• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Proses Pengambilan Keputusan Membeli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Proses Pengambilan Keputusan Membeli"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KEPUTUSAN MEMBELI

1. Definisi Proses Pengambilan Keputusan Membeli

Dalam istilah umum, membuat keputusan adalah penyeleksian tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Schiffman dan Kanuk, 2004). Dengan kata lain, keputusan dapat dibuat hanya jika ada beberapa alternatif yang dipilih. Apabila alternatif pilihan tidak ada maka tindakan yang dilakukan tanpa adanya pilihan tersebut tidak dapat dikatakan membuat keputusan.

Proses pengambilan keputusan melibatkan tiga tahapan, antara lain: input, proses, dan output. Tahapan input mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan produk dan terdiri dari dua sumber utama, yaitu usaha pemasaran perusahaan (produk, tempat, harga, dan promosi) dan pengaruh sosioekternal konsumen (keluarga, teman, tetangga, kelas sosial, budaya). Tahapan proses fokus terhadap bagaimana konsumen membuat keputusan yang mencakup faktor psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepribadian, dan sikap) yang mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan, pencarian alternatif sebelum pembelian, dan evaluasi alternatif. Tahapan output merupakan pembelian dan perilaku setelah pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2004).

Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Stanton (1997) mengemukakan keputusan membeli sebagai proses

(2)

dalam pembelian nyata setelah melalui tahap-tahap sebelumnya. Setelah melakukan evaluasi atas sejumlah alternatif maka konsumen dapat memutuskan apakah suatu produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali.

Awater (dalam setiadi, 2003) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai kegiatan mengumpulkan informasi tentang alternatif yang relevan dan membuat pilihan yang sesuai.

Menurut Setiadi (2003), keputusan yang diambil oleh seseorang dapat disebut sebagai sebuah pemecahan masalah. Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen memiliki sasaran atau perilaku yang ingin dicapai atau dipuaskan. Selanjutnya, konsumen membuat keputusan mengenai perilaku yang ingin dilakukan untuk dapat memecahkan masalahnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aliran timbal balik yang berkesinambungan di antara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan perilaku. Proses pengambilan keputusan terdiri dari empat tahapan. Pada tahap pertama merupakan pemahaman akan adanya masalah. Tahap berikutnya, terjadi evaluasi terhadap alternatif yang ada dan tindakan yang paling sesuai dipilih. Selanjutnya, pembelian diwujudkan dalam bentuk tindakan. Pada akhirnya barang yang telah dibeli akan digunakan dan konsumen melakukan evaluasi ulang terhadap keputusan yang telah diambilnya.

Menurut Engel (1994) proses keputusan konsumen merupakan hal penting yang dilakukan konsumen dalam membeli suatu produk. Proses keputusan konsumen merupakan suatu kegiatan yang penting karena dalam proses tersebut

(3)

memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif perilaku atau lebih dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses pengambilan keputusan.

2. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Membeli

Ada enam tahapan proses pengambilan keputusan menurut Engel (1995) yaitu:

a. Pengenalan Kebutuhan

Konsumen berusaha mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya, baik yang sudah direncanakan maupun yang muncul secara tiba-tiba. Perbedaan atau ketidaksesuaian antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya, akan membangkitkan dan mengaktifkan proses kebutuhan.

b. Pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber

Pencarian internal ke memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan. Jika pemecahannya tidak dapat diperoleh melalui pencarian internal, maka proses pencarian difokuskan pada stimulus eksternal yang relevan dalam menyelesaikan masalah (pencarian eksternal).

(4)

Info tersebut dapat berupa :

1). Semua pribadi, seperti opini dan sikap dari teman, kenalan, keluarga 2). Sumber bebas seperti kelompok konsumen dan badan pemerintah 3). Sumber pemasaran seperti iklan

4). Sumber pengalaman langsung seperti langsung mengunjungi toko, mencoba produk secara langsung

Konsumen mencari apa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Setelah tahu apa yang tepat maka ia akan melakukan penilaian disertai pertimbangan yang diperoleh dari berbagai informasi berkaitan dengan lamanya waktu dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli.

c. Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian

Terdiri dari dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembeliannya. Setelah konsumen mengumpulkan informasi mengenai jawaban alternatif terhadap suatu kebutuhan, maka konsumen akan mengevaluasi pilihan dan menyederhanakan pilihan pada alternatif yang diinginkan.

d. Keputusan membeli

Proses dalam pengambilan keputusan membeli, setelah melewati tahap-tahap sebelumnya. Apabila konsumen dipuaskan dari pembelian tersebut maka akan ada pembelian kembali. Konsumen melakukan pembelian yang nyata berdasarkan alternatif yang telah dipilih. Keputusan membeli meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, keputusan membeli atau tidak, waktu pembelian, tempat pembelian, dan bagaimana cara pembayaran.

