• Tidak ada hasil yang ditemukan

Riyan Zulmaniar Vinahari Badan Pusat Statistik Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta Indonesia Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Riyan Zulmaniar Vinahari Badan Pusat Statistik Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta Indonesia Abstrak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

(S.4)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK KETERTINGGALAN DESA PERDESAAN DAN

DESA PERKOTAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008 DENGAN

STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM)

Riyan Zulmaniar Vinahari

Badan Pusat Statistik

Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta 10710 Indonesia

07.5479@stis.ac.id

Abstrak

Desa merupakan wilayah administrasi terkecil yang sangat strategis dalam menentukan ketertinggalan di suatu daerah. Wilayah dengan potensi daerah yang tertinggal umumnya menyebabkan penduduknya miskin sehingga pengembangan desa tertinggal diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Beberapa faktor yang tidak dapat diukur secara langsung diduga menjadi penyebab ketertinggalan yaitu faktor fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, kondisi sosial, fasilitas ekonomi, dan aksesibilitas. Oleh karena itu, metode yang digunakan untuk melakukan perbandingan karakteristik ketertinggalan desa perdesaan dan perkotaan adalah analisis Structural Equation Modeling (SEM). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik ketertinggalan desa wilayah perdesaan dan perkotaan, mengetahui gambaran kondisi sosial, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, dan aksesibilitas serta mengkaji arah hubungan dan pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap ketertinggalan desa di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008. Fasilitas kesehatan, pendidikan, dan ekonomi diduga mempunyai peranan negatif sedangkan kondisi sosial dan aksesibilitas diduga mempunyai peranan positif terhadap desa tertinggal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kemiskinan lebih banyak terjadi di daerah perdesaan daripada perkotaan yang ditunjukkan dengan nilai variabel laten perdesaan lebih tinggi dari perkotaan. Variabel yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap desa tertinggal untuk desa perkotaan adalah kondisi fasilitas pendidikan dan kondisi sosial masyarakat, sedangkan untuk desa perdesaan adalah aksesibilitas, kondisi fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan.

Kata kunci : desa tertinggal, desa perdesaan, desa perkotaan Structural Equation Modeling (SEM).

1. PENDAHULUAN

Kemiskinan dan ketertinggalan dalam suatu wilayah merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan dan kekurangan. Oleh karena itu, kemiskinan dan ketertinggalan dalam suatu wilayah merupakan masalah pokok nasional yang penanggulanggannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan daerah tertinggal, desa memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan ketertinggalan suatu daerah baik dalam lingkup kabupaten, kota maupun provinsi.

(2)

Salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki nilai PDRB riil tinggi adalah Provinsi Jawa Timur yang menempati urutan terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi DKI Jakarta. PDRB riil Jawa Timur pada tahun 2008 adalah 305.538 milyar rupiah dan laju pertumbuhan ekonominya memiliki tren yang positif. Pada tahun 2007, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 6,11 persen dan pada tahun 2008 sebesar 6,16 persen. Dengan nilai PDRB riil per kapita pada tahun 2008 sebesar 8,2 juta rupiah seharusnya tingkat kesejahteraan penduduknya tinggi namun kenyataan di lapangan berbeda.

Provinsi Jawa Timur memiliki laju pertumbuhan penduduk yang positif, jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2000 sebesar 34.783 ribu jiwa dan menjadi 37.476 ribu jiwa pada tahun 2010 (angka sementara). Meskipun jumlah penduduknya terus bertambah, jumlah penduduk miskin Jawa Timur menunjukkan tren yang negatif dari tahun ke tahun, pada tahun 2007 sebesar 7,2 juta dan pada tahun 2008 berkurang menjadi 6,6 juta jiwa. Meskipun demikian, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur menempati urutan pertama di Indonesia dan memiliki persentase penduduk miskin terbesar kedua di Pulau Jawa setelah Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, jika dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), hingga tahun 2005 Jawa Timur memiliki IPM terendah di Pulau Jawa sedangkan tahun 2006 hingga 2008 Provinsi Jawa Timur memiliki IPM terendah kedua di Pulau Jawa setelah Provinsi Banten. Perlu diketahui juga bahwa Jawa Timur memiliki IPM di bawah rata-rata IPM Nasional 2008 sebesar 71,17. Informasi tentang kemiskinan dan ketertinggalan suatu daerah terlebih lagi daerah yang potensial seperti Provinsi Jawa Timur sangat penting sehingga akan ada banyak pihak yang membuat program dan kebijakan mengenai kemiskinan. Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas dibatasi untuk mengamati pengaruh variabel kondisi sosial, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi serta aksesibilitas terhadap ketertinggalan desa di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008.

Berdasarkan latar belakang dan fakta yang telah dipaparkan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ketertinggalan desa, kondisi sosial, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi dan aksesibilitas di wilayah perdesaan dan perkotaan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008; mengetahui pengaruh dan arah hubungan antara variabel kondisi sosial, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, serta aksesibilitas terhadap ketertinggalan desa di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008. Hipotesis penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, kondisi sosial, dan aksesibilitas diduga signifikan berpengaruh terhadap ketertinggalan desa di Jawa Timur.

(3)

2. METODOLOGI

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berhubungan dengan karakteristik ketertinggalan desa di Provinsi Jawa Timur yaitu diantaranya data Potensi Desa (Podes) dan data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Penentuan periode didasarkan pada ketersediaan data Podes dan PPLS yang terbaru atau yang paling update yaitu tahun 2008.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum tentang karakteristik ketertinggalan desa, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, kondisi sosial, fasilitas ekonomi, dan aksesibilitas desa perdesaan dan perkotaan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008. Sementara analisis Structural Equation Modeling (SEM) digunakan untuk melihat dan mengetahui besarnya pengaruh fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, kondisi sosial, fasilitas ekonomi, dan aksesibilitas terhadap ketertinggalan desa untuk wilayah perdesaan dan perkotaan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Faktor Desa Tertinggal

Pada kategori individu, persentase penduduk miskin di Jawa Timur adalah 23,76 persen dari total penduduk pada tahun 2008. Kabupaten/ kota yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar adalah Kabupaten Sampang sedangkan kabupaten/ kota yang memiliki persentase penduduk miskin terkecil adalah Kota Madiun. Gambar 1 menunjukkan kemiskinan di perdesaan lebih besar daripada kemiskinan di perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari ketiga indikator yang menunjukkan persentase lebih tinggi di daerah perdesaan.

Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin, Keluarga yang Menerima Askeskin, dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Menurut Status Desa Tahun 2008

(4)

Kondisi Faktor Fasilitas Ekonomi

Untuk daerah perkotaan, toko merupakan fasilitas ekonomi terbanyak sedangkan di perdesaan yang terbanyak adalah IKRT. Secara keseluruhan, hampir semua fasilitas ekonomi kecuali IKRT lebih banyak berada di perkotaan daripada perdesaan.

Gambar 2. Rata-rata Toko, Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT), Warung, Koperasi, Kios Pertanian, dan Pasar Tanpa Bangunan Menurut Status Desa tahun 2008

Kondisi Faktor Aksesibilitas

Dari semua variabel pengukur tingkat aksesibilitas menunjukkan bahwa aksesibilitas di perkotaan lebih mudah daripada di perdesaan. Hal ini ditunjukkan oleh lebih kecilnya rata-rata jarak di perkotaan daripada di perdesaan untuk semua variabel mulai dari variabel jarak ke pertokoan terdekat hingga jarak ke SMK terdekat.

Gambar 3. Aksesibilitas Menurut Status Desa Tahun 2008

Selain diukur dengan jarak ke berbagai fasilitas, aksesibilitas dalam penelitian ini juga diukur dari banyaknya keluarga yang memiliki telepon kabel. Persentase keluarga yang memiliki

(5)

telepon kabel lebih banyak berada di perkotaan yakni sebesar 25,8 persen sedangkan untuk perdesaan hanya sebesar 2 persen.

Kondisi Faktor Fasilitas Kesehatan

Sebagian besar fasilitas kesehatan lebih banyak berada di perkotaan daripada perdesaan. Fasilitas kesehatan yang lebih banyak berada di perkotaan adalah posyandu, dokter umum, dokter gigi, bidan, dan mantri sedangkan fasilitas kesehatan yang lebih banyak berada di perdesaan adalah Poskesdes, Polindes, dan dukun bayi.

Gambar 4. Rata-rata Poskesdes, Polindes, Posyandu, Dokter Umum, Dokter Gigi, Bidan, Mantri, dan Dukun Bayi Menurut Status Desa Tahun 2008

Kondisi Faktor Fasilitas Pendidikan

Rata-rata fasilitas pendidikan di perkotaan lebih banyak di perkotaan daripada di perdesaan meskipun perbedaan tersebut sangat kecil kecuali untuk fasilitas lembaga keterampilan. Lebih besarnya lembaga keterampilan di perkotaan karena masyarakat kota lebih tertarik untuk mempelajari keterampilan yang menunjang mereka untuk mencari usaha atau bahkan menciptakan lapangan kerja sendiri di tengah susahnya mencari lapangan kerja karena sedikitnya kesempatan kerja yang tersedia.

(6)

Gambar 5. Rata-rata SD, SMP, SMU, SMK, Pondok Pesantren (PP), dan Lembaga Keterampilan Menurut Status Desa Tahun 2008

Faktor Kondisi Sosial

Terlihat sangat jelas bahwa kepadatan penduduk di perkotaan jauh lebih besar daripada kepadatan penduduk di perdesaan. Akibat padatnya penduduk di perkotaan menyebabkan rata-rata keluarga yang tinggal di bantaran sungai, di bawah listrik tegangan tinggi, dan di permukiman kumuh untuk daerah perkotaan juga lebih tinggi daripada perdesaan Sementara itu dilihat dari sisi pekerjaan, rata-rata jumlah TKI di perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan yaitu rata-rata ada sekitar 54 TKI per desa di perdesaan dan rata-rata sekitar 28 TKI per desa di perkotaan. Persentase keluarga pertanian di perdesaan mencapai 73 persen sedangkan di perkotaan hanya 29 persen.

Gambar 6. Persentase TKI, Keluarga Yang Tinggal di Bantaran Sungai, Keluarga yang Tinggal di Bawah Listrik Tegangan Tinggi, dan Keluarga yang Tinggal di Permukiman Kumuh Menurut

(7)

Analisis Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling) Model struktural yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu: Model SEM desa perkotaan

Desa = 0.012*Eko + 0.052*Akses + 0.095*Edu + 0.33*Sosial – 0.042*Health, (0.43) (0.056) (0.039) (0.062) (0.039)

0.28 0.92 2.40 5.38 -1.09

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa variabel yang signifikan berpengaruh langsung terhadap ketertinggalan desa untuk desa perkotaan adalah fasilitas pendidikan dan kondisi sosial masyarakat dengan hubungan yang positif. Semakin banyak fasilitas pendidikan di suatu desa maka pengukur ketertinggalan desa perkotaan (persentase penduduk miskin dan persentase keluarga yang menerima Askeskin) juga akan meningkat. Sementara itu, semakin baik kondisi sosial masyarakat maka pengukur ketertinggalan desa perkotaan (persentase penduduk miskin dan persentase keluarga yang menerima Askeskin) akan menurun.

Model SEM desa perdesaan

Desa = - 0.11*Eko + 0.22*Akses + 0.12*Edu - 0.16*Sosial + 0.32*Health, (0.080) (0.049) (0.029) (0.13) (0.043)

-1.32 4.44 3.95 -1.21 7.49

Untuk model desa perdesaan, variabel yang signifikan berpengaruh langsung terhadap ketertinggalan desa adalah kondisi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan aksesibilitas. Semakin banyak fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan di suatu desa maka pengukur ketertinggalan desa perdesaan (persentase penduduk miskin dan pesentase surat miskin/ SKTM yang dikeluarkan desa) juga akan meningkat. Sementara untuk aksesibilitas, semakin rendah aksesibilitas (semakin jauh) maka pengukur ketertinggalan desa perdesaan (persentase penduduk miskin dan pesentase surat miskin/ SKTM yang dikeluarkan desa) juga akan meningkat.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan analisis deskriptif dan hasil pengujian hipotesis pada analisis Structural Equation Modeling (SEM), disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kemiskinan lebih banyak terjadi di daerah perdesaan daripada perkotaan karena dari semua pengukur variabel laten status ketertinggalan desa (persentase penduduk miskin, askeskin, dan persentase SKTM) lebih tinggi di perdesaan. Tingginya kemiskinan di perdesaan karena kurangnya sarana prasarana, rendahnya aksesibilitas, dan rendahnya

(8)

dan ekonomi menunjukkan bahwa sebagian besar fasilitas lebih banyak tersedia di perkotaan. Tingkat aksesibilitas di perdesaan juga lebih rendah yang dapat dilihat dari lebih jauhnya dalam menjangkau semua fasilitas kebutuhan dasar. Sementara dari kondisi sosial masyarakat menunjukkan jika di perdesaan kondisi sosialnya lebih rendah karena banyaknya yang bermata pencaharian sebagai petani dan TKI sedangkan di perkotaan rendahnya kondisi sosial karena disebabkan masalah permukiman dan kepadatan penduduk.

2. Di daerah desa perkotaan, variabel yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap ketertinggalan desa yaitu kondisi fasilitas pendidikan dan kondisi sosial masyarakat.

3. Di daerah desa perdesaan, variabel yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap ketertinggalan desa yaitu aksesibilitas, kondisi fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan.

Saran

Berdasarkan interpretasi hasil dan kesimpulan yang diperoleh, saran yang diberikan penulis sebagai berikut:

1. Sebaiknya pemerintah mengadakan pembangunan yang merata bagi seluruh masyarakat, tidak hanya berpusat perkotaan. Agar kemiskinan baik di perdesaan maupun perkotaan dapat teratasi.

2. Apabila pemerintah ingin mengentaskan kemiskinan melalui penanggulangan desa tertinggal di daerah desa perkotaan terlebih dahulu dapat dilakukan melalui perbaikan kondisi fasilitas pendidikan dan kondisi sosial masyarakat. Sedangkan untuk daerah desa perdesaan dilakukan dengan mengadakan perbaikan pada aksesibilitas masyarakat, kondisi fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan .

3. Dalam penelitian ini masalah yang dikaji masih terbatas, oleh karena itu saran yang dapat diberikan untuk peneliti selanjutnya agar mengembangkan lagi model yang terbentuk dengan menggali lebih luas variabel-variabel yang dapat berpengaruh terhadap status ketertinggalan desa sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih terhadap perkembangan pembangunan di Jawa Timur.

(9)

5. DAFTAR PUSTAKA

Agusta, Ivanonich. (Agustus, 2007). Desa Tertinggal di Indonesia. Transdisiplin Sosiologi,

Komunikasi, dan Ekologi Manusia, 01(02), 233-252. 09 Februari 2011.

http://www.jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1207233252.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (1995). Penelitian Data Dasar Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal (Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya). Jakarta: Bappenas. Ghozali, Imam. (2008). Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hidayat, Syarif. (2008). Pemodelan Desa Tertinggal di Jawa Barat Tahun 2005 dengan Pendekatan MARS [Tesis]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Irawan, Puguh B. (2003). Kemiskinan Perkotaan: Dimensi, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan. Jakarta: Warta Demografi tahun ke-33 No.4.

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. (2010). Panduan Perhitungan Desa Tertinggal dan Rekapitulasi Desa Tertinggal. Jakarta: KPDT.

Kementerian Pekerjaan Umum. (2010). Panduan Identifikasi Lokasi Desa Terpencil, Desa Tertinggal dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Kementerian PU.

Mubyarto. (1994). Profil Desa Tertinggal Indonesia 1994. Jakarta: Aditya Media.

Sumargo, Bagus. (2002). Validitas dan Reliabilitas Pengukuran Kemiskinan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wijanto, Setyo Hari. (2008). Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wijaya, Tony. (2009). Analisis Structural Equation Modelling Menggunakan AMOS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin, Keluarga yang Menerima Askeskin, dan Surat  Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Menurut Status Desa Tahun 2008
Gambar 3. Aksesibilitas Menurut Status Desa Tahun 2008
Gambar 4. Rata-rata Poskesdes, Polindes, Posyandu, Dokter Umum, Dokter Gigi, Bidan,  Mantri, dan Dukun Bayi Menurut Status Desa Tahun 2008
Gambar 5. Rata-rata SD, SMP, SMU, SMK, Pondok Pesantren (PP), dan Lembaga Keterampilan  Menurut Status Desa Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan penyuluhan kesehatan gigi adalah : Gabungan dari berbagai macam kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip- prinsip belajar untuk

Dengan demikian multimedia dapat diartikan sebagai pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi)

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis rasio manfaat biaya pembuatan biochar dari limbah sekam padi, (2) Membandingkan produktivitas tanaman padi dengan perlakuan

Hal ini disebabkan pada tegangan diatas 6 Volt (seperti 7.5 Volt dan 9 Volt) akan menghasilkan kecepatan fluida lebih tinggi yang akan mempengaruhi perpindahan panas, di

dan menikmati multimedia; (3) pemanfaatan media ini tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di rumah atau

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan pada pengolahan kimpul siap tanak berkalsium tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara hubungan jenis kelamin terhadap kejadian kekerasan dalam pacaran