• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tinjauan Umum

Perencanaan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) memerlukan bidang-bidang ilmu pengetahuan lain yang dapat mendukung untuk memperoleh hasil perencanaan konstruksi PLTMH yang handal dan komprehensif dan bangunan multiguna.

Bidang bidang ilmu yang mendukung perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo bisa kita bagi didalam analisa hidrologi, analisa hidrolika, stabilitas bendung dan dimensi angker block dan power house.

3.2. Analisis Hidrologi

Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas, pada permukaan dan di dalam tanah untuk mendapat nilai aliran disungai. Parameter yang ditinjau dari analisa hidrologi meliputi debit banjir, debit andalan, neraca air.

3.2.1. Debit Banjir

Perhitungan debit banjir meliputi curah hujan rencana, perhitungan intensitas curah hujan dan perhitungan debit banjir.

A. Curah Hujan Rencana

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam perencanaan pembuatan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro). Penentuan besar curah hujan rencana meliputi penentuan luas DAS, penentuan curah hujan harian, penentuan curah hujan maksimum harian rata-rata.

A.1. Penentuan Luas DAS

DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004). Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi tersusun dari DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi sehingga dapat didefinisikan sebagai suatu

(2)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang tuRun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet).

A.2. Penentuan Curah Hujan Harian

1. Metode Rata-rata Aljabar

Curah hujan didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung (arithematic mean) dari penakar hujan areal tersebut dibagi dengan jumlah stasiun pegamatan (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Cara ini digunakan apabila :

Daerah tersebut berada pada daerah yang datar

Penempatan alat ukut tersebar merata

Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya

P =

= …

Dimana :

P = Tinggi curah hujan rata – rata ( mm )

P1, P2, P3, Pn = Tinggi curah hujan pada stasiun penakar 1,2,…n (mm)

n = Banyaknya stasiun penakar

2. Metode Thiessen

Metode perhitungan berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun hujan terdekat, dapat dilihat pada gambar 3.1. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan terdekat (Suripin, 2004). Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien thiessen

(3)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo C = total i A A Dimana : C = Koefisien thiessen

Ai = Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (km2) Atotal = Luas total dari DAS (km2)

Langkah-langkah metode thiessen sebagai berikut :

1. Lokasi stasiun hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus penghubung.

2. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa, sehingga membentuk poligon thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan mempunyai jarak terdekat dengan stasiun yang ada di dalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap stasiun lainnya. Selanjutnya, curah hujan pada stasiun tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon yang bersangkutan.

3. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan luas poligon.

4. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan rumus :

R

= n n n A A A R A R A R A       ... ... 2 1 2 2 1 1 Dimana : 

R

= Curah hujan rata-rata DAS (mm)

A1,A2,...,An = Luas daerah pengaruh dari setiap stasiun hujan (km2) R1,R2,...,Rn = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = Banyaknya stasiun hujan

Gambar 3.1 Metode Poligon Thiessen

1

2

3

4

5

6

7

A

A

A

A

A

A

A

(4)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 3. Metode Isohyet

Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Pada setiap titik di suatu kawasan dianggap hujan sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili suatu luasan

(Sosrodarsono dan Takeda, 1976).

Metode ini digunakan dengan ketentuan :

Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan

Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapat hujan areal rata – rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relative lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet. Sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik). Untuk lebih jekasnya mengenai metode ini dapat diilustrasikan pada gambar inpi.

Gambar 3.2 Metode Poligon Isohyet

R =

. . ..…. . ……

Dimana :

R = Curah hujan rata – rata ( mm )

R1, R2, …..,Rn = Curah hujan di garis isohyets ( mm )

(5)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Berdasarkan statiun hujan yang dimiliki oleh DAS Bogowonto maka disimpulkan menggunakan metode Thiessen.

A.3. Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata

Metode cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut :

1. Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan. 2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan

yang lain.

3. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.

4. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.

5. Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.

Dari hasil rata-rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).

B. Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu (Soewarno, 1995). Parameter untuk menentukan intensitas curah hujan meliputi parameter statistik, jenis sebaran, uji sebaran, uji kecocokan dan perhitungan intensitas curah hujan.

B.1. Parameter Statistik

Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai rata-rata (

X

), standar deviasi (Sd), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian rata-rata maksimum 17 tahun terakhir.

1. Nilai rata-rata

n X X

i

(6)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

X

= nilai rata-rata curah hujan

i

X = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i N = jumlah data curah hujan

2. Standar deviasi

Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut

(Soewarno, 1995) :

1 1 2   

n X X S n i i d Dimana : d

S = standar deviasi curah hujan

X

= nilai rata-rata curah hujan

i

X = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i

n = jumlah data curah hujan 3. Koefisien variasi

Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata dari suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

Cv=

X Sd

Dimana :

Cv = koefisien variasi curah hujan

d

S = standar deviasi curah hujan

X

= nilai rata-rata curah hujan

4. Koefisien kemencengan

Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995):

(7)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo Untuk populasi : 3 s C Untuk sampel : 3 d s S a C

3 1 1

   n i i X n



3 1 2 1

     n i i X X n n n a Dimana : s

C = koefisien kemencengan curah hujan

= standar deviasi dari populasi curah hujan

d

S = standar deviasi dari sampel curah hujan

= nilai rata-rata dari data populasi curah hujan

X

= nilai rata-rata dari data sampel curah hujan

i

X = curah hujan ke i

n = jumlah data curah hujan

,

a = parameter kemencengan

5. Koefisien Kurtosis

Koefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukkan keRuncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck = 3 yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik, sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik. Bentuk dari koefisien kurtosis dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Koefisien Kurtosis

Leptokurtik

Mesokurtik Leptokurtik

Mesokurtik

(8)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Koefisien kurtosis biasanya digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

 

4 4 d k S MA C  Dimana : k C = koefisien kurtosis

MA(4) = momen ke-4 terhadap nilai rata-rata

d

S = standar deviasi

Untuk data yang belum dikelompokkan, maka :

4 1 4 1 d n i i k S X X n C

  

dan untuk data yang sudah dikelompokkan

4 1 4 1 d n i i i k S f X X n C

   Dimana : k

C = koefisien kurtosis curah hujan

n = jumlah data curah hujan

i

X = curah hujan ke i

X

= nilai rata-rata dari data sampel

i

f = nilai frekuensi variat ke i

d

S = standar deviasi

B.2. Jenis Sebaran

Sebaran yang dikaji meliputi analisa distribusi Gumbel, Log Pearson tipe III, Normal, Log Normal.

1. Sebaran Gumbel Tipe I

Digunakan untuk analisis data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir. Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode sebaran Gumbel Tipe I

(9)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) : Rumus : Xt = X + n n t S ) Y -(Y × Sx Dimana :

XT = nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun.

X

= nilai rata-rata hujan Sx = standar deviasi (simpangan baku)

YT = nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun, dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari jumlah data, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Sn = deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya tergantung dari jumlah data, dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.1 ReducedMean (Yn) metode Sebaran Gumbel tipe I

( Sumber:CD.Soemarto, 1999) N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353 30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600

Tabel 3.2 ReducedStandard Deviation (Sn) Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

( Sumber:CD.Soemarto, 1999)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

(10)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065

Tabel 3.3 Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1

( Sumber:CD.Soemarto, 1999)

Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate

2 0,3665 5 1,4999 10 2,2502 20 2,9606 25 3,1985 50 3,9019 100 4,6001 200 5,2960 500 6,2140 1000 6,9190 5000 8,5390 10000 9,9210

2. Sebaran Log-Pearson Tipe III

Digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk sebaran Log-Pearson

tipe III merupakan hasil transformasi dari sebaran Pearson tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai logaritmik. Metode Log-Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :

Y =

Y

+ K.S

(11)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Y = nilai logaritmik dari X atau log (X)

X = data curah hujan

_

Y

= rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = deviasi standar nilai Y

K = karakteristik distribusi peluang Log-Pearson tipe III,

dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

 Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log (X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).

 Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus :

) log(X

 

n Xi n i

  1 log Dimana : )

log(X = harga rata-rata logaritmik

n = jumlah data

Xi = nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)

 Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :

 

 

1 log log 1 2   

n X Xi Sd n i Dimana : Sd = standar deviasi

 Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :

 



3 1 3 2 1 ) log( log Sd n n X Xi Cs n i    

 Dimana : Cs = koefisien skewness

 Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :

(12)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo Log (XT) = log(X) + K .Sd

Dimana :

XT = curah hujan rencana periode ulang T tahun

K = harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs

 Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :

 





4 1 4 2 3 2 1 ) log( log Sd n n n X Xi n Ck n i     

 Dimana : Ck = koefisien kurtosis

 Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :

) log(X Sd Cv Dimana : Cv = koefisien variasi Sd = standar deviasi 3. Sebaran Normal

Perhitungan curah hujan rencana distribusi normal dapat dihitung dengan rumus :

Xt = X + Kt* Sx

Di mana :

Xt = curah hujan rencana

X = curah hujan maksimum rata-rata

Sx = standar deviasi

Kt = faktor frekuensi, dapat dilihat pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Penentuan Nilai Kt pada Sebaran Normal

(Sumber : Soewarno, 1995)

Periode Ulang T (tahun) Peluang Kt

1,001 0,999 -3,05

1,005 0,995 -2,58

1,010 0,990 -2,33

1,050 0,950 -1,64

(13)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 1,250 0,800 -0,84 1,330 0,750 -0,67 1,430 0,700 -0,52 1,670 0,600 -0,25 2,000 0,500 0 2,500 0,400 0,25 3,330 0,300 0,52 4,000 0,250 0,67 5,000 0,200 0,84 10,000 0,100 1,28 20,000 0,050 1,64 50,000 0,200 2,05 100,000 0,010 2,33 200,000 0,005 2,58 500,000 0,002 2,88 1000,000 0,001 3,09

4. Sebaran Log Normal

Sebaran log normal merupakan hasil transformasi dari sebaran normal, yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X (Soewarno, 1995).

Perhitungan curah hujan rencana distribusi normal dapat dihitung dengan rumus : XT =X Kt.S

_

 Dimana :

XT = Besarnya curah hujan dengan periode ulang T tahun.

X

= curah hujan rata-rata (mm)

S = Standar Deviasi data hujan harian maksimum

Kt = Standard Variable untuk periode ulang t tahun, nilainya dapat

dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 StandardVariable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal

(Sumber : CD. Soemarto, 1999)

T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt

(14)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 2 -0.22 25 2.10 100 3.45 3 0.17 30 2.27 110 3.53 4 0.44 35 2.41 120 3.62 5 0.64 40 2.54 130 3.70 6 0.81 45 2.65 140 3.77 7 0.95 50 2.75 150 3.84 8 1.06 55 2.86 160 3.91 9 1.17 60 2.93 170 3.97 10 1.26 65 3.02 180 4.03 11 1.35 70 3.08 190 4.09 12 1.43 75 3.60 200 4.14 13 1.50 80 3.21 221 4.24 14 1.57 85 3.28 240 4.33 15 1.63 90 3.33 260 4.42 B.3. Plootting data

Plooting data distribusi frekuensi dalam kertas probabilitas bertujuan untuk mencocokkan rangkaian data dengan jenis sebaran yang dipilih, dimana kecocokan dapat dilihat dengan persamaan garis yang membentuk garis lurus (Soewarno, 1995).

Plooting data pada statistic paper dilakukan dengan cara

1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya. Penggambaran posisi (plooting position) yang dipakai adalah cara yang dikembangkan oleh Weilbull dan Gumbel, yaitu : 100% 1 ) ( x n m Xm P   Dimana :

P(Xm) = data yang telah dirangking dari kecil ke besar

m = nomor urut

n = jumlah data

2. Plooting dalam statistic paper, simbol titik merupakan nilai curah hujan maksimum harian rata-rata terhadap P (Xm), sedangkan garis lurus merupakan fungsi jenis sebaran dengan periode ulang tertentu, yaitu:

(15)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo Dimana :

Xt = Curah hujan

k = Koefisien tiap distribusi

Sd = Standar deviasi

3. Cari nilai Dmaks, yaitu jarak terjauh simbol titik terhadap garis lurus. B.4. Uji Kecocokan

Uji kecocokan disini meliputi Uji Kecocokan Chi-Square dan Uji Kecocokan

Smirnov-Kolmogorof. Sebelum uji kecocokan dipilih terlebih dahulu jenis sebarannya menggunakan Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Pedoman Pemilihan Sebaran (Sumber : Sutiono. dkk)

DISTRIBUSI NORMAL GUMBEL LOG-NORMAL LOG-PEARSON III

Parameter

Cs ≈ 0 Cs ≈ 1,1396 Cs ≈ 1,137 Cs ≠ 0 Ck ≈ 3 Ck ≈ 5,4002 Ck ≈ 3Cv Cv ≈ 0,3

1. Uji Kecocokan Chi-Square

Uji kecocokan Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai Chi-Square (2)dengan nilai Chi-Square kritis ( 2

cr). Uji kecocokan Chi-Square menggunakan rumus (Soewarno, 1995):

   G i h Ei Ei Oi 1 2 2 ( ) Dimana : 2 h

= harga Chi-Square terhitung

Oi = jumlah data yang teramati terdapat pada sub kelompok ke-i

Ei = jumlah data yang secara teoritis terdapat pada sub kelompok ke-i

(16)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Parameter

h2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai

h2 sama atau lebih besar dari pada nilai Chi-Square yang sebenarnya (2). Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai 2

hitung < 2

kritis. Nilai 2

kritis dapat dilihat di Tabel 3.8. Dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan Chi-Square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %.