(5)

e. Konsumsi

Pada tahap ini, konsumen akan menggunakan alternatif pembelian. Biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi dan menggunakan produk.

f. Perilaku sesudah pembelian

Perilaku ini mempengaruhi pembelian ulang dan juga mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, tahapan proses pengambilan keputusan membeli terdiri dari enam tahapan, yaitu diawali dengan tahapan pengenalan kebutuhan, kemudian ke tahapan kedua pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber, dilanjutkan ke tahapan ketiga evaluasi alternatif, selanjutnya ke tahapan keempat keputusan untuk membeli, tahapan kelima konsumsi dan diakhiri dengan tahapan perilaku sesudah pembelian.

3. Jenis Pengambilan Keputusan Membeli

Ada beberapa variasi pengambilan keputusan membeli. Berdasarkan variasi itu, Engel (1995) menjelaskannya ke dalam tipe yang lebih terperinci dengan mengolongkan tipe pengambilan keputusan menjadi tiga golongan yaitu :

a. Pengambilan Keputusan Diperluas (Extended Problem Solving)

Pada proses pengambilan keputusan yang diperluas, konsumen terbuka pada informasi berbagai sumber dan termotivasi untuk menilai dan mempertimbangkan serta membuat pilihan yang tepat. Pengambilan keputusan

(6)

yang diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-barang yang tahan lama seperti mobil, rumah, pakaian mahal, peralatan elektronik, dan sebagainya.

Dalam kondisi ini konsumen melakukan pencarian informasi yang intensif dan evaluasi terhadap banyak alternatif. Proses tidak hanya berhenti sampai tahap pembelian, konsumen juga melakukan tahap evaluasi setelah pembelian. Keenam tahapan proses pengambilan keputusan diikuti meskipun tidak berurutan dan akan banyak sekali alternatif yang dievaluasi. Jika hasil yang diharapkan terpenuhi maka keputusan ditunjukkan dalam bentuk rekomendasi pada orang lain dan adanya keinginan untuk membeli kembali. Sebaliknya, bila konsumen merasa kecewa maka kekecewaannya akan disampaikan pada orang lain sehingga individu akan menghambat orang lain untuk melakukan pembelian di tempat yang serupa.

b. Pengambilan Keputusan Antara (Midrange Problem Solving)

Pengambilan keputusan ini berada di antara kedua titik ekstrim yaitu pengambilan keputusan yang diperluas dan pengambilan keputusan yang terbatas. Tahap pencarian informasi dan evaluasi alternatif dilakukan oleh konsumen tetapi intensitasnya terbatas. Karena konsumen sudah mendapat informasi sebelumnya, maka konsumen akan langsung mengambil keputusan membeli tanpa harus mempertimbangkan lagi. Tahapan pengambilan keputusan tidak dilalui semuanya. Setelah melakukan proses pembelian, konsumen merasa tidak perlu lagi untuk melakukan evaluasi lagi karena konsumen sudah merasa yakin dengan pilihannya.

(7)

c. Pengambilan Keputusan Terbatas (Limited Problem Solving)

Pada proses pengambilan keputusan terbatas, konsumen akan menyederhanakan proses dan mengurangi jumlah dan variasi dari sumber informasi alternatif dan kriteria yang digunakan untuk evaluasi. Pilihan biasanya dibuat dengan mengikuti aturan yang sederhana. Hanya sedikit pencarian informasi dan evaluasi sebelum pembelian atau dengan kata lain pengenalan kebutuhannya mengarah pada tindakan pembelian. Pencarian yang ekstensif dan evaluasi alternatif dihindari karena proses pembelian diasumsikan sebagai hal yang tidak penting bagi konsumen.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis keputusan membeli, antara lain pengambilan keputusan diperluas (extended problem solving), pengambilan keputusan antara (midrange problem solving), pengambilan keputusan terbatas (limited problem solving).

4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Membeli Ada 2 (dua) faktor yang dapat mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan membeli (Engel, 1994) yaitu:

a. Sikap atau pendirian orang lain

Pendirian orang lain dapat mengurangi alternatif yang disukai seseorang. Hal ini tergantung pada dua hal, antara lain :

1). Intensitas dari pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen.

(8)

b. Faktor situasi yang tidak diantisipasi.

Konsumen membentuk suatu maksud pembelian atas dasar faktor-faktor seperti pendapatan keluarga, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diinginkan.

Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) pengambilan keputusan membeli dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu berasal dari lingkungan (eksternal) dan bersifat individual (internal).

