• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBATAN INVESTASI DARI SUDUT PANDANG TATA RUANG WILAYAH DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT. Oleh Fitri*) Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAMBATAN INVESTASI DARI SUDUT PANDANG TATA RUANG WILAYAH DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT. Oleh Fitri*) Abstrak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HAMBATAN INVESTASI DARI SUDUT PANDANG TATA RUANG WILAYAH DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT

Oleh Fitri*)

Abstrak

Faktor yang berpengaruh dalam bidang investasi yaitu dari sudut pandang tata ruang wilayah dan pengakuan terhadap hak ulayat. Sehingga permasalahan yang akan dibahas adalah hambatan investasi dari sudut pandang tersebut serta analisis mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2011 ditinjau dari peng-akuan atas hak ulayat masyarakat hukum adat, tata ruang dan kepastian berinvestasi. Analisis ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang bersifat deskriptif melalui peraturan perundang-undangan. Hasil analisis yang didapat adalah ketidakpastian penataan ruang wilayah daerah-daerah di Indonesia akan mengakibatkan keengganan investor untuk menanamkan modalnya serta ketidakpastian hukum pada wilayah masyarakat hukum adat yang menimbulkan banyak konflik antara masyarakat hukum adat dengan investor yang akan menimbulkan kerugian besar di kedua belah pihak. Dengan diakui eksistensinya masyarakat Baduy dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2011, maka memberikan kepastian perlindungan bagi masyarakat adat itu sendiri dan pihak luar yang akan berinvestasi.

Kata Kunci : Investasi, wilayah, investor, ulayat, adat A. PENDAHULUAN

Indonesia termasuk negara berkem-bang yang diantara kegiatan usaha per-ekonomian nasionalnya adalah Penana-man Modal. PenanaPenana-man Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam suatu negara Penanaman Modal memiliki tujuan untuk mengolah potensi ekonomi menjadi suatu kekuat-an ekonomi ykekuat-ang nyata. Dewasa ini perkembangan penanaman modal asing sering sekali mendapatkan hambatan-hambatan yang mengakibatkan iklim usaha investasi yang kurang kondusif di Indonesia.

Investasi merupakan sektor yang paling berpengaruh dalam setiap per-ekonomian suatu negara. Hal ini meng-indikasikan bahwa dengan merujuk pada besaran investasi maka kita dapat memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai negara yang ber-sangkutan. Tantangan Indonesia dalam membangkitkan lagi peluang bisnis di daerah dewasa ini sangatlah berat oleh karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh.

Dewasa ini perkembangan penana-man modal sering sekali mendapatkan hambatan-hambatan yang mengakibat-kan iklim usaha investasi yang kurang kondusif di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi secara garis besar yaitu belum optimal pelaksanaan harmoni-sasi antara pusat dan daerah, tingginya

(2)

biaya perizinan untuk berinvestasi, masih cukup banyak peraturan daerah yang menghambat iklim investasi, kon-disi sosial dan keamanan yang belum kondusif. Salah satu permasalahan ter-sebut yang dihadapi saat ini yaitu hambatan investasi dari sudut pandang tata ruang wilayah dan pengakuan ter-hadap hak ulayat, yaitu ketidakpastian lokasi yang dapat dijadikan tempat investasi karena masih banyaknya daerah yang belum memiliki rencana tata ruang wilayah sehingga mengaki-batkan investor enggan untuk mena-namkan modalnya di Indonesia. Selain itu, adanya ketidakpastian wilayah hukum adat sehingga menimbulkan bentrok antara investor dan masyara-kat itu sendiri.

Dari 365 Kelompok Etnik Masyara-kat Adat yang secara resmi diakui oleh Direktorat Jenderat Komunitan Adat Terpencil, Kementerian Sosial, baru 11 kelompok adat yang ditetapkan dalam perda terkait tanah adat/ulayat. Dari 11 kelompok adat tersebut, hanya 1 yang dapat dilanjutkan dengan proses penetapan di Badan Pertanahan Nasio-nal sehingga hak ulayat masyarakat hukum adat masih belum banyak yang mendapat penetapan dalam peraturan daerah padahal hak ulayat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi konstitusi. Penetapan dari Badan Pertanahan Nasional adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001.

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dirumuskan dalam makalah ini terdiri dari beberapa pertanyaan yaitu:

1. Bagaimana hambatan investasi dari sudut pandang tata ruang wilayah dan pengakuan terhadap hak ulayat?

2. Bagaimana analisa mengenai Pera-turan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001 ditinjau dari

Hukum Agraria, Tata Ruang, dan kepastian berinvestasi?

B. PEMBAHASAN Pengertian Investasi

Penanaman modal sering juga di-sebut investasi yang diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimi-liki dengan menanamkan ke usaha atau proyek yang produktif, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan selain mendapat pengembalian modal awalnya di kemu-dian hari, tentunya pemilik modal juga akan mendapatkan sejumlah

keun-tungan dari penanaman modal

dimaksud.1

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, penana-man modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melaku-kan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti peng-gunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang meng-hasilkan pendapatan maupun melalui ventura, yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk menda-patkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana investor menempat-kan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha

1 Pengertian penanaman modal dipersa-makan dengan investasi, yang merupa-kan terjemahan dari istilah investment dalam bahasa Inggris. Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus

Inggris-Indonesia, cetakan XXIII, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm 330.

(3)

atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannnya.2

Dalam Kamus Hukum Ekonomi, Investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa peng-adaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk mem-peroleh keuntungan.3

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan investasi berarti pertama penanaman atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; dan kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam”.4

Setiap usaha investasi harus di-arahkan kepada kesejahteraan masya-rakat. Artinya, dengan adanya investasi yang ditanamkan para investor dapat meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia. Secara umum ada tiga faktor yang mempengaruhi minat suatu negara berinvestasi di negara lain, yakni faktor ekonomi, stabilitas politik, dan kepastian hukum.5

Dalam menanamkan modal dengan tujuan dan arah pembangunan nasio-nal sebagaimana ditetapkan dalam Pro-gram Pembangunan Nasional

2 Lihat John dan Jordon Elliot Goodman,

Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, alih bahasa oleh Soesanto Budhidarmo,

Jakarta: Elex Media Komputendo, 1994), hlm. 300.

3 A.F. Elly Erawaty dan J.S. Badudu,

Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris,

(Jakarta: ELIPS Pendahuluan, 1996) hlm. 69.

4 Departemen Pendidikan dan Kebudaya-an, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), (Jakarta: Balai Pustaka edisi

keempat, 1995), hlm 386.

5 Erman Rajagukguk et.al., Modul Kuliah

Hukum tentang Investasi Swasta dan Pembangunan (Depok: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2005).

NAS) yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, di mana masyarakat adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangun-an di berbagai bidpembangun-ang, dipembangun-antarpembangun-anya bidang ekonomi.6 Arah pembangunan ekonomi Indonesia sebagaimana yang terkandung di dalam konstitusi me-nempatkan penanaman modal dalam negeri pada tempat yang mempunyai makna filosofis yang dalam. Hal ter-sebut sudah dianut sejak dari semula ketika kemerdekaan Indonesia dipro-klamirkan. Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan dan (4) perekonomian nasional dise-lenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi so-sial. Prinsip kebersamaan mempunyai makna bahwa rakyat Indonesia secara

bersama-sama memiliki tanggung

jawab untuk menyukseskan

pemba-ngunan nasional, sedang prinsip

kemandirian memiliki makna bahwa pembangunan nasional harus dilaksa-nakan oleh bangsa Indonesia secara mandiri.7

Penanaman modal merupakan kegi-atan yang mengandung risiko, baik risiko yang berkaitan dengan nilai riil (real value) dari modal yang ditanam-kan, maupun risiko yang berkaitan dengan ketidakpastian apakah akan mendapatkan kembali modal yang telah

6 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman

Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2007), hlm. 1.

7 Murdifidin Haming & Salim Basalamah,

Studi Kelayakan Investasi, Proyek & Bisnis, (Jakarta: Penerbit PPM, 2003),

(4)

ditanamkan sebagaimana yang diper-kirakan semula.8

Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal

Menurut Pasal 3

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

b. Menciptakan lapangan kerja; c. Meningkatkan pembangunan

ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan

kemampuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi

kerakyatan;

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. Meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Motif suatu perusahaan menanam-kan modalnya di suatu negara adalah mencari keuntungan. Keuntungan ter-sebut diperoleh dari berbagai faktor: upah buruh yang murah, dekat dengan sumber bahan mentah, luasnya pasar yang baru, menjual teknologi (merek, paten, rahasia dagang, desain industri), menjual barang baku untuk dijadikan barang jadi, insentif untuk investor.9 Tata Ruang Wilayah

luar negeri dan dalam negeri dalam penanaman modal langsung (direct Invesment) pasti memerlukan tanah,

8 Ibid hlm 4.

9Erman Rajagukguk, Hukum Investasi

dan Pembangunan (Depok: Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 1.

baik untuk pembangunan pabriknya atau menanam modal di bidang per-kebunan. Penyediaan kebutuhan atas ruang baik berupa tanah dan lainnya harus menyesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah nasional dan daerah. Dasar pemanfaatan ruang wilayah baik untuk kepentingan investasi atau kepentingan lainnya didasarkan pada zonasi-zonasi yang telah ditetapkan oleh masing-masing daerah dalam rencana tata ruang wilayah. Hal ini tercantum dalam Pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyatakan:

(1) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagu-naan tanah, penatagupenatagu-naan air, pena-tagunaan udara, dan penapena-tagunaan sumber daya alam lain.

