• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN PER IL AKU PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN PROGRAM PENGOBATAN SISTEM DOTS DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN PER IL AKU PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN PROGRAM PENGOBATAN SISTEM DOTS DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis dan biasa terdapat pada paru–paru tetapi

dapat mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis merupakan ancaman bagi

penduduk Indonesia, karena penyakit ini merupakan penyebab nomer tiga

setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut (Depkes RI, 2011).

Sekitar 75% penderita Tuberkulosis paru adalah kelompok usia yang paling

produktif secara ekonomi. Ini menjadi salah satu perhatian global karena

kasus Tuberkulosis paru yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas

hidup, sosial, dan ekonomi bahkan mengancam jiwa (Kemenkes, 2011).

WHO menyatakan bahwa Tuberkulosis masih menjadi salah satu

penyakit menular yang paling mematikan didunia. Tahun 2014 diperkirakan

9,6 juta orang menderita Tuberkulosis dan 1,5 juta meninggal karena

penyakit ini. Tuberkulosis terdapat pada semua wilayah di dunia dan laporan

Global memperkirakan kasus Tuberkulosis paru dan angka kematian pada

tahun 2015 lebih tinggi dari tahun 2014 (WHO, 2014).

The World Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB

Control 2005 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high

(2)

dan berada pada urutan ke 5 negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi di

dunia (Kemenkes RI, 2011).

Penemuan kasus baru Tuberkulosis di Indonesia berdasarkan data

Kemenkes 2011 – 2015, jumlah kasus baru Tuberkulosis BTA positif yang

ditemukan tahun 2011 sebanyak 197.797 kasus baru, tahun 2012 sebanyak

202.301, tahun 2013 sebanyak 196.310 kasus baru, tahun 2014 sebanyak

176.667 kasus baru dan tahun 2015 sebanyak 330.910 kasus baru

(Kemenkes, 2011 – 2015).

Jumlah kasus Tuberkulosis paru tertinggi yang dilaporkan terdapat di

provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi yaitu Jawa barat, Jawa tengah

dan Jawa timur. Prevalensi Tuberkulosis paru per 100.000 penduduk provinsi

Jawa tengah tahun 2013 sebesar 114 per 100.000 penduduk, tahun 2014

sebesar 89,01 per 100.000 penduduk. Menunjukkan bahwa penemuan kasus

TB paru di Jawa tengah mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2013.

Angka kesembuhan Tuberkulosis (Cure Rate) di Jawa tengah hanya sebesar

81,80%. Menunjukkan angka kesembuhan Tuberkulosis di Jawa tengah

belum memenuhi target minimal 85% sedangkan angka keberhasilan

pengobatan Tuberkulosis (Succes Rate) Jawa tengah sebesar 89,89%, ini

menunjukkan bahwa angka keberhasilan pengobatan Tuberkulosis sudah

baik, karena mendekati target rencana strategis Dinas Kesehatan Jawa

Tengah yaitu 90% (Dinkes, 2015).

Data yang diperoleh di wilayah kabupaten Banyumas jumlah populasi

(3)

Tuberkulosis, kemudian tahun 2011 sebanyak 1.143 penderita Tuberkulosis,

tahun 2013 sebanyak 1.176 penderita Tuberkulosis, tahun 2014 sebanyak

1.168 penderita Tuberkulosis, tahun 2015 sebanyak 1.126 penderita

Tuberkulosis, tahun 2016 sebanyak 1.553 penderita Tuberkulosis (Dinkes

Banyumas, 2016).

DOTS (Direct Observed Tretment Shorcourse) dapat diartikan sebagai

pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas

Menelan Obat (PMO). Tujuannya mencapai angka kesembuhan yang tinggi,

mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan

mencegah resistensi (Permatasari, 2005). Keberhasilan strategi DOTS dalam

angka kesembuhan (Cure Rate) Tuberkulosis paru di kabupaten Banyumas

tahun 2014 sebesar 98,96% mengalami peningkatan dibanding tahun 2013

sebesar 92,70%. Angka ini sudah melebihi target SPM yaitu sebesar 85%

(Dinkes Banyumas, 2014).

