49
5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Analisis Deskriptif
Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran deskriptif mengenai persepsi responden penelitian, khususnya berkaitan dengan variabel-variabel penelitian ini. Gambaran deskriptif ini diperoleh melalui analisis indeks dan deskripsi kualitatif dari setiap item pertanyaan pada kuesioner. Persepsi responden menjelaskan gambaran mengenai penerapan budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana dan strategi operasi lembaga perkreditan desa (LPD) di Kabupaten Buleleng dalam rangka menciptakan keunggulan bersaing berkelanjutan.
Analisis indeks dilakukan dengan mencari nilai indeks yang kemudian diinterpretasikan kedalam tiga kriteria. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval, yang mana nilai minimum adalah 1 dan nilai maksimum adalah 10. Maka untuk perhitungan nilai indeks menggunakan rumus sebagai berikut :
Nilai Indeks = (F1x1)+(F2x2)+(F3x3)+(F4x4)+(F5x5) +(F6x6)+(F7x7)+(F8x8)+(F9x9)+(F10x10)/10 Keterangan.
F1 adalah frekuensi responden yang menjawab 1 dan seterusnya F10 untuk yang menjawab 10 dari skor yang digunakan dalam kuesioner Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 45 orang yaitu masing-masing ketua LPD di Kabupaten Buleleng. Maka angka indeks yang dihasilkan
▸ Baca selengkapnya: penjelasan mengenai tujuan suatu rancangan biasanya dijelaskan dalam…
(2)berangkat dari angka 4,5 sampai 45 dengan rentang 13,5. Berdasarkan metode three-box untuk menentukan kriteria indeks persepsi responden, yang digunakan untuk interpretasi nilai indeks. Kriteria itu adalah sebagai berikut.
4,50 - 18,00 = Rendah 18,01 - 31,50 = Sedang 31,51 - 45,00 = Tinggi
5.1.1.1 Budaya Organisasi Berbasis Tri Hita Karana (THK)
Tiga kriteria yang digunakan untuk interpretasi nilai indeks variabel budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Kriteria rendah artinya LPD di Kabupaten Buleleng tidak menerapkan nilai-nilai Tri Hita Karana dalam budaya organisasinya. Kriteria sedang artinya budaya organisasi Tri Hita Karana belum diteraokan secara baik. Kriteria tinggi artinya budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana sudah diterapkan secara baik. Tiga indikator diugunakan untuk menjelaskan budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana di LPD Kabupaten Buleleng, yaitu budaya organisasi berbasis parhyanagan, budaya organisasi berbasis pawongan, budaya organisasi berbasis palemahan. Ketiga indikator tersebut dikembangkan menjadi sembilan item pertanyaan. Berikut disajikan perhitungan nilai indeks budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana (BO) pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Indeks Budaya Organisasi Berbasis Tri Hita Karana INDIKATOR
BUDAYA ORGANISASI BERBASIS THK
FREKUENSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI
BUDAYA ORGANISASI BERBASIS THK INDEKS BO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai-nilai yang sudah ada di LPD dilandasi pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (BO1)
0 0 0 0 0 0 3 9 9 24 41,4
Filosofi, tujuan dan strategi LPD dilandasi pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (BO2)
0 0 0 0 0 3 5 6 16 15 39,5
Kegiatan operasi LPD didasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .(BO3)
0 0 0 0 0 1 2 8 13 21 41,1
Harmonisasi hubungan antar pengurus dan karyawan dilandaskan pada nilai-nilai dan keyakinan yang sudah ada di LPD (BO4)
0 0 0 0 0 1 4 12 11 17 39,9
Harmonisasi hubungan antar karyawan dan karyawan dengan pengurus melalui tuntunan strategi dan tujuan LPD. (BO5)
0 0 0 0 0 4 3 8 16 14 39,3
Adanya struktur organisasi yang jelas untuk mendukung kegiatan operasi LPD. (BO6)
0 0 0 0 0 1 5 6 13 20 40,6
Adanya bangunan suci sebagai wujud rasa
bhakti kepada Tuhan
Yang Maha Esa. (BO7)
0 0 0 0 0 0 1 5 12 27 42,5
Strategi dan tujuan LPD diarahkan untuk melestarikan
lingkungan. (BO8)
INDIKATOR BUDAYA ORGANISASI BERBASIS THK
FREKUENSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI
BUDAYA ORGANISASI BERBASIS THK INDEKS BO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Dalam kegiatan operasi, LPD senantiasa memperhatikan kelestarian lingkungan setempat. (BO9) 0 0 0 0 1 3 6 13 17 5 37,2 TOTAL 39,82
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan nilai indeks budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana, menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai Tri Hita Karana dalam budaya organisasi di LPD Kabupaten Buleleng adalah tinggi. Hal ini ditunjukan pada Tabel 5.1 bahwa rata-rata nilai indeks BO adalah 39,82 yang masuk kriteria tinggi.
Budaya organisasi berbasis THK dijelaskan oleh tiga indikator yaitu : 1. budaya organisasi berbasis parhyangan, 2. budaya organisasi berbasis pawongan, dan 3. budaya organisasi berbasis palemahan. Setiap indikator tersebut dikembangkan menjadi masing-masing tiga pertanyaan. Dimana indikator pertama dijelaskan pertanyaan dengan simbol BO1 sampai BO3. Indikator kedua dijelaskan pertanyaan simbol BO4 sampai BO6. Terakhir indikator ketiga diukur pertanyaan dengan simbol BO7 sampai BO9. Sehingga nilai indeks tiap indikator merupakan rata-rata nilai indeks dari ketiga pertanyaan pengukur. Angka indeks untuk setiap pertanyaan, nilai tertinggi dan terendah dimiliki indikator budaya organisasi berbasis palemahan yaitu tertinggi BO7 dengan nilai 42,5 dan terendah BO8 dengan nilai 36,9. Secara rata-rata angka indeks setiap indikator yaitu nilai
tertinggi adalah indeks indikator parhyangan sebesar 40,67, kedua indikator pawongan sebesar 39,93, dan terakhir indikator palemahan sebesar 38,87.
Persepsi responden yaitu 45 ketua LPD di Kabupaten Buleleng mengenai pertanyaan yang diajukan melalui penyebaran kuesioner, dirangkum untuk mendapatkan jawaban atas penerapan nilai-nilai THK dalam budaya organisasi LPD. Pernyataan-pernyataan yang memiliki kemiripan digabungkan dalam satu kalimat yang representatif, yang disajikan sebagai poin-poin tersendiri. Deskripsi ini digunakan untuk menjelaskan angka indeks dari setiap indikator. Berikut disajikan deskripsi kualitatif mengenai gambaran temuan penelitian mengenai budaya organisasi berbasis THK seperti pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Deskripsi Budaya Organisasi Berbasis THK (Nilai Indeks 39,82)
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
Parhyangan 40,67 (Tinggi) 1. Keberhasilan LPD disaratkan adanya kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa 2. LPD adalah milik desa adat/desa
pakraman melalui awig-awig dan
perarem yang dilandasi ajaran agama
hindu dan tidak bertentangan dengan pancasila secara tidak langsung selalu ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Nilai-nilai yang ada dan dianut LPD adalah nilai-nilai untuk menjaga dan melestarikan adat dan budaya agar tetap ajeg yang telah tertanam sejak berdirinya LPD, melalui kontribusi LPD memberikan dana pembangunan desa 20% dari keuntungan, untuk menunjang kegiatan upacara dan pembangunan di pura.
