• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PECAHAN YANG MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL SEBAGAI STARTING POINT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVA SDN ADISUCIPTO 1 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PECAHAN YANG MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL SEBAGAI STARTING POINT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVA SDN ADISUCIPTO 1 SKRIPSI"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PECAHAN

YANG MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL

SEBAGAI STARTING POINT PEMBELAJARAN DENGAN

PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVA SDN ADISUCIPTO 1

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Roimartini

NIM. 081134068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PECAHAN

YANG MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL

SEBAGAI STARTING POINT PEMBELAJARAN DENGAN

PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVA SDN ADISUCIPTO 1

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Roimartini

NIM. 081134068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Bila bebanmu terasa berat

hadapilah dengan senyum

tidak mudah, tapi pasti bisa!

Kupersembahkan karyaku ini kepada

(6)

v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan pada daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Juli 2012 Penulis,

(7)

vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Roimartini

Nomor Mahasiswa : 081134068

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PECAHAN YANG

MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL SEBAGAI STARTING

POINT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS

IVA SDN ADISUCIPTO 1 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan

demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya atau memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 4 Juli 2012 Yang menyatakan

(8)

vii ABSTRAK

Roimartini. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan yang Menggunakan Masalah Kontekstual sebagai Starting Point Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI di Kelas IVA SDN Adisucipto 1. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Research and Development

(R&D). Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran penjumlahan pecahan yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran dengan pendekatan PMRI di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1. Produk dari penelitian pengembangan ini berupa perangkat pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point

pembelajaran.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari silabus, RPP, LKS, bahan ajar, dan perangkat evaluasi. Perangkat pembelajaran ini memiliki ciri khas yaitu adanya kelima karakteristik PMRI khususnya karakteristik penggunaan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran. Pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan prosedur pengembangan dari Sugiyono yang telah dimodifikasi. Prosedur pengembangan yang sudah dimodifikasi terdiri dari: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) disain produk, (4) validasi disain, (5) revisi disain, dan (6) implementasi terbatas.

Kelayakan perangkat pembelajaran untuk siswa kelas IVA SD Negeri Adisucipto ini diketahui melalui uji kevalidan secara expert judgment oleh tiga dosen ahli dan satu guru kelas. Hasil validasi menunjukkan bahwa skor rata-rata perangkat pembelajaran adalah 3,54 dengan kategori sangat baik. Uji keterbacaan dilakukan untuk memastikan bahwa bahan ajar, LKS, dan soal evaluasi dapat dimengerti siswa. Hasil uji keterbacaan menunjukkan skor rata-rata 3,55 dengan kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa perangkat tersebut dapat dimengerti siswa. Produk diimplementasikan untuk meyakinkan bahwa produk dapat digunakan. Rata-rata hasil angket respon siswa menunjukkan skor 3,52 dengan kategori sangat baik.

Perangkat pembelajaran yang diimplementasikan ini telah menunjukkan penggunaan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran. Hal ini terlihat dari hasil observasi selama proses implementasi. Penggunaan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran dapat membantu siswa memahami konsep penjumlahan pecahan.

(9)

viii ABSTRACT

Roimartini. 2012. The Development of Fraction Learning Instrument Using Contextual Problems as The Learning Starting Point by Using PMRI Approach in Class IVA SDN Adisucipto 1. Thesis. Yogyakarta: The Elementary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

This was a research and development (R&D) research. The objective of the research is to develop the fraction addition learning instrument using contextual problems as the learning starting point by using PMRI approach in class IVA SDN Adisucipto 1. The product of this research was the learning instrument using contextual problem as the learning starting point.

The developed learning instrument consisted of syllabus, lesson plan, students worksheet, learning materials, and evaluation instrument. The learning instrument was characterized by five characteristics of PMRI particularly the use of contextual problem as the learning starting point. The development of the learning instrument was in accordance with the modified procedures developed by Sugiyono. The modified development procedures involved (1) potential and problem, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) limited implementation.

The feasibility of the learning instrument for the students of class IVA SDN Adisucipto 1 was identified through the validity test using expert judgment by three professional lecturer and one class teacher. The result of the validation test indicated that the average score of learning instrument was 3,54 falling into excellent category. The readability test was conducted to ensure that the learning materials, student worksheet, evaluation items were understood by students. The result of the readability test indicated the average score of 3,55 included into excellent category. This indicated that the instrument could be understood well by the students. The product was implemented in order to ensure that the product was usable. The average score of response from the student was 3,52 included into excellent category.

The learning instrument implemented in the research indicated the use of the contextual problem of the learning starting point. This was indicated by the result of the observation during the implementation process. The use of contextual problem as the learning starting point facilitated the students to understand the concept of fraction addition.

(10)

ix KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran yang Menggunakan Masalah Kontekstual sebagai Starting Point Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI di Kelas IVA SDN Adisucipto 1”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Romo Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma. 3. Ibu Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan kritik, saran, dorongan, semangat, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan dukungan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Drs. Daryono, selaku Kepala SD Negeri Adisucipto yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1.

6. Ibu Jumarilah, S.Pd.SD., selaku guru kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1, yang telah memberikan waktu, bantuan, dan masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis.

(11)

x 8. Bapak, Mamak, dan Mas Budi tersayang yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, dan kasih sayang kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Sahabat dan teman seperjuanganku Della, Irene, dan Nina yang selalu memberikan semangat dan bantuan selama menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga Lik Ijo dan Mbak Sani yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman sekelompok PMRI, teman-teman PPL dan semua teman kelas B angkatan 2008 yang telah membantu dalam karya dan doa selama skripsi. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh akrena itu, penulis dengan rendah hati bersedia menerima sumbangan baik pemikiran, kritik maupun saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 4 Juli 2012 Penulis,

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

G. Pentingnya Pengembangan ... 6

H. Kontribusi Hasil Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan ... 8

B. Landasan Teori ... 9

1. Hakekat Matematika ... 9

(13)

xii

3. Materi Penjumlahan Pecahan ... 13

4. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia ... 16

5. Penggunaan Masalah Kontekstual sebagai Starting Point Pembelajaran ... 23

C. Kerangka Berpikir ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 27

B. Desain dan Prosedur Penelitian ... 31

C. Populasi dan Sampel ... 33

D. Metode Pengumpulan Data ... 33

E. Instrumen Penelitian... 34

F. Metode Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Paparan dan Analisis Data Hasil Analisis Kebutuhan ... 37

B. Paparan Disain Pengembangan ... 40

C. Paparan Hasil Implementasi Produk pada Sampel Terbatas ... 44

1. Deskripsi Implementasi Perangkat Pembelajaran ... 44

2. Hasil Implementasi dan Pembahasan ... 46

a. Gambaran Umum Penggunaan Karakteristik PMRI ... 46

b. Penggunaan Konteks dalam Pembelajaran ... 54

3. Rangkuman Karakteristik Penggunaan Konteks yang Muncul dalam Pembelajaran ... 74

D. Refleksi Implementasi Pembelajaran ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

(14)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kriteria Tingkat Kualitas Produk ... 36 Tabel 4.1 Data Hasil Penilaian Perangkat Pembelaajran

Penjumlahan Pecahan oleh Dosen dan Guru Kelas ... 43 Tabel 4.2 Rangkuman Karakteristik Penggunaan Konteks

(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Langkah-langkah Pengembangan Menurut Sugiyono ... 28

Gambar 3.2 Langkah-langkah Pengembangan setelah Modifikasi ... 31

Gambar 4.1 Siswa Memotong Tahu (Media) ... 47

Gambar 4.2 Pemodelan yang Dilakukan Siswa ... 48

Gambar 4.3 Hasil Diskusi Kelompok ... 49

Gambar 4.4 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 50

Gambar 4.5 Siswa Menyimpulkan Hasil Belajar ... 51

Gambar 4.6 Interaksi Siswa dengan Siswa ... 51

Gambar 4.7 Interaksi Siswa dengan Guru ... 52

Gambar 4.8 Penyederhanaan Pecahan ... 53

Gambar 4.9 Siswa Melakukan Kegiatan yang Ada pada Soal ... 56

Gambar 4.10 Permainan Papan Harga ... 62

Gambar 4.11 Siswa Merangkai Potongan Gambar ... 65

Gambar 4.12 Media Pembelajaran ... 68

(16)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Analisis Kebutuhan (Wawancara) ... 87

Lampiran 2 Hasil Analisis Kebutuhan (Observasi) ... 88

Lampiran 3 Silabus ... 94

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 99

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... 126

Lampiran 6 Bahan Ajar ... 140

Lampiran 7 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 157

Lampiran 8 Olah Data Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 177

Lampiran 9 Kisi-kisi Uji Keterbacaan ... 178

Lampiran 10 Hasil Uji Keterbacaan ... 178

Lampiran 11 Perhitungan Hasil Validasi Uji Keterbacaan ... 179

Lampiran 12 Kisi-kisi Validasi Respon ... 180

Lampiran 13 Hasil Validasi Respon ... 180

Lampiran 14 Angket Respon Siswa ... 182

Lampiran 15 Hasil Olah Data Angket Respon ... 183

Lampiran 16 Hasil Observasi saat Implementasi Produk ... 184

Lampiran 17Transkrip ... 190

Lampiran 18 Hasil Pekerjaan Siswa ... 206

Lampiran 19 Surat Ijin Penelitian ... 208

Lampiran 20 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 209

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, spesifikasi produk, batasan istilah, pentingnya pengembangan dan kontribusi hasil penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Matematika adalah mata pelajaran yang abstrak namun sangat dekat dengan kehidupan. Matematika menjadi sangat dekat dengan kehidupan karena banyak kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan matematika misalnya menghitung, mengukur, dan membagi. Siswa sering melakukan hal tersebut namun belum tentu mereka mengetahui bahwa kegiatan itu berhubungan dengan matematika.

Siswa sering melakukan kegiatan yang berhubungan dengan matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah. Siswa sudah mengenal matematika dari kegiatan menghitung uang saku, mengukur tinggi badan, dan berbagi makanan dengan teman. Hal ini seharusnya membuat siswa merasa bahwa pelajaran matematika dekat dengan mereka. Namun, pada kenyataannya siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang jauh dari kehidupan mereka dan yang sulit untuk dipahami.

(18)

2 dipelajari dekat dengan kehidupan mereka sehingga siswa tertarik dan lebih mudah mempelajarinya.

Pada kenyataannya, guru cenderung menyampaikan materi secara langsung tanpa memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa sebagai starting point pembelajaran. Guru lebih sering menggunakan soal dalam bentuk kalimat matematika. Hal ini membuat siswa cenderung malas untuk mengerjakan maupun untuk mempelajarinya.

Berdasarkan pengalaman ketika melakukan observasi selama program pengakraban lingkungan SD, bimbingan belajar, observasi untuk tugas mata kuliah, dan program pengalaman lapangan (PPL), peneliti melihat sebagian besar guru melakukan ceramah dalam meyampaikan materi. Guru cenderung menyampaikan materi dengan kalimat matematika terutama materi pelajaran yang dianggap sulit. Salah satu materi yang dianggap sulit dalam penyampainnya adalah materi operasi hitung pecahan. Guru tidak mengaitkan materi pelajaran dengan masalah kontekstual. Guru sesekali melakukan tanya jawab. Siswa jarang melakukan diskusi maupun menggunakan alat peraga untuk memahami materi. Hal ini semakin membuat siswa merasa bahwa matematika adalah pelajaran yang jauh dari mereka dan sulit untuk dipahami.

(19)

3 siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini membuat siswa bosan dan mencari kegiatan lain misalnya bercanda dengan teman.

Peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran agar permasalahan tidak berkelanjutan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berkaitan dengan materi penjumlahan pecahan. Materi penjumlahan pecahan dipilih karena materi ini merupakan materi operasi hitung pecahan yang pertama kali diajarkan dan dianggap sulit walaupun sebenarnya materi ini sangat dekat dengan kehidupan siswa. Perangkat pembelajaran akan menjadikan kegiatan pembelajaran dekat dengan kehidupan siswa. Peneliti akan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pendekatan PMRI. Hal ini diharapkan dapat mengubah pandangan siswa terhadap matematika dan membuat siswa lebih memahami materi.

B. Batasan Masalah

Materi pecahan dalam penelitian ini dibatasi pada materi penjumlahan pecahan. Materi penjumlahan meliputi penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan berpenyebut beda. Materi penjumlahan pecahan dipilih karena materi ini merupakan materi operasi hitung pecahan yang pertama kali diajarkan dan dianggap sulit.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(20)

4 pembelajaran dengan pendekatan PMRI di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1?

2. Bagaimana pengembangan perangkat pembelajaran penjumlahan pecahan yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point

pembelajaran dengan pendekatan PMRI di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui hasil pengembangan perangkat pembelajaran penjumlahan pecahan yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point

pembelajaran dengan pendekatan PMRI di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1.

2. Mengembangkan perangkat pembelajaran penjumlahan pecahan yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran dengan pendekatan PMRI di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1.

E. Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan berupa perangkat pembelajaran penjumlahan pecahan. Komponen materi mencakup standar kompetensi, indikator, uraian materi yang harus dipelajari dan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa beraktivitas (Widharyanto, dkk., 2003: 51). Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), bahan ajar, dan perangkat evaluasi. 1. Silabus: Indikator pada silabus menjukkan perilaku memahami konsep

(21)

5 2. RPP: Kegiatan belajar dalam RPP menunjukkan bahwa guru

menggunakan masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita.

3. LKS: Kegiatan belajar dalam LKS menyerupai kegiatan yang biasa dialami siswa dan disajikan dalam bentuk soal cerita.

4. Bahan Ajar: Bahan ajar menggunakan masalah kontekstual baik dalam bentuk permainan maupun soal cerita.

5. Perangkat Evaluasi: Soal evaluasi menggunakan soal cerita yang kontekstual.

Perangkat pembelajaran yang dihasilkan mencakup karakteristik PMRI khususnya karakteristik penggunaan konteks. Perangkat pembelajaran mengutamakan penggunaan masalah kontekstual sebagai starting point

pembelajaran. Masalah kotekstual yang digunakan dekat dengan siswa dan mudah dipahami atau dibayangkan oleh siswa. Produk yang dihasilkan akan memberikan bantuan kepada guru untuk menyampaikan materi penjumlahan pecahan. Siswa akan belajar menemukan sendiri konsep dari apa yang akan mereka pelajari dengan menggunakan media yang digunakan.

F. Batasan Istilah

Agar tidak terjadi penafsiraan ganda terhadap istilah yang digunakan, maka ada pembatasan istilah. Beberapa istilah yang perlu diberi batasan pengertian antara lain:

1. Pengembangan adalah proses membuat produk yang sudah ada menjadi lebih baik. Dalam hal ini produk tersebut adalah perangkat pembelajaran. 2. Perangkat Pembelajaran adalah perlengkapan kegiatan pembelajaran

(22)

6 pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi silabus, RPP, LKS, bahan ajar, serta perangkat evaluasi dan penilaian. 3. Pecahan adalah bilangan yang bukan bilangan bulat, dapat dinyatakan

dalam bentuk dengan a dan b adalah bilangan bulat, b ≠ 0, serta b bukan faktor dari a. Di kelas empat materi penjumlahan pecahan dibagi menjadi dua yaitu penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan penjumlahan pecahan berpenyebut beda.

4. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah pendekatan pembelajaran matematika dengan menggunakan masalah sehari-hari yang realistik sebagai pondasi dalam membangun konsep matematika. Realistik bukan hanya terkait dengan dunia nyata namun lebih ditekankan pada penggunaan masalah yang terasa nyata bagi siswa. 5. Masalah Kontekstul sebagai Starting Point Pembelajaran adalah

penggunaan benda maupun situasi nyata yang dekat dengan siswa dalam bentuk permasalahan yang disajikan sebagai titik awal pembelajaran. Penggunaan kata starting point dimaksudkan untuk memberikan makna yang lebih mendalam karena sesuai dengan karakteristik Realistic Mathematic Education (RME) dimana PMRI adalah hasil adaptasi dari RME.

G. Pentingnya Pengembangan

(23)

7 dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari atau jembatan antara matematika konkrit (informal) menuju matematika tingkat formal. Siswa diharapkan mampu memahami konsep penjumlahan pecahan melalui penggunaan masalah kontekstual.

H. Kontribusi Hasil Penelitian

1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat memperoleh pengalaman dalam membuat penelitian

Research and Development (R&D) materi penjumlahan pecahan dengan pendekatan PMRI.

2. Bagi Guru

Penelitian ini dapat menambah inspirasi dalam membuat penelitian R&D menggunakan pendekatan PMRI.

3. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat menambah pengalaman siswa tentang penggunaan pendekatan PMRI.

4. Bagi Sekolah

(24)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas tentang kajian pustaka yang terdiri dari penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir.

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Anggit Puspaningtyas (2009) dalam Suryanto (2010: 189) dengan judul “Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika

dengan Pendekatan PMRI dan Usaha-Usaha Guru dalam Mengatasinya di SD Negeri Terbansari 2 Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa masih menggalami kesulitan dalam penggunaan konteks nyata. Usaha yang dilakukan guru dalam mengatasinya adalah dengan mengemukakan masalah kontekstual serta menggunakan benda konkret di sekitar siswa untuk membantu siswa dalam memahami masalah yang dikemukakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Yohana Yuniarti (2010) dengan judul “Karakteristik Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dalam

(25)

9 diciptakan subyek guru di dalam kelas, dan penggunaan situasi kehidupan sehari-hari yang bisa dibayangkan subyek siswa.

Kedua penelitian tersebut merupakan penelitian tentang pendekatan PMRI. Setelah meninjau hasil penelitian terdahulu tersebut, dapat diketahui bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam menggunakan konteks. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan pengembagann perangkat baru untuk membantu siswa menggunakan konteks. Pengembangan produk dititikberatkan pada penggunaan masalah kontekstual sebagai starting point

pembelajaran. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan peneliti dapat dikatakan relevan dan bermanfaat untuk dikembangkan.

Penelitian mengembangkan perangkat pembelajaran penjumlahan pecahan mengakomodasi kelima karakteristik PMRI khususnya karakteristik penggunaan konteks. Konteks yang digunakan berupa masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran, media pembelajaran, permainan, dan penggalian pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mata pelajaran matematika kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1.

B. Landasan Teori

1. Hakekat Matematika

(26)

struktur-10 struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, jadi berkenaan dengan konsep-konsep abstrak

Matematika timbul karena adanya pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Hal ini membuat abstraksi dan generalisasi menjadi sangat penting dalam matematika. Abstraksi adalah pemahaman melalui pengamatan tentang sifat-sifat bersama yang dimilki dan sifat-sifat yang tidak dimiliki dalam matematika. Generalisasi adalah proses membuat perkiraan berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus.

a. Posisi dan Peran Matematika

Adams dan Hamm dalam Wijaya (2011: 5) menjelaskan bahwa ada empat pandangan tentang posisi dan peran matematika, yakni:

1) Matematika sebagai suatu cara untuk berpikir.

Pandangan ini berawal dari bagaimana karakter logis dan sistematis dari matematika berperan dalam proses mengorganisasi gagasan, menganalisa informasi, dan menarik kesimpulan antar data.

2) Matematika sebagai suatu pemahaman tentang pola dan

hubungan (pattern and relationship).

(27)

11 3) Matematika sebagai suatu alat (Mathematics as a tool).

Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh aspek aplikasi dan aspek sejarah dari konsep matematika. Perkembangan matematika juga disebabkan oleh adanya kebutuhan manusia. Contoh paling sederhana adalah konsep korespondensi satu-satu yang melandasi perkembangan bilangan. Korespondensi satu-satu berkembang karena kebutuhan manusia untuk memastikan bahwa banyak hewan gembala yang pulang tetap sama dengan banyak hewan gembala yang berangkat.

4) Matematika sebagai bahasa untuk berkomunikasi.

Matematika merupakan bahasa yang paling universal karena simbol matematika memiliki makna yang sama untuk berbagai istilah dari bahasa yang berbeda-beda. Jika kita berkata “Dua ditambah tiga sama dengan lima” maka hanya orang yang mengerti Bahasa Indonesia saja

yang memahami kalimat tersebut. Jika kita menulis “2+3=5” maka orang dengan pengetahuan bahasa berbeda akan bisa memahami kalimat tersebut.

b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika SD

Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Materi pecahan termasuk dalam aspek bilangan.

