• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI REMAJA DAN DEWASA AWAL TERHADAP HOMOSEKSUALITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI REMAJA DAN DEWASA AWAL TERHADAP HOMOSEKSUALITAS"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERSEPSI REMAJA DAN DEWASA AWAL TERHADAP

HOMOSEKSUALITAS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Listia Janwari Singarimbun

079114111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

Motto

When I was just a child in school,

I asked my teacher, "What will I try?

Should I paint pictures"

Should I sing songs?"

This was her wise reply:

"

Que sera, sera,

Whatever will be, will be;

The future's not ours to see.

Que sera, sera,

What will be, will be."

(QUE SERA SERA)

(5)

v

PERSEMBAHAN

Semua hasil kerja kerja keras ini aku persembahkan kepada :

Allah Bapa

&

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Juli 2014

Penulis,

(7)

vii

PERSEPSI REMAJA DAN DEWASA AWAL TERHADAP

HOMOSEKSUALITAS

Listia Janwari Singarimbun

ABSTRAK

Homoseksualitas merupakan sebuah isu yang sensitif di Indonesia bahkan

di masa ini. Dengan dikeluarkannya homoseksualitas dari kategori penyimpangan

oleh WHO tidak lantas membuat masyarakat dunia menerimanya dengan baik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pemahaman

remaja dan dewasa awal mengenai homoseksualitas. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan metode

Grounded Theory

dan menggunakan FGD

sebagai instrumen pengumpulan data. Partisipan penelitian dipilih menggunakan

teknik

snowball sampling,

dan terbagi atas empat kelompok berdasarkan

kelompok usia dan jenis kelamin. Pandangan terhadap homoseksualitas ini dilatar

belakangi oleh faktor pembentuk persepsi seperti pendidikan, faktor agama, dan

tingkat prestasi kaum homoseksual.

(8)

viii

PERCEPTION OF HOMOSEXUALITY AMONG ADOLESCENTS AND

YOUNG ADULTS

Listia Janwari Singarimbun

ABSTRACT

Homosexuality is a sensitive issue in Indonesia nowadays. By removing

Homosexuality from deviation category by WHO didn’t mean that society accept

that fact with proper attitude. This study is aimed to know how substantial the

view of homosexuality from adolescents and young adults perception. This study

is using qualitative method with Grounded Theory method and

Focus Group

Discussion

as its data solication instrument. The participants are choosed by

using

snowball sampling

technique which divided into four categories based on

age and sex. The view of homosexuality is affected by things that affect

perception making such as education, religion, and the accomplishment of

homosexual people.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama

: Listia Janwari Singarimbun

Nomor Mahasiswa

: 079114111

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Persepsi Remaja dan Dewasa Awal Terhadap Homoseksualitas

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 23 Juli 2014

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa hingga akhirnya penulisan skripsi

yang berjudul “PERSEPSI REMAJA DAN DEWASA AWAL TERHADAP

HOMOSEKSUALITAS” dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik melalui bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karenanya, izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Dr. T. Priyo

Widyanto, M. Si.

2.

Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Ibu

Ratri Sunar Astuti, M.Si.

3.

Dosen pembimbing akademik tahun angkatan 2007, Bapak V. Didik Suryo

Hartoko, M.Si. Terimakasih atas bimbingannya terhadap kami

mahasiswa-mahasiswi angkatan 2007 yang terlambat lulus.

4.

Dosen pembimbing skripsi, Bapak C. Siswa Widyatmoko, M. Psi atas

bimbingannya selama ini, terimakasih atas kesabaran dan waktunya dalam

membimbing saya.

5.

Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M. Si., Bapak Drs. H. Wahyudi dan

(11)

xi

6.

Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas ilmu yang

telah diberikan kepada saya.

7.

Karyawan dan staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Mas Gandung, mas Mudji, mas Doni, Pak Giek, mbak Nanik,

Mbak Yoan dan yang saya tidak bisa sebutkan satu persatu.

8.

Mama tercinta Ratna Juwita Sembiring yang tidak pernah bosan memberi

semangat dan berdoa untuk kehidupan saya, kakak Lucia Julisa

Singarimbun yang selalu mendukung apapun yang saya lakukan dan untuk

abang Christian Eka Singarimbun,

despite of our quarell for all this time

you’re still my brother and i love you.

9.

Senni Umbaran,

thanks for all the love.

Untuk dukungannya, untuk

perhatiannya, untuk semua pelukan yang selalu siap meredam kemarahan

dan kekecewaan saya terhadap dunia.

10.

Special request

untuk Eka Ayu Noningtyas, S.Psi. Ini ucapan atas paksaan,

I love you beb!

11.

Teman tersayang yang selalu menemani dan menghibur saya : Flori,

Misha, Rani, Fika, Zidane, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu

(12)

xii

12.

Sahabat-sahabat sejak Sekolah Menengah Atas : Rani, Riska, Bogel,

Memey, Dika, Dea, Laje, Arie, Zefanya, Els, Putra. Terimakasih atas

kebersamaannya sejak SMA.

13.

PSYNEMA. Sasmito Adi, Amanda Ayuningtyas, Reno Barto, Eva

Emeninta, Dias Adithya, Tarradea, Bramanto, Felix Rorong, Sukma

Wandansari, Laurensia Wulan, Yohanes Chandra, Satriyo Pinandito, Krist

Patje, Heriberta Maharestusadhya, Ristina Sinurat, Galuh Sekardhita dan

semua yang tidak dapat disebut baik dari generasi lama maupun baru. Mari

selesaikan Si Cepat! Secepatnya.

14.

Para pejuang 07 yang selalu memberikan dukungan, dan candaan baik

yang menghibur maupun yang tidak.

15.

Teman-teman bimbingan skripsi : Lana, Dita, Novi, Baskoro, dan yang

lainnya.

16.

Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih

banyak atas doa dan dukungannya selama ini.

Yogyakarta, 19 Juli 2014

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

...

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

...

ii

HALAMAN PENGESAHAN

...

iii

MOTTO

... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

...

vi

ABSTRAK

...

vii

ABSTRACT

... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

...

ix

KATA PENGANTAR

... x

DAFTAR ISI

... xiii

BAB I. PENDAHULUAN

...

1

A. Latar Belakang ...

1

B. Rumusan Masalah ...

4

C. Tujuan Penelitian ...

5

D. Manfaat Penelitian ...

5

BAB II. DASAR TEORI

...