Beberapa faktor dari lingkungan (eksternal) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan membeli (Engel dkk, 1995) antara lain:

a. Budaya

Aspek kebudayaan menjadi dasar nilai, keyakinan dan tindakan konsumen dalam pengambilan keputusan membeli. Menurut Engel dkk. (1995) ada beberapa variasi dalam nilai budaya yang mempengaruhi keputusan membeli:

1). Other oriented values : mencerminkan pandangan masyarakat tentang hubungan antara individu dengan kelompok (keseragaman vs eksentrik)

2). Environment oriented values : mencerminkan pandangan masyarakat pada lingkungan fisik yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ekonomis maupun teknis

3). Self oriented values : mencerminkan hal-hal yang objektif dan pendekatan hidup dimana anggota masyarakat secara individual menemukan hal-hal yang menyenangkan

(9)

Schiffman dan Kanuk (2004) menjelaskan teorinya tentang kepercayaan, nilai dan kebiasaan sebagai berikut: kepercayaan terdiri dari sejumlah besar mental atau pernyataan verbal yang merefleksikan pengetahuan khusus seseorang dan penilaian mereka terhadap sesuatu. Nilai juga merupakan kepercayaan, namun nilai berbeda dengan kepercayaan karena nilai dihadapkan pada kriteria-kriteria, nilai relatif kecil jumlahnya, nilai memberi petunjuk perilaku kebudayaan yang tepat, abadi atau sulit berubah, tidak terikat pada objek spesifik dari situasi dan diterima dengan luas oleh anggota masyarakat. Sedangkan kebiasaan adalah pola jelas dari perilaku yang diakui secara budaya atau diterima cara berperilakunya pada situasi yang spesifik.

Kultur (kebudayaan) adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Assael (1998) menjelaskan kebudayaan adalah nilai-nilai, norma dan kebiasaan dimana individu belajar dari masyarakat dan berperan penting pada pola umum perilaku sebuah masyarakat. Subkultur mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.

b. Kelas sosial

Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Ada beberapa aspek yang menentukan kelas sosial (Kahl, dalam Engel dkk, 1995) yaitu : pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Dikatakan bahwa orang yang berada pada status sosial yang sama cenderung untuk saling berbagi keyakinan, nilai dan cara bertindak di antara sesama mereka serta memiliki perasaan yang lebih dekat dengan mereka. Nilai, keyakinan dan interaksi yang berkembang ini

(10)

berpengaruh pada perilaku konsumen. Kelas sosial memprediksi bagaimana dan dimana orang akan berbelanja.

Kelas sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan tetap dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarkis dan anggota-anggotanya memiliki tata nilai, minat dan perilaku yang mirip. Dalam Loudon dan Bitta (1993) kelas sosial didefenisikan sebagai sebuah kelompok terdiri dari sejumlah orang yang memiliki posisi yang sama pada masyarakat. Posisi tersebut mungkin dicapai daripada diperoleh menurut asalnya, dengan beberapa kesempatan pergerakan ke atas atau ke bawah menuju kelas lain.

c. Demografi

Harrel (1986) mengemukakan bahwa perilaku konsumen lebih menekankan pada aspek-aspek yang menetap yang mengacu pada populasi suatu daerah yang bersifat kuantitatif seperti usia, pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan dan kode wilayah. Sementara itu Engel dkk (1995) mengemukakan bahwa faktor demografi yaitu status sosial ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan dan kekayaan. Setiap produsen juga memperhitungkan aspek demografi dalam menghasilkan suatu produk.

d. Pengaruh kelompok

Kebanyakan perilaku konsumen dipengaruhi oleh kelompok (Hasbro, dalam Engel dkk,1995) khususnya dipengaruhi oleh kelompok referensi, cara berpikir dan nilai yang dianut kelompok mempengaruhi perilaku individu. Secara sadar atau tidak, individu melakukan proses penyesuaian diri ke dalam kelompok

(11)

dengan menuruti harapan kelompok dan ide serta opini anggota di dalam kelompok tersebut.

Adapun bentuk pengaruh tersebut (Engel dkk,1995) yaitu : 1). Pengaruh Informasional

Terjadi ketika individu mengunakan opini atau perilaku kelompok referensi sebagai satu sumber informasi dalam berperilaku.

2). Pengaruh Normatif

Terjadi ketika individu memenuhi harapan kelompok untuk mendapatkan imbalan langsung/pujian untuk menghindari sanksi.

3). Pengaruh Identifikasi

Terjadi ketika individu menggunakan norma dan nilai-nilai kelompok sebagai acuan bagi nilai dan sikapnya.

Dari sudut pandang pemasaran kelompok acuan didefenisikan sebagai kelompok yang memberikan kerangka atau referensi kepada individu dalam pembelian atau keputusan konsumsinya. Kelompok acuan yang berpengaruh terhadap nilai dan perilaku secara umum dan luas disebut kelompok acuan normatif, sedangkan kelompok acuan yang mempengaruhi sikap atau perilaku secara spesifik atau sempit disebut kelompok acuan komperatif. Pada perkembangannya kelompok acuan tidak lagi hanya berupa kelompok secara langsung dapat mempengaruhi individu, namun ada kelompok acuan yang bersifat tidak langsung, yang terdiri dari individu atau kelompok yang tidak perlu secara langsung melakukan kontak dalam memberikan pengaruhnya, seperti bintang film, bintang olahraga, atau acara yang disusun dengan baik dan menarik agar

(12)

mudah dilihat oleh orang. Derajat pengaruh yang dapat diberikan kelompok acuan pada perilaku individu tergantung pada bagaimana keadaan individu dan suatu produk pada faktor spesifik sosial (Schiffman dan Kanuk, 2004).

e. Keluarga

Keluarga adalah “pusat pembelian” yang merefleksikan kegiatan dan pengaruh individu yang membentuk keluarga yang bersangkutan (Engel dkk, 1995). Individu membeli produk untuk dipakai sendiri dan untuk dipakai oleh anggota keluarga lain. Keluarga merupakan variabel struktural yang memberikan pengaruh bagi keputusan membeli, yang terdiri dari usia kepala rumah tangga atau keluarga, status perkawinan, kehadiran anak dan status pekerjaan serta peran status suami istri dalam rumah tangga. Rumah adalah contoh produk yang dibeli oleh keluarga yang melibatkan dua pasangan (suami dan istri), anak dan kemungkinan melibatkan kakek- nenek atau anggota keluarga lain yang besar. Pembagian keluarga menurut jumlahnya yaitu: keluarga inti (nurclear family) terdiri dari ayah, ibu, anak yang tinggal bersama, dan keluarga besar (extended family) yang terdiri dari keluarga inti dan keluarga tambahan kakek, nenek, paman, bibi, sepupu, dan kerabat karena ada ikatan perkawinan.

Keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh. Orientasi keluarga terdiri dari orang tua. Setelah keluarga, terdapat kelompok referensi yang paling mempengaruhi pola pembelian dan konsumsi individu, kelompok acuan lainnya yang dapat mempengaruhi pola pembelian dan konsumsi individu secara berurutan adalah teman, kelompok sosial, subkultur tertentu, budaya sendiri dan budaya lain. Peran dan status merupakan posisi orang dalam kelompoknya. Peran

(13)

dan status tertentu dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya pengaruh seseorang terhadap orang lain, termasuk dalam pembelian atau konsumsi barang (Schiffman dan Kanuk, 2004).

Sedangkan untuk faktor-faktor yang bersifat individual (internal) yang mempengaruhi keputusan membeli yaitu (Engel, 1995) :

a. Persepsi

Dasar dari pengambilan keputusan konsumen adalah adanya informasi. Konsumen mengumpulkan informasi, memprosesnya, dan menyimpan sebagian informasi, serta menambah dan menggabungkan informasi yang baru dengan yang lama sehingga akan menghasilkan suatu pemecahan masalah dalam bentuk adanya keputusan. Ada empat langkah utama dalam menghasilkan informasi yaitu pengenalan (exposure), perhatian (attention), interpretasi (interpretation) dan ingatan (memory). Informasi tersebut merupakan fakta, perkiraan, prediksi dan hubungan yang digeneralisasikan dan digunakan konsumen untuk menggali dan memecahkan masalah (Engel, 1995).

Persepsi dimulai dengan tahap pengenalan (exposure) yang muncul ketika stimulus datang melalui salah satu reseptor sensori utama individu. Seseorang akan membuka diri terhadap stimulus, jika stimulus tersebut diletakkan pada lingkungan di sekitar orang tersebut. Dalam kehidupan, terdapat banyak stimulus dalam aktivitas dan kegiatan sehari-hari individu (Engel, 1995).

Tahap kedua dari persepsi yaitu adanya perhatian (attention) yang muncul ketika stimulus mengaktifkan satu atau lebih sensori reseptor dan sensasi yang terbentuk bergerak menuju otak untuk diproses. Banyaknya stimulus yang hadir

(14)

akan menimbulkan perhatian pada stimulus yang menarik. Faktor stimulus adalah karekteristik fisik dari stimulus, seperti penerangan, ukuran, intensitas, warna dan gerakan. Faktor individu adalah karekteristik individu seperti minat dan kebutuhan (Engel, 1995).

Langkah ketiga adalah interpretasi (interpretation), menentukan makna dari sensasi atau proses pada saat stimulus baru ditempatkan dalam salah satu kategori makna dari sensasi atau proses dimana stimulus baru ditempatkan dalam salah satu dari makna kategori yang ada Engel, 1995) .