Prosedur uji kecocokan Chi-Square adalah :

 Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).

 Kelompokkan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal terdapat lima buah data pengamatan.

 Hitung jumlah pengamatan yang teramati di dalam tiap-tiap sub-group (Oi).  Hitung jumlah atau banyaknya data yang secara teoritis ada di tiap-tiap

sub-group (Ei).

 Tiap-tiap sub-group hitung nilai :

OiEi

dan i i i E E O )2 ( 

 Jumlah seluruh G sub-group nilai

i i i E E O )2 ( 

untuk menentukan nilai

Chi-Square hitung.

 Tentukan derajat kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2, untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson) (Soewarno, 1995).

Derajat kebebasan yang digunakan pada perhitungan ini adalah dengan rumus sebagai berikut :

Dk = n – 3 Dimana :

Dk = derajat kebebasan n = banyaknya data

Adapun kriteria penilaian hasilnya apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima.

 Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.

(17)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

 Apabila peluang lebih kecil dari 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu penambahan data.

Tabel 3.8 Nilai 2

kritis untuk uji kecocokan Chi-Square ( Sumber : Soewarno, 1995)

dk α Derajat keprcayan 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005 1 0,00003 0,0001 0,0009 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879 2 0,010 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597 3 0,071 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838 4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860 5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750 6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548 7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278 8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955 9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589 10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188 11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757 12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300 13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819 14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319 15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801 16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267 17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718 18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156 19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582 20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997 21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401 22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796 23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181 24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558 25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928 26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290 27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645 28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993 29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336 30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

(18)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

2. Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof dilakukan dengan membandingkan

probabilitas untuk tiap-tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat perbedaan (∆). Perbedaan maksimum yang dihitung (∆ maks) dibandingkan

dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat

tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks)< (∆cr). Rumus yang dipakai

(Soewarno, 1995) =     Cr xi x P P P   max

Prosedur uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof adalah :

 Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya nilai masing-masing data tersebut :

X1 → P(X1) Xm → P(Xm)

 Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) :

X1 → P’(X1) Xm → P’(Xm)

 Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis.

D = maksimum [ P(Xm) – P`(Xm)]

Tabel 3.9 Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof ( Sumber : Soewarno,1995) Jumlah data N α derajat kepercayaan 0,20 0,10 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32

(19)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,20 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n Dimana α = derajat kepercayaan

 Berdasarkan Tabel nilai kritis (Smirnov – Kolmogorof test), tentukan harga D0 pada Tabel 3.9.

B.5. Perhitungan Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.

Rumus yang digunakan dipakai jika data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian (Sosrodarsono, 2003): 3 2 24 24 24        t R I Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

C. Perhitungan Debit Banjir Rencana

Analisa debit banjir rencana adalah analisa untuk mengetahui debit banjir pada tahun rencana 20, 50 dan 100 tahunan. Metode yang digunakan ada dua cara yaitu Hidrograf Satuan

Sintetik GAMA I dan HEC-HMS dengan Passing Capacity

C.1. Hidrograf Satuan Sintetik GAMA I

Cara ini dipakai sebagai upaya memperoleh hidrograf satuan suatu DAS yang belum pernah diukur. Dengan pengertian lain tidak tersedia data pengukuran debit maupun data AWLR (Automatic Water Level Recorder) pada suatu tempat tertentu dalam sebuah DAS yang tidak ada stasiun hidrometernya (Soemarto, 1999). Cara ini dikembangkan oleh Synder

(20)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

pada tahun 1938 yang memanfaatkan parameter DAS untuk memperoleh hidrograf satuan sintetik. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Hidrograf satuan Sintetik Gama I dibentuk oleh empat variabel pokok yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (k) (Sri Harto,1993). Kurva naik merupakan garis lurus, sedangkan kurva tuRun dibentuk oleh persamaan sebagai dibawah ini :          k t e Qp Qt Dimana :

Qt = debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam (m³/det)

Qp = debit puncak dalam (m³/det)

T = waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam)

K = koefisien tampungan dalam jam

Untuk bentuk dari persamaan diatas dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Sketsa Hidrograf satuan sintetik Gama I

Variabel pokok Hidrograf satuan Sintetik Gama I dihitung sebagai berikut :

1. Waktu naik (TR) 1,0665 1,2775 . 100 43 , 0 3          SIM SF L TR Dimana :

TR = waktu naik (jam)

(-t/k)

T

R

Tb

Qt = Qp.e

Qp

t

t

tp

t

tr

T

(21)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

L = panjang sungai (km)

SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai

tingkat I dengan panjang sungai semua tingkat

SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF)

dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)

WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran, penerapanya dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Sketsa Penetapan WF 2. Debit puncak (QP) 5886 , 0 4008 , 0 5886 , 0

.

.

1836

,

0

A

TR

JN

Q

p

 Dimana :

Qp = debit puncak (m3/det)

JN = jumlah pertemuan sungai yaitu jumlah seluruh pertemuan sungai

TR = waktu naik (jam)

A = luas DAS (km2).

3. Waktu dasar (TB)

TB 27,4132TR0,1457S 0,0986SN0,7344RUA0,2574

Dimana :

TB = waktu dasar (jam)

TR = waktu naik (jam)

S = landai sungai rata-rata

SN = nilai sumber adalah perbandingan antara jumlah segmen sungai-

X

WL

A

B

WU

X-A=0,25L

X-B=0,75L

WF=WU/WL

(22)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

sungai tingkat 1(satu) dengan jumlah sungai semua tingkat untuk penetapan tingkat sungai

RUA = luas DAS sebelah hulu (km2), yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS (Au), dengan luas seluruh DAS, dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Sketsa Penetapan RUA

Dimana :

WU = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,75 L dari titik kontrol (km).

WL = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,25 L dari titik kontrol (km).