6

A. Homoseksualitas ...

6

1. Definisi Homoseksualitas ...

6

2. Faktor yang mempengaruhi pandangan terhadap homoseksualitas

8

(14)

xiv

1. Definisi Remaja ...

9

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 10

3. Penyesuaian Diri yang Harus Dilakukan Remaja ... 13

C. Dewasa Awal ...

15

1. Definisi Dewasa Awal ... 15

2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal ... 16

3. Perkembangan Moral Pada Dewasa Awal ... 16

D. Persepsi ... 17

1. Definisi Persepsi ... 17

2. Hal-hal yang Menyebabkan Perbedaan Persepsi ... 18

E. Dinamika Persepsi Remaja Dewasa Awal Terhadap Homoseksualitas .. 20

BAB III. METODE PENELITIAN

... 22

A. Metode Penelitian ...

22

B. Partisipan Penelitian ...

22

1. Karakteristik Partisipan ... 22

2. Metode Pemilihan Partisipan ... 23

C. Metode Pengumpulan Data ...

23

1.Instrumen ... 23

2. Kelompok dan Jumlah Partisipan... 24

3. Komposisi dan Struktur ... 24

4. Panduan Pertanyaan ... 25

D. Prosedur Penelitian ... 26

(15)

xv

1. Parafrase ... 27

2. Open Coding ... 28

3. Axial Coding ... 28

F. Kredibilitas Penelitian ... 28

1. Member Checking ... 28

2. Triangulasi ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

...

30

A. Pelaksanaan Penelitian ...

30

B. Identitas Partisipan Penelitian ... 34

C. Deskripsi Hasil ... 35

1. Definisi Homoseksualitas ...

35

2. Sumber Informasi Homoseksualitas ...

37

3. Faktor Penyebab Homoseksualitas ...

39

4. Sikap Terhadap Homoseksualitas ... 41

5. Faktor Pembentuk Persepsi Terhadap Homoseksualitas ... 42

6. Perkembangan Homoseksualitas di Indonesia ... 44

D. Pembahasan Umum ... 45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

...

51

A. Kesimpulan ...

51

B. Kekuatan Penelitian ... 52

C. Kelemahan Penelitian ...

53

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

... 56

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Homoseksualitas merupakan sebuah isu yang sensitif bahkan di masa ini

dimana telah banyak sekali undang-undang di Negara-negara tertentu yang

mendukung dan mengizinkan pernikahan sesama jenis. Di Indonesia sendiri,

homoseksualitas masih menjadi suatu hal yang tabu dan menyimpang. Menurut

sebuah survei tentang Pembagian Global Mengenai Homoseksualitas yang

dilakukan oleh Pew Research Center di hampir 40 negara mengungkapkan bahwa

Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara yang paling tidak toleran

terhadap homoseksualitas.

Dari survei ini dikatakan Indonesia sangat menolak homoseksualitas

dengan 93% dari 1000 responden mengatakan bahwa kaum homoseksual tidak

sepantasnya diterima. Secara lebih terperinci survei ini juga mengungkapkan

bahwa penerimaan terhadap homoseksualitas dipengaruhi oleh status ekonomi dan

tingkat relijiusitas sebuah Negara. Negara yang memiliki tingkat relijiusitas tinggi

dan dengan tingkat pendapatan yang rendah cenderung tidak percaya bahwa

homoseksualitas harus diterima masyarakat, sebaliknya Negara-negara dimana

aspek agama kurang menjadi sentral dalam kehidupan warga dan memiliki status

ekonomi yang tinggi lebih dapat menerima homoseksualitas. Dalam survei ini,

(18)

2

pandangan seseorang terhadap homoseksualitas. Kaum perempuan dan dewasa

muda ditemukan lebih toleran terhadap homoseksualitas (Voaindonesia.com).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, homoseksualitas merupakan

kecenderungan untuk tertarik kepada orang lain yang sejenis (kbbi.web.id). Pada

awalnya homoseksualitas digolongkan kedalam kategori penyimpangan, hingga

pada tanggal 17 Mei 1990 World Health Organization (WHO) mengeluarkan

homoseksualitas dari golongan penyakit atau gangguan jiwa. Pada tahun 1993,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui Pedoman Penggolongan

Gangguan Jiwa (PPDGJ) III secara resmi juga mengeluarkan homoseksualitas

dari golongan penyakit atau gangguan jiwa (kompasiana.com).

Dengan dikeluarkannya homoseksualitas dari kategori penyimpangan oleh

WHO tidak lantas membuat masyarakat dunia menerimanya dengan baik. Hal ini

dikarenakan stigma negatif homoseksualitas yang melekat selama bertahun-tahun.

Pandangan negatif terhadap homoseksualitas dapat mempengaruhi kesejahteraan

hidup kaum homoseksual. Hacker (1971: 83) mengatakan bahwa kaum

homoseksual merasakan bahwasanya akar dari permasalahan mereka ada pada

sikap sosial masyarakat terhadap mereka (Bowman, 2009).

Banyaknya penelitian yang dilakukan mengenai sikap negatif publik dan

dampaknya terhadap kaum homoseksual membuktikan bahwa kaum homoseksual

lebih rentan mengalami perlakuan-perlakuan yang seringkali melukai diri dan

jiwa mereka. Kaum homoseksual memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan

heteroseksual dalam hal gangguan jiwa, penyalahgunaan obat-obatan terlarang

(19)

3

seringnya kaum homoseksual menjadi subjek prasangka, pengucilan (baik oleh

masyarakat luas maupun oleh keluarga), sasaran kebencian dan kekerasan oleh

kelompok anti-homoseksual dan terkadang memiliki rasa malu terhadap orientasi

seksualnya (King et all, 2008).

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan di berbagai belahan dunia

ditemukan bahwa kaum muda lebih memiliki tingkat toleransi yang tinggi

terhadap homoseksualitas (voaindonesia.com). Akan tetapi penelitian mengenai

homoseksualitas yang ditujukan pada kaum remaja dan dewasa muda di tiga

Negara penganut konfusianisme (Hanoi, Shanghai, Taipei) mengatakan bahwa

kebanyakan responden memiliki persepsi negatif terhadap homoseksualitas (Feng

et all, 2011).

Selain usia, tingkat relijiusitas seseorang juga dapat mempengaruhi

pandangannya terhadap homoseksualitas. Kebanyakan agama cenderung

menggolongkan perilaku yang berhubungan dengan homoseksualitas sebagai

sesuatu yang tidak alami dan tidak suci (Yip, 2005). Ketakutan akan hukuman

terhadap individu ataupun lingkungan sosial yang terkait dengan homoseksualitas

mendorong kelompok masyarakat dengan tingkat relijiusitas yang lebih tinggi

untuk mendukung sikap anti-homoseksual dan kebijakan-kebijakan yang intoleran

terhadap homoseksualitas (Wilcox, 1996; Regnerus and Smith, 1998). Pendidikan

juga dapat menghasilkan toleransi terhadap Homoseksualitas, pendidikan dapat

merangsang pemikiran kognitif dan penalaran yang lebih kompleks yang pada

akhirnya dapat menghasilkan individu untuk mengevaluasi berbagai ide baru

(20)

4

Berdasarkan survei Pembagian Global Mengenai Homoseksualitas yang

dilakukan oleh Pew Research Center di kurang lebih 40 negara dan penelitian

mengenai persepsi remaja dan dewasa awal di tiga Negara Asia penganut

konfusianisme (Feng, Lou, Gao, dkk, 2011) yang saling kontradiktif, maka

penelitian lebih lanjut mengenai hal ini dirasakan perlu untuk dilakukan. Selain

itu, Feng, Lou, Gao, dkk (2011) juga mengungkapkan pentingnya melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai persepsi remaja dan dewasa awal dengan

prediktor-prediktor yang lebih komperehensif yang dapat mengungkapkan

perbedaan sikap terhadap kaum pria gay dan lesbian. Adamczyk dan Pitt (2009)

dalam penelitiannya Shaping Attitudes about Homosexuality : The Role of

Religion and Cultural Context menyarankan untuk meneliti tentang perbandingan

sikap kelompok muslim dan kelompok protestan terhadap homoseksual.

Selain untuk menemukan hal-hal tersebut diatas, penting juga untuk

mengetahui pemahaman remaja dan dewasa awal terhadap homoseksualitas. Hal

ini terkait dengan sikap mereka terhadap kaum homoseksual yang rentan dengan

penolakan dikarenakan stigma yang selama ini melekat. Hal ini dikemudian hari

diharapkan dapat mengurangi stigmatisasi negatif tersebut (Feng et all, 2011).

B.

Rumusan Masalah

Masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah :

Bagaimanakah pendapat remaja dan dewasa awal dalam memandang

homoseksualitas serta bagaimana pendapat remaja dan dewasa awal mengenai

(21)

5

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui pendapat remaja dan dewasa awal mengenai pandangan

mereka terhadap homoseksualitas dan perkembangannya di Indonesia

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah literatur mengenai

homoseksualitas dan dapat memberi sumbangsih dalam ilmu psikologi, khususnya

psikologi sosial. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

persepsi remaja dan dewasa awal terhadap homoseksualitas.

2.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pandangan

yang melekat pada diri kaum homoseksual. Penelitian ini juga diharapkan dapat

menambah kesadaran masyarakat umum khususnya remaja dan dewasa awal

terhadap homoseksualitas guna mengurangi stigma negatif yang dapat menjadi

faktor protektif kaum homoseksual dari tindakan-tindakan yang dapat melukai diri

dan jiwa mereka. Bagi professional helper dan lembaga-lembaga sosial

masyarakat yang bergerak di bidang homoseksualitas diharapkan penelitian ini

(22)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

HOMOSEKSUALITAS

1.

Definisi Homoseksualitas

Menurut Havelock Ellis dalam buku Psychology of Sex yang ia tulis dan

diterbitkan pada tahun 1938 dipaparkan bahwa Homoseksualitas adalah dorongan

seksual yang dirasakan oleh suatu objek kepada objek lain yang seharusnya

berada diluar atmosfir hasrat seksual.

Badan WHO (World Health Organization) pada tahun 1993 menyatakan bahwa

Homoseksualitas adalah hasrat atau perilaku seksual yang mengarah kepada

seseorang (-atau lebih) dari kelompok jenis kelamin yang sama.

Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau

perilaku

antara

individu

berjenis

kelamin

atau

gender

yang

sama

(http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas)

Didalam lingkup studi Biologi, Homoseksualitas dijelaskan bahwasanya

jenis kelamin adalah sesuatu yang dapat berubah. Hal ini memungkinkan karena

setiap makhluk hidup mempunyai kromosom XX atau XY yang mempunyai

kecendrungan untuk meniru. Kromosom yang menghasilkan jenis kelamin

laki-laki dapat meniru kromosom yang menghasilkan jenis kelamin perempuan

didalam tahap perkembangannya. Hal ini amat sering ditemui pada hewan-hewan

(23)

7

ditempatkan di tempat yang sama selama beberapa waktu maka akan timbul

kecenderun

gan untuk “meniru”

(Havelock Ellis, 1938).

Teori tentang homoseksual yang berkembang saat ini pada dasarnya dapat

dibagi menjadi dua golongan: esensialis dan konstruksionis. Esensialisme

berpendapat bahwa homoseksual berbeda dengan heteroseksual sejak lahir, hasil

dari proses biologi dan perkembangan. Teori ini menyiratkan bahwa

homoseksualitas merupakan abnormalitas perkembangan, yang membawa

perdebatan bahwa homoseksualitas merupakan sebuah penyakit. Sebaliknya,

konstruksionis berpendapat bahwa homoseksualitas adalah sebuah peran sosial

yang telah berkembang secara berbeda dalam budaya dan waktu yang berbeda,

dan oleh karenanya tidak ada perbedaan antara homoseksual dan heteroseksual

secara lahiriah (Carroll, 2005 dalam psychologymania.com).

Freud didalam teori perkembangan miliknya menyatakan bahwa semua

orang dilahirkan dengan sifat biseksual (Freud 1930: 105-106). Teori ini sedikit

banyak serupa dengan teori dari ranah ilmu Biologi.

Didalam perbincangan tentang Homoseksualitas; istilah-istilah seperti Gay,

Lesbian, dan Biseksual seringkali kita temui. Istilah-istilah ini yang kemudian

menjadi identitas seseorang yang memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama

jenis. Dari berbagai sumber bacaan dan literatur dapat disimpulkan makna dari

ketiga istilah tersebut :

Identitas Gay : Pria yang mempunyai ketertarikan seksual terhadap pria

(24)

8

Identitas Lesbian : Wanita yang mempunyai ketertarikan seksual terhadap

wanita lain dan tidak memiliki dorongan seksual terhadap lawan jenisnya.

Identitas Biseksual : Pria/Wanita yang memiliki ketertarikan seksual baik

terhadap pria maupun wanita.

Dari berbagai uraian diatas mengenai definisi Homoseksualitas, dapat

disimpulkan bahwa Homoseksualitas merupakan suatu kondisi dimana seseorang

mempunyai hasrat dan dorongan seksual terhadap orang lain dari jenis kelamin

yang sama.

2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

pandangan seseorang terhadap

Homoseksualitas diantaranya adalah :

a.

Usia

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia remaja cenderung mempunyai

pandangan negative terhadap homoseksualitas, didalam hasil penelitian lain

dinyatakan bahwa usia berkorelasi secara positif terhadap pandangan seseorang

mengenai homoseksualitas (Adamczyk dan Pitt, 2009).

b.

Pendidikan

Didalam jurnal berjudul Explaining Educational Influences on Attitudes Toward

Homosexual Relations (Ohlander, Batalova, dan Treas, 2005) dinyatakan bahwa

pendidikan dapat mendorong toleransi terhadap kaum homoseksual dengan

mengajarkan non-komformitas. Menurut hasil sebuah penelitian dengan subjek

(25)

9

pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki sikap positif terhadap

homoseksualitas (Feng et all, 2011).

c.

Tingkat Relijiusitas

Kebanyakan agama cenderung mengkategorisasikan perilaku yang berkaitan

dengan homoseksualitas sebagai sesuatu yang “tidak alamiah”, “tidak beriman”,

dan “tidak suci” (Yip, 2005). Penelitian dalam konteks relijius (Adamczyk &

Felson, 2006; Moore & Vanneman, 2003) mengemukakan bahwa bahkan

orang-orang yang tidak relijius secara pribadi dapat terpengaruh oleh budaya relijius di

lingkungan tempat tinggal mereka. Adanya hukuman-hukuman berat, termasuk

hukuman mati bagi orang-orang yang bersalah karena tindakan homoseksual di

berbagai Negara Muslim menunjukkan bahwa kebijakan agama di Negara-negara

tersebut

secara

khusus

menginterpretasikan

perintah

agama

dengan

mengharamkan homoseksualitas (Helie, 2004).

d.

Pernah melakukan kontak sosial dengan seorang homoseksual

Penelitian mengenai persepsi terhadap kaum homoseksual yang dilakukan

oleh Adamczyk dan Pitt menunjukkan bahwa memiliki teman atau keluarga

dengan orientasi homoseksual atau pernah melakukan kontak dengan kaum

homoseksual berkorelasi positif dengan sikap positif terhadap homoseksualitas

(Adamczyk & Pitt, 2009).

Hasil yang serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan terhadap

para perawat di Taiwan selatan yang mengemukakan bahwa perawat yang pernah

melakukan kontak sosial dengan pasien homoseksual cenderung mempunyai

(26)

10

B.

REMAJA

1.

Definisi Remaja

Menurut Dra.Ny.Melly Sri Sulastri Rifai (1984, h.1) remaja adalah

pemuda pemudi yang berada pada masa perkembangan yang disebut masa

“adolesensi” (masa remaja masa men

uju kedewasaan). Beliau juga mengatakan

bahwa masa remaja merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia,

dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi juga belum

dapat disebut sebagai orang dewasa. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa masa

adolesensi disebut pula sebagai masa “psychological learning” dan “social

learning”, hal ini berarti bahwa dalam masa ini remaja sedang mengalami

pematangan fisik dan pematangan sosial secara bersamaan.

Hurlock (1980), dalam bukunya menjelaskan bahwa remaja berasal dari

kata Latin adolescere (kata benda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Hurlock kemudian menyatakan bahwa

awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas

atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau

tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun.

Dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang

tidak lagi dianggap sebagai kanak-kanak namun belum dianggap sebagai orang

dewasa. Secara keseluruhan masa remaja berlangsung dari usia tiga belas tahun

(27)

11

2.

Ciri-ciri masa remaja

Didalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan, Hurlock (1980)

mengatakan bahwa masa remaja mempunyai cirri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut

dijabarkan sebagai berikut :

a.

Masa Remaja sebagai Periode yang Penting

Dalam masa kehidupan ada beberapa periode perkembangan yang lebih

penting dari beberapa periode lainnya karena akibatnya yang langsung terhadap

sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka

panjangnya. Dalam periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka

panjang tetap penting.

b.

Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Pada masa peralihan, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan

orang dewasa. Ostterieth mengemukakan pendapat, dan dikutip oleh Hurlock

(1980) bahwa struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan

banyak ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja sudah ada

pada masa akhir kanak-

kanak”.

c.

Masa Remaja sebagai Periode Perubahan

Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal dalam

menandai periode perubahan ini. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya

bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua,

perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk

(28)

12

pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada

masa kanak-kanak dianggap tidak penting lagi ketika hampir dewasa. Keempat,

sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka

menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung

jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi

tanggung jawab tersebut.

d.

Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah

Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh

anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan dibalik hal tersebut.

Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan

oleh orang tua dan guru-guru. Kedua, para remaja merasa diri mandiri sehingga

mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan

guru-guru.

e.

Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok

yang penting dilakukan oleh kanak-kanak masih tetap penting bagi anak laki-laki

dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak

puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal seperti

sebelumnya.

f.

Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak

rapih, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan

(29)

13

takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja

yang normal.

g.

Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistis

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah

jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan

dan bukan sebagaimana adanya. Remaja yang lebih besar memandang diri sendiri,

keluarga, teman-teman dan kehidupan pada umumnya secara lebih realistik.

Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya baik anak laki-laki maupun

perempuan sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan bahwa mereka harus

melepaskan kehidupan mereka yang bebas bila telah mencapai status orang

dewasa.

h.

Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi

gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan

bahwa mereka sudah hampir dewasa.

3.

Penyesuaian Diri yang Harus Dilakukan Remaja

Menurut Dr. Sarlito Sarwono dalam bukunya Psikologi Remaja

menyebutkan adanya enam penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh remaja,

yaitu :

a.

Menerima

dan

mengintegrasikan

pertumbuhan

badannya

dalam

(30)

14

b.

Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekuat dalam kebudayaan

dimana ia berada.

c.

Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan

kemampuan untuk menghadapi kehidupan.

d.

Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat.

e.

Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai yang

sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan.

f.

Memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dan dalam

kaitannya dengan lingkungan (Carballo, dalam Sarwono, 1994).

Remaja cenderung bertindak sesuai dengan norma sosial yang berkembang

di masyarakat sekitarnya, ini dipengaruhi oleh tahapan perkembangan kognitif

pada remaja yang memasuki masa Formal-Operasional menurut Piaget yakni

remaja sudah dapat berpikir secara sistematik terhadap hal-hal yang abstrak

(Sarwono, 1994).

Dalam kaitannya mengenai pandangan remaja terhadap homoseksualitas

dapat disimpulkan bahwa remaja cenderung memandang sebuah fenomena dari

kacamata norma yang berlaku dalam masyarakat, hal ini sebagai hasil dari

penyesuaian diri remaja dengan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan

(31)

15

C.

DEWASA AWAL

1.

Definisi Dewasa Awal

Menurut Hurlock (1980), orang dewasa adalah individu yang telah

menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat

bersama orang dewasa lainnya. Setiap kebudayaan membuat pembedaan usia

kapan seseorang dianggap mencapai status dewasa secara resmi. Secara universal

masa dewasa dini dimulai pada umur delapan belas tahun sampai kira-kira umur

empat puluh tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai

berkurangnya kemampuan reproduktif. Akan tetapi, sebagaimana ditekankan oleh

Gould, “usia yang tepat saat perubahan

-perubahan itu terjadi adalah produk dari

kepribadian gaya hidup dan sub-

budaya total seorang individu”.

Didalam bukunya, Santrock (2002) menjelaskan secara singkat mengenai

masa muda (youth) yang merupakan istilah dari ahli sosiologi Kenneth Kenniston

untuk periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa

perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara. Lebih lanjut Santrock

menyebutkan tentang dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa

muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan

kemandirian dalam membuat keputusan.

Dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal adalah masa dimana individu

mulai memasuki masa dewasa dimana pada masa ini perubahan-perubahan fisik

(32)

16

2.

Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal

Hurlock menguraikan secara ringkas mengenai tugas-tugas perkembangan

yang dilalui oleh individu yang berada pada masa dewasa awal :

a.

Mewujudkan harapan-harapan masyarakat kepada dirinya.

b.

Mendapatkan suatu pekerjaan.

c.

Memilih seorang teman hidup.

d.

Belajar hidup bersama dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga.

e.

Membesarkan anak-anak.

f.

Mengelola sebuah rumah tangga.

g.

Menerima tanggung jawab sebagai warga negara.

h.

Bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.

3.

Perkembangan Moral Pada Dewasa Awal

Menurut Kohlberg, moral dipelajari dan mengikuti tahap-tahap

perkembangan sebagai berikut (Sarwono, 1994) :

a.

Tahap Pra-Konvensional (anak-anak)

b.

Tahap Konvensional (remaja)

c.

Tahap Pra-Konvensional (dewasa)

Pada tahapan Pra-Konvensional pada dewasa, Kohlberg menjelaskan

bahwa tolak ukur perkembangan moral pada usia dewasa lebih bersifat umum dan

luas. Ada dua sub-tahap ini :

(33)

17

Pada tahap ini orang sudah memahami bahwa moral adalah untuk menjaga

tatanan masyarakat agar tidak ada orang/pihak yang dirugikan untuk kesenangan

orang/pihak lain atau dikorbankan untuk kegembiraan orang/pihak lain atau

dikekang untuk kebebasan orang lain. Pada tahapan ini orang masih bisa

berpendapat bahwa ia tidak perlu melakukan tingkah laku moral tertentu terhadap

seseorang, padahal tingkah laku tersebut dilakukannya terhadap orang lain. Dalam

kaitannya dengan homoseksualitas, seseorang bisa saja memiliki pandangan yang

negatif terhadap homoseksualitas namun tetap bersikap baik terhadap orang lain

yang berorientasi homoseksual.

c.ii. Orientasi Prinsip : Etika Universal (Universal Etical Principles

Orientation)

Pada tahapan ini, seseorang tidak lagi terpengaruh oleh suatu kondisi dan situasi

yang kongkrit dan bersifat sesaat. Dimana pun ia berada akan tetap berpegang

pada prinsip-prinsip yang diyakininya (Kohlberg, dalam Sarwono, 1994).

Seseorang yang meyakini bahwa homoseksualitas adalah sesuatu yang positif dan

bukan merupakan gangguan seksual akan berpegang pada pandangannya

sekalipun ia berada di lingkungan masyarakat yang menolak homoseksualitas.

D.

PERSEPSI

1.

Definisi Persepsi

Persepsi merupakan proses yang ter-integrasi dalam diri individu terhadap

stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, 1996). Dengan demikian dapat

(34)

18

terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan

merupakan respon yang ter-integrasi dalam diri individu.

Karena persepsi merupakan aktivitas yang ter-integrasi dalam diri

individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi.

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena

perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu tidak sama,

maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda

antara individu satu dengan individu lain. Hal ini bersifat individual (Davidoff,

1981; Rogers, 1965).

2.

Hal-hal yang Menyebabkan Perbedaan Persepsi Antar Individu

Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Psikologi Umum, Dr. Sarlito

Sarwono (2009) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan

persepsi antar individu :

a.

Perhatian

Dari ribuan rangsangan yang tertangkap oleh indera kita setiap saat, tidak

kesemuanya dapat diserap dan diproses oleh kita. Karena keterbatasan daya serap

dari persepsi kita, maka kita terpaksa hanya dapat memusatkan perhatian pada

satu atau dua objek saja.

b.Set

Set

(mental set)

adalah kesiapan mental seseorang untuk menghadapi suatu

rangsangan tertentu yang akan timbul dengan cara tertentu. Misalnya seorang

(35)

19

memandang homoseksualitas sebagai sesuatu yang normal. Hal ini dikarenakan

banyaknya interaksi yang dimiliki oleh konselor tersebut menjadi sebuah mental

set yang tidak dimiliki oleh seseorang yang tidak memiliki pengalaman

berinteraksi dengan kaum homoseksual.

c.

Kebutuhan

Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang, akan

mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan

yang berbeda akan menyebabkan perbedaan persepsi.

d.

Sistem Nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap

persepsi.

e.

Tipe Kepribadian

Tipe kepribadian juga akan mempengaruhi persepsi. Misalnya, seorang

introvert dengan seorang yang ekstrovert akan mempersepsikan homoseksualitas

dengan berbeda. Seorang dengan kepribadian tertutup cenderung akan

memandang homoseksualitas sebagai sesuatu yang negatif, sementara orang

dengan kepribadian yang terbuka lebih memandang homoseksualitas sebagai

sesuatu yang wajar dan biasa.

f.

Gangguan Kejiwaan

Penyandang gejala halusinasi visual cenderung seakan-akan melihat sesuatu,

sementara penyandang gejala halusinasi auditif seakan-akan mendengar sesuatu

yang diyakininya sebagai realita. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan persepsi

(36)

20

E.

Dinamika Persepsi Remaja dan Dewasa Awal Terhadap Homoseksualitas

Homoseksualitas belakangan ini menjadi sebuah topik penelitian yang

cukup menarik, hal ini ditandai dengan maraknya penelitian mengenai

homoseksualitas yang dilakukan di berbagai belahan dunia. Homoseksualitas dan

kaitannya dengan persepsi remaja dan dewasa awal sendiri sebenarnya bukan hal

yang baru. Penelitian mengenai persepsi terhadap homoseksualitas sendiri penting

dilakukan pada kalangan remaja dan dewasa awal. Hal ini dikarenakan menurut

penelitian sebelumnya faktor usia berkorelasi secara positif terhadap pandangan

seseorang mengenai homoseksualitas sedangkan pada penelitian lain ditemukan

bahwa usia remaja cenderung memandang homoseksualitas sebagai sesuatu yang

negatif (Adamczyk dan Pitt, 2009).

Pandangan negatif terhadap homoseksualitas cenderung mengarah ke

tindakan diskriminatif kepada kaum homoseksual yang mana pada tahun 1973

homoseksualitas dihilangkan dari daftar Diagnostic and Statistical Manual of

Mental

Disorders

(http://www.psychologymania.com/2012/08/penyebab-homoseksual.html diakses pada 20 Februari 2014). Terlebih dari survey yang

dilakukan di beberapa negara ditemukan bahwa Indonesia merupakan salah satu

dari negara-negara yang paling tidak toleran terhadap homoseksualitas.

Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya ditemukan bahwa

kaum remaja dan dewasa awal sangat berperan dalam merubah stigmatisasi

terhadap homoseksualitas yang telah lama melekat di masyarakat. Hal ini

menjadikan penelitian mengenai persepsi remaja dan dewasa awal terhadap

(37)

21

Dari penelitian-penelitian yang telah ada mengenai persepsi terhadap

homoseksualitas, metode pengumpulan data yang banyak dilakukan adalah

dengan survey dan pembahasan secara kuantitatif. Oleh karena itu, pada penelitian

ini, peneliti akan meneliti persepsi remaja dan dewasa awal terhadap

homoseksualitas menggunakan metode pengumpulan data

Focus Group

Discussion.

Focus Group Discussion

(FGD) adalah sebuah cara pengumpulan

data yang melibatkan sejumlah kecil orang untuk berpartisipasi didalam sebuah

diskusi kelompok yang membahas suatu fenomena tertentu (Smith, 2008).

Metode pengumpulan data ini dipilih karena FGD dianggap cocok untuk

meneliti mengenai homoseksualitas yang merupakan topik sensitif di kalangan

remaja dan dewasa awal. Diharapkan dengan menggunakan metode ini partisipan

dapat lebih terbuka untuk menyampaikan pendapat mengenai homoseksualitas

(38)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

Grounded Theory. Dalam metode ini, peneliti tidak memulai penyelidikan dengan

suatu teori tertentu lalu membuktikannya, namun dengan suatu bidang kajian dan

hal-hal yang terkait dengan bidang tersebut (Strauss & Corbin, 2003). Grounded

theory merupakan sebuah metode yang terdiri dari pedoman sistematis untuk

mengumpulkan, men-sintesis, menganalisis, dan mengkonseptualisasikan data

kualitatif menjadi sebuah teori (Charmaz, 2001). Temuan dari penelitian

Grounded theory merupakan rumusan teori tentang realitas yang diteliti, bukan

sekedar sederet angka atau sejumlah tema yang kurang berkaitan (Strauss &

Corbin, 2003). Oleh karena itu didalam metode ini peneliti berangkat dari

mengumpulkan data-data mengenai suatu fenomena tertentu yang terjadi di

lapangan, dan mengumpulkan partisipan yang terlibat secara langsung dengan

fenomena ini.

B.

Partisipan Penelitian

1.

Karakteristik Partisipan

Partisipan penelitian terdiri dari dua kelompok usia yakni remaja dan

(39)

23

jenis kelamin. Pada kelompok usia remaja 13-17 tahun dan pada kelompok usia

dewasa awal 18-25 tahun. Lebih spesifik penelitian ini diikuti oleh remaja dari

tingkat pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Hal ini dikarenakan

peneliti merasa usia remaja dari tingkat pendidikan SMA (Sekolah Menengah

Awal) tidak jauh berbeda dengan kelompok usia dewasa awal sehingga

dikhawatirkan tidak banyak ditemukan perbedaan/variasi dalam pola pikir

mengenai topik penelitian. Pemilihan ini didasarkan dari penelitian-penelitian

sebelumnya yang saling kontradiktif mengenai persepsi remaja dan dewasa awal

terhadap homoseksualitas.

2.

Metode Pemilihan Partisipan

Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah

Snowball Sampling.

Dalam teknik ini peneliti meminta seorang partisipan untuk

membantu peneliti mengidentifikasi orang lain yang potensial untuk menjadi

partisipan dalam penelitian tersebut (oregonstate.edu).

C.

Metode Pengumpulan Data

1.

Instrumen

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan FGD sebagai instrumen

pengumpulan data.

Focus Group Discussion

(FGD) adalah sebuah cara

pengumpulan data yang melibatkan sejumlah kecil orang untuk berpartisipasi

didalam sebuah diskusi kelompok yang membahas suatu fenomena tertentu

(Smith, 2008). Didalam FGD, peneliti berperan sebagai moderator yang

(40)

24

dengan partisipan lain. Interaksi yang terjadi diantara partisipan merupakan

sebuah fitur khusus yang membedakan FGD dari wawancara individual (Morgan,

1997).

2.

Kelompok dan Jumlah Partisipan

Rancangan penelitian yang dibuat oleh peneliti yaitu peneliti akan

membentuk 4 kelompok FGD yang berisi sekitar 6-8 orang partisipan sehingga

total partisipan berkisar antara 24-32 orang. Peneliti merasa topik yang menjadi

bahasan dalam FGD cukup kontroversial di masa sekarang, dan peneliti berharap

dapat mendengarkan cerita yang mndetil dari partisipan sehingga diharapkan

waktu yang dialokasikan untuk tiap tiap FGD dapat digunakan dengan baik dan

efektif.

3.

Komposisi dan Struktur

Partisipan akan dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 2 kelompok

usia remaja dan 2 kelompok usia dewasa awal. Tiap kelompok juga akan dipisah

berdasarkan jenis kelamin, hal ini dilakukan agar FGD dapat berlangsung dengan

baik dan tidak canggung. Tiap kelompok akan dipandu oleh peneliti yang bertugas

menjadi moderator dan seorang notulen dengan jenis kelamin yang sama.

Moderator telah terlatih untuk dapat membawakan set pertanyaan dan

memfasilitasi diskusi dengan baik, sedangkan notulen berfungsi untuk merekam

jalannya diskusi dalam bentuk tulisan. Hal ini guna mempermudah peneliti dalam

(41)

25

4.

Panduan Pertanyaan

Dalam setiap kelompok diskusi pneliti akan membawakan set pertanyaan

yang sama dan sebisa mungkin dibawakan dengan urutan yang sama.

Tabel I

Daftar Pertanyaan FGD

Jenis Pertanyaan

Pertanyaan

Opening

Sebutkan nama dan usia anda

Apakah anda pernah mendengar istilah

Homoseksualitas?

Darimanakah pertama kali anda mendengar

istilah itu?

Kapan pertama kali mendengar istilah

tersebut?

Transition

Ketika mendengar tentang Homoseksualitas,

hal apakah yang terlintas di pikiran anda?

Key

Sekarang tuliskan dalam selembar kertas

dihadapan anda, buatlah daftar hal-hal apa

saja yang menurut anda terkait dengan

Homoseksualitas sepengetahuan anda

Ceritakan bagaimana pendapat anda

mengenai kaum Homoseksual?

Apa yang mendasari pendapat tersebut?

Apa yang melatar belakangi/mempengaruhi

Seseorang berorientasi Homoseksual?

Menurut anda bagaimana perkembangan

(42)

26

Apakah menurut anda sikap masyarakat

Indonesia menyikapi isu ini sudah tepat?

Apakah anda pernah mengenal seseorang

dengan orientasi Homoseksual?

Ending

Merangkum dan membacakan rangkuman

untuk kemudian ditanyakan kepada

partisipan : Apakah rangkuman ini sudah

tepat? Adakah hal-hal lain yangterlewatkan?

Perubahan urutan pertanyaan dapat terjadi menyesuaikan dengan

dinamika kelompok. Setiap FG diestimasikan memerlukn waktu selama 60-90

menit. Percakapan didalam tiap diskusi akan direkam menggunakan alat perekam

dan dicatat oleh notulis.

D.

Prosedur Penelitian

1.

Peneliti mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria.

2.

Saat peneliti menemukan calon partisipan yang sesuai, peneliti akan

menjelaskan mengenai prosedur penelitian yang meliputi : tujuan

penelitian, bentuk penelitian, dan kebebasan mengemukakan

pendapat.

3.

Ketika partisipan setuju, peneliti akan menanyakan apakah ada

(43)

27

4.

Bila partisipan telah terkumpul sebanyak 5-8 orang, peneliti

memberikan pemberitahuan lebih lanjut mengenai waktu dan lokasi

penelitian melalui

Informed Consent

beserta dengan lembar

persetujuan mengikuti penelitian yang nantinya akan ditanda tangani

oleh partisipan.

5.

Pada hari yang telah ditentukan, penelitian akan dilakukan dengan

jumlah partisipan berkisar diantara 5-8 orang dan ditemani oleh

seorang moderator yang akan memimpin jalannya FG. Moderator

hanya memfasilitasi diskusi yang terjadi diantara para partisipan dan

tidak akan ikut berpendapat atau ikut berdiskusi.

6.

Estimasi waktu diskusi adalah sekitar 60-90 menit dan akan direkam

oleh alat perekam suara.

7.

Setelah FG selesai dilakukan, peneliti akan mendengarkan ulang

rekaman dan menyusun transkrip/verbatim.

E.

Prosedur Analisis Data

1.

Parafrase

Peneliti akan membaca ulang hasil verbatim dan kemudian

membahasakan ulang verbatim menjadi bentuk kalimat yang lebih

(44)

28

Parafrase akan dibuat dengan saksama dan semirip mungkin

dengan hasil verbatim agar tidak terjadi pergeseran makna kalimat.

2.

Open Coding

Peneliti membentuk kategori-kategori informasi yang telah

didapat dari seluruh FG. Pada tahap ini peneliti mengamati transkrip

dengan seksama untuk menemukan informasi-informasi yang akan

dimasukkan kedalam katgori yang telah dibuat. Hal ini dilakukan

berulang-ulang sehingga tidak ada lagi informasi baru yang muncul

yang dapat memunculkan kategori baru (Creswell, 2007).

3.

Axial coding

Peneliti menggunakan kategori yang sudah ada untuk dimasukkan

kedalam kategori yang lebih luas dan berusaha menemukan hubungan

dari tiap kategori.

F.

Kredibilitas Penelitian

Didalam metode penelitian kualitatif dikenal beberapa cara dalam

meningkatkan kredibilitas penelitian (Creswell, 20017). Cara tersebut diantaranya

melalui :

1.

Member checking

Member checking adalah teknik validasi yang dilakukan dengan

(45)

29

Proses ini bertujuan untuk memeriksa antara kesesuaian hasil yang

ditangkap oleh peneliti dengan hasil yang ditangkap oleh partisipan.

Dalam penelitian ini proses member checking dilakukan diakhir

sesi FG dilakukan. Moderator akan mengulas kembali hasil proses

diskusi yangberupa notulensi dan partisipan memeriksa kesesuaian

ulasan dengan proses diskusi yang telah dilakukan.

2.

Triangulasi

Triangulasi adalah teknik validasi dimana peneliti mencoba

melihat analisis dari sudut pandang lain dengan cara mengajak satu

atau beberapa orang untuk melakukan pemeriksaan terhadap analisis

yang telah dibuat oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah analisis yang dibuat oleh peneliti sudah cukup benar dari

perspektif orang lain. Dalam proses ini rekan peneliti adalah dosen

(46)

30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Pelaksanaan

Peneliti melakukan beberapa persiapan sebelum pengambilan data agar

penelitian dapat berjalan dengan lancar. Persiapan yang dilakukan oleh peneliti

terdiri dari penyusunan draft pertanyaan FG, pembuatan

informed consent

dan

melakukan uji coba FG dengan rekan rekan peneliti guna menguji draft

pertanyaan yang telah disusun.

Tabel II

Persiapan pengambilan data

Tanggal

Kegiatan

Tempat

Catatan

(47)
(48)

32

Setelah persiapan dirasa cukup oleh peneliti maka tahapan selanjutnya

adalah merekrut calon partisipan. Peneliti merekrut partisipan dan menanyakan

pendapat partisipan untuk waktu dan tempat pelaksanaan FG. Setelah waktu dan

tempat disetujui oleh kedua pihak, peneliti mulai memberikan

informed consent.

FG dilaksanakan di beberapa tempat dengan

setting

yang berbeda. FG 1

dan 2 dilakukan di ruangan yang cukup lapang, dengan penerangan yang cukup

dan situasi yang tenang. FG 3 dan 4 dilakukan di ruangan terbuka dengan

penerangan yang cukup namun dengan situasi yang sedikit bising.

Pendokumentasian FG dilakukan dengan dua cara yakni menggunakan

recorder

dan pencatatan manual oleh notulen.

Pelaksanaan Focus Group

Tanggal

Kegiatan

Tempat

Catatan

(49)

33

(50)

34

pendapat

Setelah satu FG selesai dilakukan, peneliti berusaha untuk langsung

membuat verbatim dari FG tersebut. Akan tetapi proses memverbatim sempat

tertunda beberapa saat dikarenakan kondisi fisik peneliti yang sempat mengalami

penurunan.

Setelah melakukan verbatim, peneliti akan melakukan proses parafrase

data. Proses ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan proses

pengkategorian data (

open coding

dan

axial coding

).

B.

Identitas Partisipan Penelitian

Berikut adalah gambaran identitas subjek penelitian yang berkontribusi

dalam penelitian ini:

Tabel III

Identitas Partisipan Penelitian

Identitas

Jumlah

Persentase

Jenis Kelamin

a.

Wanita

12

46 %

b.

Pria

14

54 %

Usia (tahun)

a.

13-15

12

46 %

b.

21-25

14

54 %

Agama

(51)

35

b.

Katolik

7

27 %

c.

Muslim

6

23 %

d.

