BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dan biasa terdapat pada paru–paru tetapi
dapat mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis merupakan ancaman bagi
penduduk Indonesia, karena penyakit ini merupakan penyebab nomer tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut (Depkes RI, 2011).
Sekitar 75% penderita Tuberkulosis paru adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomi. Ini menjadi salah satu perhatian global karena
kasus Tuberkulosis paru yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas
hidup, sosial, dan ekonomi bahkan mengancam jiwa (Kemenkes, 2011).
WHO menyatakan bahwa Tuberkulosis masih menjadi salah satu
penyakit menular yang paling mematikan didunia. Tahun 2014 diperkirakan
9,6 juta orang menderita Tuberkulosis dan 1,5 juta meninggal karena
penyakit ini. Tuberkulosis terdapat pada semua wilayah di dunia dan laporan
Global memperkirakan kasus Tuberkulosis paru dan angka kematian pada
tahun 2015 lebih tinggi dari tahun 2014 (WHO, 2014).
The World Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB
Control 2005 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high
dan berada pada urutan ke 5 negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi di
dunia (Kemenkes RI, 2011).
Penemuan kasus baru Tuberkulosis di Indonesia berdasarkan data
Kemenkes 2011 – 2015, jumlah kasus baru Tuberkulosis BTA positif yang
ditemukan tahun 2011 sebanyak 197.797 kasus baru, tahun 2012 sebanyak
202.301, tahun 2013 sebanyak 196.310 kasus baru, tahun 2014 sebanyak
176.667 kasus baru dan tahun 2015 sebanyak 330.910 kasus baru
(Kemenkes, 2011 – 2015).
Jumlah kasus Tuberkulosis paru tertinggi yang dilaporkan terdapat di
provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi yaitu Jawa barat, Jawa tengah
dan Jawa timur. Prevalensi Tuberkulosis paru per 100.000 penduduk provinsi
Jawa tengah tahun 2013 sebesar 114 per 100.000 penduduk, tahun 2014
sebesar 89,01 per 100.000 penduduk. Menunjukkan bahwa penemuan kasus
TB paru di Jawa tengah mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2013.
Angka kesembuhan Tuberkulosis (Cure Rate) di Jawa tengah hanya sebesar
81,80%. Menunjukkan angka kesembuhan Tuberkulosis di Jawa tengah
belum memenuhi target minimal 85% sedangkan angka keberhasilan
pengobatan Tuberkulosis (Succes Rate) Jawa tengah sebesar 89,89%, ini
menunjukkan bahwa angka keberhasilan pengobatan Tuberkulosis sudah
baik, karena mendekati target rencana strategis Dinas Kesehatan Jawa
Tengah yaitu 90% (Dinkes, 2015).
Data yang diperoleh di wilayah kabupaten Banyumas jumlah populasi
Tuberkulosis, kemudian tahun 2011 sebanyak 1.143 penderita Tuberkulosis,
tahun 2013 sebanyak 1.176 penderita Tuberkulosis, tahun 2014 sebanyak
1.168 penderita Tuberkulosis, tahun 2015 sebanyak 1.126 penderita
Tuberkulosis, tahun 2016 sebanyak 1.553 penderita Tuberkulosis (Dinkes
Banyumas, 2016).
DOTS (Direct Observed Tretment Shorcourse) dapat diartikan sebagai
pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO). Tujuannya mencapai angka kesembuhan yang tinggi,
mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan
mencegah resistensi (Permatasari, 2005). Keberhasilan strategi DOTS dalam
angka kesembuhan (Cure Rate) Tuberkulosis paru di kabupaten Banyumas
tahun 2014 sebesar 98,96% mengalami peningkatan dibanding tahun 2013
sebesar 92,70%. Angka ini sudah melebihi target SPM yaitu sebesar 85%
(Dinkes Banyumas, 2014).
