• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis - Annisa Istiqomah BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis - Annisa Istiqomah BAB II"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A.Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis

Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Menurut Keraf (2007)

penalaran adalah kemampuan seseorang dalam merumuskan pendapat yang

benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkai fakta-fakta

menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Demikian

juga menurut Shadiq (2004) penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu

proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat

suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pernyataan yang

kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

Definisi tentang penalaran menurut Santrock (2014) adalah pemikiran

logis yang menggunakan induksi dan deduksi untuk mencapai sebuah

kesimpulan. Secara umum, definisi penalaran merupakan suatu cara berpikir

untuk menarik suatu kesimpulan, baik kesimpulan bersifat umum dari

hal-hal yang bersifat khusus maupun hal-hal-hal-hal yang bersifat umum menjadi

kesimpulan yang bersifat khusus. Jadi, penalaran merupakan suatu proses

berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang

(2)

Sumarmo (2015) menggolongkan penalaran berdasarkan cara

penarikan kesimpulannya menjadi dua jenis yaitu penalaran induktif dan

penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan kemampuan berpikir

seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik sebuah

kesimpulan yang bersifat umum. Hal ini selaras dengan pendapat Almira

(2014) bahwa penalaran induktif adalah suatu aktivitas berpikir untuk

menarik suatu kesimpulan dari pernyataan khusus yang diketahui.

Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh khusus menuju

konsep atau generalisasi. Penalaran induktif pada prinsipnya menyelesaikan

persoalan matematika dimulai dengan memperhatikan soal atau data. Dari

soal atau data tersebut nantinya diproses sedemikian rupa sehingga dapat

ditarik sebuah kesimpulan. Oleh karena itu proses berpikir induktif meliputi

pengenalan pola, dugaan, dan pembentukan generalisasi.

Berbeda dengan penalaran induktif, pada penalaran deduktif terjadi

proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju ke hal-hal

yang khusus. Sumarmo (2015) berpendapat bahwa penalaran deduktif

adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan sebelumnya yang telah

disepakati. Hal demikian selaras dengan penjelasan Almira (2014) bahwa

proses pembuktian secara deduktif akan melibatkan teori atau rumus

matematika lainnya yang sudah dibuktikan kebenarannya. Kegiatan yang

tergolong dalam penalaran deduktif antara lain, melaksanakan perhitungan

berdasarkan rumus tertentu, menarik kesimpulan logis, dan menyusun

(3)

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran

suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari

kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep matematika bersifat

konsisten. Namun demikian, pembelajaran pada pemahaman konsep dapat

diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif

dan deduktif dapat digunakan untuk mempelajari matematika. Diawali

dengan mengamati beberapa contoh atau fakta, membuat daftar sifat yang

muncul, memperkirakan hasil baru yang diharapkan, kemudian dibuktikan

secara deduktif. Dengan demikian penalaran induktif dan deduktif dapat

digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika

(Shadiq, 2004).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran

matematis adalah proses berpikir secara induktif maupun deduktif dalam

penarikan sebuah kesimpulan yang logis dari permasalahan matematika.

Dalam hal ini, kesimpulan diartikan sebagai penyelesaian atau jawaban dari

suatu permasalahan atau jawaban dari suatu soal. Merujuk pada pernyataan

tersebut, maka dalam penelitian ini indikator yang digunakan oleh peneliti

adalah:

1) Runtut dalam proses penarikan kesimpulan secara deduktif.

Siswa dapat menunjukkan proses penyelesaian hingga jawaban

akhir yang bersifat khusus dari permasalahan matematika yang bersifat

(4)

2) Runtut dalam proses penarikan kesimpulan secara induktif.

Siswa dapat menunjukkan proses penyelesaian hingga jawaban

akhir yang bersifat umum dari permasalahan matematika yang sifatnya

khusus disertai dengan penjelasan yang runtut dan logis.

2. Gaya Berpikir Sekuensial

Gaya merupakan cara yang dimiliki oleh setiap individu dan akan

berbeda-beda. Menurut Santrock (2010), gaya merupakan cara siswa dalam

menggunakan kemampuannya. Berpikir adalah mengelola dan

mentransformasi suatu informasi ke dalam memori. Berpikir sering

dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar, membuat keputusan, dan

memecahkan masalah. Gaya bukanlah sebuah kemampuan yang dimiliki

oleh masing-masing individu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock

(2010) bahwa gaya berpikir bukanlah sebuah kemampuan, melainkan

sebuah cara atau kesenangan yang dipilih seseorang untuk menggunakan

kemampuannya. Selain itu, Setyawan dan Rahman (2013) mengemukakan

bahwa gaya berpikir adalah kecenderungan seseorang dalam menerima,

mengolah, dan memproses informasi yang berbeda, mulai dari proses

hingga kesimpulan yang didapatkan.

Menurut Gregorc (1982) dalam berpikir, seseorang dipengaruhi oleh

dua konsep yaitu:

1) Konsepsi tentang obyek/wujud yang dibedakan menjadi perssepsi

(5)

Persepsi konkret yaitu, proses menerima informasi yang berupa

wujud nyata dengan menggunakan kelima pancaindra sehingga seseorang

lebih cepat menerima informasi dengan jelas secara langsung.

Karakteristik berpikir seseorang dengan persepsi konkret yaitu, mereka

mengambil kesimpulan setelah mereka mengumpulkan fakta dan menilai

sesuatu seperti apa adanya. Berikutnya, persepsi abstrak yaitu berkaitan

dengan imajinasi seseorang. Artinya, seseorang lebih cepat menerima

informasi yang abstrak (tidak kasat mata) dan percaya kepada apa yang

tidak bisa dilihat seseungguhnya. Karakteristik berpikir seseorang dengan

persepsi abstrak yaitu, mereka menganggap sesuatu tidak selalu seperti

apa yang dilihat.

2) Kemampuan pengaturan secara sekuensial (linier) dan acak (non linier).

Proses berpikir sekuensial yaitu berpikir untuk mengolah informasi

dengan cara berurutan, linier, tahap demi tahap. Karakteristik berpikir

seseorang secara sekuensial, mereka mengikuti langkah demi langkah

secara bertahap. Pada proses berpikir acak, informasi akan diolah tanpa

adanya urutan tertentu. Karakteristik berpikir seseorang secara acak,

mereka akan mengerjakan sesuatu dengan asal selesai.

Menurut DePorter dan Hernacki (2016) orang yang termasuk dalam

kategori sekuensial cenderung memiliki dominasi otak kiri. Hal ini

dikarenakan cara berpikir otak kiri yang bersifat logis, sekuensial, linier, dan

rasional. Sisi otak kiri sangat teratur walaupun berdasarkan realitas, ia

(6)

secara acak biasanya termasuk pada dominasi otak kanan. Cara berpikirnya

bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik.

Menurut Gregorc (1982), jika kedua konsep tersebut dikombinasikan,

maka didapat empat tipe gaya berpikir, yaitu sekuensial konkret, sekuensial

abstrak, acak konkret dan acak abstrak. Oleh karena itu, gaya berpikir

adalah suatu proses yang memadukan antara bagaimana seseorang

menerima dan mengolah informasi dalam otak (DePorter dan Hernacki,

2016). Setiap orang sebagai individu berbeda, akan memiliki dan

menggunakan keempat gaya berpikir tersebut. Walaupun demikian, setiap

orang akan memiliki kecenderungan gaya berpikir yang paling dominan

diantara ke empatnya (DePorter dan Hernacki, 2016). Jika dikaitkan dengan

pembelajaran matematika tentunya yang lebih unggul adalah Sekuensial

Abstrak, mengingat bahwa matematika itu hirarki dan abstrak (Setyawan

dan Rahman, 2013). Sementara itu, Suradi (2007) mengemukakan bahwa

cara berpikir siswa SMP masih didominasi oleh tipe sekuensial konkret.

