• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

OLEH : PIPIH SEPTINA

A14304036

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Ibunda,

Sosokmu menopang setiap hari dengan untaian doa tak terputus

Hadirku ada dalam khayalmu

Karena ikhlasmu adalah bingkai semangatku

Meski diri ini tak menjadi apa yang ada dalam benakmu Dihatimu, hidupku adalah cahayamu

Ayahanda,

Tetesan peluh tanpa pamrih kau lakukan untuk membiayai hidup ini

Tak peduli langkah ini berguna bagimu ataupun tidak Karena kecemerlangan masa depanku adalah harapanmu

Meski diri ini sering menghamburkannya tanpa arti Dimatamu, keberhasilanku adalah kebanggaannmu

Saudaraku

Rangkulan tanganmu dulu berat melepasku Tetes air mata itu membawa sebongkah haru

Karena diriku adalah serpihan jiwamu

Meski diri ini sering kasar dan menghempasmu dengan kata Dihidupmu, keberadaanku adalah pelindungmu

Keluargaku

Kutahu rasa terimakasih tak terhingga ini tak sebanding Apa yang kalian persembahkan sangatlah berarti

Karena cinta kalian adalah nyata Meski kalian jauh disana

Didiriku, kalian adalah kebahagiaan hidupku

(3)

RINGKASAN

PIPIH SEPTINA. A14304036. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006. Di bawah bimbingan ARIEF DARYANTO.

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materil maupun spiritual. Tujuan tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara: memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah maju dengan daerah tertinggal, serta mengupayakan pergeseran perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Dampak yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi adalah kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Proses pembangunan yang dilaksanakan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, sehingga terjadi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Kesenjangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan daerah dan kritik bukan sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai, akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Oleh sebab itu untuk mendorong pemeratan pendapatan masyarakat daerah, maka pemerintah menerapkan Otonomi Daerah sejak tahun 2001.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan pada masa Otonomi Daerah, mengukur dan menganalisis kondisi kesenjangan pembangunan ekonomi, trend kesenjangan yang terjadi antar daerah di Propinsi Jawa Barat dan menguji Hipotesis Kuznets selama periode analisis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2008 dengan Propinsi Jawa Barat sebagai objek studi dan lokasi penelitian. Data yang digunakan merupakan data sekunder time series1996-2006 yang diperoleh dari BPS, BPS Jawa Barat, Jurnal dan publikasi penelitian terdahulu.

Analisis pertama untuk mengidentifikasi daerah kabupaten/kota yang mengalami kemajuan pada masa pra otonomi daerah dan otonomi daerah menggunakan Klasen Typologi. Besarnya kesenjangan pembangunan ekonomi dihitung dengan menggunakan formula Williamson (CVw). Setelah diketahui nilai indeks kesenjangannya, selanjutnya nilai kesenjangan selama periode analisis diplotkan ke dalam grafik untuk melihat apakah kesenjangan menurun atau menaik selama periode analisis. Selain itu dilakukan juga plot antara indeks kesenjangan dengan pendapatan perkapita untuk menguji Hipotesis Kuznets. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat menggunakan regresi linier berganda dan di transformasikan ke dalam bentuk log.

(4)

Bandung dan Kabupaten Indramayu. Sementara daerah lainnya masuk kedalam klasifikasi daerah berkembang cepat, daerah maju tapi tertekan dan daerah kurang berkembang. Sedangkan pada masa otonomi daerah atau periode 2001-2006 yang termasuk kedalam klasifikasi I bertambah menjadi empat daerah, yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang. Pada periode ini juga, daerah kurang berkembang meningkat menjadi delapan daerah, sedangkan sebelumya hanya lima daerah.

Awal tahun analisis nilai indeks kesenjangan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berada pada taraf sedang, yaitu 0,4090. Sedangkan pada tahun 1997 nilai indeks kesenjangan berangsur turun sebesar 0,0153. Hal ini menandakan ada peningkatan pemerataan antar kabupaten/kota, meskipun relatif tipis. Pada tahun 1998, indeks Williamson kembali meningkat sebesar 0,0004. Kenaikan tersebut akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Dampak krisis ekonomi semakin terasa pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1999 dan 2000 nilai indeks kesenjangan kembali meningkat dengan masing-masing nilai 0,0223 dan 0,1662. Tahun 2001 indeks kesenjangan mengalami penurunan tipis, sehingga menjadi 0,5724. Pada tahun 2002 indeks kesenjangan kembali meningkat menjadi 0,6796. Selanjutnya tahun 2003 sampai 2006 indeks kesenjangan mengalami kondisi fluktuatif dan berada pada 0,6923 tahun 2006, sehingga dapat dikatakan kesenjangan sangat tinggi (tidak merata sempurna). Secara umum tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Barat jika dilihat dari trend-nya cenderung meningkat selama periode analisis dan Hipotesis Kuznets tentang adanya trade off antara pertumbuhan dan pemerataan pada tahap-tahap awal pembangunan ekonomi masih berlaku di Propinsi Jawa Barat, namun belum berbentuk U terbalik.

Berdasarkan pendugaan model kesenjangan pembangunan ekonomi yang diperoleh, tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh variabel PDRB, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara signifikan pada taraf nyata lima persen. Variabel PDRB mempengaruhi tingkat kesenjangan secara positif. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan PDRB untuk setiap daerah kabupaten/kota belum merata dan sesuai dengan Hipotesis Kuznets pada tahap-tahap awal pembangunan tingkat kesenjangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara variabel Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempengaruhi tingkat kesenjangan secara negatif.

(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

Oleh: PIPIH SEPTINA

A14304036

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006

Nama : Pipih Septina NRP : A14304036

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Pipih Septina

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Pipih Septina, dilahirkan pada 28 September 1984 di Ciamis sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Kosasih dan Eros Roswati. Penulis dibesarkan di Ciamis, pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sejahtera Galih Maparah. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Maparah. Pada tahun 2001penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Panjalu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 2 Ciamis pada tahun 2004. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif diberbagai organisasi, seperti Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) dan Ekstrakulikuler Volly Ball.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugrah, berkah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, menganalisis tingkat kesenjangan, trend kesenjangan dan menguji Hipotesis kuznets dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesenjangan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi kegiatan perekonomian dan menyusun kebijaksanaan baru untuk pelaksanaan pembangunan di Era Otonomi Daerah.

Bogor, Mei 2008

(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji Bagi Allah Tuhan semesta alam atas kasih dan sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, bimbingan, kesabaran dan perhatiannya. 2. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama atas segala

kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan dalam menempuh pendidikan selama kuliah.

5. Bapak dan Ibu tercinta, Engkos Kosasih dan Eros Roswati, atas belaian kasih sayang dan dukungan pada ananda. Kakak-kakak dan adiku tersayang, Yoppy Yohana, Hanny Yulianda, Dena Ajeng Puspita atas do’a dan perhatian yang selalu diberikan pada ananda.

6. Staf Departemen EPS (ESL) Mbak Pini, Mbak Santi, Mbak Sofi, Pak Husein, Pak Dayat dan Pak Basir

7. Khusus Untuk Kalian:

a) Buat si Cantik V3 atas kesetiaan, kesabaran dan supportnya.

b) Nana, Deli, Kevin, Yudi, Aji (temen se-kostan) serta Oween, Mayang, Maya, Risti, Evie, Ella, Tita, Ade, Yanti, Lina, Rolas, Santi, Chian, Ave, Irak, Uchie, Wulan, Rahma, Vidya, Mba’Erna, T’V3, Sari, Mail, Galih, B-jey, Pam2, To2, Jimmy dan Agiez atas dukungan, bantuan, persahabatan, perhatian, dan kepeduliannya serta rekan-rekan EPS 41 seluruhnya, sungguh indah ketika persahabatan ini tiada pernah terpisahkan ruang dan waktu.

(11)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

OLEH : PIPIH SEPTINA

A14304036

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

Ibunda,

Sosokmu menopang setiap hari dengan untaian doa tak terputus

Hadirku ada dalam khayalmu

Karena ikhlasmu adalah bingkai semangatku

Meski diri ini tak menjadi apa yang ada dalam benakmu Dihatimu, hidupku adalah cahayamu

Ayahanda,

Tetesan peluh tanpa pamrih kau lakukan untuk membiayai hidup ini

Tak peduli langkah ini berguna bagimu ataupun tidak Karena kecemerlangan masa depanku adalah harapanmu

Meski diri ini sering menghamburkannya tanpa arti Dimatamu, keberhasilanku adalah kebanggaannmu

Saudaraku

Rangkulan tanganmu dulu berat melepasku Tetes air mata itu membawa sebongkah haru

Karena diriku adalah serpihan jiwamu

Meski diri ini sering kasar dan menghempasmu dengan kata Dihidupmu, keberadaanku adalah pelindungmu

Keluargaku

Kutahu rasa terimakasih tak terhingga ini tak sebanding Apa yang kalian persembahkan sangatlah berarti

Karena cinta kalian adalah nyata Meski kalian jauh disana

Didiriku, kalian adalah kebahagiaan hidupku

(13)

RINGKASAN

PIPIH SEPTINA. A14304036. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006. Di bawah bimbingan ARIEF DARYANTO.

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materil maupun spiritual. Tujuan tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara: memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah maju dengan daerah tertinggal, serta mengupayakan pergeseran perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Dampak yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi adalah kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Proses pembangunan yang dilaksanakan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, sehingga terjadi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Kesenjangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan daerah dan kritik bukan sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai, akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Oleh sebab itu untuk mendorong pemeratan pendapatan masyarakat daerah, maka pemerintah menerapkan Otonomi Daerah sejak tahun 2001.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan pada masa Otonomi Daerah, mengukur dan menganalisis kondisi kesenjangan pembangunan ekonomi, trend kesenjangan yang terjadi antar daerah di Propinsi Jawa Barat dan menguji Hipotesis Kuznets selama periode analisis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2008 dengan Propinsi Jawa Barat sebagai objek studi dan lokasi penelitian. Data yang digunakan merupakan data sekunder time series1996-2006 yang diperoleh dari BPS, BPS Jawa Barat, Jurnal dan publikasi penelitian terdahulu.

Analisis pertama untuk mengidentifikasi daerah kabupaten/kota yang mengalami kemajuan pada masa pra otonomi daerah dan otonomi daerah menggunakan Klasen Typologi. Besarnya kesenjangan pembangunan ekonomi dihitung dengan menggunakan formula Williamson (CVw). Setelah diketahui nilai indeks kesenjangannya, selanjutnya nilai kesenjangan selama periode analisis diplotkan ke dalam grafik untuk melihat apakah kesenjangan menurun atau menaik selama periode analisis. Selain itu dilakukan juga plot antara indeks kesenjangan dengan pendapatan perkapita untuk menguji Hipotesis Kuznets. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat menggunakan regresi linier berganda dan di transformasikan ke dalam bentuk log.

(14)

Bandung dan Kabupaten Indramayu. Sementara daerah lainnya masuk kedalam klasifikasi daerah berkembang cepat, daerah maju tapi tertekan dan daerah kurang berkembang. Sedangkan pada masa otonomi daerah atau periode 2001-2006 yang termasuk kedalam klasifikasi I bertambah menjadi empat daerah, yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang. Pada periode ini juga, daerah kurang berkembang meningkat menjadi delapan daerah, sedangkan sebelumya hanya lima daerah.

Awal tahun analisis nilai indeks kesenjangan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berada pada taraf sedang, yaitu 0,4090. Sedangkan pada tahun 1997 nilai indeks kesenjangan berangsur turun sebesar 0,0153. Hal ini menandakan ada peningkatan pemerataan antar kabupaten/kota, meskipun relatif tipis. Pada tahun 1998, indeks Williamson kembali meningkat sebesar 0,0004. Kenaikan tersebut akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Dampak krisis ekonomi semakin terasa pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1999 dan 2000 nilai indeks kesenjangan kembali meningkat dengan masing-masing nilai 0,0223 dan 0,1662. Tahun 2001 indeks kesenjangan mengalami penurunan tipis, sehingga menjadi 0,5724. Pada tahun 2002 indeks kesenjangan kembali meningkat menjadi 0,6796. Selanjutnya tahun 2003 sampai 2006 indeks kesenjangan mengalami kondisi fluktuatif dan berada pada 0,6923 tahun 2006, sehingga dapat dikatakan kesenjangan sangat tinggi (tidak merata sempurna). Secara umum tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Barat jika dilihat dari trend-nya cenderung meningkat selama periode analisis dan Hipotesis Kuznets tentang adanya trade off antara pertumbuhan dan pemerataan pada tahap-tahap awal pembangunan ekonomi masih berlaku di Propinsi Jawa Barat, namun belum berbentuk U terbalik.

Berdasarkan pendugaan model kesenjangan pembangunan ekonomi yang diperoleh, tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh variabel PDRB, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara signifikan pada taraf nyata lima persen. Variabel PDRB mempengaruhi tingkat kesenjangan secara positif. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan PDRB untuk setiap daerah kabupaten/kota belum merata dan sesuai dengan Hipotesis Kuznets pada tahap-tahap awal pembangunan tingkat kesenjangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara variabel Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempengaruhi tingkat kesenjangan secara negatif.

(15)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

Oleh: PIPIH SEPTINA

A14304036

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(16)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006

Nama : Pipih Septina NRP : A14304036

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Pipih Septina

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Pipih Septina, dilahirkan pada 28 September 1984 di Ciamis sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Kosasih dan Eros Roswati. Penulis dibesarkan di Ciamis, pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sejahtera Galih Maparah. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Maparah. Pada tahun 2001penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Panjalu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 2 Ciamis pada tahun 2004. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif diberbagai organisasi, seperti Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) dan Ekstrakulikuler Volly Ball.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian.

(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugrah, berkah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, menganalisis tingkat kesenjangan, trend kesenjangan dan menguji Hipotesis kuznets dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesenjangan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi kegiatan perekonomian dan menyusun kebijaksanaan baru untuk pelaksanaan pembangunan di Era Otonomi Daerah.

Bogor, Mei 2008

(20)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji Bagi Allah Tuhan semesta alam atas kasih dan sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, bimbingan, kesabaran dan perhatiannya. 2. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama atas segala

kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan dalam menempuh pendidikan selama kuliah.

5. Bapak dan Ibu tercinta, Engkos Kosasih dan Eros Roswati, atas belaian kasih sayang dan dukungan pada ananda. Kakak-kakak dan adiku tersayang, Yoppy Yohana, Hanny Yulianda, Dena Ajeng Puspita atas do’a dan perhatian yang selalu diberikan pada ananda.

6. Staf Departemen EPS (ESL) Mbak Pini, Mbak Santi, Mbak Sofi, Pak Husein, Pak Dayat dan Pak Basir

7. Khusus Untuk Kalian:

a) Buat si Cantik V3 atas kesetiaan, kesabaran dan supportnya.

b) Nana, Deli, Kevin, Yudi, Aji (temen se-kostan) serta Oween, Mayang, Maya, Risti, Evie, Ella, Tita, Ade, Yanti, Lina, Rolas, Santi, Chian, Ave, Irak, Uchie, Wulan, Rahma, Vidya, Mba’Erna, T’V3, Sari, Mail, Galih, B-jey, Pam2, To2, Jimmy dan Agiez atas dukungan, bantuan, persahabatan, perhatian, dan kepeduliannya serta rekan-rekan EPS 41 seluruhnya, sungguh indah ketika persahabatan ini tiada pernah terpisahkan ruang dan waktu.

(21)

DAFTAR ISI

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi ... 10

2.1.1 Pertumbuhan Regional ... 10

2.1.2 Pembangunan Ekonomi... 12

2.2 Konsep Kesenjangan ... 14

2.3 Penelitian Terdahulu... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 23

3.1.1 Pendapatan Regional: Cara Pengukuran ... 23

3.1.2 Kesenjangan: Cara Pengukuran ... 24

3.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Pembangunan Ekonomi... 26

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 30

3.3 Hipotesis Penelitian... 34

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data ... 35

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35

4.3 Metode Analisis Data ... 36

4.3.1 Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 36

4.3.2 Analisis Tingkat Kesenjangan ... 38

4.3.3 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah... 39

4.3.3.1 Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik ... 41

4.3.3.2 Uji Ekonometrika... 43

(22)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Keadaan Geografi... 47 5.2 Keadaan Ekonomi ... 48

5.2.1 Perkembangan PDRB Propinsi Jawa Barat... 48 . 5.2.2 Perkembangan Investasi dan Penanaman Modal Propinsi Jawa

Barat... 48 5.2.3 Perdagangan dan Perindustrian ... 49

5.3 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 50

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 53 6.2 Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah, Trend

Kesenjangan dan Hipotesis Kuznets ... 60 6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan

Ekonomi Antar Daerah... 64 6.3.1 Uji Multikolinearitas ... 68 6.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 69 6.3.3 Uji Autokorelasi... 69 6.3.4 Uji Normalitas... 69 6.4 Implikasi Kebijakan ... 70

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan... 73 7.2 Saran... 73

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia

Tahun 1997-2006 ... 3 2. Kontribusi KBI dan KTI Terhadap PDB dan Pertumbuhan PDB,

2001-2004 (Persen) ... 5 3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Penelitian Terdahulu ... 19 4. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ... 35 5. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Modal

Asing di Jawa Barat ... 49 6. Sarana Perdagangan Di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Pasar ... 50 7. Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita

Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ... 54 8. Pola Pembangunan Ekonomi Propinsi Jawa Barat Menurut

Klasen Typologi... 55 9. Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa

Barat T.A. 2001-2006 (Milyar Rupiah) ... 59 10. Indeks Williamson antar daerah di Propinsi Jawa Barat,

1996-2006... 61 11. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah ... 65 12. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Kesenjangan

(LNIW)... 68 13. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas Model Kesenjangan

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1. Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets) ... 17 2. Kurva Lorenz... 25

3. Kerangka Pemikiran Operasional... 33 4. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN... 49 5. Trend Kesenjangan Ekonomi di Propinsi Jawa Barat ... 63 6. Hipotesis Kuznets ... 64

(25)

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materil maupun spiritual. Tujuan tersebut

pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara: memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah

maju dengan daerah tertinggal, serta mengupayakan pergeseran perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Dalam menjalankan program pembangunan tidak luput dari tantangan utama pembangunan, yaitu memperbaiki kualitas

kehidupan (Todaro, 2004). Terutama di negara-negara paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih

tinggi. Pendapatan yang lebih tinggi hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Hal lain yang harus diperjuangkan, yakni pendidikan, standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan

lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, kebebasan individual dan pelestarian ragam kehidupan budaya.

Dampak yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi adalah kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Perhatian terhadap masalah kesenjangan timbul karena adanya kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan

(26)

tingginya tingkat kesenjangan yang terjadi. Hal inilah yang sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali Indonesia (Tambunan, 2003). Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keanekaragaman sosial,

ekonomi, budaya dan karakteristik wilayah, sehingga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap terciptanya pola pembangunan ekonomi. Keberagaman ini

memberikan perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali kebijakan nasional pembangunan ekonomi sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan di semua daerah yang memiliki karakteristik berbeda.

Dampak dari keberagaman ini mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat, sehingga kemampuan ini

akan menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam pembangunan dan pendapatan antar daerah.

Keadaan seperti ini telah dialami oleh bangsa Indonesia sejak awal proses

pembangunan dimasa Orde Baru. Para pembuat kebijakan dan perencana pembangunan ekonomi masih percaya bahwa proses pembangunan ekonomi pada

awalnya terpusat di Jawa dan hanya sektor tertentu saja. Kebijakan tersebut diharapkan akan menghasilkan trickle down effects. Namun ternyata efek tersebut kecil atau bahkan sama sekali tidak ada (prosesnya sangat lambat). Akibat strategi

tersebut, tingkat kesenjangan ekonomi Indonesia dalam pembagian pendapatan nasional justru semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak. Keadaan

tersebut bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi tahun 1997 (Tambunan, 2003).

Menurut BPS (2006), telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin

(27)

persen) di tahun 1996. Walaupun demikian, ketika krisis multi-dimensi melanda Bangsa Indonesia, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi dua kali lipat, yaitu 49,5 juta jiwa (24,23 persen) pada tahun 1998. Jumlah penduduk miskin

pada tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005 cenderung menurun, masing-masing 38,40 juta jiwa (18,20 persen), 37,3 juta jiwa (17,40 persen), 36,20 juta jiwa

(16,66 persen), dan 35,1 juta jiwa (15,9 persen). Namun pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 39,30 juta jiwa (17,75 persen). Berikut merupakan tabel yang menunjukan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan jumlah

penduduk miskin tahun 1997-2006.

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Tahun 1997-2006

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Proses pembangunan yang dilaksanakan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, sehingga terjadi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah.

Kesenjangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan daerah dan kritik bukan sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai, akan tetapi karena

perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (persen) Jumlah penduduk miskin (juta)

(28)

Dua arus utama (dual trend) di dunia saat ini adalah begitu dahsyatnya gelombang globalisasi disatu sisi dan menguatnya regionalisasi atau desentralisasi di sisi lain, sehingga suatu unit daerah yang dikategorikan sebagai sub-nasional

unit suatu ketika akan berhadapan langsung dengan dunia internasional (Tadjoeddin, et al., 2001). Keberhasilan dalam menghadapi dual trend itu sangat

tergantung pada bagaimana sebuah negara dikelola dengan pilihan kebijakan yang sesuai. Di Indonesia, ketika arus globalisasi semakin meningkat, semangat regionalisasi dari berbagai daerah muncul, terutama daerah-daerah yang

mempunyai kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Semangat tersebut muncul sebagai wujud perlawanan terhadap sentralisasi akibat tidak adanya rasa

keadilan dalam pembangunan antar daerah. Perlawanan tersebut kemudian berujung dengan diterapkannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, yaitu Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan

Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.Undang-undang ini kemudian direvisi dengan Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004.

Dalam kaitannya dengan kesenjangan kinerja ekonomi antar daerah, dalam periode 2001-2004 (setelah diterapkannya UU Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Fiskal), ternyata terdapat kecenderungan semakin melebarnya kesenjangan antar wilayah. Sebagai ilustrasi, kontribusi PDB dari Kawasan Barat Indonesia (KBI)

pada tahun 2001 adalah sebesar 82,7 persen, sedangkan pada tahun 2004 kontribusi KBI meningkat menjadi 82,9 persen. Sebaliknya untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada tahun 2001 hanya menyumbang 17,3 persen untuk PDB

(29)

menurun menjadi 17,1 persen (Tabel 2). Kesenjangan distribusi pendapatan tersebut juga dapat dirasakan dan terjadi antar pulau, antara daerah perdesaan dan perkotaan (Siregar, 2006)1.

Tabel 2. Kontribusi KBI dan KTI terhadap PDB dan Pertumbuhan PDB, 2001-2004 (persen)

Kawasan Struktur

(Kontribusi terhadap PDB) Kontribusi terhadap Pertumbuhan 2001 2002 2003 2004 2001 2002 2003 2004 KBI 82,7 82,6 82,7 82,9 86,6 86,5 87,2 87,7 KTI 17,3 17,4 17,3 17,1 13,4 13,5 12,8 12,3 Sumber: Siregar, 2006

Di Era Otonomi Daerah sekarang ini, hendaknya pembangunan yang dilakukan dapat menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh

rakyat dengan rasa keadilan. Adanya Otonomi Daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan pembangunan dan kesenjangan pendapatan baik antar

daerah maupun dalam daerah itu sendiri.

Propinsi Jawa Barat sebagai Propinsi yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak atau menempatkan urutan pertama dari Propinsi-Propinsi di Indonesia.

Total jumlah penduduk Propinsi Jawa Barat yaitu 39.649 ribu jiwa (17,84 persen) dari penduduk Indonesia. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Propinsi Jawa

Barat sebagai urutan kedua paling tinggi setelah DKI Jakarta2. Dengan kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi ini, kesenjangan ekonomi antar daerah di Jawa Barat masih merupakan kondisi nyata yang sampai saat ini masih dirasakan oleh

masyarakat. Dalam hal ini dapat dilihat dari perbedaan tingkat kemajuan antar

1

Aspek Ekonomi dalam Perencanaan Pembangunan Pertanian Daerah”Disampaikan pada Pelatihan “Apresiasi Perencanaan Pembangunan Pertanian Daerah Bagi Pemandu Teknologi Mendukung Prima Tani” di Cisarua Bogor, 19-25 November 2006.

2

(30)

daerah, perbedaan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan besarnya tingkat pengangguran yang terjadi. Untuk itu perlu adanya studi lebih lanjut yang dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan pembangunan

ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Kesenjangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam

berbagai bentuk, aspek dan dimensi. Bukan hanya kesenjangan dari hasil pembangunan, misalnya dalam hal pendapatan perkapita atau pendapatan daerah,

tetapi juga kesenjangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa kesenjangan spasial atau antar daerah akan tetapi juga berupa kesenjangan sektoral dan kesenjangan regional. Beberapa bukti yang menunjukan

bahwa kesenjangan masih menjadi hal yang nyata, seperti munculnya kawasan-kawasan kumuh (slumps) di tengah beberapa kota besar, serta adanya

kantong-kantong permukiman mewah di tepian kota atau perdesaan dan perbedaan gaya hidup masyarakat yang merupakan bukti lain dari adanya kesenjangan.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, yaitu

Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah. Undang-undang ini kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang dimilikinya secara tepat, sehingga akan mendorong terciptanya

(31)

pertumbuhan yang baik pula. Dengan demikian kesenjangan pembangunan dan hasil-hasilnya serta pendapatan antar golongan ataupun daerah akan semakin menurun.

Paling sedikit ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi interregional, yakni (Rum Alim, 2006) : (1). sebaran sumber daya alam

yang tidak merata, (2). sebaran penduduk yang tidak merata, baik kuantitas maupun kualitasnya, (3). lingkungan usaha yang tidak sama, dan (4). perbedaan aktifitas ekonomi.

Khusus di Propinsi Jawa Barat dalam mengatasi masalah kesenjangan, perlu adanya penelitian yang dapat memberikan gambaran secara nyata mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi, sehingga kebijakan yang akan dilaksanakan dapat berjalan dan sesuai dengan tujuan dari pembangunan nasional.

Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, seperti yang ada pada latar belakang masalah dan yang berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah di bawah ini:

1. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Propinsi Jawa

Barat?

2. Seberapa besar tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di

Propinsi Jawa Barat?

3. Faktor-faktor apa saja yang secara signifikan mempengaruhi kesenjangan

(32)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini mempunyai tujuan adalah sebagai berikut:

1. mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan selama periode

analisis;

2. mengukur dan menganalisis tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi

antar daerah di Propinsi Jawa Barat;

3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan

ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat;

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini sangat berguna untuk menganalisis perekonomian wilayah serta menyusun rencana yang komprehensif pembangunan ekonomi yang

sesuai dengan potensi wilayah di Propinsi Jawa Barat. Selain itu, hasil dari penelitian ini sangat berguna untuk mengevaluasi kegiatan perekonomian dan

menyusun kebijaksanaan baru untuk pelaksanaan pembangunan di Era Otonomi Daerah.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan

pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006. Hal yang dibahas dalam penelitian ini adalah khusus kesenjangan dilihat dari sudut ekonomi. Dengan semikian, kesenjangan sosial ataupun pembangunan fisik

(33)
(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi 2.1.1 Pertumbuhan Regional

Terdapat tiga model yang umum digunakan untuk menganalisa masalah

regional, yaitu model-model Harrod-Domar, Neo-klasik dan Basis ekspor untuk pertumbuhan regional.

Dalam keseimbangan, tabungan direncanakan terus-menerus sama dengan

investasi yang direncanakan (S=I), berkenaan dengan K (tingkat pertumbuhan modal) kita dapat merumuskan:

I/K = S/K = S/Y . Y/K = s/v

dimana I = investasi, S = tabungan, K = modal, Y = output, s = hasrat menabung, dan v = rasio modal-output.

Model pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan regional dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga

kerja interregional (Richardson, 1991). Daerah-daerah yang memiliki hasrat tabungan tinggi akan bertumbuh semakin cepat dan apabila rasio modal-output semakin rendah. Impor modal netto adalah tambahan kepada tabungan total suatu

daerah, dengan demikian daerah-daerah yang mempunyai surplus impor dapat bertumbuh lebih cepat daripada daerah lain. Daerah-daerah yang mengalami imigrasi netto juga akan bertumbuh lebih cepat daripada daerah-daerah lain.

Pertumbuhan yang mantap memerlukan dipenuhinya syarat bahwa modal dan tenaga kerja harus bertumbuh dengan tingkat yang sama. Jika daerah-daerah yang

(35)

tingkat pertambahan alamiah yang tinggi, maka menurut prediksi dari model Harrod-Domar daerah-daerah tersebut akan cenderung untuk mengimpor modal dan tenaga kerja.

Dalam model Neo-klasik tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, penawaran tenaga kerja dan residu—yang dapat

dinamakan sebagai kemajuan teknik (Richardson, 1991). Jika diasumsikan bahwa tingkat kemajuan teknik adalah fungsi dari waktu, maka dari fungsi produksi:

Y

i

= f

i

(K,L,t)

dapat diturunkan rumus persamaan pertumbuhan

y

i

= a

i

k

i

+ (I- a

i

)n

i

+ T

i

dimana y, k, n dan T masing-masing adalah tingkat pertumbuhan output, tingkat

pertumbuhan modal, tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan kemajuan teknik. a = bagian yang dihasilkan oleh faktor modal (atau produk marginal dari modal

) dan jika kita mengasumsikan hasil skala yang konstan

(constant return

to scale) maka (I – a) = bagian pendapatan yang dihasilkan oleh tenaga kerja,

(yakni

).

Menurut model Basis Ekspor, pertumbuhan suatu daerah adalah tergantung pada pertumbuhan industri-industri ekspornya dan kenaikan permintaan yang bersifat ekstern bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu pokok dari pertumbuhan regional. Sektor-sektor perekonomian suatu daerah

dikelompokan menjadi sektor basis dan non basis. Sektor basis merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif (dibanding daerah lain dalam lingkup

(36)

2.1.2 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi tidak dapat secara sederhana diartikan dengan pertumbuhan ataupun industrialisasi. Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan

ditambah dengan terjadinya perubahan-perubahan (growth plus change), karena adanya dimensi-dimensi kualitatif yang cukup penting dalam proses

pembangunan tersebut. Disadari bahwa dalam proses pembangunan seringkali terjadi dampak yang tidak diinginkan oleh masyarakat, seperti kesenjangan dalam distribusi pendapatan, ketidakadilan dan kemiskinan.

Meier menyebutkan pembangunan ekonomi sebagai,...the process where by the real per capita income of a country increases over a long period of time –

subject to the stipulations that the number below an ‘absolute poverty line’ does

not increase, and that the distribution of income does not become more unequal

(Meier, 1984:6).Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa indikator keberhasilan

suatu pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan, adanya pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (PEP-LIPI, 2001).

Sukirno (1985) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Berdasarkan dari definisi tersebut,

pembangunan ekonomi merupakan: (i) suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus, (ii) usaha untuk menaikan tingkat

pendapatan perkapita, dan (iii) kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang (Prayitno, H dan Budi Santoso, 1996).

Pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses supaya

(37)

menghasilkan pembangunan ekonomi dapat dilihat. Selanjutnya pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita, karena kenaikan ini merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam

kesejahteraan ekonomi masyarakat. Indikator dari laju pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan Produk

Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.

Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,

serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan

keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik,

secara material maupun spiritual (Todaro, 2004).

Beberapa ahli ekonomi membedakan pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Ahli-ahli

ekonomi yang membedakan kedua-dua pengertian tersebut mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai (i) peningkatan dalam pendapatan perkapita

masyarakat, yaitu tingkat pertambahan GDP pada suatu tahun tertentu adalah melebihi dari tingkat pertambahan penduduk, atau (ii) perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat dibarengi oleh perombakan dan modernisasi

(38)

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam GDP, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku

atau tidak3.

Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (2004) ditunjukkan

oleh tiga nilai pokok yaitu : (1) perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya basic needs, (2) meningkatkan rasa harga diri self-esteem masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat

untuk memilih freedom from servitude yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Ketiga hal tersebut merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh

setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) dihampir semua masyarakat

dan budaya sepanjang jaman.

2.2 Konsep Kesenjangan

Dua model pertama (Harrod-Domar dan Neo Klasik) memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat direpresentasikan dengan

kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah. Dalam hal ini, kemampuan daerah untuk menarik kapital jelas sangat beragam sehingga akan berpengaruh

pada kemampuan daerah untuk bertumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan. Ketidakmerataan timbul, dimana

3

(39)

daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang relatif kurang maju tingkat pertumbuhannya juga lambat.

Adanya perbedaan kemajuan antar daerah dijelaskan Myrdal dalam

teorinya, Myrdal berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab-menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan

semakin banyak, dan mereka yang tertinggal menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effects) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effects) cenderung mengecil. Secara kumulatif kecenderungan ini semakin memburuk

ketimpangan internasional dan menyebabkan ketimpangan regional diantara negara-negara terbelakang (Jhingan, 2003).

Myrdal membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal itu ia memakai ide “backwash effects dan spread effects”.

backwash effects didefinisikannya sebagai “semua perubahan yang bersifat merugikan...dari ekspansi ekonomi di suatu tempat...karena sebab-sebab di luar

tempat itu. Dalam istilah ini, Jhingan (2003) memasukan dampak migrasi, perpindahan modal dan perdagangan serta keseluruhan dampak yang timbul dari proses sebab-musabab sirkuler antara faktor-faktor baik “nonekonomi” maupun

“ekonomi”. Spread effects merujuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke

(40)

Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, di wilayah maju permintaan yang meningkat akan merangsang investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan menyebabkan putaran kedua

investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra perkembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.

Demikian Pula perdagangan akan cenderung menguntungkan wilayah maju dan merugikan wilayah kurang maju. Pembangunan industri di wilayah pertama dapat menghancurkan industri yang ada di wilayah terbelakang dan

wilayah yang lebih miskin tetap menjadi wilayah agraris4.

Berdasarkan tingkat kemajuannya, wilayah-wilayah dalam suatu negara

dapat dikelompokan secara ringkas sebagai berikut (Hanafiah, 1988):

1. Wilayah yang terlalu maju, terutama kota-kota besar dimana terdapat

batas pertumbuhan atau polarisasi.

2. Wilayah netral, dicirikan dengan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja

yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan ongkos sosial. Wilayah ini

merupakan satelit bagi wilayah yang telah maju.

3. Wilayah sedang, dicirikan oleh distribusi pendapatan dan kesempatan

kerja yang relatif baik dan gambaran kombinasi antara daerah maju dan

daerah kurang maju, dimana ditemui pula pengangguran dan kelompok masyarakat miskin.

4

(41)

4. Wilayah kurang berkembang, dicirikan dengan tingkat pertumbuhan yang

jauh dibawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional.

5. Wilayah tidak berkembang, dicirikan oleh industri modern tidak pernah

dapat berkembang dalam berbagai skala. Umumnya ditandai oleh daerah

pertanian dengan usahatani subsisten dan kecil, berpenduduk jarang dan tersebar dan tidak terdapat kota atau konsentrasi permukiman yang relatif besar.

Berdasarkan perbedaan kemajuan suatu wilayah untuk tumbuh, maka akan timbul suatu trade-off antara pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi atau

berdasarkan kerangka pemikiran yang melandasi “Hipotesis Kuznets”. Dengan memakai data lintas negara dan data deret waktu dari sejumlah survei atau observasi di setiap negara, Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara

kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang berbentuk U terbalik. Pada awal proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah

besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi, namun setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan ketimpangan menurun, yakni pada saat sektor industri di perkotaan sudah dapat

menyerap sebagian besar dari L yang datang dari pedesaan (sektor pertanian), atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan

pendapatan (Tambunan, 2003). Tingkat Kesenjangan

(42)

Gambar 1. Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets)

Sumber: Tambunan, 2003

2.3 Penelitian Terdahulu

Perhatian utama mengenai kesenjangan di tingkat nasional mulai dilakukan pada awal tahun 1970-an. Tim peneliti dibawah Asmara merupakan

pelopor dalam hal ini. Kesimpulan umum yang dicapai oleh Asmara adalah bahwa kesenjangan antar daerah cukup menonjol, terutama yang berkaitan dengan sumberdaya alam, tingkat produktivitas perkapita, kualitas tenaga kerja, dan

efisiensi penggunaan sumberdaya dan organisasi (Lay, 1993).

Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat nasional

pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dalam Supriantoro (2005) dengan menggunakan formulasi Williamson (CVw) untuk tahun 1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan

menggunakan PDRB diluar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan

belum mengarah pada perbaikan ketimpangan dan faktor yang cenderung menurunkan ketimpangan pendapatan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan kepada Propinsi.

(43)

1984-1993. Hasil yang diperolehnya menunjukan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan selama periode analisis. Tadjoeddin, et al, (2001) melakukan penelitian untuk mengukur tingkat ketimpangan nasional untuk tahun

1993-1998. Ketimpangan dihitung dengan menggunakan PDRB perkapita menurut Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia berdasarkan harga tahun 1993.

Hasil yang diperoleh menunjukan tingkat ketimpangan yang semakin meningkat. Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003), menganalisis ketimpangan antara Indonesia Kawasan Barat (IKB) dan Indonesia Kawasan Timur (IKT)

dengan memakai data PDRB untuk periode 1971-1998. Dengan menggunakan formulasi yang sama, hasil yang diperoleh menunjukan adanya tendensi

peningkatan ketimpangan ekonomi antara Propinsi di Indonesia sejak awal 1970-an.

Tabel 3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Penelitian Terdahulu Diluar Migas

Tahun Uppal &

Handoko Tadjoeddin Tadjoeddin, et al. Sjafrizal

(44)

1989 0,5632 0,493

Sumber: Uppal dan Handoko (1986) dalam Supriantoro (2005) dan Tadjoeddin (1996) dan Tadjoeddin, et al, (2001) dan Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003).

Selain itu, penelitian tentang kesenjangan dilakukan oleh Puspandika (2007) dengan judul Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi

Daerah: Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat. Alat analisis yang digunakan adalah perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-views 5.1 dan SPSS 13.0. Data yang digunakan berupa PDRB per kapita

menurut Propinsi berdasarkan harga konstan tahun 2000, jumlah penduduk menurut Propinsi, data IPM beserta komponen-komponennya.

Berdasarkan penelitiannya menunjukan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar Propinsi di Indonesia pada tahun 2001-2005 berada pada tingkat yang tinggi dan faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia

adalah pengeluaran riil per kapita. Sedangkan PDRB per kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia dan antara pertumbuhan

ekonomi dengan pembangunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tasri et al, (2005) mengenai

kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Barat tahun 1985-2003 dengan menggunakan indeks Williamson. Data yang

(45)

penelitiannya. Hasil yang diperolehnya menunjukan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Barat tahun 1985-2003 berdasarkan indeks Williamson tidak terlalu bervariasi. Selain itu,

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesenjangan ekonomi antar daerah tingkat II di Sumatera Barat tahun 1985-2003 yang berpengaruh positif adalah

sektor perdagangan, sementara variabel pengeluaran pemerintah dan tingkat PDRB tidak berpengaruh positif.

Penelitian mengenai kesenjangan pernah juga dilakukan oleh

Resosudarmo, Budy P dan Yogi Vidyattama (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Regional Income Disparity In Indonesia pada periode 1993-2002. Data

yang digunakan dalam penelitiannya adalah data panel dari beberapa publikasi BPS, BI dan dinas-dinas terkait lainnya. Teknik yang digunakan adalah model spesifikasi umum OLS untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan pendapatan perkapita Propinsi di Indonesia.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa: (1). tingkat kesenjangan

pendapatan perkapita Propinsi Indonesia relatif tinggi dan bahkan lebih tinggi daripada Pakistan, Meksiko, Philipina dan Cina pada pertengahan tahun 90-an, (2). Terjadi pemusatan pertumbuhan GDP Propinsi secara meluas dengan nilai

t-statistik -11,33 pada taraf nyata satu persen, (3). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita Propinsi Indonesia adalah perdagangan bebas

dan kontribusi dari gas dan minyak yang signifikan positif pada taraf nyata lima persen dan satu persen. Variabel investasi pemerintah Propinsi bersifat signifikan positif dan investasi pemerintah daerah bersifat signifikan negatif. Sementara

(46)

pertumbuhan penduduk Propinsi, investasi luar negeri dan koefisien gini tidak secara signifikan mempengaruhi terhadap tingkat pertumbuhan.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang membedakan pada penelitian ini

adalah waktu, tempat, serta untuk melihat dan menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah

(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Pendapatan Regional: Cara Pengukuran

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai kesenjangan pembangunan antar daerah adalah output regional (pendekatan produksi) yang

sangat terkait dengan area tertentu. Dalam hal ini kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil. Output regional disini dipresentasikan oleh Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita.

Untuk menghitung angka-angka PDRB ada 3 pendekatan yang dapat digunakan, dan dijelaskan sebagai berikut (BPS, 2000-2004):

1. Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan

jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi

tersebut dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: (1). Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2). Pertambangan dan

(48)

termasuk jasa pelayanan pemerintah. Sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.

2. Pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas

jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan/enterpreneurship); semuanya

sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung

neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan

akhir yang terdiri dari: (1). Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan

lembaga swasta nirlaba, (2) Konsumsi pemerintah, (3). Pembentukan modal tetap domestik bruto, (4). Perubahan stok dan (5). Ekspor neto

(ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

Secara konsep, tiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir

yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB

(49)

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kesenjangan, yaitu: Kurva Lorenz, Koefisien Gini, indeks Theil, dan CVw (CV

Williamson).

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Misalkan informasi

yang tersedia adalah pendapatan dan jumlah penduduk (bisa menggunakan unit terkecil, seperti individu atau kabupaten/kota). Langkah pertama adalah menyusun penduduk atau individu tersebut secara berurutan sesuai dengan tingkat

pendapatan mereka. Kemudian, bergerak dari yang paling miskin sampai yang paling kaya, kurva lorenz akan memplotkan proporsi dari total pendapatan yang

dikuasai oleh penduduk. Bentuk kurva lorenz, seperti pada gambar di bawah ini. Semakin luas daerah A berarti semakin tinggi derajat ketimpangan.

Gambar 2. Kurva Lorenz

Sumber: Tadjoeddin,et al, 2001

Koefisien gini adalah rasio antara daerah A dan segitiga OPQ, yang nilainya berkisar antara 0 dan 1. Nilai 0 berarti merata sempurna dan nilai 1,

dimana kurva Lorenz berimpit dengan garis diagonal, nilai 1 berarti sempurna tidak merata dimana berarti daerah A sama luasnnya dengan segitiga OPQ.

(50)

G = 1 – (P

i

- P

i-1

) (Y

i

+ Y

i-1

)

Dimana:

G = koefisien Gini

Pi = kumulatif penduduk di grup i

Yi = kumulatif pendapatan di grup i

Indeks Theil digunakan, jika penduduk dikelompokkan secara eksklusif

menurut propinsi dan kabupaten, maka indeks Theil didefinisikan sebagai berikut:

Dimana:

Yij = total pendapatan di Propinsi i, grup j

Y = total pendapatan untuk Indonesia

= rata-rata pendapatan di Propinsi i, grup j = rata-rata pendapatan untuk Indonesia

CV Wiliamson (CVw) pada dasarnya sama dengan coefisien of variance (CV) biasa, dimana standar deviasi dibagi dengan rataan. Formulanya adalah sebagai berikut (Tadjoeddin, et al, 2001):

Dimana:

CVw = weighted coefisient of variation ni = penduduk di daerah i

n = penduduk total

= PDRB per kapita di daerah i

= rata-rata PDRB per kapita untuk semua daerah

3.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Pembangunan Ekonomi

(51)

hal tersebut adalah struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial dari sumberdaya bawaan (Adifa, 2007).

Sehubungan dengan hal tersebut, Hanafiah (1988) menyatakan bahwa

secara alami tingkat pembangunan di berbagai wilayah dalam suatu daerah atau negara adalah tidak sama. Dengan demikian, dalam suatu wilayah tertentu dapat

diidentifikasi adanya wilayah yang kaya, maju, dinamis dan berkembang serta wilayah yang miskin, tradisional, statis dan terbelakang. Wilayah yang kaya adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya alam melimpah dan diikuti oleh

kegiatan manusia yang tinggi sehingga berkembang menjadi wilayah yang maju. Sedangkan wilayah yang miskin adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya

alam yang terbatas dan kegiatan penduduk yang masih rendah sehingga wilayah tersebut lambat berkembang atau wilayah tersebut belum berkembang akibat sumberdaya alamnya yang belum dieksploitasi secara optimal dan berkelanjutan.

Akibat adanya perbedaan tingkat perkembangan wilayah dan tingkat pembangunan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu maka terjadi jurang

kesejahteraan masyarakat antara wilayah kaya dan wilayah miskin. Apabila tidak ada campur tangan pemerintah secara aktif, keadaan tersebut akan bertambah buruk bagi corak pembangunan selanjutnya. Campur tangan pemerintah yang

efektif akan mengatasi kekurangan penyediaan modal dan kapasitas teknologi di wilayah pendukung dalam proses pertumbuhan (Gerschenkron 1962 yang diacu

Adifa 2007).

(52)

wilayah antara lain faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah, administrasi, sosial dan ekonomi.

Secara geografis, pada suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi

perbedaan spasial baik jumlah maupun mutu sumberdaya mineral, sumberdaya pertanian, topografi, iklim, curah hujan dan sebagainya. Apabila wilayah tersebut

mempunyai kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan lebih berkembang.

Faktor sejarah memberikan inspirasi bahwa tingkat perkembangan suatu

masyarakat dalam suatu wilayah cenderung tergantung pada apa yang telah dilakukan pada masa yang lalu. Bentuk organisasi/kelembangaan dan kehidupan

perekonomian pada masa yang lalu merupakan penyebab yang cukup penting, terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan enterpreneurship.

Faktor instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Politik yang tidak stabil akan menyebabkan

ketidakpastian atau keraguan orang atau investor untuk mengembangkan usaha atau menanamkan modal disuatu wilayah, sehingga wilayah tersebut tidak mengalami pertumbuhan. Sementara wilayah lain yang kondisinya relatif stabil

dipilih untuk menginvestasikan modal tersebut (Rustiadi et al, 2004 dalam Adifa 2007).

Kesenjangan yang terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah, diantaranya kebijakan pembangunan nasional masa lalu yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan membangun pusat-pusat pertumbuhan telah

(53)

yang diharapkan bisa terjadi, malah tergantikan oleh backwash effect dari wilayah terbelakang.

Kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai faktor administrasi, sering

terjadi pada wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya manusia yang menjalankan fungsi administrator tersinyalir kurang jujur, kurang terpelajar

kurang terlatih dengan sistem administrasi yang kurang efisien. Sehingga pelayanan publik menjadi tidak efisien dan wilayah tersebut dipastikan tidak memiliki insentif untuk kegiatan investasi dan pertumbuhan wilayahnya pun

menjadi stagnan.

Selanjutnya kesenjangan yang terjadi akibat faktor sosial, sering terjadi

pada wilayah-wilayah yang masih tertinggal atau terisolasi dan masih kental dengan kehidupan atau kepercayaan-kepercayaan primitif/tradisional dan nilai-nilai sosial yang kontra produktif terhadap perkembangan ekonomi.

Selanjutnya Rustiadi et al 2004 dalam Adifa (2007) menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai akibat dari faktor ekonomi, antara

lain mencakup:

1) Perbedaan kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki, seperti:

lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, infrastruktur, organisasi dan

perusahaan.

2) Proses akumulasi dari berbagai faktor seperti lingkaran setan kemiskinan

(Comulative causation of poverty propensity). Ada dua tipe lingkaran setan kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal. Pertama, sumberdaya terbatas dan ketertinggalan masyarakat menjadi sebab dan akibat dari

(54)

rendah, efisiensi rendah, investasi rendah, pengangguran meningkat dan pada akhirnya masyarakat menjadi semakin tertinggal.

3) Pengaruh pasar bebas yang berpengaruh pada spread effect dan backwash

effect. Pengaruh atau kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi (tenaga kerja, modal, perusahaan) dan aktifitas ekonomi

(industri, perdagangan, perbankan dan asuransi) yang dalam ekonomi maju memberikan hasil (return) yang lebih besar cenderung terkonsentrasi di wilayah-wilayah berkembang (maju). Perkembangan wilayah-wilayah

ini ternyata terjadi karena penyerapan sumberdaya dari wilayah-wilayah sekitarnya (backwash effect). Spread effect yang diharapkan terjadi,

ternyata lebih lemah dibanding dengan backwash effect. Sebagai akibatnya wilayah-wilayah atau kawasan yang beruntung akan semakin berkembang sedangkan wilayah-wilayah atau kawasan yang kurang beruntung akan

semakin tertinggal.

4) Terjadi distorsi pasar seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan

spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi/kesenjangan ekonomi antar daerah dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti: (a). PDRB, (c). besar kecilnya Penanaman Modal Asing (PMA), (d). besar kecilnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan (e).

kontribusi dari sektor perdagangan.

(55)

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kebhinekaan yang tinggi, dimana perbedaan antar daerah/wilayah merupakan suatu konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Keanekaragaman

tersebut menimbulkan pola pembangunan ekonomi yang sangat berbeda di masing-masing daerah, sehingga menimbulkan beberapa wilayah mampu tumbuh

dengan cepat, sementara wilayah lainnya tumbuh dengan lambat. Perbedaan pada kemampuan untuk tumbuh tersebut, menimbulkan kesenjangan ekonomi seperti ketimpangan pendapatan antar golongan, antar sektor, antar wilayah, desa-kota,

dan antar daerah dengan sumberdaya alam melimpah dan daerah dengan sumberdaya alam sedikit.

Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan ekonomi yang bersifat sentralistik pada masa Orde Baru sangat berpengaruh juga bagi pembangunan ekonomi Propinsi Jawa Barat. Dimana masalah kesenjangan

merupakan dampak dari pembangunan ekonomi yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi

seluruh rakyat dengan rasa kesadilan. Kesenjangan merupakan masalah yang nyata dan masih dialami oleh masyarakat sekarang ini. Masalah kesenjangan memang tidak dapat dihilangkan, karena merupakan dampak balik (backwash

effect) dari suatu kebijakan pembangunan ekonomi.

Berdasarkan hal diatas penelitian ini berupaya menjawab beberapa tujuan

yaitu mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan selama periode analisis dengan menggunakan Typologi Klasen. Sehingga dapat diketahuai Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat yang mengalami kemajuan/kemunduran

Gambar

Gambar 4. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN
Tabel 8. Pola Pembangunan Ekonomi Propinsi Jawa Barat Menurut Klasen
Gambar 5. Trend Kesenjangan Ekonomi di Propinsi Jawa Barat
Tabel 14. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model Kesenjangan (LNIW)

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan kuasa-Nya yang luar biasa penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

[r]

Pengembangan media pembelajaran fisika pembelajaran berbasis multimedia interaktif terintegrasi dengan lembar kerja siswa dibuat dengan mengikuti langkah yang

mendepatkan nilai akhir 89 yang bisa dikategorikan sangat baik. Aktivitas guru pada saat kegiatan pendahuluan tergolong sangat baik, karena 5 dari 6 aspek mendapatkan

Hal tersebut didasarkan pada hasil perhitungan jumlah siswa pada setiap kategori skor post-test di kelas eksperimen dan kelas kontrol yang juga disajikan dalam

Pengujian terhadap parameter sifat mekanis papan semen-gypsum menunjukkan bahwa semua sifat mekanis papan semen- gypsum yang dibuat dengan curing autoclave lebih

– Return on Working Capital yang dimiliki sudah baik yang perlu dilakukan hanya mempertahankannya... 3) Penggunaan Supply Chain Operations Reference (SCOR) secara umum

Siklus kedua sama dengan siklus pertama. Siklus kedua juga teridiri dari empat tahapan. Pada tahapan perencanaan dilakukan identifikasi masalah yang timbul pada