4. LPD sejak berdiri sudah menganut apa yang disebut Tri Hita Karana yang diantaranya keyakinan terhadap TYME. LPD telah membuktikan rasa sykur
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
kepada Tuhan dengan melaksanakan persembahyangan sebelum memulai suatu kegiatan.
5. Saling membutuhkan untuk membangun lembaga. Membangun kepercayaan antara lembaga dengan masyarakat atas dasar kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
6. Berdasarkan tujuan dari adanya LPD salah satunya 20% dari laba yang di dapat diberikan kepada desa adat yang kemudian dana itu diolah salah satunya untuk merenovasi pura dan saat kegiatan upacara di Desa.
7. Tujuanya yaitu mampu menyehatkan LPD serta dapat beryadnya kepada masyarakat setempat.
8. Filosofinya adalah kita bekerja dalam setatus ngayah artinya menentukan tujuan dan strategi LPD tidak bertentangan dengan ajaran agama, kita bekerja dengan tulus serta bertanggungjawab moral kepada Tuhan. 9. LPD sebagai pelayan masyarakat dalam
kegiatan operasinya sudah barang tentu bersifat adil dan jujur, yang senantiasa penuh pengabdian, mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, dan yakin nanti akan ada hikmahnya.
10. Melayani masyarakat dengan sepenuh hati berdasarkan pedoman/aturan yang tertuang dalam perda no.4tahun 2012 dan awig-awig desa pakraman mengenai LPD yang berlandasan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
11. Dalam melaksanakan kegiatan LPD, berdasarkan sistem ngayah, dengan melakukan pengelolaan uang sebagai mana mestinya yang telah diatur oleh aturan-aturan LPD.
12. Sebagai motivasi kejujuran dalam operasional LPD harus yakin dengan hukum karma pala, perbuatan yang baik buahnya pasti baik juga, tetapi perbuatan buruk buahnya pasti buruk. Disamping
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
adanya keyakinan tersebut, maka dalam operasional LPD harus taat terhadap sistem LPD yang diatur desa adat, yang disertai dengan SDM yang memadai. 13. Kegitan operasi maupun layanan LPD
tetap mengacu kepada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Karena dalam menghimpun dana dari masyarakat ada juga untuk simpanan upacara dalam pencairan kredit juga bisa dgunakan untuk keperluan upacara.
Pawongan 39,93 (Tinggi) 1. Nilai kekeluargaan, kemasyarakatan, dan kebersamaan.
2. Hubungannya adalah saling membantu satu sama lain dengan besar keyakinan terhadap TYME dan ngayah
3. Punya tujuan yang sama. Satu pandangan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Serasi, Seralas, Seimbang.
4. Kita sebagai pengurus selalu bekerja sama untuk mewujudkan dan memajukan LPD sebagai pelayan krama desa dan memberikan pelayanan yang baik kepada krama selaku pemilik dan bisa menguatkan taraf hidupnya.
5. LPD selalu mencarikan solusi dari masalah-masalah yang dialami nasabah dalam hal ini khususnya dalam pemenuhan kebutuhan kredit.
6. Hubungan antara pengurus dan karyawan maupun dengan nasabahnya didasarkan atas saling percaya dan mempercayai, sehingga keharmonisan antara karyawan dengan karyawan maupun dengan nasabahnya dapat terpelihara dengan baik dan juga karena berlandaskan pada nilai-nilai Tri Hita
Karana.
7. Nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, rasa sling percaya antara karyawan dengan nasabahbegitu pula dengan sesama pengurusdan karyawan dan yang perlusekali adanya unsur timbal balik antara nasabah dan karyawan, nasabah merasa dibantu ingat akan tanggung jawab dan kewajibannya.
8. Kita sebagai umat manusia yang beragama hendaknya saling tolong menolong dengan sesama baik antar karyawan dan karyawan begitu juga
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
dengan atasan kita selalu saling membantu.
9. Kepercayaan antara pengurus karyawan dan nasabah dilandasi sebagai pembangunan terhadap desa pekraman serta untuk pemeratan ekonomi dan pembangunan.
10. Pengurus, karyawan dan krama desa selaku nasabah sama-sama berkewajiban membangun desa terutama disegala segi baik Parhyangan, Pawongan, Palemahan dan menpertahankan sosial
budaya dan lainnya
11. Karena LPD milik desa pekraman/krame desa. Maka bersama krama juga harus membesarkan LPD itu sendiri dan menjaga kelangsungan LPD itu.
12. Karena pada struktur organisasi sudah di tentukan tugas-tugas pada masing-masing kegiatan contoh kepala, kasir, TU dan petugas keliling.
Palemahan 38,87 (Tinggi) 1. Keberadaan bangunan suci terhadap pola perilaku pengurus dan karyawan LPD maka dibangun tempat suci untuk melakukan persembahyangan tiap hari purnama dan tilem karyawan dan pengurus memakai pakaian adat.
2. Sebelum memulai kegiatan di LPD kita melakukan sembahyang di pengayatan dan di pura
3. Penghijauan yang ada di desa adalah salah satu perwujudan LPD peduli terhadap lingkungan.
4. Dalam pelestarian lingkungan dalam hal ini LPD selalu aktif disetiap kegiatan yang ada di desa seperti gotong royong dan saat ini untuk kelestarian lingkungan LPD telah melakukan promosi dengan menberi truk untuk mengangkut sampah. 5. Adanya dana SHU sebesar 20% yang disetor LPD untuk desa adat dapat digunakan untuk pembangunan pura dan pelestarian lingkungan di wilayah desa adat.
6. Strategi dan tujuan melestarikan lingkungan, dengan LPD yang mempunyai program tertentu misalnya kegiatan lomba kebersihan lingkungan, gotong royong, yang nantinya bisa melestarikan lingkungan itu sendiri, memberi hadiah yang sumber dananya dari LPD itu sendiri.
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
dan mensosialisasikan akan pentingnya pelestarian lingkungan tersebut dan memberikan sumbangan materil pada masyarakat itu sendiri.
Sumber : Data primer diolah
5.1.1.2 Strategi Operasi
Indikator yang digunakan untuk menjelaskan strategi operasi yang diterapkan LPD pada penelitian ini, diadaptasi dari penelitian Aranda (2003) yang meneliti tentang strategi operasi pada perusahaan jasa. Terdapat sembilan indikator yang digunakan untuk menjelaskan strategi operasi di LPD Kabupaten Buleleng. Diantaranya adalah layout operasi, orientasi push/pull proses pelayanan, tingkat standarisasi proses, penawaran layanan, penggunaan teknologi informasi,hubungan kegiatan back dan front office, spesialisasi sumber daya manusia, tingkat partisipasi pelanggan, dan desain layanan baru. Ketiga kriteria yang digunakan untuk interpretasi angka indeks lebih lanjut akan digunakan untuk menyimpulkan strategi operasi dasar yang diterapkan pada LPD di Kabupaten Buleleng.
Aranda (2003) menyebutkan terdapat tiga strategi operasi atau layanan dasar yang diterapkan pada perusahaan jasa, yaitu orientasi proses, orientasi pelanggan dan orientasi jasa atau layanan. Strategi operasi dasar yang diterapkan di LPD Kabupaten Buleleng dapat digambarkan melalui kesembilan indikator tersebut, dengan menggunakan kriteria angka indeks dan deskriptif kualitatif masing-masing indikator. Hasil analisis statistik deskriptif dengan menggunakan angka indeks disajikan dalam Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Indeks Strategi Operasi
INDIKATOR STRATEGI OPERASI
FREKUENSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI
STRATEGI OPERASI INDEKS
SO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Layout operasi 0 0 0 0 0 2 4 10 17 12 39,30 Orientasi PUSH/PULL proses pelayanan 0 0 0 1 1 2 2 10 19 10 38,60 Tingkat standarisasi proses 0 0 0 1 1 2 5 16 12 8 37,20 Penawaran layanan 0 0 1 1 1 3 8 11 17 3 35,70 Penggunaan teknologi informasi 1 0 0 1 1 3 4 10 16 9 37,00
Hubungan kegiatan back
dan front office 0 0 0 2 0 7 5 6 18 7 36,50
Spesialisasi sumber daya
manusia 0 0 0 3 1 3 6 10 12 10 36,50
Tingkat partisipasi
nasabah 0 0 0 0 3 3 10 5 20 4 36,30
Desain layanan baru 0 0 0 0 2 3 5 9 16 10 37,90
TOTAL 37,22
Sumber : Data diolah
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai indeks total strategi operasi berada pada posisi yang tinggi yaitu sebesar 37,22. Layout operasi memiliki angka indeks tertinggi sebesar 39,30 dengan kriteria tinggi. Tingkat partisipasi nasabah memiliki angka indeks terendah sebesar 36,30 yang masih masuk kriteria tinggi.
Berikut ditunjukkan orientasi strategi operasi LPD Kabupaten Buleleng yang diadaptasi dari peneltian Aranda (2003) pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Orientasi Strategi Operasi LPD Kabupaten Buleleng
Indikator Strategi Operasi Mendekati Indeks Rendah Mendekati Indeks Tinggi Indeks dan Interpretasi Strategi Operasi LPD
Layout operasi Bergerak Tetap 39,3 (Tinggi)
Orientasi push/pullproses
pelayanan Push Pull 38,6 (Tinggi)
Tingkat standarisasi
proses Rendah Tinggi 37,2 (Tinggi)
Penawaran layanan Sempit Luas 35,7 (Tinggi)
Penggunaan teknologi informasi Pengurangan Biaya Peningkatan Layanan 37 (Tinggi) Hubungan kegiatan back
dan front office Dekat Terpisah 36,5 (Tinggi)
Spesialisasi sumber daya
manusia Kaku Serbaguna 36,5 (Tinggi)
Tingkat partisipasi nasabah Pengurangan Biaya Adaptasi Layanan 36,3 (Tinggi)
Desain layanan baru Tinggi Rendah 37,9 (Tinggi)
Sumber : Data diolah
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai orientasi strategi operasi yang diterapkan LPD Kabupaten Buleleng berikut ditunjukan pada Tabel 5.5 mengenai dekskripsi temuan penelitian yaitu pernyataan dari masing-masing ketua LPD.
Tabel 5.5
Deskripsi Strategi Operasi (Nilai Indeks 37,22) Indikator Indeks &
Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
Layout operasi 39,3 (Tinggi)
1. Tata letak fasilitas LPD tetap,memiliki proses pelayanan yang flekisibel, sehingga kemudahan yang diperoleh nasabah adalah paling utama
2. Masing-masing petugas memiliki tugas dan tanggung jawab berbeda-beda dan selalu memberikan pelayanan prima kepada nasabah baik penabung ataupun pengkredit.
3. Pelayanan LPD juga melakukan aliran yang berurutan sesuai dengan prosedur
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
yang ditetapkan, namun tetap mengutamakan prosedur yang memudahkan nasabah.
4. Sistem pelayanan yang mudah bagi karyawan.
5. Pelayanan yang mudah dan cepat,sehingga dihargai oleh nasabah, serta nasabah merasa sangat dibantu karena prosesnya tidak berbelit – belit.
Orientasi
push/pullproses
pelayanan
38,6 (Tinggi)
1. LPD harus mengutamakan harapan nasabah tanpa mengabaikan kapasitas produksi
2. Kepuasan nasabah adalah tujuan utama akan tetapi harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan yang ada di lembaga perkreditan rakyat atau Desa.
3. Pelayanan prima itu penting untuk dilaksanakan terutama pelayanan kepada nasabah dimana sudah tertuang dalam tata kelola LPD.
4. LPD mengutamakan pemenuhan harapan karena dengan begitu akan dapat meningkatkan outputnya.
5. Orientasinya adalah keduanya harus berjalan secara seimbang dan sejajar dimana di satu pihak kapasitas layanan atau produksi harus maksimal dan dipihak lain harapan pelanggan bisa terpenuhi
6. LPD bergerak dibidang keuangan sudah barang tentu pelayanan yang terbaik bagi pelanggan
Tingkat standarisasi
proses 37,2 (Tinggi)
1. Prosedur dan bentuk layanan LPD di sesuaikan dengan prosedur yang telah berlaku.
2. Petugas PKL secara khusus ditugaskan untuk melayani nasabah dengan datang ke rumah-rumah nasabah sehingga pencapaian informasi dapat lebih cepat. 3. LPD selalu mengutamakan pelayanan
yang baik terhadap nasabah karena desa
maupun mitra kerja LPD
mensosialisasikan tentang produk-produk yang ada di LPD kepada nasabah agar masyarakat bisa mengerti apa yang menjadi keinginannya.
4. Rapat tahunan dan rapat rutin lainnya dengan pengurus desa pakraman, kelian adat banjar dan krame desa sebagai sarana sosialisasi produk dan layanan LPD, serta masalah-masalah yang
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
dihadapi seperti kredit macet.
6. Dengan mensinergikan antara tugas dan kemudahan prosedur di LPD yang telah dijalankan selama ini untuk memperlancar pelayanan dengan memanfaatkan fasilitas dan kemampuan yang ada
7. Proses pelayanan nasabah adalah mengikuti aturan di desa/awig–awig yang mudah, cepat dan tidak berbelit. Sehingga nasabah sangat nyaman dan puas dalam hal pelayanan.
Penawaran layanan 35,7 (Tinggi)
1. LPD selalu mencarikan solusi dari masalah-masalah yang dialami nasabah, dalam hal ini khususnya dalam pemenuhan kebutuhan kredit
2. Membantu kegiatan adat. Membantu
ngaben masal dalam pendanaan. Memberikan bantuan kepada masing-masing dadia baik berupa barang ataupun uang.
3. LPD selalu memupuk kerjasama yang telah terhubung selama ini dengan nasabah agar produk-produk terbaru lebih cepat diterima.
4. Pelayanan yang disesuikan masing-masing nasabah dalam memberi layanan dengan maksud pelayanan yang di berikan benar-benar semaksimal mungkin dengan adanya perbedaan. 5. Promosi kemudahan pelayanan kredit
yang beraneka macan dan bentuk tabungan dengan usaha berbeda dan suku bunga yang beragaam/variasi. 6. Melihat dari segi karakter para nasabah
dan pembayaran angsuran tiap bulannya. Kalau sudah memenuhi atau mengituti aturan yang berlaku di LPD, LPD selalu mengutamakan pelayanan yang cepat sopan dan ramah kepada nasabah.
Penggunaan teknologi
informasi 37 (Tinggi)
1. Peran penerapan teknologi sangat membantu kegiatan LPD. Dalam hal ini seperti input tabungan maupun kredit menjadi cepat dan tepat waktu pelaporannya
2. IT sangat penting untuk peningkatan mutu manajemen dalam hal pelayanan kepada nasabah.
3. LPD desa adat Pedawa belum menerapkan teknologi informasi lengkap dalam operasinya, hanya menggunakan
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
beberapa perangkat komputer, telpon dan mesin penghitung uang untuk meningkatkan pelayanan nasabah. 4. Dalam operasinya LPD sudah
menggunakan teknologi informasi, membantu proses operasional kegiatan LPD itu sendiri yang sangat berperan untuk mempermudah kinerja karyawan dan mempercepat pelayanan terhadap nasabah.
Hubungan kegiatan back
dan front office 36,5 (Tinggi)
1. Hubungan harmonis, setiap ada hal yang perlu diperivikasi selalu menanyakan langsung pada bagian terkait.
2. Setiap petugas memiliki tugas masing-masing dan bekerja sesuia dengan pekerjaannya.
3. Kegitan front office dan back office masih dalam satu ruangan, sehingga proses pertukaran informasi bisa lebih mudah dilaksanakan.
4. Selalu berkoordinasi sehingga hubungan kerja sama yang baik dan saling mendukung, sehingga perkerjaan di kantor tidak terputus dan berjalan sesuai dengan struktur yang ada.
5. Siklus pelayanan front office ke back office mudah untuk nasabah.
Spesialisasi sumber daya
manusia 36,5 (Tinggi)
1. Ada pembagian tugas yang jelas dan tanggung jawab yang jelas, sesuai dengan Job Description masing-masing serta aturan LPD.
2. Sangat penting, karena sekarang ini sangat diperlukan adanya karyawan yang profesional, betul-betul handal di bidangnya dimana harus dipahami oleh semua karyawan.
3. Masing-masing mempunyai tugas dan kewenangan sehingga lebih mudah dan teliti dalam melaksanakan pekerjaan. 4. Penerapan tugas masing-masing
karyawan adalah disamping mempunyai job sendiri, staf LPD selalu bekerja sama dan saling membantu dalam pelayanan terhadap nasabah khususnya krama desa. 5. Adanya kerjasama dan kepercayaan diantara pengurus dan karyawan, setiap karyawan selalu siap ditugaskan dalam
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
bidang manapun. Sehingga jika salah satu karyawan tidak ada, karyawan lainnya bisa mengambil tugasnya.
Tingkat partisipasi
nasabah 36,3 (Tinggi)
1. Lembaga melalui karyawan selalu memfasilitasi setiap keperluan nasabah. 2. Disiplin pembayaran angsuran pinjaman
tepat waktu dan menyetor tabungan maupun deposito.
3. Beberapa nasabah datang sendiri ke kantor melakukan transaksi baik kredit maupun simpanan, maka harus dilayani dengan baik sesuai kebutuhannya 4. Pelanggan biasanya menyiapkan foto
copy KTP, menandatangani surat permohonan dan perjanjian, menghitung uang yang diterima.
5. Nasabah mencari rekomendasi kelian desa pakraman dan kelian banjar adat pakraman.
6. Dalam hal mengisi formulir kredit pelanggan atau nasabah LPD selalu membantu mengisi persyaratan yang ada di LPD seperti : meminta persetujuan klian banjar adat, klian adat dan kepala desa.
7. Peran nasabah bisa difungsikan dalam rangka mengurangi biaya dalam artian nasabah sedikitnya bisa membantu misalnya dengan datang langsung ke LPD untuk melakukan transaksi bukan dengan harus didatangi ke rumah. 8. Beberapa pelayanan masih menerapkan
jemput bola ke masing-masing nasabah.
Desain layanan baru 37,9 (Tinggi)
1. Prosedur pelayanan LPD mengacu pada awig-awig desa adat pakraman tentang LPD dari peraturan daerah no.4 th 2012 tentang LPD.
2. Petugas keliling senantiasa memberikan pelayanan dari rumah-kerumah (door to door), memberikan informasi yang baik, melayani nasabah yang baik..
3. Nasabah harus datang ke kantor untuk melakukan pencarian kredit dan pembayarannya. Tabungan sukarela bisa di kantor atau petugas pungut yang mendatangi ke rumahnya masing-masing 4. Pengurus tetap memberikan yang terbaik dan kemudahan terhadap nasabah diantaranya sistem jemput bola.
5. Dalam hal kredit, pelayanan selalu di utamakan yang cepat, simpel dan praktis.
Indikator Indeks & Interpretasi
Deskripsi Temuan Penelitian
Karyawan membentuk kemudahan-kemudahan kepada nasabah dan memberikan hadiah-hadiah dari LPD. 6. Setiap tahun pengurus mengadakan
perubahan-perubahan.
7. Membuat program tabungan, yang mana pembayaran tabungan setiap bulan yang penarikannya tergantung kesepakatan awal antara penabung dan LPD
Sumber : Data diolah
Berdasarkan nilai indeks pada Tabel 5.4 dan deskripsi kualitatif pada Tabel 5.5, menunjukan bahwa strategi operasi dasar yang diterapkan di LPD Kabupaten Buleleng adalah berorientasi pada layanan. Orientasi ini sesuai pendapat Aranda (2003), dapat digambarkan melalui sembilan indikator. Penerapan tata letak (layout) operasi LPD yang cenderung tetap atau disesuaikan dengan proses layanan. Pelayanan dilakukan dengan proses yang berurutan, sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan operasi yaitu penyampaian layanan dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan nasabah (pull oriented).
Tingkat standarisasi proses tinggi, prosedur dan awig-awig desa adat ditetapkan untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada nasabah. LPD mampu menawarkan beberapa layanan, namun tidak terlalu jauh berbeda antara nasabah karena disesuaikan dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Teknologi informasi telah diterapkan sebagian besar LPD, tujuannya untuk mengurangi biaya dan memberikan pelayanan yang maksimal. Aktifitas back office dan front office cenderung dipisahkan secara fisik, yang didasarkan pada optimalisasi ruangan. Tingkat spesialisasi sumber daya manusia tinggi, adanya pembagian
tugas yang jelas. Keterlibatan nasabah dalam penyesuaian layanan juga tinggi. Beberapa kegiatan layanan dilakukan sendiri oleh nasabah seperti, datang langsung ke kantor untuk menyetor tabungan, deposito maupun angsuran kredit. Intensitas pengembangan layanan baru rendah, karena secara umum prosedur sudah ditetapkan sebelumnya.
5.1.1.3 Keunggulan Bersaing Berkelanjutan
Untuk memahami keunggulan bersaing berkelanjutan yang dimiliki LPD, penelitian ini mengembangkan 4 indikator yaitu sumber daya tidak tergantikan, sumber daya yang unik atau jarang ada, sumber daya yang tidak dapat ditiru pesaing, sumber daya yang bernilai bagi nasabah. Keempat indikator ini diadopsi dari konsep yang dikembangkan oleh Barney (1991). Hasil penelitian yang menggambarkan keempat indikator ini disajikan dalam Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Indeks Keunggulan Bersaing Berkelanjutan
INDIKATOR
KEUNGGULAN BERSAING BERKELANJUTAN
FREKUENSI JAWABAN RESPONDEN MENGENAI KEUNGGULAN BERSAING
BERKELANJUTAN INDEKS KBB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sumber daya yang bernilai bagi
nasabah 0 0 0 0 0 2 4 9 16 14 39,60
Sumber daya yang unik atau
jarang ada 0 0 0 1 0 2 4 5 22 11 39,20
Sumber daya yang tidak dapat
ditiru pesaing 0 0 0 0 2 2 5 8 17 11 38,40
Sumber daya yang tidak
tergantikan 0 0 0 0 1 5 2 7 22 8 38,30
TOTAL 38,88
Tabel 5.6 menunjukan bahwa LPD mencapai dan memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan, berdasarkan perspesi ketua LPD. Hal ini ditunjukkan dari nilai indeks total sebesar 38,88 yang relatif tinggi. Sumber daya yang bernilai bagi nasabah memiliki nilai indeks tertinggi sebesar 39,60. Indeks terkecil adalah sumber daya yang tidak tergantikan sebesar 38,30, namun masih termasuk kriteria relatif tinggi. Tiga kriteria digunakan untuk mengintepretasikan angka indeks setiap indikator. Kriteria rendah artinya LPD di Kabupaten Buleleng belum memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan. Kriteria sedang artinya LPD di Kabupaten Buleleng sudah memiliki keunggulan bersaing tetapi belum berkelanjutan. Kriteria tinggi artinya LPD di kabupaten Buleleng sudah memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan.
Berikut disajikan Tabel 5.7, yang merupakan temuan penelitian mengenai deskripsi kualitatif keunggulan bersaing berkelanjutan di LPD Kabupaten Buleleng.
Tabel 5.7
Deskripsi Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (Nilai Indeks 36,71)
Indikator Indeks & Interpretasi Deskripsi Temuan Penelitian
Sumber daya yang bernilai
bagi nasabah 39,60 (Tinggi)
1. Strategi operasi dan aktivitas pelayanan berdasarkan nilai Tri
Hita Karana yaitu pawongan dan
sistem ngayah, sehingga mampu memberi nilai tambah kepada pelanggan, dengan pelayanan semaksimal mungkin dan menghormati nasabah.
2. LPD beroperasi dengan berbasis Tri Hita Karana yaitu dengan membangun sistem yang di sepakati oleh krama desa dalam masyarakat
3. Nilai tambah kepada pelanggan memupuk kerjasama sehingga keberlangsungan LPD tetap ajeg dan selalu menjaga hubungan
manusia dengan Tuhan, lingkungan manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan yang berkesinambungan.
4. Adanya rasa memiliki LPD, nasabah secara tidak langsung dapat menikmati dan memiliki pembangunan desa adat yang disisihkan dari laba LPD setiap tahunnya (20% dana pembangunan desa adat)
5. Penerapan budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana dapat menciptakan kesadaran krama
untuk memenuhi kewajibannya karena keuntungan dari LPD dinikmati oleh krama.
6. Adanya budaya organisasi berbasis
Tri Hita Karana, LPD memberikan
produk simpanan dan kredit untuk keperluan upacara agama kepada nasabah.
Sumber daya yang unik
atau jarang ada 39,20 (Tinggi)
1. Keberadaan LPD sangat membantu desa pekraman.
2. Kepemilikan oleh desa adat dan
keuntungan 20% untuk
pembangunan desa adat
3. Dalam operasional LPD dilandasi oleh hukum adat dan awig yang berbasis Tri Hita Karana dan itu perlu dilestarikan dan dipertahankan. Hal ini yang tidak dimiliki oleh lembaga lainnya 4. Pelayanan kepada nasabah dalam
hal ini dengan sistem antar jemput baik tabungan maupun kredit dapat mempererat hubungan sehingga merasa saling memiliki.
5. Budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana perlu dipertahankan sebagai dasar LPD untuk mengelola keuangan desa adat 6. Nilai-nilai Tri Hita Karana
merupakan kepribadian orang desa dan masih dipertahankan.
7. Persepsi terhadap komitmen pada sumber daya LPD terlihat dari jasa yang diberikan LPD itu sendiri dimana nasabahnya merupakan anggota masyarakat adat dalam satu wilayah bukan dari luar wilayah dan segala sesuatu diatur sesuai dengan peratutan desa adat setempat
Sumber daya yang tidak
dapat ditiru pesaing 38,40 (Tinggi)
1. Sumber daya LPD tidak dapat ditiru karena LPD dimiliki oleh desa pekraman yang diatur
awig-awig adat, sedangkan lembaga
keuangan lainnya dimiliki berdasarkan kepemilikan saham. 2. Operasional LPD berdasarkan
hukum adat yang dibuat oleh krama dan dilaksanakan untuk krama, yang memiliki aturan sendiri dituangkan dalam awig-awig. 3. Aspek yang dapat ditiru oleh
lembaga lainnya adalah sistem manajemen secara administrasi saja.
4. Sumber daya LPD tidak dapat ditiru,.sebab nasabah LPD khusus untuk desa itu sendiri dan dalam operasionalnya pasti lebih mudah dengan sistem antar jemput baik tabungan maupun kredit, terkadang melewati jam kerja.
5. Hubungan budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana sangat sulit bisa ditiru/diterapkan oleh lembaga keuangan lainnya, karena budaya organisasi berbasis Tri Hita
Karana bersumber dari ajaran
Agama Hindu.
6. Strategi operasi LPD yang berbasis Tri Hita Karana tidak bisa ditiru lembaga keuangan lainnya, karena lembaga LPD dimiliki oleh desa adat.
7. Lembaga keuangan lainnya hanya berorientasi pada profit sedangkan LPD dengan Tri Hita Karana berbasis sosial benefit.
Sumber daya yang tidak
tergantikan 38,30 (Tinggi)
1. Budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi LPD tidak dapat diganti dengan teknologi karena hal tersebut langsung dan hanya bisa dilakukan sumber daya manusia LPD.
2. Budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi LPD tidak dapat tergantikan. Sebab hukum adat itu kuat hanya perlu penyempurnaan saja. Semua itu sudah berbasis Tri Hita karana yang dibuat oleh krama desa hanya cara pelaksanaannya di masing-masing LPD berbeda
Karana tidak mungkin digantikan dengan sumber daya lainya, bahkan pembentukan LPD bertujuan untuk memperkokoh desa pakraman, untuk mempertahankan dan melestarikan adat dan budaya tetap
ajeg.
4. Budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi LPD, selama LPD itu masih diakui oleh masyarakat adat dan disesuaikan dengan keberadaannya yang diatur dengan awig-awig yang berlaku, dengan kekuatan mengaturnya bisa dipertahankan oleh masyarakat adat itu sendiri
5. Keberadaan LPD selama hampir 30 tahun sudah tidak ada duanya di indonesia hanya ada di bali dan berkembang pesat berdasarkan hukum adat serta hasilnya sudah dirasakan langsung krama Bali
Sumber : Data diolah
Berdasarkan uraian pada tabel 5.7 dan angka indeks yang tinggi, bahwa LPD di Kabupaten Buleleng telah memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan. Hal itu dapat dideskripsikan dari kegiatan layanan yang didasarkan nilai-nilai Tri Hita Karana. Adanya produk-produk seperti simpanan dan kredit yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah dalam kegiatan upacara agama. Kemudian kontribusi LPD kepada desa pekaraman berdasarkan aturan yaitu sebesar 20% dari laba atau disebut sisa hasil usaha (SHU). Ketiga hal ini merupakan nilai tambah yang diberikan kepada nasabah, yang merupakan masyarakat adat. Keunggulan ini juga dapat dijelaskan dari keunikan kegiatan operasi LPD yang didasarkan pada awig-awig desa adat, yang mana tidak dimiliki lembaga keuangan lainnya.
5.1.2 Analisis Model Struktural Budaya Organisasi Berbasis THK, Strategi Operasi dan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan LPD Kabupaten Buleleng
Penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan metode Generilzed Component Analysis (GeSCA). Pengujian model dengan metode ini melalui tiga tahap. Pertama melihat overall goodness fit model dengan uji FIT, AFIT, GFI dan SRMR. Tahap kedua evaluasi model pengukuran (outer model) dengan melihat convergent validity untuk uji validitas indikator dan composite reabiliity untuk uji reliabilitas. Terakhir evaluasi inner model (model struktural) menggunakan koefisien parameter jalur dari variabel exogen ke endogen dan nilai koefisien determinasi R-square (R2).
5.1.2.1 Goodness Fit Model
Tahap awal pengujian model dengan SEM GeSCA dilakukan dengan melihat goodness fit model seperti yang disajikan dalam Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Goodness Fit Model
Model Fit
FIT 0.600
AFIT 0.580
GFI 0.998
SRMR 0.104
Sumber : Data diolah
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat dijelaskan bahwa, Goodness fit model penelitian ini dapat dikatakan cukup baik dilihat dari nilai FIT 0,600 yang berarti total variasi dari semua variabel yang dapat dijelaskan model sebesar 60% dan nilai adjusted FIT (AFIT) adalah 0,529 yang berada di atas kriteria 0,5. Nilai GFI
0,998 sangat baik karena diatas kriteria fit lebih besar dari 0,90. Begitu juga dengan nilai SRMR 0,104 yang mendekati nol dapat dikatakan cukup baik.
5.1.2.2 Evaluasi Outer Model
Dalam model peneltian ini menguji hubungan tiga konstruk laten yaitu budaya organisasi berbasis THK, strategi operasi dan keunggulan bersaing. Ketiga konstruk tersebut dilakukan penilaian validitas dan reliabilitas melalui model pengukuran. Berikut hasil pengujian model pengukuran dengan analisis SEM GeSCA sebagai berikut.
a. Convergent validity
Untuk menilai convergent validity dinilai dari nilai loading factor masing-masing indikator dan tingkat signifikansi critical ratio(CR) atau t-statistik. Berikut ditunjukan hasil model pengukuran masing-masing indikator pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9
Model Pengukuran (Outer Model)
Variable Loading Weight SMC
Estimate SE CR Estimate SE CR Estimate SE CR BO AVE = 0.605, Alpha =0.915 BO1 0.703 0.094 7.44* 0.152 0.039 3.88* 0.494 0.123 4.02* BO2 0.810 0.065 12.41* 0.134 0.030 4.54* 0.656 0.103 6.38* BO3 0.867 0.056 15.57* 0.117 0.052 2.27* 0.752 0.093 8.08* BO4 0.778 0.060 12.99* 0.146 0.044 3.34* 0.606 0.091 6.64* BO5 0.863 0.039 22.41* 0.217 0.034 6.38* 0.745 0.065 11.41* BO6 0.818 0.051 16.09* 0.119 0.037 3.24* 0.669 0.081 8.23* BO7 0.750 0.096 7.79* 0.160 0.031 5.2* 0.562 0.131 4.3* BO8 0.735 0.084 8.78* 0.129 0.034 3.79* 0.539 0.117 4.59* BO9 0.650 0.106 6.15* 0.108 0.028 3.81* 0.423 0.132 3.21*
Variable Loading Weight SMC
Estimate SE CR Estimate SE CR Estimate SE CR SO AVE = 0.587, Alpha =0.906 SO1 0.822 0.073 11.23* 0.221 0.029 7.66* 0.676 0.115 5.9* SO2 0.696 0.091 7.63* 0.069 0.027 2.55* 0.484 0.119 4.07* SO3 0.848 0.050 17.12* 0.129 0.030 4.23* 0.719 0.082 8.76* SO4 0.768 0.079 9.71* 0.095 0.037 2.59* 0.589 0.120 4.9* SO5 0.658 0.096 6.89* 0.119 0.035 3.42* 0.434 0.130 3.33* SO6 0.742 0.077 9.61* 0.149 0.034 4.39* 0.551 0.110 5.03* SO7 0.793 0.056 14.24* 0.157 0.031 5.11* 0.628 0.087 7.2* SO8 0.720 0.086 8.35* 0.152 0.033 4.62* 0.519 0.121 4.3* SO9 0.826 0.053 15.55* 0.200 0.038 5.29* 0.682 0.086 7.9* KBB AVE = 0.753, Alpha =0.889 KBB1 0.901 0.027 33.96* 0.355 0.036 9.89* 0.812 0.048 17.08* KBB2 0.833 0.062 13.52* 0.235 0.043 5.46* 0.694 0.099 6.98* KBB3 0.818 0.049 16.7* 0.233 0.033 7.15* 0.669 0.080 8.37* KBB4 0.916 0.024 38.88* 0.320 0.043 7.52* 0.838 0.042 19.74* Sumber : Data diolah
Pada Tabel 5.9 dapat dijelaskan bahwa semua indikator konstruk valid karena nilai loading factor semuanya di atas kriteria 0,5 dan nilai CR signifikan di atas 1,65 pada tingkat signifikansi 5%, ditunjukan dengan simbol bintang (*). Indikator budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana yang memiliki nilai loading tertinggi adalah budaya organisasi berbasis parhyangan sebagai artefak (kebendaan) (BO3). Item pertanyaan pada indikator ini berbunyi yaitu kegiatan operasi LPD didasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai loading terendah indikator konstruk ini adalah budaya organisasi berbasis palemahan sebagai artefak (BO9). Untuk konstruk strategi operasi indikator dengan nilai loading tertinggi adalah tingkat standarisasi proses (SO3), sedangkan
nilai terndah adalah penggunaan teknologi informasi (SO5). Indikator keunggulan bersaing berkelanjutan yang memiliki nilai loading tertinggi adalah sumber daya tidak tergantikan (KBB4), sedangkan nilai terendah adalah indikator sumber daya yang tidak dapat ditiru pesaing (KBB3). b. Composite Reabiliity
Pengujian reliabilitas dengan composite reliability dilihat dari nilai average variance extracted (AVE) dan cronbach alpha. Berdasarkan pada tabel 5.9 dapat dilihat bahwa reliabilitas semua kontruk sangat baik. Hal ini dapat dijelaskan dari nilai AVE semua konstruk di atas kriteria 0,5 dan nilai cronbach alpha (alpha) lebih besar dari 0,7.
5.1.2.3 Evaluasi Inner Model dan Pengujian Hipotesis
Pengujian model struktural (inner model) digunakan untuk mengetahui pengaruh antar konstruk sekaligus sebagai uji hipotesis penelitian. Hasil analisis inner model ditampilkan pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11.
Tabel 5.10
Model Struktural (Inner Model) Path Coefficients
Estimate SE CR
BO->SO 0.706 0.082 8.58*
BO->KBB 0.689 0.170 4.05*
SO->KBB 0.232 0.169 1.37
Sumber : Data diolah
Pada tabel 5.10 dapat dijelaskan bahwa pengaruh budaya organisasi berbasis THK (BO) terhadap strategi operasi (SO) LPD adalah positif sebesar 0,706 dan nilai CR 8,58 signifikan diatas 1,65 pada signifikansi 5% (0,05).
Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa hipotesis pertama yaitu budaya organisasi berbasis THK berpengaruh terhadap strategi operasi LPD di Kabupaten Buleleng dapat diterima.
Berikutnya dapat dilihat pada tabel 5.10, budaya organisasi berbasis THK berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan (KBB) LPD Kabupaten Buleleng sebesar 0,689 dan signifikan pada 0,05. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hipotesis kedua dapat diterima yang berbunyi budaya organisasi berbasis THK berpengaruh terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng.
Strategi operasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng. Nilai koefisien jalur pengaruh strategi operasi terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan LPD Kabupaten Buleleng sebesar 0,232 dan tidak signifikan pada 0,05 dengan nilai CR 1.37 dibawah 1,65, tetapi signifikan pada 10% yaitu 1,28. Oleh karena itu hipotesis ketiga belum dapat diterima.
Pengaruh tidak langsung budaya organisasi berbasis THK terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan melalui strategi operasi adalah sebesar 0,164 (0,706 x 0,232). Maka dapat dikatakan pengaruh langsung budaya organisasi berbasis THK sebesar 0,689 lebih besar dibandingkan pengaruh tidak langsungnya melalui strategi operasi.
Nilai koefisien determinasi juga digunakan untuk menjelaskan tingkat variabilitas variabel terikat yang dijelaskan variabel bebas. Berikut disajikan nilai R2 pada table 5.11.
Tabel 5.11 Identifikasi R-Square R square of Latent Variable
BO 0
SO 0.498
KBB 0.754
Sumber : Data diolah
Koefisien determinasi strategi operasi seperti pada Tabel 5.11 sebesar 0,498, yang berarti variabilitas variabel strategi operasi yang dapat dijelaskan oleh budaya organisasi berbasis THK sebesar 49,8%. Selanjutnya variabilitas keunggulan bersaing berkelanjutan yang dapat dijelaskan oleh budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi sebesar 75,4%, sedangkan sisanya dipengaruhi variabel lain sebesar 24,6% yang tidak disertakan dalam penelitian ini.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Hubungan Budaya Organisasi Berbasis Tri Hita Karana (THK) dan Strategi Operasi LPD di Kabupaten Buleleng
Nilai-nilai Tri Hita Karana telah diterapkan sejak LPD di Kabupaten Buleleng didirikan. Nilai-nilai ini yaitu parhyangan, pawongan, dan palemahan menjadi dasar terbentuknya budaya organisasi yang ada di LPD. Dalam konteks parhyangan, nilai yang mendasari adalah bahwa dicapainya keberhasilan kegiatan bisnis yaitu tujuan LPD merupakan bentuk kepercayaan dan pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Pengabdian tersebut diterapkan dalam sistem kerja yang disebut dengan istilah ngayah.
Sistem ngayah juga menjadi dasar terciptanya pola hubungan kerja yang harmonis antara penggurus dan karyawan maupun dengan nasabah, yang
merupakan esensi konsep pawongan. Pola hubungan itu membentuk sebuah ikatan kekeluargaan antara pengurus, karyawan dan nasabah. Selain itu penerapan nilai-nilai ini diwujudkan dalam tujuan LPD, yaitu selain memperoleh laba juga berkontribusi dengan menyisihkan 20% perolehan laba untuk dana pembangunan desa pekraman. Dana tersebut digunakan diantaranya untuk kegiatan upacara agama, pembangunan pura, pelestarian lingkungan seperti penghijauan dan penyediaan tempat sampah umum di desa.
Nilai-nilai Tri Hita Karana, sistem kerja, pola hubungan LPD dengan desa adat dan masyarakat diatur dalam hukum adat desa pekraman yaitu awig-awig dan perarem desa pekraman. Oleh karena itu kegiatan operasi LPD di Kabupaten Buleleng juga dilandasi hukum adat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yaitu melalui analisis SEM GeSCA bahwa budaya organisasi berbasis THK berpengaruh positif dan signifikan terhadap strategi operasi LPD di Kabupaten Buleleng. Hal ini sesuai dengan penelitian Dauber (2012) yang menyatakan bahwa kegiatan operasi merupakan unsur artefak dari budaya organisasi yaitu manifestasi dari nilai-nilai yang dianut dan diamati. Nilai-nilai budaya organisasi berbasis Tri Hita Karana melandasi penerapan strategi operasi dasar LPD di Kabupaten Buleleng, yaitu berorientasi layanan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu dilihat dari nilai loading factor tertinggi indikator budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi LPD. Indikator tersebut adalah kegiatan operasi LPD didasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Strategi operasi dasar LPD yang berorientasi layanan, didasarkan pada kualitas interaksi antara karyawan dan pelanggan. Sebagian besar kegiatan operasi LPD adalah disesuaikan dengan layanan yang diberikan. Prosedur-prosedur yang telah ditetapkan cenderung disesuaikan untuk memberikan layanan yang berkualitas. Produk atau jasa keuangan yang dihasilkan LPD, yaitu baik simpanan maupun kredit beberapa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa pakraman yang juga merupakan nasabah LPD. Adanya simpanan dan kredit untuk kegiatan keagamaan adalah salah satu produk yang disesuaikan. LPD juga memberikan layanan jemput bola yaitu memberikan layanan dengan datang langsung ke rumah nasabah untuk memungut tabungan dan angsuran kredit. Interaksi antara karyawan dan nasabah yang harmonis akan mampu meningkatkan kepercayaan nasabah dalam menggunakan jasa LPD. Hal ini dapat meningkatkan peran dan konstribusi nasabah sebagai masyarakat desa pakraman dalam pengembangan LPD di Kabupaten Buleleng. Hal ini sesuai dengan filosofi LPD bahwa LPD adalah milik krama desa pakraman.
5.2.2 Hubungan Budaya Organisasi berbasis THK, Strategi Operasi dan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng
Keunggulan bersaing berkelanjutan menunjukkan eksistensi dan keberhasilan LPD di Kabupaten Buleleng dalam menciptakan daya saing dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian juga menunjukan tingkat variabilitas budaya
organisasi berbasis THK dan strategi operasi LPD sebesar 75% dan sisanya dipengaruhi variabel lain sebesar 24,6% dijelaskan faktor lain diluar model. Faktor tersebut seperti strategi bisnis dan kinerja perusahaan. Hasil ini mendukung pendapat beberapa ahli (Barney, 1991; Bharadwaj, 1993; Slack dan Lewis, 2002) yang menyatakan bahwa budaya organisasi dan strategi operasi merupakan sumber daya untuk menciptakan keunggulan bersaing berkelanjutan.
Keunggulan bersaing berkelanjutan bukan merupakan tujuan akhir tetapi sebagai instrumen untuk menghasilkan tujuan akhir yaitu kinerja jangka panjang LPD yang berkelanjutan (Ferdinand, 2011). Budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi LPD berperan dalam pencapaian tujuan LPD (Schein, 2004; Slack dan Lewis 2002). Selain menghasilkan kinerja berkelanjutan, tujuan LPD yaitu berkontribusi pada pembangunan desa pakraman. Kinerja LPD yang berkelanjutan tentu akan mempertahankan keberlangsungan peran LPD yaitu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi desa pakaraman. Budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi memberikan nilai tambah bagi nasabah dan menciptakan keunikan LPD di Kabupaten Buleleng. Kontribusi dan peran LPD terhadap pembangunan desa pakaraman, produk simpanan dan pinjaman untuk kegiatan keagamaan, dan layanan yang dilandaskan nilai-nilai THK merupakan nilai tambah bagi nasabah. Nilai-nilai THK, kegiatan operasi yang berlandaskan awig-awig dan perarem LPD, hubungan LPD dan desa pakraman merupakan bentuk keunikan LPD di Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan hasil analisis jalur menunjukan bahwa, pengaruh budaya organisasi berbasis THK lebih besar dan signifikan terhadap keunggulan bersaing
berkelanjutan dibanding strategi operasi LPD di Kabupaten Buleleng. Begitu juga dengan hasil analisis jalur, bahwa pengaruh langsung budaya organisasi berbasis THK terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan lebih besar dibanding pengaruh tidak langsung melalui strategi operasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai-nilai Tri Hita Karana yang diterapkan dalam budaya organisasi LPD di Kabupaten Buleleng, merupakan sumber daya utama dalam menciptakan keunggulan bersaing berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gorda (dalam Windia dan Dewi, 2011) bahwa nilai-nilai Tri Hita Karana merupakan sumber daya bagi suatu organisasi untuk meningkatkan keefektifannya. Pola hubungan yang tercipta antara LPD dan desa pekaraman merupakan bentuk dari kompleksitas sosial. Budaya organisasi berbasis THK merupakan sumber daya yang memiliki kompleksitas sosial yang berharga dan langka (Barney, 1991; Hall, 1993; Bharadwaj).
Pengaruh strategi operasi LPD yang tidak sginifikan terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan, menunjukan bahwa sumber daya ini belum dikelola dengan baik. Pengelolaan LPD secara umum hampir sama dengan lembaga keuangan lainya, seperti yang diatur dalam Pergub No.11 Tahun 2013. Hal ini tentunya menjadikan tantangan bagi LPD di Kabupaten Buleleng untuk meningkatkan daya saingnnya. Tantangan itu tentunya datang dari lembaga keuangan lainnya yang memiliki cakupan pasar yang lebih besar dan teknologi informasi yang modern.
Strategi operasi LPD yang disusun untuk mengelola kegiatan operasi perlu disinergikan dengan budaya organisasi berbasis THK. Keterkaitan sistem
dan prosedur layanan yang telah ditetapkan dengan awig-awig perlu diimplementasikan dalam kegiatan operasi LPD demi tercapainya tujuan LPD. LPD yang mengimplemantasikan nilai-nilai budaya yaitu Tri Hita Karana mendukung terciptanya gaya operasi yang etis (Suartana, 2009). Hal ini tentunya akan menjadikan strategi operasi sebagai sumber daya yang unik, sulit ditiru pesaing, tidak dapat digantikan, serta menciptakan keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng. Oleh karena itu penting untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya organisasi berbasis THK dan strategi operasi sebagai landasan dalam pengelolaan kegiatan operasi LPD.
Berdasarkan laporan LPLPD tahun 2013, disebutkan bahwa terdapat 40 LPD tidak aktif yang diantaranya macet dan tidak melapor. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya ketidakmampuan dalam pengelolaan kegiatan operasi LPD. LPD sebagai lembaga intermediasi perlu menjaga efektifitas dan efiseinsi kegiatan operasinya. Dalam rangka menarik minat nasabah, LPD tentunya akan menawarkan produk simpanan yang menarik dengan bunga tinggi (orientasi pull). Dilain sisi LPD juga perlu memperhatikan kapasitas produksinya seperti kecukupan modal dan kemampuan menyalurkan dana dalam bentuk kredit (orientasi push). Pengelolaan dana masyarakat yang efektif sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat desa pakaraman. Begitu juga penyaluran dana masyarakat yang sesuai dengan kecukupan modal dan terjaminnya kelancaran pengembalian pinjaman. Kombinasi kedua orientasi ini yaitu push dan pull tentunya penting untuk menjaga kelangsungan usaha LPD.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Nilai-nilai tri hita karana telah diterapkan dalam budaya organisasi LPD di Kabupaten Buleleng semenjak didirikan. Nilai-nilai tri hita karana merupakan dasar diterapkannya strategi operasi dasar LPD di Kabupaten Buleleng yang berorientasi layanan.
2. Budaya organisasi berbasis tri hita karana berpengaruh positif dan signifikan terhadap strategi operasi LPD di Kabupaten Buleleng. 3. Budaya organisasi berbasis tri hita karana dan strategi operasi
berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng. Pengaruh budaya organisasi berbasis tri hita karana lebih besar dan signifikan terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng dibanding strategi operasi. 4. Pengaruh langsung budaya organisasi berbasis tri hita karana terhadap
keunggulan bersaing berkelanjutan LPD di Kabupaten Buleleng lebih besar dibanding pengaruh tidak langsung melalui strategi operasi.
4.1 Saran
Berikut beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pengurus perlu mengembangankan strategi operasi LPD yang mengaitkan antara sistem dan prosedur dengan Awig-awig desa pekraman. Awig-awig yang mengandung nilai-nilai Tri Hita Karana, perlu tetap dipertahankan sebagai landasan kegiatan operasi LPD. Hal ini dapat menjadi keunikan yang dimiliki LPD di Kabupaten Buleleng, yang tidak dimiliki lembaga keuangan lainnya.
2. Penelitian ini khususnya model yang dikembangkan dapat menjadi bahan referensi untuk pengembangan ilmu melalui penelitian selanjutnya. Dalam penelitian mencoba mengembangkan model dengan mengkaji peran strategi fungsional perusahaan, dimana selama ini banyak model yang dikembangkan lebih banyak mengkaji strategi bisnis perusahaan contohnya strategi diferensiatif.
3. Model penelitian ini masih cukup sederhana, apabila dilihat dari tingkat variabilitas strategi operasi yang dapat dijelaskan budaya organisasi masih dibawah 50%. Sehingga perlu adanya pengembangan model seperti melibatkan variabel strategi bisnis, lingkungan bisnis, dan kinerja perusahaan LPD. Begitu juga dengan jumlah sampel yang digunakan masih kecil, kiranya perlu penambahan jumlah sampel agar generalisasi hasil penelitian lebih utuh.