(2) Dalam rangka pengembangan pena-tagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegi-atan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain.

(3) Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pemba-ngunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk me-nerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.

(4) Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.

(5)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan pena-tagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan per-aturan pemerintah.

Selanjutnya dalam Pasal 35 dikata-kan “pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaaan sanksi”. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah maka dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha maupun pencabutan status badan hukum.

Permasalahan muncul ketika inves-tor akan berinvestasi di daerah tertentu yang masih belum memilki rencana tata ruang wilayah. Apabila investor mendapat izin untuk berinvestasi dengan menggunakan lahan di daerah tersebut kemudian muncul peraturan daerah tentang tata ruang wilayah

ter-sebut yang isinya bertentangan,

kemungkinan yang terjadi adalah izin akan dicabut dan proyek yang ter-bengkalai, sehingga perusahaan harus menanggung kerugian yang tidak kecil. Ketidakpastian penataan ruang wilayah daerah-daerah di Indonesia akan mengakibatkan keengganan in-vestor untuk menanamkan modalnya. Di bawah ini terdapat informasi bahwa masih banyak daerah yang belum memiliki rencana tata ruang wilayah: a. Baru 15 provinsi yang sudah

memiliki Peraturan Daerah rencana tata ruang wilayah dan 61 persen kabupaten-kota dari seluruh kabu-paten-kota seluruh Indonesia.10

10 Hanya 45% Provinsi yang Punya Rencana Tata Ruang Wilayah, dapat diakses di: http://property.okezone.com;

b. Untuk tata ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dari tiga ratusan lebih kabupaten/kota se Indonesia dan 33 Provinsi, baru ada tujuh daerah yang memiliki ren-cana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.11

Khusus untuk tata ruang wilayah laut sampai sekarang baru ada amanat pembentukan undang undang-undangnya. Ketidak beradaan tata ruang wilayah laut tentu juga akan mengakibatkan ketidakpastian penggu-naan ruang-ruang laut.

Hak Ulayat

Secara umum, hak atas tanah adat yang terdapat pada berbagai suku di Indoensia dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu: "hak ulayat" dan "hak pakai". Hak ulayat merupakan hak meramu atau mengumpulkan hasil hutan serta hak untuk berburu. Pada hak ulayat yang bersifat komunal ini, pada hakekatnya terdapat pula hak perorangan untuk menguasai sebagian dari objek penguasaan hak ulayat ter-sebut. Untuk sementara waktu, sese-orang berhak mengolah serta mengua-sai sebidang tanah dengan mengambil hasilnya, tetapi bukan berarti bahwa hak ulayat atas tanah tersebut menjadi terhapus karenanya. Hak ulayat tetap melapisi atau mengatasi hak pribadi atau perseorangan tersebut. Hak ulayat baru pulih kembali bila orang yang ber-sangkutan telah melepaskan hak penguasaannya atas tanah ulayat ter-sebut. Sementara hak pakai membo-lehkan seseorang untuk memakai. Sebidang tanah bagi kepentingannya biasanya terhadap tanah sawah dan

ladang yang telah dibuka dan

11 Baru Tujuh Daerah di Indonesia yang Punya Perda Zonasi, dapat diakses di:

(6)

dikerjakan terus-menerus dalam waktu yang lama.12

Menurut Rizal,13 hak ulayat yang disebut juga dengan hak persekutuan adalah daerah dimana sekelompok masyarakat hukum adat bertempat tinggal mempertahankan hidup tempat berlindung yang sifatnya magis-religius. Masyarakat yang hidup di dalam hak ulayat berhak mengerjakan tanah itu, dimana setiap anggota masyarakat dapat memperoleh bagian tanah deng-an batasdeng-an-batasdeng-an tertentu.

Berlakunya hak ulayat ini menurut sistematika Ter Haar adalah sebagai berikut:14

1. Anggota masyarakat hukum ber-sama-sama dapat mengambil man-faat atas tanah serta tumbuh-tumbuhan maupun hewan liar yang hidup di atasnya.

