• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFATAAN

Drosophila melanogaster

SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM

MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL

Ahmad Fauzi

1

, Aloysius Duran Corebima

2

1 Pascasarjana Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang

fauzizou91@gmail.com

ABSTRAK

Hukum pewarisan Mendel merupakan hukum yang dijabarkan oleh Gregor Johan Mendel dan dipelajari dalam materi pewarisan sifat. Laporan terdahulu melaporkan bahwa pewarisan Mendel merupakan salah satu materi yang cukup sulit dipelajari oleh peserta didik. Kegiatan praktikum yang bertujuan untuk memperlihatkan keberadaan hukum Mendel di dunia nyata dapat digunakan sebagai alternatif cara agar materi pola pewarisan sifat menjadi lebih mudah dipelajari oleh peserta didik. Drosophila melanogaster

merupakan organisme model yang dapat digunakan sebagai media dalam mempelajari pola pewarisan sifat bagi para siswa. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa melalui persilangan berbagai strain D. melanogaster, pola pewarisan Mendel dapat teramati. Prosedur persilangan, data hasil penelitian, serta teknik analisis yang dilakukandapat digunakan sebagai dasar dalam memanfaatkan D. melanogaster dalam kegiatan pembelajaran. Pada penelitian ini, persilangan strain N x e, N x bse, dan

testcross N x bcl secara berturut-turut digunakan untuk memperlihatkan pola pewarisan Mendel I, Mendel II, dan menunjukkan pemisahan dan pilihan bebas tidak terjadi pada tingkat gen, melainkan kromosom.

Hasil anakan F2 pada persilangan N x e memenuhi rasio 3:1, hasil anakan F2 pada persilangan N x bse

memenuhi rasio 9:3:3:1, sedangkan hasil testcross N x bcl memperlihatkan peristiwa pilihan bebas terjadi pada tingkat kromosom.

Kata kunci: Drosophila melanogaster,hukum Mendel I, hukum Mendel II, pewarisan sifat

PENDAHULUAN

Hukum pemisahan dan hukum pilihan bebas merupakan hukum yang dirumuskan oleh G. J. Mendel pada tahun 1865 (Corebima, 2013). Secara garis besar, hukum pemisahan Mendel menjelaskan terkait keberadaan sepasang faktor yang mengendalikan setiap karakter akan memisah pada waktu pembentukan gamet. Pada hukum pilihan bebas, Mendel menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain (Klug, dkk., 2012; Snustad dan Simmons, 2012; Corebima, 2013). Istilah faktor yang dijelaskan oleh Mendel tersebut dikemudian hari dikenal dengan istilah gen.

Hukum pewarisan Mendel merupakan salah satu materi yang dipelajari peserta didik, baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Pada tingkatan SMA, kajian terkait Hukum Mendel dipelajari peserta didik saat duduk di bangku kelas XII, tepatnya saat memasuki KD 3.9 dan 4.10. Pada tingkatan perguruan tinggi, kajian terkait Hukum Mendel dipelajari mahasiswa jurusan biologi ketika mereka menempuh perkuliahan Genetika.

Sebagian siswa SMA merasa bahwa materi pewarisan sifat merupakan materi yang cukup sulit. Hal tersebut terungkap dari wawancara yang telah dilakukan terhadap siswa-siswa SMAN kelas XII di Kabupaten

Malang. Sampel siswa tersebut menyatakan bahwa genetika dan pewarisan sifat merupakan materi yang cukup sulit. Bahkan 70% sampel mengatakan bahwa materi genetika dan pewarisan sifat merupakan materi tersulit di dalam mata pelajaran biologi. Hasil wawancara tersebut sesuai dengan laporan Cimer (2011) yang melaporkan bahwa hukum pewarisan Mendel merupakan salah satu materi berkategori sulit dipelajari oleh peserta didik.

Genetika berkembang melalui penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan. Persilangan dilakukan para peneliti terdahulu sebagai usaha untuk mengungkap berbagai pola pewarisan sifat. Dari fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa persilangan merupakan ciri kegiatan inkuiri dari berbagai ilmuwan yang turut mengembangkan konsep genetika yang dipelajari di bangku sekolah saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, satu solusi yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kesulitan siswa dalam memahami materi pewarisan sifat adalah dengan memfasilitasi siswa untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut. Pembelajaran seperti ini merupakan pembelajaran yang menurut Srisawasdi (2012) sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran sains.