Ada 3 hal yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu pengetahuan,

sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi

kesembuhan dari pasien tuberkulosis yaitu pengetahuan penderita, sikap

penderita terhadap kesembuhan, serta perilaku penderita berhubungan dengan

kesembuhan pasien tuberkulosis paru (Nurkholifah, 2009). Sikap sangat

mempengaruhi kepatuhan seorang dalam minum obat anti tuberkulosis

karena sikap artinya kesiapan atau kesediaan untuk berindak (Notoatmodjo,

(4)

Kepatuhan dalam pengobatan dapat sebagai perilaku pasien yang dapat

mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga

medis, seperti dokter dan apoteker mengenai segala sesuatu yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diataranya adalah

kepatuhan minum obat, hal ini merupakan syarat utama tercapainya

keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Sarangi, 2011).

Hasil penelitian Ariani (2015) di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag

Kabupaten Bolaang Mongondow Timur di dapatkan adanya hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan keteraturan minum obat dengan nilai p

value= 0,014 < 0,05 dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap

dengan keteraturan minum obat dengan nilai p value= 0,005 < 0,05.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Purwokerto, data yang diperoleh dari petugas DOTS Center dari

bulan Januari 2016 - Januari 2017 terdapat 129 penderita TB BTA positif dan

200 penderita TB BTA negatif yang menjalani pengobatan di BKPM

Purwokerto. Rata-rata kunjungan pasien per minggunya di ruang DOTS

Center yaitu berkisar 35 pasien sedangkan per harinya yaitu berkisar 4-5

pasien.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada pasien Tuberkulosis paru

yang sedang berkunjung ke BKPM Purwokerto tentang perilaku yang

dilakukan pada pasien Tuberkulosis paru menyatakan bahwa pasien

Tuberkulosis paru tersebut masih sering tidak menggunakan penutup mulut

(5)

secara bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain, batuk dan bersin

tidak menutup mulut, saat makan mereka makan bersama dengan orang lain

atau menggunakan peralatan makan bersama, penderita kerap membuang

dahak disembarang tempat.

Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil interview peneliti kepada

petugas BKPM yang mengatakan bahwa perilaku penderita Tuberkulosis

paru yang ada di BKPM kurang, seperti tidak menggunakan penutup mulut

saat berinteraksi dengan keluarga ataupun orang lain dan meludah atau

membuang dahak tidak ditempat khusus.

Hasil wawancara peneliti kepada pasien Tuberkulosis paru yang sedang

berkunjung ke BKPM Purwokerto tentang kepatuhan pasien Tuberkulosis

dalam pengobatan Tuberkulosis paru, alasan utama dalam menjalani

pengobatan pasien pernah lupa, bosan dalam meminum obat, jarak rumah ke

BPKM terlalu jauh, terkadang juga bila pasien sudah merasa membaik

akhirnya mereka tidak meminum obat Tuberkulosis padahal masa

pengobatan belum selesai, hal ini dapat menyebabkan pasien resisten

terhadap obat Tuberkulosis.

Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik melakukan

penelitian lebih mendalam tentang “Hubungan Perilaku Pasien Tuberkulosis

dengan Kepatuhan Program Pengobatan Sitem DOTS di Balai Kesehatan

(6)

B. Perumusan Masalah

Tuberkulosis masih menjadi masalah penyakit menular di Indonesia.

Untuk menanggulangi jumlah kasus Tuberkulosis dapat dilakukan dengan

merubah perilaku pasien serta memperbaiki kepatuhan pasien Tuberkulosis

dalam pengobatannya sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Hubungan Perilaku Pasien Tuberkulosis paru dengan Kepatuhan Program

Pengobatan Sistem DOTS Pasien Tuberkulosis di Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Purwokerto dengan bentuk pertanyaan: Bagaimanakah hubungan

perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan program pengobatan

sistem DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku

pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan program pengobatan sistem

DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto.

2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan

terakhir, pekerjaan.

b. Perilaku pasien Tuberkulosis paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Purwokerto.

c. Kepatuhan pasien Tuberkulosis paru dalam mengikuti program

pengobatan sistem DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

(7)

d. Hubungan perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan

program sistem DOTS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai penambah wacana baru atau pengalaman belajar dan

meningkatkan pengetahuan dengan hubungan antara perilaku pasien

Tuberkulosis dengan kepatuhan program pengobatan sistem DOTS di

Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto.

2. Bagi Institusi

a. Memberikan bahan tambahan kajian pustaka tentang perilaku penderita

terhadap kepatuhan berobat tuberkulosis.

b. Sebagai bahan penelitiaan yang serupa.

