OPTIMASI PENGELOLAAN AIR EMBUNG SALUT TIMUR
UNTUK AIR BAKU DAN IRIGASI DI DESA SALUT
KECAMATAN KAYANGAN LOMBOK UTARA
Tugas Akhir
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S – 1 Jurusan Teknik Sipil
oleh :
AULIA SAFITHRI
F1A 011 018
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas segala berkat,
rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini mengambil judul
“Optimasi Pengelolaan Air Embung
Salut Timur Untuk Aik Baku Dan Irigasi Di Desa Salut Timur Kecamatan
Kayangan Kabupaten Lombok Utara”
. Tugas Akhir ini juga merupakan salah satu
persyaratan kelulusan guna mencapai gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Mataram untuk memperoleh gelar sarjana S-1.
Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan isi dari Tugas Akhir ini. Akhir kata
semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Mataram,
Januari 2017
UCAPAN TERIMA KASIH
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan baik moril
maupun materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya terutama kepada :
1. Bapak Yusron Saadi, ST., M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mataram.
2. Bapak Jauhar Fajrin, ST., MSc.(Eng)., Ph.D.,selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Mataram.
3. Bapak Agustono Setiawan, ST., MSc., selaku dosen pembimbing pertama yang
telah memberikan bimbingan, arahan serta semangat kepada penulis selama
penyusunan Tugas Akhir ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak M. Bagus Budianto, ST., MT., selaku dosen pembimbing pendamping
yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan serta semangat selama
menyusun Tugas Akhir ini.
5. Bapak Dr. Eng. Hartana, ST., MT., Bapak Salehudin, ST., MT., dan Bapak I. B
Giri Putra, ST., MT., selaku dosen tamu.
6. Bapak Sahidan, S.Pd.I., dan Ibu Nurjanah tersayang, selaku kedua orangtua
penulis yang telah memberikan semuanya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...
i
KATA PENGANTAR ...
iii
DAFTAR ISI...
v
DAFTAR TABEL...
vii
DAFTAR GAMBAR ...
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...
1
1.2. Rumusan Masalah ...
2
1.3. Tujuan Penelitian...
3
1.4. Manfaat Penelitian ...
3
1.5. Batasan Masalah ...
3
BAB II DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka ...
4
2.2. Landasan Teori ...
5
2.2.1. Analisa Hidrologi...
5
2.2.1.1. Penyiapan Data ...
5
2.2.1.2. Curah Hujan Rerata Daerah ...
5
2.2.1.3. Uji Konsistensi Data ...
7
2.2.1.4. Analisa Curah Hujan Efektif ...
9
2.2.2. Analisa Ketersediaan Air ...
10
2.2.3. Kebutuhan Air Irigasi ...
14
2.2.4. Kebutuhan Air Baku ...
23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ...
28
3.2. Pelaksanaan Penelitian ...
29
3.2.1. Tahap Pengumpulan Data ...
29
3.2.2. Tahap Analisa Data ...
29
3.3. Bagan Alir Penelitian ...
31
BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN
4.1. Analisis Hidrologi ...
32
4.1.1. Data Hujan ...
32
4.1.2. Uji Konsistensi Data Curah Hujan ...
32
4.1.3. Analisis Curah Hujan Efektif ...
35
4.1.4. Analisis Evapotranspirasi ...
37
4.2. Analisis Ketersediaan Air ...
42
4.3. Analisis Kebutuhan Air Irigasi ...
53
4.4. Model Optimasi ...
59
4.5. Analisis Optimasi ...
65
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan...
73
5.2. Saran ...
74
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Nilai kritis yang diijinkan untuk metode RAPS ...
9
Tabel 2.2
Koefisien reduksi penguapan peluh ...
12
Tabel 2.3
Nilai Ra berdasarkan letak lintang dalam mm/hari ...
18
Tabel 2.4
Koefisien tanaman ...
18
Tabel 2.5
Nilai efisiensi irigasi ...
21
Tabel 2.6
Standar kebutuhan air untuk berbagai sektor...
24
Tabel 2.7
Standar pemakaian air bersih menurut kategori kota...
24
Tabel 4.1
Uji konsistensi data stasiun santong dengan
metode RAPS ...
34
Tabel 4.2
Ranking Curah Hujan Dari Besar Ke Kecil
(metode
Basic Month
) ...
36
Tabel 4.3
Curah hujan efektif untuk padi dan palawija ...
36
Tabel 4.4
Data klimatologi stasiun sopak ...
37
Tabel 4.5
Evapotranspirasi Potensial Dengan Metode PENMAN
(Modifikasi FAO) Daerah Irigasi Embung Salut Timur ...
40
Tabel 4.6
Evapotranspirasi Potensial Dengan Metode PENMAN
(Modifikasi FAO) CA Embung Salut Timur ...
41
Tabel 4.7
Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca, Kalibrasi Tahun 1992 ...
45
Tabel 4.8
Kalibrasi model Nreca tahun 1992 ...
46
Tabel 4.9
Perhitungan debit setengah bulanan dengan
menggunakan model Nreca tahun 1991 ...
49
Tabel 4.10 Rekapitulasi Perhitungan debit setengah bulanan
dengan menggunakan model Nreca ...
50
Tabel 4.11 Debit Andalan Metode Basic Month ...
51
Tabel 4.13 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Daerah Irigasi
Embung Salut Timur Awal Tanam November I
(Pola Tanam : Palawija-Palawija-Palawija) ...
56
Tabel 4.14 Rekapitulasi Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pola
Tanam Padi-Palawija-Bero ...
57
Tabel 4.15 Rekapitulasi Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pola
Tanam Palawija-Palawija-Palawija ...
