• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIFITAS LARUTAN BAWANG PUTIH SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI UNTUK MEMBUNUH LARVA NYAMUK Aedes aegypti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI EFEKTIFITAS LARUTAN BAWANG PUTIH SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI UNTUK MEMBUNUH LARVA NYAMUK Aedes aegypti"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIFITAS LARUTAN BAWANG PUTIH SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI UNTUK MEMBUNUH

LARVA NYAMUK Aedes aegypti

Sri Juwita Hanani,Rama P. Hiola, Lia Amalia1 srijuwitahanani@gmail.com

Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRAK

Prevalensi penyakit demam berdarah dengue di Provinsi Gorontalo tahun 2008 – 2013, tercatat pada tahun 2008 sebanyak 172 kasus dan hingga tahun 2013 sebanyak 198 kasus. Untuk menanggulangi masalah tersebut dilakukan upaya pengendalian penyakit DBD dengan cara membunuh larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan larutan bawang putih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas larutan bawang putih sebagai insektisida nabati untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dengan berbagai macam konsentrasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo, pembuatan larutan bawang putih dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Metode penelitian menggunakan metode eksperimen sungguhan dengan pendekatan Rancangan Acak Lengkap. Populasi penelitian semua larva nyamuk Aedes aegypti dengan jumlah sampel sebanyak 25 ekor larva yang dimasukkan ke dalam larutan bawang putih dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%, persentase jumlah larva mati berturut-turut 88%, 95%, 96%, 100%. Sehingga dapat dikatakan “Terdapat perbedaan daya bunuh larutan bawang putih dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti”. Disarankan kapada masyarakat agar menggunakan larutan bawang putih untuk membunuh larva Aedes aegypti dalam upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue.

Kata Kunci: Larva Aedes aegypti, Bawang putih, Insektisida nabati.

1

Sri Juwita Hanani, Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo. Dr. Hj. Rama P. Hiola Dra, M.Kes. dan Lia Amalia, SKM. M.Kes, Dosen pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo.

(2)

Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat.

Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan kesehatan pada intinya adalah mencapai kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk Indonesia. Salah satunya adalah pengendalian vektor penyakit. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang berbunyi “Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular. Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit menular dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat” (Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009).

Pengendalian vektor penyakit merupakan salah satu cara mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit, termasuk Demam Berdarah Dengue. Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit dengan angka kejadian yang cenderung meningkat di daerah tropis (Wahyuni, 2005).

Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor

berbagai macam penyakit di antaranya Demam Berdarah Dengue (DBD). Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (Palgunadi dan Rahayu, 2011). Saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue telah menyebar luas, tidak hanya di daerah-daerah tertentu saja melainkan di seluruh wilayah nusantara.

Di Provinsi Gorontalo penyakit DBD penyebarannya telah meluas, berikut tabel kejadian penyakit DBD sejak tahun 2008 - 2013 :

Tabel 1 Kejadian penyakit DBD di Provinsi Gorontalo tahun 2008 – 2013

No. Tahun Jumlah Kasus Pasien Meninggal Prevalensi CFR (%) 1. 2008 172 3 18.20 2,32 2. 2009 109 2 11.00 1,83 3. 2010 467 8 46.13 1,71 4. 2011 23 2 2.27 8,69 5. 2012 212 5 20.94 2,35 6. 2013 198 3 19.56 1,51

Sumber : Data sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2013

Berdasarkan tabel kejadian penyakit DBD di Provinsi Gorontalo dilaporkan bahwa pada tahun 2008 prevalensi penyakit DBD yaitu sebanyak 18.20 dan Case - fatality rate (CFR) sebesar 2,32% dengan jumlah kasus 172 orang dan pasien meninggal sebanyak 3 orang. Pada tahun 2009 prevalensi penyakit DBD turun menjadi 11.00 dengan jumlah kasus sebanyak 109 orang dan pasien meninggal 2 orang dengan CFR sebesar 1,83% dari jumlah penderita, namun pada tahun 2010 jumlah penderita penyakit DBD mengalami peningkatan

(3)

yang cukup signifikan, yaitu sebanyak 467 kasus dan yang meninggal sebanyak 8 orang sehingga prevalensi penyakit DBD naik menjadi 46.13 dan CFR sebesar 1,71%, sedangkan pada tahun 2011 jumlah penderita DBD turun drastis menjadi 23 orang dengan jumlah pasien meninggal 2 orang sehingga prevalensi turun menjadi 2.27 dan CFR sebesar 8,69%. Pada tahun 2012 prevalensi penyakit DBD meningkat lagi yaitu sebanyak 20.94 dan CFR sebesar 2,35% dengan jumlah pasien 212 orang dan pasien meninggal sebanyak 5 orang, dan hingga tahun 2013 prevalensi penyakit DBD masih tinggi yaitu sebanyak 19.56 dengan CFR sebesar 1,51% dimana jumlah kasus penderita penyakit DBD dilaporkan sebanyak 198 orang dengan jumlah pasien meninggal sebanyak 3 orang. Prevalensi penyakit DBD terbanyak terdapat di Kota Gorontalo yaitu sebanyak 59 kasus (IR 9,19/100.000 penduduk) sedangkan prevalensi terendah terdapat di Kabupaten Pohuwato dengan 3 kasus (IR 2,5/100.000 penduduk). Jumlah kasus DBD di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi oleh sebab itu dibutuhkan penanganan untuk menanggulangi masalah penyakit DBD tersebut (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2013).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan penularan penyakit DBD seperti program 3 M yang telah digalakkan oleh pemerintah, yaitu Menutup, Menguras, dan Menimbun serta pengasapan atau fogging di daerah endemis DBD. Salah satu upaya yang akan di usahakan untuk penanggulangan penyakit menular DBD ini sesuai dengan penelitan yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan tanaman bawang putih (Allium sativum) sebagai insektisida nabati yang mudah terurai (biodegradable) dan tidak mencemari lingkungan serta aman bagi manusia dan lingkungan untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti.

Tanaman bawang putih dapat menjadi salah satu pilihan alternatif pengendalian vektor penyakit DBD secara alamiah. Kandungan senyawa yang sudah ditemukan pada bawang putih di antaranya adalah Allicin dan Sulfur

Amonia Acid Allin. Sulfur amonia acid allin ini oleh Enzim Allicin Lyase diubah

menjadi Piruvic Acid, Amonia, dan Allicin Anti Mikroba. Selanjutnya Allicin mengalami perubahan menjadi Diallyl Sulphide. Senyawa Allicin dan Diallyl Sulphide inilah yang memiliki banyak kegunaan dan berkhasiat sebagai obat. Allicin dan turunannya juga bersifat larvasida (Puja, 2010).

Bagian utama dan paling penting dari tanaman bawang putih adalah umbinya. Pendayagunaan umbi bawang putih selain sudah umum untuk dijadikan bumbu dapur sehari-hari, juga merupakan bahan obat-obatan tradisional yang memiliki multi khasiat. “Dalam industri makanan, umbi bawang putih dijadikan ekstrak, bubuk atau tepung, dan diolah menjadi acar.Di bidang kesehatan bawang putih sudah banyak diteliti mengenai efek anti mikroba misalnya terhadap H. Pylori dan antiparasit terhadap Cappilaria spp” (Agnetha, 2008).

Dalam penelitian ini bawang putih dipilih karena tanaman ini sudah sangat dikenal masyarakat, dan mudah diperoleh. Tanaman bawang putih memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, tidak hanya sebagai bumbu dapur saja, namun juga sebagai larvasida terhadap Aedes aegypti. Hal ini sebagaimana hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agnetha (2008), ekstrak bawang putih terbukti memiliki efek sebagai larvasida terhadap nyamuk Aedes aegypti, namun perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lama efektifitas ekstrak

(4)

bawang putih terhadap larva Aedes aegypti, kandungan bawang putih yang bekerja sebagai larvasida terhadap Aedes aegypti, dan mekanisme kerja pasti bawang putih sebagai larvasida terhadap Aedes aegypti. Adapun yang membedakan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada jumlah konsentrasi larutan bawang putih yang digunakan, jumlah konsentrasi larutan bawang putih pada penelitian sebelumnya yaitu 1%, 5%, 10%, 25%, 50% dan 75%. Sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Sehubungan dengan uraian-uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui efektifitas larutan bawang putih dalam membunuh larva Aedes aegypti dengan berbagai macam konsentrasi, dimana bawang putih diolah dalam bentuk larutan dan menganalisis beda jumlah larva yang mati dari berbagai konsentrasi larutan bawang putih. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “Uji Efektifitas Larutan Bawang Putih (Allium sativum) sebagai Insektisida Nabati untuk Membunuh Larva Nyamuk Aedes aegypti”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan (True Experiment), dengan pendekatan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Populasi dalam penelitian ini adalah semua larva nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Sedangkan untuk sampel adalah larva nyamuk Aedes aegypti instar IV yang diambil secara acak (Random Sampling), dan masing-masing sampel larva sebanyak 25 ekor yang dimasukkan dalam konsentrasi larutan bawang putih yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, dan konsentrasi 0% sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis One Way Anova.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tabel 2 Gambaran Jumlah Larva Aedes aegypti Mati Pada Pengulangan Berbagai Konsentrasi Larutan Bawang Putih yang di Amati Selama 1 X 24 Jam

Konsentrasi Larutan

(%)

Jumlah Larva

Jumlah Larva Yang Mati Dalam Waktu 1 X 24 Jam

Pengulangan I Pengulangan II Pengulangan III Rata -rata Persentase (%) 0 25 0 0 0 0 0,0 25 25 22 21 23 22 88,0 50 25 24 23 24 24 95,0 75 25 25 23 24 24 96,0 100 25 25 25 25 25 100,0

(5)

Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi 25% memperlihatkan efek larvasida dengan jumlah larva yang mati sebesar 88%. Selanjutnya pada konsentrasi 50%, dan 75% persentase jumlah larva yang mati berturut-turut sebesar 95%, dan 96%. Sedangkan pada konsentrasi 100% jumlah rata-rata larva yang mati yaitu sebesar 100%, dengan kata lain pada konsentrasi tertinggi yaitu 100% semua larva mati.

Adapun hubungan antara konsentrasi larutan bawang putih dengan jumlah larva nyamuk Aedes aegypti yang mati dapat dilihat pada grafik.

Sumber : Data Primer, 2014

Grafik 1. Grafik hubungan antara konsentrasi larutan bawang putih dengan jumlah larva nyamuk Aedes aegypti yang mati

Hasil pada grafik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata persentase jumlah larva Aedes aegypti yang mati dari konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%. Pada konsentrasi 100% semua larva mati, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi larutan bawang putih yang dipakai maka semakin efektif untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Analisa Data

Uji Kolmogorov-Smirnov dan Homogenitas Data

Uji Kolmogorov-Smirnov dan Homogenitas Data merupakan syarat untuk menggunakan Uji One Way Anova dalam penelitian ini, karena data yang digunakan harus berdistribusi normal dan homogen. Untuk mengetahui normalitas data yang diuji terdapat pada lampiran 3, dimana nilai dari hasil perhitungan sebesar 0,810, karena nilai probabilitas ≥ ∝ 0,05 maka data yang diuji dalam penelitian ini berdistribusi normal sedangkan untuk homogenitas data seperti yang

82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 25 50 75 100 P er sent a se J um la h L a rv a Aedes a eg y pti y a ng M a ti Set ela h P er la k ua n (%)

Variasi Larutan Bawang Putih (%)

Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Bawang Putih Dengan Jumlah Larva Yang Mati

(6)

terdapat pada lampiran 3 dimana nilai dari hasil perhitungan sebesar 0,247, karena nilai probabilitas ≥ ∝ 0,05 maka data yang dipakai dalam penelitian ini homogen, sehingga syarat Uji One Way Anova terpenuhi.

Uji One Way Anova

Pengujian efektifitas larutan bawang putih untuk membunuh larva Aedes aegypti dilakukan dengan Uji One Way Anova, Hasil uji One Way Anova seperti yang tercantum pada lampiran 3 menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar 0,009. Karena nilai probabilitas < ∝ 0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak,

sehingga hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan daya bunuh larutan bawang putih dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa larutan bawang putih efektif untuk membunuh larvaAedes aegypti.

Uji Perbandingan Mean Post Hoc dengan LSD

Berdasarkan hasil yang tercantum pada lampiran 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah larva Aedes aegypti yang mati antara kelompok yang diberi larutan bawang putih dengan empat konsentrasi yang berbeda. Dengan uji ini dapat diketahui pasangan konsentrasi larutan bawang putih yang memberikan perbedaan, yaitu konsentrasi I dengan konsentrasi II, III, IV ; konsentrasi III dengan konsentrasi II, sedangkan pasangan konsentrasi yang tidak disebutkan adalah pasangan konsentrasi yang tidak memberikan perbedaan jumlah larva yang mati.

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas larutan bawang putih dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dengan berbagai macam konsentrasi dan adanya perbedaan daya bunuh larutan bawang putih dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%.

Dalam penelitian ini aquades digunakan sebagai zat pelarut sedangkan larutan bawang putih sebagai zat terlarut, Untuk mendapatkan konsentrasi 25% dipakai perbandingan 25:75 dalam 100 ml, konsentrasi 50% dipakai perbandingan 50:50 dalam 100 ml, untuk konsentrasi 75% dipakai perbandingan 75:25 dalam 100 ml dan untuk konsentrasi 100% dipakai sari murni bawang putih 100%.

Larva yang di uji cobakan pada penelitian ini adalah larva nyamuk Aedes aegypti instar IV, larva ini dipilih karena pada stadium ini ukurannya paling besar sehingga sistem pertahanannya lebih kuat dari instar I, instar II dan instar III. Dengan demikian diasumsikan jumlah dosis konsentrasi yang mampu membunuh larva instar IV juga mampu membunuh larva instar I, II, dan III.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan seperti yang terlihat pada tabel 2 bahwa pada kelompok kontrol tidak ditemukan larva yang mati, karena aquades tidak bersifat sebagai larvasida. Sedangkan pada kelompok perlakuan didapati adanya larva yang mati. Sehingga dapat dikatakan bahwa ternyata larutan bawang putih sangat efektif dan ampuh untuk membunuh larva Aedes aegypti. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya beda jumlah perbandingan larva yang mati dari tiap-tiap konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%. Untuk membuktikan hipotesa bahwa

(7)

terdapat perbedaan jumlah larva yang mati antara masing-masing konsentrasi maka digunakan uji hipotesa Anova. Hasilnya diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,009 dengan ∝ 0,05. Nilai probabilitas yang kurang dari ∝ 0,05 membuat hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada perbedaan daya bunuh

larutan bawang putih dalam membunuh larva Aedes aegypti dengan berbagai macam konsentrasi. Pada uji lanjutan LSD dapat dilihat terdapat perbedaan rata-rata jumlah larva yang mati dari masing-masing konsentrasi, pada konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% jumlah larva yang mati berturut-turut 88%, 95%, 96%, dan 100%.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sulistyoningsih, dkk (2008) dengan konsentrasi 1%, 5%, 10%, 25%, dan 50% dan menggunakan 10 ekor larva Aedes aegypti yang berumur 4 hari pada masing-masing konsentrasi dengan 10 kali pengulangan menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1% tidak dapat dikatakan efektif karena jumlah larva yang mati kurang dari 75%. Sedangkan pada konsentrasi 5%, l0%, 25% dan 50% dapat membunuh larva secara efektif karena jumlah larva yang mati lebih dari atau sama dengan 75%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah pada tingkat konsentrasi yang dipakai lebih tinggi yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hal ini disesuaikan dengan umur larva yang dipakai yaitu larva instar IV, jumlah larva yang dipakai lebih banyak yaitu 25 ekor dan dengan hanya 3 kali pengulangan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang telah dikemukakan, peneliti berharap agar data yang diperoleh lebih representatif hal ini sesuai dengan saran yang diberikan pada penelitian sebelumnya. Hasil penelitian yang diperoleh berbanding lurus dengan penelitian sebelumnya yaitu semakin tinggi tingkat konsentrasi larutan bawang putih yang dipakai maka daya bunuhnya juga semakin meningkat dan lebih efektif.

Adanya kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi beda jumlah larva yang mati dari setiap konsentrasi dapat berupa adanya perbedaan daya sensitifitas masing-masing larva terhadap konsentrasi larutan bawang putih, dimana semakin tinggi konsentrasinya maka semakin tinggi tingkat kekentalan larutan, sehingga menyebabkan larva sulit untuk mengambil udara dari permukaan air akibatnya tidak cukup oksigen bagi larva untuk pertumbuhannya sehingga larva tersebut mati. Adanya variabel-variabel pengganggu seperti kondisi masing-masing larva sebelum dimasukkan kedalam konsentrasi larutan, yang mungkin saja mengalami trauma ketika di ambil dengan pipet sehingga dapat memudahkan kematian larva. Kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban juga dapat mempengaruhi tingkat sensitifitas larva.

Menurut (Agnetha, 2008) Mekanisme larvasida dari bawang putih diduga diperankan oleh zat aktif yang terkandung di dalamnya. Kandungan allicin dan

dialil sulphide memiliki sifat bakterisida dan bakteristatik.Allicin bekerja dengan

cara menggangu sintesis membran sel parasit sehingga parasit tidak dapat berkembang lebih lanjut.Allicin juga bersifat toksik terhadap sel parasit maupun bakteri. Allicin bekerja dengan merusak sulfhidril (SH) yang terdapat pada protein. (bawang putih) Diduga struktur membran sel larva terdiri dari protein dengan sulfhidril (SH) Allicin akan merusak membran sel larva sehingga terjadi lisis. Toksisitas allicin tidak berpengaruh pada sel mamalia karena sel mamalia

(8)

memiliki glutathione yang dapat melindungi sel mamalia dari efek allicin. Berdasarkan mekanisme tersebut maka allicin dapat menghambat perkembangan larva instar IV yang akan berubah menjadi pupa dan akhirnya mati karena membran selnya telah dirusak.

Kandungan minyak dalam larutan bawang putih mampu mengubah tegangan permukaan air sehingga larva mengalami kesulitan untuk mengambil udara dari permukaan air. Hal ini diduga menyebabkan larva tidak mendapat cukup oksigen untuk pertumbuhannya sehingga menyebabkan kematian larva.

Kandungan dari bawang putih lain yang diduga berperan dalam kematian larva adalah flavonoid. Zat ini bekerja sebagai inhibitor pernapasan. Flavonoid diduga mengganggu metabolisme energi di dalam mitokondria dengan menghambat sistem pengangkutan elektron. Adanya hambatan pada sistem pengangkutan elektron akan menghalangi produksi ATP dan menyebabkan penurunan pemakaian oksigen oleh mitokondria (Agnetha, 2008).

Hasil Kematian Larva Nyamuk Aedes aegypti dalam Kosentrasi 25%, 50%, 75%, 100%

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa kecil sekali perbedaan jumlah larva yang mati antara masing-masing konsentrasi larutan bawang putih. Setiap konsentrasi memperoleh perlakuan yang sama yakni pada konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% larutan bawang putih dimasukkan sebanyak 25 ekor larva Aedes aegypti, perlakuan ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan dan diamati selama 1 x 24 jam.