(2)

Drosophila melanogasster adalah satu organisme model yang sering digunakan dalam mempelajari berbagai konsep biologi. Organisme ini telah digunakan sebagai organisme model selama berabad-abad untuk mempelajari berbagai aspek dalam proses biologi, termasuk genetika dan pewarisan sifat, perkembangan embrio, perilaku, dan penuaan (Jennings, 2011). Beberapa laporan penelitian, semisal Fauzi, dkk. (2015) dan Fauzi dan Corebima (2015) juga memilih D. melanogaster sebagai organisme model dalam penelitiannya karena beberapa keuntungan teknis, semisal tidak membutuhkan biaya yang cukup besar dalam membudidayakannya serta memiliki siklus hidup yang sangat pendek. Dari keuntungan teknis tersebut, D. melanogaster juga dapat dicalonkan sebagai organisme model dalam mempelajari hukum pewarisan Mendel di bangku-bangku sekolah.

Penelitian yang bertujuan untuk

mendemonstrasikan bahwa D. melanogaster dapat menunjukkan keberadaan pola pewarisan Mendel perlu dilakukan. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai usaha untuk lebih mempopulerkan kembali keberadaan D. melanogaster yang berpotensi dapat membantu siswa mempelajari pola pewarisan sifat. Pada penelitian ini, persilangan monohibrid dan dihibrid digunakan untuk mendemonstrasikan hukum Mendel I dan II. Testcross

dihibrid yang melibatkan dua lokus yang terletak pada satu kromosom juga dilakukan untuk memperlihatkan bahwa pilihan bebas sebenarnya terjadi pada tingkat kromosom, bukan gen.

METODE PENELITIAN

1) Penyiapan organisme dan kondisi lingkungan

D. melanogaster strain Normal (N), ebony (e), black sepia (bse), dan black clot eyes (bcl) dari Laboratorium Genetika FMIPA UM digunkana dalam penelitian ini (Gambar 1.a). Lalat dikultur di dalam botol gelas berbentuk silinder bervolume 200 ml, dengan diameter 7 cm dan tinggi 9 cm. Botol tersebut diisi medium standard sebanyak 30 ml (Gambar 1.b). Kultur lalat tersebut disimpan di ruang penelitian dengan kisaran temperatur lingkungan alami, yaitu 25-30 oC.

2) Komposisi medium

Medium terdiri dari ± 2500 ml air, 700 g pisang (varietas Raja Mala), 200 g tape singkong, dan 100 g gula merah. Campuran tersebut di masak selama 45 menit. Medium tersebut cukup digunakan untuk mengisi 35 gelas kultur. 3) Persilangan monohibrid

Persilangan strain N x e (P1) digunakan untuk mendemonstrasikan keberadaan hukum Mendel I. Anakan dari persilangan tersebut (F1) digunakan sebagai

P2. Anakan dari P2 (F2) dicatat untuk dianalisis lebih lanjut.

4) Persilangan dihibrid

Persilangan strain N x bse (P1) digunakan untuk

mendemonstrasikan keberadaan hukum Mendel II. Anakan dari persilangan tersebut (F1) digunakan sebagai P2. Anakan dari P2 (F2) dicatat untuk dianalisis lebih lanjut.

Gambar 1. A. D. melanogaster strain N; B. strain e; C. strain bcl; D. botol kultur

5) Testcross

Persilangan strain N x bcl (P1) digunakan untuk mendemonstrasikan bahwa pilihan bebas terjadi pada tingkat kromosom. Anakan betina dari persilangan tersebut (F1) disilangkan dengan jantan bcl. Persilangan tersebut berstatus sebagai P2. Anakan dari P2 (F2) dicatat untuk dianalisis lebih lanjut.

6) Analisis data

Data yang dianalisis adalah data F2 dari setiap persilangan. Chi-square dipilih sebagai uji statistik dalam analisis data. Rasio yang digunakan sebagai dasar dalam uji Chi-square berasal dari hasil rekonstruksi persilanganyang dilakukan dengan acuan hukum Mendel I dan II.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1) Persilangan monohibrid

Hasil rekonstruksi persilangan monohibrid antara strain N dan e tertera pada Gambar 2. Berdasarkan rekonstruksi persilangan tersebut, dapat diketahui bahwa rasio fenotip

A B

(3)

F2 yang diharapkan adalah 3 (N) : 1 (e). Rasio tersebut digunakan sebadai dasar frekuensi harapan pada uji

chi-square. Hasil uji chi-square persilangan N x e tersebut tertera pada Tabel 1.

