• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik - HANDIKA AYU MAHARANI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik - HANDIKA AYU MAHARANI BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik adalah penyakit di mana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal

penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan

zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine

(Smeltzer & Bare, 2002).

Sedangkan Baughman dan Hackley (2000) mengatakan bahwa gagal ginjal

kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi

ginjal yang tidak pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan

keseimbangan metabolik dan cairan elektrolit mengalami kegagalan yang

mengakibatkan uremia.

Pada gagal ginjal kronik telah terjadi kerusakan ginjal secara permanen

dimana fungsi ginjal tidak kembali normal, cenderung berlanjut menjadi gagal

ginjal terminal (National Cancer Institute, 2009). Penyebab utama gagal ginjal

kronik adalah diabetes dan tekanan darah tinggi. Diabetes terjadi ketika gula

darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan pada banyak organ dalam tubuh,

termasuk ginjal, jantung, pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah

tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh

darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau kurang terkontrol, tekanan darah

(2)

ginjal kronis. Juga, penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah

tinggi (National Kidney Foundation, 2011).

Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu

mempertahankan lingkungan untuk kelangsungan hidup (Baradero, 2005).

Davey (2005), juga berpendapat bahwa penyebab tingginya kematian pada

gagal ginjal kronik adalah dislipidemia, hipertensi, anemia kronis, gangguan

metabolisme kalsium dan aktivasi sistem renin angiotensin.

B. Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu prosedur pembersihan darah melalui suatu ginjal

buatan dan dibantu pelaksanaannya oleh semacam mesin. Hemodialisa sebagai

terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia.

Hemodialisa merupakan metode pengobatan yang sudah dipakai secara luas

dan rutin dalam program penanggulangan penyakit ginjal akut maupun

penyakit ginjal kronik (Smeltzer & Bare, 2002).

Sedangkan Cahyaningsih (2009) menyimpulkan bahwa hemodialisis

merupakan salah satu pengobatan yang dilakukan pada penderita gagal ginjal

kronik dengan cara memindahkan zat terlarut dalam darah dan air menuju ke

cairan yang sudah diketahui komponennya secara difusi dan ultrafiltrasi.

Peningkatan kadar kreatinin, ureum, asam urat serta elektrolit dapat

diturunkan dengan hemodialisa.

Tujuan dari setiap hemodialisis adalah untuk memastikan bahwa cairan dan

(3)

yaitu ada minimal atau tidak ada reaksi yang merugikan dari pengobatan

seperti hipotensi, kram dan pusing (Corea, Christensen, & Vogel, 2005 dalam

Miguel, 2010).

Sedangkan menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan

hemodialisis antara lain : Pertama, menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi

ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,

kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. Kedua,menggantikan fungsi ginjal

dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin

saat ginjal sehat. Ketiga, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita

penurunan fungsi ginjal. Keempat, menggantikan fungsi ginjal sambil

menunggu program pengobatan yang lain.

Dalam proses hemodialisis diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu

saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk

menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa

metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan

hemodialisis diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang

akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

Proses hemodialisis membutuhkan waktu 4 – 5 jam untuk proses

pembuangan cairan, maksimal mesin dialisis membuang cairan dalam tubuh

adalah 5 Liter,semakin lama durasi dialisis, akan menurunkan angka kematian

atau baik untuk kelangsungan hidup sesorang (Iseki, Tozawa, & Takishita,

(4)

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi hemodialisis mencakup

hal-hal sebagai berikut : hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus,

gangguan keseimbangan dialisis. Pertama hipotensi dapat terjadi selama terapi

dialisis ketika cairan dikeluarkan, kedua emboli udara merupakan komplikasi

yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler

pasien, ketiga nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan

dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh, keempat pruritus dapat terjadi

selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit,

kelima gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang.

Komplikasi ini memungkinkan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala

uremia yang berat, kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit

dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel, mual dan muntah merupakan

peristiwa yang sering terjadi.

C. Berat Badan Kering

Berat kering didefinisikan sebagai berat badan terendah pasien dapat

mentolerir tanpa perkembangan gejala atau hipotensi. Tubuh manusia sehat

stabil terdiri dari cairan dan beberapa kompartemen yang solid, dalam

batas-batas ketat. Sebuah penilaian yang akurat tentang status volume pasien

membutuhkan pengetahuan dari tiga faktor: Pertama, kapasitas kompartemen

tubuh (misalnya cairan, ekstraseluler [ECF] dan cairan intraseluler [ICF]),

(5)

natrium), yang dapat mempengaruhi pergeseran cairan antara kompartemen,

berat badan interdialitik, dan memiliki pengaruh pada keberhasilan

penghapusan cairan selama hemodialisis (Jaeger & Mehta, 1999).