2. Perangkat Pembelajaran

(28)

12 peserta didik (LKPD), instrumen evaluasi atau tes hasil belajar dan media pembelajaran. Rusdi (2008: 1) menjelaskan bahwa perangkat pembelajaran adalah media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Media tersebut berupa RPP, buku siswa, buku pegangan guru, LKS, dan tes hasil belajar. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa perangkat pembelajaran adalah perlengkapan kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Perangkat pembelajaran terdiri dari silabus, RPP, LKS, bahan ajar, dan perangkat evaluasi.

a. Silabus

Sanjaya (2009: 54-55) menjelaskan bahwa pengertian silabus menurut BSNP adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Mulyasa (2004: 36) mengatakan “silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang pengembangan.” Komponen silabus terdiri dari identitas, standar kompetensi, kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran, materi pokok, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Sanjaya (2009: 59) mengatakan “Rencana Pelaksanaan

(29)

13 atau isi, strategi dan metode pembelajaran, media dan sumber belajar, dan evaluasi.

c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Rusdi (2008: 1) menjelaskan bahwa LKS adalah salah satu perangkat pembelajaran yang membantu siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang ditentukan dalam standar kompetensi.

d. Bahan ajar

Majid (2008: 173) mengatakan bahwa bahan ajar adalah semua bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Rusdi (2008: 1) menjelaskan bahwa bahan ajar adalah materi pembelajaran yang terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip dan prosedur), sikap dan keterampilan dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.

e. Perangkat evaluasi

Muslich (2010: 5) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan, pendidikan sampai dengan reformasi pendidikan secara keseluruhan. Penilaian pendidikan termasuk dalam evaluasi pendidikan.

3. Materi Penjumlahan Pecahan

a. Pengertian

Copeland (1967: 170) mengatakan “In the simplest sense a

(30)

14 sesuatu yang utuh. Marsigit (2009: 34) mengatakan bahwa pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk , dengan a dan b bilangan bulat, b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa pecahan adalah bilangan yang bukan bilangan bulat, dapat dinyatakan dalam bentuk dengan a dan b adalah bilangan bulat, b ≠ 0, serta b bukan faktor dari a.

b. Bentuk Pecahan

Pecahan dapat digolongkan menjadi: 1) Pecahan biasa (Pecahan murni)

Sukayati (2003: 1) berpendapat bahwa pecahan biasa adalah lambang bilangan yang digunakan untuk melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan). Triveri (1989: 53) “If the numerator of a fraction is less than its denominator, then the fraction is called a proper

fraction.” Contoh:

Dua bagian dari empat bagian ditulis 2) Pecahan campuran

Triveri (1989: 55) “a mixed number is the sum of a whole number and a proper fraction.” Pecahan campuran adalah jumlah dari bilangan bulat dan pecahan murni.

Contoh:

(31)

15 Dalam pecahan campuran bilangan bulat dan pecahan biasa ditulis bersebelahan tanpa simbol penjumlahan 1 =

3) Pecahan desimal

Pecahan desimal adalah pecahan yang ditulis dengan menggunakan tanda koma (,) untuk menunjukkan bahwa bilangan di belakang koma kurang dari 1. Diperoleh dengan mengubah penyebut pecahan menjadi kelipatan 10. Contoh:

x =

dapat ditulis dengan pecahan desimal 0,5. x =

dapat ditulis dengan pecahan desimal 0,28

4) Persen

Persen berarti perseratus. Pecahan biasa yang penyebutnya 100 disebut persen. Persen dilambangkan dengan % yang artinya per seratus. Contoh:

= 75 %

c. Penjumlahan Pecahan

Penjumlahan pecahan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan penjumlahan berpenyebut beda. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlah pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.

Contoh: + = =

(32)

16 KPK dari 2 dan 4 adalah 4 maka penyebutnya adalah 4.

4. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah pendekatan yang diadaptasi dari pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). RME muncul dari pernyataan seorang ahli Matematika dari Belanda bernama Hans Freudenthal yang menyatakan bahwa Matematika adalah “Human Activity”.

a. Pengertian PMRI

Wijaya (2011: 20-21) mengatakan bahwa PMRI adalah pendekatan pembelajaran matematika dengan menggunakan masalah sehari-hari yang realistik sebagai pondasi dalam membangun konsep matematika atau sumber untuk pembelajaran (a source for learning). Suryanto (2010: 14) mengatakan bahwa realistik bukan hanya terkait dengan dunia nyata namun lebih ditekankan pada penggunaan masalah yang terasa nyata bagi siswa.

(33)

17 Sedangkan menurut peneliti PMRI adalah pendekatan pembelajaran matematika dengan menggunakan masalah sehari-hari yang realistik sebagai pondasi dalam membangun konsep matematika. Realistik bukan hanya terkait dengan dunia nyata namun lebih ditekankan pada penggunaan masalah yang terasa nyata bagi siswa.

b. Prinsip-prinsip PMRI

Wijaya (2011: 20) menyatakan bahwa kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari PMRI. Freudenthal dalam Wijaya (2011: 20) menyatakan proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa. Wijaya (2011: 20-21) juga menyatakan bahwa suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Dalam PMRI permasalahan realistik digunakan sebagai pondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran.

Suryanto (2010: 41-43) mengatakan bahwa ada tiga prinsip PMRI yaitu:

1) Penemuan Kembali secara Terbimbing(Guided Re-invention) dan

Matematisasi Progresif(Progressive Mathematization)

(34)

18 dan menemukan kembali ide dan konsep matematis melalui masalah kontekstual yang realistik yang mengandung topik matematis tertentu.

Prinsip Progresive mathematization adalah pematematikaan yang dapat diartikan sebagai upaya yang mengarah ke pemikiran matematis. Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan, yaitu matematisasi horisontal (berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan berakhir pada matematika yang formal) dan matematisasi vertikal (dari matematika formal ke matematika formal yang lebih luas, atau lebih tinggi, atau lebih rumit).

2) Fenomenologi Didaktis(Didactical Phenomenology)

Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual dipilih dengan mempertimbangkan aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan kecocokan dengan proses reinvention. Hal ini berarti bahwa konsep, aturan, cara, atau sifat termasuk model matematis, tidak diberitahukan oleh guru. Siswa berusaha sendiri untuk menemukan atau membangun sendiri konsep dengan berpangkal pada masalah kontekstual yang diberikan oleh guru.

3) Membangun Sendiri Model(Self-developed Model)

(35)

19

c. Karakteristik PMRI

Suryanto (2010: 44) merumuskan lima karakteristik PMRI, yaitu:

1) Penggunaan Konteks

Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual, terutama pada taraf penemuan konsep baru, sifat-sifat baru, atau prinsip-prinsip baru. Konteks yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata baik aspek budaya maupun aspek geografis. Wijaya (2011: 21) berpendapat bahwa konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun dapat berupa permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain yang bermakna dan dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah kontekstual disajikan di awal pembelajaran dimaksudkan untuk memungkinkan siswa membangun atau menemukan suatu konsep, definisi, operasi ataupun sifat matematis, serta cara pemecahan masalah itu. Masalah kontekstual disajikan di tengah pembelajaran untuk memantapkan apa yang telah dibangun atau ditemukan. Sedangkan masalah kontekstual yang disajikan di akhir pembelajaran dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa mengaplikasikan apa yang telah dibangun atau ditemukan.

2) Penggunaan Model

(36)

20 Ada dua model, yaitu model of dan model for. Model of yaitu model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya. Model for

merupakan model yang mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau matematika formal.

Gravemeijer dalam Wijaya (2011: 47) menyebutkan ada empat level atau tingkatan dalam pengembangan model yaitu level situasional, referensial, general, formal, dan level formal. Level situasional merupakan level paling dasar dari pemodelan dimana pengetahuan dan model masih berkembang dalam konteks situasi masalah yang digunakan. Pada level referensial siswa membuat model untuk menggambarkan situasi konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut sebagai model dari situasi. Model yang dikembangkan siswa pada level general sudah mengarah pada pencarian solusi secara matematis. Level formal merupakan tahap perumusan dan penegasan konsep matematika yang dibangun oleh siswa. Siswa sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan representasi matematis.

3) Penggunaan Kontribusi Siswa

(37)

21

4) Penggunaan Format Interaktif (Interaktivitas)

Interaksi antar siswa atau antara siswa dan guru yang bertindak sebagai fasilitator sangat diperlukan dalam pembelajaran. Interaksi mungkin juga terjadi antara siswa dan sarana, atau antara siswa dan matematika atau lingkungan. Bentuk interaksi dapat berupa diskusi, negosiasi, memberi penjelasan atau komunikasi.

5) Intertwinning (memanfaatkan keterkaitan)

Matematika adalah suatu ilmu yang tersruktur dan dengan konsistensi yang ketat. Keterkaitan antara topik, konsep, dan operasi sangat kuat, sehingga sangat dimungkinkan adanya integrasi antar topik, bahkan antara matematika dan bidang pengetahuan lain. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam kebermanfaatan belajar matematika.

d. Implikasi Pelaksanaan PMRI

Suryanto (2010: 48) berpendapat bahwa pelaksaan PMRI berimplikasi pada kegiatan guru dan kegiatan siswa.

1) Implikasi pada kegiatan guru

(38)

22 Guru menyiapkan diri untuk memandu siswa, sehingga siswa beralih kepada siswa belajar mandiri untuk memecahkan masalah kontekstual. Guru perlu terlebih dahulu memilih pengetahuan atau topik yang diharapkan akan dibangun oleh siswa.

2) Implikasi pada kegiatan siswa

Siswa mencoba menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah kontekstual secara mandiri atau berkelompok dengan caranya sendiri. Di sinilah dimungkinkan adanya beraneka ragam model yang dibuat oleh siswa. Jadi divergensi jawaban atau divergensi cara memecahkan masalah dapat muncul.

Siswa dapat bertanya seperlunya kepada guru apabila tidak menemukan jalan pemecahan masalah kontekstual. Hasil kerja siswa atau kelompok kemudian ditampilkan kepada semua anggota kelas untuk mendapat tanggapan atau kritik dari anggota kelas. Jadi siswa sangat aktif memikirkan atau mengerjakan masalah kontekstual.

e. Langkah-langkah Umum Pembelajaran PMRI

Suryanto (2010: 50) secara umum langkah-langkah pemebelajaran matematika dengan pendekatan PMRI adalah sebagai berikut.

1) Persiapan kelas

- Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa, LKS, dan alat peraga.

- Pengelompokan siswa

(39)

23 2) Kegiatan pembelajaran

- Siswa diberi masalah kontekstual atau soal cerita

- Siswa yang belum dapat memahami masalah atau soal diberi penjelasan singkat secara individual atau kelompok.

- Siswa mengerjakan soal atau memecahkan masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri.

- Guru memberikan bimbingan, petunjuk atau mengajukan pertanyaan yang menantang apabila siswa belum menemukan cara pemecahan dalam waktu yang dipandang cukup.

- Setelah waktu yang disediakan habis, siswa menyampaikan hasil kerjanya atau hasil pemikirannya.

- Siswa diberi kesempatan untuk memberika tanggapan.

- Guru membimbing siswa untuk membuat kesepakatan kelas tentang selesaian mana yang dianggap paling tepat.

- Bila masih tidak ada selesaian yang benar, guru minta agar siswa memikirkan cara lain.

5. Penggunaan Masalah Kontekstual sebagai Starting Point

Pembelajaran

(40)

24 Van de Heuvel-Panhuizen dalam Wijaya (2011: 32) menyatakan bahwa konteks dalam pendidikan matematika realistik dapat dipandang secara sempit maupun luas. Konteks dalam arti sempit merujuk pada situasi spesifik yang dimaksud. Konteks dalam arti luas merujuk pada fenomena kehidupan sehari-hari, cerita rekaan atau fantasi, bisa juga masalah matematika secara langsung.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan konteks adalah fungsi konteks bukan sebagai ilustrasi atau bentuk aplikasi setelah konsep matematika dipelajari. Konteks ditujukan untuk membangun atau menemukan kembali suatu konsep matematika melalui proses matematisasi. Proses matematisasi dapat diartikan sebagai proses mematematikakan suatu konteks, yaitu menerjemahkan suatu konteks menjadi konsep matematika. Proses matematisasi terjadi jika konteks dapat dibayangkan dan memungkinkan siswa untuk memahami dan bekerja dalam konteks tersebut dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang susdah mereka miliki.

Treffers dan Goffree dalam Wijaya (2011: 32-33) menyebutkan bahwa konteks memiliki beberapa fungsi dan peranan penting, yaitu: pembentukan konsep (concept forming), pengembangan model (model forming), penerapan (applicability), dan melatih kemampuan khusus

(spesific abilities) dalam suatu situasi terapan.

(41)

25 dan eksplisit. Konteks orde kedua memberikan peluang terjadinya matematisasi sehingga siswa mampu menemukan konsep, mengorganisasi informasi, dan menyelesaikan masalah. Konteks orde ketiga merupakan proses matematisasi konseptual yang memungkinkan siswa menemukan kembali atau membangun suatu konsep matematika baru.

Wijaya (2011: 39) juga mengemukakan beberapa hal yang digunakan untuk mengembangkan konteks untuk pembelajaran suatu konsep matematika sebagai berikut.

a) Konteks menarik perhatian siswa dan mampu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar matematika.

b) Penggunaan konteks dalam Pendidikan Matematika Realistik bukan sebagai bentuk aplikasi suatu konsep, melainkan sebagai titik awal pembangunan suatu konsep.

c) Konteks tidak melibatkan suatu emosi. Salah satu emosi yang dimaksud adalah dalam kehidupan pribadi yang sensitif.

d) Memperlihatkan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. e) Konteks tidak memihak gender (jenis kelamin).

(42)

26 RME. Peneliti mengartikan masalah kontektual sebagai starting point

pembelajaran adalah penggunaan benda maupun situasi nyata yang dekat dengan siswa dalam bentuk permasalahan yang disajikan sebagai titik awal pembelajaran.

C. Kerangka Berpikir

Matematika adalah mata pelajaran yang abstrak namun sangat dekat dengan kehidupan. Namun, pada kenyataannya siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang jauh dari kehidupan dan sulit untuk dipahami. Hal ini dapat terjadi karena guru belum memanfaatkan penggunaan konteks secara maksimal. Guru cenderung menyampaikan materi secara langsung tanpa memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa sebagai starting point pembelajaran. Hal ini membuat siswa tidak tertarik mengikuti kegiatan belajar sehingga siswa cenderung mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Siswa merasa materi yang akan dipelajari jauh dari mereka, padahal sebenarnya materi tersebut biasa dialami siswa.

Penggunaan konteks yang belum maksimal akan dimaksimalkan melalui pengembangan perangkat pembelajaran yang akan dilakukan peneliti. Perangkat pembelajaran tersebut akan dikembangkan dengan pendekatan PMRI yang menggunakan masalah kontekstual sebagai starting point

(43)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang jenis penelitian, desain dan prosedur penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan metode analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Research and Development (R&D). Penelitian ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yakni mengembangkan perangkat pembelajaran. Sugiyono (2010: 9) berpendapat bahwa penelitian R&D adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Borg dan Gall dalam Sugiyono (2010: 9) berpendapat bahwa penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian untuk mengembangkan dan memvalidasi produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Dapat juga diartikan suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada.

(44)

28 digunakan untuk mengevaluasi proses uji-coba pengembangan suatu produk.

Arifin (2011: 126) “metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan.” Produk dari penelitian R&D diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan.

Sugiyono (2010: 409-426) mengungkapkan ada sepuluh langkah penggunaan metode R&D. Sepuluh langkah penggunaan metode R&D tersebut adalah potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan pembuatan produk masal.

1. Potensi dan Masalah

Penelitian diawali dengan adanya potensi atau masalah. Potensi adalah segala sesuatu yang dapat didayagunakan sehingga memiliki nilai tambah. Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Potensi dan masalah harus ditunjukkan dengan data empirik.

Potensi dan

produk Produk masal

Validasi desain

Uji coba

pemakaian

(45)

29 2. Pengumpulan Data

Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan informasi disesuaikan dengan permasalahan dan ketelitian tujuan yang akan dicapai.

3. Desain Produk

Produk didesain berdasarkan penilaian produk lama sehingga dapat ditemukan kelemahan produk lama tersebut. Kelemahan inilah yang digunakan sebagai dasar mengembangkan produk. Desain produk baru masih bersifat hipotetik karena efektivitasnya belum terbukti dan akan diketahui setelah melalui pengujian produk.

4. Validasi Desain

Validasi desain merupakan kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk baru akan lebih efektif dari produk lama atau tidak. Validasi masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum fakta lapangan. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan produk baru.

5. Revisi Desain

(46)

30 6. Uji coba Produk

Produk yang sudah direvisi diujicobakan dalam sampel terbatas. Pengujian bertujuan untuk mendapatkan informasi apakah produk baru tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan produk lama atau tidak. Pengujian dapat dilakukan dengan eksperimen, yaitu membandingkan efektivitas produk lama dengan produk baru.

7. Revisi Produk

Produk yang telah diujicobakan pada sampel terbatas direvisi untuk memperbaiki kekurangannya. Revisi produk bertujuan agar semua aspek dari produk baru dapat maksimal ssehingga dapat diterapkan pada skala yang lebih luas.

8. Uji coba Pemakaian

Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang tidak terlalu penting, maka produk baru tersebut diterapkan pada skala yang lebih luas. Produk baru tetap dinilai kekurangan dan hambatan yang muncul untuk perbaikan lebih lanjut.

9. Revisi Produk

Revisi produk dilakukan apabila dalam pemakaian terdapat kekurangan dan kelemahan. Dalam uji pemakaian, sebaiknya pembuat produk selalu mengevaluasi bagaimana kinerja produk.

10. Pembuatan Produk Masal

(47)

31

B. Desain dan Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan adalah hasil modifikasi dari prosedur pengembangan menurut Sugiyono. Prosedur pengembangan hanya sampai pada tahap kelima yaitu revisi desain. Hal ini dilakukan karena tahapan pengembangan menurut Sugiyono menuntut adanya revisi dan uji coba pemakaian setelah uji coba produk. Uji coba pemakaian perangkat pembelajaran yang dihasilkan hanya dapat dilakukan pada semester genap tahun berikutnya. Hal ini terjadi karena materi penjumlahan pecahan disampaikan pada semester genap. Keterbatasan waktu membuat peneliti memodifikasi prosedur pengembangan dengan menghentikan langkah setelah menghasilkan produk yang layak digunakan dalam uji coba produk. Hal ini dilakukan dengan harapan ada peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan pengembangan produk yang dihasilkan. Tahapan penelitian hasil modifikasi tampak pada gambar berikut.

Gambar 3. 2: Langkah-langkah Pengembangan setelah Modifikaasi

1. Potensi dan Masalah

Penelitian diawali dengan mencari potensi dan masalah yang ada di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1. Analisis kebutuhan dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan guru dan observasi selama proses

(48)

32 pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kendala yang dialami guru saat pembelajaran dan potensi yang dapat dikembangkan. 2. Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil analisis kebutuhan. Informasi-informasi penting yang dapat menunjang pengembangan produk dikumpulkan untuk mengembangkan produk.

3. Desain Produk

Produk yang dikembangkan berupa perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari silabus, RPP, LKS, bahan ajar, dan perangkat evaluasi. Desain produk diawali dengan penentuan standar kompetensi dan kompetensi dasar dilanjutkan dengan penyususnan silabus. Kegiatan selanjutnya adalah penyusunan RPP, LKS, bahan ajar, dan perangkat evaluasi. Perangkat pembelajaran ini didesain berdasarkan kelima karakteristik PMRI khususnya penggunaan masalah kontekstual sebagai

starting point pembelajaran. 4. Validasi Desain

(49)

33 5. Revisi Desain

Revisi Desain dilakukan berdasarkan hasil validasi dan saran dari para ahli. Revisi bertujuan untuk memperbaiki kekurangan produk.

6. Implementasi Terbatas

Produk yang telah direvisi diimplementasikan secara terbatas di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1. Implementasi dilakukan untuk memastikan dan meyakinkan bahwa produk dapat diujicobakan. Kegiatan implementasi terbatas diakhiri dengan penyebaran angket respon siswa dan refleksi.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel pada penelitian ini belum ditentukan karena penelitian hanya sampai pada tahap revisi desain yang diimplementasikan secara terbatas. Produk diimplementasikan secara terbatas untuk meyakinkan bahwa produk ini dapat digunakan dan layak untuk diujicobakan. Produk diimplementasikan secara terbatas pada siswa dan guru kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1 semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 36 siswa. Siswa terdiri dari 18 siswa putra dan 18 siswa putri. Sekolah ini terletak di komplek Lanud Adisucipto, Jalan Janti, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Implementasi terbatas dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2012 dan berakhir pada tanggal 23 Februari 2012.

D. Metode Pengumpulan Data

(50)

34 digunakan untuk menguji keterbacaan produk oleh siswa dan mengetahui respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang menggunakan produk hasil penelitian. Selama implementasi produk dilakukan observasi untuk mengetahui karakteristik PMRI yang muncul. Observasi secara tidak langsung dilakukan dengan mengamati hasil rekaman proses pembelajaran di kelas IVA secara menyeluruh.

E. Instrumen Penelitian

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Wawancara dan observasi dilaksanakan pada tahap analisis data. Observasi juga dilakukan pada saat implementasi produk hasil pengembangan. Data kuantitatif diperoleh dari hasil validasi produk oleh tiga dosen ahli dan satu guru kelas. Data kuantitatif juga diperoleh dari angket keterbacaan dan respon siswa.