A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)

AU = Luas Daerah Aliran Sungai di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara titik kontrol dengan titik dalam sungai, dekat titik berat DAS (km2)

H = Beda tinggi antar titik terjauh sungai dengan titik kontrol (m)

WF = WU/ WL

RUA = AU /DAS

SN = Jml L1/L = Nilai banding antara jumlah segmen sungai tingkat satu dengan jumlah segmen sungai semua tingkat = Kerapatan jaringan = Nilai banding panjang sungai dan luas DAS

JN = Jumlah pertemuan anak sungai didalam DAS

RUA=Au/A

(23)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 4. Koefisien tampungan (k) 0452 , 0 0897 , 1 1446 , 0 1798 , 0 .S .SF .D A . 5617 , 0 k   Dimana :

A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)

S = Kemiringan Rata-rata sungai diukur dari titik kontrol

SF = Faktor sumber yaitu nilai banding antara panjang sungai tingkat satu

dan jumlah panjang sungai semua tingkat

D = Jml L/DAS

Dalam pemakaian cara ini masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, diantaranya sebagai berikut :

 Penetapan hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan menggunakan index-infiltrasi. Ø index adalah menunjukkan laju kehilangan air hujan akibat depresion storage, inflitrasi dan sebagainya. Untuk memperoleh

indeks ini agak sulit, untuk itu dipergunakan pendekatan tertentu (Barnes, 1959). Perkiraan dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh parameter DAS yang secara hidrologi dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi(Sri Harto, 1993):

Persamaan pendekatannya adalah sebagai berikut :

 = 10,4903 3,859x106.A2 1,6985x1013(A/SN)4

 Untuk memperkirakan aliran dasar digunakan persamaan pendekatan berikut ini. Persamaan ini merupakan pendekatan untuk aliran dasar yang tetap, besarnya dapat dihitung dengan rumus :

Qb = 0,4751A0,6444D0,9430 Dimana :

Qb = aliran dasar

A = luas DAS (km²)

D = kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat dibagi dengan luas DAS

(24)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo C.2. HEC-HMS

HEC-HMS merupakan model terbaru yang telah dibuat untuk mensimulasikan hubungan hujan-air larian permukaan. HEC-HMS merupakan singkatan bagi Hydrological Engineering Centre-Hydrologic Modelling System. Model ini telah dibuat oleh Tentara Amerika Serikat dari bagian pusat penyelidikan pencitraan hidrologi. Model ini menyediakan berbagai pilihan untuk mensimulasikan proses hubungan hujan-air larian permukaan. Selain menganalisis unit hidrograf dan pilihan rekayasa hidrologi. Elemen hidrologi adalah termasuk

SubBasin, Reach, Junction, reservoir, diversion, source dan sink. Kawasan DAS dimodelkan dengan menyusun elemen hidrologi dalam satu rangkaian yang saling berhubung.

Elemen hidrologi merupakan bagian - bagian di dalam sebuah model Basin. Ia menerangkan proses saling berhubungan yang berlaku di muka bumi seperti kawasan tadahan, saluran, pertemuan dua sungai dan lain-lain lagi. Setiap elemen ini berperanan menerangkan hubungan antara kawasan tadahan dengan curahan yang berlaku. Terdapat 3 jenis elemen hidrologi yang dipakai disini antaranya :

SubBasin

SubBasin berkonsepkan aliran keluar saja dimana beranggapan tiada aliran masuk ke dalam kawasan tadahan. Pengaliran boleh dikira dengan tiga cara mudah yaitu menolak kehilangan yang berlaku daripada data kaji cuaca yang diperolehi, menukar lebihan curahan dan juga menjumlah aliran dasar. Ia boleh digunakan untuk berbagai luasan kawasan tadahan.

Reach

Reach berkonsepkan satu atau lebih aliran masuk dan satu saja aliran keluar. Aliran masuk datang dari unsur yang lain dalam model Basin. Konsepnya adalah sama seperti reservoir jika terdapat lebih daripada satu aliran masuk. Aliran keluar pula dihitung menyerupai seperti konsep saluran terbuka.

Junction

Junction berkonsepkan suatu unsur atau lebih aliran masuk dan satu aliran keluar. Dijumlahkan semua aliran masuk untuk mendapatkan aliran keluar dengan menganggap permulaan simpang adalah sifat.

(25)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Tahapan dalam pemrograman HEC-HMS dapat dilihat pada gambar 3.7, untuk uraian tahapan HEC-HMS sebagai berikut :

1. Projek Baru

Pengisisan HEC-HMS 3.1.0 dapat dimulai dengan membukanya melalui Programs

yang terdapat di dalam Start Menu atau dengan hanya double-click pada ikon HEC-HMS 3.1.0 yang terdapat pada desktop. Projek baru dibina dengan memilih File > New pada screen HEC-HMS 3.1.0 yang muncul apabila dimulai dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.7 Bagan alir HEC-HMS 2. Membuat Model Basin

Model Basin merupakan tempat di mana ciri-ciri fisik kawasan tadahan akan dimasukkan. Cara untuk membuat adalah dengan memilih menu Components >

(26)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Gambar 3.8 Memulai proyek baru HEC-HMS

Gambar 3.9 Model Basin HEC-HMS

Setelah model Basin dibuat, berbagai elemen hidrologi boleh ditambah kepada peta background yaitu Sub Basin, Reach, dan Junction, untuk membentuk kawasan yang menyerupai kawasan sebenarnya. Untuk itu dipakai beberapa metode, yaitu :

(27)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Memakai metode SCS Curve Number (CN) beranggapan bahwa hujan yang menghasilkan limpasan merupakan fungsi dari hujan kumulatif yang dipengaruhi oleh tata guna lahan, jenis tanah serta luas DAS.

 Transformasi Air Larian (Transform)

Memakai metode SCS unit Hidrograf adalah suatu Unit Hidrograf yang berdimensi, yang dicapai puncak tunggal Unit Hidrograf. Data yang dimasukan adalah t Lag, yaitu perbedaan waktu antara pusat massa dari kelebihan curah hujan dan puncak dari unit hidrograf. Didapat dari rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) 385 . 0 2

1000

87

,

0





xS

xL

t

c t Lag = 0.6 x tc x 60 Keterangan

Tc = Waktu Konsentrasi (jam)

L = Panjang Sungai Utama (km)

S = Kemiringan

T Lag = Lag Time (jam)

 Penelusuran Banjir (Flood Routing Method)

Metode yang dipakai adalah metode Muskingum, yaitu metode untuk

mensimulasi bergeraknya gelombang banjir melalui aliran arus sungai. Metode ini dipengaruhi oleh panjang dan kemiringan sungai pada Reach untuk menghitung muskingum tc dan muskingum x. Perhitungan Tc dan tLag sama seperti diatas,

3. Membuat Model Meteorologi

Model meteorologi berfungsi untuk membuat perkiraan terhadap Input curahan bagi sesuatu elemen Sub Basin. Ia dibuat dengan memilih menu Components > Meteorologic Model Manager pada menu pilihan, dapat dilihat pada gambar 3.10. Metode yang digunakan untuk menentukan curahan adalah Specified Hyetograph. Kemudian untuk data curahan diambil dari Time-Series Data, yang dibahas setelah ini.

(28)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Gambar 3.10 Model Meteorologi HEC-HMS

4. Membuat Spesifikasi Kontrol (Control Specifications)

Dibuat dengan memilih menu Components > Control Specifications Manager

pada menu pilihan, dapat dilihat pada gambar 3.11. Beberapa data yang diInput

seperti tanggal mulai, tanggal akhir, waktu mulai dan waktu akhir. Spesifikasi control penting untuk menentukan waktu bagi analisa yang dijalankan.