2. Anggota masyarakat hukum untuk keperluan sendiri berhak berburu, mengumpulkan hasil hutan yang kemudian dimiliki dengan hakmilik bahkan berhak memiliki beberapa pohon yang tumbuh liar apabila pohon itu dipelihara olehnya.

3. Mereka mempunyai hak untuk membuka hutan dengan sepenge-tahuan kepala suku atau kepala masyarakat hukum. Hubungan hukum antara orang yang mem-buka tanah dengan tanah tersebut makin lama makin kuat, apabila tanah tersebut terus menerus dipelihara/digarap dan akhirnya

12 Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Agraria, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), hlm. 16.

13 Syamsul Rizal, Kebijaksanaan Agraria Sebelum dan Sesudah Keluarnya UUPA,

(Medan: Fakultas Hukum Bagian

Hukum Perdata, Universitas Sumatra Utara, 2003)

14 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Bandung: Sumur Batu, 1985)

dapat menjadi hak milik si pem-buka. Sekalipun demikian, hak ulayat masyarakat hukum tetap ada walaupun melemah. Sebalik-nya, apabila tanah yang dibuka itu tidak diurus atau diterlantarkan, maka tanah akan kembali menjadi tanah masyarakat hukum. Selain itu, transaksi-transaksi penting mengenai tanah harus dengan persetujuan kepala suku.

4. Berdasarkan kesepakatan masya-rakat hukum setempat, dapat dite-tapkan bagian-bagian wilayah yang dapat digunakan untuk tempat permukiman, makam, pengem-balaan umum, dan lain-lain.

5. Anggota suku lain tidak boleh mengambil manfaat daerah hak ulayat, kecuali dengan seizin pim-pinan suku atau masyarakat hukum, dan dengan memberi

se-macam hadiah kecil (uang

pemasukan) terlebih.

Hambatan Investasi dari Sudut Pandang Tata Ruang Wilayah dan Pengakuan Terhadap Hak Ulayat

Penataan ruang sangat terkait dengan kepentingan yang bersifat lintas sektoral dan diatur belasan undang-undang dan puluhan peraturan turun-annya yang seringkali berbenturan dan tumpang tindih. Penataan ruang dise-lenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pe-mangku kepentingan. Pepe-mangku kepen-tingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat15. Dapat diterjemahkan bahwa pemangku kepentingan dalam arti masyarakat termasuk juga masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, setiap penetapan

15 Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.

(7)

rencana tata ruang suatu wilayah haruslah memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa eksistensi masyarakat hukum adat diakui dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian

Masalah Hak Ulayat Masyarakat

Hukum Adat. Dalam dua peraturan tersebut dikatakan bahwa masyarakat hukum adat memiliki wilayah berupa tanah ulayat. Pada tanah ulayat ter-sebut melekat hak ulayat yang diartikan sebagai kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan

kehidupannya, yang timbul dari

hubungan secara lahirian dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat ter-sebut dengan wilayah yang bersang-kutan. Pelaksanan hak ulayat dapat dilakukan sepanjang sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang

bersangkutan menurut ketentuan

hukum adat setempat dan hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :

a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga ber-sama suatau persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan mene-rapkan ketentuan-ketentuan perse-kutuan tersebut dalam kehidupan-nya sehari-hari,

b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup

para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan

c. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguaasa-an dpenguaasa-an penggunapenguaasa-an tpenguaasa-anah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya banyak hak ulayat masyarakat hukum adat belum mendapat pengakuan. Kepala Pusat Hukum dan Humas BPN RI Kurnia Toha mengatakan, BPN RI secara tegas mengakui dan meng-hormati eksistensi hak ulayat sepan-jang pada kenyataannya masih ada. Hak ulayat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi konstitusi. Beliau mengatakan bahwa saat ini sudah banyak tanah-tanah adat yang kepemilikannya bersifat individual sudah didaftar oleh BPN. Namun, untuk tanah ulayat masya-rakat hukum adat pelaksanaan pen-daftaran tanahnya baru bisa dilak-sanakan setelah ada peraturan daerah (perda) yang mengatur hal tersebut.16

Dari 365 Kelompok Etnik Masya-rakat Adat yang secara resmi diakui oleh Direktorat Jenderal Komunitas Adat Terpencil, Kementerian Sosial, baru 11 kelompok adat yang ditetapkan dalam perda terkait tanah adat/ulayat. Dari 11 kelompok adat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, hanya Hak Ulayat Masyarakat Adat Baduy yang ditetapkan secara jelas batasan wilayahnya. Daerah yang teridentifikasi telah memiliki Perda terkait tanah ulayat adalah Provinsi Bali Perda 3/2003, Provinsi Sumatera Barat - Perda 2/2007, Perda 16/2008,

16 BPN siap daftarkan hak ulayat

masyarakat hukum adat, dapat diakses di: http://www.antaranews.com.

(8)

dan Perda 21/2012, Provinsi Kaliman-tan Tengah - Perda 16/2008 dan Pergub 13/2009, Provinsi Papua - Perda 22/2008 dan Perda 23/2008, Kab. Lebak - Perda 32/2001, Kab. Nunukan - Perda 34/2003, Kab. Malinau - Perda 4/2001, Kab. Gunung Mas Perda 33/2011, Kab. Muara Enim - Perda 2/2007, Kab. Kampar - Perda 12/1999, dan Kota Ternate -Perda 13/200917.

Tidak adanya pengakuan terhadap hak ulayat dari banyak daerah di Indonesia mengakibatkan kepentingan masyarakat hukum adat tidak terako-modir dalam penetapan tata ruang. Ketidakpastian tata ruang wilayah mengakibatkan ketidakpastian peman-faatan ruang baik untuk kepentingan investasi maupun kepentingan lainnya. Ketidakpastian ini sering menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara masyarakat hukum adat dengan inves-tor yang mengakibatkan kerugian materil dan imateril. Sebagai contoh beberapa konflik antara masyarakat hukum adat dengan investor:

1. PT Riau Andalan Pulp and Paper harus menghentikan operasinya selama 2 tahun lamanya karena adanya kasus

pembunuhan operatornya oleh ke-lompok masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan di Pulau Padang, Riau.18

2. Konflik di kawasan Tapanuli dan sekitar Danau Toba, Sumatera

17 Paparan Kebijakan Nasional Penetapan Tanah Adat/Ulayat, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan – BAPPENAS, Disampai-kan pada Lokakarya Realisasi Hak Atas Tanah dan Rumah di Daerah Tertinggal Kerjasama Bappenas-UN Habitat, dapat diakses di: http://www.tataruang-pertanahan.com

18 Perjuangan Korporasi Sikapi Hak Masyarakat Adat, dapat diakses di: http://citizendaily.net.

Utara yang telah berlangsung selama 27 tahun antara

masya-rakat-masyarakat adat Batak

dengan oleh PT Inti Indorayon

Utama (IIU) yang belakangan

berubah jadi PT Toba Pulp Lestari (TPL).19

3. Di Halmahera Utara terjadi konflik antar masyarakat adat Pagu deng-an PT. Nusa Halmahera Mineral, dimana masyarakat adat pagu turun ke jalan menduduki wilayah konsesi dan mendesak perwakilan perusahaan untuk turun berdiskusi dengan warga terkait tuntutan mereka.20

4. Konflik di Saparua, Maluku Tengah antara masyarakat adat Negeri Paperu dengan PT. Maluku Diving and Tourism, dimana masyarakat adat Negeri Paperu melakukan

pemasangan plang penanda

wilayah adat di wilayah Tanjung Souino dan akan mengajukan kasus ini ke Pengadilan.21

Analisis Mengenai Hambatan Investasi dari Sudut Pandang Tata Ruang Wilayah Dan Pengakuan Terhadap Hak Ulayat

Dari 365 Kelompok Etnik Masya-rakat Adat yang secara resmi diakui oleh Direktorat Jenderal Komunitas Adat Terpencil, Kementerian Sosial, baru 11 kelompok adat yang ditetapkan dalam perda terkait tanah adat/ulayat. Dari 11 kelompok adat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, hanya Hak Ulayat Masyarakat Adat

19 Investasi Bisnis Versus Hak Adat, dapat

diakses di:

http://tanobatak.wordpress.com.

20 Data Kasus Perampasan Wilayah Masyarakat Adat Anggota Komunitas

AMAN, dapat diakses di:

www.mongabay.co.id. 21 Ibid

(9)

Baduy yang ditetapkan secara jelas batasan wilayahnya. Hak Ulayat Masya-rakat Adat Baduy ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlin-dungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Peraturan Daerah tersebut me-rupakan tindak lanjut dari Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak. Kemudian dipertegas dengan Keputus-an Bupati Lebak Nomor 590/Kep.233/ Huk/2002 tentang Penetapan Batas-Batas Detail Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes.