3. Bagi Penderita

Memberikan informasi tentang perilaku pasien Tuberkulosis dengan

kepatuhan program pengobatan sistem DOTS.

4. Bagi Balai Kesehatan Paru Masyarakat Purwokerto

Memberikan masukan untuk meningkatkan pengembangan program

TB DOTS terutama tentang pemberantasan dan penanggulangan

(8)

E. Penelitian Terkait

1. Dhewi, et al. (2011). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara

Pengetahuan, Sikap pasien dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan

Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis paru di BKPM Pati. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif korelatif menggunakan desain cross

sectional study. Penelitian ini menggunakan teknik sample total sampling

sebanyak 40 sample. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji

Chi-square yaitu Fisher exact test. Hasil penelitian menunjukan ada

hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

Tuberkulosis paru dengan nilai p=0,000, ada hubungan bermakna antara

sikap dengan kepatuhan minum obat Tuberkulosis paru dengan nilai

p=0,001, ada hubungan bermakna antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat Tuberkulosis pru dengan nilai p=0,000.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tidak meneliti

tentang dukungan keluarga dan hanya menguji hipotesis apakah ada

hubungan antara perilaku penderita tuberkulosis paru dengan kepatuhan

program pengobatan sistem DOTS pasien tuberkulosis di BKPM

Purwokerto. Jenis penelitian ini adalah survey analitik menggunakan desain

cross sectional study dengan menggunakan pendekatan korelasional dan

observasi.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

hubungan antara sikap pasien Tuberkulosis paru dengan kepatuhan minum

(9)

2. Damayanti (2015). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara

Home Visit, Peran Pemantau Minum Obat dengan Kepatuhan Berobat Pada

Pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Tahun

2014/2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan

antara home visit, peran PMO dengan kepatuhan berobat pada pasien

tuberkulosis. Jenis penelitian yang digunakan merupakan deskriptif analitik,

menggunakan desain cohort. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh penderita tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas Jatilawang sebanyak 35 orang. Uji validitas dalam

penelitian ini menggunakan pearson product moment. Uji reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan spearman brown dan analisis data

menggunakan uji Chi-square. Hasil dalam penelitian ini adalah sebagian

besar pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tidak

mendapat home visit (82,9%), mendapat PMO kurang (51,4%) dan patuh

dalam berobat (57,1%). Tidak terdapat hubungan antara PMO dengan

kepatuhan berobat dengan nilai (p-value= 0,000).

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian

Damayanti (2015) belum dilakukan penelitian mengenai perilaku pasien

Tuberkulosis paru dengan kepatuhan pengobatan Tuberkulosis. Pada

penelitian ini akan diteliti bagaimanakah perilaku pasien Tuberkulosis paru

apakah baik atau tidak baik sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan

pengobatan Tuberkulosis paru dan dengan demikan dapat menurunkan

(10)

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

tingkat kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis.

3. Lertkanokkun, et al (2013). Melakukan penelitian dengan judul “Healthcare

providers’ Knowledge, Attitudes & Practices Regarding Tuberculosis Care”

Metode Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini

menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan data sosio – demografis,

pengetahuan penyedia pelayanan, dan sikap pasien Tuberkulosis. Penelitian

ini mengambil sampel Pelayanan Tuberkulosis di 30 Rumah Sakit

pemerintah di 3 provinsi di Thailand. Hasil penelitian in menunjukan

terdapat hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan Tuberkulosis,

pengetahuan dan sikap pasien Tuberkulosis terhadap kesembuhan pasien

Tuberkulosis. Namun Penyedia pelayanan Tuberkulosis tidak memberikan

perawatan yang sesuai dengan pedoman Program Tuberculosis Nasional

(NTP).

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

hubungan perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan tingkat kepatuhan

program pengobatan sistem DOTS. Penelitian ini menggunakan tekhnik

purposive sampling sejumlah 54 pasien dengan BTA positif yang

pengobatannya >5 bulan dari bulan Juni 2016-Januari 2017 dan masih

menjalani pengobatan di BKPM Purwokerto.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

sikap pasien terhadap kesembuhan Tuberkulosis paru. Metode penelitian

(11)

4. Mushtaq, et al (2011). Melakukan penelitian dengan judul “ Urban-rural

Inequities in Knowledge, Attitude and Practice Regarding Tuberculosis in

Two Districs of Pakistans’, Punjab Province”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan antara masyarakat

perkotaan dengan pedesaan mengenai tuberkulosis. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan desain survey penelitian analitik

dengan rancangan percobaan survey cross sectional. Jumlah sample pada

penelitian ini sebanyak 1080 rseponden yang terdiri dari responden yang

berusia 20 ke atas, 432 responden kota dan 648 responden pedesaan.

Diambil secara acak menggunakan teknik multistage cluster sampling dan

kemudian pengambilan data melalui wawancara dan pengisian kuisioner

kepada responden. Kemudian data dianalisis menggunakan regresi linear

sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan, sikap, perilaku dan pengetahuan informasi terhadap tingkat

kesembuhan pasien Tuberkulosis di kota Punjab Pakistan. (p-value=0,000 <

0,05).

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

hubungan perilaku pasien Tuberkulosis paru dengan tingkat kepatuhan

program pengobatan sistem DOTS. Penelitian ini menggunakan tekhnik

purposive sampling sejumlah 54 pasien dengan BTA positif yang masih

(12)

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

sikap dan tindakan pasien terhadap pencegahan Tuberkulosis. Metode

penelitian menggunakan desain cross sectional.

5. Pare, et al (2012). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara

Pekerjaan, PMO, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga, dan

Diskriminasi dengan Perilaku Berobat Pasien Tuberkulosis paru. Penelitian

ini bertujuan mengetahui hubungan antara pekerjaan, pengawas minum obat

(PMO), pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan

perilaku berobat pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Batua dan

Puskesmas Tamamaung Kota Makassar Tahun 2010-2012. Jenis penelitian

yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan case

control study. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok sampel, yakni kelompok

kasus dan kelompok kontrol. Sample diambil dengan metode exhaustive

sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik odds

ratio (OR) untuk melihat besaran resiko. Hasil penelitian menunjukan

bahwa pekerjaan dan pelayanan kesehatan bukan merupakan faktor resiko

terhadap perilaku berobat pasien Tuberkulosis paru. Sedangkan peran PMO,

dukungan keluarga, dan diskriminasi merupakan faktor resiko terhadap

perilaku berobat pasien Tuberkulosis paru.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tidak meneliti

tentang Pekerjaan , PMO, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga tetapi

meneliti tentang apakah ada hubungan antara perilaku pasien Tuberkulosis

(13)

Purwokerto. Jenis penelitian ini merupakan survey analitik menggunakan

desain cross sectional dengan pendekatan korelasional dan observasi.

Penelitian ini menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu mengambil

sejumlah 54 pasien TB Paru BTA Positif yang menjalani pengobatan TB >5

bulan pengobatan di BKPM Purwokerto dari bulan Juni 2016-Januari 2017

dan masih menjalani pengobatan di BKPM Purwokerto. Analisa data dalam

penelitian ini menggunakan uji Chi-Square.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

perilaku berobat pasien Tuberkulosis.

6. Epriyanti (2015). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan

Karakteristik Pengawas Minum Obat dan Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis paru BTA Positif di

Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran II. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan karakteristik pengawas minum obat dan dukungan di

wilayah kerja Puskesmas Kembaran II. Jenis penelitian ini menggunakan

deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel

menggunakan rumus slovin. Sampel yang dipilih dengan simple random

sampling dari pasien yang menjalani pengobatan Tuberkulosis paru. Uji

validitas dalam penelitian ini menggunakan pearson product moment dan

uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan spearman brown. Hasil

penelitian menunjukan pada subyek PMO mayoritas berjenis kelamin

perempuan (57,7%), berusia < 40 tahun (51,9%), berpendidikan tinggi

(14)

keluarga mayoritas mendukung (71,2%) dan tingkat kepatuhan mayoritas

patuh (61,5%). Hasil bivariat menunjukan terdapat hubungan PMO jenis

kelamin (p=0,0001), usia (p=0,012), pendidikan (p=0,012), pekerjaan

(p=0,017), pengetahuan (p=0,0001) PMO, dan dukungan keluarga pasien

(p=0,0001) dengan kepatuhan minum obat. Jadi dari hasil tersebut, terdapat

hubungan karakteristik PMO dan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada pasien Tuberkulosis paru BTA positif di wilayah kerja

Puskesmas Kembaran II.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian

Epriyanti (2015) belum dilakukan penelitian mengenai perilaku penderita

tuberkulosis paru yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan penderita

tuberkulosis paru terhadap kepatuhan pengobatan Tuberkulosis. Pada

penelitian yang dilakukan akan diteliti bagaimanakah perilaku pasien

Tuberkulosis paru apakah baik atau buruk sehingga dapat mempengaruhi

kepatuhan pengobatan Tuberkulosis dan dengan demikian menurunkan

insiden Tuberkulosis paru di masyarakat. Jenis penelitian ini adalah survey

analitik menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan

pendekatan korelasional dan observasi. Pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan rumus cross sectional dengan teknik purposive

sampling sebanyak 54 sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi-square.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tingkat

(15)

7. Friska J. (2012). Melakukan penelitian dengan judul Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis

Pada Pasien Tuberculosis Paru di Puskesmas Kecamatan Jatinegara 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap

dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien Tuberkulosis

paru di Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2012. Jenis penelitian yang

digunakan merupakan deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan

cross sectional. Pengambilan populasi dengan cara total sampling dengan

jumlah sampel sebanyak 34 responden. Alat ukur yang digunakan yaitu

kuesioner dan analisa bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil

penelitian dalam penelitian ini adalah diperoleh responden yang mempunyai

pengetahuan yang baik sebanyak 7 responden (20,6%), pengetahuan cukup

sebanyak 17 responden (50%) dan pengetahuan kurang sebanyak 10

responden (29,4%). Sedangkan responden yang mempunyai sikap positif 25

responden (73,5%), sikap negatif sebanyak 9 responden (26,5%) dengan

nilai p-value adalah 0,0005 lebih kecil nilai alpha 0,05 dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum obat

anti tuberculosis pada pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan

Jatinegara tahun 2012.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian

Junita (2012) dalam menentukan sampel tidak terdapat kriteria inklusi dan

(16)

menggunakan metode Survey analitik dan dalam menentukan sampel

terdapat kriteria inklusi dan eksklusi.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

sikap dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien

Tuberkulosis paru.

8. Ariani (2015). Melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang

Berhubungan Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tuberkulosis

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag Kabupaten Bolaang

Mongondow Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan minum obat penderita

TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Modayag Kabupaten

Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini menggunakan metode cross

sectional study. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik total sampling yaitu semua penderita Tuberkulosis paru yang telah

didiagnosis oleh dokter berdasarkan hasil sputum BTA positif dan yang

tercantum dalam data rekam medik yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow Timur yang

berjumlah 41 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin, sikap dan pengetahuan terhadap

keteraturan minum obat. Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa

pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi

(17)

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tidak meneliti

tentang hubungan jenis kelamin, umur, pekerjaan serta peran PMO terhadap

keteraturan minum obat. Penelitian yang dilakukan hanya menguji

hipotesis apakah ada hubungan antara perilaku pasien Tuberkulosis paru

dengan kepatuhan program pengobatan sistem DOTS di BKPM

Purwokerto, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian Ariani (2015)

adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, pengetahuan, sikap serta peran

petugas menelan obat (PMO), sedangkan keteraturan minum obat penderita

Tuberkulosis paru merupakan variabel terikat.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti tentang

hubungan antara sikap pasien Tuberkulosis dengan keteraturan minum obat

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Syifa, masyarakat Indonesia saat ini bisa dikatakan dalam masa transisi dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Salah satu hal yang menyebabkan transisi

Suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar di kelas menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh seorang guru, selain membangun suasana yang

Jenis masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh seberapa besar teman sebaya terhadap motivasi belajar siswa di MAN 1 Rajagaluh Kecamatan.. Rajagaluh

Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organic, yaitu semua perundang-udangan yang berada dibawah UUD 1945 sampai

bahwa orang dengan pendidikan yang cukup tentang orang dengan gangguan jiwa.. juga masih memiliki stereotipe negatif terhadap orang dengan gangguan

Makassar Dalam Angka 2015 TINGGI SWASTA PADA KOPERTIS WILAYAH IX DIRINCI MENURUT SEKOLAH TINGGI DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2012. Number of lectures, students and

Kedua definisi ini hanya berlaku pada fungsi yang terdefinisi pada subset konveks � pada ruang linear bernorm dan akan dilihat hubungan antara fungsi konveks dan fungsi

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas