• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Rusa Timor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Rusa Timor"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi Rusa Timor

Klasifikasi

Indonesia mempunyai empat jenis rusa yang banyak dijumpai seperti rusa sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorrensis), rusa bawean (Axis kuhlii) dan muncak atau kijang (Muntiacus muntjak). Menurut Schroder (1976) rusa timor merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia yang secara singkat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Phillum : Chordata Sub Phillum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Sub Ordo : Ruminantia Famili : Cervidae Sub Famili : Cervinae Genus : Cervus

Spesies : Cervus timorensis de Blainville, 1822

Sub Spesies : C. t. russa Muller & Schlegal, 1839 C. t. laronesiotis nov.

C. t. renschi Sody, 1932

C. t. timorensis Blainville, 1822 C. t. macassarius Heude, 1896 C. t. djongga nov.

C. t. molucentis Quoi et Gaimard, 1830 C. t. floresiensis Heude, 1896

Morfologi

Rusa timor merupakan rusa asli Indonesia dan terbesar kedua setelah rusa sambar. Dikenal juga dengan nama rusa jawa, memiliki warna bulu coklat abu abu

(2)

sampai coklat tua kemerahan. Rusa jantan warnanya lebih gelap. Warna di bagian perut lebih terang dari pada di bagian punggungnya. Rusa timor mempunyai banyak keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak jenis, dengan nama daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling luas tersebar di luar negeri (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan Dradjat (2002) mengatakan bahwa rusa timor merupakan rusa yang paling dapat menyesuaikan diri. Dapat hidup baik di daerah basah, kering, berpasir maupun berpegunungan. Rusa timor juga dapat hidup di daerah panas, dingin, daerah yang terbuka ataupun di hutan lebat.

Rusa jantan relatif lebih besar dibandingkan dengan rusa betina. Tinggi bahu rusa betina dewasa 100 cm, sedangkan yang jantan dapat mencapai 110 cm. Panjang badan dengan kepala antara 120–130 cm, panjang ekor 10–30 cm. Sedangkan bobot badannya antara 40-120 kg, tergantung pada jenisnya. Setelah lewat seleksi dan pemeliharaan yang optimal di tingkat peternakan, berat badan dapat mencapai 120– 140 kg pada yang jantan dan 70 sampai 90 kg pada yang betina (Semiadi dan Nugraha 2004).

Ciri rusa jantan dewasa ialah memiliki ranggah atau tanduk. Ranggah penuh bercabang tiga, dengan ujungnya yang runcing, kasar dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang ranggah 80 – 90 cm. Ada juga yang mencapai 111.5 cm (Semiadi dan Nugraha 2004).

Daerah Penyebaran

Penyebaran Rusa Timor hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Pulau Sumatra. Di Kalimantan, Irian dan Kepulauan Maluku, Rusa Timor merupakan rusa yang diintroduksikan. Pada tahun 1680, diintroduksikan dari Jawa ke Kalimantan, sedangkan di pada tahun 1913 – 1920, diintroduksikan dari Halmahera ke Irian dan pada tahun 1855 diintroduksikan dari pulau Seram ke Pulau Aru.

Daerah penyebaran rusa timor dari 8 sub spesies yang ada di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 1.

(3)

Tabel 1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis) di Indonesia

____________________________________________________________________ No Sub species Daerah penyebarannya

____________________________________________________________________ 1 C.t.timorensis Timor, Roti, Alor, Pantar, Semau, P. Rusa

dan P. Kambing

2 C. t. Russa Jawa, Kalsel, Sulawesi dan Ambon

(Introduksi)

3 C. t. Laronesiotes P. Peucang ( Ujung Kulon ). 4 C. t. Renschi Bali

5 C. t. Floresiensis Lombok, Sumbawa, Rinca, Komodo, Flores, Adonare, Solor dan Sumba

6 C. t. Macassaricus Sulawesi, Bangai dan Selayar 7 C. t. Jonga Muna dan Buton

8 C. t. Moluccensis Sulawesi, Ternate, Mareh,

__________________________________________________________________________________

Sumber: Direktur Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan IPB (1991).

Habitat

Habitat Rusa timor adalah hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savanna. Rusa Timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian 2600 m di atas permukaan laut. Dibanding dengan jenis rusa yang lain, rusa timor lebih mampu beradaptasi di daerah kering, karena ketergantungan terhadap ketersediaan air relatif lebih kecil. Kemampuan untuk beradaptasi cukup baik sehingga mereka mampu berkembangbiak dengan baik di daerah yang bukan habitat aslinya (Semiadi dan Nugraha 2004).

Adaptasi Rusa

Rusa adalah satwa yang kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan cukup tinggi. Dilingkungan yang terdapat banyak aktivitas manusia maupun di tempat yang kondisi lingkungan pakan kurangpun, rusa dapat beradaptasi dengan baik. Namun demikian bukan berarti rusa tidak luput dari stress, penyakit dan kematian.

Untuk mencegah terjadinya stress maupun lainnya, perlu perhatian dan penanganan yang baik dan teratur. Salah satu cara yang dilakukan untuk

(4)

mempermudah penanganan individu rusa yang baru ditangkap ke tempat penangkaran adalah dengan menempatkan rusa dalam kandang yang gelap dan relatif tidak luas (Dradjat 2002).

Fisiologi Reproduksi Rusa Timor

Arti Penting perkembangbiakan (reproduksi)

Reproduksi merupakan kunci utama dalam teknik penangkaran. Keberhasilan dalam bereproduksi berarti keberhasilan juga dalam usaha penangkarannya. Sebagaimana diketahui, keberhasilan dalam pengelolaan hewan, tergantung pada beberapa faktor yang saling berkaitan dan timbal balik antara satu dengan yang lainnya, baik faktor biotik maupun faktor abiotik (non hayati). Salah satu aspek penting yang harus diketahui adalah pengetahuan mengenahi biologi reproduksi atau “bioreproduksi” hewan itu sendiri. Menurut Masyud (1997) pengetahuan tentang bioreproduksi suatu jenis hewan dapat memberikan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam :

a. Memperkirakan jumlah atau banyaknya anak yang mungkin akan dihasilkan b. Informasi tentang umur saat mulai bereproduksi

c. Panjang atau lama waktu bagi hewan bereproduksi d. Kapan satwa bisa melakukan aktivitas bereproduksi e. Pola hormonal

f. Teknik reproduksi yang dilakukan.

Siklus Reproduksi

Yang dimaksud siklus reproduksi adalah rangkaian semua kegiatan biologik kelamin yang berlangsung secara sambung menyambung sehingga terlahir generasi baru dari suatu mahluk hidup (Partodihardjo 1980). Reproduksi merupakan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan suatu individu, tetapi sangat penting untuk kelangsungan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Suatu siklus reproduksi akan dimulai setelah hewan mengalami pubertas (Toelihere 1985).

(5)

Pubertas. Pubertas adalah saat hewan atau satwa telah menjadi dewasa kelamin. Pada hewan betina ditandai dengan adanya sel telur yang telah masak (siap untuk dibuahi). Pubertas pada hewan betina di mulai dengan penampakan tanda berahi pertama kali dan hasrat untuk kawin. Pada hewan jantan pubertas dimulai dengan adanya spermatozoa yang masak, ditandai peningkatan libido yang ditampakkan melalui perilaku seksual sebagai hasrat untuk mengawini betina.

Usia pubertas rusa timor betina adalah umur 8 bulan dengan berat badan minimun ±40 kg (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan menurut Masyud (1997) pubertas terjadi pada umur 7–8 bulan, usia awal berbiak optimal antara 15–18 bulan (±16,5 bulan). Dinyatakan oleh Dradjat (2002) bahwa pada umur 7 bulan diperkirakan rusa jantan mencapai dewasa kelamin dengan berat badan 46 ± 6,91 dan rusa betina antara 39,65±7,01. Pada umur tersebut tubuh rusa belum siap untuk melakukan proses reproduksi selanjutnya, sehingga umur kawin harus ditunda sampai dewasa tubuh tercapai.

Pubertas pada rusa jantan mulai terjadi saat pedikel mulai tumbuh yang dilanjutkan dengan pertumbuhan ranggah. Ranggah tumbuh pertama kali pada rusa umur 8 bulan (Dradjat 2002). Setiap individu hewan mempunyai usia pubertas yang berbeda-beda. Sedangkan faktor yang mempengaruhi waktu pubertas adalah faktor genetik dan faktor lingkungan seperti faktor nutrisi, faktor sosial dan faktor musim.

Musim Kawin. Musim kawin adalah suatu musim dalam satu tahun dimana hewan betina memperlihatkan gejala-gejala berahi. Dalam periode satu musim, hewan betina jenis tertentu baik yang telah dewasa atau telah mencapai pubertas akan memperlihatkan gejala berahi. Rusa betina adalah termasuk hewan poliestrus bermusim yang artinya dalam satu musim kawin dapat menunjukkan beberapa kali gejala berahi. Rusa kawin bermusim terutama terjadi pada rusa-rusa yang hidup di lingkungan empat musim atau sub tropik. Sedangkan pada rusa-rusa tropik aktivitas reproduksi cenderung tidak mengenal musim kawin. Untuk rusa timor dihabitat alaminya, gejala berahi terlihat antara bulan juli-september (Hoogerwerf 1970).

(6)

Siklus Berahi. Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi secara teratur pada sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat dimana ditandai kesediaan hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Dalam periode siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, menurut Partodihardjo (1980) satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu : proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Dari keempat fase tersebut, fase estrus merupakan fase terpenting karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala-gejala khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula betina mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.

Siklus berahi pada rusa antara 24–26 hari (Richard dalam Masyud 1997). Hal ini berbeda dengan pendapat Dott dan Utai dalam Masyud 1997 yang mengatakan bahwa siklus berahi pada rusa antara 9–12 hari. Sedangkan Masyud 1997 berpendapat bahwa lama siklus berahi berkisar antara 9 hari (siklus pendek) dan 22 hari (siklus panjang). Berbagai variasi ini tergantung pada jenis rusa, lingkungan maupun pengamatan yang dilakukan.

Lama Berahi. Lama berahi merupakan selang waktu mulai berahi ditandai dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda berahi. Lama berahi ini dipengaruhi oleh umur, musim dan kehadiran pejantan serta bobot badan (Toelihere 1985). Lama birahi rusa sangat bervariasi. Masyud (1997) mengatakan bahwa lama birahi rusa adalah rata-rata 24 jam. Sedangkan Rukman (1990) mengatakan bahwa lama birahi rusa berlangsung 1 – 2 hari.

Imbangan Kelamin. Imbangan kelamin pada rusa yang ada dipenangkaran pada umumnya cukup rendah yaitu satu pejantan berbanding 3 sampai 4 betina. bahkan banyak juga antara jumlah pejantan lebih besar daripada jumlah betina sehingga disamping terjadi perebutan dan persaingan antar pejantan juga tidak

(7)

efisien dinilai dari analisa ekonominya. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004) pejantan rusa tropis pada dasarnya dapat melayani betina 12-20 ekor. Bahkan lebih lanjut dikatakan imbangan kelamin untuk perkawinan rusa timor di Kaledonia baru dapat mencapai 3 pejantan untuk 37 betina. Pada rusa chital 1:20-30 atau 3:100 sedangkan pada rusa merah adalah satu ekor pejantan unggul untuk melayani 30 - 40 ekor betina.

Siklus dan Tahap Pertumbuhan Ranggah.

Salah satu daya tarik dari satwa rusa adalah siklus ranggah. Ranggah adalah istilah untuk tanduk rusa yang mempunyai fungsi sebagai simbul status sosial pada pejantan di saat musim kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam musim kawin, bentuk ranggah berperan dalam penting untuk kepentingan dominasi kelompok dibandingkan dengan ukuran badan si pejantan itu sendiri ( Semiadi G 1997). Ranggah tersusun oleh tulang penuh yang akan lepas dan akan tumbuh ranggah baru. Menurut pendapat Dradjat (2002) Pertumbuhan ranggah berhubungan dengan dengan siklus seksual rusa jantan, iklim, photoperiod dan aktivitas hormon steroid. Siklus ranggah pada rusa terdiri atas beberapa tahap yaitu pedicle, tahap velvet (ranggah muda), tahap ranggah keras dan tahap lepas ranggah.

Tahap Pedicle.

Pedicle merupakan tahap pertumbuhan ranggah pertama kali saat rusa jantan memasuki pubertas. Pada rusa timor jantan umumnya pedicle akan tumbuh setelah mencapai bobot badan 40-50 kg. Pertumbuhan pedicle diawali dengan peningkatan konsentrasi LH diikuti dengan peningkatan testosteron plasma. Lama tahap pedicle rusa merah sekitar 15 minggu ( Sutie et al. 1989).

Tahap Ranggah muda (velvet).

Ranggah muda tersusun atas kartilago dan banyak mengandung pembuluh darah dan pembuluh syaraf. Ranggah muda diselimuti kulit yang halus dengan bulu yang lembut. Pertumbuhan ranggah dimulai dari titik tumbuh pada bagian ujung pedicle ditopang oleh aktivitas neutropin-3. Ranggah muda akan tumbuh sejalan

(8)

dengan peningkatan hormon androgen dalam darah. Ranggah muda yang telah berkembang secara maksimal akan berhenti pertumbuhannya dan mengalami kalsifikasi. Pada saat itu pembuluh darah dan pembuluh syaraf aka n mati.

Pertumbuhan ranggah muda sampai mencapai perkembangan yang maksimal (ranggah keras) dicapai antara 60-70 hari (Anderson 1984). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Handarini (2006) melaporkan bahwa pertumbuhan ranggah velvet pada rusa timor adalah 155,75 ± 7,13 hari. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pertumbuhan velvet sangat tergantung pada keberadaan dan pertumbuhan awal pedicle. Jika pertumbuhan pedicle tertunda karena kondisi pakan yang buruk maka petumbuhan pakan juga akan tertunda.

Tahap pertumbuhan ranggah muda akan diakhiri dengan pengelupasan kulit velvet pada bagian ujung ranggah yang disebut shehding. Velvet dan kulit epidermis ranggah muda akan mati dan luruh. Ranggah mengelupas terjadi setelah ranggah mengalami kalsifikasi. Pengelupasan ranggah terjadi pada saat kadar testosteron dalam darah meningkat. Hormon testosteron akan langsung menstimuli konstriksi pembuluh darah di ranggah. Menurut Dradjat (2002) pengelupasan kulit dan lepas pada rusa merah membutuhkan waktu 6 – 22 hari.

Tahap ranggah keras.

Ranggah muda setelah perkembangan maksimal akan mengalami proses

kalsifikasi atau ossifikasi. Ossifikasi dimulai dari bagian pangkal menuju ke bagian

ujung ranggah. Menurut pendapat Dradjat (2002) bahwa proses penulangan terjadi dengan kombinasi kalsifikasi intra membranosus dan endochondral. Lebih lanjut dikatakan bahwa ostcoblast akan merubah osteosit dan trabekula tulang sehingga terjadi deposisi kalsium pada matriks, sehingga trabekula menjadi padat. Menurut Lincoln (1992) tahap ranggah keras pada rusa sambar adalah sekitar 102-115 hari dan lama proses ossifikasi sendiri berlangsung selama 6 sampai 22 hari.

Tahap Ranggah luruh.

Ranggah luruh atau lepasnya ranggah dari pedikel (dasar ranggah) terjadi karena aktifitas osteoklastik dan erosi junction dan secara fisik dibantu oleh perilaku

(9)

rusa yang suka menanduk dan menyeruduk pohon. Pedicle mengambil peranan dengan cara menahan aliran darah benar-benar terhenti sehingga tidak ada lagi bagian yang secara langsung mengikat antara tubuh rusa dengan ranggah keras. Proses luruhnya ranggah tersebut memakan waktu satu sampai dua hari antara ranggah kanan dan kiri. Rataan dari raggah keras sampai ranggah luruh adalah 207,25 ± 2,75 hari. Sedangkan tanpa ranggah yaitu dari luruhnya rangga h sampai timbulnya ranggah baru adalah 16,25 ± 0,88 hari (Handarini, 2006).

Hormon Dan Mekanisme Reproduksi

Hormon-Hormon Reproduksi. Ada tiga hormon yang memegang peranan penting dalam sistim reproduksi yaitu ”realising hormone”, hormon gonadotropin dan hormon –hormon steroid. realising hormone adalah hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, yang mempunyai peranan untuk mengontrol proses dan pelepasan hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisa seperti follicle

stimulting hormone-releasing hormone dan luteinizing hormone-releasing hormone FSH-RH dan LH-RH) ( Masyud 1997).

Hormon gonadotropin (FSH/RH) berasal dari kelenjar hipofise. Hormon ini berperan dalam proses pendewasaan, pelepasan gamet-gamet dan stimulasi sekresi hormon steroid kelamin dari gonad. Hormon gonadotropin yang terpenting adalah FSH, LH dan LTH (luteotrophic hormone atau Prolaktin). Hormon steroid yaitu hormon- hormon yang diproduksi oleh gonad yaitu ovarium dan testis. Hormon estrogen dan progesteron dihasilkan oleh ovarium dan testosteron dihasilkan oleh testis. Hormon steroid memegang peranan dalam aspek-aspek kelakuan reproduksi seperti tingkah laku birahi, tingkah laku kawin, bunting, melahirkan, pemeliharaan dan perkembangan organ-organ reproduksi serta pengaturan siklus reproduksi (Toelihere 1985).

Mekanisme Siklus Ranggah Rusa Jantan. Siklus ranggah rusa seiring dengan siklus hormonal. Di negara-negara empat musim, iklim dan musim akan mempengaruhi hormon gonadotropin, sedangkan musim akan mempengaruhi sekresi

(10)

testosteron. Adanya pengaruh fotoperiod dan perbedaan latitude akan berperan dalam tampilan reproduksi jantan. Rusa adalah termasuk hewan yang mengenal hari pendek. Pada saat hari pendek maka produksi gonadotropin (FSH/LH) meningkat. FSH dan LH ini berfungsi dalam menstimulir testis sehingga kadar testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig terus meningkat (Fraser 1980).

Pada kadar testosteron tertinggi maka libido akan meningkat dan akan menstimulisi musim kawin. Apabila hari pendek berlalu dan diganti dengan hari panjang maka sekresi hormon gonadotropin menurun, akibatnya testis akan mengkerut. Dengan mengkerutnya testis maka aktivitas spermatogenesis dan sekresi testosteron akan terganggu. Namun demikian dari hasil penelitian dilaporkan bahwa rusa tropik tidak menunjukkan musim kawin dan dapat bereproduksi sepanjang tahun mengikuti siklus ranggah. Dalam satu siklus perkembangan ranggah atau peningkatan panjang ranggah sejalan dengan peningkatan konsentrasi androgen. Konsentrasi androgen sangat rendah pada awal perkembangan ranggah dan mencapai puncak pada saat musim kawin yaitu pada kondisi ranggah keras. Setelah musim kawin, maka konsentrasi androgen menurun secara drastis, diikuti dengan periode penanggalan tanduk

Tabel 2 Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata ±sd) rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember

__________________________________________________________________ Hari ke Androgen (ng/ml) Panjang tanduk (cm)

___________________________________________________________________ 0 0,12 ± 0,03 3,78 ± 0,26 15 0,27 ± 0,10 6,40 ± 0,29* 30 0,40 ± 0,23 10,15 ± 0,67* 45 0,57 ± 0,17 13,60 ± 0,34* 60 0,43 ± 0,16 16,00 ± 0,69* 75 1,99 ± o,42* 16,60 ± 0,98 90 2,63 ± 1,59 17,20 ± 1,53 105 2,60 ± 1,07 17,20 ± 1,53 ___________________________________________________________________ *) Nilai berbeda nyata dari nilai sebenarnya (P> 0,05)

Sumber : Sempere and Boissin (1981).

(11)

Mekanisme siklus reproduksi hewan betina. Dalam proses reproduksi hewan yang tidak terjadi kebuntingan maka corpus luteum yang mempunyai peranan menenangkan alat kelamin dengan sekresi progesteronnya akan mengalami regresi. Hal ini terjadi karena pengaruh dari prostaglandin yang dihasilkan oleh dinding uterus. Setelah progesteron merendah akibat dari mengecilnya corpus luteum, maka FSH-RH/LH-RH akan dilepaskan kedalam sistim porta dalam tangkai hipofise. FSH-RH /LH-RH ini akan merangsang produksi dan pelepasan FSH yang disusul produksi LH. FSH akan merangsang follikel tertier dalam ovarium untuk tumbuh menjadi follikel de Graff yang akan menghasilkan hormon estrogen. Estrogen mempunyai sifat mencegah produksi FSH tetapi akan merangsang produksi LH. Estrogen juga menyebabkan perubahan vaskularisasi alat kelamin dan kehendak untuk mengadakan hubungan seks dengan pejantan (Partodihardjo 1980).

Dikatakan oleh Toelihere (1985) Pada saat produksi estrogen mencapai puncaknya, maka terlihatlah tanda-tanda estrus yang ditandai kehendak hewan untuk kawin. Pada saat kadar estrogen mencapai derajat ketinggian tertentu, akan memacu produksi LH sehingga kadar LH dalam darah mendadak meningkat sedemikian rupa sehingga terjadilah ovulasi. Setelah terjadi ovulasi, terbentuklah corpus hemorrhagicum. Kadar LH kemudian menurun dengan cepat. Oleh LH dan LTH, corpus hemorrhagicum akan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum tersebut akan memproduksi hormon progesteron yang berfungsi untuk meredakan aktivitas estrogen (Partodihardjo 1980).

Lisisnya corpus luteum menyebabkan turunnya progesteron dengan cepatnya sampai pada kadar dasar dan diikuti dengan kenaikan produksi FSH secara berangsur-angsur. FSH berfungsi untuk merangsang pertumbuhan follikel. Folikel semakin lama akan semakin membesar. Dengan semakin tumbuhnya follikel tersebut maka secara berangsur-angsur kadar estrogen dalam darah akan meningkat (Salisbury and Vandemark 1985). Setelah kadar estrogen dalam darah mencapai derajat ketinggian tertentu, dinding uterus akan memproduksi prostaglandin dan menyebabkan corpus luteum mengalami regresi, yang diikuti dengan penurunan produksi progesterone secara tajam (Toelihere 1985).

(12)

Deteksi Berahi

Tanda-tanda berahi pada rusa timor jantan diantaranya meraung-raung pada interval tertentu yaitu pada pagi, sore dan kadang-kadang malam hari sambil berendam di lumpur. Rusa tersebut akan berjalan dengan mulut mendatar dengan mendongakkan kepalanya ( Semiadi dan Nugraha 2004). Lebih lanjut dikatakan oleh Masyud (1997) bahwa rusa suka berdiri tegak sambil mengarahkan mulutnya kearah rusa betina yang berahi dan mengikuti jejak betina sambil membaui bekas urine yang dikeluarkan rusa betina. Masyud (1997) menyatakan bahwa tanda-tanda rusa betina dalam kondisi berahi adalah sebagai berikut :

a. adanya rusa jantan yang mencoba mendekati pada jarak 10-15 meter b. mulai terlihat keduanya istirahat bersama -sama ditempat tertutup

c. pejantan tampak melindungi betina tersebut dengan tingkah laku mulai agresif dan menunjukkan makin tinggi perhatiannya terhadap betina d. Terlihat lebih galak, gelisah dan mondar-mandir

e. punggung betina tegak, telinga berdiri dan kepala diangkat f. mulut terbuka

g. Vulva membengkak dan mengeluarkan cairan jernih yang berbau khas h. pantat dan kaki digerak-gerakkan kedepan dan kebelakang, yang Selalu

diikuti pejantan sambil menjilati dan mencium betina berahi i. Berdiri di belakang rusa lainnya sambil mencium ekornya

j. Adanya rusa-rusa betina yang saling menaiki adalah merupakan tanda-tanda bahwa kedua betina tersebut sedang berahi.

Mekanisme Perilaku Rusa

Perilaku hewan adalah tindak tanduk hewan yang terlihat dan yang saling berkaitan secara individual maupun secara bersama -sama. Perilaku juga merupakan cara hewan untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan makluk hidup maupun dengan benda-benda. Kelakuan hewan adalah respons atau rangsangan (stimuli) atau agent yang dipengaruhi oleh dua macam rangsangan yakni rangsangan dari dalam dan rangsangan dari luar. Tanda-tanda perilaku yang spesifik

(13)

atau khas yang secara kolektif di istilahkan sebagai bahasa badan (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa hewan satu sama lain akan berhubungan dengan sua tu sistem. Tanda-tanda perilaku tersebut akan ditentukan oleh keperluan-keperluan fisiologis dan neurologis dan ditimbulkan oleh informasi yang datang kepada mereka dari lingkungannya.

Faktor-Faktor Yang Mengendalikan Perilaku

Faktor-faktor yang mengendalikan perilaku satwa berasal dari dalam tubuh satwa atau disebut faktor internal dan faktor yang berasal dari luar tubuh satwa atau faktor eksteral. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa tersebut dinamakan rangsangan. Sedangkan aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan nama respons (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985).

Faktor internal. Rangsangan yang berasal dari dalam tubuh tersebut antara lain berupa faktor fisiologis seperti sekresi hormon, faktor motivasi, dorongan dan insentif akibat dari perangsangan mekanisme syaraf seperti lelah, haus, lapar dan nyeri (Toelihere 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa mekanisme kerja kedua sistim ini seringkali berlangsung secara terintegrasi dan bekerjasama yang sering disebut sistem neuroendokrin. Hubungan kerjasama tersebut berlangsung melalui proses sistim syaraf dan efek-efek hormon yang disekresikan otak.

Faktor eksternal. Rangsangan yang berasal dari luar dapat berbentuk suara atau pendengaran, penglihatan, stress, perabaan, makanan dan fisik tenaga mekanis dan kimia (Toelihere 1985). Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985) menjabarkan bahwa setiap macam perilaku akan melibatkan rangsangan-rangsangan melalui panca indra. Adanya perubahan rangsangan ini akan menjadi aktivitas syaraf, aksi (integrasi susunan syaraf) yang akhirnya terjadilah aktivitas berbagai organ motor penggerak, baik internal maupun eksternal. Lebih lanjut dikatakan bahwa perilaku terjadi karena adanya organisasi hereditas umum dari species, rangsangan primer yang me ngenahi sistim syaraf (fisiologis) dan proses belajar selama perjalanannya.

(14)

Sistim Perilaku.

Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), sistim perilaku merupakan sekelompok pola perilaku dengan fungsi umum yang sama, dimana terdiri perilaku makan (ingestif), perilaku membuang kotoran (eliminatip), perilaku memelihara (epimelitik), perilaku mendekati, perilaku berkelahi (agonistik), perilaku meniru (allelomimetik), perilaku mencari perlindungan dan perilaku memeriksa, perilaku berkembang biak, perilaku istirahat dan perilaku tidur. Dalam tesis ini perilaku akan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu perilaku harian dan perilaku reproduksi. Perilaku harian terdiri atas perilaku sosial, perilaku makan – minum, perilaku istirahat dan perilaku lokomosi.

Perilaku Sosial. Perilaku ini penting sekali artinya dalam rangka survival terutama bagi anak-anak hewan. Pada rusa perilaku sosial ini ditunjukkan dengan perilaku berkelompok, perilaku memelihara oleh induk pada anaknya dan perilaku kerjasama antar individu serta perilaku bersaing.

Wibowo (1985) melaporkan bahwa kumpulan rusa yang sedang beristirahat atau menumput di padang rumput, jarang membentuk suatu unit, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang lebih kecil. Sedangkan kelompok rusa yang hubunga nnya lebih stabil adalah rusa betina dewasa dengan anaknya yang baru lahir sampai anaknya sudah menjelang umur satu tahun. Ini adalah unit sosial terkecil dari rusa Timor. Lebih lanjut dilaporkan Kurniawan (1997) bahwa hubungan demikian merupakan salah satu bentuk kerjasama satwa sejenis yang berupa hubungan suku dan kelompok maupun hubungan famili. Fungsi hubungan ini adalah penyusunan strategi penyerangan komunal, mempertinggi kecenderungan pertumbuhan badan karena meningkatnya nafsu makan serta memperkecil nilai pemangsaan karena adanya efek membingungkan (confussion effect ) terhadap pemangsa (predator).

Dalam suatu kelompok rusa yang menjadi kelompok pemimpinnya adalah betina dominan. Sedangkan pejantan yang ikut bergabung dalam kelompoknya, apabila ada bahaya dan panik, justru melarikan diri untuk mementingkan keselamatan dirinya. Tingkahlaku seperti ini tidak pernah terlihat pada betina tua

(15)

yang tetap bersikap sebagai pemimpin dalam keadaan bahaya meskipun terhadap anak-anak rusa yang bukan anaknya sendiri (Hoogerwerf 1970).

Rusa tidak mempunyai daerah teritori yang tetap, kecuali pada musim kawin. Pada saat musim kawin dimana rusa jantan dewasa memiliki daerah teritori dekat betina yang ingin dikawininya, akan memperlihatkan perilaku memperlihatkan perilaku mempertahankan teritorinya. Teritori merupakan daerah di sekitar rusa betina yang akan dikawininya dan akan dipertahankannya dari jantan lain yang akan mendekati betina tersebut. Mereka menandai teritorinya itu dengan bau-bauan. Namun demikian kadang-kadang rusa jantan muda berhasil mengawini betina walaupun ada pejantan yang lebih tua tetapi tidak menarik betina (Hoogerwerf 1970).

Daerah teritori ditandai dengan bau-bauan (urine) atau tanda-tanda lain pada vegetasi seperti bekas gigitan atau goresan ceranggah pada kulit pohon. Rusa jantan yang tidak tertarik pada betina, tidak akan membuat teritori disekitar rusa betina (Schrodor 1976). Daerah teritori yang sempit dapat mengakibatkan penurunan kondisi fisik rusa jantan, karena makanannya terbatas. Ledeboer (1944) yang dikutip oleh Darnawi (1994) menyatakan bahwa penurunan berat badan rusa sebanyak 30 kg dari berat normalnya 160 Kg pada musim kawin.

Untuk mendapatkan pasangan untuk kawin, rusa akan saling menunjukkan sifat agresif yang disertai dengan perkelahian semu (reproductive figthing). Perilaku ini merupakan bentuk kerjasama sejenis yang umum terjadi saat musim kawin, namun tidak jarang pula berkaitan dalam upaya pembentukan tingkatan (hierarki) sosial atau peck order. Perilaku ini berfungsi mencegah timbulnya pengaruh buruk akibat dari kepadatan yang tinggi (Wibowo 1985).

Perilaku makan dan minum. Kegiatan mencari makan pada rusa dapat dilakukan Secara kelompok atau secara sendiri-sendiri. Rusa memiliki apa yang disebut “feeding bout” atau atau periode makan yaitu periode dimana terjadi aktivitas gerak pindah mencari pakan dilanjutkan dengan menemukan pakan dan memakannya. Setelah berkali-kali menemukan pakan dan memakan pakan, periode makan berakhir dan satwa memasuki periode “interval between feeding bout”

(16)

(Interval antara periode makan). Interval ini banyak diisi dengan aktivitas duduk dan

memamah biak (Kurniawan 1997).

Lamanya periode makan dipengaruhi oleh kontraksi perut. Berakhirnya periode makan berhubungan erat dengan proses pengenyangan yang pada gilirannya tergantung pada salah satunya faktor pengembangan perut. Pengembangan perut merangsang suatu reseptor yang mengaktifkan pusat pengenyangan pada hypothalamus (Sharma et al dalam Wibowo 1985). Lebih lanjut dikatakan bahw a lama periode makan juga tergantung juga oleh faktor-faktor oropharhyngeal meskipun bukan merupakan faktor dominan. Rusa merupakan satwa yang tahan terhadap daerah kering, dan jarang sekali terlihat turun untuk mencari minum. Air yang dibutuhkan didapat dari pakan yang dimakannya, air embun dan pada saat berkubang. Ciri khas dari satwa yang minim sekali membutuhkan air adalah kotorannya yang relatif keras dan kering (sedikit mengandung air).

Perilaku istirahat dan bermain. Perilaku istirahat pada rusa terjadi pada interval between feeding bout, dimana rusa lebih banyak melakukan aktivitas memamah biak sambil duduk atau berbaring dibawah naungan pohon-pohon yang banyak serasahnya. Perilaku ini umumnya dilakukan pada saat tengah hari dan terik matahari mencapai maksimum. Perilaku bermain ditunjukkan oleh rusa muda dengan aktivitas berlari-lari dan beradu tanduk tanpa cidera.

Perilaku kawin (mating behaviour). Bentuk kerjasama lain dari satwa sejenis adalah perilaku kawin (mating behaviour) yaitu hubungan antara individu jantan dengan individu betina yang bekerjasama untuk mengadakan fertilisasi dan pertumbuhan individu baru. Rusa jantan timor akan segera memasuki musim kawin setelah perkembangan ranggahnya sempurna (selaput beludru atau velvet akan rontok). Pertumbuhan ranggah ini akan mengikuti siklus musiman yaiu dari mulai rontok sampai ranggah mengeras sempurna yang dibutuhkan waktu sekitar 16 minggu (Dradjat 2002).

(17)

Pada kebanyakan mamalia, timbulnya rangsangan pertama kearah perilaku kawin datang dari tubuh betina yaitu pada saat betina dalam keadaan berahi (estrus). Hanya pada saat estrus sajalah betina mau melakukan kawin (Toelihere 1985) Dilaporkan oleh Andijarso (1988) bahwa rusa betina mengalami birahi yang kira-kira bersamaan dengan rusa jantan. Lebih jauh dilaporkan bahwa perilaku kawin dimulai dari perilaku rusa jantan mengikuti betina kemudian menjilati tubuh bagian belakang betina tersebut. Kejadian ini berlangsung berulang-ulang sampai betina memberi reaksi. Jika betina tidak bereaksi maka betina tersebut akan terus melakukan aktivitasnya sendiri, seperti jalan, makan atau duduk beristirahat.

Pada betina yang telah birahi penuh maka pejantan akan makin agresif dan aktif mengejar betina. Tidak jarang terjadi perkelahian diantara para pejantan untuk menguasai betina. Pejantan tersebut akan mengejar betina sambil mengeluarkan lidahnya. Apabila betina ada respon maka betina akan mengangkat ekornya sehingga jantannya akan lebih leluasa untuk menjilatinya (Masyud 1989).

Kadang-kadang ketika ekor betina terangkat akan disertai kencing dan jantan akan menaruh moncongnya dibawah tetesan air kencingnya tersebut. Kemudian jantan akan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bibir yang sedikit membuka, bibir atas berkerut-kerut (flaehmen) dan kadang-kadang akan keluar air liurnya. Jantan akan terus mengikuti betina dalam waktu yang lama (Andijarso 1988). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada betina yang sudah terangsang maka akan gantian menjilati bagian-bagian tubuh pejantan tertentu dan sebagai puncaknya akan terjadi kopulasi selama dua sampai tiga detik.

Dikatakan oleh Hoogerwerf (1970) bahwa ciri lain dari perilaku kawin adalah berendam dalam lumpur dan menunjukkan sifat agresif dengan saling adu kepala untuk mendapatkan betina (agonistik). Selanjutnya wibowo (1985) melaporkan bahwa dalam peristiwa adu kepala tersebut, dua rusa yang melakukan adu tanduk hampir selalu punya ukuran tanduk dan tubuh yang relatif sama. Selama berahi seekor rusa betina bisa dinaiki tiga sampai empat kali selama dua jam oleh seekor pejantan sebelum terjadi ejakulasi. Bahkan kadang-kadang seekor rusa betina bersedia melayani lebih dari satu pejantan. Keseluruhan kelakuan berahi ini bisa

(18)

berlangsung lebih dari 24 jam. Pada kasus yang ekstrim, kelakuan berahi ini dapat mencapai 4 hari (Masyud 1989). Bila di dalam sebuah “harem” semua betina telah dikawini, rusa jantan yang tadinya bergabung akan memisahkan. Setelah pemisahan diri ini, rusa jantan berusaha memulihkan kembali energi dan berat badan yang hilang selama musim kawin. Beberapa waktu kemudian rusa jantan ini akan menanggalkan tanduknya dan mulai menumbuhkan tanduk baru (Dradjat 2002).

Libido seksual.

Timbulnya libido pada hewan jantan ditandai dengan menegangnya penis (ereksi) disebabkan oleh proses kimi awi dalam tubuh. Terjadinya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar misalnya unsur alam yang masuk ke dalam tubuh berupa makanan atau minuman atau berupa obat-obatan. Masyarakat di Tiongkok sejak ribuan tahun lalu telah memanfaatkan tanama n obat, buah atau sayuran dan hasil laut untuk membantu pemenuhan zat-zat yang dibutuhkan tubuh untuk menunjang aktivitas seksual (Hembing 2005).

Perilaku reproduksi merupakan gabungan kompleks dari aspek-aspek reproduksi hewan yang diekspresikan akibat adanya rangsangan yang terjadi, baik dari luar maupun dari dalam tubuh, yang diatur oleh sistim syaraf dan sistim endrokrin, yang mekanisme kerjanya berlangsung terintregrasi dan bekerjasama yang sering dikenal dengan sistim neuroendokrin (Masyud 1989). Mekanisme kelakuan reproduksi, dimulai pada informasi yang berasal dari berbagai isyarat atau rangsangan eksternal melalui pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan yang kemudian masuk kedalam sistim syaraf pusat dan disatukan di hypothalamus Informasi tersebut diproses, dimantapkan dan dihasilkan kembali sebagai suatu signal humoral dan ditransmisikan ke kelenjar hipofise anterior kemudian melalui hormon-hormon gonadotropin dimantapkan dan ditransmisikan ke gonad. Akhirnya gonad memberikan berbagai respon, diantaranya dengan mengekskresikan hormon-hormon seks yang memegang peranan penting atas aspek-aspek kelakuan sekunder diantaranya perilaku kawin (Masyud 1989).

(19)

Pada rusa yang mengenal aktivitas reproduksi bermusim, rangsangan penglihatan yaitu panjang relatif periode cahaya (fetoperiode) merupakan faktor utama yang menentukan pengaturan sekresi hormon-hormon reproduksi, yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek kelakuan kelamin (Masyud 1989). Rusa merupakan salah satu hewan yang aktivitas reproduksinya yaitu sekresi hormon reproduksinya dipengaruhi oleh cahaya harian pendek. Hal ini terjadi karena dengan berkurangnya panjang hari, maka terjadi peningkatan frekuensi dan besarnya sekresi LH, serta naiknya tingkat basal FSH yang akhirnya akan mempengaruhi perkembangan testis dalam menghasilkan spermatozoa dan hormon testosteron. Sebaliknya pada pencahayaan panjang yaitu 16 jam cahaya dan 8 jam gelap, akan terjadi regresi testis (Masyud 1989). perubahan kandungan testosteron akan diikuti dengan perkembangan ranggah Dalam satu siklus perkembangan ranggah atau peningkatan panjang ranggah sejalan dengan peningkatan konsentrasi androgen. Konsentrasi androgen sangat rendah pada awal perkembangan ranggah (periode velvet) kemudian akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan perkembangan ranggah (periode “hard”) dan akan mencapai puncak pada saat-saat musim kawin, pada saat mana tanduk telah mencapai sempurna (periode “horn”). Setelah musim kawin, konsentrasi androgen menurun secara drastis yang diikuti dengan periode penanggalan ranggah (cast).

Tumbuhan Obat Sanrego Tumbuhan Afrodisiaka

Masyarakat Indonesia seperti halnya masyarakat di manca negara, telah lama menggunakan kekayaan alam sekitarnya sebagai obat tradisional. Pada saat ini pemakaian obat tradisional berkembang dengan baik sebagai suatu alternatif untuk menanggulangi masalah kesehatan seiring dengan kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali kealam (back to nature). Salah satu jamu yang banyak beredar dan dikonsumsi masyarakat khususnya kaum pria adalah jamu yang berkhasiat afrodisiaka yaitu jamu yang mengatasi masalah disfungsi seksual kaum pria. Afrodisiaka adalah obat yang mungkin bekerja secara hormonal maupun non

(20)

hormonal dan sangat erat hubungannya dengan libido seksual. Obat sebagai jamu kuat ini dapat terdiri atas satu jenis simplisia atau ramuan berbagai simplisia. Susilo (2005) menyatakan bahwa afrodisiaka adalah bahan atau ramuan untuk meningkatkan kemampuan dan kenikmatan seks. Afrodisiaka berasal dari kata “

Aphrodite” dalam mitologi Yunani berarti dewi cinta dan kecantikan atau dengan

kata lain sebagai suatu zat (hormonal atau non hormonal) yang berkhasiat meningkatkan gairah seks serta erat hubungannya libido sekual (Muhtadi 1999).

Anwar, 2001 menyata kan bahwa pada umumnya penggunaan tumbuhan obat sebagai afrodisiaka lebih banyak berdasarkan kepercayaan turun-temurun dalam masyarakat, meskipun begitu telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui kepastian khasiat suatu tumbuhan obat. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tumbuhan afrodisiaka mengandung senyawa-senyawa obat turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa-senyawa-senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi atau peredaran darah pada sistem saraf pusat (serebral) atau sirkulasi darah tepi (perifer). Efek meningkatkan sirkulasi darah itu juga terjadi pada genitalia pria.

Beberapa penelitian pada hewan juga menunjukkan adanya aktivitas hormonal yakni hormon androgen, tetapi sebagian besar belum sampai ke tahap akhir (Anwar 2001). Lebih jauh dikatakan bahwa peningkatan sirkulasi darah ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ. Sebagai akibat mekanisme tersebut, maka suatu obat tradisional jenis afrodisiak bisa digunakan untuk meningkatkan stamina. Aprodisiaka di dalam tubuh dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah penis atau bersifat vasodialator, sehingga terjadi pembendungan darah yang menyebabkan ereksi dengan rangsangan yang lebih baik ( Suara Karya 2005 ).

Tumbuhan Sanrego Berpotensi Sebagai afrodisiaka

Ada beberapa tumbuhan obat yang berpotensi sebagai afrodisiaka. Salah satu tumbuhan obat dikenal mempunyai khasiat sebagai afrodisiaka adalah Sanrego. Sanrego dengan bahasa latinnya Lunasia amara BLANCO mempunyai beberapa

(21)

nama daerah seperti kemaitan, maitan (Jawa), pahitan (Sunda) pamaitan (Madura), makelum halahuna (Ulias), mitan-mitan (Makasar), bungkus kusu (Maluku) dan nama sanrego sendiri berasal dari bahasa ujung pandang (Heyne 1987).

Sanrego merupakan salah satu dari jenis tumbuhan obat yang tumbuh di

hutan tropika, yang merupakan suatu anugerah dan aset negara yang tidak ternilai harganya. Oleh sebab itu kelestarian harus tetap terjaga dan pemanfaatannya harus dilakukan seoptimal mungkin. Untuk mencapai harapan tersebut, disamping melakukan konservasi ex-situ yang selanjutnya mengarah pada usaha perbanyakan dan budidaya juga memanfaatkan tumbuhan Sanrego seoptimal mungkin. Pemanfaatan ini tidak hanya diguna kan untuk manusia saja tetapi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi satwa liar (rusa) melalui perbaikan fisiologi reproduksinya (Rahardjo 1999). Tumbuhan ini menyebar di beberapa wilayah Jawa, Madura, Bali, Flores, Tanimbar, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi, Irian (papua) dan Filipina (Adhiyanto 2001). Menurut Rahardjo (1999) tumbuhan sanrego diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub Klas : Dicotyledonae Sub Klas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae Genus : Lunasia

Species : Lunasia amara BLANCO

Sanrego merupakan pohon tegak tak bercabang (monopodial) dengan ketinggian dapat mencapai 12 meter, mempunyai tekstur yang keras dan licin . Berdaun lebat dimana daun lebatnya ditutupi bulu-bulu putih dan coklat. Bagian kelopak bunganya ditutupi bulu coklat berukuran 1.5 mm dan mengeluarkan bau yang harum (Rahardjo 1999).

(22)

Gambar 2. Tumbuhan obat sanrego (Lunasia amara Blanco).

Sedangkan menurut Quisumbing (1951) dalam Adhiyanto (2001) diterangkan bahwa Sanrego merupakan tumbuhan perdu tegak yang pada umumnya mempunyai tingi 3 meter, yang mempunyai ranting licin. Daunnya tersusun secara sasak alternate, berbentuk oblong-obovarte, dengan ukuran panjang 20-40 cm dan lebar 7-12 cm. Bunga jantan dan betina tertutup dengan sisik lepidote, berukuran kecil, berwarna kuning. Tangkai daun masing-masing mempunyai panjang 1 cm atau lebih. Buahnya terdiri dari 3 kapsul kekuningan, licin dan ditandai dengan seperti urat, membuka sepanjang uratnya dengan bagian atasnya seperti jahitan Kulit batang dan daun rasanya sangat pahit.

Manfaat Sanrego. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Sanrego, diantaranya : memacu gairah seksual (meningkatkan libido seks), memperlancar saluran urine, bahan kosmetik, penghambat pertumbuhan bakteri (Eshericia coli,

Shygella body dan Staphyllococcus areus), obat diare, penawar racun makanan dan

bisa ular serta mengatasi kelainan kulit (Rahardjo 1999). Lebih jauh dikatakan bahwa secara impiris diperoleh informasi bahwa sanrego selain berkhasiat afrodisiak, juga dijadikan tonik, karena beberapa zat yang terkandung didalamnya berfungsi menguatkan tubuh.

Aktivitas androgenik dari daun sanrego yang telah dilakukan oleh Widyatmoko (2000) dan Hotimah (2000) dalam penelitiannya terhadap anak ayam

(23)

jantan White Leghorn yang berumur 3 hari menunjukkan hasil yang positif. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari infus daun sanrego (Lunasia amara BlLANCO) dengan fraksi alkaloid daun sanrego konsentrasi berturut-turut 2,5 mg/ml, 5 mg/ml dan 10 mg/ml selama 19 hari ternyata menunjukkan aktivitas androgenik yaitu pertambahan ukuran dan berat jengger, berat testis dan berat bursa fabrisius.

Jerasi 1992 dalam Adhiyanto 2001 menyatakan bahwa sampai saat ini bagian yang dimanfaatkan dari Sanrego adalah bagian kulit batang dan daun yang telah dikeringkan. Sanrego dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu birahi. Selain sebagai tumbuhan afrodisiaka, daun Sanrego dapat juga digunakan sebagai obat gosok bagian tubuh yang bengkak. Sedangkan kulit batang Sanrego bermanfaat sebagai obat nyeri perut, penawar racun ular dan serangga (Rahardjo 1999)

Kandungan Kimia Sanrego. Beberapa zat kimia penting yang terdapat dalam kulit batang, daun dan akar Sanrego adalah alkoloid (Edulein, Graveolin, Hidroksinbenakrin, Lumakridin, Lunakrin, lunacridine, lunamine, dan lunani ), fitosterol dan glikosida (Rahardjo 1999). Sedangkan Sidik (1999) menyatakan kandungan kimia sanrego mengandung fitosterol, flavonoid dan alkoloid (edulein,

graveolin, hidroksin, benakrin, limakridin, lunakrin, lunamarin, lunidonin, dan lunin).Dari hasil penelitian Nurlaila (2000) yang dilakukan di Lab Farmasi

Universitas Pajajaran Bandung, melaporkan bahwa didalam daun kemaitan (sanrego) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, kuine, tanin, maisin, glosida dan steroid.

Keadaan Umum Penangkaran Rusa Timor di BKPH Jonggol, KPH Bogor PT.Perhutani Unit III Jawa Barat

Keadaan Umum

Letak. Lokasi penangkaran rusa milik PT. Perhutani ini terletak di dalam wilayah hutan Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cariu, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan ( BKPH ) Jonggol, Kesatuan Pemangkuan Hutan ( KPH ) Bogor, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat, yang secara Administratif masuk ke wilayah

(24)

Kecamatan Cariu, Kawedanan Jonggol, Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Terletak di jalur alternatif Jakarta – Bandung, lewat Jonggol.

Keadaan Fisik. Berdasarkan Peta Iklim Propinsi Dati I Jawa Barat yang dikeluarkan oleh Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang dikutip Teddy ( 1998), Lokasi penangkaran terletak pada ketinggian 200–500 m dpl, dengan kondisi topografi yang berbukit–bukit. Curah hujan rata – rata berkisar antara 3.000–3.500 mm per tahun. Lokasi kandang terletak pada kemiringan lereng berkisar 5-30 % dengan kondisi tanah pada umumnya bertekstur halus dan banyak mengandung liat.

Keadaan Biologi. Menurut Teddy (1999) dan hasil servei penulis dilapangan, di dalam areal kandang penangkaran dan sekitarnya terdapat beberapa jenis tanaman terdiri dari Tusam (Pinus mercusi), Puspa (Schima wallichii), Kaliandra (Calliandra

calothyrsus) dan jenis lain yang tumbuh secara menyebar terdiri dari: Jati (Tectona grandis), Sengon (Paracerianthes falcataria), Mangga (Mangifera indica), Nangka

(Nephelium lappaceum) dan lain – lain. Sedangkan jenis vegetasi tumbuhan bawah yang tumbuh dominan di bawah tegakan tusam adalah jenis rumput–rumputan yaitu: Jukut kakasuran (Oplismenus compositus) dan Jukut pait (Axonopus compressus). Sedangkan jenis tumbuhan bawah yang tumbuh di bawah tegakan selain tusam didominasi oleh jenis Kirinyu (Euphatorium odoratum ) (Teddy 1999).

Teknis Penangkaran

Adaptasi. Secara alami rusa timor dikenal memiliki kemampuan cukup tinggi untuk beradaptasi pada lingkungan baru. Dilingkungan yang banyak aktifitas manusia maupun pakan yang jelekpun rusa timor mampu beradaptasi dengan baik Namun demikian demi keberhasilan usaha penangkaran, perlakuan adaptasi terhadap rusa yang baru masuk ke lokasi penangkaran perlu dilakukan dengan baik. Pengadaptasian ini dilakukan dengan cara menempatkan rusa yang baru datang ke dalam kandang khusus selama satu sampai dua minggu. Dari hasil wawancara dengan petugas di lokasi penangkaran rusa di Jonggol, diketahui bahwa pada saat

(25)

pertama kali mendatangkan rusa ke lokasi penangkaran, program adaptasi juga dilakukan, dimana rusa yang baru datang di kandangkan di dalam kandang karantina yang terletak di dalam lingkungan kandang pangonan.

Perkandangan. Kandang penangkaran rusa Jonggol terdiri dari kandang Pemeliharaan dan kandang karantina dalam areal seluas 5 ha. Luas kandang pemeliharaan adalah 49.960 m2. Kandang pemeliharaan tersebut merupakan kandang tempat rusa melakukan aktivitasnya seperti bermain, merumput, berstirahat, kawin. Didalam kandang pemeliharaan terdapat fasilitas berupa menara pengintai yang digunakan juga sebagai tempat istirahat bagi pengunjung. Sedangkan luas kandang karantina 40 m2 dengan rincian 8x5 meter. Areal kandang penangkaran dikelilingi oleh pagar dengan me nggunakan kawat harmonika yang diperkuat tiang-tiang penyangga berupa kayu pinus yang ditanam setinggi 2 meter.

Penyediaan Pakan. Di lokasi penangkaran, pakan rusa terdiri dari pakan hijauan dan pakan tambahan. Di dalam kandang pangonan, rusa memanfaatkan rumput dan tumbuh–tumbuhan lain sebagai pakan hijauannya. Disamping itu juga ditambahkan rumput yang berasal dari kebun rumput. Pakan tambahan yang diberikan berupa dedak dan ubi jalar, masing-masing satu kg, dan rumput 4 kg per hari. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari.

Tabel 3 Jadwal pemberian makanan tambahan pada rusa di penangkaran Jonggol ____________________________________________________________________ Hari ____________________Jadwal Pemberian pakan_____________ Pagi siang sore

(jam 07.00) (jam 12.00) (jam 16.00)

____________________________________________________________________ Senin ubi dan pisang dedak rumput potong Selasa ubi dan pisang dedak rumput potong Rabu ubi dan pisang dedak rumput potong Kamis ubi dan pisang dedak rumput potong Jumat ubi dan pisang dedak rumput potong Sabtu ubi dan pisang dedak rumput potong Minggu ubi dan pisang dedak rumput potong ____________________________________________________________________

(26)

Seleksi Bibit dan Perkembangbiakan. Bibit rusa yang berasal dari alam dan tidak diketahui secara pasti kualitas genetisnya. Oleh karena itu untuk memperoleh keturunan yang baik, secara bertahap harus dilakukan regenerasi dengan seleksi yang ketat. Seleksi yang ketat ini hanya dapat dilakukan dengan sistim perkawinan yang selektif, seta didukung dengan sistim rekording yang baik. Menurut Firdaus (1989) bibit rusa yang ada di penangkaran milik PT. Perhutani (Jonggol) berasal dari Surabaya, Blitar, Bandung, Bogor dan Ragunan-Jakarta. Di penangkaran rusa milik PT. Perhutani (Jonggol), upaya seleksi dan pengaturan perkembangbiakan untuk memperoleh keturunan yang baik nampaknya belum dilakukan secara baik, hal ini karena penempatan rusa baik jantan maupun betina serta anakan dilakukan pada peddoct yang sama. Dengan kondisi yang demikian maka akan membuka peluang terjadinya inbreeding, sehingga dikhawatirkan dalam waktu panjang akan terjadi penurunan kualitas keturunan dan berarti terjadi penurunan produksinya.

Pemeliharaan Kesehatan. Pada prinsipnya tidakan pencegahan lebih baik dari pada pengobatan. Oleh karena itu dalam usaha penangkaran perlu direncanakan pemeliharaan kesehatan yang baik sehingga resiko kerugian akibat adanya serangan penyakit terhadap rusa dapat diminimalkan. Kesehatan rusa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kondisi lingkungan, pakan, penyakit, kelainan metabolisme dan stress karena perlakuan yang kasar. Secara fisiologis organ pencernaan merupakan organ yang paling peka terhadap stress. Beberapa program perawatan kesehatan yang perlu dipertimbangkan dalam usaha penangkaran antara lain, vaksinansi, pembersihan paddoct dengan desinfektan, penggantian air minum setiap hari, pemberian vita min dan mineral, pemberian pakan secara teratur serta melakukan pengujian veteriner untuk kasus penyakit tertentu (Direktur Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan IPB, 1991). Di lokasi penangkaran milik PT. Perhutani ( Jonggol ), untuk kasus–kasus rusa sakit biasanya ditangani oleh dokter hewan. Kondisi rusa pada umunya sehat, gemuk dan lincah.

Pembibitan dan Pembesaran. Dalam usaha penangkaran rusa pada dasarnya ada dua kegiatan sebagai bagian dari tujuan penangkaran, yaitu pembibitan dan

(27)

pembesaran atau penggemukan. Sedangkan yang sekarang dilakukan di penangkaran rusa Jonggol adalah dengan melakukan pembibitan saja yang disiapkan untuk pengganti atau calon bibit dan selebihnya dijual.

Penangkapan. Di lokasi penangkaran milik PT. Perhutani (Jonggol), penangkapan luntuk saat ini lebih sering dilakukan dengan cara pembiusan. Sedangkan penangkapan dengan cara penggiringan jarang dilakukan karena rusa yang ada dipenangkaran akhir-akhir ini sudah sulit untuk digiring masuk ke kandang penangkapan walaupun dalam kandang tersebut diberi pemancing, sehingga sekarang cara tersebut sudah tidak dilakukan lagi dan diganti dengan cara pembiusan.

Pengangkutan. Cara pengangkutan yang dilakukan di penangkaran rusa milik PT. Perhutani BKPH Jonggol yaitu rusa dimasukkan ke dalam kandang khusus (dalam bentuk kotak persegi panjang ). Setiap kotak hanya untuk satu ekor rusa. Cara pengangkutan seperti ini biasanya menimbulkan resiko luka – luka pada rusa karena bergesekan dengan dinding kandang angkut (kotak). Untuk itu perlu di persiapkan obat – obatan guna menghindari infeksi. Untuk menghindari luka akibat gesekan juga dapat dilakukan dengan cara melapisi dinding dalam kandang angkut dengan bahan–bahan yang relatif lunak, seperti pelepah pohon pisang dan lain–lain. Sedangkan untuk menghindari stress yang berlebihan bila memungkinkan perjalanan dilakukan pada malam hari. Demikian juga proses pelepasannya akan lebih baik jika dilakukan pada malam hari.

Recording. Sistem pencatatan yang baik merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan usaha penangkaran. Pelaksanan recording ini meliputi penomoran atau penandaan setiap individu rusa, pencatatan asal – usual rusa, silsilah, pencatatan program perkawinan, pencatatan tindakan kesehatan, jumlah populasi, nisbah kelamin, kelompok umur dan sebagainya. Penandaan pada rusa dapat dilakukan dengan memasang anting pada telinga ataupun dengan menggunakan kalung leher. Hal ini ditujukan untuk memudahkan pengamatan

(28)

dengan jarak jauh menggunakan teropong binokuler. Pemasangan anting atau kalung leher hendaknya dilakukan pada saat rusa baru lahir.

Di penangkaran rusa milik PT. Perhutani BKPH Jonggol, penandaan terhadap rusa belum dilakukan. Pencatatan yang dilakukan hanya meliputi jumlah populasi rusa, tanggal kelahiran, jenis kelamin anak yang dilahirkan, jumlah dan tanggal mutasinya baik penambahan maupun pengurangan, perbandingan jantan betina dan catatan pemberian pakan tambahan.

Sarana dan Prasarana. Secara ideal sarana dan prasarana yang diperlukan dalam usaha penangkaran rusa meliputi bangunan kantor, pusat informasi, lapangan parkir, perumahan karyawan, bangunan – bangunan lain dan kebun rumput. Sarana lain yang terdapat di lokasi penangkaran rusa milik PT Perhutani (Jonggol) adalah menara pengamat, musholla dan lain sebagainya Beberapa sarana yang ada di lokasi penangkaran milik PT. Perhutani (Jonggol ) terdiri dari :

a. Satu buah kandang pangonan/pemeliharaan. Dalam kandang pangonan terdapat kandang karantina atau kandang penangkapan, biasa digunakan untuk menangkap dan penanganan rusa yang sakit. Kondisinya sudah rusak dan diperbaiki dengan bahan dari bambu.

b. Menara Pengamat. Selain kandang karantina juga terdapat menara pengamat, yang digunakan untuk melakukan penga matan baik bagi pengelola maupun para pengunjung yang memanfaatkan penangkaran rusa sebagai wahana rekreasi maupun untuk penelitian.

c. Kebun rumput. Kebun rumput yang ada seluas 2 hektar sebagi sumber pakan hijauan untuk memberi tambahan pakan hijauan ke dalam kandang penangkaran. d. Rumah jaga. Rumah jaga yang ada juga dimanfaatkan sebagai pusat informasi. e. Rumah Karyawan.

f. MCK.

Gambar

Gambar 2. Tumbuhan obat sanrego (Lunasia amara  Blanco).

Referensi

Dokumen terkait

After analyzing the data gathered during the observation and interview, the researcher discovered that several factors influenced the English teacher's decision to switch

"Conversation Analysis and Language Alternation", John Benjamins Publishing Company,

The procedures for this national collaborative research were (1) The researchers asked for permission from the university, faculty, department and then the coordinator

Feedback Workshop for English Teachers in Designing Questions Based on Higher Order Thinking Skill", AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan, 2022

Therefore, the current study aims to find out whether there is an improvement in teacher competence and the quality of English language questions at the Junior High School level

Referring to the research questions or research objectives, this section will be devoted to discussing two key findings, that is the readiness of the teacher in promoting

"Mastery of STEM-Based Research Approach of Science Teachers In Jakarta", AL-ISHLAH: Jurnal.

"The Effects of Trained Peer Feedback for High School Students", World Journal of English Language,