BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah penyakit di mana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine
(Smeltzer & Bare, 2002).
Sedangkan Baughman dan Hackley (2000) mengatakan bahwa gagal ginjal
kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi
ginjal yang tidak pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik dan cairan elektrolit mengalami kegagalan yang
mengakibatkan uremia.
Pada gagal ginjal kronik telah terjadi kerusakan ginjal secara permanen
dimana fungsi ginjal tidak kembali normal, cenderung berlanjut menjadi gagal
ginjal terminal (National Cancer Institute, 2009). Penyebab utama gagal ginjal
kronik adalah diabetes dan tekanan darah tinggi. Diabetes terjadi ketika gula
darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan pada banyak organ dalam tubuh,
termasuk ginjal, jantung, pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah
tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh
darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau kurang terkontrol, tekanan darah
ginjal kronis. Juga, penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi (National Kidney Foundation, 2011).
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan untuk kelangsungan hidup (Baradero, 2005).
Davey (2005), juga berpendapat bahwa penyebab tingginya kematian pada
gagal ginjal kronik adalah dislipidemia, hipertensi, anemia kronis, gangguan
metabolisme kalsium dan aktivasi sistem renin angiotensin.
B. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu prosedur pembersihan darah melalui suatu ginjal
buatan dan dibantu pelaksanaannya oleh semacam mesin. Hemodialisa sebagai
terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia.
Hemodialisa merupakan metode pengobatan yang sudah dipakai secara luas
dan rutin dalam program penanggulangan penyakit ginjal akut maupun
penyakit ginjal kronik (Smeltzer & Bare, 2002).
Sedangkan Cahyaningsih (2009) menyimpulkan bahwa hemodialisis
merupakan salah satu pengobatan yang dilakukan pada penderita gagal ginjal
kronik dengan cara memindahkan zat terlarut dalam darah dan air menuju ke
cairan yang sudah diketahui komponennya secara difusi dan ultrafiltrasi.
Peningkatan kadar kreatinin, ureum, asam urat serta elektrolit dapat
diturunkan dengan hemodialisa.
Tujuan dari setiap hemodialisis adalah untuk memastikan bahwa cairan dan
yaitu ada minimal atau tidak ada reaksi yang merugikan dari pengobatan
seperti hipotensi, kram dan pusing (Corea, Christensen, & Vogel, 2005 dalam
Miguel, 2010).
Sedangkan menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan
hemodialisis antara lain : Pertama, menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi
ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. Kedua,menggantikan fungsi ginjal
dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin
saat ginjal sehat. Ketiga, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal. Keempat, menggantikan fungsi ginjal sambil
menunggu program pengobatan yang lain.
Dalam proses hemodialisis diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu
saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk
menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan
hemodialisis diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang
akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).
Proses hemodialisis membutuhkan waktu 4 – 5 jam untuk proses
pembuangan cairan, maksimal mesin dialisis membuang cairan dalam tubuh
adalah 5 Liter,semakin lama durasi dialisis, akan menurunkan angka kematian
atau baik untuk kelangsungan hidup sesorang (Iseki, Tozawa, & Takishita,
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi hemodialisis mencakup
hal-hal sebagai berikut : hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus,
gangguan keseimbangan dialisis. Pertama hipotensi dapat terjadi selama terapi
dialisis ketika cairan dikeluarkan, kedua emboli udara merupakan komplikasi
yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler
pasien, ketiga nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan
dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh, keempat pruritus dapat terjadi
selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit,
kelima gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang.
Komplikasi ini memungkinkan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala
uremia yang berat, kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit
dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel, mual dan muntah merupakan
peristiwa yang sering terjadi.
