• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN INFESTASI CACING Haemonchus contortus MENGGUNAKAN DAUN NENAS PADA KAMBING PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN INFESTASI CACING Haemonchus contortus MENGGUNAKAN DAUN NENAS PADA KAMBING PE"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN INFESTASI CACING Haemonchus contortus

MENGGUNAKAN DAUN NENAS PADA KAMBING PE

(Control of Haemonchus contortus Infestation Using Pineapple Leaf in Goats)

LUH GDE SRI ASTITI danT.PANJAITAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, Jl. Raya Paninjauan Narmada, Mataram 83101

ABSTRACT

The assessment on the efficacy of pineapple leaf (Ananas comosus) in controlling Haemonchus contortus was conducted at the Assessment Institute for Agricultural Technology, Nusa Tenggara Barat (AIAT NTB). Twenty four goats were allocated randomly into 3 groups and treated as control (T0), fresh pineapple leaf (T1), and dried pineapple leaf (T2). The leaf was dosed orally at 600 mg/kg BW and 300 mg/kg BW for fresh and dried leaves respectively. The results indicated that pineapple leaf reduced the total number of eggs of H. contortus (P > 0.05). However, the reduction numbers of eggs was not different (P < 0.05) among fresh and dried leaves. It can be concluded that pineapple leaf can be used effectively to control H. contortus but the effectively was decreasing in 3 days after dosing.

Key Words: Pineapple Leaf, Haemonchus contortus, PE Goat

ABSTRAK

Pengkajian penggunaan daun nenas (Ananas comosus) untuk menangani dan mengendalikan penyakit helminthiasis (Haemonchus contortus) telah dilakukan pada kambing PE di kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP-NTB) di Narmada. Pengkajian menggunakan 24 ekor kambing PE yang dibagi secara acak dalam 3 kelompok kandang dan setiap kelompok diberi perlakuan yang ditetapkan secara acak masing-masing; Kontrol (T0), perlakuan dengan daun nenas segar (T1) dan perlakuan dengan serbuk daun nenas kering (T2). Daun nenas segar diberikan sebanyak 600 mg/kg berat badan (BB) sedangkan serbuk daun nenas kering diberikan sebanyak 300 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian daun nenas menurunkan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada ternak kambing PE (P > 0,05). Tidak terdapat perbedaan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada ternak kambing PE yang diberikan daun nenas segar maupun serbuk daun nenas kering (P < 0,05). Pada hari ketiga setelah pemberian daun nenas jumlah telur cacing turun sebesar 40% dan 30% masing-masing untuk kambing yang diberikan daun nenas segar dan sebuk daun nenas kering. Pada hari kesepuluh total penurunan jumlah telur cacing sebesar 45 dan 38%. Pemberian daun nenas menurunkan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada feses kambing PE tetapi efektifitas anthihelmintiknya menurun di hari kesepuluh.

Kata Kunci: Daun Nenas, Haemonchus contortus, Kambing PE

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi ternak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan meningkatkan taraf hidup petani ternak. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu Propinsi sentra produksi ternak di Indonesia. Selain ternak sapi dan kerbau, kambing merupakan ternak yang terintegrasi dengan sistem usahatani terutama pada petani

Statistik (BPS) propinsi NTB pada tahun 2007 sebanyak 376.100 ekor dan meningkat menjadi 389.043 ekor pada tahun 2008 (BPS, 2008).

Pada umumnya di NTB kambing masih dipelihara dengan cara dilepas dan dikandangkan pada malam hari dan sebagian dikandangkan penuh dengan pakan sepenuhnya disediakan oleh petani. Pada umumnya manajemen pemeliharaan masih sangat sederhana dan rentan terhadap serangan

(2)

terhambatnya pertumbuhan ternak yang disebabkan oleh penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan pada umumnya disebabkan oleh cacing dari golongan Nematoda, Trematoda dan Cestoda (AKOSO, 1996; GOODWIN, 2007). Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis langsung maupun tidak langsung (MAICHIMO

et al., 2004), seperti terjadinya penurunan berat badan (SIEGMUNDet al., 1983; HUNGERFORD, 2005) dan pada infestasi berat dapat menyebabkan kematian (SLOSS, 1976; SIEGMUND et al., 1983). Ternak kambing sering terserang penyakit cacing dari spesies

Haemonchus contortus dengan angka infestasi dapat mencapai 80% (ANONIMUS, 2008).

Penanganan dan pengendalian dampak helminthiasis dapat dilakukan dengan pencegahan yang dilakukan dengan perbaikan manajeman pemeliharaan (GOODWIN, 2007) dan melalui pengobatan dengan pemberian preparat anthelmintik seperti Albendazole, Fenbendazole dan Mebendazole. Pemberian preparat anthelmintik kimiawi secara terus menerus menyebabkan resistensi pada cacing dan residu obat dalam jaringan tubuh hewan (SUBRONTO, 2001; BERIAJAYA, 2005; GARGet al., 2007; RAM et al., 2007). Alternatif pengobatan helminthiasis dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan alami menggunakan tanaman atau ekstrak tanaman.

Nenas (Ananas comosus) mengandung enzim bromelin, peptin dan garam oksalat yang mempunyai khasiat antelmintik (BERIAJAYA, 2005). Enzim bromelin berfungsi melarutkan lendir yang sangat kental, memecah lemak di usus sehingga membantu membersihkan usus, mencuci timbunan protein dan parasit cacing pada saluran pencernaan sehingga cacing dapat dengan mudah dikeluarkan melalui feces (ANONIMUS, 2008).

Oleh karena itu, telah dilakukan pengkajian di kebun percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP-NTB) di Narmada untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak daun nenas terhadap penurunan jumlah telur cacing H. contortus pada kambing Peranakan Etawah.

MATERI DAN METODE

Pengkajian telah dilaksanakan di kebun percobaan BPTP-NTB di Narmada dari bulan Maret sampai bulan April tahun 2009. Pengkajian menggunakan 24 ekor kambing PE yang didiagnosis menderita helminthiasis. Kambing kemudian dibagi secara acak dalam 3 kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan sebanyak 8 ekor dan kemudian ditempatkan secara acak dalam 3 buah kandang yang terisolasi. Kelompok pertama atau kandang I tidak diberi obat cacing atau kontrol (T0). Kelompok kedua atau kandang II diberikan daun nenas segar dengan dosis 600 mg/kg berat badan (T1). Kelompok ketiga atau kandang III diberi serbuk daun nenas kering dengan dosis 300 mg/kg berat badan, dengan asumsi bahan kering daun nenas berkisar 50%.

Pembuatan daun nenas segar dilakukan segera setelah daun nenas dipetik, dicuci dengan air dan diangin-anginkan kemudian digiling sampai halus sebelum diberikan pada ternak. Pembuatan serbuk daun nenas kering dilakukan dengan memetik daun nenas kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan pada suhu 70°C selama 3 hari, kemudian digiling sampai halus sebelum diberikan pada ternak. Bahan yang sudah jadi kemudian ditimbang sesuai dengan berat badan kambing yang akan diperlakukan, ditambahkan 10 ml air dan dilakukan pengadukan sampai didapatkan larutan yang homogen dan kemudian diberikan secara oral (dicekok).

Pengambilan sampel tinja dilakukan dengan mengambil feses langsung melalui rektum sebanyak ± 1,5 g yang dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sebelum perlakuan, 3 dan 10 hari setelah perlakuan. Sampel tinja kemudian ditetesi formalin sebelum dibawa ke Laboratorium Balai Rumah Sakit Hewan dan Veteriner NTB di Banyumulek untuk pemeriksaan jumlah telur cacing dengan menggunakan metode apung Wisconsin. Metode ini sangat sensitif digunakan untuk jumlah telur cacing yang sedikit (KVASNICKA, 1996). Penurunan jumlah telur cacing H. contortus diperoleh dengan menghitung jumlah telur cacing sebelum dan setelah pemberian perlakuan.

(3)

Data jumlah telur cacing dalam setiap gram tinja (EPG) yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisa dengan menggunakan analisis varian menggunakan uji F (HANAFIAH, 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian daun nenas menurunkan jumlah telur cacing H. contortus (P < 0,05) dengan tingkat efektifitas yang tidak berbeda baik menggunakan daun nenas segar maupun serbuk daun nenas kering (P > 0,05) Tabel 1.

Pada ternak kontrol (T0) jumlah telur cacing menunjukkan kecenderungan meningkat dimana pada awal pemeriksaan rata-rata

berjumlah ± 272,13 dan pada pemeriksaan kedua atau 10 hari kemudian menjadi ± 313,50 atau meningkat sebesar (15%). Pada ternak yang diperlakukan dengan daun nenas segar, terjadi penurunan telur cacing pada pemeriksaan awal ± 201 dan pada hari ke 3 dan 10 berturut-turut turun menjadi ± 120,00 dan 111,25 atau julah telur cacing turun sebanyak 45% setelah 10 hari pemberian. Pola yang sama juga terjadi pada ternak yang diberikan serbuk daun nenas kering dimana pada pemeriksaan awal telur cacing rata-rata berjumlah 169,63 turun menjadi 118,00 pada hari ke 3 setelah perlakukan dan turun menjadi 105,63 pada sepuluh hari setelah perlakuan atau turun sebesar 38% (Gambar 1). Pemberian daun nenas baik segar maupun serbuk kering

Table 1. Jumlah telur cacing pada feses kambing PE sebelum dan sesudah 3 dan 10 hari diberikan daun nenas segar (T1) dan serbuk daun nenas kering (T2) dan kontrol (T0)

T0 T1 T2 Ternak

0 hari 3 hari 10 hari 0 hari 3 hari 10 hari 0 hari 3 hari 10 hari 1 57 21 85 53 14 78 561 526 500 2 305 347 362 900 440 400 80 70 40 3 300 320 340 200 160 100 80 0 0 4 250 240 259 170 160 142 400 280 210 5 420 445 580 35 6 5 63 43 16 6 500 580 592 185 180 102 55 25 13 7 95 31 36 30 0 2 101 0 26 8 250 220 254 35 0 61 17 0 40 Jumlah 2177 2204 2508 1608 960 890 1357 944 845 Rataan 272,13 275,50 313,50 201,00 120,00 111,25 169,63 118,00 105,63

(4)

pada hari ke 3 setelah pemberian menurunkan jumlah telur cacing > 30% dari jumlah awal tetapi pada hari ke-10 peningkatan penurunan jumlah telur cacing hanya berkisar 15%. Tingkat efektifitas yang sama juga dilaporkan oleh BERIAJAYA (2005) bahwa efek pemberian serbuk daun nenas terlihat pada hari ke-3 setelah pemberian. Dengan demikian pemberian daun nenas sebagai obat cacing dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai 45% pada sepuluh hari setelah pemberian. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas daya antihelmintik dari preparat daun nenas relatif pendek.

KESIMPULAN

Pemberian daun nenas segar maupun serbuk daun nenas kering menurunkan jumlah telur cacing Haemonchus contortus pada feses kambing PE sampai 45% namun efektifitas anthihelmintiknya menurun dengan cepat. Efektifitas pemberian daun nenas mungkin dapat ditingkatkan melalui peningkatan dosis pemberian atau frekuensi pemberian maupun kombinasi keduanya. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui dosis dan frekuensi yang tepat untuk menentukan manajemen pengendalian infestasi cacing H. contortus pada ternak kambing PE.

DAFTAR PUSTAKA

AKOSO, T. B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius,Yogyakarta. hlm. 164 – 169.

ANONIMUS. 2008. Daun Pare untuk Obat Cacing Lambung pada Domba. Artikel Tabloid Sinar Tani. 21 April 2008.

BADAN PUSAT STATISTIK.PROVINSI NUSA TENGGARA

BARAT. 2007/2008. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. hlm. 255 – 256.

BERIAJAYA dan E. HANDIWIRAWAN. 2005. Efikasi serbuk daun nenas terhadap infeksi cacing saluran pencernaan pada domba di Stasiun Pembibitan Domba Naggung Bogor. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 973 – 978. GARG, R., R.R. KUMAR, C.L. YADAV and P.S.

BANERJEE. 2007. Vet. Res. Communications 31: 749 – 755.

GOODWIN, D.H. 2007. Beef Management and Production. Hutchinson. Australia Pty Ltd. New South Wales. hlm. 183 – 185.

HANAFIAH, K.A. 2003. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

HUNGERFORD, T.G. 2005. Disease of Livestock. McGraw-Hill Book Company, Sidney. KVASNICKA, B. 1996. Parasite Control Strategies for

Dairy Cattle in the 1990s. Hoechst-Roussel Agri-Vet Company.

MAICHIMO, M.W, J.M. KAGIRA, and T. WALKER. 2004. The Point Prevalence of Gastrointestinal Parasites in Calve, Sheep and Goats in Magadi division, South-western Kenya. The Onderstepoort J. Vet. Res. 71, lss; 257 – 261. RAM, H., T.J. RASOOL, A.K. SHARMA, H.R. MEENA

and S.K. SINGH. 2007. Vet. Res. Communications 31: 719 – 723.

SIEGMUND, O.H., J. ARCHIBALD, C.B. DOUGLAS, A.H. JAMES, M.N. PAUL, H.S. GLENN and L.W. WILLAM. 1983. Merck Veterinary Manual. Fifth Edition. Merck and Co., Inc. Rahway, N.J., USA.

SLOSS, M.W. 1976. Veterinary Clinical Parasitology. Fifth Edition. The IOWA State University Press, Ames.

SUBRONTO, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Edisi II.

Gadjah Mada University Press, Yogjakarta. hlm. 69 – 96.

(5)

DISKUSI Pertanyaan:

Hasil penelitian daun nenas dapat menurunkan jumlah telur cacing HC pada feses kambing PE sampai 45%. Apa yang terkandung dalam daun nenas, bagaimana aplikasinya di masyarakat?

Jawaban:

Kandungan daun nenas enzim bromelin, peptin dan asam oksalat. Aplikasinya = daun nenas dapat diberikan dalam bentuk segar, sebelumnya durinya dihilangkan dengan dosisi 600 mg/kg BB.

Gambar

Table 1. Jumlah telur cacing pada feses kambing PE sebelum dan sesudah 3 dan 10 hari diberikan daun

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan diatas menghendaki agar yang disebut sebagai pelaku tindak pidana korupsi adalah siapa saja baik sebagai pejabat pemerintah maupun pihak swasta yang secara

Otonomi daerah, dalam hal ini desa merupakan momentum penting untuk melakukan penataan secara menyeluruh terhadap pemerintahan desa. Dimana desa yang merupakan salah satu

Berdasarkan hasil analisis regresi, pada variabel profitabilitas diperoleh nilai B sebesar - 295,614, nilai t -1,547 dan nilai signifikansi sebesar 0,587 lebih besar dari

Alamat : Mancagahar Ds.Mancagahar Kec.Pameungpeuk Kab.garut Telah mengajukan pindah ke salah satu sekolah:. Nama : Sekolah Dasar Negeri

Setelah pengguna menekan tombol Masuk dan berhasil masuk dengan menggunakan nama user dan kata sandi yang benar, maka pesan pemberitahuan bahwa pengguna berhasil

Sehingga dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian berjudul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team

Kapasitas produksi diukur dalam bentuk unit- unit fisik berdasarkan output maksimum yang dihasilkan oleh proses produksi atau berdasarkan jumlah masukan yang

Prinsip ekonomi Islam yang dipakai dalam penjualan pribadi yaitu keikhlasan. Islam menetapkan keikhlasan sangat penting dalam setiap langkah kehidupan manusia. Berdasarkan hal