Ada 3 hal yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi
kesembuhan dari pasien tuberkulosis yaitu pengetahuan penderita, sikap
penderita terhadap kesembuhan, serta perilaku penderita berhubungan dengan
kesembuhan pasien tuberkulosis paru (Nurkholifah, 2009). Sikap sangat
mempengaruhi kepatuhan seorang dalam minum obat anti tuberkulosis
karena sikap artinya kesiapan atau kesediaan untuk berindak (Notoatmodjo,
Kepatuhan dalam pengobatan dapat sebagai perilaku pasien yang dapat
mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga
medis, seperti dokter dan apoteker mengenai segala sesuatu yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diataranya adalah
kepatuhan minum obat, hal ini merupakan syarat utama tercapainya
keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Sarangi, 2011).
Hasil penelitian Ariani (2015) di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur di dapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan keteraturan minum obat dengan nilai p
value= 0,014 < 0,05 dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap
dengan keteraturan minum obat dengan nilai p value= 0,005 < 0,05.
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Purwokerto, data yang diperoleh dari petugas DOTS Center dari
bulan Januari 2016 - Januari 2017 terdapat 129 penderita TB BTA positif dan
200 penderita TB BTA negatif yang menjalani pengobatan di BKPM
Purwokerto. Rata-rata kunjungan pasien per minggunya di ruang DOTS
Center yaitu berkisar 35 pasien sedangkan per harinya yaitu berkisar 4-5
pasien.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada pasien Tuberkulosis paru
yang sedang berkunjung ke BKPM Purwokerto tentang perilaku yang
dilakukan pada pasien Tuberkulosis paru menyatakan bahwa pasien
Tuberkulosis paru tersebut masih sering tidak menggunakan penutup mulut
secara bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain, batuk dan bersin
tidak menutup mulut, saat makan mereka makan bersama dengan orang lain
atau menggunakan peralatan makan bersama, penderita kerap membuang
dahak disembarang tempat.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil interview peneliti kepada
petugas BKPM yang mengatakan bahwa perilaku penderita Tuberkulosis
paru yang ada di BKPM kurang, seperti tidak menggunakan penutup mulut
saat berinteraksi dengan keluarga ataupun orang lain dan meludah atau
membuang dahak tidak ditempat khusus.
Hasil wawancara peneliti kepada pasien Tuberkulosis paru yang sedang
berkunjung ke BKPM Purwokerto tentang kepatuhan pasien Tuberkulosis
dalam pengobatan Tuberkulosis paru, alasan utama dalam menjalani
pengobatan pasien pernah lupa, bosan dalam meminum obat, jarak rumah ke
BPKM terlalu jauh, terkadang juga bila pasien sudah merasa membaik
akhirnya mereka tidak meminum obat Tuberkulosis padahal masa
pengobatan belum selesai, hal ini dapat menyebabkan pasien resisten
terhadap obat Tuberkulosis.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik melakukan
penelitian lebih mendalam tentang “Hubungan Perilaku Pasien Tuberkulosis
dengan Kepatuhan Program Pengobatan Sitem DOTS di Balai Kesehatan
B. Perumusan Masalah
Tuberkulosis masih menjadi masalah penyakit menular di Indonesia.
Untuk menanggulangi jumlah kasus Tuberkulosis dapat dilakukan dengan
merubah perilaku pasien serta memperbaiki kepatuhan pasien Tuberkulosis
dalam pengobatannya sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang
Hubungan Perilaku Pasien Tuberkulosis paru dengan Kepatuhan Program
Pengobatan Sistem DOTS Pasien Tuberkulosis di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Purwokerto dengan bentuk pertanyaan: Bagaimanakah hubungan
perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan program pengobatan
sistem DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku
pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan program pengobatan sistem
DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan
terakhir, pekerjaan.
b. Perilaku pasien Tuberkulosis paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
Purwokerto.
c. Kepatuhan pasien Tuberkulosis paru dalam mengikuti program
pengobatan sistem DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
d. Hubungan perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan
program sistem DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
Purwokerto.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai penambah wacana baru atau pengalaman belajar dan
meningkatkan pengetahuan dengan hubungan antara perilaku pasien
Tuberkulosis dengan kepatuhan program pengobatan sistem DOTS di
Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto.
2. Bagi Institusi
a. Memberikan bahan tambahan kajian pustaka tentang perilaku penderita
terhadap kepatuhan berobat tuberkulosis.
b. Sebagai bahan penelitiaan yang serupa.
3. Bagi Penderita
Memberikan informasi tentang perilaku pasien Tuberkulosis dengan
kepatuhan program pengobatan sistem DOTS.
4. Bagi Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto
Memberikan masukan untuk meningkatkan pengembangan program
TB DOTS terutama tentang pemberantasan dan penanggulangan
E. Penelitian Terkait
1. Dhewi, et al. (2011). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara
Pengetahuan, Sikap pasien dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis paru di BKPM Pati. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif korelatif menggunakan desain cross
sectional study. Penelitian ini menggunakan teknik sample total sampling
sebanyak 40 sample. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji
Chi-square yaitu Fisher exact test. Hasil penelitian menunjukan ada
hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat
Tuberkulosis paru dengan nilai p=0,000, ada hubungan bermakna antara
sikap dengan kepatuhan minum obat Tuberkulosis paru dengan nilai
p=0,001, ada hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat Tuberkulosis pru dengan nilai p=0,000.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tidak meneliti
tentang dukungan keluarga dan hanya menguji hipotesis apakah ada
hubungan antara perilaku penderita tuberkulosis paru dengan kepatuhan
program pengobatan sistem DOTS pasien tuberkulosis di BKPM
Purwokerto. Jenis penelitian ini adalah survey analitik menggunakan desain
cross sectional study dengan menggunakan pendekatan korelasional dan
observasi.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
hubungan antara sikap pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan minum
2. Damayanti (2015). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara
Home Visit, Peran Pemantau Minum Obat dengan Kepatuhan Berobat Pada
Pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Tahun
2014/2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara home visit, peran PMO dengan kepatuhan berobat pada pasien
tuberkulosis. Jenis penelitian yang digunakan merupakan deskriptif analitik,
menggunakan desain cohort. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh penderita tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang sebanyak 35 orang. Uji validitas dalam
penelitian ini menggunakan pearson product moment. Uji reliabilitas dalam
penelitian ini menggunakan spearman brown dan analisis data
menggunakan uji Chi-square. Hasil dalam penelitian ini adalah sebagian
besar pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tidak
mendapat home visit (82,9%), mendapat PMO kurang (51,4%) dan patuh
dalam berobat (57,1%). Tidak terdapat hubungan antara PMO dengan
kepatuhan berobat dengan nilai (p-value= 0,000).
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian
Damayanti (2015) belum dilakukan penelitian mengenai perilaku pasien
Tuberkulosis paru dengan kepatuhan pengobatan Tuberkulosis. Pada
penelitian ini akan diteliti bagaimanakah perilaku pasien Tuberkulosis paru
apakah baik atau tidak baik sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan
pengobatan Tuberkulosis paru dan dengan demikan dapat menurunkan
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
tingkat kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis.
3. Lertkanokkun, et al (2013). Melakukan penelitian dengan judul “Healthcare
providers’ Knowledge, Attitudes & Practices Regarding Tuberculosis Care”
Metode Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini
menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan data sosio – demografis,
pengetahuan penyedia pelayanan, dan sikap pasien Tuberkulosis. Penelitian
ini mengambil sampel Pelayanan Tuberkulosis di 30 Rumah Sakit
pemerintah di 3 provinsi di Thailand. Hasil penelitian in menunjukan
terdapat hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan Tuberkulosis,
pengetahuan dan sikap pasien Tuberkulosis terhadap kesembuhan pasien
Tuberkulosis. Namun Penyedia pelayanan Tuberkulosis tidak memberikan
perawatan yang sesuai dengan pedoman Program Tuberculosis Nasional
(NTP).
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
hubungan perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan tingkat kepatuhan
program pengobatan sistem DOTS. Penelitian ini menggunakan tekhnik
purposive sampling sejumlah 54 pasien dengan BTA positif yang
pengobatannya >5 bulan dari bulan Juni 2016-Januari 2017 dan masih
menjalani pengobatan di BKPM Purwokerto.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
sikap pasien terhadap kesembuhan Tuberkulosis paru. Metode penelitian
4. Mushtaq, et al (2011). Melakukan penelitian dengan judul “ Urban-rural
Inequities in Knowledge, Attitude and Practice Regarding Tuberculosis in
Two Districs of Pakistans’, Punjab Province”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan antara masyarakat
perkotaan dengan pedesaan mengenai tuberkulosis. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan desain survey penelitian analitik
dengan rancangan percobaan survey cross sectional. Jumlah sample pada
penelitian ini sebanyak 1080 rseponden yang terdiri dari responden yang
berusia 20 ke atas, 432 responden kota dan 648 responden pedesaan.
Diambil secara acak menggunakan teknik multistage cluster sampling dan
kemudian pengambilan data melalui wawancara dan pengisian kuisioner
kepada responden. Kemudian data dianalisis menggunakan regresi linear
sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan, sikap, perilaku dan pengetahuan informasi terhadap tingkat
kesembuhan pasien Tuberkulosis di kota Punjab Pakistan. (p-value=0,000 <
0,05).
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
hubungan perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan tingkat kepatuhan
program pengobatan sistem DOTS. Penelitian ini menggunakan tekhnik
purposive sampling sejumlah 54 pasien dengan BTA positif yang masih
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
sikap dan tindakan pasien terhadap pencegahan Tuberkulosis. Metode
penelitian menggunakan desain cross sectional.
5. Pare, et al (2012). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara
Pekerjaan, PMO, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga, dan
Diskriminasi dengan Perilaku Berobat Pasien Tuberkulosis paru. Penelitian
ini bertujuan mengetahui hubungan antara pekerjaan, pengawas minum obat
(PMO), pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan
perilaku berobat pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Batua dan
Puskesmas Tamamaung Kota Makassar Tahun 2010-2012. Jenis penelitian
yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan case
control study. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok sampel, yakni kelompok
kasus dan kelompok kontrol. Sample diambil dengan metode exhaustive
sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik odds
ratio (OR) untuk melihat besaran resiko. Hasil penelitian menunjukan
bahwa pekerjaan dan pelayanan kesehatan bukan merupakan faktor resiko
terhadap perilaku berobat pasien Tuberkulosis paru. Sedangkan peran PMO,
dukungan keluarga, dan diskriminasi merupakan faktor resiko terhadap
perilaku berobat pasien Tuberkulosis paru.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tidak meneliti
tentang Pekerjaan , PMO, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga tetapi
meneliti tentang apakah ada hubungan antara perilaku pasien Tuberkulosis
Purwokerto. Jenis penelitian ini merupakan survey analitik menggunakan
desain cross sectional dengan pendekatan korelasional dan observasi.
Penelitian ini menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu mengambil
sejumlah 54 pasien TB Paru BTA Positif yang menjalani pengobatan TB >5
bulan pengobatan di BKPM Purwokerto dari bulan Juni 2016-Januari 2017
dan masih menjalani pengobatan di BKPM Purwokerto. Analisa data dalam
penelitian ini menggunakan uji Chi-Square.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
perilaku berobat pasien Tuberkulosis.
