• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWI TENTANG ABORSI BAGI MAHASISWI ASRAMA KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT DI YOGYAKARTA MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWI TENTANG ABORSI BAGI MAHASISWI ASRAMA KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT DI YOGYAKARTA MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL SKRIPSI"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

MAHASISWI ASRAMA KABUPATEN LANDAK

KALIMANTAN BARAT DI YOGYAKARTA MELALUI

KATEKESE AUDIO VISUAL

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Susanti NIM: 041124014

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

MAHASISWI ASRAMA KABUPATEN LANDAK

KALIMANTAN BARAT DI YOGYAKARTA MELALUI

KATEKESE AUDIO VISUAL

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Susanti NIM: 041124014

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Allah Bapa sumber kehidupan, seluruh kaumku dan para mahasiswi yang ada di Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta

juga...

kepada yang tercinta anakku Christiano Willhelm Kana Talo, Suamiku Norbertus Kana Talo, Bapak dan Mamaku, kakak serta adik-adik dan keponakanku, segenap

keluarga besar Kalimantan dan Sumba berserta para sahabat, kenalan yang telah menyemangati dan menghantar penulis untuk tetap maju dan bertahan

(6)

v

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(7)
(8)
(9)

viii

ABORSI BAGI MAHASISWI ASRAMA KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT DI YOGYAKARTA MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL. Dipilih berdasarkan fakta bahwa para mahasiswi yang ada di Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat Yogyakarta ini belum memahamami tentang aborsi secara lebih mendalam. Kenyataan menunjukkan bahwa beberapa dari para mahasiswi di Asrama ini pernah melakukan tindakan aborsi yang akhirnya harus dikeluarkan dari Asrama serta mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Katekese audio visual merupakan sarana yang diharapkan untuk dapat membantu mereka dalam meningkatkan pemahamannya tentang aborsi. Bertitik tolak dari kenyataan di atas, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para mahasiswi yang ada di Asrama ini untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan baru yang dapat membantu mereka untuk menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab.

Persoalan utama yang akan dijawab di dalam skripsi ini ialah katekese media audio visual dalam upaya untuk membantu meningkatkan pemahaman mahasiswi tentang aborsi. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu bukti yang kuat terutama dari beberapa jawaban yang penulis temukan selama melakukan wawancara dalam bentuk sharing di asrama, di samping itu studi pustaka juga dilaksanakan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang dapat membantu para mahasiswi untuk lebih meningkatkan pemahaman mereka tentang aborsi.

(10)

ix

UNDERSTANDING OF ABORTION FOR FEMALE STUDENTS OF ASRAMA KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT IN YOGYAKARTA THROUGH THE CATECHISM OF AUDIO VISUAL. It is chosen based on the fact that the female students of this boarding house, run by Landak sub-province’ government of the West Kalimantan Province in Yogyakarta have not fully understood of abortion yet. The fact shows that some of former female students ever committed to the abortion that then had to pay the consequences of it. The catechism of audiovisual is an instrument that can help them to increase their understanding of abortion. Starting from the fact above, this thesis is meant for helping the female students of this boarding house to reach new acknowledge, which will help them to be a mature and responsible person.

The main idea that would be described in this thesis is the catechism of audiovisual in an effort to help increasing the female students’ understanding of abortion. The description needs strong evidences mainly from the answers found during interviews and sharing which took place in the boarding house. The author also made a lecture study to get insights that would help the female students to increase their knowledge and understanding of abortion.

(11)

x

Dengan penuh kerendahan hati, penulis menghaturkan segala puji, hormat, serta syukur yang tiada henti-hentinya kepada Allah Bapa, Putra, Roh Kudus dan Bunda Maria karena rahmat dan kasih-Nya telah memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul: meningkatkan pemahaman mahasiswi tentang aborsi bagi mahasiswi Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta melalui katekese audio visual.

Melalui hasil refleksi atas studi kateketik yang penulis jalani empat tahun ini terutama refleksi atas panggilan penulis sebagai calon katekis, penulis mencoba menggagas tema skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan kerinduan penulis untuk membuka cakrawala berpikir, mengasah dimensi hati dan pengetahuan sekaligus memberi sumbangan pemikiran bagi seluruh mahasiswi yang ada di Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta ini supaya mengetahui dan memiliki pemahaman tentang aborsi, terutama pengetahuan dan pemahaman untuk bekal kehidupan dan pergaulan sehari-hari dalam masyarakat. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(12)

xi

selanjutnya. Layaknya sang waktu yang terus berganti dan tak pernah berhenti berputar dari pagi hingga malam. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati mengucapkan limpah terima kasih kepada:

1. Romo Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ., selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberikan perhatian, waktu, semangat, motivasi, sumbangan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis. Terima kasih untuk masukan dan kritikannya sehingga penulis diteguhkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan begitu banyak perhatian dan pendampingan bagi penulis selama penulisan skripsi maupun proses studi yang penulis jalani di kampus ini. Terima kasih untuk segalanya.

3. Romo Drs.Y. I. Iswarahadi S.J. M.A., selaku dosen penguji skripsi yang selalu memberi dukungan dan usulan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen, sekretariat, perpustakaan dan karyawan Prodi IPPAK-USD yang telah begitu banyak melimpahi penulis dengan ilmu, perhatian, dukungan, bimbingan serta senyuman yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di kampus ini.

(13)

xii

mertuaku, serta segenap keluargaku. Andai terdapat kata yang mampu melukiskan betapa kalian sungguh berarti dalam hidup penulis, karena dari kalian semuanya berawal dan kepada kalianlah penulis akan kembali.

6. Bapakku Stefanus Ungas yang selalu setia menemani perjalanan hidup dan studiku, selain itu sebagai sahabat yang selalu mengerti persoalan hidupku, menemani aku dalam segala masalah yang kuhadapi, selalu ada waktu buatku, terima kasih pak untuk cintanya yang sangat luar biasa yang tak kusadari selama ini.

7. Sahabat-sahabat angkatan 2004/2005, terima kasih atas warna-warni indah yang kalian berikan dalam hidup penulis. Sampai jumpa di lain kesempatan. 8. Para sahabat-sahabat tercinta yang selalu membantu penulis dan memberi

semangat serta dukungan yang sangat berharga bahkan saat-saat paling sulit dalam hidup penulis. Sr.Atty, Sr. Yeni, Sr. Mia, Reni, Joy, Goy, Aci, kalian sungguh sahabat sejati, semoga kita diberi waktu dan kesempatan untuk merasakan kebersamaan ini lagi.

(14)

xiii

11.Teman-temanku yang selalu memberi dukungan dan motivasi serta semangat dengan caranya masing-masing terutama Ria, Wigis, Mea, Muji, Dodi, Sr. Anna Maria, Sr. Marga, Beni, Pastor Florentinus,OFM.Cap, Pater Bernard, SVD dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini telah menjadi bagian yang sangat berarti dalam hidup penulis serta memampukan penulis menyelesaikan studi ini.

Penulis sungguh menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan dalam pengetahuan, pengalaman, serta pemahaman yang menyebabkan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan inspirasi dan pengetahuan baru bagi para mahasiswi Asrama Kabupaten Landak, para kaum Hawa pencinta kehidupan dan bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 13 Juli 2009 Penulis

(15)

xiv

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penulisan... 10

D. Manfaat Penulisan... 10

E. Metode Penulisan ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. KATEKESE AUDIO VISUAL DAN PEMAHAMAN MAHASISWI TENTANG ABORSI... . 13

A. Gambaran Umum Tentang Aborsi ... 13

1. Sejarah Aborsi... 17

2. Pengertian Aborsi... 20

3. Macam-macam jenis aborsi... 20

a. Abortus spontaneus ... 20

b. Abortus provocatus ... 20

c. AP Medicinalis/terapeutik... 20

(16)

xv

b). Abortus Incomplitus ... 21

c). Abortus Incipien... 21

d). Dilatation dan Curettage ... 22

e). Suction (Sedot)... 22

f). Peracunan dengan Garam ... 22

g). Histeromia atau Bedah Caesar... 22

h). Prostaglandin ... 23

4. Akibat-akibat dari Aborsi... 23

5. Abortus menurut Ilmu Kedokteran ... 24

6. Abortus Provocatus ... 24

8. Definisi Janin ... 28

B. Tradisi dan Ajaran Resmi Gereja Katolik ... 30

1. Declaratio De Abortus Procurato ... 30

2. Familiaris Consortio... 31

3. Evangelium Vitae... 31

4. Kitab Hukum Kanonik ... 32

5. Katekismus Gereja Katolik ... 32

C. Pro dan Kontra tentang Abortus Provocatus ... 33

1. Pendirian Konservatif... 34

2. Pendirian Liberal... 34

3. Pendirian Moderat... 35

D. Gambaran Umum tentang Katekese Umat... 36

1. Pengertian Katekese ... 36

2. Tujuan Katekese Umat... 38

3. Isi dan Tema Katekese Umat ... 40

4. Peserta Katekese Umat ... 42

5. Sarana dan Metode Katekese Umat ... 43

(17)

xvi

LANDAK KALIMANTAN BARAT DI YOGYAKARTA

MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL ... 47

B. Penyajian Hasil Penelitian... 49

1. Perbandingan Hasil Wawancara/katekese dengan Audio Visual dan tanpa Audio Visual... 50

a. Pemahaman mahasiswi tentang aborsi sebelum menggunakan katekese audio visual ... 50

b. Pemahaman mahasiswi tentang aborsi setelah menggunakan katekese audio visual ... 53

