegal, mendirikan kawasan lindung, memulihkan perikanan yang gagal (collapsed), menggabungkan semua eksternalitas yang terlibat dalam pemanfaatan ekosistem laut dalam konteks ekonomi perikanan, mendidik para pemangku kepentingan dan masyarakat luas dan mengembangkan program sertifikasi independen dalam pemanfaatan ekonomi sumberdaya perikanan. FAO (1997) menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta percapaian tujuan pengelolaan.

Gambar 6. Bentuk segitiga pembangunan perikanan berkelanjutan (Charles 2001). Keberlanjutan Ekologi Keberlanjutan Sosial Ekonomi Keberlanjutan Komunitas Keberlanjutan Institusi

(18)

Gambar 6 menjelaskan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan perikanan yang berkelanjutan seperti yang dikemukakan oleh Charles (2001) yang seharusnya mengakomodasi aspek diantaranya:

Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini

memelihara keberlanjutan stok/biomass sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi konsern utama.

Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosioekonomi). Konsep ini

mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan baik pada tingkat individu. Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan konsern dalam keberlanjutan ini.

Community sustainability. Mengandung makna bahwa keberlanjutan

kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan periakanan yang berkelanjutan.

Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan). Mengandung makna

bahwa keberlanjutan kelembagaan yang memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasayaratdari ketiga pembangunan berkelanjutan diatas

Khususnya dalam bidang perikanan, konferensi dunia tentang pembangunan berkelanjutan (The World Summit on Sustainable Development) yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan, Agustus 2002 yang juga membahas tentang pembangunan berkelanjutan perikanan yang menargetkan bahwa stok ikan harus dapat dipulihkan ke tingkat yang berkelanjutan pada tahun 2015 untuk mencapai tujuan tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable

yield/MSY) (Garmendia et al. 2010; Satia 2003). Dalam pelaksanaannya di

Indonesia pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut pemerintah diberi mandat dalam mengelola sumberdaya alam, khususnya sumberdaya ikan untuk kesejahteraan rakyat.

Nikijuluw (2002) menjelaskan bahwa keterlibatan pemerintah didalam pengelolaan sumberdaya ikan diwujudkan dalam tiga fungsi, yaitu:

(19)

(1) Fungsi alokasi, yang dijalankan melalui regulasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(2) Fungsi distribusi, dijalankan oleh pemerintah agar terwujud keadilan dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dipikul oleh setiap orang, disamping adanya keberpihakan pemerintah kepada mereka yang tersisih atau lebih lemah.

(3) Fungsi stabilisasi, ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tidak berpotensi menimbulkan instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat.

Gambar

Tabel 1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy
Gambar 4 .    Simbol Aliran Energi. a) Sirkuit energi. Suatu aliran yang berbanding lurus  dengan  kuantitas  dalam  simpanan  atau  dalam  sumber  hulu  (upstream)  b)
Gambar 5.  Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl  2007)
Tabel 2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy .
+2

Referensi

Dokumen terkait

: Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir dan Lautan Yang Berbasis Masyarakat di Pulau Barrang Caddi Kota Makassar.. Andi

Kajian Model Pengelolaan Sumberdaya Dalam Pengembangan Usaha Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Wilayah Pesisir Selatan Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo,

Secara ringkas dapat diformulasikan, bahwa untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dari sumberdaya wilayah pesisir dan lautan, prasyarat utama yang harus dipenuhi adalah bahwa

Berdasarkan hasil valuasi ekonomi sumberdaya pesisir Teluk Banten, yang meliputi ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang

R, 1996, Ekosistem Pesisir, Makalah/Materi Kuliah, IPB, Bogor Ghofar, A., 2004, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Terpadu dan.. Berkelanjutan

Secara umum pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan di Kepulauan Anambas saat ini, ke arah pemanfaatan sumberdaya laut, dimana hasil kesesuaian lahan memperlihatkan bahwa

Secara umum model-model pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (PPPK) yang digunakan di beberapa wilayah pesisir yaitu model top-down (inisiasi dan

Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir secara berkelanjutan yang mengintegrasikan