Gambar 2. Rekonstruksi kromosom persilangan D. melanogaster strain N x e

Tabel 1. Analisis data persilangan D. melanogaster strain N x e

Persilangan Fenotip

F2 f0 fh fo-fh (fo-fh)2 Chi tabel

N x e N 434 421,5 12,5 156,25 0,370699881

e 128 140,5 -12,5 156,25 1,112099644

Total 562 562 1,482799526 3,841459

Tabel 2. Analisis data persilangan D. melanogaster strain N x bse

Persilangan Jenis Kelamin f0 fh fo-fh (fo-fh) 2 Chi tabel N x bse N 223 208,6875 14,3125 204,8476563 0,98160003 b 69 69,5625 -0,5625 0,31640625 0,004548518 se 57 69,5625 -12,5625 157,8164063 2,268699461 bse 22 23,1875 -1,1875 1,41015625 0,060815364 Total 371 371 3,315663372 7,815

Tabel 3. Analisis data persilangan D. melanogaster strain N x bcl

Persilangan Jenis Kelamin f0 fh fo-fh (fo-fh) 2 Chi tabel N x bcl N 354 222,25 131,75 17358,0625 78,10151856 b 126 222,25 -96,25 9264,0625 41,68307087 cl 162 222,25 -60,25 3630,0625 16,3332396 bcl 247 222,25 24,75 612,5625 2,756186727 Total 889 889 138,8740157 7,814728

(4)

Gambar 3. Rekonstruksi kromosom persilangan D. melanogaster strain N x bse

(5)

Berdasarkan hasil uji chi-square, dapat diketahui bahwa nilai chi hitung (1,483) < chi tabel (3,84). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi rasio anakan F2 berupa 3 (N) : 1 (e) diterima. 2) Persilangan dihibrid

Hasil rekonstruksi persilangan dihibrid antara strain N dan bse tertera pada Gambar 3. Berdasarkan rekonstruksi kromosom tersebut, dapat diketahui bahwa rasio fenotip F2 yang diharapkan adalah 9 (N) : 3 (b) : 3 (se) : 1 (bse). Rasio tersebut digunakan sebadai dasar frekuensi harapan pada uji chi-square. Hasil uji chi-square persilangan N x bse tersebut tertera pada Tabel 2. Berdasarkan hasil uji chi-square, dapat diketahui bahwa nilai chi hitung (3,32) < chi tabel (7,62). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi rasio anakan F2 berupa 9 (N) : 3 (b) : 3 (se) : 1 (bse) diterima.

3) Testcross

Hasil rekonstruksi testcross N x bcl tertera pada Gambar 4. Berdasarkan rekonstruksi persilangan tersebut, dapat diketahui bahwa rasio fenotip F2 yang diharapkan adalah 1 (N) : 1 (b) : 1 (cl) : 1 (bcl). Rasio tersebut digunakan sebadai dasar frekuensi harapan pada uji chi-square. Hasil uji chi-square persilangan N x e tersebut tertera pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil uji chi-square, dapat diketahui bahwa nilai chi hitung (138,87) > chi tabel (7,82). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi rasio anakan F2 berupa 1 (N) : 1 (b) : 1 (cl) : 1 (bcl) ditolak.

Pada penelitian ini, D. melanogaster digunakan sebagai organisme model untuk mendemonstrasikan hukum pemisahan dan pilihan bebas Mendel. Persilangan pertama adalah persilangan antara strain N dengan e.

Persilangan tersebut digunakan untuk

mendemonstrasikan hukum pemisahan Mendel.

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa hasil anakan F2 dari persilangan antara strain N dengan e

memenuhi rasio hukum Mendel I. Rasio yang dimaksud adalah berupa 3:1 pada data F2.

Pada persilangan N x e, parental kedua yang merupakan F1, baik parental jantan maupun betina bersifat heterozigot. Genotip keduanya adalah e+/e.