Cridlig, Alquist, Kessler, dan Nadi (2011) juga menambahkan bahwa berat

badan kering harus sesuai dengan berat dari seseorang dengan volume cairan

ekstraseluler yang normal. Pada pasien hemodialisis, itu adalah berat dicapai

pada akhir dari sesi dialisis tanpa hipotensi ortostatik atau hipertensi sampai

sesi berikutnya. Jika berat ini diremehkan, dapat terjadi pada resiko kematian.

Ini juga dapat menyebabkan risiko konstan hipotensi, kram, mual, muntah,

atau iskemia.

Kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan pada penderita gagal

ginjal kronik dengan hemodialisis merupakan hal yang penting untuk

diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh, dapat mengakibatkan kenaikan berat

badan yang cepat (melebihi 5 %), edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak

mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh volume cairan yang

berlebihan dan gejala uremik (Utami, 2011).

Menurut Wittman (2011) mengatakan bahwa ada salah satu cara untuk

menambah berat badan agar mencapainya berat badan kering. Selain

membatasi cairan, caranya adalah dengan mengkonsumsi minyak sayur yang

dimasukan dalam diet. Seperti minyak zaitun. Minyak mengandung sekitar

120 kalori. Bertujuan untuk menggabungkan 2 sdm. Minyak ini ke dalam diet

untuk menambahkan 240 kalori per hari dan mendapatkan sekitar 1/2 L per

(6)

Sedangkan menurut Regina (2012) perlunya mengatur pola makan, selain

asupan cairan adalah dengan membatasi konsumsi protein, mengurangi

konsumsi garam, membatasi asupan kalium. Asupan protein yang sesuai akan

membuat tubuh mendapatkan protein yang cukup tanpa menghasilkan urea

hasil metabolisme protein) berlebihan dan memperberat kerja ginjal.

Kemudian garam, membatasi garam sampai 4-6 gram sehari untuk mencegah

timbunan cairan dalam tubuh dan membantu mengontrol tekanan darah.

Kemudian kalium, karena ginjal yang sudah rusak tidak dapat membuangnya

dari dalam tubuh. Kalium yang tinggi akan menyebabkan irama jantung yang

tidak normal dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

D. Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan dengan Pengendalian Berat Badan Kering pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Pendukung dapat dibentuk untuk membentuk kepatuhan pasien terhadap

mengendalikan berat badan setelah hemodialisis, adapun faktor-faktor yang

dimana mampu membentuk kepatuhan pasien dalam mengendalikan berat

badan keringnya. Diantaranya, yaitu sebagai beikut :

1. Faktor Umur

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan

masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya

adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya

(7)

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

saat beulang tahun.

2. Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan

dan penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit. Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Bondan

(2006), bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk intrapersonal

yang diberikan oleh keluarga kepada pasien berupa perhatian (perasaan

suka, cinta dan empati).

Moran (1997), mengatakan bahwa dukungan keluarga yang baik akan

membuat pasien mau mematuhi dalam membatasi asupan cairan dan

mematuhi pengobatan. Keluarga yang tidak memadai dan lingkungan

keluarga yang tidak mendukung bisa menimbulkan depresi pada pasien

(Cumsille & Epstein 1994 dalam Kerr, Preuss & king 2005).

3. Mekanisme Koping

Sebagai penyesuaian dari stress yang dihadapi, respon terhadap situasi

yang mengancam dan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, maka

diperlukanlah suatu strategi koping. Koping menurut Lazarus, terdiri atas

usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan untuk mengatur kebutuhan

eksternal dan internal tertentu yang membatasi sumber seseorang

(8)

Sedangkan menurut Rasmun (2004) koping adalah proses yang dilalui

oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull. Koping merupakan

respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik

maupun psikologi.

Mengatasi dan beradaptasi dengan penyakit kronis telah sangat

terkait dengan kualitas hidup seseorang, karena tekanan biofisik dan

psikososial terkait dengan penyakit kronis, dan juga dapat memiliki

dampak yang signifikan terhadap individu, keluarga dan interaksi sosial

seseorang dalam dunia sosial (Thomas, 2003).