Persepsi dapat bersifat ekstrinsik yang tidak terkait langsung dengan produk, seperti penempatan merek, harga, citra, layanan, atau pesan promosi/iklan (Winsor, 1997).

Para konsumen merasakan kualitas dan kehandalan terhadap suatu merek atau toko sebagian besar karena adanya hubungan yang kuat antara nilai yang dipersepsikan. Pelaku pasar harus mengenali tanda-tanda atau sinyal persepsi konsumen sehingga dapat menimbulkan kesan (image) bagi konsumen (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).

b. Belajar dan Ingatan

Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang yang bersumber dari adanya pengalaman. Seseorang memperoleh sikap, nilai, selera, perilaku, kesukaan, makna-makna simbolis melalui belajar. Kebudayaan dan kelas sosial memberikan pengalaman belajar melalui sekolah, organisasi keagamaan, keluarga dan teman. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang menentukan tindakan dan pengambilan keputusan

(15)

membeli bagi konsumen. Seseorang harus mempelajari semua hal yang berkaitan dengan performa, keberadaan, nilai, pilihan produk, kemudian menyimpan informasi tersebut dalam ingatan (Engel, 1995).

c. Gaya hidup

Gaya hidup adalah fungsi dari karekteristik seseorang yang telah terbentuk melalui interaksi sosial. Harrel (1986) mendefenisikan gaya hidup sebagai bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mengalokasikan uang dan waktu. Kotler (2000) mengemukakan bahwa gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat (opini) yang bersangkutan. Gaya hidup individu didasari oleh konsep dirinya yaitu sikap yang dianut seseorang dalam dirinya. Gaya hidup merupakan pendorong dasar yang mempengaruhi kebutuhan dan sikap individu, yang akan mempengaruhi aktivitas pembelian dan penggunaaan produk.

d. Sikap

Hawkins (1986) sikap merupakan cara berpikir, merasa dan bertindak terhadap beberapa aspek lingkungan. Ada tiga komponen sikap, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Kognitif berarti keyakinan atau pengetahuan individu terhadap objek. Afektif berarti perasaan atau reaksi emosional terhadap objek. Sedangkan perilaku merefleksikan tindakan yang tampak dan pernyataan dari intensi perilaku dengan mempertimbangkan atribut fisik dari suatu objek. Ketiga komponen sikap akan konsisten satu sama lainnya. Jika pihak pemasar dapat mempengaruhi suatu komponen sikap, maka komponen lainnya akan berpengaruh

(16)

(Kotler, 2000). Pemasar berusaha untuk mempengaruhi komponen sikap dengan memberikan pengalaman langsung dengan produk atau melalui pesan persuasif.

e. Motivasi dan kepribadian

Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah serta tujuan bagi perilaku seseorang. Sedangkan motif adalah konstruk yang menggambarkan kekuatan dalam diri yang tidak dapat diamati, merangsang respon perilaku dan memberikan arah spesifik terhadap respon tersebut. Ketika motivasi mengarahkan kekuatan yang mengakibatkan perilaku sesorang memiliki tujuan, maka kepribadian akan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda.

Kepribadian berkaitan dengan kualitas pribadi yang bertahan lama, yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri dan berespon terhadap dunia sekitarnya. Menurut Kotler (2000), kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan seseorang, yang menyebabkan terjadinya jawaban secara relatif dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Sedangkan Karsijan (dalam Engel dkk,1995) mengemukakan bahwa dalam perilaku konsumen kepribadian didefenisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan.

Kepribadian menyediakan pola khusus organisasi yang membuat individu unik dan berbeda dengan semua individu yang lain. Konsumen akan memilih produk berdasarkan pada apa yang paling dibutuhkannya dan memilih produk apa yang paling sesuai dengan kepribadiannya. Pendekatan kepribadian berusaha untuk mengkuantitatifkan karekteristik-karekteristik yang dimiliki individu (Engel, 1995).

(17)

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004), tiga hal nyata dalam kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan individu, kepribadian bersifat konsisten, abadi dan dapat dirubah. Kepribadian merupakan konsep yang berguna karena memungkinkan kita untuk mengelompokkan pelanggan yang berbeda-beda berdasarkan satu atau beberapa sifat. Kepribadian seseorang cenderung konsisten dan tetap, namun perilaku konsumsi konsumen sangat bervariasi karena faktor psikologis, sosial budaya, lingkungan dan situasional yang mempengaruhi perilaku. Namun dalam keadaan tertentu kepribadian dapat berubah. Kepribadian dapat dirubah oleh kejadian-kejadian hidup seperti kelahiran anak, kematian orang yang dicintai, perceraian atau kenaikan karir secara mencolok.

Berdasarkan uraian di atas, maka faktor yang mempengaruhi keputusan membeli dibagi menjadi dua kelompok antara lain : faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal) dan bersifat individu (internal). Faktor eksternal mencakup budaya, kelas sosial, demografi, pengaruh kelompok, dan keluarga. Faktor Internal mencakup persepsi, belajar dan ingatan, gaya hidup, sikap, serta motivasi dan kepribadian.

(18)

Diagram 1. Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan membeli

(Engel dkk, 1995)

B. CITRA DEPARTMENT STORE 1. Pengertian Department Store

Secara definitif pengecer atau toko pengecer adalah sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (nonbisnis) Swastha (dalam Suryandari, 2003). Pengertian tentang perdagangan eceran yang hampir sama juga dikemukakan oleh Meyer (dalam Suryandari 2003) sebagai semua fungsi atau kegiatan yang melibatkan

Faktor Eksternal Budaya Kelas sosial Demografi Pengaruh Kelompok Keluarga Proses Pengambilan Keputusan Membeli Membeli Tidak Membeli Faktor Internal Persepsi

Belajar dan ingatan Gaya Hidup Sikap Motivasi dan kepribadian

(19)

penjualan (atau sewa) barang dan jasa kepada pengguna akhir, termasuk rumah tangga, perorangan, dan lainnya yang membeli barang atau jasa untuk konsumsi akhir. Menurut metode operasinya, perdagangan eceran dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu perdagangan eceran dalam toko dan perdagangan eceran tanpa toko. Masing-masing golongan meliputi beberapa perdagangan eceran antara lain perdagangan eceran dalam toko yang terdiri dari perdagangan eceran dengan servis penuh, perdagangan eceran supermarket, perdagangan eceran dengan potongan. Sedangkan perdagangan eceran tanpa toko meliputi penjualan melalui tenaga penjualan di luar toko, penjualan melalui pos, penjualan dengan mesin otomatis. Jenis-jenis utama operasi eceran meliputi, department store, toko khusus, pasar swalayan, toko kebutuhan sehari-hari, toko obat, toko diskon, dan restoran (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).

Department store merupakan jenis bisnis eceran yang menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas, termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat rumah tangga dan mebel. Pembelian biasanya dilakukan di masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan, dan pengawasan. Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh seorang buyer, yang tidak saja memilih produk dagangan untuk bagiannya tetapi juga bertanggung jawab atas keseluruhan promosi dan personil (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).

Dari uraian di atas, department store merupakan salah satu jenis bisnis eceran yang menjual produk berupa makanan maupun nonmakanan dimana

(20)

pembelian dilakukan pada bagian masing-masing dan setiap bagian dikepalai oleh seorang buyer.

2. Pengertian Citra Department Store

Citra suatu toko merupakan faktor fungsional dan faktor psikologis yang dirasakan oleh konsumen ketika berada di dalam toko (Loudon dan Bitta, 1993).

Citra toko diartikan sebagai apa yang dipikirkan konsumen tentang toko. Termasuk di dalamnya persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan yang berkaitan dengan toko yang diterima melalui kelima indera. Merupakan atribut toko yang diterima oleh benak konsumen melalui pengalaman pada toko tersebut (Omar, 1999).

Citra toko diekspresikan sebagai fungsi atribut toko yang dievaluasi dan dibandingkan satu sama lain. Dilihat sebagai kekompleksan persepsi konsumen terhadap toko pada atribut yang berbeda (Ghosh, 1994).

Citra toko adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau citra toko menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu (Simamora, 2003).

Defenisi tentang citra toko yang lebih luas dikemukakan oleh Martineu (dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) yaitu cara dimana sebuah toko didefenisikan di dalam benak konsumen, sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh pancaran cahaya atribut psikologis.

Mengacu dari beberapa defenisi mengenai citra toko diatas, maka citra

(21)

sikap yang didasarkan pada sensasi rangsangan toko yang dimiliki oleh konsumen maupun publik terhadap suatu department store sebagai suatu refleksi atas evaluasi department store yang bersangkutan.

3. Faktor Pendukung Citra Toko

Menurut Simamora (2003), dua faktor yang mendukung citra toko yaitu

external impression dan internal impression. a. External Impression

Menurut Simamora (2003) secara eksternal penempatan lokasi toko, desain arsitek, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka toko merupakan bagian dari citra suatu toko. Atribut-atribut tersebut termasuk salah satu alat komunikasi nonverbal dalam menyampaikan citra toko yang diinginkan oleh

retailer kepada konsumennya. Citra toko sangat tergantung pada kemampuan manajemen untuk melakukan desain toko termasuk desain eksternal. Desain eksternal ini akan menumbuhkan suatu kesan tertentu kepada pengunjung.