6. Epriyanti (2015). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Karakteristik Pengawas Minum Obat dan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis paru BTA Positif di
Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran II. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan karakteristik pengawas minum obat dan dukungan di
wilayah kerja Puskesmas Kembaran II. Jenis penelitian ini menggunakan
deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel
menggunakan rumus slovin. Sampel yang dipilih dengan simple random
sampling dari pasien yang menjalani pengobatan Tuberkulosis paru. Uji
validitas dalam penelitian ini menggunakan pearson product moment dan
uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan spearman brown. Hasil
penelitian menunjukan pada subyek PMO mayoritas berjenis kelamin
perempuan (57,7%), berusia < 40 tahun (51,9%), berpendidikan tinggi
keluarga mayoritas mendukung (71,2%) dan tingkat kepatuhan mayoritas
patuh (61,5%). Hasil bivariat menunjukan terdapat hubungan PMO jenis
kelamin (p=0,0001), usia (p=0,012), pendidikan (p=0,012), pekerjaan
(p=0,017), pengetahuan (p=0,0001) PMO, dan dukungan keluarga pasien
(p=0,0001) dengan kepatuhan minum obat. Jadi dari hasil tersebut, terdapat
hubungan karakteristik PMO dan dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat pada pasien Tuberkulosis paru BTA positif di wilayah kerja
Puskesmas Kembaran II.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian
Epriyanti (2015) belum dilakukan penelitian mengenai perilaku penderita
tuberkulosis paru yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan penderita
tuberkulosis paru terhadap kepatuhan pengobatan Tuberkulosis. Pada
penelitian yang dilakukan akan diteliti bagaimanakah perilaku pasien
Tuberkulosis paru apakah baik atau buruk sehingga dapat mempengaruhi
kepatuhan pengobatan Tuberkulosis dan dengan demikian menurunkan
insiden Tuberkulosis paru di masyarakat. Jenis penelitian ini adalah survey
analitik menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan
pendekatan korelasional dan observasi. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus cross sectional dengan teknik purposive
sampling sebanyak 54 sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi-square.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tingkat
7. Friska J. (2012). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis
Pada Pasien Tuberculosis Paru di Puskesmas Kecamatan Jatinegara 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap
dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien Tuberkulosis
paru di Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2012. Jenis penelitian yang
digunakan merupakan deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan
cross sectional. Pengambilan populasi dengan cara total sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 34 responden. Alat ukur yang digunakan yaitu
kuesioner dan analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil
penelitian dalam penelitian ini adalah diperoleh responden yang mempunyai
pengetahuan yang baik sebanyak 7 responden (20,6%), pengetahuan cukup
sebanyak 17 responden (50%) dan pengetahuan kurang sebanyak 10
responden (29,4%). Sedangkan responden yang mempunyai sikap positif 25
responden (73,5%), sikap negatif sebanyak 9 responden (26,5%) dengan
nilai p-value adalah 0,0005 lebih kecil nilai alpha 0,05 dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum obat
anti tuberculosis pada pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan
Jatinegara tahun 2012.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian
Junita (2012) dalam menentukan sampel tidak terdapat kriteria inklusi dan
menggunakan metode Survey analitik dan dalam menentukan sampel
terdapat kriteria inklusi dan eksklusi.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
sikap dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien
Tuberkulosis paru.
8. Ariani (2015). Melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tuberkulosis
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag Kabupaten Bolaang
Mongondow Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan minum obat penderita
TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Modayag Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini menggunakan metode cross
sectional study. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik total sampling yaitu semua penderita Tuberkulosis paru yang telah
didiagnosis oleh dokter berdasarkan hasil sputum BTA positif dan yang
tercantum dalam data rekam medik yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow Timur yang
berjumlah 41 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin, sikap dan pengetahuan terhadap
keteraturan minum obat. Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa
pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tidak meneliti
tentang hubungan jenis kelamin, umur, pekerjaan serta peran PMO terhadap
keteraturan minum obat. Penelitian yang dilakukan hanya menguji
hipotesis apakah ada hubungan antara perilaku pasien Tuberkulosis paru
dengan kepatuhan program pengobatan sistem DOTS di BKPM
Purwokerto, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian Ariani (2015)
adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, pengetahuan, sikap serta peran
petugas menelan obat (PMO), sedangkan keteraturan minum obat penderita
Tuberkulosis paru merupakan variabel terikat.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang
hubungan antara sikap pasien Tuberkulosis dengan keteraturan minum obat