2. Instrumen Pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa panduan wawancara kepada guru, lembar pengamatan karakteristik PMRI, lembar validasi perangkat pembelajaran, angket uji keterbacaan, dan angket respon siswa. Kisi-kisi dan format instrumen penelitian terlampir.

(51)

35 b. Lembar pengamatan karakteristik PMRI, berisi tentang karakteristik PMRI. Instrumen ini digunakan untuk melihat karakteristik PMRI yang muncul selama proses pembelajaran.

c. Lembar validasi perangkat pembelajaran, berisi tentang penilaian aspek-aspek perangkat pembelajaran. Instrumen ini digunakan untuk menilai perangkat pembelajaran yang dihasilkan.

d. Angket uji keterbacaan, berisi aspek-aspek yang menunjukkan siswa mengerti maksud dari bahan ajar, LKS, dan perangkat evaluasi. Instrumen ini digunakan untuk memastikan bahwa perangkat dapat dimengerti siswa.

e. Angket respon siswa berisi aspek-aspek yang menunjukkan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang menggunakan produk hasil pengembangan.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan peneliti berdasarkan jenis data yang dianalisis.

1. Analisis Data Kualitatif

Data untuk analisis kebutuhan diperoleh melalui wawancara dan observasi. Data yang diperoleh berbentuk data kualitatif. Data kualitatif ini diharapkan dapat menjelaskan kondisi kelas secara lebih terperinci. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui kebutuhan yang ada.

(52)

36 dianalisis sehingga diperoleh hasil bahwa karakteristik PMRI khususnya karakteristik penggunaan konteks dapat membantu siswa memahami konsep penjumlahan pecahan. Hal ini dapat meyakinkan peneliti bahwa produk hasil pengembangan dapat diujicobakan.

2. Analisis Data Kuantitatif

Data yang diperoleh dari hasil validasi perangkat pembelajaran, angket keterbacaan, dan angket respon berbentuk data kuantitatif. Kriteria penilaian yang digunakan peneliti berskala empat. Skala empat dipilih peneliti karena skala ini lebih menunjukkan sikap responden. Mardapi (2008:

121) mengatakan “penggunaan pengukuran skala lima sering terjadi

kecenderungan responden memilih jawaban pada kategori tiga.”

Acuan kriteria untuk menentukan tingkat kevalidan, keterbacaan, dan kepuasan dari produk yang dikembangkan berdasarkan kriteria tingkat kualitas produk yang mengadopsi kriteria penilaian dari Azwar dalam Setiani (2005: 108) seperti pada tabel 3.1

Tabel 3. 1: Kriteria Tingkat Kualitas Produk

Angka Interval Skor Rata-rata Kategori

4 3,25 < M ≤ 4,00 Sangat Baik

3 2,50 < M ≤ 3,25 Baik

2 1,75 < M ≤ 2,50 Kurang Baik

1 0,00 < M ≤ 1,75 Tidak Baik

Keterangan:

M = Rata-rata skor untuk setiap aspek yang dinilai

Sumber: kriteria penilaian menurut Azwar dalam Setiani (2005: 108)

(53)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan paparan dan analisis data hasil analisis kebutuhan, paparan desain pengembangan, dan paparan hasil implementasi produk pada sampel terbatas.

A. Paparan dan Analisis Data Hasil Analisis Kebutuhan

Penelitian pengembangan ini diawali dengan pengumpulan data menggunakan dua instrumen. Instrumen pertama berupa pedoman wawancara dengan guru kelas. Instrumen kedua berupa lembar observasi penggunaan masalah kontekstual sebagai starting point pembelajaran.

Peneliti melakukan wawancara kepada Ibu Jumarilah, S.Pd.SD selaku guru kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1. Kegiatan wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan perangkat pembelajaran. Hasil wawancara kepada guru kelas IV dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1. Guru masih menggunakan paradigma lama dimana kegiatan pembelajaran belum berpusat pada siswa. Guru sering melakukan ceramah dan sesekali melakukan tanya jawab atau diskusi. Hal ini membuat siswa cenderung pasif dan tidak fokus pada pelajaran.

(54)

38 3. Siswa di kelas IVA sangat aktif dan cenderung mencari perhatian lebih dari guru dan teman. Keaktifan siswa dapat didayagunakan pada saat pembelajaran berlangsung.

4. Guru ingin menerapkan kegiatan pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa sehingga siswa dapat lebih memahami materi.

5. Guru mengalami kendala dalam menerapkan model pembelajaran inovatif. Kendala tersebut adalah keterbatasan waktu penyampaian materi dan kurangnya referensi tentang pembelajaran inovatif.

6. Guru belum pernah menerapkan pendekatan PMRI karena guru belum paham tentang pendekatan PMRI. Meski demikian, guru bersedia menggunakan pendekatan PMRI karena guru tertarik mempelajari PMRI. Ketertarikan inilah yang membuat guru bersikap terbuka dan mau belajar tentang PMRI. Hal inilah yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan implementasi produk.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas di atas maka dapat disimpulkan bahwa guru belum melakukan pendekatan PMRI. Guru masih menggunakan paradigma lama dimana pembelajaran belum berpusat pada siswa. Hal inilah yang bepotensi menyebabkan siswa mudah mengalihkan perhatian pada hal yang lebih menarik.

(55)

39 Data hasil observasi menunjukkan bahwa guru belum menggunakan masalah kontekstual yang disajikan dalam bentuk soal cerita untuk mengawali pembelajaran. Soal yang digunakan oleh guru dalam bentuk kalimat matematika. Guru tidak menggunakan permainan untuk membangkitkan semangat siswa maupun untuk menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Siswa langsung diberi soal untuk dikerjakan. Guru juga belum menggunakan media untuk membantu siswa memahami materi.

Soal yang diberikan guru sudah dalam bentuk kalimat matematika. Siswa mengerjakan soal yang diberikan dengan satu cara yang diajarkan oleh guru. Siswa belum diberi kesempatan untuk mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri. Siswa belum memberikan kontribusi dalam pembelajaran. Siswa hanya mengikuti kegiatan yang diperintahkan oleh guru. Siswa jarang berpendapat maupun memberikan komentar. Siswa lebih sering menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru sudah tampak walaupun belum maksimal. Interaksi antar siswa jarang terjadi karena guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi. Interaksi siswa dengan guru lebih sering terjadi ketika guru memberikan pertanyaan kepada siswa. Guru juga belum memanfaatkan keterkaitan (intertwinning) dengan materi lain maupun mata pelajaran lain. Guru hanya mengajarkan satu materi dalam satu waktu.

(56)

40 2. Kegiatan pembelajaran memanfaatkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, media, dan penggunaan masalah kontekstual untuk menanamkan konsep dari materi yang dipelajari. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna.

3. Kegiatan pembelajaran mendukung terjadinya interaktivitas siswa.

4. Kegiatan pembelajaran memanfaatkan kontribusi siswa dan keterkaitan dengan materi lain.

B. Paparan Desain Pengembangan

Perangkat pembelajaran dikembangkan berdasarkan pendekatan PMRI. Pendekatan PMRI dipilih karena memiliki karakteristik yang dapat mengakomodasi hasil analisis kebutuhan. Peneliti mendesain perangkat pembelajaran berdasarkan data hasil analisis kebutuhan dan disesuaikan dengan kelima karakteristik PMRI khususnya karakeristik penggunaan konteks. Peneliti mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan materi penjumlahan pecahan dan karakteristik PMRI.

1. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), bahan ajar, perangkat evaluasi dan penilaian.

a. Silabus

(57)

41 Dasar (KD) yang diakomodasi dalam silabus adalah KD 6.3 Menjumlahkan pecahan. Silabus mengalami pengembangan pada bagian indikator. Indikator pembelajaran dikembangkan sehingga dapat mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Indikator pembelajaran mencerminkan karakteristik PMRI. Karakteristik penggunaan konteks diakomodasi pada indikator menemukan konsep penjumlahan pecahan.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP dikembangkan berdasarkan indikator pada silabus. Indikator lebih diperinci dalam bentuk tujuan pembelajaran. Indikator dan tujuan inilah yang menjadi titik awal pengembangan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga tahapan pembelajaran yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan yang dilakukan siswa dalam tahapan pembelajaran mencerminkan kelima karakteristik PMRI terutama karakteristik penggunaan konteks. Penggunaan konteks tampak pada kegiatan awal dan kegiatan eksplorasi. Guru menggunakan masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita untuk mengawali kegiatan pembelajaran. Guru menggali pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan menggunakan permainan, apersepsi, maupun masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita.

(58)

42 c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS disesuaikan dengan kegiatan belajar dalam RPP. LKS tersebut berisi langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam mempelajari materi penjumlahan pecahan. LKS inilah yang digunakan untuk memandu siswa melakukan tahapan kegiatan belajar. Kegiatan belajar tersebut dirancang agar menyerupai kegiatan yang biasa dialami siswa. Kegiatan yang biasa dialami siswa disajikan dalam bentuk soal cerita. Penggunaan soal cerita dimaksudkan agar permasalahan yang disajikan terasa nyata bagi siswa.

d. Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan rangkuman materi pelajaran. Kegiatan maupun masalah yang digunakan dekat dengan siswa. Bahan ajar juga disesuaikan dengan materi yang dipelajari. Bahan ajar dan LKS dibuat semenarik mungkin agar siswa lebih bersemangat menggunakannya. Penggunaan bahasa dan gambar juga diperhatikan demi menunjang pemahaman siswa. Bahan ajar selalu diawali dengan penggunaan masalah kontekstual baik dalam bentuk permainan maupun soal cerita. Bahan ajar juga menggambarkan kegiatan yang dilakukan siswa. Kegiatan yang dilakukan dekat kehidupan siswa seperti membagi makanan kepada teman.

e. Perangkat Evaluasi

(59)

43 disesuaikan dengan pendekatan PMRI yakni penilaian proses. Soal evaluasi menggunakan masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita.

2. Validasi Desain

Perangkat pembelajaran kemudian divalidasi secara expert judgment

oleh tiga dosen ahli dan satu guru kelas. Perangkat pembelajaran divalidasi oleh guru kelas setelah dinyatakan memenuhi syarat oleh dosen ahli. Validasi oleh guru kelas dilakukan untuk memastikan bahwa disain perangkat pembelajaran dapat diterapkan di kelas.

Tabel 4. 1

Data Hasil Penilaian Perangkat Pembelajaran Penjumlahan Pecahan oleh Dosen dan Guru Kelas

No Perangkat

Rata-rata skor total 3,54 Sangat Baik

(60)

44 Setelah produk dianggap layak untuk digunakan maka produk ini diuji keterbacaannya di kelas IVB SD Negeri Adisucipto 1 (bukan kelas untuk implementasi produk). Seluruh perangkat pembelajaran digunakan dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diikuti oleh seluruh siswa kelas IVB yang berjumlah 34 siswa. Siswa kelas IVB inilah yang terlibat dalam uji keterbacaan LKS, bahan ajar, dan perangkat evaluasi.

3. Revisi Disain

Data hasil analisis uji keterbacaan menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran mendapat skor 3,55 dengan kategori sangat baik. Tabel pengolahan data terlampir. Hal ini berarti perangkat pembelajaran (bahan ajar, LKS, dan soal evaluasi) dapat dimengerti oleh siswa sehingga peneliti tidak melakukan revisi.

4. Implementasi Terbatas

Perangkat pembelajaran (prototype) yang sudah dianggap layak langsung diimplementasikan di kelas IVA SD Negeri Adisucipto 1. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan pemberian angket respon untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran hasil implementasi produk pengembangan.

C. Paparan Hasil Implementasi Produk pada Sampel Terbatas

1. Deskripsi Implementasi Perangkat Pembelajaran

(61)

45 menjumlahkan pecahan dipilih karena siswa sering mengalami kesulitan pada materi pecahan.

Implementasi perangkat pembelajaran dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Februari 2012 jam ke-1 dan jam ke-2. Pada pertemuan ini siswa belajar tentang penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama. Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 16 Februari 2012 jam ke-4 dan jam ke-5. Siswa belajar tentang penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda. Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Selasa, 21 Februari 2012 jam ke-1 dan jam ke-2. Siswa melanjutkan belajar tentang penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda, sedangkan pertemuan keempat dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Februari 2012 jam ke-4 dan jam ke-5. Siswa mengulang kembali pembelajaran penjumlahan pecahan dan diakhiri dengan mengerjakan evaluasi pembelajaran secara keseluruhan (ulangan).

Gambar

Tabel 4.2 Rangkuman Karakteristik Penggunaan Konteks
Gambar 3. 1 Langkah-langkah Pengembangan Menurut Sugiyono
Gambar 3. 2: Langkah-langkah Pengembangan setelah Modifikaasi
Tabel 3. 1: Kriteria Tingkat Kualitas Produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

enam (6) kali pengujian yang dilakukan sejak tanggal 20 Juli 2014 sampai dengan 13 Agustus 2014 di Masjid Agung Jawa Tengah, hasil pengukuran arah kiblat

Dari hasil penelitian serta pembahasan maka kesimpulan penelitian adalah implementasi workplace spirituality yang meliputi dimensi; meaningful work, sense of community dan

Kegiatan ini telah menghasilkan alat teknologi tepat guna (TTG) yaitu: (1) glodogan (alat untuk pewarnaan) yang dibuat dari bahan stainless steel dan (2) meja kaca untuk

Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi/pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kriteria yang digunakan

Pada penelitian ini, proses pengklasifikasian citra X-ray melalui proses fourier filter, wavelet haar filter, dan clahe filter untuk filtering, selanjutnya

Dengan dilakukannya penelitian yang berjudul “Analisis Pemilihan Perangkat Lunak Sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP),

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pada citra dengan kontur tepi yang banyak lekukan, komponen konveks yang dihasilkan

Fragmen B11 pada kedua tetua padi mengandung 8 polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs). Salah satu SNPs menyebabkan polimorfisme berdasarkan situs enzim restriksi AluI dan ini