58
Tabel 4.16 Hasil Optimasi Embung Salut Timur Awal Tanam
DAFTAR GAMBAR
Gambar
3.1
Lokasi Studi ...
28
Gambar
3.2
Bagan Alir Penelitian ...
31
Gambar
4.1
Peta Poligon Thiessen Lokasi Embung Salut Timur ....
32
Gambar
4.2
Grafik Kalibrasi Model Nreca Tahun 1992 ...
46
Gambar
4.3
Grafik Debit Andalan Metode Basic Month ...
52
Gambar
4.4
Skema Aliran Embung Salut Timur ...
59
Gambar
4.5
Solver Parameters
...
67
Gambar
4.6
Pemilihan
Cell
...
67
Gambar
4.7
Pemilihan cell luas areal Irigasi dan jumlah penduduk
yang akan dilayani untuk kebutuhan air baku...
68
Gambar
4.8
ADD Constraint
...
68
Gambar
4.9
Input Fungsi Kendala ...
69
Gambar
4.10
Solve
...
69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Lampiran 1.1 Data Curah Hujan Pos Santong ...
1
Lampiran 1.2 Data Klimatologi Stasiun Sopak ...
2
Lampiran 1.3 Perhitungan Evapotranspirasi Pada Daerah Irigasi ...
3
Lampiran 1.4 Perhitungan Evapotranspirasi Pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) ...
4
Lampiran II
Lampiran 2.1 Data Curah Hujan Pos Sopak ...
5
Lampiran 2.2 Data Debit AWLR Sopak ...
6
Lampiran 2.3 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Kalibrasi Tahun 1992 ....
7
Lampiran 2.4 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Kalibrasi Tahun 1993 ....
9
Lampiran 2.5 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1991 ...
11
Lampiran 2.6 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1992 ...
12
Lampiran 2.7 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1993 ...
13
Lampiran 2.8 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1994 ...
14
Lampiran 2.9 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1995 ...
15
Lampiran 2.10 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1996 ...
16
Lampiran 2.11 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Lampiran 2.12 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1998 ...
18
Lampiran 2.13 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 1999 ...
19
Lampiran 2.14 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2000 ...
20
Lampiran 2.15 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2001 ...
21
Lampiran 2.16 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2002 ...
22
Lampiran 2.17 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2003 ...
23
Lampiran 2.18 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2004 ...
24
Lampiran 2.19 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2005 ...
25
Lampiran 2.20 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2006 ...
26
Lampiran 2.21 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2007 ...
27
Lampiran 2.22 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2008 ...
28
Lampiran 2.23 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2009 ...
29
Lampiran 2.24 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2010 ...
30
Lampiran 2.25 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2011 ...
31
Lampiran 2.26 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Lampiran 2.27 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2013 ...
33
Lampiran 2.28 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2014 ...
34
Lampiran 2.29 Perhitungan Debit Setengah Bulanan Dengan
Menggunakan Model Nreca Tahun 2015 ...
35
Lampiran 2.30 Rekapitulasi Debit Inflow Setengah Bulanan
Dengan Menggunakan Metode Nreca ...
36
Lampiran 2.31 Debit Andalan Metode Basic Month ...
37
Lampiran III
Lampiran 3.1 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam November I
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Palawija) ...
38
Lampiran 3.2 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam November II
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Palawija) ...
39
Lampiran 3.3 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam Desember I
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Palawija) ...
40
Lampiran 3.4 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam Desember II
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Palawija) ...
41
Lampiran 3.5 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam November I
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Bero) ...
42
Lampiran 3.6 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam November II
Lampiran 3.7 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam Desember I
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Bero) ...
44
Lampiran 3.8 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Dengan Awal
Tanam Desember II
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Bero) ...
45
Lampiran IV
Lampiran 4.1 Rekap Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman
(Pola Tanam : Palawija – Palawija – Palawija) ...
46
Lampiran 4.2 Rekap Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman
(Pola Tanam : Palawija – Palawija – Bero) ...
47
Lampiran V
Lampiran 5.1 Hasil Optimasi Embung Salut Timur Dengan Awal
Tanam November I
(Pola Tanam : Padi – Palawija – Palawija) ...
48
Lampiran 5.2 Hasil Optimasi Embung Salut Timur Dengan Awal
Tanam November I
DAFTAR NOTASI
A
= Luas daerah aliran sungai (km
2)
AET
= Nilai evapotranspirasi actual
AWLR
= Alat duga muka air otomatis
c
= Faktor konversi kecepatan angin dan kelembaban
DR
= Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan (1t/dt.ha)
DRO
= Aliran permukaan (mm/bulan)
E
= Elevasi medan dari muka air laut
ea
= Tekanan uap jenuh (mbar)
ed
= Tekanan uap nyata (mbar)
Eff
= Efisiensi irigasi
Eo
= Evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hari)
Ep
= Evapotranspirasi potensial (mm/bulan)
ER
= Excess rainfall (mm/bulan)
Et
= Evapotranspirasi terbatas (mm/bulan)
ETc
= Kebutuhan air tanaman (mm/hari)
ETo
= Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
f(u)
= Fungsi kecepatan angin
I
= Inflitrasi (mm/bulan)
IR
= Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
m
= Nomor urut angka pengamatan dalam susunan (dari besar ke kecil)
n
= Banyaknya pengamatan (jumlah tahun hujan)
NFR
= Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
N
n
= Lama penyinaran matahari terukur (%),
n/Nc
=
Penyinaran matahari terkoreksi (%),
P
= Perkolasi (mm/hari)
PET
= Nilai evapotranspirasi potensial
Pt
= Jumlah penduduk yang akan dilayani (orang)
Q
= debit (m
ᶟ
/dt)
R
=
Curah hujan rerata daerah (mm)
Ra
= Radiasi teraksial ekstra (mm/hari) yang dipengaruhi oleh letak
lintang daerah.
R
eff= Hujan efektif (mm/hari)
Rh
= Kelembaban udara (%)
Rn1
= Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
Rns
= Radiasi bersih gelombang pendek (mm/hari)
Rs
= Radiasi gelombang pendek (mm/hari)
S
= Standar kebutuhan air rata-rata (lt/hari/org)
SK*, SK**
= Nilai statistik
T
= Temperatur rata-rata (
°C)
U
2= Kecepatan angin dilokasi pengukuran (km/jam)
U
2c
= Kecepatan angin dilokasi perencanaan (km/hari)
V
i= Volume air tanah bulan ke-I (mm/bulan)
V
i-i= Volume air tanah bulan ke-(I — 1) (mm/bulan)
W
= Faktor temperatur dan ketinggian
Wi
= Nilai tampungan kelengasan tanah
Wo
= Nilai tampungan kelengasan awal
WB(t)
= Jumlah debit air yang dipergunakan untuk air baku pada waktu t
WS
= Kelebihan air (mm/bulan)
Xj
= Peubah putusan
Xn
= Variabel putusan
XR,YR,ZR,QR(t)
= Jumlah debit air dari bendung untuk keperluan irigasi dalam
waktu t
Y
= Rerata curah hujan (mm)
Yi
= Data curah hujan (mm)
Z
= Fungsi tujuan
ΔV
= Perubahan volume air tanah (mm/bulan)
INTISARI
Embung Salut Timur terletak di Desa Salut, Kecamatan Kayangan, Kabupaten
Lombok Utara. Embung Salut Timur ini digunakan sebagai sarana penampung air
pada musim penghujan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi pada saat
musim kemarau. Layanan Embung Salut Timur dipergunakan untuk keperluan irigasi
dan air baku di Dusun Salut Timur, ketersediaan air yang tidak mencukupi sedangkan
banyaknya lahan dan juga warga yang membutuhkan air, sehingga Optimasi Embung
Salut Timur sangat diperlukan agar air tampungan Embung dapat dioptimalkan sesuai
dengan kebutuhan.
Pada studi ini, untuk memaksimalkan luas luas lahan irigasi dilakukan
optimasi luas lahan irigasi dengan menerapkan pola tanam yang berbeda-beda yaitu
Padi-Palawija-Bero, Palawija-Palawija-Palawija, dengan jenis tanaman palawija
berupa jagung. Dalam model optimasi yang digunakan adalah optimasi satu bulanan
selama 1 tahun dengan memperhitungkan luas lahan irigasi yang tersedia, luas lahan
irigasi yang terpenuhi, besarnya ketersediaan air, dan kebutuhan air irigasi yang
dipenuhi. Metode optimasi yang digunakan dalam perhitungan ini yaitu Program
Solver.
Dari hasil optimasi pada Embung Salut Timur didapatkan jumlah penduduk
Dusun Salut Timur dengan kebutuhan air baku yang dapat terpenuhi sebanyak 100
orang, sedangkan untuk luas lahan irigasi maksimum seluas 65 ha dengan pola tanam
Palawija-Palawija-Palawija pada awal musim tanam bulan November I dengan
rincian Musim tanam I (Palawija), dengan luas lahan 65 ha dan itensitas tanamnya
100%, Musim tanam II (Palawija), dengan luas lahan 43,92 ha dan itensitas tanamnya
67,58 %, dan Musim tanam III (Palawija), engan luas lahan 65 ha dan itensitas
tanamnya 100 %.
ABSTRACT
Embung Salut timur is located in the salut village, District of kayangan,
North Lombok. Embung Salut timur is used as a means of water storage in the rainy
season and used to meet the needs of irrigation during the dry season. Embung Salut
timur is used for irrigation and water supplies of East Salut, water availability is
insufficient, while the amount of land and also residents who need water, so
Optimization Embung Salut timur is necessary for the water pitcher Embung can be
optimized according to the needs.
In this study, to maximize the area of land irrigated area to be optimized by
adopting different cropping such as Paddy-Palawija-Bero, Crops-Crops-Palawija,
with the kind of crops such as corn. In the optimization model used is the optimization
of the monthly for 1 year by calculating the area of irrigated land available, land
irrigation is met, the greater availability of water and irrigation needs are met.
Optimization method used in this calculation is Program Solver.
From the results of optimization on Embung Salut timur obtained a
population of Hamlet Salut East with raw water needs that can be met as many as
100 people, while the area of land irrigated maximum area of 65 ha with planting
patterns Palawija-Palawija-Palawija at the beginning of the planting season in
November I with details the planting season I (crops), with a land area of 65 ha and
itensitas cropping 100%, the planting season II (crops), with a land area of 43,92 ha
and itensitas cropping 67,58%, and the growing season III (crops), ith a land area of
65 ha and itensitas cropping 100%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2014, jumlah penduduk di Desa Salut
Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara sekitar 3.277 jiwa dengan jumlah
Kepala Keluarga 1.049 KK terdiri dari 1.567 laki-laki dan 1.710 perempuan. Mata
pencaharian masyarakat Desa Salut terdiri dari 1.224 petani, 500 buruh tani, 187
buruh swasta, 4 PNS, 50 pengrajin, 29 pedagang dan 63 peternak.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Salut sebagaian besar bermata
pencaharian sebagai petani dengan kondisi SDM (Sumber Daya Manusia) yang masih
kurang dan keadaan ekonomi yang masing kurang. Potensi pertanian yang dimiliki
Desa Salut adalah kakao, kelapa, pisang, padi dan palawija (kacang tanah, kedelai
dan jagung). Dalam mengolah lahannya petani sangat bergantung terhadap air pada
musim hujan. Selain untuk pertanian, kebutuhan untuk air bersih dan ternak juga
hanya memanfaatkan air hujan.
Secara
kuantitas,
permasalahan
kekurangan
air
adalah
persoalan
ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu
(temporal) dan tempat (spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks, rumit dan sulit
diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di sepanjang tahun,
yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun. Saat ini untuk
pemanfaatan air di sungai masyarakat harus menampung dengan menggunakan
pompa air dan jaringan perpipaan sederhana. Untuk itu perlu adanya pembangunan
prasarana dasar dan sarana bidang sumber daya air seperti embung yang rencananya
akan dibangun di Desa Salut Timur.
Embung Salut Timur merupakan waduk yang bertujuan untuk menampung air
dari limpasan daerah aliran sungai Gelumpang pada musim penghujan
dan
pertanian maupun kepentingan masyarakat banyak. Luas DTA (Daerah Tangkapan
Air) Embung Salut Timur 2,15 km
2. Areal potensial pada lokasi Embung Salut
Timur ± 65 ha berupa sawah tadah hujan dengan pola tanam eksisting pada lokasi
Embung adalah MT I : Palawija, MT II : Bero, MT III : Bero dengan intensitas tanam
100%.
Potensi ketersediaan air disaat musim penghujan dari Sungai Gelumpang
cukup melimpah, tetapi karena tampungan rencana Embung Salut Timur masih relatif
kecil sehingga masih banyak air yang terbuang dan tidak bisa dimanfaatkan secara
optimal.
Atas dasar gambaran diatas maka diperlukan suatu analisa optimasi
pengelolaan air embung, sehingga dapat memberikan manfaat dalam upaya
memenuhi kebutuhan air baku masyarakat Desa Salut serta meningkatkan produksi
pertanian sesuai dengan program yang diharapkan pemerintah dan masyarakat Desa
Salut. Atas dasar gambaran diatas, maka diperlukan adanya kajian tentang analisis
“Optimasi Pengelolaan Air Embung Salut Timur Untuk Air Baku Dan Irigasi
Di Desa Salut Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara“
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai
berikut :
a. Berapa besar ketersediaan air Embung Salut Timur untuk memenuhi
kebutuhan air baku dan irigasi di Daerah Irigasi Embung Salut Timur?
b. Berapakah kebutuhan air baku dan air irigasi di Embung Salut Timur?
c. Bagaimana pola tanam dan awal tanam yang sesuai untuk Daerah Irigasi
Embung Salut Timur?
d. Berapa kemampuan maksimum (optimasi) Embung Salut Timur yang dapat
1.3 Tujuan Penelitian
a. Mengetahui ketersediaan air Embung Salut Timur untuk memenuhi
kebutuhan air baku dan irigasi di daerah irigasi Embung Salut Timur.
b. Mengetahui kebutuhan air baku dan air irigasi di Embung Salut Timur?
c. Mengetahui pola tanam dan awal tanam yang sesuai untuk daerah irigasi
Embung Salut Timur.
d. Mengetahui hasil maksimum (optimasi) Embung Salut Timur yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan air baku dan irigasi pada daerah layanan
Embung Salut Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Memberikan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang optimasi
pengelolaan air embung untuk irigasi.
b. Sebagai masukan kepada pihak terkait dalam hal mengoptimalkan
pengelolaan air Embung Salut Timur untuk air baku dan irigasi di Desa Salut
Kecamatan Kayangan.
1.5 Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlampau luas dan lebih terarah, maka dalam hal ini
penulis membatasi pokok-pokok bahasan pada permasalahan sebagai berikut :
a. Pengoptimasian ditujukan hanya pada daerah layanan Embung Salut Timur.
b. Kebutuhan air yang diperhitungkan adalah untuk kebutuhan air baku dan
irigasi.
c. Stasiun hujan yang digunakan adalah Stasiun Santong dengan periode data
tahun 1991 sampai tahun 2015, sedangkan stasiun klimatologi yang
digunakan adalah Stasiun Sopak dengan periode data tahun 2010 sampai
BAB II
DASAR TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Tisnawati (2010), melakukan analisa optimasi pemanfaatan sumber daya air
Embung Batu Tulis di Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Dari hasil
diperoleh kesimpulan bahwa dari hasil optimasi Embung Batu Tulis dengan debit
keandalan 80% yang memberikan intensitas tanam paling maksimum adalah sistem
pola tanam padi – kedelai 50 % + kacang tanah 50 % – kedelai dengan awal tanam
Oktober I. Hasil itensitas tanam maksimum yang didapat dari perhitungan optimasi
sebesar 218,84%, dengan rincian luas tanam I sebesar 65,94 ha dengan intensitas
tanamnya 18,84%, luas tanam II sebesar 350 ha dengan intensitas tanamnya 100%
dan luas tanam III sebesar 350 ha dengan intensitas tanamnya 100%.
Sudirja (2008), dalam analisisnya tentang Optimasi Pemanfaatan Sumber
Daya Air Untuk Irigasi, Peternakan Dan Air Baku Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Reak menyebutkan bahwa besar suplai air yang mampu diberikan oleh daerah aliran
sungai (DAS) Reak untuk irigasi, peternakan dan air baku dalam satu tahun
masing-masing sebesar 36.547.272,62 m
ᶟ
, 120.941,00 m
ᶟ
dan 429.962,55 m
ᶟ
.
Mustari (2008), melakukan analisis Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Air
Embung Bangka diperoleh kesimpulan bahwa suplai air yang mampu diberikan untuk
irigasi, peternakan dan air baku dalam satu tahun masing-masing pada Bendung Otak
2.2.
Landasan teori
2.2.1. Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi merupakan suatu bagian analisa awal dalam perencanaan
bangunan hidro. Hal ini mempunyai pengertian bahwa informasi dan besaran yang
diperoleh dalam analisa hidrologi merupakan masukan penting dalam analisa
selanjutnya. Hidrologi adalah salah satu aspek yang sangat penting peranannya,
dimana tingkat keberhasilan suatu bangunan air dipengaruhi oleh ketelitian dalam
menganalisa hidrologi. Parameter hidrologi yang penting untuk perencanaan jaringan
irigasi adalah curah hujan dan evapotranspirasi. Tahapan awal analisa hidrologi,
adalah sebagai berikut.
2.2.1.1.Penyiapan data
Data yang dimaksudkan harus merupakan data yang dapat dikumpulkan
secara teratur dan teramati, sehingga dapat memberikan data yang benar-benar
mengandung informasi yang tepat. Pengumpulan informasi yang tepat. Pengumpulan
data ini hendaknya dilakukan dengan instansi tertentu.
2.2.1.2.Curah hujan rerata daerah
Umumnya untuk menghitung curah hujan daerah dapat digunakan standar luas
daerah sebagai berikut ( Sosrodarsono, 1987 ) :
a. Daerah dengan luas 250 Ha yang mempunyai variasi topografi yang kecil,
dapat diwakili oleh sebuah alat ukur hujan.
b. Untuk daerah antara 250 – 50.000 Ha dengan 2 atau 3 titik pengamatan, dapat
digunakan dengan rata-rata.
c. Untuk daerah rata-rata antara 120.000 – 50.000 Ha dengan 2 atau 3 titik
pengamatan yang tersebar cukup merata dan curah hujannya tidak terlalu
dipengaruhi oleh faktor topografi, dapat digunakan cara rata-rata aljabar. Jika
titik pengamatan itu tidak tersebar merata, maka akan digunakan cara polygon
d. Untuk daerah yang lebih besar dari 500.000 Ha, maka dapat digunakan cara
isohiet atau cara potongan antara
( inter –section method
).
Curah hujan daerah harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah
hujan, cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan
dibeberapa titik sebagai berikut :
a. Cara rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata aljabar curah hujan di dalam dan sekitar
daerah yang bersangkutan, dapat dipakai persamaan berikut ( Sosrodarsono,
1987 ):
R =
1
(
+
+
+
…
+
)
( 2.1)
dengan :
R = curah hujan rata-rata (mm),
n = jumlah stasiun hujan,
,
, …
= curah hujan di stasiun N ( mm).
b. Cara Polygon Thiessen
Jika titik-tiik pengamatan di dalam daerah itu tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan . Curah hujan di daerah itu dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut ( Sosrodarsono, 1987 ) :
R =
⋯⋯
( 2.2)
dengan :
R
= Curah hujan rata-rata ( mm),
A
= Luas total areal (
),
c. Cara Garis Isohyet
Cara ini dilakukan dengan menggambar contur dengan tinggi curah hujan
yang sama (
isohyet
). Kemudian luas bagaian diantara isohyet – isohyet yang
berdekatan diukur, dan harga rata-ratanya dihitung sebagai harga rata-rata timbang
dari nilai kontur, dengan persamaan berikut ini ( Sosrodarsono, 1987 ) :
R=
⋯⋯
( 2.3)
dengan :
R
= curah hujan rata-rata DAS,
A
= luas total areal (
),
,
,…
= luas bagian daerah yang diwakili oleh kontur hujan N,
,
, . .
= curah hujan pada kontur N (mm).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka perhitungan curah hujan rerata pada
kajian ini adalah dengan menggunakan Metode Polygon Thiessen.
2.2.1.3.Uji konsistensi data
Selain kekurangan data, data hujan yang didapatkan dari stasiun masih sering
terdapat kesalahan yang berupa ketidak akuratan data (
inconsistency
). Data hujan
yang inconsistent dapat terjadi karena beberapa hal antara lain (Sri Harto,1993) :
a. Alat diganti dengan alat berspesifikasi lain,
b. Perubahan lingkungan yang mendadak,
c. Lokasi dipindahkan.
Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, data hujan harus dilakukan
pengujian konsistensi terlebih dahulu untuk mendeteksi penyimpangan ini. Uji
konsistensi juga meliputi homogenitas data karena data konsistens berarti data
homogen. Uji konsistensi data dengan menggunakan metode RAPS (
Rescaled
stasiun itu sendiri dengan mendeteksi pergeseran nilai rata-rata (
mean).
Persamaan
yang digunakan sebagai berikut (Sri Harto, 1993) :
y
n
= jumlah data hujan,
i
Y
= data curah hujan,
Y
= rerata curah hujan,
y
Nilai Statistik R (
Range
)
*
n
= jumlah data hujan.
Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai
Qy
/
n
syarat dan
Ry
/
n
syarat.
Tabel 2.1. Nilai kritis yang diijinkan untuk mEtode RAPS
No.
Q
/
n
R
/
n
Sumber : Sri Harto, 1993.
2.2.1.4.Anaisa Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat
dipergunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Curah hujan efektif untuk
tanaman padi dan palawija dihitung dengan rumus :
%
P
= Peluang curah hujan yang terjadi (%),
m
= Nomor urut (ranking),
Berdasarkan peluang kejadian dihitung curah hujan efektif setengah bulanan
dengan rumus sebagai berikut :
a. Untuk tanaman padi
Re = 0.7*
(2.12)
b. Untuk tanaman palawija
Re = 0.7*
(2.13)
Besarnya curah hujan efektif untuk tanaman padi diambil sebesar 80% dari
curah hujan yaitu curah hujan yang probabilitasnya terpenuhi 80% (
), sedangkan
untuk tanaman palawija (
).
2.2.2. Analisa Ketersediaan Air
Pos AWLR Sidutan terletak pada bagian tengah DAS Sidutan. Ketersediaan
data AWLR Sidutan cukup lengkap yaitu dari tahun 1992 – 2014, akan tetapi data
debit yang tercatat pada AWLR Sidutan tidak murni merupakan debit pada catchment
areanya karena debit sungainya sudah terlebih dahulu dimanfaatkan oleh beberapa
bendung yang berada pada bagian hulunya (seperti bendung Sejanjak) sehingga
proses kalibrasi model dengan menggunakan data AWLR Sidutan tidak bisa
dilakukan, untuk itu digunakan AWLR yang terdekat lainnya yang mempunyai
karakteristik DAS yang sama dengan karakteristik DAS Embung Salut Timur yaitu
AWLR Sopak dengan ketersediaan data dari tahun 1991 – 2015.
Untuk menganalisa ketersediaan air Embung Salut Timur digunakan Model
Nreca Sederhana. Persamaan keseimbangan air dibawah merupakan dasar dari model
NRECA untuk suatu DAS pada setiap langkah waktu, dimana hujan, evapotranspirasi
aktual dan limpasan adalah volume yang masuk kedalam dan keluar disuatu DAS
setiap waktu tertentu. Dalam model NRECA terdapat dua tampungan yaitu
tampungan kelengasan
(moisture storage)
dan tampungan air tanah
(groundwater
Sedangkan tampungan air tanah ditentukan oleh kelebihan kelengasan
(excess
moisture).
Perhitungan limpasan model NRECA dibagi menjadi dua bagian yaitu
perhitungan limpasan langsung
(direct run-off)
dan air tanah yang menuju ke sungai
(groundwater)
. Urutan langkah perhitungan untuk limpasan setengah bulanan adalah
sebagai berikut :
1. Nama bulan Januari sampai Desember
2. Analisis nilai hujan rata-rata bulanan (P)
3. Analisis nilai penguapan peluh potensial (PET)
4. Analisis nilai tampungan kelengasan awal (Wo). Nilai ini harus dicoba-coba
dan diambil nilai pertama 500 mm/bulan pada bulan januari I. Bulan
selanjutnya = bulan sebelumnya +
∆
s bulan sebelumnya.
5. Analisis nilai tampungan kelengasan tanah (
soil moisture storage
- Wi)
dihitung dengan rumus :
=
(2.14)
Nominal = 100 + 0,2 Ra
(2.15)
dengan :
Ra
= Hujan tahunan (mm),
Wo
= Tampungan kelengasan awal,
Wi
= Tampungan Kelengasan tanah.
6. Analisis rasio hujan rata-rata dengan evapotranspirasi potensial.
Rasio =
(2.16)
7. k1.
Jika dan P/PET < 1 dan Wi < 2 maka P/PET x (1 - 0.5 Wi) + 0.5
8. Analisis rasio evapotranspirasi aktual.
reduksi
xPETxkoef
PET
AET
AET
.
(2.18)
Koefisien reduksi diperoleh dari fungsi kemiringan lahan, seperti pada tabel
berikut :
Tabel 2.2
Koef. Reduksi Penguapan Peluh
Kemiringan
(m/Km)
Koef. Reduksi
0 - 50
51 - 100
101 - 200
> 200
0,9
0,8
0,6
0,4
Sumber : KP-01
9. Analisis neraca air
Na = P - AET
(2.19)
10. Analisa rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh
sebagai berikut :
Bila neraca air < 0 (negatif), excess moisture ratio (kolom 10) = 0
Bila neraca air (kolom 9) > 0 (positif), maka excess moisture ratio
(kolom 10) = (0,2116 x
) – (1,1144 x
) – (1,6673 -
)
-(0,4471 x
) – (0,1745 x
) + 0,0005
(2.20)
11. Analisis kelebihan kelengasan
=
rasio kelebihan kelengasan x neraca air
(2.21)
12. Analisis perubahan tampungan
=
neraca air - kelebihan kelengasan
(2.22)
=
kolom (9) - kolom (11)
13. Analisis tampungan air tanah
=
P1 x kelebihan kelengasan
(2.23)
=
P1 x kolom (11)
P1 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan
(kedalaman 0 -2m), nilainya 0,1 - 0,5 tergantung pada sifat lulus air
lahan.
P1 = 0,1 bila bersifat kedap air
P1 = 0,5 bila bersifat lulus air
14. Analisis tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba nilai awal = 2.
15. Analisis tampungan air tanah akhir
= tampungan air tanah + tampungan air tanah awal
(2.24)
= kolom (13) + kolom (14)
16. Analisis aliran air tanah
= P2 x tampungan air tanah akhir
(2.25)
= P2 x kolom (15)
P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dengan (kedalaman
2 -10 m)
P2 = 0,9 bila bersifat kedap air
P2 = 0,5 bila bersifat lulus air
17. Analisis limpasan langsung (
direct run-off
)
= kelebihan kelengasan - tampungan air tanah
(2.26)
= kolom (11) - kolom (13)
18. Analisis aliran total
= larian langsung + aliran air tanah
(2.27)
19. Analisis aliran total dalam m3/dt
= ((kolom (18) dalam mm x 10^(-3))*(luas areal * 10^6))
/ (15*24*3600)
(2.28)
Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan
(kolom 4) untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) bulan
berikutnya yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
(i)
Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan sebelumnya +
perubahan tampungan = kolom (4) + kolom (12), semuanya dari bulan
sebelumnya.
(ii)
Tampungan air tanah = tampungan air tanah bulan sebelumnya - aliran
air tanah = kolom (15) - kolom (16), semuanya dari bulan sebelumnya
Sebagai patokan di akhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal
(Januari) harus mendekati tampungan kelengasan bulan Desember. Jika perbedaan
antara keduanya cukup jauh (> 200 mm) perhitungan perlu di ulang mulai bulan
Januari lagi dengan mengambil nilai tampungan kelengasan awal (Januari) =
tampungan kelengasan bulan Desember.
2.2.3. Kebutuhan Air irigasi
Kebutuhan air irigasi dapat diketahui dengan menghitung kebutuhan air
tanaman. Besarnya kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu :
a. Evapotranspirasi
Peristiwa perubahan air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan
permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Peristiwa penguapan tanaman
disebut transpirasi. Apabila keduanya terjadi bersama-sama disebut evapotranspirasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu, kelembaban,
dengan yang lainnya. Evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan
kebutuhan air dan merupakan proses penting dalam sik;us hidrologi.
Perhitungan evapotranspirasi potensial dihitung dengan mEtode Penman
(modifikasi FAO) dengan data klimatologi terdekat sebagai stasiun refrensi.
Persamaan Penman modifikasi FAO (Food and Agriculture Organization) adalah
sebagai berikut (Sri Harto, 1993):
ETo = c. (W . R
n+ ( 1-W )) . f(u) . ( e
a-e
d)
(2.29)
dengan:
ETo
= evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari),
W
= faktor temperatur dan ketinggian,
R
n= radiasi bersih (mm/hari),
f(u)
= fungsi kecepatan angin,
e
a= tekanan uap jenuh (mbar),
e
d= tekanan uap nyata (mbar),
c
= factor kompensasi temperatur angin dan kelembaban.
harga-harga:
W =
(2.30)
Dengan rumus-rumus pendukung lainnya :
d
= 2(0,00738.T
c+0,8072
)
- 0,0016
(2.31)
y = 0,386 .
(2.32)
P = 1013-0,1055 . E
(2.33)
L = 595 - 0,510 . T
(2.34)
dengan :
E = elevasi medan dari muka air laut (m),
T = temperature rata-rata (C).
Sedangkan :
Rn
= Rns - Rn
1(2.35)
α
= 6% (areal genangan)
α
= 25% (areal irigasi)
α
= 25% (catchment area)
Rs
= ( 0.25 + 0.28
) . Ra
(2.37)
Rn
1= f (T).f (ed).f (
) Ra
(2.38)
ea
= 7,01 . 1,062
T(2.39)
ed
= Rh . ea
(2.40)
c
= 0.68 + 0.0095
Rh max + 0.018125 x Rs – 0.068 x
+
0.013
3 + 0.0097
3
+ 0.43 .
10
Rh max
Rs
(2.41)
dengan:
Rn1
= radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari),
Rns
= radiasi bersih gelombang pendek (mm/hari),
Rs
= radiasi gelombang pendek (mm/hari),
Ra
= radiasi teraksial ekstra (mm/hari) yang dipengaruhi oleh letak
lintang daerah,
Rh
= kelembaban udara (%),
n/N
= lama penyinaran matahari terukur (%).
harga fungsi-fungsi:
f(u)
= 0,27 . ( 1+
)
(2.42)
f(T)
= 11,25 . 1,0133
T(2.43)
f(ed)
= 0,34 - 0,044 (ed)
0,5(2.44)
f
( )
= 0,10 + 0,90 .
(2.45)
dengan:
Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah pengaliran
diambil menurut persamaan:
Tc = T-0,006 x δE
(2.46)
dengan:
Tc
= temperatur terkoreksi (
ᵒ
C),
T
= temperatur rata-rata (
ᵒ
C),
δE
= beda tinggi elevasi stasiun dengan lokasi tinjauan (m).
Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil menurut
persamaan:
U
2c= U
2(
)
(2.47)
dengan:
U
2c= kecepatan angina di lokasi perencanaan (km/hari),
U
2= kecepatan angin di lokasi pengukuran (km/hari),
Li
= elevasi lokasi perencanaan (m),
Lp
= elevasi lokasi pengukuran (m).
Koreksi terhadap lama penyinaran matahari lokasi perencanaan adalah:
=
- 0,01 δE
(2.48)
dengan:
= penyinaran matahari terkoreksi (%),
= lama penyinaran matahari terukur (%),
a,b
= konstanta yang tergantung letak suatu tempat di atas bumi.
untuk:
Virginia, amerika serikat
a = 0,22 b = 0,54,
Canberra, Australia
a = 0,25 b = 0,54,
Negri Belanda
a = 0,20 b = 0,48.
Tabel 2.3
Nilai Ra berdasarkan letak lintang dalam mm/hari
Ls
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
8
16.1
16.1
15.5
14.4
13.1
12.4
12.7
13.7
14.9
15.8
16
16
10
16.4
16.3
15.5
14.2
12.6
12
12.4
13.5
14.8
15.9
16.2
16.2
Sumber: Soemarto, 1987
b. Penggunaan Konsumtif
(Consumtive Use )
Penggunaan konsumtif untuk tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan
menggantikan air yang hilang akibat evapotranspirasi. penggunaan konsumtif dapat
dihitung dengan persamaan :
ETc = k x ETo
(2.49)
dengan :
ETc
= kebutuhan air tanaman (mm/hari),
K
= Koefisien tanaman,
ETo
= Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari).
Besarnya koefisien tanaman setiap jenis tanaman yang berbeda-beda yang
besarnya berubah setiap priode pertumbuhan. Lebih rinci hasil kofisien tanaman (k)
untuk masing-masing jenis tanaman, dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4
Koefisien Tanaman
Periode
tengah
Bulanan
Padi
Palawija
Varietas
Biasa
Varietas
Unggul
Kedelai
Kacang
Tanah
Jagung
1
1,10
1,10
0,50
0,50
0.5
2
1,10
1,10
0,75
0,51
0.59
3
1,05
1,10
1,00
0,66
0.96
4
1,05
1,10
1,00
0,85
1.05
5
0,95
1,00
0,82
0,95
1.02
6
0,00
1,00
0,45
0,95
0.95
7
-
-
-
0,95
-8
-
-
-
0,55
-9
-
-
-
0,55
c. Infiltrasi Dan Perkolasi
Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan tanah ke dalam
tanah (daerah tidak jenuh), sedangkan perkolasi adalah masuknya air dari daerah
tidak jenuh ke dalam daerah jenuh, pada proses ini air tidak dimanfaatkan oleh
tanaman. Harga ketetapan untuk perkolasi yang besarnya sangat bergantung pada
tekstur dan kemiringan tanah, biasanya diambil 1-3 mm/hari. Untuk tujuan
perencanaan, tingkat perkolasi standar 2,0 mm/hari, dipakai untuk mengestimasi
kebutuhan air pada daerah produksi padi (KP-01, 1986).
d. Penggantian Lapisan Air
Saat memproduksi padi, untuk melakukan pemupukan dan penyiangan
dilakukan praktek penurunan muka air sawah, sehingga lapisan air harus diganti.
Penggantian lapisan genangan air dapat dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50
mm (3,30 mm/hari) selama setengah bulan, selama sebulan dan dua bulan setelah
pemindahan
(transpalantasi)
. Kebutuhan ini tidak berlaku untuk tanaman palawija
(KP-01, 1986).
e. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah
(puddling)
bisa diambil 200
mm. ini meliputi penjenuhan
(peresaturation)
dan penggenangan sawah, pada awal
transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi. Angka 200 mm tersebut
mengandaikan bahwa tanah tersebut bertekstur berat, cocok digenangi dan bahwa
lahan itu belum bera (tidak ditanami) selama lebih dari 2,5 bulan. Jika tanah itu
dibiarkan bera lebih lama lagi, ambilah tinggi genangan air 250 mm sebagai
kebutuhan untuk penyiapan lahan. (Anonim,1986).
Kebutuhan air selama penyiapan lahan digunakan metode yang dikembangkan
oleh Van de Goor dan Ziljstra (1986). MEtode tersebut didasarkan pada laju air
konstan dalam liter/detik selama periode penyiapan lahan. Adapun persamaannya
1
IR
= kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari),
M
= kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporosi dan
perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari),
E
o= evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hari),
P
= perkolasi,
K
= koefisien tanaman,
T
= jangka waktu penyiapan lahan (hari),
S
= kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
mm, yakni 200 + 50 = 250 mm.
Secara keseluruhan, kebutuhan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
dengan harga ketetapan sebesar 250 mm perbulan atau sebesar 8,33 mm/hari.
f.
Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air (
water requirement)
untuk tanaman dapat di hitung menurut
waktu penanaman dan jenis tanaman. Pola tanam yang direncanakan adalah
palawija-palawija-bero, dan palawija-palawija-palawija. Besarnya kebutuhan air
disawah dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Anonim,1986) :
64
Reff
= hujan efektif (mm/hari),
8,64
= faktor konversi dari mm/hari ke ltr/dt/ha.
g. Efisiensi irigasi
Efisiensi merupakan persentase perbandingan antara jumlah air yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang dikeluarkan dari
pintu pengambilan. Agar air yang sampai pada tanaman tepat jumlahnya seperti yang
direncanakan, maka air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan harus lebih besar
dari kebutuhan.
Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi :
a. Kehilangan ditingkat tersier, meliputi kehilangan air di saluran sekunder,
b. Kehilangan ditingkat sekunder, meliputi kehilangan air ditingkat sekunder,
c. Kehilangan ditingkat primer, meliputi kehilangan air ditingkat primer.
Besarnya efisiensi irigasi dapat ditentukan pada Tabel 2.5 sebagai berikut :
Tabel 2.5
Nilai Efisiensi Irigasi
Lokasi
Efisiensi irigasi (%)
Tingkat tersier
80
Tingkat sekunder
90
Tingkat primer
90
Total
65
Sumber : KP-01, 1986
Mengacu pada Direktorat Jendral Pengairan (1986) maka efisiensi irigasi
secara keseluruhan diambil 90% dan tingkat tersier 80%. Angka efisiensi irigasi
keseluruhan tersebut dihitung dengan cara mengkonversi efisiensi di masing-masing
Secara matematis kebutuhan air irigasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk tanaman padi
I =
(2.55)
2. Untuk tanaman palawija
I=
(2.56)
dengan:
I
= kebutuhan air irigasi total terhitung di bangunan utama (mm/hari),
ETc
= kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
W
= genangan air di petak tanaman/sawah (mm/hari),
G
= penggantian genangan air/kebutuhan persemaian (mm/hari),
P
= perkolasi (mm/hari),
Eo
= evaporasi air terbuka (mm/hari),
Reff
= curah hujan efektif (mm/hari).
Persamaan tambahan untuk menyelesaikan persamaan diatas adalah sebagai
berikut:
Kebutuhan lahan (netto) = Total kebutuhan air tanaman – Reff
(2.57)
Kebutuhan lahan
=
/,
(2.58)
Kebutuhan saluran
=
/ /( , )