Ulvik, Johnsen, Nygard, Hanestad, Wahl and Larsen (2008)

menyimpulkan bahwa strategi koping terbagi menjadi 3 macam yaitu :

Confrontatif Problem Solving (pemecahan masalah konfrontasi),

Normalizing Optimistic (normalisasi optimis) dan Combined Emotive

(emosi kombinasi).

a. Confrontatif Problem Solving (pemecahan masalah konfrontasi)

Menggambarkan individu yang selalu berfikir dengan cara yang

berbeda-beda dalam mengatasi keadaan, mencoba mengubah keadaan

dan selalu belajar sesuatu yang baru dalam mengatasi masalah.

b. Normalizing Optimistic (normalisasi optimis)

Menggambarkan individu yang selalu mencoba menjaga keadaan

di bawah kendali, melupakan masalah dan mengalihkannya ke hal

yang lain.

(9)

Menggambarkan reaksi agresif untuk mengubah keadaan atau

masalah yang menggambarkan pula derajat kemarahan atau kebencian

pengambilan resiko. Sering menolak hidup bermasyarakat dan

melarikan diri dari masalah yang dihadapi.

4. Pengetahuan Pasien

Pengetahuan adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan

pengetahuan dari sejumlah orang yang dipadukan secara harmonis dalam

suatu bangunan yang teratur (Hadi, 2001). Menurut Notoatmojo (2005),

pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,

dsb) dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intesitas perhatian dan

persepsi terhadap objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indera pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata).

Menurut kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (1997) dijelaskan

bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sesudah melihat

atau menyaksikan, mengalami atau diajar. Pengetahuan merupakan faktor

penting untuk melakukan perubahan perilaku kesehatan dan pengetahuan

tentang kunjungan neonatal secara tidak langsung akan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan neonatal (Departemen Kesehatan RI,

1999).

Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif (Notoadmojo,2005)

(10)

a. Know (tahu) : diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan terkini adalah

mengingat kembali (recall).

b. Comprehension (memahami) : memahami diartikan sebagai

kemampuan untuk menjelaskan suatu kemampuan secara

benar tentang objek yang telah diketahui sebelumnya dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Application (aplikasi) : diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi tertentu atau

kondisi real atau sebenarnya.

d. Analysis (analisis) : suatu komponen untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tapi masih dalam struktur

organisasi tersebut, ada kaitannya satu sama lain.

e. Synthesis (sintesis) : menunjukkan kepada suatu kemampuan

meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk ke seluruh yang baru.

f. Evaluation (evaluasi) : berkaitan dengan kemampuan untuk

melaksanakan justifikasi atau penelitian terhadap suatu obyek atau

materi.

Pengetahuan Pasien tentang penyakit ginjal telah ditunjukkan untuk

mempengaruhi hasil pasien. Dalam sebuah penelitian terhadap kepatuhan

diet dan Kepatuhan cairan pada pasien Cina tentang HD, lebih dari 50%

(11)

bahwa kepatuhan adalah tergantung pada pengetahuan tentang kesehatan

dengan diet (Lee & Molassiotis, 2002 dalam Wells, 2011).

5. Sikap Pasien

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau

objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya

tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2004).

Walgito (2003) mengatakan bahwa sikap mempunyai perbedaan

dengan pendorong lain yang ada dalam diri manusia itu. Untuk

membedakan sikap dengan pendorong-pendorong yang lain, ada beberapa

ciri atau sifat dari sikap tersebut, yaitu : Pertama, sikap itu tidak dibawa

sejak lahir. Kedua, sikap terbentuk dalam perkembangan individu yang

bersangkutan. Ketiga, Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar.

Kemudian yang keempat, Sikap itu mengandung faktor perasaan dan

motivasi.

Sedangkan Azwar (2005) menggolongkan definisi sikap dalam tiga

kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau

reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah

perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak

mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua,

sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut

(12)

dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan

berperilaku terhadap suatu objek.

6. Status Ekonomi Pasien

Status ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu

masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti

tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi

kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga.

Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak.

Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer

maupun skunder (Soetjiningsih, 2004).

Tingkat Ekonomi Geimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2010)

membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi: Adekuat, marginal,

miskin dan sangat miskin.

Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu

permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua.

Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara realisitis. Pada

tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa

yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran. Miskin,

Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan

yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas

kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau

tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan

(13)

keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang

terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.

Hanya sebagian kecil (20-30%) yang mampu menjalani program terapi

pengganti ginjal oleh karena terapi tesebut hanya tersedia pada senter

tertentu dan biaya terapi yang cukup mahal. Terapi ginjal merupakan

tindakan rutin di setiap pusat ginjal seperti dialisis dan hemodialisis

(Sukandar, 1997).

Keterkaitan konsep pada penelitian ini akan dihubungkan dalam

nursing teori / teori keperawatan Orlando. Teori keperawatan Orlando

menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan perawat, apa

yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan

sebagai orang pertama yang mengidentifikasi dan menekankan

elemen-elemen pada proses keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi

pasien dalam proses keperawatan.

Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi

antara dua orang. Ketika perawat menggunakan proses ini untuk

mengkomunikasikan reaksinya dalam merawat pasien, orlando

menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Itu merupakan alat

yang dapat perawat gunakan untuk melaksanakan fungsinya dalam

merawat pasien.

Orlando menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama

yaitu fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon

(14)

1. Tanggung jawab perawat

Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien

butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut misalnya kenyamanan

fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam

pemantauan. Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk

membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui benar peran

profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang

dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna

mencapai tujuan dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas

spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat

dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih

terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi

kewenangannya.

2. Mengenal perilaku pasien

Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang

dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien.

3. Reaksi segera

Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan

pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari

perawat dan persepsi individu pasien , berfikir dan merasakan.

4. Disiplin proses keperawatan

Menurut George (1995) dalam buku nursing theories mengartikan

(15)

yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan

pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat

terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan,

mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk

melakukan tidakan yang tepat.

5. Kemajuan / peningkatan

Peningkatan berari tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan

produktif.

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa disiplin proses keperawatan

dalam nursing procces theory dikenal dengan sebutan proses disiplin atau

proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi

perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi

permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan

untuk validasi atau perbaikan (Tomey & Alligood, 2006). Disiplin proses

keperawatan didasarkan pada ” proses bagaimana seseorang bertindak”.

Tujuan dari proses disiplin ketika digunakan antara perawat dan pasien

adalah untuk membantu pemenuhan kebutuhan pasien. Peningkatan

perilaku pasien merupakan indikasi dari pemenuhan kebutuhan sebagai

(16)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori hubungan antara perawat, pasien, perilaku pasien, faktor pengendalian Berat Badan Kering pasien

Sumber : Orlando (1926) dalam nursing theories, George, 1995 berat badan kering :

(17)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep faktor-faktor pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis

G. Hipotesis

Ada hubungan antara faktor umur, faktor dukungan keluarga, faktor

mekanisme koping, faktor pengetahuan, faktor sikap pasien, faktor status

ekonomi dengan pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal

kronik dengan Hemodialisis. Variable Independen

Faktor-faktor pengendalian berat badan kering :

a. Faktor pengetahuan

b. Faktor sikap Pasien

c. Faktor koping individu

d. Faktor dukungan keluarga

e. Faktor status ekonomi

Variable Dependen:

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori hubungan antara perawat, pasien, perilaku pasien,
Gambar 2.2 Kerangka konsep faktor-faktor pengendalian berat badan kering pada

Referensi

Dokumen terkait

Populasi penelitian adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak yang berusia 6 bulan dibawah 1 tahun yang diberikan ASI Ekslusif yang tinggal dengan mertua dan

Dalam karya ini sama sekali tidak menggunakan caption title yang muncul pada atau ketika adegan berlangsung, akan tetapi kami menggunakan opening title dan

Tujuan umum: memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).. Pembahasan:

Dalam meningkatkan kemampuan passing bawah pada cabang permainan bola voli pada siswa SMP Negeri 1 Randangan, dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran STAD

Cerai gugat adalah perceraian yang diajukan oleh pihak sang isteri. kepada Pengadilan Agama dan perceraian itu terjadi dengan

Arifin Billah yang kemudian diwariskan kepada para santri dan masyarakat sekitar dengan. berpegang pada Kitab Bayt 12 yang diwariskan secara turun temurun, juga

Fastel Sarana Indonesia (pemasangan antena dan BTS yang berada di gedung Negara Grahadi), membayar uang sewa sebesar Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) setiap

Perancangan komik digital matematika pada webtoon ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa SMP terhadap pelajaran matematika dan memberikan metode pembelajaran yang