5. MengInput Data Curahan

Membuatnya dengan memilih menu Components > Time-Series Data Manager > Precipitation Gages pada menu pilihan. Data yang perlu dimasukkan adalah

kaedah kemasukan data, jenis data dan maklumat lanjut kawasan tadahan

yaitu longitud dan latitude nya. Data curahan akan dimasukkan secara manual ke dalam jadual yang disediakan berdasarkan spesifikasi control yang telah ditentukan, dapat dilihat pada Gambar 3.12.

6. Simulasi

Simulasi dijalankan untuk menjalankan pemodelan yang telah dibuat berdasarkan data hujan daripada model meteorologi pada suatu jangka waktu tertentu berdasarkan spesifikasi kontrol. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut harus

(29)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

lengkap pengisiianya sebelum simulasi dijalankan. Simulation Run yang baru perlu dibentuk dengan memilih menu Compute > Create Simulation Run pada menu pilihan, dapat dilihat pada Gambar 3.13. Setelah Simulation Run yang diperlukan telah dibuat, simulasi boleh dimulai dengan memilih Compute > Select Run pada menu pilihan untuk memilih Simulation Run yang dikehendaki, dapat dilihat pada Gambar 3.14. Kemudian Compute Current Run untuk menjalankan

Run yang dipilih. Setelah itu baru akan terlihat hasil dari simulasi.

Gambar 3.11 Spesifikasi Kontrol HEC-HMS

(30)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Gambar 3.13 Membuat Running pada HEC-HMS

`

Gambar 3.14 Simulasi HEC-HMS C.3.

Passing Capacity

Passing Capacity adalah nilai pembanding untuk penentuan debit banjir rencana. Nilai tersebut dapat diambil dari data teknis Bendung Boro, sehingga dapat nilai debit banjir rencana yang paling mendekati dan rasional.

3.2.2. Debit Andalan

Debit andalan adalah rangkaian debit bulanan yang diperoleh melalui perhitungan dengan metode tertentu untuk beberapa tahun pengamatan dan mempertimbangkan keadaan alam alur sungai. Maksud dari perhitungan debit ini adalah menentukan jumlah air yang dapat disediakan untuk memenuhi kebutuhan operasional PLTMH.

Untuk menghitung debit andalan digunakan metode Water Balance FJ. Mock yang dikembangkan khusus untuk sungai-sungai di Indonesia. Data-data yang diperlukan antara lain :

(31)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

1. Data curah hujan bulanan (R) dan hari hujan (n) pada bulan tersebut. 2. Data iklim daerah rencana.

3. Catchment Area (Daerah Tangkapan Air) 4. Data tanah.

Tahap-tahap perhitungan debit andalan meliputi Data Curah Hujan, Evaporasi

terbatas, Keseimbangan air di permukaan tanah (water balance), Debit dan Storage air tanah, Aliran Sungai, Penentuan Debit Andalan

A. Data Curah Hujan

Rs = curah hujan bulanan (mm)

N = jumlah hari hujan.

Data Curah Hujan yang Data Curah Hujan yang digunakan adalah data curah hujan rata-rata 2 mingguan.

B. Evaporasi terbatas

yaitu penguapan aktual dengan mempertimbangkan kondisi tanah, frekuensi curah hujan, dan prosentase vegetasi pada daerah setempat.

m d Ep E   30 (Soewarno, 1991) Di mana :

E = Perbedaan antara Evaporasi potensial dengan Evaporasi terbatas.

Ep = Evapotranspirasi potensial.

d = Jumlah hari kering dalam satu bulan.

m = Prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi (tanaman) m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat.

m = 0% pada akhir musim hujan, dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan dengan hutan sekunder.

m = 10-40% untuk lahan yang tererosi.

m = 30-50% untuk lahan pertanian yang diolah.

Berdasarkan frekuensi curah hujan di Indonesia, sifat infiltrasi, dan penguapan dari tanah permukaan, diperoleh hubungan persamaan berikut:

) 18 ( 2 3 n d   

(32)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo Sehingga dari dua persamaan diatas didapat :

) 18 ( 20 n m Ep E          Et = Ep – E (Soewarno, 1991) Di mana :

n = Jumlah hari hujan. Et = Evaporasi terbatas.

Besarnya evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan metoda Penman yang dimodifikasi oleh Nedeco/Prosida seperti diuraikan dalam PSA – 010. Evapotranspirasi

dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan memperhatikan faktor-faktor meteorologi yang terkait seperti suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan penyinaran matahari.

Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek (abeldo = 0,25). Selanjutnya untuk mendapatkan harga evapotaranspirasi harus dikalikan denagn koefisien tanaman tertentu. Sehingga evapotranspirasi sama dengan evapotranspirasi

potensial hasil perhitungan Penman x crop factor. Dari harga evapotranspirasi yang diperoleh, kemudian digunakan unutuk menghitung kebutuhan air bagi pertumbuhan dengan menyertakan data curah hujan efektif.

Rumus evapotranspirasiPenman yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut :

A E H H x L Eto ne q lo ne sh      

1 1 (Soewarno, 1991) di mana :

Eto = Indek Evaporasi yang beasrnya sama dengan evpotranspirasi dari rumput yang dipotong pendek (mm/hr)

ne sh

H

= Jaringa radiasi gelombang pendek (longley/day) = { 1,75{0,29 cos Ώ + 0,52 r x 10-2 }} x α ahsh x 10-2 = { aah x f(r) } x α ahsh x 10-2

= aah x f(r) (Tabel Penman 5)

α = albedo (koefisien reaksi), tergantung pada lapisan permukaan yang ada untuk rumput = 0,25

(33)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

= Radiasi gelombang pendek maksimum secara teori (Longley/day)

= jaringan radiasi gelombang panjang (Longley/day) = 0,97 α Tai4 x (0,47 – 0,770 edx

18/10

1r

Tai

f

Tdp

f

 

m f

Hne

sh   

Tai

Tai4

TabelPenma n1

f

= efek dari temperature radiasi gelombang panjang

m = 8 (1 – r)

f (m) = 1 – m/10

= efek dari angka nyata dan jam penyinaran matahari terang maksimum pada radiasi gelombang panjang

r = lama penyinaran matahari relatif

Eq = Evaporasi terhitung pada saat temperatur permukaan sama dengan temperatur udara (mm/hr)

= 0,35 (0,50 + 0,54 µ2) x (ea – ed) = f (µ2) x PZwa) sa - PZwa

µ2 = kecepatan angin pada ketinggian 2m diatas tanah

Pzwa = ea = tekanan uap jenuh (mmHg)

= ed = tekanan uap yang terjadi (mmHg)

L = panas laten dari penguapan (longley/minutes)

Δ = kemiringan tekanan uap air jenuh yag berlawanan dengan dengan kurva

temperatur pada temperatur udara (mmHg/0C)

δ = konstata Bowen (0,49 mmHg/0C), kenudian dihitung Eto.

catatan : 1 longley/day = 1 kal/cm2hari

Untuk perhitungan evapotranspirasi selain diperlukan data klimatologi daerah proyek, juga diperlukan Tabel–Tabel koefisien sebagai berikut :

Tabel 3.10 Koefisien suhu

Suhu Udara

(celcius) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 20 8,370 8,380 8,400 8,410 8,420 8,430 8,440 8,460 8,470 8,480 21 8,430 8,500 8,510 8,520 8,530 8,540 8,550 8,700 8,570 8,590

(34)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 22 8,600 8,610 8,620 8,630 8,640 8,650 8,670 8,680 8,690 8,710 23 8,720 8,730 8,740 8,760 8,770 8,780 8,790 8,810 8,820 8,930 24 8,840 8,850 8,860 8,880 8,890 8,900 8,910 8,930 8,940 8,950 25 8,960 8,970 8,980 9,000 9,010 9,020 9,030 9,050 9,060 9,070 26 9,080 9,090 9,100 9,120 9,130 9,140 9,150 9,170 9,180 9,190 27 9,200 9,210 9,220 9,240 9,250 9,260 9,270 9,270 9,300 9,310 28 9,320 9,330 9,350 9,366 9,370 9,390 9,400 9,410 9,430 9,440 29 9,450 9,460 9,470 9,490 9,500 9,510 9,520 9,540 9,550 9,560 30 9,570 9,580 9,600 9,610 9,620 9,640 9,650 9,660 9,680 9,690

Tabel 3.11 Tekanan udara

Suhu Udara (celcius) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 20 17,53 17,64 17,75 17,86 17,97 18,08 18,20 18,31 18,43 18,54 21 18,65 18,77 18,86 19,00 19,11 19,23 19,35 19,46 19,58 19,70 22 19,82 19,94 20,06 20,19 20,31 20,43 20,56 20,69 20,89 20,93 23 21,09 21,19 21,32 21,45 21,58 21,71 21,84 21,97 22,10 22,23 24 22,37 22,50 22,63 22,76 22,91 23,05 23,19 23,31 23,45 23,60 25 23,75 23,90 24,03 24,20 24,35 24,49 24,64 24,79 24,94 25,08 26 25,31 25,45 25,60 25,74 25,89 26,03 26,10 26,32 26,46 26,60 27 26,74 26,90 27,00 27,21 27,37 27,53 27,69 27,85 28,10 28,16 28 28,32 28,49 28,66 28,83 29,00 29,17 29,34 29,51 29,68 29,85 29 30,03 30,20 30,38 30,56 30,74 30,92 31,30 31,28 31,46 31,64 30 31,82 32,00 32,19 32,38 32,57 32,76 32,95 33,14 33,33 33,52

Tabel 3.12 Koefisien tekanan udara

Suhu Udara (celcius) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 20 1,58 1,58 1,59 1,60 1,60 1,61 1,61 1,62 1,63 1,63 21 2,64 1,65 1,66 1,66 1,66 1,67 1,68 1,68 1,69 1,70 22 1,70 1,71 1,72 1,72 1,73 1,74 1,75 1,75 1,75 1,76 23 1,77 1,78 1,78 1,79 1,83 1,80 1,81 1,82 1,82 1,83 24 1,83 1,84 1,85 1,86 1,87 1,87 1,88 1,89 1,89 1,90 25 1,91 1,92 1,92 1,93 1,94 1,95 1,95 1,96 1,97 1,98 26 1,98 1,99 2,00 2,01 2,01 2,02 2,03 2,04 2,04 2,05 27 2,06 2,07 2,08 2,08 2,09 2,09 2,10 2,11 2,12 2,13 28 2,14 2,15 2,16 2,17 2,18 2,18 2,19 2,20 2,21 2,22 29 2,23 2,24 2,25 2,25 2,26 2,27 2,28 2,29 2,30 2,31

(35)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

30 2,32 2,33 2,34 2,35 2,36 2,37 2,38 2,38 2,39 2,40

Tabel 3.13 Koefisien tekanan udara dan angin

Harga Pz,wa 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 12 0,195 0,195 0,195 0,195 0,195 0,195 0,195 0,195 0,194 0,194 13 0,193 0,192 0,191 0,190 0,189 0,187 0,186 0,185 0,184 0,183 14 0,182 0,181 0,180 0,179 0,177 0,176 0,175 0,175 0,174 0,173 15 1,172 0,171 0,170 0,169 0,168 0,197 0,166 0,165 0,164 0,163 16 0,162 0,161 0,160 0,159 0,158 0,157 0,156 0,560 0,155 0,145 17 0,153 0,152 0,151 0,150 0,149 0,148 0,147 0,146 0,146 0,135 18 0,144 0,143 0,142 0,141 0,140 0,139 0,138 0,137 0,136 0,126 19 0,134 0,133 0,132 0,131 0,131 0,130 0,129 0,128 0,127 0,117 20 0,126 0,125 0,124 0,123 0,122 0,122 0,121 0,120 0,119 0,110 21 0,117 0,116 0,115 0,114 0,114 0,113 0,112 0,111 0,110 0,102 22 0,109 0,108 0,107 0,107 0,106 0,105 0,104 0,104 0,103 0,094 23 0,102 0,101 0,100 0,099 0,099 0,097 0,096 0,096 0,095 0,087 24 0,093 0,092 0,091 0,091 0,091 0,090 0,089 0,089 0,088 0,086 25 0,086 0,086 0,086 0,086 0,086 0,086 0,086 0,086 0,086 0,086

Tabel 3.14 Koefisien angin

Kec, Pd V2 M/dt 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0 0,086 0,095 0,104 0,123 0,132 0,142 0,151 0,151 10,160 0,169 1 0,178 0,187 0,197 0,206 0,215 0,225 0,234 0,244 0,258 0,262 2 0,271 0,280 0,290 0,299 0,308 0,318 0,327 0,337 0,346 0,355 3 0,364 0,373 0,382 0,392 0,401 0,410 0,420 0,429 0,438 0,447 4 0,456 0,465 0,475 0,484 0,493 0,503 0,512 0,522 0,531 0,540 5 0,549 0,558 0,570 0,548 0,586 0,599 0,605 0,614 0,624 0,633 6 0,642 0,651 0,550 0,670 0,678 0,688 0,698 0,707 0,716 0,725 7 0,734 0,743 0,752 0,762 0,771 10,780 0,790 0,799 0,808 0,817 8 0,826 0,835 0,845 0,854 0,863 0,873 0,882 0,891 0,901 0,910 9 0,919 0,928 0,938 0,947 0,956 0,966 0,975 0,984 0,994 1,003 10 1,012 0,021 1,031 1,040 1,049 1,059 1,068 1,077 1,087 1,096

(36)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo Tabel 3.15 Tekanan udara

Lintang

Selatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 0 8,590 8,870 8,930 8,670 8,230 7,950 8,030 8,410 8,770 8,830 8,620 8,460 1 8,660 8,920 8,930 8,620 8,150 7,850 7,940 8,340 8,740 8,850 8,550 2 8,740 8,960 8,920 8,570 8,060 7,750 7,850 8,270 8,710 8,880 8,750 8,630 3 8,820 9,000 8,920 8,520 7,980 7,650 7,750 8,210 8,680 8,810 8,810 8,720 4 8,890 9,040 8,910 8,470 7,890 7,550 7,660 8,140 8,670 8,930 8,880 8,800 5 8,970 9,080 8,910 8,420 7,810 7,450 7,560 8,080 8,640 8,950 8,940 8,890 6 9,040 9,120 8,910 8,370 7,720 7,350 7,470 8,010 8,620 8,970 9,010 8,970 7 9,120 9,160 8,900 8,320 7,640 7,250 7,370 7,950 8,590 8,880 9,080 9,060 8 9,190 9,200 8,900 8,270 7,550 7,150 7,280 7,880 8,570 9,010 9,140 9,140 9 9,270 9,240 8,900 8,220 7,470 7,050 7,180 7,810 8,540 9,030 9,210 9,230 10 9,350 9,280 8,890 8,170 7,380 9,950 7,090 7,740 8,510 9,060 9,270 9,320

Tabel 3.16 Koefisien radiasi matahari

Lintang Selatan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0,218 0,257 0,296 0,335 0,374 0,413 0,452 0,491 0,530 0,569 0,603 6 0,216 0,255 0,294 0,333 0,372 0,411 0,450 0,489 0,280 0,567 0,606 10 0,214 0,253 0,292 0,331 0,370 0,409 0,449 0,487 0,526 0,565 0,604 20 0,204 0,243 0,282 0,321 0,360 0,399 0,438 0,477 0,526 0,555 0,591 30 0,188 0,227 0,266 0,305 0,344 0,383 0,422 0,461 0,500 0,539 0,573 40 0,167 0,206 0,245 0,284 0,323 0,362 0,401 0,440 0,479 0,518 0,557 50 0,140 0,179 0,218 0,257 0,296 0,335 0,374 0,413 0,452 0,491 0,530 60 0,120 0,159 0,198 0,237 0,276 0,315 0,354 0,393 0,432 0,471 0,510 70 0,074 0,113 0,152 0,191 0,230 0,269 0,308 0,347 0,386 0,425 0,461 80 0,019 0,058 0,097 0,136 0,175 0,214 0,253 0,292 0,331 0,370 0,409 90 0,000 0,039 0,078 0,117 0,156 0,195 0,234 0,273 0,312 0,351 0,390

C. Keseimbangan air di permukaan tanah (water balance)

Hal-hal yang berkaitan dengan keseimbangan air di permukaan tanah, antara lain:

1.

Curah hujan yang mencapai permukaan tanah (Storage) S = R-Et

Jika harga S (+) bila R>Et, air masuk ke dalam tanah,

Jika harga S (-) bila R>Et, sebagian air tanah akan keluar, terjadi defisit

(37)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

3.

Soil Moinsture yaitu kelembaban permukaan tanah yang ditaksir berdasarkan kondisi

porositas lapisan tanah atas catchment area.

4.

Water Surplus ialah banyaknya air yang berada di permukaan tanah

Water Surplus = (R-Et) - Soil Storage

Perubahan kandungan air tanah, soil storage (ds) = selisih antara soil moisture capacity bulan sekarang dengan bulan sebelumnya. Soil moisture capacity ini ditaksir berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah atas catchment area. Biasanya ditaksir 60 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah per m2. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar, maka soil moisturecapacity akan makin besar pula.

D. Debit dan Storage air tanah

Hal-hal yang mempengaruhi debit dan storage air tanah yaitu :

1.

Koefisien infiltrasi (Ic) ditentukan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan alur sungai. Pada lahan yang datar Ic besar, dan pada lahan yang terjal air bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga Ic kecil.

2.

Storage air tanah ditentukan dengan persamaan berikut: Vn = k.V(n-1)+ (0,5.I(l + k)) (Soewarno, 1991)

Di mana :

Vn = Volume air tanah bulan ke-n

k = qt/qo = Faktor resesi aliran di tanah

qt = Aliran air tanah pada bulan t

qo = Aliran air tanah pada bulan awal (t = 0)

I = Infiltrasi

Vn-1 = Volume air tanah bulan ke (n-1)

Harga k yang tinggi akan memberikan resesi yang lambat seperti pada kondisi geologi lapisan bawah yang sangat lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas

tanah dan kemiringan daerah pengaliran.

Lahan yang porous mempunyai infiltrasi lebih tinggi dibanding tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.

E. Debit Andalan

(38)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

B (n) = I – dV (n)

Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi

D (ro) = WS – I

Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar

Run off = D (ro) + B(n)

Debit = ) (detik satubulan luasDAS ai aliransung

F. Debit Andalan Desain

Pemilihan debit andalan sebagai Q desain dengan mengambil rata-rata waktu dari garis masa debit.

Langkah-langkah pemilihian Q desain :

1. Membuat discharge Desain hubungan debit dan waktu seperti pada Gambar 3.15

2. Dibuat garis potong : I-II ; II-III dan seterusnya, makin rapat garis potong mikin teliti

3. Misal periode 10 tahun ada10 garis masa debit 4. Perpotongan garis masa debit I dan garis I-I = Q1 5. II dan garis I-I = Q2

6. Hasil rata-rata n Q Q Q12... nn rata Qrata n n

   1

Keterangan : Potongan I-I : didapat Q rata-rata I Potongan II-II : didapat Q rata-rata II

(39)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo 3.3. Analisa Hidrolika

Parameter analisa hidrolika meliputi yang ditinjau dari analisa sungai sebelum bendung, bendung, Intake, sand trap,spillway, head race, penstock, turbin, tail race.

3.3.1. Sungai

Penampang atau profil potongan sungai yang tidak beraturan sehingga untuk menentukan muka air banjir dengan menggunakan bantuan software HEC-RAS

Elevasi muka air banjir digunakan untuk menentukan tinggi dinding sayap bendung dan digunakan untuk mencari elevasi power house.

 Penampang memanjang sungai.

 Potongan melintang sungai.

 Data debit yang melalui sungai.  Angka manning penampang sungai.

Data penampang memanjangdan potongan melintang sungai dapat dilihat pada Lampiran Data Perencanaan.

Sebelum mulai analisis hidrolika ini, data-data yang diperlukan harus dipersiapkan. Tahap-tahap analisa hidrolika dengan program HEC-RAS adalah Membuat file HEC-RAS baru, Input data geometri sungai, Input data debit, Analisa hirolika dari data-data yang dimasukkan

A. Membuat File HEC-RAS Baru

Tahap-tahap membuat file HEC-RAS baru meliputi Buka program HEC-RAS dan

New project dari menu file. A.1. Buka program HEC-RAS

Membuka program HEC-RAS seperti pada Gambar 3.16

(40)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo A.2. Pilih New Project dari menu file

Gambar 3.17 Tampilan Pengisian Nama File Program HEC-RAS

Isi nama file pada title, dan nama file dengan akhiran .prj seperti pada Gambar 3.17 pada File Name. Klik OK

B. Input Data Geometri Sungai

Tahap-tahap dalam Input data geometri sungai meliputi Menggambar alur sungai dan

Input Data Penampang Melintang (Cross Section) B.1. Menggambar alur sungai

Ditampilan seperti Gambar 3.16 pada menu Edit pilih Geometric Data….. Tampilan yang keluar adalah seperti Gambar 3.18 Menggambar alur sungai dengan klik pada River Reach.

B.2. Input Data Penampang Melintang (Cross Section)

Dengan klik pada cross section, keluar tampilan seperti Gambar 3.18. Pilih add a new cross section pada menu option tampilan seperti pada Gambar 3.9

(41)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo Data-data yang dimasukkan pada input data :

River Sta = Nama potongan melintang,diisi dengan angka yang berurutan

Station = Jarak komulatif antara titik elevasi potongan dari

titik paling pinggir yang bernilai 0

Elevation = Elevasi titik pada station

Downstream Reach legth = Jarak tiap potongan melintang sungai dengan potongan melintang sebelumnya.

Manning’s n value = Nilau angka manning saluran

Main Channel Bank Station = Station titik saluran utama sungai

Cont/Exp Coeficiens = Koefisien kontraksi dan ekpansi

Gambar 3.18 Tampilan Input Data Geometri Sungai Program HEC RAS

Gambar 3.19 Tampilan Input Data Potongan Melintang Sungai Program HEC-RAS

C. Input Data Debit

Ditampilkan seperti Gambar 3.16 pada menu Edit pilih Steady Flow Data. Tampilan yang keluar seperti Gambar 3.20 Data debit yang digunakan adalah debit banjir sungai

(42)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo

Gambar 3.20 Tampilan Input Data Debit Sungai Program HEC-RAS

D. Analisa Data-data yang Telah Dimasukkan

Setelah semua data dimasukkan pada tampilan Gambar 3.21 Pilih Steady Flow Analysis pada menu Run. Lalu klik Compute

Gambar 3.21 Tampilan Analisis Project Program HEC-RAS

Setelah selesai, hasil analisis dapat dilihat pada menu View dengan memilih jenis tampilan

3.3.2. Bendung

Analisis hidrolis bendung meliputi tubuh bendung itu sendiri dan bangunan-bangunan pelengkap sesuai dengan tujuan bendung. Dari saluran Intake ini dapat diketahui elevasi muka air pengambilan, dimana elevasi ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan tinggi mercu bendung.

Setelah elevasi mercu diketahui maka analisis struktur bendung dapat dihitung, yaitu menentukan lebar bendung, Mercu Bulat, Tinggi Air Banjir di Atas Mercu, Muka Air Banjir di Hilir dan Hulu, Kolam Olak, Lantai Muka.

(43)

Tugas Akhir | Perencanaan PLTMH Kedungsari Purworejo A. Lebar Bendung

Lebar bendung adalah jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment) dan sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Pada bagian ruas bawah sungai, lebar rata-rata tersebut dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge), sedangkan pada bagian atas sungai sulit untuk menentukan debit penuh. Lebar maksimum bendung sebaiknya tidak lebih dari 1,2 kali rata-rata lebar sungai pada alur yang stabil.

Lebar total bendung tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk melewatkan debit air karena adanya pilar dan bangunan penguras, jadi lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar efektif (Be), yang dipengaruhi oleh tebal pilar dan koefisien kontraksi pilar dan pangkal bendung untuk lebih jelas seperti pada Gambar 3.22.

Dalam menentukan lebar efektif perlu diketahui mengenai eksploitasi bendung, dimana pada saat air banjir datang pintu penguras dan pintu pengambilan harus ditutup. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah masuknya benda yang terangkut oleh banjir yang dapat menyumbat pintu penguras bila pintu terbuka dan air banjir masuk ke saluran induk.

Rumus : Be = B – 2(n.Kp + Ka)H1…(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma,

Hal :114) dimana:

Be = lebar efektif bendung (m)→ (Be1+Be2+Be3)

B = lebar mercu sebenarnya (m)→ (B1+B2+B3)

Kp = koefisien kontraksi pilar (Tabel 3.17)

Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung (Tabel 3.18)

n = jumlah pilar

H1 = tinggi energi (m)

Gambar

Tabel 3.5 Penentuan Nilai Kt pada Sebaran Normal   (Sumber : Soewarno, 1995)
Tabel 3.6 Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal   (Sumber : CD. Soemarto, 1999)
Tabel 3.8 Nilai  2
Tabel 3.9 Nilai D0  kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof   ( Sumber : Soewarno,1995)  Jumlah data  N  α derajat kepercayaan  0,20  0,10  0,05  0,01  5  0,45  0,51  0,56  0,67  10  0,32  0,37  0,41  0,49  15  0,27  0,30  0,34  0,40  20  0,23  0,26  0,29  0,36  25  0,21  0,24  0,27  0,32
+7

Referensi

Dokumen terkait

dimaksudkan untuk menguji kenormalan distribusi data, atau dengan kata lain apakah data sampel yang diambil telah mengikuti sebaran distribusi normal atau tidak,

Model penelitian ini menggunakan statistik parametrik yakni ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data, yaitu apakah data menyebar secara normal

Persamaan pada variabel dependen adalah menarche, desain penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, Analisa data uji statistik Chi-Square tingkat

Sebaran curah hjan yang cocok pada daerah penelitian ini dengan menggunakan metode Gumbell setelah diuji dengan kecocokan distribusi menggunakan metode

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai Chi Square hitung sebesar 2.473. Nilai Chi Square tabel yang dilihat pada tabel statistik Chi Square dengan signifikansi 0.10 dan df = 1

Dalam analisis multivariate adanya outliers dapat diuji dengan statistik chi square (x 2 ) terhadap nilai mahalanobis distance square pada tingkat signifikan 0,001 dengan

3.3 Metode Pada bagian ini akan diuraikan langkah-langkah dari metode yang digunakan untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi klaim dengan uji chi-kuadrat, metode untuk menguji

Statistik parametrik adalah statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data yang berdistribusi normal dan memmiliki variabel homogen.7 Instrumen penelitian adalah