Hindu

1

4 %

Pekerjaan

a.

Pelajar SMP

12

46 %

b.

Mahasiswa/i

13

50 %

c.

Ibu rumah tangga

1

4 %

C.

Deskripsi Hasil

Penelitian ini menghasilkan gambaran atas definisi Homoseksualitas menurut

kaum remaja dan dewasa awal, sumber informasi homoseksualitas, faktor

penyebab terbentuknya homoseksualitas, mengungkap sikap masyarakat

Indonesia terhadap Homoseksualitas dari pandangan kaum remaja dan dewasa

awal, faktor pembentuk persepsi terhadap Homoseksualitas dan perkembangan

homoseksualitas di Indonesia.

1.

Definisi Homoseksualitas

Definisi homoseksualitas menurut remaja dan dewasa awal secara garis

besar terbagi menjadi tiga macam yakni Relasi, Aktifitas seksual, dan

Penyimpangan.

(52)

36

Kategori dalam Definisi Homoseksualitas

Relasi

Aktifitas

Kategori Relasi berisikan topik topik mengenai pernikahan sesama jenis,

pacaran dengan sesama jenis, dan menyukai sesama jenis.

“Pertama kali aku tau SD, pertama kali tau SD tu laki laki menikah dengan laki laki udah itu, sampe situ.” (F, FG1, 46-48)

“Kalo homoseksual aku tau..tapi taunya Cuma laki laki pacaran sama laki laki gitu..” (B, FG3, 39-40)

“Homoseksual itu suka sesama jenis..cewek cowok ya istilahnya homo..” (B, FG2, 71-72)

Kategori berikutnya didalam Definisi Homoseksualitas adalah Aktifitas

(53)

37

Eeemm..kalo G denger kata homo itu yang terlintas di pikiran pertama kali itu mungkin ada kata “nyilit” “konyil konyil konco nyilit” (G, FG1, 192-194)

Kategori

ketiga

didalam

Definisi

Homoseksualitas

adalah

Penyimpangan. Homoseksualitas diartikan sebagai sebuah penyimpangan

perilaku atau penyimpangan hubungan seksual.

“Oke..aku A, emmm..pertama kali aku, yang terlintas di pikiranku kalo denger kata homoseksual itu pertama aku mikirnya itu tidak normal, jadi terlepas dari...apa ya..terlepas dari perilaku dan sebagainya itu menganggap kalo pikiranku kalo cowok cowok itu mikir kalo “wah itu berarti nggak normal”... (A, FG1, 281-286)

“..apa namanya.. penyimpangan kalo hubungan seksual gitu..entah itu dosa apa nggak kan aku nggak tau..” (A, FG1, 297-299)

2.

Sumber Informasi Homoseksualitas

Terkait dengan sumber informasi, ada tiga macam sumber yang

memberikan informasi mengenai Homoseksualitas kepada remaja dan

dewasa awal. Ketiga macam sumber informasi ini terdiri dari media,

pengalaman pribadi, dan dari interaksi dengan orang lain.

Tabel V

Kategori dalam Sumber Informasi Homoseksualitas

Media

Pengalaman

pribadi

Interaksi

dengan

orang lain

(54)

38

Majalah

Televisi

Homoseksual

Sekolah

Guyonan

Media yang menjadi sumber informasi mengenai homoseksualitas

meliputi Internet, Majalah, dan Televisi.

“Kalo dari aku ini dari pengalaman SMP, SMP itu saya coba coba buka situs porno..itu kan banyak kategori, nah terus saya itu kan penasaran kan dulu tu..ehmm ada situs biseks, terus homoseksual, dan yang lain.. ini tuh apa, buka oh ternyata cowok sama cowok ada juga yang kayak gitu.” (G, FG1, 65-69)

Nah itu pada saat SMP itu kan yaa..internet kan sudah mulai ada nah itu liat dari internet gitu..dan ya kalo kita buka situs bokep sih enggak sih..maksudnya eemm pada saat itu ya kayak ada sebuah artikel kesehatan atau apa gitu yang membahas hubungan sesama jenis.” (E, FG1, 110-114)

“Kalo aku dari baca baca di majalah gitu..”

(B, FG2, 36)

“Tivi! Terus dari cerita temen juga pernah ngomongin homo...” (A, FG3,

32)

Pengalaman pribadi remaja dan dewasa awal meliputi pengetahuan

mengenai homoseksualitas yang didapatkan dari teman yang homoseksual

dan dari sekolah.

..tapi untuk SMA ada dua sampe tiga orang yang eeemm berani mengatakan bahwa saya ini lesbi, saya ini eeemm...open lah” (E, FG1, 102-104)

“Maksudnya bukan aku yang homo..pengalaman maksudnya mengalami sendiri punya kenalan yang homo gitu loh..ah..” (A, FG2, 33 -35)

(55)

39

Informasi yang didapatkan dari interaksi dengan orang lain meliputi

pengalaman tetangga dan

guyonan

dengan teman sebaya.

Dari temen ya kayak tadi..dari gojekan gitu” (D, FG4, 28)

“Katanya tetangga saya dia itu homo, terus saya bertanya “homo itu apa

to?” sama tetangga saya gitu..dia bilang itu dia suka anu..cowok..” (C, FG1, 161-163).

3.

Faktor Penyebab Homoseksualitas

Terkait dengan Faktor Penyebab Homoseksualitas secara garis besar

dapat dikelompokkan menjadi dua kategori menjadi Faktor Internal dan

Faktor Eksternal.

Tabel VI

Kategori dalam Faktor Penyebab Homoseksualitas

Faktor

Internal

Faktor Eksternal

Hormonal

Genetik

Pemenuhan

kebutuhan diri

Pengalaman

traumatik

Kesalahan pola asuh

Pengaruh

lingkungan sosial

Gambar

Tabel I Daftar Pertanyaan FGD
Tabel II Persiapan pengambilan data
Tabel III Identitas Partisipan Penelitian
Tabel IV
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penunjang, Memiliki pengalaman dan pengetahuan, mahasiswa men- jadi mandiri dan percaya diri, maha- siswa lah yang aktif, kreatif dalam menganalisa masalah, mahasiswa punya

Menurut Hasibun (dalam Stefani, 2000:59) ada beberapa kendala yang banyak dialami oleh wanita yang memilih melajang dan tetap berkarier, antara lain adanya

Sebagai langkah awal untuk menjawab pertanyan tersebut dilakukan survey awal pada tanggal25-30 September 2006 terhadap 100 responden (50 orang siswa SMU dan 50 orang

Persepsi terhadap perkawinan siri diukur menggunakan angket yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan fungsi sosial perkawinan milik Saxton dengan tingkat

Kematangan emosi yang tinggi diindikasikan bahwa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro berada dalam perkembangan emosional yang sudah mencapai tingkat