2. Tingkat pemahaman mahasiswi tentang aborsi dengan menggunakan media dan tanpa menggunakan media... 55

(18)

xvii

B. SARAN ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN... 93

Lampiran 1 : Persiapan Katekese dengan Model SCP 1... (1)

Lampiran 2 : Persiapan Katekese dengan Model SCP 2... (8)

Lampiran 3 : Persiapan Katekese dengan Model SCP 3... (15)

Lampiran 4 : Rangkuman Hasil Eksperimen Sebelum Menggunakan katekese Audio Visual ... (22)

(19)

xviii

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

- CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apoetolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

- DCG: Directorium Catechisticum Generale, Direktorium Kateketik Umum yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci para klerus, 11 April 1971.

- FC: Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, 22 November 1981.

- KHK.: Kitab Hukum Kanonik, (Codex Iuris Canonici) yang diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, tanggal 25 Januari 1983.

- Komsos: Komunikasi Sosial

(20)

xix - AP: Abortus Provocatus

- APC: Abortus Provocatus Criminalis - CD : Compact Disk

- DVD: Digital Video Disc - EN: Evangelii Nuntiandi

- KUHP: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - KB: Keluarga Berencana

- LCD: Liquid Crystal Display - M.R. : Menstrual regulation

- PKKI: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia - VCD: Video Compact Disc

- TV: Televisi

(21)

1 A. Latar Belakang

Media komunikasi pada zaman sekarang berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi. Banyak penemuan baru di bidang teknologi, seperti mesin-mesin dan alat-alat elektronik. Beberapa bentuk dan kegiatan manusia dibantu oleh alat-alat elektronik. Manusia dapat berkomunikasi satu sama lain walaupun dengan jarak yang cukup jauh. Manusia juga dapat menerima berita-berita dari seluruh belahan dunia dengan begitu cepat dan mudah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak bidang kehidupan manusia yang telah dipengaruhi oleh elektronika. Manusia dapat berkomunikasi dengan cepat berkat perkembangan alat komunikasi. Manusia berkomunikasi dengan orang lain dengan melihat, mendengar dan merasakan.

Gereja Katolik juga menyadari bahwa perkembangan alat-alat komunikasi ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu, Gereja pun ingin memanfaatkannya dalam rangka tugas pewartaan kepada semua bangsa. Dalam Evangelii Nuntiandi, dikatakan bahwa Gereja akan merasa bersalah di hadapan Tuhan, jika ia tidak mempergunakan alat-alat yang luar biasa ampuh ini. Dalam alat-alat itu Gereja menemukan mimbar yang modern dan berdaya guna. Berkat alat-alat itu Gereja berhasil berbicara kepada semua orang.

(22)

menumbuhkan jawaban (emosianal) merangsang kreativitas dan keterlibatan pribadi, dapat membawa orang lain ke seluruh penjuru dunia dan masuk ke setiap situasi konkret. Yang kedua bahwa media audio visual itu diartikan sebagai berikut: pertama-tama audio visual merupakan istilah umum untuk menunjukan alat-alat komunikasi soaial yang muncul dari media elektronik. Kedua, secara teoritis media tersebut juga mencakup semua media baru dari fotografi sampai televisi, dari kaset suara sampai film panjang, bahkan meliputi juga video dan komputer. (Akhmad, Sudrajat. http:// akhmadsudrajat, Wordpress com)

Media audio visual adalah alat komunikasi yang muncul dari media elektronik. Yang termasuk dalam media komunikasi antara lain televisi, video, sound slide, film, dan lain-lain. Media audio visual merupakan perpaduan yang tepat antara media audio dan media visual. Media audio adalah segala jenis media yang hanya dapat dinikmati oleh indra pendengar dan mampu mengubah imajinasi para pendengar. Yang termasuk dalam media audio adalah radio, piringan hitam, tape recorder, sedangkan media visual semua media yang dapat dinikmati oleh indra penglihat (mata) dan mampu menimbulkan rangsangan untuk berefleksi, dan yang termasuk media visual adalah: poster, foto, slide dan cergam.

(23)

Dilain pihak kita juga mendengar, bahwa penghargaan terhadap kehidupan manusia semakin berkurang, sehingga tidak jarang dijumpai dan didengar di televisi, koran dan media-media lainnya, kasus-kasus praktek aborsi. Aborsi merupakan masalah moral yang sejak dahulu hangat dibicarakan dan sudah menjadi keprihatinan semua orang. Dalam berita-berita televisi, sering disiarkan kasus-kasus aborsi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan kurang kesadaran akan penghargaan terhadap nilai-nilai kehidupan dalam upaya memelihara kehidupan dan ciptaan Tuhan. Tindakan aborsi merupakan tindakan yang sangat kejam terhadap orang yang sangat lemah, tindakan tidak bermoral yang membuat dan menyebabkan kematian orang lain.

Aborsi yang disengaja atau dengan campur tangan manusia, merupakan perbuatan yang melanggar hukum, etika dan moral. Namun perbuatan inilah yang sering muncul di beberapa siaran televisi akhir-akhir ini, seperti yang ada di daerah Jakarta yang disiarkan pada bulan Januari 2009 lalu, bahwa di sebuah gang sempit ternyata terjadi praktek aborsi. Rumah seorang bidan praktik yang cukup luas dan dikenal sebagai tempat bersalin merupakan tempat praktik aborsi. Kenyataan ini tentunya sangat melanggar etika dan moral yang ada di negara Indonesia, masih banyak lagi praktik-praktik aborsi lain yang dilakukan oleh dukun beranak di rumah pribadi secara tersembunyi.

(24)

terpaksa melakukan aborsi tanpa mau tahu akibat dan resiko-resiko dari tindakannya. rendahnya tingkat kesadaran orang untuk menghargai kehidupan, sehingga janin yang masih dalam rahim tidak diakui sebagai manusia yang harus dirawat dan dipelihara. Gereja Katolik sangat menghargai kehidupan, hal ini termuat dalam Dokumen Gerejawi Familiaris Consortio art. 30 yang menyatakan bahwa, manusia itu adalah Gambar Allah yang adalah cinta kasih,

Keputusan melakukan aborsi atau tidak, merupakan pilihan yang tidak mudah, apalagi dalam kasus-kasus tertentu, misalnya kasus pemerkosaan. Anak yang dikandung akibat perkosaan sering dianggap sebagai aib bagi keluarga dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi korban perkosaan tersebut. Namun aborsi bukanlah jalan terbaik untuk menghilangkan pengalaman tersebut dan rasa malu yang ditanggung oleh korban. Dalam situasi seperti ini memang peran moral perlu dipertanyakan. Orang yang menjadi korban pemerkosaan perlu bimbingan dan arahan dari orang lain. Karena korban perkosaan bukanlah orang yang menderita penyakit menular yang harus dijahui. Namun perlu bimbingan dan motivasi agar dalam situasi sulit yang dihadapinya dapat dilewati, sehingga korban dapat memilih yang terbaik dalam hidupnya, dengan berusaha merawat anak yang dikandungnya dan tetap berusaha untuk melahirkan anak tersebut. Kemudian setelah lahir dapat diserahkan pada panti asuhan atau orang lain yang bersedia merawat dan memelihara anak tersebut.

(25)

disyukuri, dijaga, dirawat dan dipelihara karena seburuk apa pun hidup, sehat atau sakit, cacat atau normal, semua itu adalah anugerah terbesar yang diberikan oleh Sang Pencipta kehidupan. Sebagai manusia yang diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan hendaklah memelihara dan mensyukuri kehidupan yang dipercayakan kepadanya.

Para kaum muda (mahasiswi) merupakan pribadi yang memiliki rasa penasaran yang begitu tinggi sehingga selalu ingin mencoba hal-hal yang bersifat baru dan kadang-kadang tanpa memikirkan akibatnya bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain. Tidak jarang dijumpai kaum muda yang terjerumus dalam permasalahan-permasalahan yang tidak diinginkan misalnya, narkotika, tawuran, perkelahian dan seks bebas. Budaya yang begitu profan dan pengaruh arus zaman yang selalu menggoda tersebut, terkadang membuat kaum muda kurang menyadari tugas dan tanggung jawab mereka, misalnya sebagai seorang pelajar/mahasiswi sebagai warga masyarakat dan sebagai warga Gereja.

(26)

karena di asrama sendiri pernah terjadi aborsi yang dilakukan oleh salah satu penghuni asrama dan terpaksa harus dikeluarkan dari asrama dan terpaksa menggantikan semua biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Gejala-gejala seperti ini tentunya perlu kita khawatirkan dan kita atasi, sehingga tidak terjadi lagi hal-hal tindakan aborsi yang baru yang tidak diinginkan.

Gambaran di atas cukup mewakili keadaan mahasiswi yang tinggal di Asrama Kabupaten Landak, Kalimantan Barat yang ada di Yogyakarta. Mahasiswi yang tinggal di asrama ini umumnya mahasiswi yang beragama Katolik namun jika dilihat kehidupan para mahasiswi cukup memprihatinkan, mahasiswi di Asrama ini cukup terpengaruh oleh hal-hal baru yang mereka jumpai di Yogyakarta ini, karena di sini mereka merasa lepas dan bebas dari kontrol orang tua. Jadi, apa pun yang mereka perbuat atau lakukan tidak ada yang tahu. Keadaan mahasiswi yang tinggal di asrama ini rata-rata berasal dari keluarga biasa dan para mahasiswi ini juga merupakan utusan pemerintah daerah setempat yang juga dibiayai oleh pemerintah setempat. Para mahasiswi yang tinggal di Asrama ini adalah orang-orang yang umumnya dipersiapkan menjadi seorang guru, pendidik dan mereka kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) fakultas keguruan dan ilmu pendidikan dengan berbagai macam jurusan.

(27)

beberapa orang terpaksa mengambil jalan pintas dengan melakukan aborsi dan pergi ke dukun beranak yang biayanya cukup murah.

Mahasiswi yang ada di asrama ini juga kurang mendapat bimbingan rohani karena di sini tidak ada pembimbing, dalam segala hal diatur sendiri. Aborsi bagi mereka bukanlah hal yang tabu atau tidak layak tetapi sudah merupakan rahasia umum yang seolah-olah bahwa semua kaum perempuan sudah pernah melakukan hal tersebut. Banyak juga di antara mereka yang akhirnya tidak melanjutkan studi atau gagal karena pergaulan yang sudah terlalu bebas, ada juga yang setelah melakukan aborsi mengalami gangguan dari segi fisik dan jiwa, mulai kehilangan harapan, merasa dikejar-kejar oleh dosa, trauma, rasa bersalah yang berkepanjangan. Akibat-akibat seperti itu akhirnya menghambat studi mereka.

Melihat kenyataan ini dan berangkat dari pengalaman mereka, penulis sebagai kaum perempuan, sungguh sangat prihatian dengan situasi mereka, sehingga peneliti menawarkan untuk diadakan pendalaman iman di Asrama dan banyak juga diantara mereka yang senang dengan tawaran peneliti. Peneliti ingin mengingatkan mereka mengenai aborsi dan bahaya yang terjadi setelah melakukan aborsi serta bagaimana Kitab Suci dan Tradisi Gereja Katolik sendiri sangat menentang tindakan aborsi.

(28)

jangkau atau mau ikut bergabung dengan lingkungan tempat tinggal mereka. Keadaan ini sungguh meprihatinkan.

Melalui media audio visual para mahasiswi diingatkan kembali mengenai tindakan aborsi. Media audio visual yang akan dilihat di sini adalah dengan menggunakan film yang menceritakan kisah aborsi. Kaum muda dibantu untuk semakin memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai aborsi itu sendiri, dan kaum muda dapat semakin siap dalam menata masa depan mereka menjadi harapan bangsa dan Gereja yang berkualitas.

Dari beberapa persoalan di atas media audio visual sungguh dapat berperan dalam membantu meningkatkan pemahaman mahasiswi tentang aborsi. Dengan pemanfaatan media audio visual diharapkan ajaran-ajaran iman dapat lebih mudah ditangkap dan dipahami oleh para mahasiswi. Salah satu kriteria yang dapat dilihat dari media tersebut adalah tingkat pemahaman mahasiswi tentang praktik aborsi. Dalam hal ini tingkat pemahaman mereka tentang aborsi secara teoritis merupakan cerminan dari apa yang mereka tangkap dan peroleh lewat katekese yang dilakukan sebanyak tiga kali di Asrama.

(29)

“Meningkatkan Pemahaman Mahasiswi tentang Aborsi bagi Mahasiswi Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta melalui Katekese Audio Visual”.

B. Rumusan Permasalahan

Masalah yang akan dikaji lebih dalam lewat penelitian ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan aborsi?

2. Seberapa jauh pemahaman mahasiswi mengenai aborsi itu sendiri?

3. Seberapa besar pengaruh Katekese audio visual dalam meningkatkan pemahaman mahasiswi tentang aborsi.

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dilakukannya penelitian dan penulisan skripsi ini antara lain : 1. Tujuan bagi mahasiswi

a. Untuk mengetahui pengaruh katekese audio visual yang digunakan dalam katekese tentang aborsi.

b. Untuk memaparkan pengertian aborsi bagi mahasiswi. c. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswi terhadap aborsi.

2. Tujuan bagi diri sendiri

a. Semakin memilki keterampilan dalam penggunaan sarana media audio visual dalam berkatekese.

(30)

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan setelah dilakukannya penelitian ini akan diperoleh beberapa manfaat:

1. Manfaat bagi mahasiswa Asrama Kabupaten Landak

a. Semakin memiliki pengetahuan dan wawasan baru tentang katekese audio visual dalam membantu meningkatkan pemahaman tentang aborsi.

b. Agar mahasiswi Asrama Kabupaten Landak semakin memahami tentang pengertian aborsi.

2. Manfaat bagi Peneliti

a. Semakin memiliki pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam penelitian. b. Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam hal aborsi.

c. Semakin memahami katekese audio visual dan semakin memiliki katerampilan dalam penggunaannya.

3. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan

a. Memberikan wawasan bagi ilmu pengetahuan dalam hal katekese audio visual. b. Memberikan pemahaman-pemahaman tentang aborsi.

E. Metode penulisan

(31)

pemecahan yang tepat. Selain itu juga, penulis menggunakan studi pustaka serta mencari sumber-sumber yang relevan dan mendukung.

F. Sistematika Penulisan

Judul dari skripsi ini adalah ” Meningkatkan Pemahaman Mahasiswi

Tentang Aborsi Bagi Mahasiswi Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta melalui Katekese Audio Visual yang dipaparkan dalam lima bab berikut ini:

Bab I ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari beberapa bagian di antaranya: latar belakang penelitian yang terdiri dari masalah faktual, idealitas dan aktual yang merupakan alasan mengapa peneliti memilih judul ini. Rumusan permasalahan dalam bagian ini peneliti mencoba merumuskan beberapa permasalahan yang dianggap merupakan keprihatinan dan perlu dicari solusinya. Tujuan penelitian dalam bagian ini peneliti menyebutkan beberapa tujuan dari penelitian skripsi ini. Manfaat penelitian pada bagian ini akan disampaikan beberapa manfaat dari penelitian, dibagi menjadi tiga yaitu bagi para mahasiswi, bagi peneliti dan bagi ilmu pengetahuan.

(32)

Katekese Umat, Peserta Katekese Umat, Sarana dan Metode Katekese Umat dan Katekese Audio Visual sebagai Salah satu model Katekese.

Dalam bab III ini penulis membahas metodologi penelitian dan hasil penelitian yang penulis peroleh lewat wawancara yang dilakukan dalam bentuk sharing kelompok. Penulis juga membuat perbandingan pemahaman mahasiswi dengan menggunakan katekese media audio visual dan tanpa menggunakan katekese audio visual, kemudian perbandingan tersebut penulis analisis lagi untuk dapat mengetahui bahwa media sangat berperan dalam meningkatkan pemahaman mahasiswi tentang aborsi.

Pada bab IV ini akan diuraikan tentang usulan program SCP (Shared Christian Praxis) dengan sarana media audio visual di Asrama Mahasiswi Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta yang meliputi: latar belakang program, tujuan program, materi program, usulan program dan contoh persiapan program.

(33)

13

DAN KATEKESE AUDIO VISUAL

A. Gambaran U mum tentang Aborsi

Aborsi merupakan masalah moral yang tidak pernah berhenti dibicarakan sejak jaman dahulu sampai sekarang. bahasa aborsi dikalangan masyarakat kita bukanlah bahasa yang luar biasa lagi, karena banyak sekali bacaan, media dan siaran-siaran televisi yang memuat berita tentang aborsi.

1. Sejarah Aborsi

Dalam buku Aborsi Sebagai Masalah Etika K. Bertens mengatakan bahwa sepanjang sejarah umat manusia, aborsi dan juga infanticide (pembunuhan anak kecil) sering ditemukan di berbagai tempat dan kebudayaan. Tetapi secara umum dapat dikatakan, dulu aborsi hampir selalu dipraktikkan di luar profesi medis atau di pinggiran profesi medis: oleh ”dukun” atau profesional medis yang tidak resmi, seperti bidan. Salah satu alasan adalah bahwa kondisi kehamilan yang normal saat itu tidak dilihat sebagai wilayah profesi medis. Para dokter menangani orang sakit dan ibu hamil tidak dianggap orang sakit. Pengasuhan ibu hamil ditanggung oleh bidan atau dukun beranak. Baru dalam abad ke-19 kehamilan mulai diterima sebagai kondisi medis yang perlu ditangani oleh dokter.

(34)

organisasi-organisasi profesi yang resmi. Misalnya American Medical Association (AMA) yang disiarkan pada tahun 1847, dalam muktamarnya yang perdana mengeluarkan pernyataan anti aborsi yang keras. Sikap anti-aborsi itu menandai juga ikatan-ikatan dokter yang terbentuk di negara-negara lain dan dapat dimengerti mereka berdampak kuat atas kebijakan negara masing-masing. Peraturan hukum anti aborsi di banyak negara baru disusun selama abad ke-19. Di Amerika Serikat, sebelum 1800 tidak satu negara bagian pun yang memiliki peraturan yang melarang aborsi.

Setelah berabad-abad lamanya menjadi pegangan etis untuk profesi kedokteran dalam bentuk aslinya, baru sesudah perang dunia II sumpah Hippokrates dirumuskan kembali. Deklarasi Jenewa yang dikeluarkan oleh Asosiasi Kedokteran Dunia (WMA) pada 1948 merupakan upaya untuk menuangkannya dalam bentuk modern. Deklarasi ini menjadi sumber bagi semua anggota WMA untuk merumuskan Sumpah Dokter mereka masing-masing termasuk juga Indonesia (K.Bertens, 2002: 7).

Dalam buku Aborsi Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari seorang psikiater menyatakan beberapa kondisi aborsi sebagai berikut:

a. Kondisi aborsi di dunia menyebutkan

1) Sebanyak 19 juta perempuan di seluruh dunia melakukan aborsi tidak aman setiap tahunnya. 18,5 juta terjadi di dunia berkembang. Negara-negara Afrika sebanyak 4,2 juta, di negara-negara Asia sebanyak 10,5 juta, di negara Amerika Latin dan Karibia sebanyak 3,8 juta.

(35)

negara-negara Asia sebanyak 34.000, di negara Amerika Latin dan Karibia sebanyak 4.000.

3) Di Afrika 59% dari seluruh kasus aborsi yang tidak aman dilakukan oleh perempuan berusia 15-24 tahun (Dadang Hawari, 2006: 56).

b. Kondisi aborsi di Amerika serikat menyebutkan bahwa:

1) Pada tahun 1900 berlaku larangan aborsi kecuali untuk menyelamatkan hidup ibu, itu pun harus ada persetujuan dua dokter atau lebih.

2) Pada tahun 1960-an legalisasi aborsi mulai dipertimbangkan untuk merespon perubahan opini publik dan masukan dari dunia medis, hukum, keagamaan dan organisasi sosial.

3) Pada tahun 1965 sebanyak 50 negara bagian melarang aborsi kecuali dengan beberapa alasan seperti menyelamatkan hidup sang ibu, akibat perkosaan, incest atau janin tersebut cacat. Kelompok seperti liga aksi Hak Aborsi Nasional (National Abostion Rights Action League) dan pelayanan konsultasi pendeta untuk aborsi bekerja untuk membebaskan hukum aborsi.

(36)

5) Pada tahun 1978 bantuan pembiayaan medis dalam jumlah terbatas diberikan untuk kasus aborsi pada perempuan miskin, mempunyai resiko kesehatan/hidup atau kasus incest. Setelahnya jumlah kasus aborsi turun 96% dari 250.000 menjadi 2.421 per tahun (Dadang Hawari, 2006: 56-58).

c. Kondisi aborsi Belanda menyebutkan:

1) Pada tahun 1953 terakhir kalinya seorang dokter ditahan karena melakukan aborsi. 2) Pada bulan april 1981 Parlemen Belanda mulai menyiapkan UU tentang aborsi.

Belanda merupakan salah satu negara yang melegalkan aborsi. Dalam salah satu pasal, perempuan yang melakukan aborsi pada usia kehamilan lanjut tidak dapat dihukum. Ini berlaku di luar negeri maupun di Belanda, walaupun demikian para dokter di Belanda wajib melaporkan aborsi yang dilakukan. Sebuah komisi khusus menentukan apakah janin benar-benar tidak dapat hidup di luar kandungan.

3) pada tahun 1986 setelah setahun kampanye gerakan feminisme di Belanda, pemerintah akhirnya mulai melakukan sistem perawatan kesehatan. Angka aborsi menjadi lebih rendah dari negara mana pun. Itu terjadi karena pendidikan seks yang konperhensif dan program keluarga berencana di negri ini (Dadang Hawari, 2006: 58-59).

d. Kondisi aborsi di Indonesia menyatakan bahwa aborsi diatur oleh:

(37)

2) UU No. 7 Tahun 1984, tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

3) UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan: ”dalam kondisi tertentu bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi)”, sampai saat ini masih diterapkan (Dadang Hawari, 2006: 59).

2. Pengertian aborsi

Aborsi berasal dari kata bahasa latin Abortio ialah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur dimana janin itu belum bisa hidup di luar kandungan. Secara medis janin bisa hidup di luar kandungan pada umur 24 minggu. Secara medis aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu sehingga mengakibatkan kematian; sedangkan pengeluaran janin sesudah berumur 24 minggu dan mati tidak disebut aborsi tetapi pembunuhan bayi (infanticide). Sedangkan dalam terminologi moral dan hukum, aborsi berarti pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian (DR. CB. Kusmaryanto, SCJ. 2005:15)

(38)

pengeluaran kotoran janin dan menjaga posisi janin merata, yang membalut janin disedot dan suatu larutan garam dan air dimasukan ke dalamnya sehingga menyebabkan keguguran (Prawirohardjo, 1987).

Setiap aborsi spontan yang terjadi karena faktor-faktor biomedis internal disebut sebagai keguguran yang demikian ini tidak menjadi kotroversi. Etika, agama, hukum mempersoalkan aborsi yang terjadi akibat campur tangan manusia secara langsung, apakah dengan cara menyakiti diri atau cara lain. Semua ini memiliki implikasi agama, etika dan hukum. Karena itu, dari definisi di atas harus dipahami bahwa aborsi sebenarnya adalah setiap tindakan yang diambil dengan tujuan meniadakan janin dari rahim wanita sebelum akhir dari masa alamiah kehamilan.

(39)

Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu.

Aborsi adalah pengguguran kandungan terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus provocatus). Yakni, kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhenti karena faktor-faktor alamiah (abortus spontaneus). Abortus provocatus meliputi:

a. Abortus provocatus medicalis, yakni penghentian kehamilan (terminasi) yang disengaja karena alasan medik. Praktik ini dapat dipertimbangkan, dapat dipertanggung-jawabkan, dan dibenarkan oleh hukum.

b. Abortus provocatus criminalis, yakni penghentian kehamilan (terminasi) atau pengguguran yang melanggar kode etik kedokteran melanggar hukum agama dan melanggar undang-undang (kriminal). Cara tersebut kasusnya dapat diperkarakan, dan haram menurut Syariat Islam.

3. Macam-macam jenis aborsi a. Abortus spontaneus (AS)

Terjadi spontan tanpa campur tangan manusia. b. Abortus provocatus (AP)

(40)

c. AP medicinalis/terapeutik

Dengan alasan medis karena membahayakan dan ingin menyelamatkan jiwa ibu atau dapat mengakibatkan kerusakan fatal pada ibu sangat sulit dan dilematis terjadi konflik hak hidup : ibu/janin?

d. AP criminalis

Alasan lain di luar medis dan dilarang hukum. e. Abortus provocatus criminalis (APC)

Tujuan :

1) Untuk menutupi rasa malu, menjaga nama baik, dll. 2) Menghilangkan tekanan batin karena hamil diluar nikah. 3) Kehamilan di luar rencana.