Faktor e+sebenarnya menghasilkan warna tubuh kuning kecoklatan, sedangkan e menghasilkan warna tubuh hitam. Namun, karena e+ bersifat dominan terhadap e, maka seluruh F1 berfenotip tubuh berwarna kuning kecoklatan. Setelah dilakukan persilangan sesama F1, anakan berwarna tubuh hitam muncul kembali. Hal tersebut membuktikan bahwa genotip e/e terbentuk kembali pada F2.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendel pada tanaman ercis. Mendel

menemukan bahwa ciri-ciri induk muncul kembali pada turunan tanaman ercis yang tumbuh dari biji heterozigot. Dari hasil tersebut, Mendel menyimpulkan bahwa kedua faktor untuk tiap ciri tidak bergabung dalam cara apapun. Kedua faktor tersebut tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu dan memisah pada waktu pembentukan gamet-gamet. Dalam hubungan ini, separuh gamet membawahi satu faktor, sedangkan separuhnya yang lain membawahi faktor lainnya. Penjelasan tersebut dikenal dengan hukum pemisahan Mendel (Corebima, 2013).

Berkaitan dengan demonstrasi persilangan pada penelitian ini, faktor yang dimaksud adalah faktor e+ dan faktor e. Pada saat gametogenesis, tepatnya pada individu heterozigot (Parental 2), individu tersebut dapat menghasilkan dua macam gamet, yaitu gamet yang membawa faktor e+dan gamet yang membawa faktor e.

Akibatnya, ketika fertilisasi berlangsung, akan terbentuk tiga genotip pada anakan, yaitu 25% e+/e+, 50% e+/e, dan 25% e/e. Sebaran genotip semacam itu akan menghasilkan fenotip anakan N dan e yang memiliki perbandingan 3:1.

Selanjutnya, hukum pilihan bebas

didemonstrasikan melalui persilangan antara strain N dengan bse. bse merupakan double mutant yang mengalami mutasi di lokus b dan se. Kedua lokus tersebut terletak pada kromosom yang berbeda, yaitu lokus b pada kromosom II dan lokus e pada kromosom III. Persilangan tersebut akan menghasilkan individu heterozigot bergenotip b+/b se+/se. Sesuai dengan pengumpulan dan analisis data yang telah dilakukan, persilangan sesama F1 tersebut akan menghasilkan anakan berupa strain N, b, se, dan bse yang memenuhi perbandingan 9:3:3:1.

Kemunculan empat strain F2 dengan rasio 9:3:3:1 pada penelitian ini disebabkan terjadinya hukum pilihan bebas saat gametogenesis. Hukum pilihan bebas itu sendiri menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda diwarisakan secara bebas satu sama lain (Corebima, 2013). Artinya, selama gametogenesis, suatu gamet berpeluang membawa satu dari empat macam kombinasi karakter, yaitu b+se+, b+se, bse+, ataupun bse. Akibatnya, karena terbentuk empat macam gamet pada masing-masing parental dan b+ dominan terhadap b, begitu pula se+

dominan terhadap se, maka rasio F2 yang terbentuk adalah 9 (N) : 3 (b) : 3 (se) : 1 (bse)

Setelah mendemonstrasikan hukum pemisahan dan pilihan bebas, dilakukan testcross antara strain N x

bcl. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pilihan bebas yang terbukti pada persilangan sebelumnya tetap berlaku bila kedua faktor terletak pada kromosom yang sama. Kedua faktor yang dimaksud pada persilangan

(6)

antara N dan bcl adalah faktor penentu warna tubuh dan warna mata yang keduanya terletak pada kromosom 2.

Berdasarkan pengumpulan dan analisis data hasil persilangan, terlihat bahwa rasio anakan F2 hasil

testcross tidak memenuhi 1 (N) : 1 (b) : 1 (cl) : 1 (bcl). Bila diringkas, anakan yang bertipe sama dengan parental/tipe parental (N dan bcl) memiliki proporsi jumlah yang lebih besar dari anakan nonparental (b dan

cl). Proporsi keduanya secara berturut-turut, yaitu 67,6% dan 32,39%, bukanlah 50% dan 50% yang seharusnya terjadi bila gen b dan cl melakukan pilihan bebas. Kemunculan anakan tipe non parental yang tidak mencapai 50% mengindikasikan bahwa gen b terpaut dengan gen cl atau dapat dikatakan keduanya berada pada kromosom yang sama. Corebima (2013) menjelaskan bahwa semua faktor/gen yang terletak pada satu kromosom yang sama akan cenderung terpaut satu sama lain selama pembelajaran reduksi pada meiosis (gametogenesis). Akibatnya sebagian besar gamet yang dihasilkan adalah gamet b+cl+dan bcl.