Dari hal tersebut, penelitian ini akan memfokuskan pada gaya berpikir

sekuensial, yaitu sekuensial konkret dan sekuensial abstrak. Alasannya agar

pembahasan lebih mendalam dan karena tipe sekuensial memiliki

karakteristik yang lekat dengan keteraturan, logika, analisis, dan

perhitungan mendetail seperti matematika.

Adapun karakteristik dari tipe gaya berpikir sekuensial menurut

(7)

1) Tipe Sekuensial Konkret (SK)

Pemikir sekuensial konkret berpegang pada kenyataan dan proses

informasi dengan cara yang teratur, linear, dan sekuensial. Realitas

menurut tipe pemikir sekuensial konkret terdiri dari apa yang dapat

mereka ketahui melalui indra fisik mereka, seperti indra penglihatan,

peraba, pendengaran, perasa dan penciuman. Mereka memperhatikan dan

mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta, informasi, rumus,

dan aturan khusus dengan mudah. Cara belajar yang baik untuk tipe

sekuensial konkret adalah membuat dan membaca catatan atau makalah.

Pelajar sekuensial konkret harus mengatur tugas-tugas menjadi proses

tahap demi tahap. Pemikir sekuensial konkret berusaha untuk

mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap dalam menyelesaikan

tugasnya, sehingga mereka cenderung menyukai pengarahan dan

prosedur khusus.

2) Tipe Sekuensial Abstrak (SA)

Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori

metafisis dan pemikiran abstrak. Tipe sekuensial abstrak menyukai

berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi. Proses berpikir

mereka cenderung logis, rasional dan intelektual. Mereka sangat

menghargai orang-orang dan peristiwa yang teratur rapi. Mudah bagi

pemikir sekuensial abstrak untuk melihat hal-hal penting, seperti titik

(8)

Salah seorang pembimbing SuperCamp, John Parker Le Tellier,

merancang sebuah tes untuk membantu mengenali cara berpikir setiap

orang. Hal ini dilakukan dengan membaca beberapa kelompok yang terdiri

dari empat kata, dan memilih dua diantaranya yang paling menggambarkan

atau sesuai dengan kepribadian mereka. Tidak ada jawaban yang benar atau

salah. Setiap orang akan memberikan jawaban yang berbeda, yang

terpenting adalah bersikap jujur.

3. Materi

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), salah

satu materi dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) adalah Bangun Ruang Sisi Datar. Materi ini diajarkan pada kelas 8

semester genap. Kompetensi dasar dan indikator pada materi bangun ruang

sisi datar (sub materi Kubus dan Balok) adalah sebagai berikut:

Standar Kompetensi:

5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya,

serta menentukan ukurannya.

Kompetensi Dasar:

5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan

limas.

Indikator:

5.3.1 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan

(9)

5.3.2 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan

permasalahan yang berkaitan dengan luas permukaan balok.

5.3.3 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan

permasalahan yang berkaitan dengan volume kubus.

5.3.4 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan

permasalahan yang berkaitan dengan volume balok.

B. Penelitian Relevan

Abjul (2014) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa dari analisis

tes kemampuan penalaran siswa, ternyata siswa kelas 8 memiliki kemampuan

penalaran matematika rendah. Ia juga berpendapat bahwa dalam mempelajari

matematika, siswa semestinya tidak mengabaikan konsep yang telah diberikan

sebelumnya, karena mengingat materi matematika itu sangat luas

pembahasannya dan saling berkesinambungan. Adegoke (2013) menjelaskan

bahwa temuan dari studinya menunjukkan tingkat kemampuan penalaran

matematika, memainkan peran utama dalam pencapaian matematika. Oleh

karena itu sangat penting bagi guru untuk dapat membantu siswa dalam

mengembangkan kemampuan penalaran mereka.

Setyawan dan Rahman (2013) menjelaskan bahwa mengetahui proses

berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu soal sebenarnya sangat penting bagi

guru. Guru harus memahami cara berpikir siswa dan cara mengolah informasi

yang masuk dengan mengarahkan siswa untuk mengubah cara berpikirnya jika

itu ternyata diperlukan. Dengan mengetahui proses berpikir siswa, guru dapat

(10)

dilakukan siswa dapat dijadikan sumber informasi belajar dan pemahaman bagi

siswa. Yang tak kalah pentingnnya adalah guru dapat merancang pembelajaran

yang sesuai dengan proses berpikir siswa. Hal serupa diungkapkan oleh

Zollinger dan Martison (2010), mereka menyatakan bahwa pengetahuan

mengenai gaya berpikir penting untuk para pendidik, karena gaya berpikir

dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran siswa pada situasi tertentu,

dan pendidik harus peka terhadap perbedaan gaya berpikir setiap siswa.

Penelitian yang akan dilakukan sedikit berbeda dengan penelitian relevan

yang ada, yaitu akan dilakukan dengan melibatkan dua variabel. Kedua

variabel tersebut adalah kemampuan penalaran matematis siswa dan gaya

berpikir. Dalam penelitian ini, subjeknya pun berbeda dari penelitian pada

umumnya, karena peneliti mengambil responden dari dua jenis kelas yang

berbeda pada suatu sekolah, yaitu kelas reguler dan intensif. Selain itu, dalam

penelitian ini hanya sebatas untuk mengetahui gambaran kemampuan

penalaran matematis yang ditinjau dari gaya berpikir sekuensial. C.Kerangka Pikir

Kemampuan penalaran matematis menjadi penting karena ketika

seseorang menarik kesimpulan dari suatu persoalan matematika, harus

menggunakan nalar untuk menyelesaikannya. Penalaran diartikan sebagai

proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta

yang relevan. Berdasarkan penarikan kesimpulannya terbagi menjadi dua, yaitu

penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif merupakan

(11)

sedangkan penalaran induktif merupakan proses penarikan kesimpulan yang

umum dari permasalahan yang bersifat khusus. Proses penarikan kesimpulan

tersebut, tergantung kepada setiap individu yang dipengaruhi oleh gaya

berpikirnya.

Gaya berpikir diartikan sebagai proses berpikir yang dimiliki setiap orang

dalam menggunakan dominasi otaknya untuk menerima informasi dan

mengatur informasi. Terdapat empat tipe gaya berpikir yaitu sekuensial

konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Apabila dikaitkan

dengan matematika yang urut dan sistematis, tipe gaya berpikir sekuensial

lebih dominan. Hal ini karena tipe sekuensial yang didominasi oleh otak kiri

memiliki karakteristik yang lekat dengan keteraturan, logika, analisis, dan

perhitungan mendetail seperti matematika. Dari gaya berpikir tersebut, dapat

diketahui kemampuan penalaran matematis seseorang sesuai dengan

karakteristiknya. Artinya antara gaya berpikir dengan kemampuan penalaran

matematis memiliki keterkaitan.

Setiap gaya berpikir sekuensial memiliki karakteristik yang berbeda.

Karakteristik gaya berpikir yang lebih dominan ini adalah bagaimana

seseorang memahami masalah matematika dan menyelesaikannya sehingga

dapat menarik kesimpulan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa yang ditinjau dari

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis, dan Interaksi Obat Resep Racikan untuk Pasien Pediatri Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli 2007” ini ditulis

Penerapan pengolahan citra (image processing) bertujuan untuk memperoleh data yang memberikan perintah kepada robot melalui mikrokontroler.. Mikrokontroler akan

Ada beberapa pakar hubungan internasional yang menyebutkan bahwa antara open diplomacy dan publik diplomacy merupakan dua jenis diplomasi dari kelompok yang

Pada alat ini juga dilengkapi dengan pengaturan frekuensi mati sehingga jika terjadi hubung singkat atau beban lebih sebanyak frekuensi mati yang telah ditentukan maka listrik

The advantages of using active voice in writing texts are the sentences can be written shorter and the sentence can be forceful and personal.. Then, the advantages

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) pengaruh faktor harga terhadap keputusan pembelian Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. 2) Pengaruh faktor ketahanan terhadap

Dari hasil pengujian Independent Sample T-Test dengan program SPSS 12 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan pada rasio keuangan antara

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dikaji bahwa faktor- faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa untuk menjadi guru antara lain metode mengajar yang