• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Low Back pain (LBP) a. Definisi Low Back pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Low Back pain (LBP) a. Definisi Low Back pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral dan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

5 1. Low Back pain (LBP)

a. Definisi

Low Back pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliakal, umumnya pada daerah L4-L5 dan L5-S1, nyeri ini sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki (Harsono, 2009).

LBP juga didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. (Dunn et al, 2011).

b. Etiologi

Menurut Fauci et al (2008) LBP dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain kelainan congenital atau kelainan perkembangan yang terdiri dari spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis, trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau traumatik yaitu jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, traumatik yaitu osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus intervertebral, degeneratif yaitu kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis rheumatoid), arthritis seperti : spondilosis, artropati facet atau

(2)

6

sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter), neoplasma : metastasis, hematologic, tumor tulang primer, infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis, metabolik : osteoporosis, hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis, vascular : aunerisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral, dan lainnya seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit serta sindrom nyeri kronik.

c. Prevalensi

LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata 30%. Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia di atas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17% (Sadeli dan Tjahyono, 2001).

d. Gambaran klinis

Gejala LBP bermacam-macam dan berbeda antara satu dengan yang lain. Kebanyakan orang menganggap berbaring akan meningkatkan nyeri yang datang tiap episode, tapi ada juga yang mampu tidur tanpa rasa nyeri. Kebanyakan orang merasakan nyeri ketika mereka membungkuk atau mengambil sesuatu, yang lain merasa nyeri bila melengkungkan tubuh ke belakang.

Nyeri pada kaki juga merupakan bagian dari masalah. Nyeri kebanyakan pada punggung atau samping luar paha dan kemudian

(3)

7

menjalar ke kaki. Nyeri yang menjalar pada kaki disebut sciatica karena nyeri berasal dari perangsangan pada nervus ischiadikus, perangsangan pada nervus ischiadikus sering menjadi lebih nyeri bila bersin atau batuk.

Pada episode akut, LBP dapat menjadi sangat akut untuk beberapa hari atau seminggu dan akan lebih meningkat. Pada 2-4 minggu kemudian penderita akan merasa lebih baik. Episode panjangnya waktu nyeri berbagai macam pada tiap penderita, begitu juga dengan intensitas tiap episode nyeri dan seberapa mampu penderita dapat menahan nyerinya (Epi, 2012).

e. Klasifikasi Low Back pain

Menurut Bimariotejo (2009) berdasarkan perjalanan klinisnya LBP dibagi menjadi 2 jenis yaitu 1) acute Low Back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang wakunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute Low Back pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal masih dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri punggung akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik. 2) chronic Low Back pain, rasa nyeri pada chronic Low Back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic Low Back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,

(4)

8

reumathoidarthritis, proses degenerasi discus intervertrebalis dan tumor.

f. Prognosis

Menurut Pengel et al (2003:323) acute Low Back pain mempunyai prognosis yang bagus. Pemusatan berarti pengurangan 58% dari nilai awal rasa sakit dan ketidakmampuan dalam waktu satu bulan. Namun menurut Kamper et all (2010, p.181) seperempat sampai sepertiga orang dengan akut Low Back pain masih memiliki gejala 6-12 bulan setelah konsultasi. Dalam hal kekambuhan, secara umum sekitar 60% orang mengalami kekambuhan dan 30% telah mengulangi episode tidak bekerja atau istirahat (Hestbaek et al, 2006:471).

g. Faktor resiko

Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya LBP adalah faktor personal, usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, kelenturan mobilitas sendi tulang punggung, kekuatan otot sekitar pinggang, riwayat nyeri panggul sebelum bekerja, merokok dan alkohol, psikososial, faktor lingkungan (job risk factor), pekerjaan fisik yang berat, pekerjaan mengangkat, pekerjaan mendorong, pekerjaan menarik, duduk atau berdiri lama dan kecelakaan (Epi, 2012).

1) Faktor personal a. Usia

Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini terjadi ketika usia 30 tahun (Bridger, 2008). Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Semakin tua

(5)

9

seseorang, semakin tinggi resiko seseorang mengalami penurunan elastisitas tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala LBP. Keluhan LBP biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun (Kantana, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O’Sullivan (2009) yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur anatara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda daripada pekerja yang tua.

b. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya LBP lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih sering tidak masuk bekerja karena LBP (Hoy et al, 2010).

Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa perempuan memiliki asosiasi kuat dalam munculnya LBP. Wanita memiliki resiko dua kali lipat.

Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria. Hal tersebut mengakibatkan keluhan musculoskeletal banyak dialami wanita (Oborne, 1995).

c. Berat badan

Indeks masa tubuh (IMT) dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi badan), adapun menurut WHO (2005) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan Low Back pain adalah semakin gemuk seseorang maka

(6)

10

bertambah besar risikonya untuk mengalami Low Back pain. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang (Tan dan Horn, 1998).

Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan meningkatnya BMI. Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kronis seperti musculoskeletal disorders terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara (1987), yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria, tapi pada berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis kelamin pria. berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009) terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan muskuloskeletal dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh > 25 telah mengalami.

2) Faktor lingkungan

a. Akses terhadap pelayanan kesehatan

Akses biasanya didefinisikan sebagai akses ke pelayanan, provider dan institusi. Menurut beberapa ahli akses lebih daripada pelengkap dari pelayanan kesehatan karena pelayanan dapat dijangkau apabila tersedia akses pelayanan yang baik. Atau dengan kata lain, akses ke pelayanan terbentuk dari hubungan antara pengguna dan sumber daya pelayanan kesehatan (Anasab, 2015).

(7)

11 b. Aksesbilitas lingkungan

Aksesibilitas berarti seberapa mudah, aman dan bebas lingkungan dapat di akses oleh semua orang. Suatu lingkungan dikatakan bebas hambatan jika semua bagian dapat di akses misalnya jalan, tempat-tempat umum, transportasi (Unal, 2007).

Kemudahan akses untuk menjangkau di lingkungan dapat berpengaruh terhadap kenyamanan seseorang. Apabila sulit menjangkau, semakin lama akan terasa tidak nyaman dan timbul rasa pegal pada lengan. Beberapa keluhan merupakan gejala gangguan kesehatan karena karena pengaruh faktor tersebut, salah satunya adalah nyeri punggung (Pramayu, 2013).

c. Tingkat pendidikan

Menurut undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Dalam masyarakat, kejadian LBP tidak mengenal tingkat pendidikan, semua tingkat pendidikan bias terkena LBP (Depkes RI, 2007).

d. Persepsi

Persepsi dalam LBP merupakan kesadaran seseorang terhadap nyeri yang menyebabkan LBP dimana stimulus nyeri ditrasnsmisikan ke otak, individu akan mengartikan den bereaksi (Potter dan Perry, 2005).

(8)

12 e. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998).

Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari 9 sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Friedman, 1998).

2. Edukasi Proper Body Mechanics a. Definisi

Body Mechanic adalah pemanfaatan otot yang benar untuk menyelesaikan tugas dengan aman dan efisien tanpa ketegangan yang berlebihan pada setiap otot atau sendi (Albloushi, 2012).

(9)

13

Body Mechanic juga didefinisikan cara kita bergerak selama kegiatan setiap hari. Mekanika tubuh yang baik mungkin dapat mencegah atau memperbaiki masalah dengan postur (cara berdiri, duduk, atau berbaring.) Mekanika tubuh yang baik juga dapat melindungi tubuh, terutama punggung, dari rasa sakit dan cedera. Menggunakan mekanika tubuh yang baik adalah penting untuk semua orang (Drug.com, 2012).

Edukasi Proper Body Mechanics adalah pemberian informasi tentang pemanfaatan otot yang benar untuk menyelesaikan tugas dengan aman dan efisien tanpa ketegangan yang berlebihan pada setiap otot atau sendi (Albloushi, 2012).

b. Prinsip body mechanics

Sebelum membahas tentang prinsip-prinsip body mechanics perlu dilihat dulu mengenai centre of gravity dan line of gravity.

Centre of gravity merupakan titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata.

Gambar 2.1. centre of gravity

Line of gravity merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi.

(10)

14

Gambar 2.2. Line of gravity

Menurut Albloushi (2012) prinsip body mechanic adalah sebagai berikut:

1) Menjaga pusat stabil gravitasi, meliputi: 1) menjauhkan badan dari center gravitasi rendah, 2) menjaga punggung tetap dalam posisi tegak, pembebanan pada lutut dan pinggul.

Gambar 2.3. Menjaga pusat stabil gravitasi

2) Mempertahankan wide of base support, dengan mempertahankan wide of base support maka akan memberikan stabilitas maksimum

(11)

15

saat mengangkat beban, hal ini dilakukan dengan cara : 1 ) menjaga kedua kaki terpisah (ada jarak), 2) menempatkan satu kaki sedikit di depan kaki yang lain, 3) memfleksikan lutut untuk menahan goncangan, 4) mengangkat beban dengan kaki sebagai tumpuan

Gambar 2.4. Mempertahankan Wide of Base Support

3) Menjaga garis gravitasi : 1) menjaga punggung tetap lurus, 2) mengangkat beban dengan didekatkan pada tubuh.

Gambar 2.5. Menjaga garis gravitasi

4) Menjaga proper body alignment, meliputi : 1) menarik perut ke dalam dan ke atas, 2) menjaga punggung tetap rata. 3) kepala tetap dijaga dalam posisi tegak, 4) menjaga posisi dagu, 5) menjaga berat badan ke depan dengan didukung oleh kaki.

(12)

16

Gambar 2.6. Menjaga Proper Body Alignment a. Teknik body mechanic

Menurut Albloushi (2012) teknik body mechanic meliputi : 1) Lifting, teknik lifting meliputi : 1) menggunakan otot-otot kaki

yang paling kuat untuk mengangkat, 2) menekuk pada lutut dan pinggul, menjaga punggung lurus, 3) mengangkat lurus keatas, dalam satu gerakan halus.

Gambar 2.7. Teknik Lifting

2) Reaching, teknik reaching meliputi : 1) berdiri tegak di depan dan di dekat objek, 2) menghindari gerakan memutar, 3) menggunakan bangku atau tangga untuk benda yang tinggi, 4) menjaga keseimbangan dan base of support, 5) sebelum memindahkan objek, memastikan bahwa objek itu tidak terlalu besar atau terlalu berat.

(13)

17

Gambar 2.8. Teknik Reaching

3) Pivoting, teknik pivoting meliputi : 1) menempatkan satu kaki sedikit di depan yang lain, 2) memutar kedua kaki pada waktu yang sama, berputar pada salah satu tumit kaki dan kaki yang lain, 3) menjaga pusat gravitasi yang baik saat memegang atau membawa benda.

Gambar 2.9. Teknik Pivoting 3. Tindakan Pencegahan Kekambuhan

a. Pengertian Tindakan Pencegahan Kekambuhan

Tindakan adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan social (Dave dalam Cartono, 2007).

(14)

18

Klasifikasi ranah psikomotorik menurut Dave dalam Cartono (2007) adalah:

1) Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara cirri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.

2) Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani.

3) Respon Terpimpin (Guided Response)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba. 4) Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Ini mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerakan dengan lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.

(15)

19

5) Respons Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response) Gerakan motoris tersadar yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.

6) Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Adaptasi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran.

7) Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu. Penciptaan atau kreativitas adalah mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Keterampilan motorik menurut Dave dalam Cartono (2007), dibagi dalam lima jenjang, yaitu: peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, dan naturalisasi. Secara visual jenjang keterampilan motorik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

1) Peniruan (Imitation) adalah mengamati perilaku dan pola setelah orang lain. Kinerja mungkin kualitas rendah.

(16)

20

2) Penggunaan (Manipulation) adalah mampu melakukan tindakan tertentu dengan mengikuti instruksi dan berlatih.

3) Ketepatan (Precision) adalah mengulangi pengalaman serupa agar menuju perubahan kea rah yang lebih baik.

4) Perangkaian (Articulation) adalah koordinasi serangkaian tindakan, mencapai keselarasan dan konsistensi internal.

5) Naturalisasi (Naturalitation) adalah setelah kinerja tingkat tinggi menjadi alami, tanpa perlu banyak berpikir tentang hal itu.

Pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan.

Kekambuhan merupakan peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laralia, 2001).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan pencegahan kekambuhan merupakan tindakan menahan agar tidak terjadi kembali gejala-gejala LBP.

b. Cara pencegahan kekambuhan LBP

Berikut ini merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kekambuhan LBP yaitu (Nainggolan, 2014):

1) Penerapan proper body mechanics dalam kehidupan sehari-hari. 2) Menghindari kebiasaan merokok

3) Melakukan latihan untuk penguatan otot

4) Mendesain kembali lingkungan kerja yang ergonomis (Devo dan Weinstein, 2001).

5) Hidup rileks dengan cara: olahraga, mendengarkan music (Siagian, 2013)

(17)

21 B. Landasan Teori

Health Belief Model merupakan teori perubahan perilaku kesehatan dan model psikologis yang digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan kepercayaan individu terhadap suatu penyakit. Teori ini dikembangkan oleh Rosenstock (1966), ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada tahun 1974, 1984 dan 1988 Priyoto (2014).

Health Belief Model menggunakan tiga dasar pertimbangan Priyoto (2014) yaitu

1. Adanya kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku

3. Perilaku itu sendiri

Menurut (Rosenstock, 1966, 1974 cit. Priyoto, 2014) Health Belief Model mencakup 5 unsur utama yaitu

1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

Resiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar resiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi resiko.

2. Bahaya/kesakitan yang dirasakan (perceived severity)

Perceived severity berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa dia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum.

(18)

22

3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefit)

Perceived benefit berkaitan dengan manfaat yang akan dirasakan jika mengadopsi perilaku yang dianjurkan atau merupakan persepsi seseorang tentang nilai atau kegunaan dari suatu perilaku baru dalam mengurangi resiko terkena penyakit. Orang-orang cenderung mengadopsi perilaku baru akan mengurangi resiko mereka untuk berkembangnya suatu penyakit.

4. Hambatan yang dirasakan (perceived barries)

Perubahan perilaku bukan merupakan sesuatu yang dapat terjadi dengan mudah bagi kebanyakan orang, unsur lain dari teori health belief model adalah masalah hambatan yang dirasakan untuk melakukan perubahan. Hal ini berhubungan dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi perilaku baru. Persepsi tentang hambatan yang akan dirasakan merupakan unsur yang signifikan dalam menentukan apakah terjadi perubahan perilaku atau tidak. Seseorang harus percaya bahwa manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku lama. Hal tersebut memungkinkan hambatan yang harus diatasi dan perilaku baru yang akan diadopsi.

5. Variabel modifikasi (modifying variable)

Empat konstruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh variabel lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keterampilan, tingkat sosial ekonomi, norma dan motivasi. Variabel tersebut adalah karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi.

6. Syarat untuk bertindak (cues to action)

Health Belief Model menunjukkan perilaku juga dipengaruhi oleh isyarat untuk bertindak. Isyarat untuk bertindak adalah

(19)

peristiwa-23

peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Isyarat untuk bertindak ini dapat berasal dari informasi dari media masa, nasihat dari orang-orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga, artikel dan lain sebagainya.

Gambar 2.10. The Basic Health Belief Model C. Penelitian yang relevan

1. Penelitian dengan judul ” The Effect of Body Mechanics Instruction on Work Performance Among Young Workers” McCauley (1990) penelitian ini dilakukan pada tiga puluh pekerja muda (usia 14-19 tahun) yang bekerja sebagai tukang kebun dan penjaga yang dibagi menjadi dua kelompok dengan RCT, kelompok 1 mendapat perlakuan berupa menerima instruksi body mechanics, kelompok 2 tidak menerima perlakuan. Instruksi perlakuan berfokus pada tulang belakang dan keselarasan di tempat kerja. Instruksi diberikan pada subyek sebelum hari pertama kerja dan berlanjut sampai dua sesi pekerjaan. Efek intervensi dievaluasi melalui pengamatan body mechanics selama

Perceived Susceptibility Perceived Severity Perceived Benefits Perceived Costs Cues to Action Likehood of Behaviour

(20)

24

bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang menerima instruksi lebih baik secara signifikan daripada kelompok kontrol. Penelitian ini juga membahas tentang peran okupasi terapis dalam memberikan proper body mechanics di lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah terjadinya Low Back pain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang aklan dilakukan adalah penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental berupa pemberian edukasi proper body mechanics sedangkan penelitian yang akan dilakukan rancangan penelitian adalah cross sectional.

2. Penelitian dengan judul “ Efficacy of the pilates method for pain and disability in patients with chronic nonspecific low bac pain” Miyamoto et al (2013) dimana penelitian ini menguji efektifitas metode pilates (terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol) pada orang dewasa dengan Low Back pain kronis dengan randomized controlled trials. Data diambil dari eligible studies dan dikombinasikan dengan menggunakan pendekatan meta-analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pilates tidak lebih baik daripada jenis latihan lain untuk mengurangi intensitas nyeri. Namun pilates lebih baik daripada intervensi minimal untuk mengurangi nyeri jangka pendek dan disabilitas

3. Penelitian yang berjudul “Awareness of occupational Low Back pain: a survey of 244 midwives” Ye et al (2014) bahwa penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi kesadaran tentang Low Back pain akibat kerja dan pengetahuan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengukuran pemeliharaan kesehatan diantara bidan, dan untuk determinasi insiden Low Back pain diantara mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan kuesioner Roland-Morris Disability Questionnaire (Chinese version), survey dilakukan kepada

(21)

25

244 bidan dari kelas 1 sampai kelas 3 di rumah sakit di Tianjin China kemudian dilakukan analisis statistik. Hasilnya diantara 244 bidan, hanya 18,4% yang mengetahui definisi occupational Low Back pain, 28,3% mengetahui mekanisme patogenetik dan 54,1% mengetahui bahwa Low Back pain berbahaya. Sekitar 9,4%-85,2 % dari bidan pada akhirnya menggunakan metode untuk mencegah terjadinya occupational Low Back pain dengan proper body mechanics. Proper body mechanics. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah populasi penelitian yaitu bidan, metode penelitian dilakukan dengan survey dan tujuannya untuk menginvestigasi kesadaran tentang Low Back pain akibat kerja, sedangkan penelitian yang akan dilakukan populasi penelitian yaitu pasien dengan Low Back pain di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Moewardi, menggunakan teknik sampling berupa purposive sampling dan untuk mengetahui hubungan antara faktor personal, faktor lingkungan dan edukasi proper body mechanics dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain.

4. Penelitian yang berjudul “The Role of Physical Exercise and Inactivity in Pain Recurrence and Absenteeism From Work After Active Outpatient Rehabilitation for Recurrrent or Chronic Low Back pain” oleh Taimela et al (2000) dengan dengan metode seratus duapuluh lima pasien dengan LBP dilakukan aktif exercise selama 12 minggu, kemudian pasien ditanya tentang kekambuhan nyeri setelah menjalani aktif exercise, didapatkan hasil bahwa pasien setelah dilakukan aktif exercise ternyata mengalami kekambuhan nyeri yang lebih sedikit daripada sebelum menjalani aktif exercise, dengan p < 0.01.

5. Penelitian dengan judul “Endurance of Trunk Muscle in Persons with Chronic Low Back pain : Assessment, Performance, Trainning” oleh

(22)

26

Dev (1997) bahwa kurangnya daya tahan otot trunk merupakan faktor penting dalam LBP. Dalam makalah tersebut membahas beberapa metode untuk menguji daya tahan fleksor trunk dan otot ekstensor dalam situasi statis dan dinamis, dan menyajikan hasil pengujian daya tahan pada pasien dengan kronis LBP dibandingkan dengan kohort nonimpaired. Persepsi diri tentang kebugaran mempengaruhi beberapa hasil tes. Metode untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibahas bersama dengan manfaat diamati dari program pelatihan.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian ini rancangan penelitian berupa kohort sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan berupa cross sectional.

(23)

27 D. Kerangka Berpikir

Secara ringkas kerangka teori penelitian ini berdasarkan Health Belief Model adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11. Kerangka berpikir Perceived susceptibility -Umur -Jenis kelamin Tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain Perceived severity

-Persepsi terhadap Low Back pain -Pekerjaan

Perceived benefit

-Edukasi proper body mechanics -Akses terhadap pelayanan kesehatan -Aksesibilitas lingkungan

Perceived barrier -Pekerjaan

Cues of action

-Edukasi Proper body mechanics Modifiying variable

-Tingkat pendidikan -Dukungan keluarga

(24)

28 E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada hubungan positif antara faktor personal meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan persepsi terhadap Low Back pain, dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain di Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr. Moewardi Surakarta.

2. Ada hubungan positif antara faktor lingkungan meliputi akses terhadap layanan kesehatan, aksesibilitas lingkungan, dan dukungan keluarga dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain di Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr. Moewardi Surakarta.

3. Ada hubungan yang positif antara edukasi proper body mechanics dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain di Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr. Moewardi Surakarta.

4. Variabel edukasi Proper Body mechanics paling dominan berhubungan dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back Pain.

Gambar

Gambar 2.1. centre of gravity
Gambar 2.2. Line of gravity
Gambar 2.4. Mempertahankan Wide of Base Support
Gambar 2.6. Menjaga Proper Body Alignment  a.  Teknik body mechanic
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat

Hal ini tidak sejalan dengan Suparmanto dan Rahayu (2000) yang menunjukan bahwa ibu yang memiliki 1-2 anak memiliki kecenderungan menyusui secara eklusif 10 kali

Bradyrhizobium + mos + mikoriza isolat tanah gambut (A11), dengan sangat nyata meningkatkan jumlah bintil akar, derajat infeksi mikoriza 1 , serta dengan nyata

Merupakan garis penghubung objek penelitian ke hasil penelitian Teori Semiotika Teori Sosiologi Sastra Bentuk Wacana Puja Bhakti dalam KRPM Fungsi Wacana Puja Bhakti

Yang mengejutkan, ketika Taufiq Ismail ingin memaparkan fakta sejarah pada awal 1960-an, yang diakui atau tidak, merupakan potret hitam sastrawan Lekra yang saat itu

B : Tempat penyimpanan bahan bukan pangan terpisah dengan bahan pangan dan produk akhir serta selalu dalam keadaan bersih. K : Tidak ada tempat penyimpanan terpisah untuk bahan

framework codeigniter di buat dengan tujuan sama seperti framework lainnya yaitu untuk memudahkan developer atau programmer dalam membangun sebuah aplikasi berbasis

b) Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV