• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN :"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Jurnal

AgriSains

PENANGGUNGJAWAB

Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum : Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

Sekretaris :

Awan Santosa, SE., M.Sc

Dewan Redaksi :

Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP

Dr. Ir Bambang Nugroho MP

Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP

Pelaksana Administrasi : Gandung Sunardi

Hartini

Alamat Redaksi/Sirkulasi :

LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Jl. Wates Km 10 Yogyakarta

Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213 E-Mail : lppm.umby@yahoo.com

Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun.

Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, Jurnal Agrisains Volume 4, No. 5, September 2012 dapat diterbitkan. Redaksi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pada penulis atas partisipasi untuk berbagi pengetahuan dari hasil penelitian melalui publikasi di jurnal Agrisains. Dengan demikian desiminasi hasil penelitian dapat dilakukan dengan baik. Artikel tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan IPTEKS.

Pada jurnal Agrisains edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian yang berorientasi pada peningkatan ketahanan pangan utamanya di bidang peternakan dan agroteknologi. Sesuai P2KP atau Program Peniningkatan Ketahanan Pangan yang dicanangkan pemerintah, artikel di bidang Peternakan dan Agroteknologi dapat diimplementasikan untuk meningkatkan sumber daya lokal.

Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel dalam jurnal yang diterbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, agar penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, September 2012

(4)

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI

PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON...1-16

GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT

Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK

SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM...17-34 Chatarina Wariyah

RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I

(SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)………...35-50

Bambang Sriwijaya Anggit Bimanyu

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS

KONSENTRAT BROILER ...51-58 Niken Astuti

KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT, pH DAGING DAN SUSUT MASAK DAGING DOMBA

SETELAH PENGANGKUTAN...59-70 Sri Hartati Candra Dewi

PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI

TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

DI TANAH PASIR PANTAI...71-78 F. Didiet Heru Swasono

(5)

ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON

GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT

Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

*) Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan (Fakultas Peternakan) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

Bandar Lampung) (Handphone:089631336577, email:sulastri_sekar@yahoo.com) **) Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

(Handphone:081328832260, email:profsumadi @yahoo.co.id)

ABSTACT

The research was conducted at Lestari farmer group located at Southern Metro subdistrict, Metro city, Lampung province to study the effectivity of mass selection by estimating genetic parameter for growth performance at birth, weaning, yearling and to study producing ability of buck, does, male, and female individuals by estimating breeding value (BV) and Most Probable Producing Ability (MPPA). Recording of pedigree and growth performance of 260 heads of 10 bucks were used to estimate heritability and genetic correlation value, that of 78 does to estimate repeatability value. Survey method were used in this research. Variables observed were body weight and body measurement (body length, body height, chest girth, hip height, ear length, and ear width). Heritability value were estimated by variance analysis of halfsib correlation method, repeatability value by variance analysis of intraclass correlation method, genetic correlation by covariance analysis of halfsib correlation. Heritability and ripitability value were medium, genetic correlation value were positive and medium grade. Heritability and ripitability for yearling weight 0,18±0,01 and 0,19±0,04, respectively. Buck number II (absolute BV 29.91 kg), male goat number II.21 (absolute BV 29.35 kg), female goat number II.16 (absolute BV 26.15 kg), doe number 21 (MPPA 29,14 kg). Its conclusion that mass selection were effetive to improve growth performance, bucks and does possessing high production ability transmitted their genetic to their offspring.

Key words: Heritability, Repeatability, Breeding Value, Most Probable Producing Ability

PENDAHULUAN

Kambing Rambon merupakan hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawah (PE) jantan dengan Kacang betina sehingga kandungan genetik kambing Kacang dalam kambing Rambon lebih tinggi daripada kambing PE (Djajanegara dan Misniwaty, 2005). Kambing Rambon dikenal

juga dengan nama kambing Jawarandu atau Bligon. Penampilan kambing Bligon lebih mirip dengan kambing Kacang (Hardjosubroto, 1994; Devendra dan Burns; 1994; Batubara et al. 2009).

Kambing Rambon banyak dipelihara masyarakat Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro, Provinsi Lampung. Keunggulannya

(6)

terletak pada pertumbuhannya yang cepat dan tingkat kesuburannya tinggi. Kedua sifat tersebut diwariskan oleh kambing Kacang. Postur tubuhnya yang lebih tinggi daripada kambing Kacang merupakan hasil pewarisan dari tubuh kambing PE. Kambing Rambon sangat diminati pedagang daging karena harga kambing per berat hidup murah namun harga dagingnya sama dengan bangsa kambing lainnya.

Penjualan dan pemotongan kambing Rambon yang tinggi di Kota Metro dikhawatirkan dapat menurunkan populasi dan produksi daging kambing karena tidak adanya program pemuliabiakan pada kambing Rambon. Program pemuliabiakan ternak kambing dapat dilakukan melalui seleksi atau pengaturan perkawinan. Seleksi merupakan program pemuliabiakan yang efektif apabila parameter genetik (heritabilitas, ripitabilitas, dan korelasi genetik) suatu sifat berkisar antara sedang sampai tinggi. Sifat yang ekonomis pada kambing Rambon adalah performans pertumbuhan.

Seleksi ternak jantan dewasa, individu jantan dan betina muda dapat dilakukan berdasarkan Nilai Pemuliaan (NP). Seleksi induk dilakukan berdasarkan nilai Most Probable Producing Ability (MPPA). Nilai Pemuliaan adalah penilaian terhadap mutu genetik ternak untuk sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya di dalam populasi (Hardjosubroto, 1994). Nilai MPPA adalah

penduga secara maksimum kemampuan berproduksinya seekor hewan betina berdasarkan catatan performans yang sudah ada (Hardjosubroto, 1994). Kedua nilai tersebut merupakan digunakan untuk evaluasi kemampuan berproduksi ternak. Ternak jantan dan betina dewasa dengan kemampuan berproduksi tinggi diharapkan memiliki kemampuan untuk mewariskan keunggulannya pada keturunannya.

MATERI DAN METODA MATERI

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2012 di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro, Provinsi Lampung. Materi penelitian berupa recording kambing Rambon milik kelompok tani Lestari di Kecamatan Metro Selatan yang meliputi silsilah, tanggal lahir, umur induk saat melahirkan, tipe kelahiran ternak, jenis kelamin individu, berat lahir, berat sapih, dan berat setahunan kambing. Catatan pertumbuhan 260 ekor anak dari 10 ekor pejantan digunakan untuk estimasi heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat, masing-masing dengan analisis keragaman dan peragam metode korelasi saudara tiri sebapak. Catatan pertumbuhan dari 78 ekor induk yang sudah mengalami 3 sampai 6 kelahiran digunakan untuk estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi dalam kelas. Kambing-kambing yang datanya digunakan untuk estimasi adalah kambing yang lahir dari tahun 2007 sampai 2010.

(7)

Peubah yang diamati meliputi berat lahir (BL) dan ukuran-ukuran tubuh saat lahir (UTL), berat sapih (BS) dan ukuran-ukuran tubuh saat sapih (UTS), berat setahunan (BSt) dan ukuran-ukuran tubuh saat umur setahun (UTSt). Ukuran-ukuran tubuh yang diamati meliputi tinggi badan (TB), panjang badan (PB), lingkar dada (LD), tinggi pinggul (TP), panjang telinga (PT), dan lebar lebar telinga (LT).

Koreksi Data Performans Pertumbuhan Data-data berat badan dan ukuran-ukuran tubuh dilakukan penyesuaian terhadap beberapa faktor untuk memperoleh berat badan dan ukuran-ukuran tubuh terkoreksi dengan menggunakan rumus-rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994). Penyesuaian dilakukan terhadap jenis kelamin jantan melalui faktor koreksi jenis kelamin (FKJK), terhadap tipe kelahiran tunggal melalui faktor koreksi tipe kelahiran tunggal (FKTL), dan umur induk 5 tahun (60 bulan) dengan melakui faktor koreksi umur induk (FKUI).

Nilai FKJK (Tabel 1) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

betina jantan

X

X

=

FKJK

Keterangan: Xjantan=Rata-rata BL/BS/BSt/UT

kambing jantan, Xbetina= Rata-rata BL/BS/BSt/UT kambing betina.

Nilai FKTL diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

FKTL= TK TT

X X

Keterangan:XTT= Rata-rata BL/BS/BSt/UT

tipe kelahiran tunggal, XTK= Rata-rata BL/BS/BSt/UT tipe kelahiran kembar dua.

Nilai FKUI (Tabel 2) diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

P(n) P(60) X X = FKUI PS(60)

X = Rata-rata BS/UTS yang induknya berumur 60 bulan pada saat melahirkan.

PS(n)

X = Rata-rata BS/UTS cempe saat sapih yang induknya berumur n bulan (n=12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 72 bulan) Nilai FKUI terdapat padaTabel 3 .

Data berat lahir terkoreksi (BLT) dan ukuran-ukuran tubuh saat lahir terkoreksi (UTLT) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

a. BLT=(BL)(FKJK)(FKTL)

Keterangan: BLT=berat lahir terkoreksi, BL=berat lahir, FKJK=faktor koreksi jenis kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe kelahiran

b. UTLT=(UTL)(FKJK)(FKTL)

Keterangan:UTLT=ukuran-ukuran tubuh saat lahir terkoreksi, UTL= ukuran tubuh saat lahir.

(8)

Data berat sapih terkoreksi (BST) dan ukuran-ukuran tubuh saat sapih (UTST) terkoreksi dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut: a. ) L)(FKUI (FKJK)(FKT x120 US BL -BS + (BL = BST

Keterangan : BST=berat sapih terkoreksi, BS=berat sapih, FKJK=faktor koreksi jenis kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe kelahiran FKUI=faktor koreksi umur induk

b. L)(FKUI) (FKJK)(FKT x120 US UTL -UTS + (UTL = TST U

Keterangan: UTST=ukuran tubuh saat sapih terkoreksi, UTS=ukuran tubuh saat sapih

Data berat setahunan terkoreksi (BStT) dan ukuran-ukuran tubuh saat umur setahun terkoreksi (UTStT) dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut:

a. x245 (FKJK) TW BS -BSt + (BS = BStT

Keterangan : BStT=berat setahunan terkoreksi, BSt=berat setahunan, FKJK=faktor koreksi jenis kelamin, TW=tenggang waktu antara umur penimbangan BSt dengan BS b. (FKJK) x245 TW UTS -UTSt + (UTS = UTStT

Keterangan: UTStT=ukuran tubuh saat umur setahun terkoreksi, UTSt=ukuran tubuh saat umur setahun

Tabel 1. Faktor koreksi jenis kelamin untuk berat badan dan ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir, sapih, dan setahunan

No. Sifat Performans pertumbuhan

Lahir Sapih Setahunan

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 1 Berat badan 1,00 1,02 1,00 1,04 1,00 1,06 2 Panjang badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09 3 Tinggi badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09 4 Lingkar dada 1,00 1,03 1,00 1,05 1,00 1,08 5 Tinggi pinggul 1,00 1,02 1,00 1,05 1,00 1,08 6 Panjang telinga 1,00 1,05 1,00 1,02 1,00 1,02 7 Lebar telinga 1,00 1,02 1,00 1,02 1,00 1,03

(9)

Tabel 2. Faktor koreksi tipe kelahiran untuk berat badan dan ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir dan sapih

No. Sifat Performans pertumbuhan

Lahir Sapih

Tunggal Kembar dua Tunggal Kembar dua

1 Berat badan 1,00 1,10 1,00 1,14 2 Panjang badan 1,00 1,14 1,00 1,16 3 Tinggi badan 1,00 1,13 1,00 1,15 4 Lingkar dada 1,00 1,14 1,00 1,17 5 Tinggi pinggul 1,00 1,12 1,00 1,15 6 Panjang telinga 1,00 1,02 1,00 1,04 7 Lebar telinga 1,00 1,03 1,00 1,04 Estimasi heritabilitas

Data performans terkoreksi dikelompokkan berdasarkan kelompok tetua jantan untuk melakukan estimasi heritabilitas dengan analisis keragaman metode korelasi saudara tiri sebapak sesuai rekomendasi Becker (1992). Data yang diperoleh dianalisis dengan model statistik:

ik i ik =μ+α +e

Y (Yik=mean, αi=pengaruh pejantan ke-i, eik=simpangan genetik dan lingkungan yang memengaruhi individu dalam kelompok pejantan). Seluruh pengaruh bersifat acak, normal, dengan harapan nol.

Estimasi heritabilitas dihitung dengan rumus: 2 w 2 s 2 s 2 s σ +σ 4σ = h

Salah baku (standard error) estimasi heritabilitas dihitung dengan rumus:

1) -1)(S -k(k 1)t) -(k + (1 t) -2(1 4 = ) S.E(h 2 2 2 S

t=korelasi dalam kelas (intraclass correlation) 2 w 2 s 2 s σ + σ σ = t Estimasi ripitabilitas

Data dikelompokkan per paritas per induk untuk menghitung estimasi ripitabilitas dengan metode intraclass correlation sesuai rekomendasi Becker (1992). Data yang diperoleh dianalisis dengan model matematik: Ykm=μ+αkkm(Ykm=Hasil pengamatan ke-m pada individu ke-k, µ=rata-rata performans populasi, αk=pengaruh individu ke-k, ekm=pengaruh lingkungan tidak terkontrol). Estimasi ripitabilitas (R) dihitung dengan rumus:

2 E 2 W 2 W σ + σ σ = R

(10)

Standard error (S.E.) atau salah baku estimasi ripitabilitas dihitung dengan rumus: S.E. (R) = 1) -1)(N -k(k 1)R) -(k + (1 R) -2(1 2 2

Estimasi korelasi genetik

Data dua sifat masing-masing dikelompokkan per tetua jantan untuk menghitung estimasi korelasi genetik. dengan analisis keragaman metode korelasi saudara tiri sebapak sesuai rekomendasi Becker (1992).

stimasi korelasi genetik (rG) dihitung dengan rumus: ) )(4σ (4σ 4cov = r 2 S(Y) 2 S(X) S G

Rumus standard error (S.E.) atau salah baku korelasi genetik (rG):

) var(r = )

S.E.(rG G

Estimasi kemampuan berproduksi Kemampuan berproduksi yang diestimasi antara lain nilai pemuliaan (NP) absolut pejantan berdasarkan berat setahunan anak dengan rumus sebagai berikut: P + )) P -P ( 1)h -(n + 1 nh ( = NP 2 2 Keterangan:

NP= Nilai Pemuliaan, n =jumlah anak per pejantan, h2=heritabilitas berat setahunan,

P=rata-rata berat badan anak per pejantan,

P=rata-rata berat badan populasi

Nilai Pemuliaan absolut (NP) anak jantan dan betina pada umur tertentu dihitung dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: P + )) P -(P (h = NP 2

Keterangan : NP = Nilai Pemuliaan, h2 = heritabilitas berat badan, P=berat badan individu, P=rata-rata berat badan populasi.

Kemampuan berproduksi induk diestimasi dengan nilai MPPA (Most

Probable Producing Ability) absolut

berdasarkan berat setahunan anak dihitung dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:

P + )) P -P ( ( = MPPA 1+(n-1)r nr

Keterangan: n =jumlah pengukuran per induk, r=ripitabilitas berat badan, P =rata-rata berat setahunan anak per induk,

P=rata-rata berat setahunan populasi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Estimasi Heritabilitas Berat Badan dan

Ukuran-Ukuran Tubuh

Estimasi heritabilitas dan ripitabilitas berat lahir dan ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir paling rendah, namun meningkat pada performans saat sapih, dan semakin meningkat lagi pada performans umur setahun (Tabel 4). Estimasi parameter genetik termasuk kelas sedang apabila nilainya 0,10 sampai dengan 0,30 (Warwick et al., 1990).

(11)

Tabel 4. Performans pertumbuhan kambing Rambon dan nilai heritabilitas dan ripitabilitas masing-masing sifat

Performans pertumbuhan

Rata-rata Parameter genetik No . Heritabilitas Ripitabilitas 1 Lahir a. Berat lahir 2,36±0,98 kg 0,14±0,07 0,19±0,03 b. Tinggi badan 20.12±2,03 cm 0,13±0,03 0,15±0,02 c. Panjang badan 20.22±2,88 cm 0,16±0,01 0,19±0,08 d. Lingkar dada 23,23±2,01 cm 0,15±0,06 0,12±0,01 e. Tinggi pinggul 22.01±2,02 cm 0,15±0,02 0,13±0,01 f. Panjang telinga 8,12±1,61 cm 0,10±0,03 0,12±0,01 g. Lebar telinga 4,70±0,145 cm 0,11±0,05 0,10±0,03 Jumlah ternak 286 ekor

2 Sapih a. Berat sapih 10,56±1,78 kg 0,22±0,08 0,25±0,09 b. Tinggi badan 34,79±3,02 cm 0,23±0,00 0,24±0,06 c. Panjang badan 37,99±3,02 cm 0,21±0,07 0,25±0,09 d. Lingkar dada 36,11±3,77 cm 0,22±0,02 0,25±0,08 e. Tinggi pinggul 38,22±3,77 cm 0,23±0,14 0,26±0,09 f. Panjang telinga 12,16±1,90 cm 0,11±0,00 0,16±0,02 g. Lebar telinga 7,88±0,11 cm 0,12±0,02 0,15±0,04

Jumlah ternak 286 ekor 3 Setahun a. Berat setahunan 27,88±2,33 kg 0,23±0,07 0,30±0,08 b. Tinggi badan 53,35±2,01 cm 0,24±0,08 0,27±0,09 c. Panjang badan 52,99±3,01 cm 0,21±0,05 0,30±0,05 d. Lingkar dada 56,62±3,34 cm 0,22±0,02 0,24±0,05 e. Tinggi pinggul 49,34±4,46 cm 0,23±0,05 0,28±0,08 f. Panjang telinga 16,32±2,02 cm 0,11±0,02 0,14±0,05 g. Lebar telinga 8,34±2,00 cm 0,12±0,03 0,15±0,04

Jumlah ternak 286 ekor

Heritabilitas pada performans pertumbuhan seluruhnya termasuk kelas sedang sehingga sifat-sifat tersebut efektif

untuk ditingkatkan melalui seleksi. Seleksi pada performans pertumbuhan saat lahir mengakibatkan dystocia sehingga tidak

(12)

dianjurkan (Hamed et al., 2009; Warwick et

al., 1990). Heritabilitas performans

pertumbuhan paling rendah dibandingkan pada saat sapih dan umur setahun karena sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor maternal yang diberikan induk pada saat fetus berada dalam kandungan induk (Mandal et al., 2006; Yang et al., 2009).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa estimasi berat lahir 0,19 pada kambing Boer (Zhang et al., 2008), 0,17 pada kambing Boer (Zhang et al., 2009), 0,80 pada kambing Boerawa (Beyleto et al., 2010), 0,30 pada kambing Kacang, 0,27 pada kambing Boer (Elieser, 2012), panjang badan, tinggi badan, dan lingkar dada pada saat lahir pada kambing Boer masing-masing 0, 14, 0,24 dan 0,25 (Zhang et al., 2008)

Estimasi heritabilitas berat sapih pada beberapa bangsa kambing juga dilaporkan termasuk kelas sedang bahkan tinggi. Heritabilitas performans pertumbuhan yang bernilai sedang menunjukkan bahwa korelasi antara penotip dengan genetik berderajat sedang sehingga performans pertumbuhan cukup akurat untuk menduga mutu genetik ternak (Warwick et al., 1990; Al-Shorepy, 2001).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa estimasi heritabilitas berat sapih kambing Kacang dengan metode hubungan saudara tiri sebapak 0,36 (Elieser, 2012), pada kambing Boerawa dengan metode hubungan saudara tiri sebapak 0,30, dan dengan metode pola tersarang 0,63

(Beyleto et al., 2010), pada kambing Boerawa G1 0,25 yang diestimasi dengan metode hubungan saudara tiri sebapak ( Dakhlan and Sulastri, 2006) dan 0,19 yang diestimasi dengan metode regresi induk-anak (Sulastri dan Qisthon, 2007), 0,22 pada kambing Boer (Zhang et al., 2009).

Berat sapih merupakan indikator potensi pertumbuhan individu yang baik, produksi susu induk yang baik, dan sifat keindukan yang baik (Hamed et al. , 2009). Seleksi pada sifat pertumbuhan saat sapih juga mernghasilkan peningkatan fertilitas, kesuburan, ketahanan hidup cempe dari lahir sampai sapih, dan ketahanan hidup induk dari masa perkawinan sampai menyapih anaknya (Zhang et al., 2009).

Keragaman maternal yang merupakan bagian dari keragaman lingkungan berpengaruh terhadap performans pertumbuhan saat sapih sehingga berat sapih bukan merupakan kriteria seleksi yang tepat. Performans pertumbuhan umur 24 minggu (6 bulan) merupakan kriteria seleksi yang lebih tepat daripada berat sapih karena performans pertumbuhan pada umur 24 minggu sudah tidak dipengaruhi oleh faktor maternal (Das et al., 2005).

Estimasi heritabilitas panjang dan lebar telinga saat lahir, sapih, dan umur setahun termasuk kelas sedang tetapi lebih rendah daripada heritabilitas berat badan dan ukuran-ukuran tubuh lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa seleksi tidak efektif dilakukan terhadap ukuran telinga.

(13)

Panjang dan lebar telinga bukan merupakan sifat ekonomis tetapi menjadi salah satu ciri yang menandai karakteristik suatu bangsa atau rumpun.

Estimasi heritabilitas berat badan dan ukuran-ukuran tubuh saat umur setahun lebih tinggi daripada saat sapih dan lahir. Semakin meningkatnya umur kambing terjadi penurunan hubungan antara induk dengan cempe sehingga performans pertumbuhan yang terukur merupakan hasil ekspresi genetik aditif individu itu sendiri (Das et al, 2005; Mohammadi et al., 2012).

Estimasi Ripitabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh

Estimasi ripitabilitas performans pertumbuhan kambing Rambon termasuk kelas sedang dan menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya umur kambing (Tabel 4). Hal tersebut disebabkan oleh semakin rendahnya keragaman lingkungan temporer yang berpengaruh terhadap keragaman penotipik seiring dengan meningkatnya umur kambing. Keragaman lingkungan temporer terbesar terdapat pada performans pertumbuhan saat lahir karena cempe yang masih dalam tahapan fetus sangat dipengaruhi oleh keragaman lingkungan temporer yang berasal dari induk. Keragaman lingkungan maternal memperbesar keragaman lingkungan temporer karena induk juga dipengaruhi oleh keragaman lingkungan temporer yang antara lain berasal dari pakan dan kondisi

lingkungan yang secara langsung berpengaruh terhadap penotip induk.Tingginya keragaman lingkungan temporer tersebut menutup keragaman genetik total dan lingkungan permanen.

Estimasi ripitabilitas pada performans pertumbuhan saat sapih semakin meningkat karena cempe-cempe sudah mulai belajar makan sendiri dan sudah tidak sepenuhnya tergantung pada induk seperti pada saat masih dalam kandungan induk. Hal tersebut menurunkan keragaman lingkungan temporer sehingga semakin meningkatkan pengaruh keragaman genetik total dan lingkungan permanen.

Estimasi ripitabilitas tertinggi dicapai pada saat umur setahun karena keragaman lingkungan temporer yang berpengaruh hanya berasal dari lingkungan eksternal dan sudah tidak dipengaruhi oleh keragaman lingkungan yang berasal dari induk. Rendahnya keragaman lingkungan temporer semakin meningkatkan keragaman genetik total dan keragaman lingkungan permanen yang berakibat pada meningkatnya nilai ripitabilitas. Keragaman genetik total tersebut meliputi keragaman genetik aditif, dominan, dan epistasis yang diwariskan dari induk dan tetrua jantan dengan proporsi masing-masing separuh bagian.

Peneliti lain melaporkan bahwa estimasi ripitabilitas berat lahir pada populasi kambing Black Bengal 0,47 (Faruque et al., 2010), kambing Boer 0,20

(14)

(Das et al., 2005), pada kambing PE 0,41 yang diestimasi dengan metode korelasi dalam kelas dan 0,49 yang diestimasi dengan metode korelasi antar kelas (Sulastri et al., 2002), kambing Kacang 0,44 dengan metode korelasi dan 0,45 dengan metode regresi (Elieser, 2012), 0,80 apabila diestimasi dengan metode korelasi dalam kelas dan 0,42 apabila diestimasi dengan metode korelasi antar kelas (Beyleto et al., 2010). Estimasi ripitabilitas berat sapih kambing Boer 0,18 (Das et al., 2005), kambing Boerawa G1, 0,45 yang diestimasi dengan metode korelasi dalam kelas dan 0,13 yang diestimasi dengan metode korelasi antar kelas (Sulastri dan Qishon ., 2009), kambing Kacang 0,30 dengan

metode korelasi dan 0,40 dengan metode regresi (Elieser,2012). Estimasi ripitabilitas berat setahunan kambing Boerawa yang diestimasi dengan metode korelasi dalam kelas maupun antar kelas sama-sama 0,30 (Beyleto et al., 2010), 0,28 (Oktora et al., 2006).

Nilai Pemuliaan Absolut Pejantan Berdasarkan Berat Setahunan Anak

Pejantan Rambon terbaik adalah nomor II (NP absolut 29,91 kg) seperti terdapat pada Tabel 5. Pejantan dengan NP absolut tertinggi tersebut mewariskan separuh nilai pemuliaannya kepada anak-anaknya dan separuh bagian lainnya.

Tabel 5 Sepuluh ekor individu dengan Nilai Pemuliaan absolut berat setahunan terbaik dan MPPA berat setahunan terbaik

Ranking No. pejantan NP (kg) No. individu jantan NP (kg) No. individu betina NP (kg) No. induk MPPA (kg) 1 II 29,91 II.21 29,35 II.16 26,15 21 29,14 2 III 29,85 II.17 29,33 I.23 26,03 47 28,68 3 X 29,80 V.21 29,35 II.8 25,98 50 28,57

4 V 29,67 X.9 28,37 V.4 25,97 61 28,42

5 VI 29,59 III.21 28,35 VI.3 25,95 40 28,39 6 VIII 29,54 V.5 27,94 II.22 25,94 78 28,30 7 IX 29,08 VII.14 27,93 IV.1 25,93 51 28,26 8 VII 29,03 VII.1 27,92 VI.19 25,93 66 28,22 9 IV 28,95 II.12 27,91 II.9 25,92 5 28,17 10 I 28,76 II.2 27,90 VI.4 25,91 25 28,16

(15)

Anak-anak jantan dan betina yang dihasilkannya juga menunjukkan NP absolut berat setahunan tertinggi baik pada anak jantan maupun anak betina. Anak jantan dan betina dari pejantan nomor II merupakan individu-individu dengan dengan NP yang tinggi anak nomor II.21, II.17, II.12, II.2 pada jantan dan II.16, II.8, II.22, II,29 pada betina.

Nilai Most Probable Producing Ability Induk

Induk-induk yang memiliki nilai MPPA berat setahunan absolut tinggi mampu melahirkan cempe dengan berat setahunan yang lebih tinggi daripada berat setahunan cempe yang dilahirkan induk-induk lain.

Keturunan dari induk dengan nilai MPPA berat setahunan absolut yang tinggi dapat dipilih sebagai calon tetua karena anak-anak dari induk tersebut mewarisi berat setahunan yang tinggi dan kemungkinan memiliki kemampuan yang tinggi pula dalam mengulang prestasinya untuk menghasilkan berat setahunan anak yang tinggi pada setiap paritas.

Nilai MPPA dapat dihitung secara relatif sehingga diperoleh nilai MPPA positif dan negatif. Nilai MPPA berat sapih relatif tertinggi pada kambing Kacang

betina yang menghasilkan anak kambing Boerka-1 sebesar +1,75 kg, pada kambing Kacang betina yang melahirkan cempe Kacang sebesar +1,26 kg,

kambing Boerka betina yang melahirkan cempe BC (backcross) Boer sebesar +0,78 kg (Elieser, 2012).

Estimasi Korelasi Genetik Berat Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh

Korelasi genetik antara BL dengan UTL, BS dengan UTS, dan BSt dengan UTSt menunjukkan arah positip dan berderajat tinggi sehingga menunjukkan hubungan yang erat antar peubah (Tabel 6). Hal tersebut disebabkan oleh karena antar sifat-sifat pada umur yang sama dikontrol oleh gen-gen yang sama pada waktu yang bersamaan sehingga memperkecil peragam lingkungan dan sebaliknya meningkatkan peragam genetik aditif. Estimasi korelasi genetik aditif dan penotipik pada performans pertumbuhan bernilai positif dan tinggi sehingga menunjukkan tidak adanya antagonisme antara sifat-sifat pertumbuhan pada saat lahir (Zhang et al., 2008).

Berdasarkan arah dan derajat korelasi genetik tersebut, maka peningkatan BS maupun BSt dapat ditempuh melalui seleksi terhadap ukuran-ukuran tubuh pada tahap umur yang sama. Performans pertumbuhan saat lahir dengan saat sapih lebih erat daripada dengan performans pertumbuhan saat umur setahun. Hal tersebut disebabkan saat lahir dengan saat sapih memiliki kesamaan pengaruh keragaman maternal walaupun dengan kapasitas yang berbeda. Keragaman non genetik yang berasal dari

(16)

maternal berpengaruh lebih besar terhadap performans saat lahir daripada saat sapih. Kesamaan tersebut menghasilkan peragam

lingkungan yang lebih kecil sehingga menghasilkan peragam genetik aditif yang lebih besar.

Tabel 6. Korelasi genetik antar performans pertumbuhan Sifat 1 Sifat 2 BL BS BSt Lahir (L) TBL 0.22±0.0 9 PBL 0.21±0.0 8 LDL 0.20±0.0 8 TPL 0.22±0.0 9 PjTlL 0.19±0.0 8 LbTlL 0.17±0.0 7 Sapih (S) BS 0,18±0,0 5 TBS 0,17±0,0 6 0,25±0,09 PBS 0,16±0,0 5 0,24±0,07 LDS 0,16±0,0 7 0,26±0,06 TPS 0,17±0,0 7 0,26±0,10 PjTlS 0,09±0,0 2 0,18±0,10 LbTlS 0,08±0,0 3 0,17±0,08 Setahun (St) BSt 0,09±0,0 2 0,22±0,05 TBSt 0.10±0.0 4 0,21±0,05 0,23±0,07 PBSt 0.10±0.0 1 0,20±0,10 0,25±0,02 LDSt 0.09±0.0 3 0,20±0,08 0,23±0,03 TPSt 0.08±0.0 0 0,21±0,09 0,21±0,12 PjTlSt 0.07±0.0 2 0,06±0,03 0,20±0,00 LbTlSt 0.06±0.0 1 0,05±0,02 0,20±0,00

(17)

Performans pertumbuhan saat umur setahun sudah tidak dipengaruhi oleh keragaman non genetik yang berasal dari induk sehingga memperbesar peragam non genetik antara performans pertumbuhan saat lahir dengan saat umur setahun. Peragam non genetik atau peragam lingkungan yang lebih besar mengakibatkan rendahnya peragam genetik aditif antara performans pertumbuhan saat lahir dengan saat umur setahun.

Estimasi korelasi genetik yang bernilai positip dan berderajat sedang antara sifat lahir dengan sapih maupun dengan setahunan menunjukkan bahwa seleksi pada performans pertumbuhan saat lahir akan menghasilkan peningkatan pada performans pertumbuhan saat sapih dan setahun. Seleksi terhadap performans pertumbuhan saat lahir tidak dianjurkan untuk menghindari kejadian dystocia walaupun menghasilkan respons seleksi berkorelasi pada performans pertumbuhan saat sapih maupun setahunan.

Korelasi genetik antara berat lahir dengan panjang badan saat lahir 0,83, berat lahir dengan tinggi badan saat lahir 0,88 , dan antara berat lahir dengan lingkar dada saat lahir 0,94 pada kambing Boer (Zhang et al., 2008), antara berat badan umur 3 bulan dan 6 bulan pada kambing Kacang 0,47 dan pada kambing Boer 0,64, antara berat badan umur 3 bulan dengan 12 bulan pada kambing Kacang 0,14 dan pada Boer 0,23, antara nerat badan umur 6 bulan dengan 12 bulan pada kambing Kacang 0,24 dan pada Boer 0,70 (Elieser, 2012).

Korelasi genetik antara berat lahir dengan berat sapih pada kambing Boerawa yang diestimasi dengan metode pola tersarang 0,57, dengan metode korelasi saudara tiri sebapak 0,50, antara berat sapih dengan berat setahunan yang diestimasi dengan pola tersarang 0,60 dan dengan metode hubungan saudara tiri sebapak 0,44, antara berat lahir dengan berat setahunan yang diestimasi dengan pola tersarang 0,14 dan dengan metode hubungan saudara tiri sebapak 0,21 (Beyleto et al., 2010).,

Estimasi korelasi genetik antara berat sapih dengan berat setahunan pada kambing Boerawa yang diestimasi dengan metode pola tersarang 0,60 dan dengan metode korelasi saudara tiri sebapak 0,44, antara berat lahir dengan berat setahunan yang yang diestimasi dengan metode pola tersarang 0,14 dan dengan metode korelasi saudara tiri sebapak 0,21 (Beyleto et al., 2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan disimpulkan bahwa seleksi individu merupakan tindakan yang efektif untuk meningkatkan performans pertumbuhan pada kambing Rambon. Selain itu, pejantan dan induk dengan kemampuan berproduksi tinggi mewariskan keunggulannya pada anak-anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Shorepy, S. A. 2001. Estimates of genetic parameters for direct and

(18)

maternal effects on birth weight of local sheep in United Arab Emirates, Small Rumin. Res. 39 (2001), pp. 219–224.

Batubara, A. M. Doloksaribu, dan B. Tiesnamurti. 2009. Potensi keragaman sumberdaya genetik kambing lokal Indonesia. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional.

Becker, W. A. 1992. Manual of Quantitative Genetics. Fifth Edition. Academic Enterprises. Pullman. USA.

Beyleto, V. Y., Sumadi, dan T. Hartatik. 2010. Estimasi parameter genetik sifat pertumbuhan kambing Boerawa di Kabupaten Tanggamus,Provinsi Lampung. Buletin Peternakan Vol. 34(3):138-144. Oktober 2010.

Das, S. M., J.E.O Rege, and M. Shibre. 2005. Phenotypic and genetic parameters of growth traits of Blended goats at Malya, Tanzania, http://www.ilri.cgiar.org/InfoServ/ Webpub/fulldocs/

AnGenResCD/docs/X5473B/X5473 B0J.HTM ( Diakses 10 Januari 2012).

Devendra, C. dan M, Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB.Bandung.

Djajanegara, A. dan A. Misniwaty. 2005. Pengembangan usaha kambing dalam konteks sosial-budaya masyarakat. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Indonesia.

Elieser, S. 2012. Performan Hasil Persilangan antara Kambing Boer dan Kacang sebagai Dasar Pembentukan Kambing Komposit. Disertasi. Program Pascasarjana. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Falconer, R. D. and T. F. C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Longman, Malaysia.

Faruque, S., S. A. Chowdhury, N. U. Siddiquee, and M. A. Afroz. 2010. Performance and genetic parameters of economically important traits of Black Bengal goat. .J. Bangladesh Agril. Univ. 8(1): 67– 78, 2010 ISSN 1810-3030

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Grasindo. Jakarta

(19)

Haque, N., S. S. Husain, M.A.M.Y. Khandoker and A.S. Apu. 2012. Selection of Black Bengal breeding bucks based on progeny growth performance at nucleus breeding flocks. Irials. September 2012. Volume 1, Issue 4.

Hamed, A., M. M. Mabrouk, I. Shaat, and S. Bata. 2009. Estimation of genetic parameters and some nongenetic factors for litter size at birth and weaning and milk yield traits in Zaraibi goats. Egyptian Journal of Sheep & Goat Sciences, Vol. 4 (2), 2009, 55-64.

Mandal, A., F.W.C. Neser, P.K. Rout, R. Roy and D.R. Notter. 2006. Estimation of direct and maternal (co)variance components for pre-weaning growth traits in Muzaffarnagari sheep, Livest. Sci. 99 (2006), pp. 79–89.

Mohammadi, H., M. M. Shahrebabak, and H. M. Shahrebabak. 2012. Genetic parameter estimates for growth traits and prolificacy in Raeini Cashmere goats. Trop Anim Health Prod (2012) 44:1213–1220 DOI 10.1007/s11250-011-0059-z

Mugambi, J. N., J.W. Wakhungu, B.O. Inyangala, W.B. Muhuyi and T. Muasya. 2007. Evaluation of the performance of the Kenya Dual

Purpose Goat composites: additive and non-additive genetic parameters, Small Rumin. Res. 72 (2007), pp. 149–156.

Oktora, R. 2006. Estimasi parameter genetik sifat-sifat pertumbuhan kambing Boerawa di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggmus. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandarlampung.

Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2002. Estimasi parameter genetik sifat-sifat pertumbuhan kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur. Agrosains. Volume 15 (3), September 2002. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Yang, C-Y., Zhang, Y. D-Q Xu, X Li, J. Sue and L-G. Yang. 2009. Genetic and phenotypic parameter estimates for growth traits in Boer goat. Copyright © 2009 Elsevier B.V. All rights reserved

(20)

Zhang, C.Y., L.G. Yang and Z. Shen. 2008. Variance components and genetic parameters for weight and size at birth in the Boer goat, Livest. Sci. 115 (2008), pp. 73–79.

Zhang, C.Y., Y. Chang, De-Qing, Xiang Li, Jie Su, Li-Guo Yang. 2009. Genetic and phenotypic parameter estimates for growth traits in Boer goat. Livest. Sc. 124, 66 – 71.

(21)

POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM

Chatarina Wariyah

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753

E-mail : chatarina_wariyah@yahoo.co.id

ABSTACT

Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) included in tubers that potential as carbohydrate source. The problems in using kimpul as an alternative staple food are impractical, less

favored and their acrid taste. However, the calcium content ( Ca2+ ) of kimpul is low, while the

phosphorus (P) is quite high, the ideal ratio of Ca2+/P in food to maintain of bone is 2/1. The

purpose of this research was to produce quick-cooking of calcium-fortified kimpul with high acceptability. The research consists of 5 steps e.i. 1) processing of calcium-fortified quick cooking kimpul with variations of slice size and heating time, 2) to evaluate the physical properties (texture, color) of calcium-fortified quick cooking kimpul, 3) to determine the optimum processing conditions based on the acceptability before and after cooking, and 4) to evaluate

the chemical properties (Ca2+ content, starch, moisture and ash) of calcium-fortified quick

cooking kimpul with high acceptability. The results showed that the processing of kimpul into calcium-fortified quick cooking kimpul could produce high acceptability product. Specifically, the larger slice size, the harder texture of the product. The preferred kimpul texture was that sliced with size of 1.00 and 2.00 mm with heating time of 20 and 25 minutes. The colour of calcium-fortified quick cooking kimpul was not significantly differences. The acceptable calcium-calcium-fortified quick cooking kimpul was that processed with slice size of 1.00 - 2.00 mm and heating time of 20 minutes.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini ketahanan pangan nasional masih kurang tangguh, karena masih mengandalkan beras dan terigu sebagai makanan pokok. Beras masih menjadi komoditi utama penopang ketahanan pangan nasional, karena merupakan makanan pokok bagi mayoritas (95 persen) penduduk Indonesia, sehingga ketergantungan pada negara lain masih cukup besar. Untuk mengurangi ketergantungan pada negara lain, perlu dilakukan diversifikasi makanan pokok dan upaya peningkatan produksi pangan

dengan cara mengembangkan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang ada. Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) adalah sejenis umbi–umbian sumber karbohidrat yang sangat potensial. Menurut Sefa-Dedeh et al. (2004), kandungan karbohidrat kimpul utamanya adalah pati yaitu sekitar 36%. Kimpul merupakan tanaman yang mudah ditanam, sehingga sangat layak untuk dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam sebagai tanaman sela diantara tanaman palawija lain atau di pekarangan. Umbi kimpul biasanya diolah secara sederhana dengan dikukus, direbus atau dengan sedikit variasi dibuat berbagai produk

(22)

olahan antara lain getuk, keripik, perkedel dan sebagainya (Anggarwulan et al., 2008). Sebagai pangan sumber karbohidrat, produksi kimpul dapatmencapai 4-5 ton/Ha (Anonim, 2010), sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan alternatif pengganti beras, mengingat produksi beras saat ini 62,56 ton GKG (Gabah Kering Giling) (Anonim, 2009a), dan dengan jumlah tersebut Indonesia masih harus mengimpor beras sebagai cadangan sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk GKG sebanyak 1,3 juta ton (Anonim, 2009b). Kebutuhan beras akan semakin bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya lahan penanaman padi.

Selain sumber karbohidrat, kimpul juga banyak mengandung mineral seperti K, Zn, Mg, P dan Ca. Menurut Sefa-Dedeh (2004), kadar mineral tersebut berturut-turut sebanyak 763-1451; 17-51,9; 46,7-85,0; 41,6-63,1 dan 4,68-24,3 g/100g. Kalsium (Ca2+) termasuk mineral dengan jumlah yang paling rendah, sedangkan fosfor (P) cukup tinggi. Padahal dalam bahan pangan, rasio ideal Ca2+/P agar dapat digunakan untuk pemeliharaan tulang adalah 2/1 (Brody (1994). Kalsium merupakan zat gizi mikro yang termasuk dalam kelompok makro mineral esensial dalam tubuh. Walaupun belum merupakan masalah gizi utama, namun kekurangan kalsium dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit terkait dengan fungsi kalsium seperti osteoporosis, kekakuan otot (tetani), kram dan gangguan pembekuan darah

(Linder,1991). Menurut Anonim (2005) jumlah penderita osteoporosis di Indonesia saat ini sudah mencapai 19,7%. Dengan bertambahnya usia harapan hidup dan jumlah wanita pramenopause, diperkirakan jumlah tersebut akan semakin bertambah. Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat dari 64,71 tahun menjadi 67,68 tahun pada tahun 1995-2005, sehingga diperkirakan proporsi penduduk lanjut usia mencapai 8,4% atau 18,4 juta jiwa (Anonim, 2005). Sebagai konsekuensinya, negara kita menghadapi masalah-masalah penyakit yang ditimbulkan akibat lanjut usia antara lain osteoporosis. Selain itu jumlah wanita menjelang menopause (pada usia sekitar 50 tahun) yang riskan terhadap osteoporosis sebanyak 11% dari populasi, jumlah tersebut diperkirakan meningkat menjadi 14% pada tahun 2015 (Anonim, 2006). Di Indonesia konsumsi kalsium rata-rata baru mencapai 254 mg/ hari-orang (Anonim, 2004). Padahal angka anjuran kecukupan asupan kalsium sebesar 800-1200 mg/hari-orang dewasa. Menurut hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004, dianjurkan asupan kalsium sebesar 800 mg /hari-orang (Kartono dan Soekarti, 2004). Mengingat dampak defisiensi kalsium yang nyata, maka perlu segera dikembangkan produk pangan alternatif berkalsium yang dapat menjangkau masyarakat luas, sehingga asupan rata-rata kalsium dapat tercukupi.

Permasalahan lain terkait dengan pemanfaatan kimpul sebagai pangan alternatif pengganti beras adalah

(23)

penggunaan dalam bentuk umbi sangatlah tidak praktis, kurang disukai serta adanya acrid taste. Sebagai makanan pokok pengganti beras, maka setidaknya bentuk dan citarasa kimpul hendaknya setara dengan beras. Menurut Sefa-Dedeh et al. (2004), acrid taste (pedas, tajam) pada kimpul terutama disebabkan karena adanya senyawa oksalat. Senyawa tersebut dapat dihilangkan dengan proses pengirisan selanjutnya dikeringkan. Oleh karena perlu dilakukan penelitian pembuatan kimpul dalam bentuk siap tanak dengan ukuran mirip beras agar disukai, sekaligus upaya menghilangkan acrid taste yang tidak dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan kimpul siap tanak berkalsium yang disukai. Dengan demikian apabila penelitian ini dilakukan akan memberikan manfaat sebagai pangan alternatif pengganti beras dan dengan mengkonsumsi kimpul-siap tanak berkalsium, asupan kalsium dapat terpenuhi, terjangkau masyarakat luas dan bermanfaat bagi kesehatan.

METODE PENELITIAN Bahan

Umbi kimpul yang akan digunakan untuk penelitian adalah kimpul dengan daging berwarna putih dengan tingkat kematangan optimum yang akan dibeli di pasar tradisional di wilayah kota Yogyakarta. Sebelum digunakan kimpul dianalisis kadar air, dan pati dengan metode Direct Acid Hydrolysis (AOAC, 1990), analisis kadar Ca2+ dengan metode

titrasi (Watson ,1996) dan amilosa dengan metode pengikatan iod (Juliano, 1971). Bahan kimia untuk analisis kimia semuanya dengan kualifikasi pro analysis (p.a) dari Merck. Garam kalsium yang digunakan untuk fortifikasi adalah Ca-glukonat (Brataco Chemika).

Jalannya Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menghasilkan kimpul-siap tanak berkalsium dengan akseptabilitas tinggi. Penelitian terdiri dari 5 tahap yaitu: 1) pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium, dengan variasi ukuran irisan umbi kimpul, lama pemanasan, 2) mengevaluasi sifat fisik (tekstur, warna) kimpul-siap tanak berkalsium, 3) menentukan kondisi optimum pengolahan berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap tanak berkalsium sebelum dan setelah penanakan, 4) mengevaluasi sifat kimia (kadar Ca2+, pati, air dan abu) kimpul-siap tanak berkalsium dengan akseptabilitas tinggi (hasil Tahap 2).

1. Pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium

Proses pembuatan kimpul-siap tanak berkalsium (KSTB) mengacu pada penelitian sebelumnya (Wariyah et al., 2008b) yang dimodifikasi dengan perlakuan pendahuluan. Tahapnya meliputi: perlakuan pendahuluan, perendaman dalam larutan Ca-glukonat pada suhu 80oC pada rasio kimpul/larutan Ca2+ 1/1,5; penirisan dan pengeringan cabinet drier pada suhu 50oC sampai kadar air 10-11%. Perlakuan

(24)

pendahuluan yang dilakukan pada kimpul adalah pengupasan, blansing dan pengecilan menggunakan parutan keju dan kelapa. Ukuran bergradasi dengan variasi pada kecil (parutan keju), kecil, sedang, besar (ukuran parutan kelapa). Perendaman irisan kimpul dalam larutan Ca-glukonat sampai mencapai kadar Ca2+ kimpul-siap tanak sekitar 100 mg/100g bk (berdasarkan perhitungan AKG Ca2+). Lama perendaman bervariasi (20, 25 dan 30 menit) atau sampai mencapai pragelatinisasi yang masih akseptabel. KSTB dari seluruh variasi perlakuan, diuji sifat fisik (tekstur, warna) pada Tahap 2 dan akseptabilitasnya pada Tahap 3 untuk menentukan kondisi optimum pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium.

2. Pengujian sifat fisik (tekstur dan warna) kimpul-siap tanak berkalsium

Dari penelitian Tahap 1 diperoleh sampel kimpul-siap tanak berkalsium dengan variasi: lama perendaman, ukuran irisan kimpul dan konsentrasi Ca-glukonat. Semua sampel dievaluasi sifat fisik tekstur dan warna sebagai dasar penetapan akseptabilitas kimpul-siap tanak yang diuji pada Tahap 2. Tekstur dengan Hardness

Tester, warna dengan Color Reader

Lavibond Tintometer Model F. Pada uji tekstur dilakukan pada KSTB sebelum dan setelah tanak.

3. Penentuan kondisi optimum pengolahan berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap tanak berkalsium

Kondisi optimum fortifikasi ditentukan berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap tanak berkalsium dan cooking qualitynya (sifat inderawi setelah ditanak). Pengujian inderawi dilakukan dengan metode Hedonic

Test (Krammer dan Twigg, 1970)

berdasarkan tingkat kesukaan terhadap bau, warna, tekstur, dan kesukaan keseluruhan kimpul-siap tanak berkalsium. Sedangkan cooking quality diuji pada kimpul-siap tanak yang telah ditanak menggunakan rice cooker atau penanak nasi biasa. Sifat inderawi yang diuji meliputi bau, warna, tekstur (kelunakan dan kelengketan), rasa dan citarasa. Data yang diperoleh secara statistik untuk mendapatkan kimpul-siap tanak berkalsium dengan akseptabilitas tinggi dari proses pengolahan yang telah dilakukan.

4. Evaluasi sifat kimia kimpul-siap tanak berkalsium

Analisis kimia terhadap kimpul-siap tanak berkalsium dengan akseptabilitas tinggi meliputi kadar Ca2+, air. Analisis Ca2+ menggunakan metode titrasi (Watson, 1996), amilosa (Juliano dan pati dengan metode hidrolisis asam (AOAC, 1990).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Gacula dan Singh, 1984) dengan faktor ukuran irisan umbi kimpul, lama pemanasan. Selanjutnya dilakukan analisis varian dan apabila terdapat perbedaan

(25)

yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil pada p< 5%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bahan Dasar

Berdasarkan hasil analisis umbi kimpul meliputi kadar pati, kadar amilosa dan kadar kalsium didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar pati, amilosa dan kalsium oksalat umbi kimpul

Bahan Kadar amilosa (%wb) Kadar pati (% wb) Kadar air (%wb) Kadar Ca mg/ 100g bahan Umbi kimpul 10,39 25,50 84,87 28,34

Hasil didapatkan dari 2 kali ulangan percobaan dan 2 ulangan analisis.

Tabel 1 menunjukkan kandungan pati yang hampir sama dengan Elevina (2000) yaitu Xanthosoma saggitifolium,

Colocassiaesculenta, dan Ipomoea

batataare memiliki kandungan pati antara 23,8-30,0%, 22,0-40,3%, dan 22-28%.

Varietas umbi Xanthosoma saggitifolium,

Colocassiaesculenta dan Ipomoea

batataare yang merupakan umbi tropis yang dapat berpotensi diubah menjadi tepung atau pati karena umbi tersebut menyimpan kandungan pati yang tinggi. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kandungan amilosa dan kandungan kalsium umbi kimpul yaitu untuk kandungan amilosa menunjukkan nilai 10,39 % (wb) dan 28,34 mg/100g bahan. Menurut Tutut (2005), kadar amilosa kimpul yaitu sebesar 7,86 % (wb) atau 21,92 % db, dan kandungan kalsium oksalat menunjukkan 56,68 mgCa/100 g bahan (%wb). Hasil analisis kadar kalsium oksalat menurut Onayemi dan Nwigwe (1987) yaitu kadar kalsium oksalat sebesar 443-842 mg/100 g bahan. Coursey (1968), menyatakan bahwa komposisi komponen makanan tergantung pada varietas, lokasi, musim, metode pengolahan dan penyimpanan.

Kimpul Siap Tanak Berkalsium Kadar air

Hasil analisis kadar air kimpul siap tanak berkalsium disajikan pada Tabel 2.

(26)

Tabel 2. Kadar air kimpul siap tanak berkalsium

Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Kadar air (%wb)

20 8,74 25 8,53 Ukuran irisan I ± 1 mm 30 8,65 20 8,88 25 8,48 Ukuran irisan II ± 2 mm 30 8,71 20 8,84 25 9,37

Ukuran irisan III ± 2,75 mm 30 8,52 20 8,59 25 8,55 Ukuran irisan IV ± 22,25 mm 30 8,72

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa kadar air kimpul siap tanak berkalsium antara 8,48 -9,37 %. Pada penelitian ini digunakan pengeringan bahan untuk mencapai kadar air ± 9 % (Syarief dkk, 1987) oleh karena itu rata-rata kadar air kimpul siap tanak semuanya mendekati kadar air 9 %.

Tekstur

Pengujian tekstur kimpul siap tanak berkalsium dilakukan secara obyektif digunakan alat Hardness Tester, yang dinyatakan dalam kgyaitu beban maksimal yang dibutuhkan untuk menekan bahan sampai pecah. Hasil analisis pengujian tekstur dengan Hardness Tester disajikan dalam Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara ukuran irisan dan lama pemanasan terhadap tekstur kimpul siap tanak beraklsium. Pemanasan tidaj berpengaruh nyata, akan tetapi ukuran irisan kimpul pada berpengaruh terhadap tekstur kimpul siap tanak berkalsium yang dihasilkan.

Secara umum, semakin besar ukuran irisan tekstur kimpul siap tanak berkalsium semakin keras. Hal ini mungkin dikarenakan ketebalan ukuran irisan menghasilkan struktur bahan kompak sehingga menyebabkan tekstur kimpul siap tanak menjadi keras. Tekstur kimpul siap tanak berkalsium semakin keras dapat juga disebabkan karena terjadinya proses

(27)

Tabel 3. Tekstur kimpul siap tanak berkalsium (kg)

Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Tekstur (gaya yang dapat ditahan) (kg) 20 0,67 25 0,96 Ukuran irisan I ± 1,00 mm 30 0,88 20 1,63 25 1,55 Ukuran irisan II ± 2,00 mm 30 2,04 20 1,30 25 1,25

Ukuran irisan III ± 2,75 mm 30 1,76 20 2,59 25 2,55 Ukuran irisan IV ± 22,25 mm 30 2,21

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 6 ulangan pengukuran dan 2 ulangan percobaan.

Menurut Kadan dkk, (2001) dan Yu dkk, (2010), retrogradasi pati mungkin menyebabkan tekstur produk keras, yang tidak diinginkan. Namun, selama retrogradasi gelatinisasi pati rantai polimer yang reassociated menjadi struktur yang lebih teratur atau lebih kristal, dan keras. Semakin lama pemanasan, gelatinisasi semakin tinggi, sehingga tekstur juga semakin keras.

Warna

Pengukuran warna secara objektif dilakukan dengan menggunakan alat Lovibond tintometer diamati berdasarkan parameter merah (red), kuning (yellow), biru (blue), kecerahan (brightness). Hasil pengukuran warna kimpul siap tanak disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa ukuran irisan tidak berpengaruh nyata dan lama perebusan berpengaruh nyata terhadap warna merah (red) pada pengujian warna kimpul siap tanak yang dihasilkan. Nilai red menunjukkan tingkat kegelapan produk, semakin tinggi nilai red, maka bahan akan semakin tampak lebih gelap. Warna yang gelap bisa disebabkan karena suhu yang digunakan pada proses pengeringan pada bahan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan, karena umbi kimpul sendiri terdapat gula reduksi dan protein.

(28)

Tabel 4. Pengujian warna kimpul siap tanak berkalsium Ukuran Irisan Lama

perebusan (menit)

Red Yellow Blue Brightness

20 1,35 1,90 0,95 0,56 25 1,35 1,85 0,95 0,50 Ukuran irisan I ± 1,00 mm 30 1,30 1,93 0,95 0,93 20 1,35 1,90 0,95 0,62 25 1,30 1,90 0,95 0,60 Ukuran irisan II ± 2,00 mm 30 1,30 1,95 0,95 0,52 20 1,35 1,90 0,95 0,49 25 1,30 1,88 0,95 0,65 Ukuran irisan III ± 2,75 mm 30 1,30 1,90 0,95 0,50 20 1,40 1,85 0,95 0,70 25 1,30 1,90 0,95 0,65 Ukuran irisan IV ± 22,25 mm 30 1,30 1,90 0,95 0,63

* Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji DMRT pada α 5%.

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap warna biru (blue) pada pengujian warna kimpul siap tanak yang dihasilkan. Secara umum, warna blue menunjukkan nilai yang rendah. Nilai blue menunjukkan tingkat kepekatan produk, semakin tinggi nilai blue maka bahan akan semakin tampak lebih pekat. Kepekatan produk disebabkan karena terjadinya reaksi pencoklatan.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa ukuran irisan tidak berpengaruh nyata terhadap warna kuning (yellow) pada pengujian warna kimpul siap tanak yang dihasilkan, namun pemanasan berpengaruh nyata. Secara umum, warna kimpul siap

tanak yang dihasilkan semuanya berwarna kuning kecoklatan, jadi untuk pengujian warna untuk parameter kuning (yellow) tidak berpengaruh nyata terhadap warna kimpul siap tanak. Hal ini karena suhu yang digunakan untuk setiap perlakuan sama yaitu 900C. Nilai yellow yang tinggi menunjukkan warna produk semakin kuning atau coklat. Proses pengeringan pada bahan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan secara non enzimatis yaitu reaksi Millard karena adanya kenaikan suhu pada proses pengeringan. Reaksi Millard terjadi karena adanya gula reduksi yang bereaksi dengan gugus amina primer (Sirkorski, 2007).

(29)

Dari Tabel 4 diketahui bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata terhadap warna kecerahan (Brightness) pada pengujian warna kimpul siap tanak yang dihasilkan. Semakin besar ukuran irisan warna kimpul siap tanak berwarna putih, hal ini karena luas permukaan bahan kecil sehingga gelatinisasi lebih lambat. Mackenney dan Little (1962) menyatakan bahwa nilai dari pengukuran warna terhadap Brightness yang paling rendah menunjukkan ketidak cerahan atau suram.

Tingkat kesukaan beras siap tanak berkalsium

Uji kesukaan merupakan respon dari panelis yang berupa penilaian terhadap produk yang disukai atau tidak disukai. Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap kimpul siap tanak berkalsium. Pengujian tingkat kesukaan ini dilakukan pada beras kimpul siap tanak dan nasi kimpul siap tanak. Uji kesukaan ini menggunakan Hedonic Scale Scoring Test yang disajikan dalam Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Tingkat kesukaan beras kimpul siap tanak berkalsium Sampel Lama

Pemanasan (menit)

Bau Warna Tekstur Keselu- ruhan 20 2,60a 3,00ab 3,05a 3,15 ab 25 4,25c 3,95bcd 4,35bc 4,00bc Ukuran irisan I ± 1,00 mm 30 3,25ab 2,80ab 3,35ab 3,35 ab 20 3,00ab 3,05ab 3,25 ab 3,00a 25 4,20c 4,65d 4,15abc 4,40c Ukuran irisan II ± 2,00 mm 30 2,90ab 3,65abc 3,55 abc 3,45 ab 20 3,35bc 2,90a 3,40 ab 3,40 ab 25 3,20ab 3,78abc 3,90 abc 3,80 abc Ukuran irisan III ± 2,75 mm 30 3,25ab 2,85a 4,55c 3,70 abc 20 3,15ab 4,05cd 3,35 ab 4,00bc 25 3,40b 2,85a 3,35 ab 3,20 ab Ukuran irisan IV ± 22,25 mm 30 3,35bc 2,85a 3,25 ab 3,35 ab

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.

* Nilai semakin kecil menunjukkan semakin disukai.

Pengujian tingkat kesukaan beras kimpul siap tanak dilakukan dengan menggunakan parameter bau, warna, tekstur, dan keseluruhan serta

menggunakan skala penilaian dengan menggunakan angka 1 sampai 7. Angka 1 menunjukkan sangat suka dan angka 7 menunjukkan nilai sangat tidak suka. Hasil

(30)

uji kesukaan beras kimpul siap tanak disajikan pada Tabel 5.

a. Bau

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap bau kimpul siap tanak yang dihasilkan. Ukuran sedang kimpul siap tanak semakin disukai panelis. Hal ini mungkin karena ukuran irisan kimpul yang masih berukuran agak besar jadi tidak banyak senyawa yang hilang pada saat proses pengolahan. Dari Tabel 5 diketahui bahwa lama perebusan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada bau kimpul siap tanak. Secara umum, semakin lama perebusan aroma kimpul siap tanak semakin disukai panelis. Hal ini mungkin disebabkan karena semakin lama perebusan zat-zat yang terkandung dalam bahan akan menguap.

b. Warna

Warna merupakan faktor yang penting dalam menilai mutu bahan pangan. Warna biasanya tampil lebih dahulu dalam menilai mutu bahan pangan dan kadang sangat menentukan sebelum faktor-faktor yang lain seperti rasa, tekstur, dan nilai gizi. Warna bahan makanan tergantung kenampakan dan kemampuan bahan pangan untuk memantulkan menyerap atau meneruskan sinar tampak. Disamping itu ada faktor-faktor lain misalnya sifat fisiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna

lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan (Winarno, 1993)

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna kimpul siap tanak berkalsium yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran irisan warna kimpul siap tanak semakin berwarna opak atau transparan, hal ini karena luas permukaan bahan semakin besar jadi semakin cepat terjadi gelatinisasi pati. Sebaliknya semakin besar ukuran irisan warna kimpul siap tanak berwarna putih, hal ini karena luas permukaan bahan kecil sehingga gelatinisasi lebih lambat.

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa lama perebusan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada warna kimpul siap tanak yang dihasilkan. Secara umum, semakin lama perebusan warna kimpul siap tanak semakin cerah. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses pra-gelatinisasi sehingga menyebabkan kimpul siap tanak berwarna cerah. Hasil ini juga sama pada pengukuran warna kimpul siap tanak menggunakan Lovibond Tintometer yang ditunjukkan pada Tabel 4, dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin lama perebusan, kecerahan (Brightness) nilainya semakin tinggi yang menunjukkan warna kimpul siap tanak lebih cerah.

c. Tekstur

Tekstur suatu produk pangan sangat berhubungan dengan kenampakannya dan juga dapat dievaluasi dengan gigitan didalam mulut, dan juga sentuhan tangan

(31)

(Mo William, 1997). Menurut Matz (1962) tekstur produk tergantung pada kekompakan partikel-partikel penyusunnya, bentuk, kekukuhan, dan keseragaman partikel-partikel penyusunnya. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan pada pengolahan kimpul siap tanak tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur kimpul siap tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin karena secara visual, panelis menganggap sama tekstur kimpul siap tanak yang disajikan. Walaupun semakin besar ukuran irisan dan semakin sebentar perebusan tekstur kimpul siap tanak tidak disukai panelis, tetapi seluruh sempel masih berada dalam skala agak suka disukai.

d. Kesukaan keseluruhan

Kesukaan keseluruhan merupakan penilaian yang didasarkan pada gabungan penilaian terhadap bau, warna, tekstur dari kimpul siap tanak yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan berpengaruh nyata terhadap kesukaan keseluruhan kimpul siap tanak yang dihasilkan. Semakin besar ukuran irisan dan semakin lama perebusan dihasilkan kimpul siap tanak yang semakin disukai panelis. Hal ini mungkin karena kimpul siap tanak yang dihasilkan memiliki warna yang cerah, teksturnya tidak keras (rapuh) dan aromanya masih khas umbi kimpul sehingga disukai panelis.

Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak Pengujian tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak dilakukan dengan menggunakan parameter bau, warna, kelengketan, rasa dan keseluruhan serta menggunakan skala penilaian dengan angka 1 sampai 7, dimana nilai 1 menunjukan sangat suka dan nilai 7 menunjukan nilai sangat tidak suka. Hasil uji kesukaan nasi kimpul siap tanak disajikan pada Tabel 6.

a. Bau

Aroma dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diamati dengan indera pembau, untuk dapat menghasilkan bau zat-zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan lemak. Pengujian terhadap bau atau aroma dianggap penting karena cepat memberikan hasil penilaian terhadap produk diterima atau ditidaknya produk tersebut, selain itu juga dapat dipakai sebagai indikator terjadinya kerusakan pada produk.

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap bau nasi kimpul siap tanak. Secara umum, semakin kecil ukuran irisan dan semakin sebentar perebusan, aromanya semakin disukai, tetapi tidak beda nyata. Hal ini berarti perlakuan ukuran irisan dan perebusan dengan waktu yang beda tidak mempengaruhi nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan.

(32)

Tabel 6. Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukan tidak berbeda nyata.

* Nilai semakin kecil menunjukan semakin disukai.

b. Warna

Warna adalah parameter pertama yang dinilai dalam uji kesukaan sebab konsumen pertama kali melihat produk dari warnanya sehingga warna dianggap kesan pertama dalam penilaian. Proses pengeringan dalam pengolahan kimpul siap tanak ternyata berpengaruh terhadap perubahan warna karena adanya proses pra-gelatinisasi.

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna nasi kimpul siap tanak. Hal ini mungkin karena secara visual, panelis menganggap sama warna nasi kimpul siap tanak yang disajikan. Walaupun semakin besar ukuran irisan dan semakin sebentar perebusan, warnanya semakin disukai panelis, tetapi ukuran irisan dan lama perebusan tidak mempengaruhi warna nasi kimpul siap

tanak yang dihasilkan. Jika dilihat dari Tabel 5 pada pengukuran warna menggunakan lovibond tintometer, warna kimpul siap tanak dengan perlakuan ukuran irisan dan lama perebusan untuk pengukuran parameter warna kuning menunjukkan warna yang beda, hal ini ternyata tidak mempengaruhi warna kimpul siap tanak berkalsium secara inderawi yang dihasilkan.

c. Kelengketan

Pengukuran kelengketan didasarkan gaya yang diperlukan untuk mengatasi gaya tarik-menarik antara permukaan bahan dengan permukaan lain yang bersentuhan dengan bahan tersebut (gigi, langit-langit mulut, lidah, pembungkus). Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan pada pengolahan kimpul siap tanak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap kelengketan nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Sampel Lama

pemanasan (menit)

Bau Warna Keleng- ketan Rasa Keselu- ruhan 20 3,18bc 3,00 3,06 3,00 2,82 Ukuran irisan I ± 1 mm Ukuran irisan II ± 2 mm 25 2,41a 2,53 2,88 3,00 2,71 Ukuran irisan III ± 2,75 mm 20 30 3,24c 2,59ab 3,00 2,76 2,88 3,47 3,12 3,00 3,29 3,00

(33)

Semakin kecil ukuran irisan dan lama perebusan, kelengketan nasi kimpul siap tanak semakin disukai. Hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi pada saat terjadi gelatinisasi pati, granula pati akan mengalami pembengkakan kemudian akan membentuk struktur yang kompak. Kelengketan atau kepulenan nasi dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada bahan. Menurut Damarjati (1983) kepulenan nasi memiliki kolerasi negatif dengan kadar amilosa, nasi dengan kepulenan rendah selalu memiliki kadar amilosa tinggi.

d. Rasa

Parameter warna merupakan atribut mutu yang didapat dari sensasi yang dapat dirasakan didalam mulut. Rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi komponen rasa yang lain (Karel dan Lund, 2003). Pada dasarnya indera perasa manusia hanya dapat merasakan empat dasar rasa yaitu manis, asin, pahit, asam (deMan, 1999). Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan pada pengolahan kimpul siap tanak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan. Secara umum, disebabkan karena pengecilan ukuran irisan dan semakin lama perebusan menyebabkan berkurangnya kandungan kalsium oksalat sehingga rasa acrid pada nasi kimpul siap tanak berkurang.

e. Keseluruhan

Dari sifat sensoris secara keseluruhan dilakukan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat nasi kimpul siap tanak secara keseluruhan. Kesukaan keseluruhan merupakan penilaian gabungan yang didasarkan pada penilaian terhadap bau, warna, kelengketan, dan rasa kimpul yang dihasilkan. Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan lama perebusan pada pengolahan kimpul siap tanak berkalsium tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap kesukaan keseluruhan nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin karena nasi kimpul siap tanak masih berbau khas kimpul, warna nasi kimpul siap tanak yang cerah, nasi tidak terlalu lengket karena kimpul siap tanak memiliki kadar amilosa setara dengan kelompok beras beramilosa rendah dan rasanya agak manis serta rasa

acrid pada nasi kimpul siap tanak

berkurang.

Kadar pati, amilosa dan kalsium kimpul siap tanak berkalsium

a. Kadar pati

Pati merupakan zat hidrat arang yang tersusun dari unit-unit glukosa. Kandungan terbesar dari butir beras adalah pati. Dimana pati tersusun oleh 2 komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Rasio perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin dalam beras menentukan tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan. Hasil analisis kadar pati, kadar amilosa dan kadar kalsium kimpul siap tanak berkalsium adalah kadar pati pada kimpul siap tanak

Gambar

Tabel 1. Faktor koreksi jenis kelamin untuk berat badan dan  ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir, sapih, dan setahunan
Tabel 4. Performans pertumbuhan kambing Rambon dan nilai heritabilitas dan ripitabilitas  masing-masing sifat
Tabel 5  Sepuluh ekor individu dengan Nilai Pemuliaan absolut berat setahunan terbaik dan  MPPA berat setahunan terbaik
Tabel 6. Korelasi genetik antar performans pertumbuhan  Sifat 1  Sifat 2  BL    BS  BSt  Lahir (L)  TBL  0.22±0.0 9  PBL  0.21±0.0 8  LDL  0.20±0.0 8  TPL  0.22±0.0 9  PjTlL  0.19±0.0 8  LbTlL  0.17±0.0 7  Sapih (S)  BS  0,18±0,0 5  TBS  0,17±0,0 6  0,25±0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keterpaduan proses belajar siswa dengan proses mengajar guru sehingga terjadi interaksi belajar mengajar (terjadi proses pengajaran ) tidak datang begitu saja dan

Karena buah Jarak Pagar hanya terbentuk pada ujung batang dan ketiak daun yang dekat dengan ujung batang, maka jumlah cabang yang banyak diperlukan untuk

Hasil secara umum tentang dukungan suami dengan tingkat kepatuhan didapatkan bahwa responden yang mendapat dukungan suami kurang cenderung tidak patuh dalam

Bentuk jeratan kain rajut ini terlihat jeratan kanan pada kain rajut polos pada permukaan kain rajut polos bagian belakang, kain rajut polos banyak diproduksi untuk pakaian

Skripsi yang berjudul: Perbedaan Prestasi Belajar Siswa Yang Mngkuti Tahfizhul Quran Dan Tidak Mengikuti Tahfizhul Quran Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Muning Baru Kecamatan

Untuk mengetahui besarnya kontribusi secara bersama-sama kekuatan lengan, kelentukan, dan keseimbangan terhadap kemampuan roll ke depan pada senam lantai siswa SMKN

Dilihat dari koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,097, berarti berada pada range 0,00-0199 sebagai tertera pada tabel 3.1, hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara

Proses perpindahan panas/energi melalui suatu media zat padat atau cair yang terjadi karena kontak langsung diantara partikel-pertikel yang mempunyai perbedaan