4) Diperkirakan janin dalam kandungan cacat.

5) Bagi yang sudah menikah karena tekanan ekonomi, banyak anak, menikmati bulan madu, dll.

Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi dua bagian; yakni Aborsi Spontan (Spontaneous Abortion) dan Abortus Provokatus (Provocation Abortion). Yang dimaksud dengan Aborsi Spontan yakni Aborsi yang tanpa kesengajaan (keguguran). Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:

a). Abortus Iminen.

(41)

b). Abortus Incomplitus.

Secara sederhana bisa disebut aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit. Abortus Komplitus yang satu ini aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.

c). Abortus Incipien.

Buah kehamilan mati di dalam kandungan lepas dari tempatnya tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan. Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar yakni Abortus Provokatus Medicinalis dan Abortus Provokatus Kriminalis (kejahatan).

d). Dilatation dan Curettage

Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13 minggu.

e). Suction (Sedot)

(42)

bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah botol.

f). Peracunan dengan garam

Jenis ini dilakukan pada janin yang berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke dalam kandungan itu.

g). Histeromia atau bedah Caesar

Jenis ini dilakukan untuk janin yang berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.

h). Prostaglandin

Jenis ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang

dikembangkan Upjohn Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.

4. Akibat-akibat dari aborsi

Setiap perbuatan tentunya selalu mengandung akibat pada dirinya, entah itu baik

atau pun buruk. Jika ia berbuat baik maka balasan kebaikan pula yang akan

diperolehnya demikian sebaliknya. Seorang pelaku kejahatan akan menerima ganjaran

dari perbuatannya, baik secara yuridis disidang di muka pengadilan kemudian

(43)

masyarakat yang berupa cemoohan, pengucilan bahkan bisa dihakimi oleh masyarakat

sendiri (Ekotama, Suryono Dkk, 2001: 51).

Seorang wanita yang melakukan abortus provocatus pasti juga akan menerima

akibat-akibatnya. Akibat secara fisik antara lain: kesakitan, rasa bersalah seumur hidup

bahkan sampai membawa pada kematian. Dari masyarakat sendiri bisa menerima

cemoohan, dikucilkan dan ejekkan. Kemudian akibat yang bersumber dari

norma-norma yang ada dalam masyarakat akan menerima ganjaran pidana, bila memang

terbukti bersalah di muka pengadilan. Wanita yang melakukan pengguguran pasti akan

menerima akibat-akibat seperti yang sisebutkan di atas. Akibat-akibat yang terjadi

tentunya di tanggung oleh wanita hamil yang bersangkutan berbeda-beda, tergantung

pada usia kehamilannya. Usia kehamilan yang masih muda tentunya resiko yang di

tanggung lebih kecil, semakin tua usia kehamilan semakin berat pula resiko yang akan

di tanggung dan bahkan sampai mengakibatkan kematian (Ekotama, Suryono Dkk,

2001: 51).

5. Abortus Menurut Ilmu Kedokteran

(44)

dan abortus provocatus yang terjadi karena secara sengaja dipacu dari luar. Abortus spontan, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai keguguran, tentu tidak menimbulkan kontroversi dari segi etika maupun hukum.

6. Abortus Provocatus

Menurut Lafal Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia seorang dokter harus menghormati hidup insani sejak pembuahan. Kitab undang-undang pidana yang sejak tahun 1918 berlaku di Indonesia tidak membenarkan tindakan pengguguran dengan dalih apa pun (Anonim, 1983). Pengguguran kandungan dianggap suatu tindakan pidana yang dapat dikenakan hukuman. Banyak buah pikiran dan pendapat tentang abortus provocatus yang diumumkan oleh ahli-ahli dalam bermacam-macam bidang seperti agama, sosial, hukum, eugenetika, dan sebagainya. Ada yang pro dan kontra tentang abortus provocatus, tetapi setidaknya terdapat tiga pendirian yang mewakili: pendirian konservatif, pendirian liberal dan pendirian moderat.

(45)

Aborsi telah dilakukan sepanjang zaman di negara mana pun. Pada umumnya setiap negara mempunyai undang-undang yang melarang abortus, tetapi larangan itu tidak mutlak sifatnya. Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). Indikasi medik ini dapat berubah-ubah menurut indikasi ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi, tuberculosis, dan sebagainya tidak lagi dijadikan indikasi untuk melakukan abortus. Sebaliknya ada pula pendirian yang membenarkan indikasi sosial, humaniter, dan eugenetika seperti misalnya di negara Swedia dan Swis, yaitu bukan semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga dengan pertimbangan demi keselamatan anak baik jasmaniah maupun rohaniah (Gunawan, 1992:41).

Di beberapa negara lain, seperti Malaysia, Pakistan, Banglades, India, Filipina, undang-undang mengenai abortus telah mengalami perubahan bahkan ada negara, seperti negara Cina, dimana abortus baik berdasarkan alasan kesehatan maupun alasan lain, secara resmi diizinkan. Sedangkan di Indonesia ada ketentuan yang perlu ditaati agar abortus tidak dilakukan secara sewenang-wenang atau tanpa indikasi kuat diperlukan pendapat dua orang dokter lain. Seorang di antaranya ahli kebidanan dengan disertai persetujuan tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan dan suaminya atau keluarga yang terdekat.

(46)

dokter melakukan pengguguran kandungan juga, kalau itu satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Menurut hukum dokter tersebut melanggar undang-undang yang berlaku, tetapi tidak dituntut karena penuntut umum memahami indikasi medik yang menjadi dasar pengguguran. Oleh karena itu, supaya terhindar dari kemungkinan dihadapkan kepada pengadilan, indikasi medik harus betul-betul kokoh. Di samping itu, keputusan untuk bertindak harus diambil oleh sekurang-kurangnya dua dokter dan sedapat mungkin satu di antaranya seorang ahli kandungan.

Di Indonesia banyak dilakukan pengguguran, baik abortus provocatus therapeuticus maupun abortus provocatus criminalis. Akan tetapi jarang orang yang melakukan aborsi diajukan di muka pengadilan dan hukum. Memang pada umumnya tidak mudah untuk membuktikan, bahwa seseorang melakukan abortus, oleh karena wanita yang bersangkutan tidak akan mengadu. Hanya kalau terjadi kematian sebagi komplikasi, pengguguran baru dapat diungkap Seorang dokter yang mengetahui bahwa penderita yang ditangani telah mengalami keguguran oleh seorang teman sejawat atau oleh orang lain tidak dapat mengungkapkannya, oleh karena akan melanggar rahasia profesi apabila wanita yang bersangkutan tidak memberikan persetujuannya. Dalam keadaan demikian dokter tersebut akan menghadapi dilema yaitu dia harus memberitahukannya kepada yang berwenang agar rakyat terhindar dari praktik-praktik seorang penggugur yang dapat membahayakan. Tetapi dengan mengungkapkan peristiwa abortus tanpa izin wanita yang bersangkutan dokter dapat dituntut, karena melanggar rahasia profesi (Prisma, 1994:Vol XXIII).

(47)

pengguguran? Jika demikian, dapatkah dibuktikan bahwa wanita hamil yang mengalami M.R. memang benar hamil? Pertanyaan lain ialah tentang hak janin untuk hidup. Kapan janin sudah dapat dianggap bernyawa dan sebagainya (Gunawan, 1992:42).

Mengingat berbagai pertanyaan di atas, pandangan masyarakat tentang abortus telah berubah dan adanya kenyataan bahwa pengguguran dibahas secara mendalam. Undang-undang serta peraturan-peraturan yang ada ditinjau kembali dan disempurnakan. Selain segi etika dan hukum, perlu diperhatikan pendapat kalangan agama dan masyarakat. Agama Islam misalnya, walaupun pada dasarnya tidak membenarkan abortus, membolehkan pengguguran pada waktu janin dianggap belum bernyawa, yaitu sebelum kehamilan empat bulan, jika ada alasan yang kuat agar dokter yang melakukan abortus dapat bekerja dengan rasa aman. Perlu dibuat peraturan yang menentukan kapan abortus dapat dilakukan, oleh siapa, dimana, dan sebagainya.

7. Definisi Janin

(48)

stadium perkembangan sejak umur 2-8 minggu setelah fertilisasi. Embriogeni adalah proses terbentuknya embrio. Segera setelah telur dibuahi atau difertilisasi, terbentuklah individu baru, yang terdiri atas satu sel, yaitu zigot. Sel zigot membelah-belah diri dengan cepat membentuk 2, 4, 8 sel, dan seterusnya. Proses pembelahan sel embrio (cleavage) itu berlangsung cepat dan terjadilah beberapa stadia perkembangan embrio, yakni, morula, blastula, dan gastrula (Heuken,1997: 87).