C. Berat Badan Kering
Berat kering didefinisikan sebagai berat badan terendah pasien dapat
mentolerir tanpa perkembangan gejala atau hipotensi. Tubuh manusia sehat
stabil terdiri dari cairan dan beberapa kompartemen yang solid, dalam
batas-batas ketat. Sebuah penilaian yang akurat tentang status volume pasien
membutuhkan pengetahuan dari tiga faktor: Pertama, kapasitas kompartemen
tubuh (misalnya cairan, ekstraseluler [ECF] dan cairan intraseluler [ICF]),
natrium), yang dapat mempengaruhi pergeseran cairan antara kompartemen,
berat badan interdialitik, dan memiliki pengaruh pada keberhasilan
penghapusan cairan selama hemodialisis (Jaeger & Mehta, 1999).
Cridlig, Alquist, Kessler, dan Nadi (2011) juga menambahkan bahwa berat
badan kering harus sesuai dengan berat dari seseorang dengan volume cairan
ekstraseluler yang normal. Pada pasien hemodialisis, itu adalah berat dicapai
pada akhir dari sesi dialisis tanpa hipotensi ortostatik atau hipertensi sampai
sesi berikutnya. Jika berat ini diremehkan, dapat terjadi pada resiko kematian.
Ini juga dapat menyebabkan risiko konstan hipotensi, kram, mual, muntah,
atau iskemia.
Kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan pada penderita gagal
ginjal kronik dengan hemodialisis merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh, dapat mengakibatkan kenaikan berat
badan yang cepat (melebihi 5 %), edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak
mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh volume cairan yang
berlebihan dan gejala uremik (Utami, 2011).
Menurut Wittman (2011) mengatakan bahwa ada salah satu cara untuk
menambah berat badan agar mencapainya berat badan kering. Selain
membatasi cairan, caranya adalah dengan mengkonsumsi minyak sayur yang
dimasukan dalam diet. Seperti minyak zaitun. Minyak mengandung sekitar
120 kalori. Bertujuan untuk menggabungkan 2 sdm. Minyak ini ke dalam diet
untuk menambahkan 240 kalori per hari dan mendapatkan sekitar 1/2 L per
Sedangkan menurut Regina (2012) perlunya mengatur pola makan, selain
asupan cairan adalah dengan membatasi konsumsi protein, mengurangi
konsumsi garam, membatasi asupan kalium. Asupan protein yang sesuai akan
membuat tubuh mendapatkan protein yang cukup tanpa menghasilkan urea
hasil metabolisme protein) berlebihan dan memperberat kerja ginjal.
Kemudian garam, membatasi garam sampai 4-6 gram sehari untuk mencegah
timbunan cairan dalam tubuh dan membantu mengontrol tekanan darah.
Kemudian kalium, karena ginjal yang sudah rusak tidak dapat membuangnya
dari dalam tubuh. Kalium yang tinggi akan menyebabkan irama jantung yang
tidak normal dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
D. Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan dengan Pengendalian Berat Badan Kering pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis Pendukung dapat dibentuk untuk membentuk kepatuhan pasien terhadap
mengendalikan berat badan setelah hemodialisis, adapun faktor-faktor yang
dimana mampu membentuk kepatuhan pasien dalam mengendalikan berat
badan keringnya. Diantaranya, yaitu sebagai beikut :
1. Faktor Umur
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan
masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya
adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat beulang tahun.
2. Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan
dan penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Bondan
(2006), bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk intrapersonal
yang diberikan oleh keluarga kepada pasien berupa perhatian (perasaan
suka, cinta dan empati).
Moran (1997), mengatakan bahwa dukungan keluarga yang baik akan
membuat pasien mau mematuhi dalam membatasi asupan cairan dan
mematuhi pengobatan. Keluarga yang tidak memadai dan lingkungan
keluarga yang tidak mendukung bisa menimbulkan depresi pada pasien
(Cumsille & Epstein 1994 dalam Kerr, Preuss & king 2005).
