HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM
KONTEKS UNITARIS
Oleh :
Selamat…
Selamat…
Pagi!
Pagi!
Semangat…
Semangat…
Pagi!
Pagi!
PESERTA
PESERTA
BIMTEK
BIMTEK
Luar…..Biasa
Luar…..Biasa
Biodata Narasumber
• Nama
: Dr. Fernandes Simangunsong, S.STP, S.AP, M.Si
• Lahir
: Jambi, 4 Maret 1977
• NIP
: 19770304 1995 11 1 001
• Jabatan
: Dosen Fungsional (Lektor Kepala)
• Pangkat
: Pembina TK. I (IV/b)
• Instansi
: Kampus IPDN Jatinangor
• Alamat
: Komp. Singgasana Pradana
Jl. Karangkamulyan No.2 A Cibaduyut-BANDUNG
:
kisankiel@yahoo.co.id
fernandes_simangunsong@ipdn.ac.id
• HP
: 08122445916
• WA
: 082119982722
A. PENDAHULUAN
• Hubungan pusat dan daerah dalam konteks unitaris dapat dimaknai sebagai hubungan antara :
• a. entitas nasional sebagai sebuah kesatuan masyarakat
• Dalam makalah ini, tekanan pembahasan lebih pada hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hubungan ini mencakup aspek :
a. hubungan kekuasaan;
b. hubungan pembagian sumberdaya dan keuangan; c. hubungan kepegawaian;
B. HUBUNGAN KEKUASAAN
Perubahan Paradigma Pembagian Kekuasaan di Tingkat Nasional:
• Dengan adanya amandemen UUD 1945 (amandemen I sd IV),
telah terjadi perubahan paradigma dalam pembagian kekuasaan pemerintahan di tingkat nasional, dari paradigma pembagian kekuasaan (distribution of power) ke paradigma pemisahan
kekuasaan (separation of power) mengikuti model Trias Politica dari Montesqieu (dengan modifikasi).
• Pada UUD 1945 yang asli, kekuasaan pemerintahan terpusat pada tangan Presiden, karena Presiden merupakan
satu-satunya mandataris MPR. Terlebih lagi pada penjelasan UUD 1945 dikemukakan bahwa : “ Concentration of power and
MODEL PEMBERIAN MANDATARIS KEKUASAAN DARI RAKYAT KEPADA PRESIDEN MELALUI MPR
RAKYAT
MPR
Mandataris
MODEL PEMBAGIAN KEKUASAAN
MENURUT UUD 1945 YANG ASLI
LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF
(DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)
•
Pada UUD 1945 yang Asli dikemukakan bahwa
Presiden memegang kekuasaan membuat UU dengan
persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1).
•
Presiden mengangkat duta besar.
•
Fungsi-fungsi peradilan berada di bawah Presiden.
•
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi.
•
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan diangkat oleh
Presiden.
MODEL PEMISAHAN KEKUASAAN
MENURUT UUD 1945 YANG DIAMANDEMEN
LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF
(DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)
•
Kekuasaan menyusun UU berada di tangan DPR,
dengan persetujuan Presiden (pasal 20 UUD 1945
Amandemen).
•
Kekuasaan kehakiman berada di bawah Mahkamah
Agung dan bebas dari pengaruh pemerintah.( lihat UU
Nomor 4 Tahun 2004, khususnya pasal 2).
•
Ketua BPK diangkat dari Presiden berdasarkan
rekomendasi DPR.
MODEL PEMENCARAN KEKUASAAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI
PEM. PUSAT
LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF (DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)
DAERAH OTONOM
EKSEKTUTIF (PRESIDEN)
PEMERINTAHAN DAERAH
BADAN EKSEKUTIF BADAN LEGISLATIF DAERAH DAERAH
KOMUNITAS OTONOM LAINNYA
MODEL PEMENCARAN KEKUASAAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI
MODEL PEMENCARAN KEKUASAAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI
MENURUT UU 32/2004
EKSEKTUTIF
(PRESIDEN)
UNSUR PENYELENGGARA
PEMERINTAHAN DAERAH
KEPALA DAERAH DAN DPRD
Pem.
Pusat
Ada urusan pangkal Daerah
Tingkat I Ada urusan tambahan Daerah
Tingkat II
MODEL PENGAKUAN KEWENANGAN
MENURUT UU NOMOR 22 TAHUN 1999
Kew. Pusat
Kew.Prop. sbg DO Kew. Kab/Kota
PEMENCARAN URUSAN PEMERINTAHAN
(Sumber : Bahan Penataran DPRD yang disiapkan oleh Badan Diklat DDN, 2004)
DEKONSENTRASI ADMINISTRATIF / PEMERINTAH WILAYAH
• KANWIL/KANDEP
• KEPALA WILAYAH
• DLL PEMERINTAH PUSAT DELEGASI • OTORITA • BUMN • NUSAKAMBANGAN • DLL DAERAH OTONOM PROPINSI KABUPATEN/ KOTA DESENTRALISASI PRIVATISASI
• SWASTA MURNI
• BOT
• BOO
• BOL
ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN
Menurut UU Nomor 32/2004
(Sumber : Bahan Penataran DPRD yang disiapkan oleh Badan Diklat DDN, 2004)
URUSAN PEMERINTAHAN
ABSOLUT
(Mutlak kewenangan Pusat)
CONCURRENT
(Kewenangan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota)
PILIHAN/OPTIONAL
(Sektor Unggulan)
WAJIB/OBLIGATORY (Pelayanan Dasar)
SPM
(Standar Pelayanan Minimal)
- Pertahanan
- Keamanan
- Moneter& fiskal nas
- Yustisi
- Politik Luar Negeri
C. MODEL PERUBAHAN PEMBAGIAN KEKUASAAN DI
TINGKAT DAERAH
• Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan di tingkat nasional, terjadi pula perubahan paradigma pemerintahan di tingkat Daerah. Pada UU Nomor 22 Tahun 1999, terdapat Badan Eksekutif Daerah yang terdiri dari Kepala daerah dan perangkat daerah lainnya serta Badan Legislatif Daerah (DPRD), yang
terpisah.
• Pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak lagi digunakan istilah Badan Eksekutif Daerah dan Badan Legislatif Daerah melainkan Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. Adapun alasan Daerah karena di Negara Kesatuan hanya ada satu Badan legislatif yang ada di tingkat
nasional (DPR). Selain itu, produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan Daerah berupa Perda dapat dibatalkan oleh
presiden, bukan oleh Mahkamah Agung, dengan pertimbangan
• Apabila pada UU Nomor 22 Tahun 1999, khususnya pasal 43 huruf g dikatakan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban
membuat peraturan Daerah dengan persetujuan DPRD, maka pada PP Nomor 25 Tahun 2004, pasal 95 ayat (1) dikatakan bahwa : “ DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah”.
Artinya ada kesejajaran perubahan paradigma pemerintahan di tingkat nasional dengan tingkat daerah. Perlu dibuat
PROLEGDA
• Terjadi perubahan pada sistem pertanggungjawaban Kepala Daerah, yang semula ke arah samping, sekarang terpencar menjadi tiga arah.
• Dengan hadirnya UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, terjadi sinkronisasi
D. HUBUNGAN PEMBAGIAN SUMBERDAYA DAN KEUANGAN
• Hubungan pembagian sumberdaya dan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah didasarkan pada filosofi bahwa bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya adalah milik bangsa, yang digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran bersama.
• Pada masa sentralistik, sumberdaya yang ada sepenuhnya
dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan pembagian sumber keuangannya menggunakan pola specifik grant yang diatur
melalui berbagai Inpres.
• Pada masa sekarang, pembagian sumberdaya dicoba diatur secara lebih adil, meskipun masih banyak daerah yang belum puas. Pembagian sumber keuangan lebih banyak
• Dengan semakin banyaknya uang yang mengalir ke Daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk memperbaiki manajemen keuangan dan manajemen logistiknya. Manajemen
keuangannya baik manajemen penerimaan dan terutama manajemen pengeluarannya, agar dapat dicapai nilai 4E (efektivitas, efisiensi, ekuitas, ekonomik).
• Pengelolaan keuangan masing-masing asas (desentralisasi, dekonsentrasi serta tugas pembantuan) yang perlu
disinkronkan agar tidak menimbulkan duplikasi pembiayaan.
• Pengawasan di bidang keuangan masih terasa tumpang tindih antara satuan pengawasan internal (SPI) seperti BPKP, Itjen, Bawasda dengan pengawasan yang dilakukan oleh satuan
E. HUBUNGAN KEPEGAWAIAN
• UU Nomor 8 Tahun 1974 yang telah disempurnakan dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 menganut sistem kepegawaian yang
terintegrasi (INTEGRATED SYSTEM), dalam arti PNS adalah pegawai pemerintah nasional yang, meskipun ada yang
berstatus PNS Pusat dan PNS Daerah.
• UU Nomor 22 Tahun 1999, khususnya pasal 76 mengubah sistem tsb menjadi sistem yang terpisah (SEPARATED SYSTEM). Dg sistem ini, Daerah berhak menjalankan
• UU Nomor 32 Tahun 2004 nampaknya mengambil jalan tengah dengan menerapkan sistem campuran (MIXED SYSTEM). Hal ini sebenarnya sudah dimulai sejak terbitnya PP Nomor 9
Tahun 2003 mengenai kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota berkonsultasi dengan Gubernur mengenai pengisian jabatan eselon II di Kabupaten/Kota, dan kewajiban Pemerintah Daerah Propinsi berkonsultasi dengan Mendagri untuk pengisian
jabatan eselon I dan II di Propinsi.
• Melalui UU Nomor 32 Tahun 2004, pengaturan kepegawaian yang semula didesentralisasikan, secara bertahap ditarik kembali ke pusat, meskipun Daerah masih diberi hak untuk mengajukan kebutuhan aparaturnya.
E. HUBUNGAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
• Mengingat Indonesia adalah negara unitaris, maka tanggung jawab terakhir dan tertinggi dalam penyelenggaraan otonomi daerah berada di tangan Presiden. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah.
• Pembinaan dan pengawasan hendaknya tidak dimaknai
sebagai campur tangan pemerintah pusat terhadap otonomi daerah. Pada sisi lain, hak dan kewajiban pembinaan dan
pengawasan ini tidak dijadikan pintu masuk bagi upaya-upaya represif seperti yang dijalankan selama ini. Hubungan
pembinaan dan pengawasan harus dilihat sbg upaya untuk saling memajukan diantara entitas (win-win approach), bukan dalam rangka mengkerdilkan satu sama lainnya (win-lose
• Dalam rangka mempersempit rentang kendali antara pemerintah pusat terhadap daerah otonom, presiden
memberikan delegasi kewenangan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Kendala yang dihadapi,
gubernur tidak memiliki perangkat khusus untuk menjalankan fungsi dekonsentrasinya kecuali Sekretaris Daerah Propinsi yang karena jabatannya adalah Sekretaris Wilayah.
• Sudah sepantasnya apabila di bawah Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dibentuk unit yang berfungsi
mengkoordinasikan kegiatan dekonsentrasi di tingkat propinsi dan mengawasi jalannya dekonsentrasi di tingkat kabupaten/ kota.
• Kedudukan, tugas, wewenang dan mekansime kerja MUSPIDA perlu dikaji ulang karena adanya perubahan paradigma
Tanggung jawab
MPR
MPRMPRMPR
Pemerintah Pemerintah Pusat Pusat Pemerintah Pemerintah Pusat
Pusat DPRDPRDPRDPR
Pemerinta Pemerinta h h Kecamatan Kecamatan Pemerinta Pemerinta h h Kecamatan Kecamatan Gambar :
Gambar : Model Orbitasi PemerintahanModel Orbitasi Pemerintahan Menurut Menurut UU 22 Tahun 1999
UU 22 Tahun 1999
Pemerintah Pemerintah Propinsi Propinsi Pemerintah Pemerintah Propinsi Propinsi Pemerintah Pemerintah Kab./Kota Kab./Kota Pemerintah Pemerintah Kab./Kota Kab./Kota Pemerintah Pemerintah Desa Desa Pemerintah Pemerintah Desa Desa
DPRD DPRD Propinsi Propinsi DPRD DPRD Propinsi Propinsi DPRD DPRD Kab./Kota Kab./Kota DPRD DPRD Kab./Kota Kab./Kota Pengawasan BPD BPDBPDBPD Tanggung jawab Tanggung jawab Tanggung jawab Was Was Bin Bin Bin Bin
: Peraturan Perundang-undangan: Peraturan Perundang-undanganPemerintah Pemerintah Pusat Pusat Pemerintah Pemerintah Pusat
Pusat DPRDPRDPRDPR
Pemerinta Pemerinta h h Kecamatan Kecamatan Pemerinta Pemerinta h h Kecamatan Kecamatan Gambar :
Gambar : Model Orbitasi PemerintahanModel Orbitasi Pemerintahan Menurut Menurut UU 32 Tahun 2004
UU 32 Tahun 2004
Pemerintah Pemerintah Propinsi Propinsi Pemerintah Pemerintah Propinsi Propinsi Pemerintah Pemerintah Kab./Kota Kab./Kota Pemerintah Pemerintah Kab./Kota Kab./Kota Pemerintah Pemerintah Desa Desa Pemerintah Pemerintah Desa Desa
DPRD DPRD Propinsi Propinsi DPRD DPRD Propinsi Propinsi DPRD DPRD Kab./Kota Kab./Kota DPRD DPRD Kab./Kota Kab./Kota Pengawasan Kebijakan BPD BPDBPDBPDPengawasan Kebijakan Pengawasan Kebijakan Pengawasan Kebijakan Was Was Was Bin Bin Bin Bin
F. HUBUNGAN DALAM TANGGUNG JAWAB
• Dalam konteks negara unitaris, tanggung jawab terakhir
penyelenggaraan otonomi daerah berada di tangan Presiden. Hal ini sejalan dengan sumber pemencaran kekuasaan yang memang datang dari kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Presiden.
• Mengingat Kepala Daerah sudah dipilih secara langsung oleh rakyat, maka tanggung jawab pelaksanaan otonomi daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah adalah kepada rakyat. Prinsip yang
digunakan adalah “ Mereka yang dipilih bertanggung jawab kepada yang memilih”. Mekanisme pertanggungjawaban
TERIMAKASIH
TERIMAKASIH
Atas Perhatiannya
Atas Perhatiannya
Mohon Maaf Kalau
Mohon Maaf Kalau
Kurang
Kurang
Memuaskan!!!!