(49)

tanggal lahir fetus secara kasar ditetapkan 266 hari setelah terjadinya fertilisasi atau 280 hari setelah hari pertama menstruasi berakhir. Kebanyakkan fetus dilahirkan 10 sampai 15 hari sebelum tanggal yang diperkirakan tadi, tetapi ada kalanya terjadi keterlambatan 10-20 hari dari waktu yang diperkirakan. Bila terjadi hal demikian, fetus yang lewat waktu (post maturitas) biasanya mengalami penyusutan berat badan dan perubahan kulit menjadi seperti kertas perkamen (Heuken, 1997: 286).

Secara sains dapat dikatakan bahwa kehidupan seseorang berada pada suatu kontinum sejak pembuahan sampai kematian. Ada empat tahap perkembangan janin. “zigot” telur wanita (ovum) yang telah dibuahi oleh sperma laki-laki dalam saluran falopi (saluran telur) wanita. Zigot ini berada di sana tinggal selama sekitar tiga hari. Saat itulah pembelahan sel dimulai. “Blatosis” adalah tahap yang dimulai dengan penanaman dalam rahim, dimana pembelahan sel berlangsung dengan cepat. Banyak zigot yang tidak menempel dan terus keluar melalui menstruasi wanita. “Embrio” adalah tahap yang dimulai terjadi 2 minggu setelah proses pembuahan. Selama dalam proses ini terjadi pembedahan organ, semua organ-organ internal yang akan dimiliki manusia dalam bentuk yang belum sempurna terbentuk menjelang akhir minggu keenam. “janin” tahap delapan minggu sampai lahirnya, dan selama tahap ini terus terjadi pembuahan dan perkembangan tetapi tidak ada “tambahan baru”. Inilah waktu untuk mempersiapkan kelahiran (Ebrahim,1997:137-138).

C. Tradisi dan Ajaran Resmi Gereja Katolik

(50)

lemah dan tidak berdaya. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa tradisi dan ajaran resmi Gereja Katolik di bawah ini.

1. Familiaris Consortio (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II 1981)

(51)

2. Evangelium Vitae (Ensiklik Paus Yohanes Paulus II 1995)

Ensiklik paus ini sangat menentang kejahatan aborsi, karena aborsi mempunyai ciri-ciri yang amat berat dan durhaka, sebagaimana diungkapkan dalam art. 60 di bawah ini:

Ada pihak-pihak yang mencoba membenarkan aborsi dengan mengatakan bahwa hasil pembuahan, sampai jumlah hari tertentu belum dapat dipandang sebagai hidup pribadi manusia, sesungguhnya dengan pembuahan sel telur mulailah hidup baru, yang bukan hidup ayahnya ataupun ibunya. Manusia sejak pembuahan harus dihormati dan diperlakukan sebagai pribadi, maka sejak itu hak-hak pribadi manusia harus diakui, dan hak pertama yang tidak bisa diganggu gugat adalah hak atas hidup, yang dimiliki setiap manusia yang tak bersalah.

Kehidupan manusia itu sudah ada sejak adanya pembuahan dan harus dihargai serta diperlakukan sebagi pribadi. Maka dari itu kehidupan manusia harus dihormati sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia. Setiap manusia tentunya memiliki hak atas hidup, yang tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun, karena hak hidup itu merupakan hak alamiah yang ada pada setiap manusia sejak dia dilahirkan bahkan saat masih dalam kandungan seorang ibu.

3. Kitab Hukum Kanonik Tahun 2006

(52)

4. Katekismus Gereja Katolik (1997)

Gereja katolik juga sangat menentang adanya tindak aborsi yang melawan kehidupan manusia baik oleh pihak-pihak yang terlibat langsung maupun secara tidak langsung. Katekismus Gereja Katolik art. 2272 mengatakan bahwa:

Kerjasama formal dalam aborsi merupakan kesalahan berat. Gereja menghukum delik melawan kehidupan manusia itu dengan hukuman kanonik dengan hukuman ekskomunikasi. ”barang siapa melakukan aborsi, bila berhasil, terkena ekskomunikasi otomatis” ”dengan fakta tindakan yang dilakukan itu sendiri” dengan persyaratan yang ditetapkan hukum. Gereja dengan demikian tidak bermaksud membatasi lingkup belas kasih. Ia menunjukkan beratnya kejahatan yang dilakukan, kerugian tak terpulihkan bagi orang tak bersalah, yang dikenai kematian bagi orang tuanya dan seluruh masyarakat.

Artikel di atas mengungkapkan bahwa Gereja sangat menentang adanya tindak aborsi melawan kehidupan manusia, bahkan Gereja menghukum pelaku aborsi baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan hukuman ekskomunikasi yaitu pengucilan dari Gereja. Hukuman ini dimaksudkan untuk membantu seseorang yang melakukan tindak aborsi, agar orang yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan tindakannya dihadapan Tuhan dengan melakukan pertobatan.

D. Pro dan Kontra tentang Abortus Provocatus

(53)

dilakukan atas alasan medis dan abortus provocatus tanpa alasan medis ini sering dikatakan sebagai abortus ilegal, atau penguguran secara gelap.

Di masyarakat mana pun juga, dari zaman dulu hingga sekarang, selalu ada kehamilan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh wanita yang bersangkutan. Karena mereka belum mengenal atau tidak mau menggunakan alat kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan maka berbagai cara telah dilakukan untuk membatalkan kehamilan yang sudah terlanjur terjadi itu. Dalam Daily Mail, Rabu tanggal 20 November 1985, Dr. David Owen, menteri kesehatan Inggris waktu itu, mengatakan bahwa di abad ke-19, 60% wanita Inggris telah mengalami kehamilan yang tentunya sebagian besar sebenarnya tidak diinginkan terjadi. Ucapan itu diajukan untuk menyanggah tuduhan partai oposisi (Tory) yang mengatakan bahwa nilai-nilai moral orang Inggris mulai merosot yang ditandai dengan kehamilan di luar nikah dan praktek pengguguran yang semakin meluas dilakukan di Inggris saat ini (Kartono, 1992:43).

Perbedaan pendapat tentang masalah pengguguran ini tidak lepas dari persepsi tentang kapan sebenarnya janin itu sudah dianggap hidup, sehingga pembatalan kelangsungan perkembangnnya dianggap sebagai kejahatan yang sepadan dengan pembunuhan manusia. Dari uraian di atas dan perdebatan yang panjang antar pro dan kontra tentang pelaksanaan abortus provocatus, dapat disimpulkan bahwa setidaknya terdapat tiga orientasi pokok mengenai masalah abortus: pendirian konservatif, pendirian liberal, dan pendirian moderat (Nelson,1973:31).

1. Pendirian Konservatif

(54)

dengan kaidah-kaidah universal atau kaidah absolut dari Tuhan. Alasan-alasan yang melarang suatu tindakan abortus yang dilatar belakangi oleh ajaran-ajaran agama menjadi sesuatu yang harus diikuti. Jadi suatu abortus merupakan tindakan yang tidak bermoral karena melanggar kaidah-kaidah universal yang pada hakikatnya merupakan pencerminan kodrat manusia.

Selain alasan yang bersifat absolut dan religius, secara filosofis abortus tidak dibenarkan dengan alasan antara lain: kesucian kehidupan, larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia yang tidak bersalah, dan ketakutan akan implikasi sosial dari kebijakan abortus yang liberal bagi orang lain bisa membela diri seperti kaum cacat dan kaum lanjut usia (Shannon,1995:51).

2. Pendirian Liberal

(55)

3. Pendirian Moderat

Pendirian moderat mencoba mencari jalan tengah atau posisi tengah yang berusaha menjebatani perdebatan di atas. Pendirian moderat mengakui kemungkinan legitiminasi moral bagi abortus sebagaimana pendirian liberal, tetapi tidak pernah turut mengakui penderitaan dan rasa berat hati pada pihak wanita maupun janin. Pendirian ini melihat janin dan wanita sebagai pemilik hak dan mengakui bahwa upaya untuk memecahkan hak seperti itu mau tidak mau menyebabkan penderitaan dan rasa berat hati (Shannon,1995:51).

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam legitiminasi moral tindakan abortus. Adanya jalan tengah antara aliran yang saling bertentangan membuat pendekatan ini lebih dapat diterima dalam kedokteran. Setiap orang, baik wanita atau janin, mempunyai hak, dimana hak-hak tersebut saling mengisi dan membatasi dan setiap hak dapat hilang karena suatu alasan atau faktor tertentu, tak terkecuali dalam permasalahan abortus hak wanita dan janin dapat hilang atau lebur karena suatu alasan tertentu. Suatu penghilangan hak menjadi bermoral ketika dihadapkan sesuatu yang dilematis. Dengan kata lain, kelompok moderat menerima kemungkinan terjadinya beberapa abortus, tetapi mereka menerimanya dalam suasana tragedi dan sangat kehilangan.

E. Gambaran Umum tentang Katekese Umat

(56)

umat beriman berkumpul dan saling berbagi pengalaman iman serta saling meneguhkan antara satu dengan yang lainnya.

1. Pengertian Katekese

Dalam anjuran apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes paulus II mengatakan bahwa katekese ialah ”pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang mencakup pemyampaian ajara-ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen” (CT, art. 18).

Dengan kata lain, katekese dapat diartikan sebagi usaha-usaha dari pihak Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam katekese meliputi unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan. Metode sangat perlu diperhatikann dalam rangka membantu umat untuk memahami apa yang dimaksud dengan katekese umat (Telaumbanua, 1999: 5).

Katekese umat merupakan proses yang berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat, karena katekese merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembangkan iman umat serta lebih membantu mendalami hidup berimannya sehingga semakin mantap dengan apa yang telah menjadi keyakinannya.

Ada beberapa pandangan yang mengemukakan pengertian katekese umat diantaranya menurut rumusan PKKI II dalm buku katekese umat yang dikemukan oleh Huber (1981: 10) mengungkapkan bahwa katekese adalah:

(57)

sempurna dalam katekese umat tekanan terutama diletakan pada penghayatan iman meskipun pengalaman tidak dilupakan. Pula mengandaikan perencanaan.

Katekese merupakan suatu komunikasi iman atau tukar pengalaman iman antara pembimbing dengan peserta dan antar peserta dengan peserta. Arah katekese jaman sekarang menuntut agar para peserta semakin mampu mengungkapkan diri demi pembangunan jemaat. Dengan mengatakan: katekese umat mengandaikan ada perencanaan, rumus ini membatasi pengertian katekese umat. Katekese umat adalah salah satu bidang di dalam usaha pastoral Gereja yaitu tentang pembinaan iman umat (Huber, 1981: 18).

Siauwarjaya (1987: 38) mengatakan bahwa katekese umat adalah usaha kelompok secara terencana untuk saling menolong menggantikan hidup nyata dalam terang Yesus Kristua sebagimana telah dihayati dalam tradisi Gereja, agar kelompok makin mampu mengunkapkan dan mewujudkan imannya dalam hidup nyata. Melalui katekese umat dibantu untuk memaknai seluruh pengalaman hidupnya sehari-hari sehingga menjadi semakin yakin dan percaya kepada Yesus Kristus.

2. Tujuan Katekese Umat

Demikian juga katekese umat memiliki tujuan dan harapan yang sangat mulia demi perkembangan kedewasaan iman umat. Tujuan dari katekese umat dirumuskan oleh PKKI II (Huber, 1981: 16) sebagai berikut:

a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman- pengalaman kita sehari-hari

b. Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari

c. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita

(58)

e. Sehingga kita sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.

Dalam buku membangun Gereja Indonesia 2, Siauwarjaya (1987: 34) menngemukakan bahwa katekese umat sebagai salah satu usaha pastoral untuk membangun Gereja. Tujuan katekese dilihat dari 4 (empat) fungsi dasariah gereja yaitu persekutuan, pewartaan, perayaan iman dan pelayanan. Katekese umat juga bertujuan membina iman umat, agar umat semakin bersatu dengan Kristus demi pelaksanaan penataan hidup bersama yang lebih manusia dalam semangat Kristus. Katekese umat mendukung hidup persekutuan/persaudaraan di antara umat. Katekese mengajak umat untuk saling menolong untuk menyadari kehadiran Kristus dalam hidupnya secara personal dan berdasarkan kehadiran Kristus itu umat saling menolong untuk membangun persaudaraan, saling mengasihi, saling mendukung, saling meneguhkan, saling melayani, sebagai perwujudan persatuan mereka dengan Kristus.

Katekese umat mendukung fungsi perayaan iman. Katekese umat membantu umat untuk saling menolong, untuk menyadari pentingnya mengeksplisitkan iman dalam bentuk perayaan iman dan mewujudnyatakannya dalam hidup sehari-hari. Katekese menolong umat untuk menyadari bahwa Liturgi baru sungguh-sungguh menjadi ungkapan iman bila iman yang merupakan gema dari penghayatan imannya (Siauwarjaya, 1987: 34).

(59)

Paulus II dalam Catechesi Tradendae mengungkapkan tujuan dari katekese umat sebagai suatu tahap pengajaran dan pendewasaan iman bagi umat Kristiani yang percaya dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Yersus Kristus sehingga mencapai pada pertobatan hati yang jujur dan berusaha semakin mengenal Yesus Kristus sehingga mencapai pada pertobatan hati yang jujur dan semakin mengenal Yesus yang menjadi tumpuan kepercayaannya (CT, art. 20).

Katekese umat mengajak umat untuk saling menolong dan terus menerus bertobat serta peka terhadap kehendak Allah dalam hidupnya serta berani memperjuangkan kehendak Allah dalam pelbagai dimensi hidup manusia. Bagi mereka yang tertindas, katekese umat mengajak mereka untuk menyadari situasi mereka, kekuatan mereka dan kesetiaan Allah kepada mereka. Katekese umat mengusahakan agar mereka tidak menyerah pada situasi dan tetap semangat dalam menjalani hidup dan mengikuti Kristus. Bagi mereka yang terlibat dalam penindasan, katekese umat mengajak mereka untuk menyadari situasi ketidakadilan dan menolong mereka untuk menyadari tanggung jawab mereka terhadap yang lemah, agar mereka terbuka kepada Allah dan terbuka untuk mengambil bagian dalam tugas pengutusan Kristus, sehingga kerajaan Allah semakin terwujud di tengah-tengah dunia (Siauwarjaya, 1987: 37).

3. Isi dan Tema Katekese Umat

(60)

Katekese umat merupakan salah satu usaha Gereja dalam mengembangkan iman umat. Isi warta keselamatan terjadi dari bagian-bagian yang berkaitansatu sama lain secara erat, meskipun pewahyuannya diberikan oleh Allah tahap demi tahap, dahulu melalui para nabi, dan terakhir di dalam Putra-Nya (Ibr 1:1). Karena katekese mempunyai tujuan menuntun masing-masing orang beriman Kristiani dan jemaat-jemaat beriman ke arah iman yang matang, maka katekese perlu dengan tekun mengusahakan supaya keseluruhan harta warta Kristiani dipaparkan secara setia. Itu perlu sungguh-sungguh terjadi sesuai dengan teladan timdakan pendidikan Ilahi, dan sekaligus memperhatiakan kepenuhan wahyu Ilahi yang dianugerahkan, yakni supaya umat Allah mendapat rejeki dan kehidupan dari-Nya (DCG, art. 38).

Obyek iman pada dasarnya adalah sesuatu yang kompleks, yaitu Allah sendiri yang penuh misteri dan tindakan pelayana-Nya di dalam sejarah; semua ini diketahui melalui apapun yang dikatakan oleh Allah tentang diri-Nya sendiri serta timdakan-tindakan-Nya. Kristuslah yang menjadi pusatnya, baik dalam hal tindakan Allah maupun pengejewantahan-Nya kepada manusia. Oleh sebab itu obyek katekese adalah karya-karya Allah, yaitu karya-karya yang telah dilaksanakan oleh Allah, yang sedang dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan oleh Allah untuk kita manusia dan keselamatan kita. Semua itu berhubungan erat dan serasi satu sama lain, dan menjadi keutuhan rencana keselamatan (DCG, art. 39).

(61)

Dalam menentukan tema dalam katekese sangat penting dan lebih baik jika ditentukan bersama umat/peserta, karena dengan demikian pendamping dapat mengetahui kebutuhan atau kerinduan umat dan katekesenya akan lebih konstekstual (Sumarno Ds, 2006: 27). Tema katekese umat hendaknya diangkat dari situasi konkrit masyarakat yaitu yaitu tentang permasalahan-permasalahan yang ada misalnya kelaparan, ketidakadilan, bencana banjir, masalah kebutuhan sehari-hari misalnya makan, minum, rumah, pendidikan anak, dsb (Komkat KWI, 1997: 98).

Apa bila tema telah disepakati bersama-sama dengan umat, maka seorang pendamping bisa mulai dengan mempersiapkan katekese. Semua yang diberikan sebagai bahan dalam proses katekese harus selalu mengarah pada Yesus Kristus, karena Dialah sumber utama dalam katekese. Dalam katekese umat, kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara kita dalam menanggapi sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup dalam Kitab Suci, khususnya dalam perjanjian baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja di sepanjang Tradisinya (Sumarno Ds, 2006: 9).

4. Peserta Katekese Umat

Rumusan katekese umat dalam PKKI II yang di ungkapkan oleh Huber (1981: 10) mengatakan:

(62)

Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat dalam pengertian Gereja. Rumusan di atas mau menunjukan bahwa seluruh Gereja sadar bahwa katekese tidak ditjukan kepada sebagian umat saja melainkan semua orang beriman yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus menerus, baik mereka yang telah memilih Kristus secara mutlak maupun mereka yang ingin mengenal Kristus seperti para katekumen.

Katekese umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka akan Yesus Kristus. Dapat dikatakan juga katekese umat adalah komunikasi iman umat, dari umat, oleh umat dan untuk umat. Peserta adalah pelaksana karya pelayanan katekese. Pelaksana karya katekese adalah para umat beriman sebagai keseluruhan, baik Gereja yang menyeluruh mau pun Gereja-Gereja setempat, baik para pemuka Gereja mau pun bukan pemuka, setiap orang beriman, maka karya katekese tidak bisa berjalan sendiri-sendiri: setiap orang beriman perlu memperhatikannya, memungkinkannya dan mengajukannya (Setyakarjana, 1997: 18).

Dalam katekese, umat bukan hanya sebagai subyek atau sasaran atau pun target dari kegiatan katekese, melainkan paserta yang juga bertindak sebagai subyek pelaksaaan katekese itu sendiri.

5. Sarana dan Metode Katekese Umat

(63)

perkembangan iman Kristiani, taraf kematangan rohani, serta bentuk-bentuk kepribadian lainnya menjadi titik tolak dalam menggunakan metode selama proses pembinaan iman sehingga tujuan pelaksanaan katekese dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan (CT, art. 51).

Banyak metode yang dapat dikembangkan dalam katekese. Penggunaan metode-metode itu tergantung dari fasilitator yang membawakan katekese. Dalam menggunakan metode selama proses katekese seorang fasilitator diharapkan bisa menyesuaikan metodenya dengan usia para peserta, kebudayaan dan sikap pribadi-pribadi yang bersangkutan. (Evangelii Nuntiandi, art. 44).

Selain memperhatikan metode dalam berkatekese, sarana juga sangat perlu diperhatikan. Sarana merupakan salah satu pendukung dalam berkatekese sehingga katekese menjadi lebih hidup dan menrarik. Sebaiknya kegiatan katekese diberikan dengan menggunakan sarana-sarana yang ada, upaya-upaya dan alat-alat komunikasi yang efisien agar kaum beriman lebih mudah memahami dan menangkap maksud yang ingin disampaikan dengan demikian mereka dapat dengan mudah mempelajari ajaran Katolik secara lengkap dan tentunya dapat direalisasikan dalam sikap dan tindakan sehari-hari (KHK, kan. 779). Dalam CT Yohanes Paulus II mengungkapkan pentingnya penggunaan sarana-sarana dalam berkatekese sebagai berikut:

(64)

Artikel di atas mengharapkan untuk menyelenggarakan pembinaan-pembinaan terhadap umat, selalu menggunakan sarana-sarana yang ada misalnya dengan menggunakan sarana audio-visual, buku-buku kecil, diskusi-diskusi, pelajaran-pelajaran bahkan bisa lebih kreatif lagi, sehingga dapat membantu umat untuk mampu menghayati imannya lebih baik lagi.

(65)

6. Katekese Audio Visual sebagai Salah satu model Katekese

Audio visual bukan hanya mengungkapan gagasan dalam gambar dan musik semata, melainkan perpanjangan elektronik getaran pribadi seseorang yang merupakan perpanjangan elektronik seluruh pengalaman seseorang. Audio visual ingin menyampaikan pengalaman seseorang yang terungkap melalui media. Katekese audio visual adalah menyampaikan pengalaman pribadi sebagai orang kristiani, tujuannya bukan untuk memperoleh pengetahuan intelektuil melainkan hendak membangun persekutuan atau persaudaraan bersama semua orang yang mengimani Kristus. Kiranya kesatuan dengan ajaran Gereja bukan terletak pada suatu ungkapan yang teliti dan keseragaman, baik dalam kata-kata maupun gerak-gerik. Tetapi pada suatu kenyataan adanya komunio atau kesatuan antar jemaat dan doa bersama sebagai anggota jemaat (Adisusanto dan Ernestine, 1977: 8).

Katekese audio visual bertujuan untuk membangun persekutuan antar umat beriman, menjalin persekutuan kristiani dengan cara mengkomunikasikan pengalaman pribadi tentang Yesus Kristus dan tentunya tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik. Pewartaan yang disampaikan melalui media audio visual lebih menimbulkan iman dari pada menjelaskannya, media yang ada mengajak kelompok untuk saling berbicara, menyapa setiap hati, memanggil untuk bertobat secara terus menerus serta mendorong untuk bertindak (Adisusanto dan Ernestine, 1977: 8).

(66)
(67)

47

PEMAHAMAN MAHASISWI TENTANG ABORSI BAGI MAHASISWI ASRAMA KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT DI

YOGYAKARTA MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL

A. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peneliti, maka peneliti melakukan penelitian sederhana yang dilakukan dalam bentuk observasi. Adapun beberapa hal yang diperlukan dan harus dilaksanakan dalam penelitian antara lain:

1. Jenis dan Desain

(68)

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Pemilihan dan penentuan lokasi berhubungan erat dengan pemilihan dan penentuan sumber data. Waktu dan tempat penelitian adalah selama bulan Februari 2009, di Asrama Kabupaten Landak Kalimantan Barat di Yogyakarta Jl. Perumnas, Condongsari. Gg Kapuas 1 No.A9, Condong Catur, Depok, Sleman Yogyakarta 55283. Asrama ini dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, tempat ini belum pernah diteliti oleh tenaga peneliti secara formal. Kedua, merupakan Asrama daerah asal peneliti yang sudah peneliti kenal dan tentunya mudah memperoleh ijin. Ketiga, keprihatinan peneliti akan situasi yang terjadi di Asrama yang berkaitan dengan pemahaman para mahasiswi tentang aborsi.

3. Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh subjek penelitian yang menjadi sasaran. Populasi dari penelitian ini adalah para mahasiswi semester II-VIII dengan jumlah seluruhnya 20 orang. Jumlah ini masih dapat dijangkau oleh peneliti sebagai populasi dan sampel sekaligus. Yang diharapkan dari penelitian ini agar para mahasiswi semakin memiliki tingkat pemahaman tentang aborsi secara lebih mendalam melalui media audio visual.

4. Teknik Pengumpulan Data

(69)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Peneliti menggunakan wawancara dalam bentuk sharing kelompok.

6. Keabsahan Data

Keabsahan data yang diperoleh dari hasil wawancara diusahakan dengan cara validitas. Reliabilitas data dilakukan dengan memberikan laporan tertulis dari hasil wawancara yang telah dilaksanakan oleh peneliti kemudian dibaca kembali, dan apabila masih ada beberapa hal yang kurang tepat, peneliti akan bertanya langsung kepada responden atau peserta, sampai jawaban yang diungkapkan benar-benar meyakinkan.

7. Tenik Analisis Data

Analisis data peneliti lakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang masuk, terutama data yang peneliti peroleh lewat wawancara atau sharing dalam kelompok. Kemudian data-data tersebut dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang ada. Teknik terakhir adalah penarikan sebuah kesimpulan dari keseluruhan langkah-langkah penelitian.

B. Penyajian Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan maksud dari baris 4 tabel 2 adalah bahwa jika judul bibliografi yang mengandung kata perpustakaan ada dalam basis data, dan yang mengandung kata pustakawan juga terdapat

Dengan melihat hasil pengujian yang diperoleh, maka pembuatan sistem ini telah memenuhi tujuan awal dari penelitian, yaitu membuat sistem navigasi gedung SMK Pancasila

 Sub Kompetensi Sub Kompetensi: : Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu menghitung kehilangan hujan oleh proses menghitung kehilangan hujan oleh proses evaporasi,

Kebijakan pemantapan jaringan pengendalian bencana pesisir dan pulau- pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf g dilakukan dengan upaya pengelolaan dan

Maka dari itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf

Laporan Akhir rangcang bangun mesin pemotong dan pembentuk batu akik bertujuan untuk membantu mempercepat proses pembuatan batu akik yang dapat meningkatkan

Pendapat dari subyek pendukung II tentang perilaku prososial (menolong yaitu membantu orang lain dengan cara meringankan beban fisik atau psikologi orang tersebut), yang dimiliki

Berdasarkan Tabel 3, dan Tabel 4 tampak inokulasi isolat Azospirillum sp tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dan diameter batang, hal ini