Pentingnya penyampaian citra toko yang benar didasarkan pada kepercayaan bahwa citra toko menolong penempatan posisi suatu retailer

dibandingkan dengan para pesaingnya.

Dalam penyampaian pesan yang tepat, masalah yang dihadapi adalah bagaimana sebuah retailer mampu menggunakan atribut-atribut eksternal secara maksimal sehingga konsumen dapat menyerap apa yang retailer ingin mereka lihat dan rasakan. Kesan yang masuk pertama kali di benak konsumen pada umumnya adalah semua atribut eksternal toko. Kesan yang pertama kali inilah

(22)

yang penting karena hal ini dapat membedakan sebuah retailer dengan pesaingnya (Simamora, 2003).

b. Internal Impression

Simamora (2003) menyatakan secara internal, citra sebuah toko dapat diciptakan menurut warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko. Khusus pemilihan citra toko secara internal, sebuah retailer harus memperhatikan target pasar yang dituju. Karakteristik konsumen yang berbeda-beda mengharuskan sebuah retailer

harus memahami semua karakteristik konsumen sehingga bisa memprioritaskan manajemen toko disesuaikan dengan kelompok pelanggan yang paling potensial bagi retailer. Citra yang ditujukan oleh sebuah retailer belum tentu cocok untuk semua orang. Oleh karena itu, citra toko harus diciptakan sesuai dengan kebutuhan psikologis dan kebutuhan fisik dari target pasar yang dituju (Simamora, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua faktor yang menjadi pendukung citra toko, di antaranya external impression yang mencakup secara eksternal penempatan lokasi toko, desain arsitek, tampak muka toko, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka toko yang merupakan bagian dari citra suatu toko. Faktor pendukung citra toko yang kedua adalah internal imppression yang mencakup warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko.

(23)

4. Dimensi Citra Department Store

Citra pengecer diukur melintasi beberapa dimensi yang mencerminkan atribut yang mencolok. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa citra pengecer mempunyai enam dimensi, yaitu : lokasi, keragaman, harga, iklan dan promosi penjualan, personil toko dan pelayanan. Sedangkan pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Hildebrand (dalam Suryandari, 2003) yang menyatakan bahwa citra Department Store dibangun oleh tiga dimensi utama, yaitu dimensi kualitas produk, dimensi harga dan dimensi suasana. Menurut Hansen dan Deutscher (dalam Hawkins, 1986) terdapat sembilan dimensi dari citra toko (store image), yaitu dimensi barang dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik, convenience, promosi, atmosfir toko, institusional, dan posttransaksi.

Secara garis besar, citra department store dapat diukur melalui dimensi antara lain :

a. Barang Dagangan

Dimensi barang dagangan meliputi pemilihan barang yang didagangkan,

style, kualitas serta harga dari barang dagangan. b. Pelayanan

Tersedianya fasilitas angsuran, personil penjualan yang ramah serta mau membantu, kemudahan dalam pengembalian (easy return) barang, tersedianya fasilitas kredit dan jasa pengiriman (delivery).

(24)

c. Para Langganan

Banyak konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan. Jenis orang yang berbelanja di sebuah toko mempengaruhi pilihan karena ada kecendrungan pervasif untuk berusaha menyesuaikan citra diri seseorang dengan citra toko yang bersangkutan.

d. Fasilitas Fisik

Tersedianyan fasilitas fisik yang bersih, layout toko yang menarik dan memberikan kemudahan dalam berbelanja.

e. Convenience

Lokasi yang strategis dan mudah dijangkau serta tersedianya fasilitas parkir yang luas dan mudah.

f. Promosi

Menyediakan promosi dalam bentuk periklanan mengenai produk dan jasa yang ditawarkan.

g. Atmosfir Toko

Perancangan secara sadar atas ruang untuk menciptakan efek tertentu yang serasi pada pembeli.

h. Institusional

Memiliki reputasi yang baik. i. Posttransaksi

(25)

C. KEPUTUSAN MEMBELI PADA DEPARTMENT STORE DITINJAU DARI CITRA DEPARTMENT STORE

Penentu pemilihan department store berhubungan dengan citra department store yang dipengaruhi oleh kuatnya penarik. Akibatnya, pedagang membutuhkan pengertian tentang kriteria evaluasi konsumen yang digunakan dalam memilih

department store, seberapa penting masing-masing kriteria, citra konsumen tentang department store, dan bagaimana citra tersebut dibandingkan dengan citra ideal dan citra kompetitor (Loudon dan Bitta, 1993). Citra dapat mempengaruhi proses pembelian suatu produk atau jasa. Oleh karena itu, citra menjadi faktor penting bagi keberhasilan pemasaran (Suryandari, 2003).

Karakteristik pembeli mempengaruhi citra toko. Citra toko pada gilirannya mempengaruhi pilihan toko dan produk akhirnya adalah pembelian. Jika pengalaman masa lalu memuaskan, maka pilihannya akan bersifat kebiasaan, kecuali jika faktor-faktor lain telah berubah semenjak kunjungan terakhir (Engel, Blackwell, Miniard, 1995).

Citra toko di mata pengunjung dapat menjadi stimuli untuk masuk ke dalam toko, yang berlanjut pada proses interaksi hingga pembelian (Kusumowidagdo, 2005). Jika sebuah department store mampu memberikan daya tarik tertentu pada konsumen sehingga minat berkunjung konsumen semakin kuat, maka kemungkinan realisasi pembelian yang dilakukan konsumen adalah semakin besar (Mish, dalam Handoko, 2006). Grewal (dalam Heijen dan Verhagen, 2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara citra toko dan intensi pembelian.

(26)

Menurut Assael (1998) rangsangan dalam toko merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi keputusan membeli khususnya untuk pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini menunjukkan bahwa situasi yang baik dalam toko dapat mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan untuk melakukan pembelian, dengan kata lain situasi yang baik tersebut dapat menjadikan suatu rangsangan bagi konsumen untuk melakukan pembelian.

Citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama toko yang baik pula. Nama toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli (Dodds, Monroe, Grewal, dalam Schiffman dan Kanuk, 2004).

Buckley (dalam Yildirim, 2007) menemukan hubungan antara citra toko dan intensi pembelian. Beberapa peneliti berpendapat bahwa konsumen yang menerima citra toko yang positif, sebagai hasilnya adalah pengaruh yang lebih positif terhadap toko. Retailer harus memastikan bahwa citra toko mereka sepositif mungkin di mata konsumen sehingga harapan konsumen terhadap kepribadian toko dapat ditemui.

Berdasarkan penelitian Dewi (2008) citra supermarket berpengaruh positif pada attitudinal loyalty, behavioral loyalty, dan composite royalty. Selain itu, citra supermarket juga berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan.

Sularko (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh atribut toko terhadap minat beli. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa :

(27)

1. Kelengkapan barang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan

2. Harga mampu mempengaruhi dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat beli konsumen

3. Lokasi toko mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan, sehingga lokasi toko memiliki peranan yang cukup besar dan dengan tersedianya sarana tempat parkir serta keamanan yang memadai bagi para pengunjung toko, dengan sendirinya akan memberikan rasa aman bagi pengunjung

4. Kualitas barang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan, sehingga apabila kualitas barang itu rendah maka minat beli konsumen akan rendah dan sebaliknya apabila kualitas barang itu tinggi, maka minat beli konsumen juga akan tinggi.

Yusoff (dalam Mardalis, 2005) menyatakan bahwa suatu toko maupun perusahaan akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif atau positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk toko atau perusahaan tersebut dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan produk suatu toko atau perusahaan akan jatuh atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat.

Sunter (dalam Mardalis, 2005) berkeyakinan bahwa pada masa akan datang hanya dengan citra, maka pelanggan akan dapat membedakan sebuah

(28)

produk dengan produk lainnya. Oleh karena itu, bagi toko dan perusahaan jasa memiliki citra yang baik sangatlah penting. Dengan konsep citra toko dan citra perusahaan yang baik ia dapat melengkapkan identitas yang baik pula dan pada akhirnya dapat mengarahkan kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas, dan reputasi yang baik. Pengaruh citra terhadap loyalitas juga ditemukan dalam hasil penelitian Andreassen dan Linestad (dalam Mardalis, 2005). Hasil penelitian mereka, ada yang menyimpulkan bahwa citra produk mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“Ada hubungan antara proses pengambilan keputusan membeli di

Gambar

Diagram 1. Faktor yang mempengaruhi proses  pengambilan keputusan membeli

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian maka banyak terjadi perubahan atau pergeseran kekuasaan dari yang dominan eksekutif kemudian menjadi beralih kepada legislative, yang kemudian beralih

Penilaian yang meminta peserta didik untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan adalah:e. penilaian

output yang diperoleh operator berupa informasi data diri pasien, kemudian dokter bertugas meng input kan data diagnosis pasien dan data resep pasien, sedangkan output

Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu

Efficient frontier yang dibentuk, menghubungkan titik - titik dari berbagai unit dimana titik itu merupakan titik efisiensi dari sebuah unit (yaitu rasio dari output /

Untuk menentukan penyelesaian persamaan regresi linier berganda dapat digunakan metode kuadrat terkecil dan matriks, dimana dari kedua cara tersebut penyelesaian dengan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini setelah melalui perjuangan