1. Ditinjau dari Pengakuan Atas Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Eksistensi hak masyarakat hukum adat diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan tentang keberadaan MHA (Masyarakat Hukum Adat) diatur dalam Pasal 18 B ayat (2) dalam bab tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 28 l ayat (3) dalam bab tentang Hak Asasi Manusia. Adapun bunyi lengkap kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 18 B ayat (2) :

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hu-kum adat beserta hak-hak tra-disionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Keratuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Pasal 28 l ayat (3):

“Identitas budaya dan hak masya-rakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

Eksistensi tersebut juga diakui dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan dipertegas dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Ketentuan yang paling tegas tentang kedudukan hak ulayat dalam Undang-Undang Pokok Agraria ditentukan dalam Pasal 3 yang menyatakan:

"Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal dan pelak-sanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenayataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi"

Dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat hak ulayat diberi batasan yang lebih jelas, yaitu: Pelaksananaan hak ulayat se-panjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat stempat. Hak ulayat masyarakat hukum adat diang-gap masih ada apabila:

a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebgai warga ber-sama suatau persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan me-nerapkan ketentuan-ketentuan per-sekutuan tersebut dalam kehidup-annya sehari-hari,

(10)

b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keper-luan hidupnya sehari-hari, dan c. terdapat tatanan hukum adat

mengenai pengurusan, penguaasa-an dpenguaasa-an penggunapenguaasa-an tpenguaasa-anah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum ter-sebut.

Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mengikut-sertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola sumber daya alam. Keberadaan tanah ulayat

masya-rakat hukum adat yang masih

ada dinyatakan dalam peta dasar pen-daftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan, apabila me-mungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah .22

Masyarakat Baduy sebagai masya-rakat adat telah diakui eksistensinya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 dan Keputusan Bupati Lebak Nomor 590/ Kep.233/Huk/2002. Masyarakat Baduy terikat oleh tatanan hukum adatnya memiliki wilayah yang bersifat ulayat serta memiliki hubungan dengan wila-yahnya tersebut sehingga dalam mela-kukan hubungan dengan wilayahnya diatur dan dibatasi pada wilayah ulayatnya dan perlu dilindungi.

Dalam Peraturan Daerah Kabu-paten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 disebutkan bahwa Hak Ulayat

22 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999

rakat Baduy dibatasi terhadap tanah-tanah di wilayah Desa Kanekes Keca-matan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang diukur sesuai dengan peta rekonstruksi dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai landasan pene-tapan Keputusan Bupati. Dimana batas Desa Kanekes sebagai wilayah pemu-kiman Masyarakat Baduy memiliki batas-batas Desa sebagai berikut:

a. Utara:

1. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.

2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar.

3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar.

b. Barat:

1. Desa Parakanbeusi Kecamatan Bojongmanik.

2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik.

3. Desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik.

c. Selatan

Cikate Kecamatan Cijaku d. Timur:

1. Karangcombong Kecamatan Muncang.

2. Desa Cilebang Kecamatan Muncang.

dan wilayah Masyarakat Baduy yang berlokasi di Desa Kanekes memiliki batas-batas alam sebagai berikut:

a. Utara: Kali Ciujung; b. Selatan: Kali Cidikit; c. Barat: Kali Cibarani; d. Timur: Kali Cisimeut.

Batas-batas yang lebih detail tentang keberadaan Hak Ulayat Masya-rakat Baduy yang diukur berdasarkan hasil pengukuran dan pematokan oleh Dinas/Instansi terkait ditetapkan deng-an Keputusdeng-an Bupati, yaitu Keputusdeng-an Bupati Lebak Nomor 590/Kep.233/ Huk/2002 tentang Penetapan

(11)

Batas-Batas Detail Tanah Ulayat Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes.

2. Ditinjau dari Tata Ruang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyatakan bah-wa Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan deng-an mengembdeng-angkdeng-an penatagunadeng-an ta-nah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. Penataan ruang diselenggara-kan dengan mengintegrasidiselenggara-kan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, peme-rintah daerah, dan masyarakat.23

Selanjutnya dalam Pasal 35 dikata-kan “pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengeneaan sanksi”. Oleh karena itu, pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah maka dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha maupun pencabutan status badan hukum.

Batas-batas hak ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 dan Ke-putusan Bupati Lebak Nomor 590/ Kep.233/Huk/2002 memberi kepastian perlindungan bagi masyarakat adat itu sendiri sekaligus memberi kepastian bagi pihak luar yang akan masuk atau akan berinvestasi dalam wilayah sebut. Dengan adanya atas-batas ter-sebut otomatis akan mempermudah Pemerintah Daerah dalam membuat

23 Investasi Bisnis Versus Hak Adat, dapat

diakses di:

http://tanobatak.wordpress.com.

rencana tata ruang wilayah ataupun

untuk memperbaharuinya berikut

pemanfaatannya.

3. Ditinjau dari Kepastian Berinvestasi

Adanya kepastian hak ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy, inves-tor yang akan melakukan penanaman modal dan akan menggunakan hak ulayat masyarakat hukum adat dapat dengan mudah menghubungi perwa-kilan Masyarakat Hukum Adat Baduy. Investor dapat bernegosiasi dengan per-wakilan masyarakat pemegang tanah ulayat dan negosiasi dapat berjalan dengan lancar karena kepastian status hukum dan batas-batas fisik tanah ulayat Setiap investor pasti mencari kejelasan dari kebijakan pemerintah untuk menghindari keruagian maupun konflik. Demikian pula pemerintah maupun investor dapat merencanakan investasi menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan keberadaan masy-arakat adat.

Dalam kaitannya dengan peman-faatan tanah adat bagi orang diluar persekutuan masyarakat hukum adat, hak ulayat mempunyai daya berlaku eksternal, artinya bahwa orang-orang asing yang bukan anggota persekutuan baik para pendatang maupun juga yang berasal dari persekutuan tetangga, da-pat memanfaatkan tanah adat dengan lebih dahulu mendapatkan izin dari kepala persekutuan dengan membayar sejumlah uang pengakuan terlebih dahulu dan sebuah ganti rugi yang dibayar kemudian, yang didalamnya orang asing pada prinsipnya tidak dapat memperoleh hak individual atas tanah yang lebih lama dari hak menikmatinya ialah satu periode panen (hak menikmati), dan bahwa para pen-datang dari luar ialah orang-orang nonpersekutuan tidak diperkenankan mewarisi, mewariskan maupun

(12)

mem-beli dan menerima gadai atas tanah-tanah pertanian, bahkan memasuki daerah hak ulayat dapat saja dilarang secara hukum adat atau di ikat dengan persyaratan-persyaratan.24

Dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur kemudah-an pelaykemudah-ankemudah-an dkemudah-an/atau perizinkemudah-an hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf (a) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas pemohonan penanaman modal, berupa :

a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (Sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat di-berikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui sela-ma 35 (tiga puluh lisela-ma) tahun; b. Hak Guna Bangunan dapat

diberi-kan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaha-rui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan

c. Hak pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun. Pasal 22 ayat 2 menerangkan hak atas tanah diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:

24

Ter Haar B, 2011, Asas-asas Dan Tatanan Hukum

Adat (Terjemahan), Mandar Maju, Bandung, hlm.

55

a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur pere-konomian Indonesia yang lebih berdaya saing;

b. Penanaman modal dengan tingkat resiko penanaman modal yang me-merlukan pengembalian modal da-lam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;

c. Penanaman modal yang tidak me-merlukan area yang luas;

d. Penanaman modal dengan menggu-nakan hak atas tanah negara; dan

e. Penanaman modal yang tidak

mengganggu rasa keadilan

masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

C. PENUTUP

Investasi merupakan salah satu indikator dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai investasi dalam suatu negara maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan dan pem-bangunan ekonomi dari suatu negara. Upaya melakukan investasi di suatu daerah membutuhkan berbagai perang-kat hukum dalam menjamin keamanan dalam berinvestasi. Pemerintah harus menciptakan sebuah regulasi dalam menjamin keamanan dan kepastian hukum utamanya dalam hal perolehan lahan yang akan di gunakan untuk berinvestasi.

Ketidakpastian hukum wilayah ma-syarakat hukum adat yang menimbul-kan banyak konflik antara masyarakat hukum adat dengan investor pasti akan menimbulkan kerugian yang besar di kedua belah pihak.

Dasar pemanfaatan ruang wilayah baik untuk kepentingan investasi atau kepentingan lainnya didasarkan pada zonasi-zonasi yang telah ditetapkan

(13)

oleh masing-masing daerah dalam rencana tata ruang wilayah.

Dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001. Masyarakat Baduy sebagai masyarakat adat yang terikat oleh tatanan hukum adatnya memiliki wilayah yang bersifat ulayat sehingga dalam melakukan hubungan dengan wilayahnya diatur dan dibatasi pada wilayah ulayatnya. Adanya kepastian hak ulayat Masya-rakat Hukum Adat Baduy, investor yang akan melakukan penanaman modal akan menggunakan hak ulayat masyarakat hukum adat tersebut.

Upaya peningkatan penanaman modal harus terus diupayakan lagi atau dikaitkan dengan peranan terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, percepatan penetapan pe-raturan daerah tentang penetapan tata ruang wilayah di daerah harus lebih ditingkatkan. Pemerintah juga harus memperjelas status tanah ulayat dan

masyarakat adat dengan suatu

peraturan, sehingga pengusaha dapat merencanakan investasi menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan keber-adaan masyarakat adat dan tanah adat yang telah diakui oleh pemerintah tersebut.

D. DAFTAR PUSTAKA BUKU:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI),

Jakarta: Balai Pustaka edisi keempat, 1995.

Erawaty, A.F. Elly dan J.S. Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris, Jakarta: ELIPS Pendahuluan, 1996.

Erman Rajagukguk, Hukum Investasi dan Pembangunan Depok:

Fakultas Huku Universitas

Indonesia, 2011.

Haming, Haming & Salim Basalamah, Studi Kelayakan Investasi, Proyek & Bisnis, Jakarta: Penerbit PPM, 2003.

Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta:

Kencana, 2007.

Purbacaraka, Purnadi dan Ridwan

Halim, Sendi-Sendi Hukum

Agraria, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993.

Rizal, Syamsul, Kebijaksanaan Agraria Sebelum dan Sesudah Keluarnya UUPA, Medan: Fakultas Hukum

Bagian Hukum Perdata,

Universitas Sumatra Utara, 2003 Ter Haar B, Asas-asas Dan Tatanan

Hukum Adat (Terjemahan), Mandar Maju, Bandung, 2011 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan

Hukum Adat, Bandung: Sumur Batu, 1985

INTERNET:

Hanya 45% Provinsi yang Punya Rencana Tata Ruang Wilayah,

dapat diakses di:

http://property.okezone.com. Baru Tujuh Daerah di Indonesia yang

Punya Perda Zonasi, dapat

diakses di:

http://lomboktoday.co.id.

BPN siap daftarkan hak ulayat masyarakat hukum adat, dapat

diakses di:

(14)

Paparan Kebijakan Nasional Penetapan Tanah Adat/Ulayat, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan – BAPPENAS, Disampaikan pada

Lokakarya Realisasi Hak

Atas Tanah dan Rumah di Daerah Tertinggal Kerjasama

Bappenas- UN Habitat,dapat

diakses di:

http://www.tataruangpertanaha n.com.

Perjuangan Korporasi Sikapi Hak Masyarakat Adat, dapat diakses di: http://citizendaily.net. Data Kasus Perampasan Wilayah Masyarakat Adat Anggota Komunitas

AMAN, dapat diakses di:

www.mongabay.co.id.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: Indonesia, Undang-Undang No. 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

_________, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria _________, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Menteri Negara Agraria/

Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian

Masalah Hak Ulayat

Referensi

Dokumen terkait

Sejarah berdirinya negara Iran dan sistem politik kekuasaan Iran hampir seperti sistem monarki mulai dari Persia, dinasti Safawiyah hingga rezim Qajar, kemudian berlanjut

Studi mengenai kinerja perusahaan telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan berbagai ukuran rasio keuangan maupun model analisis yang dapat digunakan dalam

755 Yohanes SMP Bunda Hati Kudus DKI Jakarta srt baptis 756 Giovanie Anggasta Yogg SMP Katolik RICCI II Banten lengkap 757 Agustinus Dimas Riyandi SMP YPPK Santu

Totalindo merupakan salah satu dari sedikit kontraktor swasta nasional yang telah memperoleh Sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi dengan kualifikasi Besar 2

Petir/kilat merupakan gejala listrik alami dalam atmosfer Bumi yang tidak dapat dicegah (Pabla, 1981 dan Hidayat, 1991) yang terjadi akibat lepasnya muatan listrik baik

Tujuan pembelajaran membaca al-Qur’an juga mengandung tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengajaran tentang huruf-huruf hijaiyah, tanda baca dan tajwid

rendah (ketinggian bangunan sampai dengan 12 meter) di lokasi sesuai dengan fungsi jalan lokal/lingkungan, Pelaku pembangunan wajib menyediakan lahan pada lahan

Pisang Rejang mixoploid (AA-AAAA) hasil induksi poliploidi dari Pisang Rejang diploid digunakan sebagai tetua betina untuk diserbuki dengan serbuk sari dari tetua