Sesuai dengan data yang telah terkumpul dan analisis data yang telah dilakukan, terbukti bahwa melalui persilangan berbagai strain D. melanogaster, hukum pemisahan dan pilihan bebas serta pautan kromosom dapat didemonstrasikan. Ketiganya dapat didemonstrasikan setelah persilangan dan pengumpulan data dilakukan hingga generasi kedua. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan data hingga generasi 2 hanyalah 40 hingga 50 hari.

Penelitian ini merupakan langkah awal usaha peneliti untuk lebih mempopulerkan D. melanogaster

sebagai organisme model yang tidak hanya digunakan di dunia penelitian, melainkan juga dalam dunia pendidikan. Penelitian-penelitian sejenis akan dilakukan dan penelitian pengembangan berbagai perangkat dan bahan ajar yang mendukung penggunaan D. melanogaster di dunia pendidikan akan dilakukan pada penelitian selanjutnya. Melalui langkah tersebut, diharapkan pemanfaatan D. melanogaster sebagai organisme model dalam pembelajaran semakin luas.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa D. melanogaster merupakan organisme model yang mampu mendemonstraikan hukum pemisahan dan pilihan bebas Mendel beserta pautan kromosom.

DAFTAR PUSTAKA

Cimer A, 2011. What Makes Biology Learning Difficult and Effective: Stundens' Views. Educational Research and Reviews, 7(3): 61-71.

Corebima AD, 2013. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.

Fauzi A dan Corebima AD, 2015. The Effect of EMF Radiation Emitted by Mobile Phone to Insect Population using Drosophila melanogaster as a Model Organism. Makalah. Disampaikan pada The 6th International Conference on Global Resource Conservation (ICGRC), Malang 30 November 2015.

Fauzi A, Corebima AD, dan Zubaidah S, 2015. Efek Radiasi Telepon Genggam GSM terhadap Waktu Eklosi Drosophila melanogaster. Makalah.

Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi ke-2, Malang 17 Oktober 2015.

Jennings, BH, 2011. Drosophila – a versatile model in biology & medicine. Materials Today, 14(3), 190-195.

Klug WS, Cummings MR, Spencer CA, dan Palladino, MA, 2012. Concepts of Genetics, Tenth Edition. San Francisco: Pearson Education, Inc.

Snustad DP dan Simmons MJ. 2012, Principles of Genetics, Sixth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Srisawasdi N, 2012. Introducing Students to Authentic Inquiry Investigation Using an Artificial Olfactory System. pp 93-106 in Tan and Kim (eds). Issues and Challenges in Science Education Research.

Gambar

Gambar  1.  A.  D.  melanogaster  strain  N;  B.  strain  e;  C.
Gambar 2. Rekonstruksi kromosom persilangan D. melanogaster strain N x e
Gambar 3. Rekonstruksi kromosom persilangan D. melanogaster strain N x bse

Referensi

Dokumen terkait

Data dianalisis menggunakan uji chi-square .Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 45,5% preseptor pada kelompok kontrol merasa puas, sedangkan pada kelompok

Analisis data yang digunakan yaitu Uji chi square .Uji statistik untuk mengetahui hubungan antar posisi punggung, posisi kepala dan leher, jarak jangkauan tangan dan

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di wilayah

Pengolahan dan analisis data Pengolahan data ini menggunakan aplikasi SPSS versi 20.0 yang dianalisis menggunakan uji chi-square untuk melihat hubungan antara pengetahuan

Berdasarkan hassil analisis data dengan menggunakan rekonstruksi kromosom dan uji Chi-square (X 2 ) didapatkan hasil bahwa pada persilangan antara Drosophila melanogaster strain ♂m

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji chi-square untuk mengetahui hubungan peran orang tua terhadap indeks DMF-T siswa Sekolah Dasar dengan

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif dan analisis chi square untuk memperoleh pola hubungan antara hasil akreditasi dengan jalur pendidikan, program

Berdasarkan landasan teori yang diajukan, dibandingkan dengan analisis data yang diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan analisis statistik dengan rumus chi square, ternyata