3. Mekanisme Koping
Sebagai penyesuaian dari stress yang dihadapi, respon terhadap situasi
yang mengancam dan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, maka
diperlukanlah suatu strategi koping. Koping menurut Lazarus, terdiri atas
usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan untuk mengatur kebutuhan
eksternal dan internal tertentu yang membatasi sumber seseorang
Sedangkan menurut Rasmun (2004) koping adalah proses yang dilalui
oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull. Koping merupakan
respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik
maupun psikologi.
Mengatasi dan beradaptasi dengan penyakit kronis telah sangat
terkait dengan kualitas hidup seseorang, karena tekanan biofisik dan
psikososial terkait dengan penyakit kronis, dan juga dapat memiliki
dampak yang signifikan terhadap individu, keluarga dan interaksi sosial
seseorang dalam dunia sosial (Thomas, 2003).
Ulvik, Johnsen, Nygard, Hanestad, Wahl and Larsen (2008)
menyimpulkan bahwa strategi koping terbagi menjadi 3 macam yaitu :
Confrontatif Problem Solving (pemecahan masalah konfrontasi),
Normalizing Optimistic (normalisasi optimis) dan Combined Emotive
(emosi kombinasi).
a. Confrontatif Problem Solving (pemecahan masalah konfrontasi)
Menggambarkan individu yang selalu berfikir dengan cara yang
berbeda-beda dalam mengatasi keadaan, mencoba mengubah keadaan
dan selalu belajar sesuatu yang baru dalam mengatasi masalah.
b. Normalizing Optimistic (normalisasi optimis)
Menggambarkan individu yang selalu mencoba menjaga keadaan
di bawah kendali, melupakan masalah dan mengalihkannya ke hal
yang lain.
Menggambarkan reaksi agresif untuk mengubah keadaan atau
masalah yang menggambarkan pula derajat kemarahan atau kebencian
pengambilan resiko. Sering menolak hidup bermasyarakat dan
melarikan diri dari masalah yang dihadapi.
4. Pengetahuan Pasien
Pengetahuan adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan
pengetahuan dari sejumlah orang yang dipadukan secara harmonis dalam
suatu bangunan yang teratur (Hadi, 2001). Menurut Notoatmojo (2005),
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dsb) dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intesitas perhatian dan
persepsi terhadap objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata).
Menurut kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (1997) dijelaskan
bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sesudah melihat
atau menyaksikan, mengalami atau diajar. Pengetahuan merupakan faktor
penting untuk melakukan perubahan perilaku kesehatan dan pengetahuan
tentang kunjungan neonatal secara tidak langsung akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan neonatal (Departemen Kesehatan RI,
1999).
Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif (Notoadmojo,2005)
a. Know (tahu) : diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan terkini adalah
mengingat kembali (recall).
b. Comprehension (memahami) : memahami diartikan sebagai
kemampuan untuk menjelaskan suatu kemampuan secara
benar tentang objek yang telah diketahui sebelumnya dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Application (aplikasi) : diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi tertentu atau
kondisi real atau sebenarnya.
d. Analysis (analisis) : suatu komponen untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tapi masih dalam struktur
organisasi tersebut, ada kaitannya satu sama lain.
e. Synthesis (sintesis) : menunjukkan kepada suatu kemampuan
meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu
bentuk ke seluruh yang baru.
f. Evaluation (evaluasi) : berkaitan dengan kemampuan untuk
melaksanakan justifikasi atau penelitian terhadap suatu obyek atau
materi.
Pengetahuan Pasien tentang penyakit ginjal telah ditunjukkan untuk
mempengaruhi hasil pasien. Dalam sebuah penelitian terhadap kepatuhan
diet dan Kepatuhan cairan pada pasien Cina tentang HD, lebih dari 50%
bahwa kepatuhan adalah tergantung pada pengetahuan tentang kesehatan
dengan diet (Lee & Molassiotis, 2002 dalam Wells, 2011).
5. Sikap Pasien
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya
tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2004).
Walgito (2003) mengatakan bahwa sikap mempunyai perbedaan
dengan pendorong lain yang ada dalam diri manusia itu. Untuk
membedakan sikap dengan pendorong-pendorong yang lain, ada beberapa
ciri atau sifat dari sikap tersebut, yaitu : Pertama, sikap itu tidak dibawa
sejak lahir. Kedua, sikap terbentuk dalam perkembangan individu yang
bersangkutan. Ketiga, Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar.
Kemudian yang keempat, Sikap itu mengandung faktor perasaan dan
motivasi.
Sedangkan Azwar (2005) menggolongkan definisi sikap dalam tiga
kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua,
sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut
dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek.
6. Status Ekonomi Pasien
Status ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu
masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti
tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi
kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga.
Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak.
Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer
maupun skunder (Soetjiningsih, 2004).
Tingkat Ekonomi Geimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2010)
membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi: Adekuat, marginal,
miskin dan sangat miskin.
Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu
permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua.
Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara realisitis. Pada
tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa
yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran. Miskin,
Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan
yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas
kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau
tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan
keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang
terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.
Hanya sebagian kecil (20-30%) yang mampu menjalani program terapi
pengganti ginjal oleh karena terapi tesebut hanya tersedia pada senter
tertentu dan biaya terapi yang cukup mahal. Terapi ginjal merupakan
tindakan rutin di setiap pusat ginjal seperti dialisis dan hemodialisis
(Sukandar, 1997).
Keterkaitan konsep pada penelitian ini akan dihubungkan dalam
nursing teori / teori keperawatan Orlando. Teori keperawatan Orlando
menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan perawat, apa
yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan
sebagai orang pertama yang mengidentifikasi dan menekankan
elemen-elemen pada proses keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi
pasien dalam proses keperawatan.
Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi
antara dua orang. Ketika perawat menggunakan proses ini untuk
mengkomunikasikan reaksinya dalam merawat pasien, orlando
menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Itu merupakan alat
yang dapat perawat gunakan untuk melaksanakan fungsinya dalam
merawat pasien.
Orlando menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama
yaitu fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon
1. Tanggung jawab perawat
Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien
butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut misalnya kenyamanan
fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam
pemantauan. Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk
membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui benar peran
profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang
dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna
mencapai tujuan dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas
spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat
dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih
terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi
kewenangannya.
2. Mengenal perilaku pasien
Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang
dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien.
3. Reaksi segera
Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan
pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari
perawat dan persepsi individu pasien , berfikir dan merasakan.
4. Disiplin proses keperawatan
Menurut George (1995) dalam buku nursing theories mengartikan
yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan
pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat
terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan,
mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk
melakukan tidakan yang tepat.
5. Kemajuan / peningkatan
Peningkatan berari tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan
produktif.
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa disiplin proses keperawatan
dalam nursing procces theory dikenal dengan sebutan proses disiplin atau
proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi
perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi
permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan
untuk validasi atau perbaikan (Tomey & Alligood, 2006). Disiplin proses
keperawatan didasarkan pada ” proses bagaimana seseorang bertindak”.
Tujuan dari proses disiplin ketika digunakan antara perawat dan pasien
adalah untuk membantu pemenuhan kebutuhan pasien. Peningkatan
perilaku pasien merupakan indikasi dari pemenuhan kebutuhan sebagai
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori hubungan antara perawat, pasien, perilaku pasien, faktor pengendalian Berat Badan Kering pasien
Sumber : Orlando (1926) dalam nursing theories, George, 1995 berat badan kering :
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep faktor-faktor pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis
G. Hipotesis
Ada hubungan antara faktor umur, faktor dukungan keluarga, faktor
mekanisme koping, faktor pengetahuan, faktor sikap pasien, faktor status
ekonomi dengan pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal
kronik dengan Hemodialisis. Variable Independen
Faktor-faktor pengendalian berat badan kering :
a. Faktor pengetahuan
b. Faktor sikap Pasien
c. Faktor koping individu
d. Faktor dukungan keluarga
e. Faktor status ekonomi
Variable Dependen: