• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN

TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

3.1 Perlindungan Preventif Persoran Terbatas

Didalam pendirian PT para pihak harus melakukan perjanjian dihadapan Notaris, dan kemudian akan dituangkan dalam akta pendirian. Para pihak melakukan perjanjian berarti para pihak telah melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum dapat dibedakan menjadi perbuatan hukum tunggal atau sepihak dan perbuatan hukum berganda. Perbuatan hukum tunggal atau sepihak adalah perbuatan yang sudah selesai dan memililki akibat hukum dengan 1 (satu) tindakan sepihak oleh 1 (satu) subyek hukum tanpa membutuhkan persetujuan dari subyek hukum yang lain, misalnya wasiat dan hibah. Perbuatan hukum bersama adalah perbuatan yang membutuhkan keterlibatan lebih dari 1 (satu) subyek hukum untuk dapat dikatakan selesai sebagai perbuatan hukum yang memiliki akibat hukum.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.87 Gesamtakt atau tindakan bersama adalah kesepakatan yang diambil oleh sekelompok orang untuk menetapkan suatu keputusan tentang sesuatu hal

(2)

dan keputusan tersebut mengikat semua subyek hukum yang terlibat dalam pengambilan putusan tersebut atau semua anggota kelompok yang bersangkutan, misalnya putusan rapat anggota perkumpulan, putusan rapat umum pemegang saham, putusan dewan perwakilan rakyat, putusan kabinet. Perbuatan hukum Gesamtacht tersebut diwujudkan dalam bentuk sebuah perjanjian. Di dalam pendirian PT termasuk dalam perbuatan Gesamtacht yaitu merupakan tindakan bersama para pendirinya, dimana para pendiri mempunyai tujuan yang sama untuk membentuk suatu persekutuan modal dan memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1618 KUHPer. Tindakan bersama tersebut dituangkan dalam sebuah perjanjian untuk disepakati bersama bagi para pendirinya. Suatu perjanjian dapat dikatakan sah manakala memenuhi syarat sahnya perjanjian, terdapat 4 (empat) syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut :88

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Perjanjian dikatakan sah tidak hanya harus memenuhi 4 syarat di atas, melainkan untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian harus

(3)

memenuhi kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang.89 Beberapa uraian mengenai syarat sahnya perjanjian ialah sebagai berikut :

1) Sepakat

Menurut Mariam Darus Badrulzaman “sepakat adalah suatu pernyataan kehendak yang disetujui oleh para pihak, dimana ada pihak yang melakukan penawaran dan ada pihak yang menerima penawaran atau mengakseptasi (acceptie)”.90 Terdapat beberapa teori dimana suatu keadaan yang menyatakan saat terjadinya kata sepakat dalam sebuah perjannjian, yaitu :

a. Teori Kehendak (Wilstheorie)

Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak penerima menyatakan kehendaknya.

b. Teori Pengiriman (Verzendtheorie)

Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang mengakseptasi mengirim pernyataan kehendaknya.

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)

Teori ini mengajarkan bahwa pihak yang memberikan penawaran seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diakseptasi.

d. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)

Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat

89 Ibid. Pasal 1339.

90 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,

Hlm 74.

(4)

pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang mengakseptasi.

Adanya kesepakatan dapat diartikan terdapat adanya persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas atau sukarela untuk mengikatkan diri, dimana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Dasar hukum kesepakatan yang dilakukan secara diam-diam diatur dalam Pasal 1347 KUHPer, yang dinyatakan sebagai berikut : “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan”. Dari rumusan pasal tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwasanya sebelum terjadi kesepakatan secara diam-diam telah terdapat perjanjian dalam bentuk tertulis, karena jangka waktu perjanjian tersebut habis, para pihak tidak segera memperpanjang perjanjian tersebut, tetapi kegiatan sebagai pelaksanaan dari perjanjian tersebut tetap berjalan selayaknya perjanjian masih berlaku, maka dengan kegiatan yang tetap berjalan meskipun jangka waktu perjanjian telah habis, dapat diartikan sebagai kesepakatan secara diam-diam dan dengan sendirinya membawa akibat yuridis bahwa perjanjian tersebut berlaku sebagai hukum diantara para pihak.

(5)

dilakukan secara tegas atau secara diam-diam, tertulis (melalui akte otentik atau dibawah tangan) atau dengan tanda”.91 Selain itu, dapat

juga ditinjau dari yurisprudensi Mahkamah Agung yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan “bahwa setelah berakhirnya masa perjanjian kerjasama distributorship yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2002 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2003, kedua belah pihak masih tetap melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang dilaksanakan beritikad baik seperti transaksi-transaksi pemesanan barang, pembayaran dan sebagainya, selayaknya perjanjian yang belum berakhir. Dalam hal ini mencerminkan adanya faktor Simbiosis-mutualistis, yaitu para pihak sama-sama membutuhkan peranan salah satu pihak. Dengan adanya perbuatan hukum yang dilakukan berupa transaksi-transaksi perdagangan biasa, maka secara diam-diam kedua belah pihak telah menyatakan sepakat untuk dan oleh karena itu tunduk dan masuk kepada pembaharuan perjanjian distributorship tahap ke-2, yakni sebagaimana yang tercantum dalam Surat Perjanjian (Vide Bukti P-l) bahwa atas kesepakatan kedua belah pihak, perjanjian ini dapat diperbaharui untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun berikutnya yakni sampai dengan tanggal 31 Desember 2006”.92

Kesepakatan itu tidak sah manakala sepakat itu diberikan

91 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 133.

92 Putusan Mahkamah Agung No. 2178 K/Pdt/2008. Perkara antara PT. Dwi Damai dengan PT.

(6)

karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.93 Kekhilafan atau kekeliruan (dwaling) dapat terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek hukum). Paksaan (dwang) adalah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh Undang-Undang. Sedangkan penipuan (bedrog) adalah suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar. Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat karena disebabkan unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan atau kekhilafan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sejak paksaan itu berhenti dan/atau sejak diketahui kekhilafan dan penipuan.94

2) Kecakapan

Yang dimaksud cakap adalah mampu untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam hal ini mengadakan perjanjian juga merupakan perbuatan hukum. Yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang perseorangan maupun badan hukum yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. Dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka badan hukum tersebut dapat melakukan hubungan

93 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1321. 94 Ibid. Pasal 1454.

(7)

hukum dan yang bertanggungjawab atas segala yang terjadi dari perjanjian adalah badan hukum tersebut dan apabila dan apabila badan hukum tersebut tidak memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah, maka yang bertanggungjawab atas segala yang timbul akibat dari adanya perjanjian adalah para pihak dalam hal ini perseorangan yang membuat perjanjian tersebut.

Manakala pihak yang membuat perjanjian adalah orang perseorangan, maka orang yang dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum orang perorangan dianggap tidak cakap hukum manakala orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, dan orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh Undang-Undang dilarang membuat perjanjian.95

Dikatakan belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin, apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.96 Tetapi pengaturan mengenai kecakapan

dalam KUHPer tidak berlaku lagi dengan disahkannya dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana orang dikatakan telah dewasa yang telah

95 Ibid. Pasal 1330. 96 Ibid. Pasal 330.

(8)

mencapai umur genap 18 (delapan belas) tahun atau telah melangsungkan perkawinan dan tidak dibawah kekuasaan orang tua atau wali.97

Dalam hal mereka yang ditaruh dibawah pengampuan artinya setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan dapat juga dikarenakan keborosannya.98

3) Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu adalah obyek perjanjian haru terang dan jelas dan dapat ditentukan baik jenis dan jumlahnya. Misalnya dalam perjanjian pendirian PT, para pihak telah sepakat untuk mendirikan sebuah PT yang bergerak dalam bidang jasa bimbingan Ibadah Haji dengan modal dasar sebesar Rp. 250.000.000,00. Obyek perjanjian tersebut jenisnya jelas, pendirian PT yang bergerak dalam bidang jasa bimbingan Ibadah Haji dan begitu juga dengan modal dasarnya.

4) Suatu Sebab Yang Halal

Suatu sebab yang halal artinya obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang, tetapi diperbolehkan oleh hukum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan melanggar hukum, bertentangan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab yang tidak halal maka tidak sah menurut hukum.

97 Undang-Undang tentang Perkawinan, No. 1 Tahun 1974. Pasal 47 ayat (1) jo Pasal 50 ayat (1). 98 Op.Cit. Pasal 433.

(9)

Syarat sah perjanjian pada poin 1 (satu) dan 2 (dua) dinamakan sebagai syarat subyektif, karena mengatur mengenai subyek hukum yang membuat perjanjian. Sedangkan syarat sah perjanjian pada poin 3 (tiga) dan 4 (empat) dinamakan syarat obyektif, karena mengatur mengenai obyek dari suatu perjanjian. Tidak terpenuhinya syarat-syarat subyektif dan obyektif dapat menyebabkan perjanjian menjadi tidak sah.

Perjanjian yang tidak sah karena tidak terpenuhinya salah 1 (satu) syarat subyektif berakibat perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan oleh salah 1 (satu) pihak. Artinya, salah 1 (satu) pihak dapat menuntut pembatalan itu kepada hakim pada Pengadilan Negeri. Dan apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi salah 1 (satu) dari syarat obyektif, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya, secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Selain syarat sahnya perjanjian, suatu perjanjian juga baru mengikat para pihak, manakala dalam pembuatan dan pelaksanaannya memenuhi asas-asas perjanjian. Terdapat 5 (lima) asas penting dalam perjanjian antara lain sebagai berikut :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Yang dimaksud sebagai asas kebebasan berkontrak adalah semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.99

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para

(10)

pihak untuk:

- Membuat atau tidak membuat perjanjian; - Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

- Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; serta - Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. b. Asas Konsesualisme

Wujud dari asas konsesualisme adalah adanya kata sepakat diantara para pihak sebagaimana dapat dilihat dari salah satu syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPer. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan diantara para pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh para pihak.

c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

d. Asas Itikad Baik

(11)

isi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi 2 (dua) macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dipergunakan sebagai ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Asas itikad baik diatur dalam pasal 1338 alinea 3 KUHPer sebagaimana dinyatakan “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

e. Asas Kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.100 Ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Ketentuan tersebut juga berkaitan dengan ketentuan yang mengatur dimana suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya.101 Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian,

100 Ibid. Pasal 1315. 101 Ibid. Pasal 1340.

(12)

ketentuan itu terdapat pengecualian, dimana suatu perjanjian dapat pula dipergunakan untuk kepentingan pihak ketiga.102 Pengaturan ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan terdapat juga suatu pengaturan yang mengatur suatu perjanjian dibuat untuk kepentingan dirinya sendiri ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.103 Jika dibandingkan dari kedua pengaturan tersebut dimana pengaturan yang pertama mengatur tentang perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, sedangkan pengaturan yang kedua mengatur tentang perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya.

3.1.1 Surat Pernyataan Dalam Pendirian Perseroan Terbatas

Dalam pendirian PT khususnya dalam penyertaan modal dari para pendiri harus terdapat pengaturan yang jelas untuk menghindari atau mencegah praktek TPPU yang dilakukan dengan cara menyertakan modal dalam pendirian PT, sebagaimana telah diterapkan dalam bidang Perbankan, dimana Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya disebut PBI) tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau yang sering disebut Know Your Customer Principles (selanjutnya disebut KYC),

102 Ibid. Pasal 1317. 103 Ibid. Pasal 1318.

(13)

penerapan KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian untuk melindungi integritas dan kesehatan bank. Selain itu, dalam perbankan juga terdapat The Financial Action Task Force (FATF) yang mengeluarkan 40 kebijakan berkaitan dengan pencucian uang antara lain mewajibkan lembaga keuangan untuk melakukan penelitian nasabah dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan dan 9 (sembilan) kebijakan khusus antara lain mewajibkan lembaga keuangan untuk melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan.

Maka dari itu didalam pendirian PT harus ditambahkan mekanisme dengan menyertakan surat pernyataan pada saat para pendiri melakukan perjanjian pendirian PT dihadapan Notaris, yang menyatakan bahwasannya uang yang akan disetorkan kedalam PT adalah uang yang bukan berasal dari tindak pidana atau dapat dikatakan dari sumber yang sah. Surat pernyataan tersebut dibuat dalam rangka pencegahan terjadinya praktek TPPU dalam penyertaan modal PT dan sekaligus dalam rangka pemberantasan TPPU.

3.1.2 Akibat Setoran Modal Setelah Diputus Pengadilan

Dalam hal yang digunakan sebagai setoran modal adalah uang yang berasal dari tindak pidana dan telah diputus oleh

(14)

pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka sejak saat diputus oleh pengadilan yang telah memiliki hukum tetap setoran modal tersebut dinyatakan tidak sah. Maka dalam hal ini ditinjau dari keabsahan perjanjian yang dibuat telah melanggar unsur obyektif yaitu suatu sebab yang halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, artinya obyek yang diperjanjikan adalah obyek yang dilarang oleh Undang-Undang dan tidak sah menurut hukum. Dimana apabila tidak terpenuhinya salah satu dari unsur obyektif memiliki akibat hukum berupa batal demi hukum, artinya secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Dari penjelasan diatas manakala dalam pendirian sebuah PT X yang terdiri dari 4 pendiri A,B,C dan D membuat perjanjian dihadapan notaris, para pihak menyepakati bahwa modal dasar PT X sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), dengan rincian A menyetorkan modal ke dalam PT Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), B menyetorkan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), C menyetorkan Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), dan D menyetorkan Rp. 400.000.000,00 (empat ratus ribu rupiah), maka sepakat untuk menyetorkan modal sebesar Rp. 1. 000.000.000,00 (satu milyar rupiah), perjanjian ditandatangani dan sah. Pada suatu hari D terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan telah diputus oleh Pengadilan dan dinyatakan inkracht, dan diketahui bahwa uang hasil korupsi tersebut adalah uang yang disetorkan untuk pendirian PT X, maka dalam hal ini ditinjau dari keabsahan perjanjian yang dibuat telah melanggar

(15)

unsur obyektif yaitu suatu sebab yang halal, artinya obyek yang diperjanjikan adalah obyek yang dilarang oleh Undang-Undang dan tidak sah menurut hukum. Dimana apabila tidak terpenuhinya salah satu dari unsur obyektif memiliki akibat hukum berupa batal demi hukum, artinya secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat oleh D batal demi hukum dan dinyatakan tidak berlaku.

3.2 Perlindungan Represif Perseroan Terbatas 3.2.1 Penarikan Modal Yang Telah Disetor

Dalam hal yang digunakan sebagai setoran modal adalah uang yang berasal dari tindak pidana dan telah diputus oleh pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka sejak saat diputus oleh pengadilan yang telah memiliki hukum tetap setoran modal tersebut dinyatakan tidak sah. Maka Negara dalam hal ini diwakili oleh Kejaksaan dapat mengambil atau menarik setoran modal yang terbukti hasil dari TPPU, dan PT harus mengeluarkan setoran modal yang terbukti hasil dari TPPU dan mencoret pemegang saham yang terbukti sebagai pelaku TPPU dari daftar pemegang saham.

3.2.2 Pembubaran Perseroan Terbatas

Pembubaran adalah suatu perbuatan yang berakibat berhentinya eksistensi suatu PT, yang artinya tidak ada kegiatan bisnis yang berjalan untuk selama-lamanya. Kemudian diikuti dengan proses penyelesaian administrasi berupa pemberitahuan, pengumuman, dan

(16)

pemutusan hubungan kerja dengan para karyawannya.104 Beberapa cara terjadinya pembubaran PT, yaitu sebagai berikut :105

1. Pembubaran PT berdasarkan keputusan RUPS;

2. Pembubaran PT karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;

3. Pembubaran PT berdasarkan penetapan pengadilan;

4. Pembubaran PT dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit PT tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; 5. Pembubaran PT karena harta pailit PT yang telah dinyatakan pailit

berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

6. Pembubaran PT karena dicabutnya izin usaha PT sehingga mewajibkan PT melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Uraian dari beberapa cara pembubaran PT sebagaimana disebutkan diatas, adalah sebagai berikut :

Pembubaran PT berdasarkan keputusan RUPS

Direksi, dewan komisaris, atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari

104 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang – Undangan, dan

Yurisprudensi, Total Media,Yogyakarta, 2009,hlm. 325.

(17)

jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran PT kepada RUPS.106

Berdasarkan ketentuan tersebut, RUPS hanya dapat membubarkan PT apabila terdapat permohonan yang disebut didalam ketentuan. Keputusan RUPS mengenai pembubaran PT dianggap sah manakala diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan dalam RUPS paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar, dan apabila kuorum pada kehadiran tidak tercapai, maka dapat diadakan RUPS kedua, dalam RUPS kedua dapat dikatakan sah, jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.107

Pembubaran PT dimulai sejak saat ditetapkan saat ditetapkan

106 Ibid. Pasal 144 ayat (1).

(18)

dalam keputusan RUPS.108 Setelah PT dibubarkan sebagaimana ditetapkan oleh RUPS, maka pembubaran wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakuakan oleh likuidator atau kurator dan PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan PT dalam rangka likuidasi.109 Likuidasi yang dilakukan oleh kurator adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal PT berada dalam keadaan insolvensi sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Pembubaran PT Karena Jangka Waktu Berdirinya Telah Berakhir

Sebagaimana telah dinyatakan dalam UU PT bahwa PT dapat didirikan untuk jangka waktu terbatas dan tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.110 Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa eksistensi PT dapat berakhir manakala jangka waktu berdirinya PT telah ditentukan dalam anggaran dasar. Dengan telah berakhirnya jangka waktu tersebut maka PT tersebut bubar karena hukum.

Pembubaran PT karena hukum terjadi apabila jangka waktu berdirinya PT yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.111 Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka

108 Ibid. Pasal 144 ayat (3). 109 Ibid. Pasal 142 ayat (2). 110 Ibid. Pasal 6.

(19)

wkatu berdirinya PT berakhir, RUPS harus menetapkan penunjukan likuidator.112 Kemudian setelah berakhirnya jangka waktu berdirinya PT yang ditetapkan dalam anggaran dasar PT, direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atasanama PT.113

Pembubaran PT Berdasarkan Penetapan Pengadilan

Pembubaran PT berdasarkan penetapan pengadilan memiliki proses yang pada umumnya sama seperti proses perkara perdata, yaitu adanya pihak yang mengajukan permohonan ke pengadilan terlebih dahulu.114 UU PT mengatur bahwa pengadilan negeri dapat membubarkan PT atas :115

1. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;

2. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;

3. Permohonan pemegang saham, direksi atau dewan komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Pembubaran PT dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit PT tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan

Manakala harta PT tidak mencukupi untuk membayar biaya

112 Ibid. Pasal 145 ayat (2). 113 Ibid. Pasal 145 ayat (3).

114 Gatot Supramono. Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 106. 115 Op.cit. Pasal 146 ayat (1).

(20)

kepailitan, maka permohonan pernyataan pailit hendaknya dicabut. Pencabutan kepailitan PT dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan niaga. Dengan dasar harta pailit tidak mencukupi untuk membayar kewajiban PT. Keputusan untuk mencabut kepailitan dibuat berdasarkan penetapan hakim dan diputuskan dalam sidang yang terbuka untuk umum.116 Setelah permohonan pencabutan kepailitan dikabulkan oleh pengadilan niaga, tahap selanjutnya adalah pembubaran PT yang bersangkutan.

Pembubaran PT karena harta pailit PT yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Kepailitan berakhir setelah debitor telah membayar penuh kewajiban terhadap para kreditornya. Namun demikian, manakala setelah berakhirnya pembagian harta pailit ternyata masih terdapat sisa harta kekayaan debitor, maka atas perintah pengadilan niaga, kurator akan membereskan dan mengadakan pembagian terhadap daftar hutang debitor yang pernah dibuat sebelumnya.117

Setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, selanjutnya hakim pengawas dapat mengadakan suatu rapat kreditor pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan untuk mendengar mereka

116 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, No. 37 Tahun

2004. Pasal 18 dan Pasal 19.

117 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang – Undangan, dan

(21)

seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit.118 Pembubaran PT dapat terjadi manakala PT sudah dinyatakan insolven. Maksud dari dinyatakannya keadaan insolven adalah suatu keadaan dimana PT tidak lagi mampu untuk membayar baik hutang maupun biaya kepailitan. Insolvensi terjadi bilamana dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan perdamaian atau perdamaian ditolak. Dengan demikian, selain sudah dinyatakan pailit, keadaan PT tersebut telah berada dalam keadaan insolven.119 Dalam rapat pencocokan utang tidak ditawarkan

rencana perdamaian atau rencana perdamaian ditolak, sehingga perdamaian ditolak berdasarkan putusan pengadilan niaga atau mahkamah agung dengan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Selanjutnya PT yang bersangkutan langsung dinyatakan bubar.

Pembubaran PT karena dicabutnya izin usaha PT sehingga mewajibkan PT melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keputusan RUPS mengenai pembubaran PT sah apabila mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat. Dalam hal pembubaran PT, keputusan RUPS sah manakala dihadiri pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari seluruh saham dan disetujui oleh paling sedikit jumlah saham ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut.120

118 Op.cit. Pasal 187 ayat (1). 119 Ibid. Pasal 57 ayat (1).

(22)

Manakala keputusan RUPS tersebut justru tidak membubarkan PT dan tidak mengangkat tim likuidasi, maka keputusan RUPS tidak sah. Keputusan pembubaran dan pembentukan tim likuidasi wajib dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal pencabutan izin usaha.

1) Prosedur Pembubaran Perseroan Terbatas

Sejak tanggal pembubaran PT oleh RUPS atau penetapan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran PT, likuidator wajib memberitahukan :121 1. Kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan

dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan

2. Pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.

Pemberitahuan kepada kreditor harus dilakukan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia harus memuat :122

a. Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya; b. Nama dan alamat likuidator;

c. Tata cara pengajuan tagihan; dan

121Ibid. Pasal 147 ayat (1) dan penjelasan. 122 Ibid. Pasal 147 ayat (2).

(23)

d. Jangka waktu pengajuan tagihan.

Jangka waktu pengajuan tagihan oleh kreditor adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran PT, yang dimaksud jangka waktu tersebut dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan yang paling terakhir kepada kreditor.123

Pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM berkaitan dengan pembubaran PT wajib dilengkapi dengan bukti :124

a. Dasar hukum pembubaran Perseroan; dan

b. Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

Manakala pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM tersebut belum dilakukan, maka pembubaran PT tidak berlaku bagi pihak ketiga.125 Dalam hal likuidator lalai untuk melakukan pemberitahuan, likuidator bertanggungjawab secara tanggung renteng dengan PT atas kerugian yang dialami oleh pihak ketiga.126

2) Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Penetapan Pengadilan

UU PT mengatur para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembubaran PT.127 Para pihak tersebut adalah :

123 Ibid. Pasal 147 ayat (3) dan penjelasan. 124 Ibid. Pasal 147 ayat (4).

125 Ibid. Pasal 148 ayat (1). 126 Ibid. Pasal 148 ayat (2). 127 Ibid. Pasal 146 ayat (1).

(24)

1. Kejaksaan

Peran seorang Jaksa dalam permohonan penetapan pembubaran PT kepada pengadilan hanya untuk kepentingan umum, bukan atas pengaduan dari salah satu pemegang saham atau pihak tertentu. Permohonan pihak kejaksaan terhadap pembubaran PT dapat diajukan ke pengadilan dengan disertai alasan yang kuat bahwa PT melanggar kepentingan umum atau PT melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan.128 Yang dimaksud PT melanggar kepentingan umum adalah dimana PT telah melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat luas, sebagai contoh PT yang membuang limbah pabrik ke sungai yang berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat. Sedangkan yang dimaksud PT melanggar peraturan perundang-undangan adalah dimana PT telah melakukan perrbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai contoh sebuah PT haruslah membuat tempat penampungan limbah, tetapi PT tersebut tidak membuatnya, tetapi membuang limbahnya ke sungai yang berada di tengah-tengah pemukiman warga.

2. Pihak yang berkepentingan

Pihak lain yang diberi kewenangan oleh UU PT untuk mengajukan permohonan pembubaran PT adalah pihak yang

(25)

berkepentingan dengan disertai alasan cacat hukum dalam akta pendirian.129 Sebagai contoh dari aplikasi ketentuan tersebut adalah berkaitan dengan prinsip pendirian PT. UU PT mengenal bahwa dalam pendirian PT harus didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang. Yang dimaksud didiririkan paling sedikit 2 (dua) orang adalah dimana terhadap masing-masing pendiri tidak ada keterikatan satu sama lain, sebagai contoh suami istri. Merujuk pada prinsip pendirian PT sebagai asosiasi modal, maka suami dan istri dengan kesatuan harta tidak diperbolehkan mendirikan sebuah PT, karena dianggap sebagai 1 (satu) orang. Manakala terdapat sebuah PT yang didirikan oleh 2 (dua) orang dan diketahui ternyata 2 (dua) orang itu adalah pasangan suami istri, maka dapat dianggap sebagai cacat dalam pendirian, sehingga pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembubaran PT tersebut. Selain alasan yang disebut diatas yang dijadikan dasar pengajuan permohonan pailit bagi pihak yang berkepentingan terdapat pula alasan dimana PT yang telah memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau

(26)

PT mengeluarkan saham baru kepada orang lain, manakala dalam jangka waktu 6 (enam) bulan telah dilampaui, sedangkan pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian PT, sehingga pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembubaran PT tersebut.130

3. Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris

Pihak lain yang diberi kewenangan untuk mengajukan permohonan pembubaran PT adalah pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris berdasarkan alasan PT tidak mungkin untuk dilanjutkan, alasan-alasan tersebut terdiri dari :131

a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;

b. Dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS; c. Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan

demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang

130 Ibid. Pasal 146 ayat (1) huruf (b) jo Pasal 7 ayat (5) dan (6). 131 Ibid. Pasal 146 ayat (1) huruf (c) dan penjelasan.

(27)

saham memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham; atau

d. Kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.

Dalam hal untuk melakukan penetapan pembubaran PT, pengadilan yang berwenang memberi penetapan atas pembubaran PT adalah Pengadilan Negeri, bukanlah Pengadilan Niaga.132 3) Status Hukum Perseroan Terbatas Setelah Pembubaran

Dengan bubarnya PT tidak mengakibatkan PT kehilangan status badan hukumnya, karena PT baru akan kehilangan status badan hukumnya, manakala proses likuidasi selesai dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.133 Sebelum proses likuidasi selesai dan pertanggungjawaban belum diterima RUPS atau pengadilan oleh likuidator, maka status badan hukum tetap melekat pada PT tersebut.

Setelah pembubaran dan proses likuidasi belum selesai, PT tersebut masih dapat melakukan perbuatan hukum, tetapi hanya terbatas pada perbuatan hukum yang berkaitan dengan proses likuidasi.134 Pada dasarnya, PT yang telah dibubarkan tetap eksis,

132 Ibid. Pasal 146 ayat (1). 133 Ibid. Pasal 143 ayat (1). 134 Ibid. Pasal 142 ayat (2).

(28)

tetapi PT tersebut tidak boleh menjalankan bisnis baru, PT tersebut dikatakan tetap eksis sepanjang untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam rangka likuidasi.

Ada beberapa konsekuensi hukum menempatkan PT dalam likuidasi, antara lain :135

1. Kegiatan usaha PT harus diberhentikan;

2. Semua kekuasaan direksi beralih kepada likuidator; 3. Kekuasaan komisaris dibekukan;

4. Kekuasaan RUPS dibekukan, kecuali untuk laporan terakhir likuidator untuk mempertanggungjawabkan proses likuidasi; 5. PT tetap eksis sejauh untuk kepentingan likuidasi/pemberesan; 6. PT tidak dapat lagi mengubah status kekayaannya, kecuali

yang dilakukan likuidator dalam rangka likuidasi/pemberesan. Sebagaimana diuraikan diatas merupakan hal-hal yang berkaitan terhadap status badan hukum pada saat PT dinyatakan bubar sampai pada akhirnya PT tersebut benar-benar bubar. Setelah PT dinyatakan bubar, likuidator wajib memberitahukan mengenai pembubaran PT kepada seluruh kreditor dengan melakukan pengumuman melalui surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia.136

Likuidator juga harus memberitahukan mengenai

135 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang – Undangan, dan

Yurisprudensi, Total Media,Yogyakarta, 2009, hlm. 342.

(29)

pembubaran PT kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar PT bahwa PT dalam likuidasi.137 Tanpa diberitahukannya kepada kreditor dan Menteri Hukum dan HAM berkaitan dengan pembubaran PT, maka pembubaran PT tidak berlaku bagi pihak ketiga dan likuidator bertanggungjawab secara tangung renteng dengan PT atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.138

Dari uraian diatas, manakala dalam pendirian sebuah PT X yang terdiri dari 4 pendiri A,B,C dan D membuat perjanjian dihadapan notaris, para pihak menyepakati bahwa modal dasar PT X sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), dengan rincian A menyetorkan modal ke dalam PT Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), B menyetorkan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), C menyetorkan Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), dan D menyetorkan Rp. 400.000.000,00 (empat ratus ribu rupiah), maka sepakat untuk menyetorkan modal sebesar Rp. 1. 000.000.000,00 (satu milyar rupiah), perjanjian ditandatangani dan sah. Dari salah satu pendiri D pada suatu hari diketahui bahwa pendiri tersebut telah melakukan TPPU dan telah diputus oleh pengadilan bahwa D bersalah dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan menyertakan modalnya kedalam PT maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya D telah melakukan TPPU, maka Negara dalam hal ini diwakili oleh Jaksa dapat mengambil alih dengan

137 Ibid. Pasal 147 ayat (1) huruf (b). 138 Ibid. Pasal 148 ayat (1) dan (2).

(30)

menyita uang yang disertakan sebagai modal oleh D. Dan PT harus mengeluarkan modal yang disetorkan oleh pendiri dan mencoret dari daftar pemegang saham.

Apabila dalam pendirian PT terdapat 3 pendiri A, B, dan C yang bersepakat untuk menyertakan modal dasar sebesar Rp. 70.000.000,00 dengan rincian A sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah), B sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan C sebesar Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah), pada suatu hari terbukti C melakukan tindak pidana korupsi yang telah diputus oleh pengadilan tindak pidana korupsi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka tindak C termasuk dalam TPPU sehingga modal yang disetor dalam PT disita, dengan demikian sisa modal yang ada dalam PT adalah Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat (1) UU PT modal yang harus ditempatkan dan disetor penuh adalah 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar, sebagaimana kasus posisi diatas 25% (dua puluh lima persen) dari Rp. 70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah) adalah Rp. 17.500.000,00 (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah), maka dapat diambil kesimpulan sisa modal pemegang saham A dan B kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar, maka untuk dapat dianggap sah setoran modalnya, pemegang saham dapat menambah modal atau pencari pemegang saham untuk menambah modal dasar tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: jumlah jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di RPH Kalirajut yaitu 32 jenis yang terdiri dari 17 famili, sedangkan di

Pada pertemuan pertama terdapat 6 kelompok dimana terdapat 4 hingga 5 siswa dari masing-masing kelompok, pada pertemuan pertama karena masih proses adaptasi

Kelebihan penggunaan metode pemisahan berdasarkan kromatografi gas (GC) adalah: Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi, Dapat menggunakan

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Tambak Tinggi Kecamatan Depati VII dengan rumusan masalah bagaimanakah dampak percepatan pembangunan infrastruktur pasca

harganya diperkirakan mencapai 20 Miliyar. Dengan besarnya biaya investasi yang dibutuhkan, cukup sulit untuk perusahaan pelayaran dalam negeri untuk melakukan

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Harga Diri/ Self Esteem , Studi Persepsi Siswa Kelas X Jurusan Akuntansi SMK

Tentang pemenuhan hak politik, Indonesia yang sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tentunya wajib menjalankan dan melindungi hak-hak politik

Pertanian di Desa Pangenteran Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang. Tujuan penelitian ini antara lain adalah mengetahui jaringtan sosiaol petani dalam pelaksanaan sistem