Pada konsentrasi 25% jumlah larva yang mati yaitu sebanyak 66 ekor dengan rata-rata 22 atau sebesar 88%. Pada konsentrasi ini bisa dikatakan jumlah larva yang mati sudah banyak. Perbandingan larutan yang dipakai adalah 25:75 dalam 100 ml. Sehingga hasil pengujian dapat diketahui bahwa larutan bawang putih mempunyai daya bunuh yang tinggi.

Pada konsentrasi 50% jumlah larva yang mati yaitu sebanyak 71 ekor dengan rata-rata 24 atau sebesar 95%. Pada konsentrasi ini jumlah larva yang mati sedikit meningkat dari pada jumlah larva yang mati pada konsentrasi 25%, perbandingan larutan yang dipakai adalah 50:50 dalam 100 ml, dengan kata lain perbandingan antara zat pelarut dan zat terlarut adalah sama. Sehingga daya bunuh larutan bawang putih pada konsentrasi 50% adalah konstan.

Pada konsentrasi 75% jumlah larva yang mati yaitu sebanyak 72 ekor dengan rata-rata 24 atau sebesar 96%. Pada konsentrasi ini dapat dikatakan bahwa hanya 1 ekor saja larva yang dapat bertahan hidup selama 1 x 24 jam, hal ini dapat disebabkan oleh karena semakin tingginya tingkat konsentrasi larutan bawang putih, perbandingan larutan yang dipakai adalah 75:25 dalam 100 ml. Sehingga semakin tinggi daya bunuh larutan bawang putih terhadap larva Aedes aegypti.

Pada konsentrasi 100% jumlah larva yang mati adalah sebanyak 75 ekor dengan rata-rata 25 atau sebesar 100%. Pada konsentrasi ini semua sampel larva yang digunakan mati. Dimana pada konsentrasi 100% merupakan sari bawang putih murni tanpa campuran aquades. Sehingga pada konsentrasi ini daya bunuh larutan bawang putih lebih efektif.

(9)

Dengan demikian dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa larutan bawang putih (Allium sativum L) sangat efektif untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Efek larvasida larutan bawang putih terhadap Aedes aegypti pada konsentrasi minimal 25% dengan jumlah larva yang mati sebesar 88% dan konsentrasi maksimal 100% dengan jumlah larva yang mati sebesar 100%. Dengan persentase 88% larva yang mati dapat dikatakan bahwa larutan bawang putih sudah efektif membunuh larva pada konsentrasi 25%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi yang dipakai maka akan semakin meningkat jumlah larva yang akan mati.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian uji efektifitas larutan bawang putih sebagai insektisida nabati untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% menunjukkan hasil persentase bahwa pada konsentrasi 25% jumlah larva mati sebesar 88%, konsentrasi 50% jumlah larva mati sebesar 95%, konsentrasi 75% jumlah larva mati sebesar 96%, dan konsentrasi 100% jumlah larva mati sebesar 100%. Dan berdasarkan hasil uji statistik One Way Anova p (0,009) < ∝ (0,05), yang berarti H1 diterima dan H0

ditolak, Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan daya bunuh larutan bawang putih dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti, sehingga semakin tinggi tingkat konsentrasi larutan bawang putih maka semakin efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti.

Saran

Diharapkan bagi masyarakat agar dapat menggunakan larutan bawang putih di tempat-tempat nyamuk Aedes aegypti biasa bersarang, seperti tempat penampungan air, genangan air, atau selokan yang airnya jernih untuk membunuh larva Aedes aegypti tersebut. Bagi instansi terkait disarankan agar ketika melakukan kegiatan-kegiatan di lapangan seperti sosialisasi kesehatan maupun promosi kesehatan agar dapat membawakan materi-materi yang dapat memperkenalkan tanaman-tanaman tradisional yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk membunuh nyamuk atau larva nyamuk, mengingat banyaknya tanaman-tanaman yang dapat berfungsi sebagai insektisida nabati salah satunya tanaman bawang putih itu sendiri yang mudah diperoleh, ramah lingkungan, dan aman bagi kesehatan manusia.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

A, Addin. 2009. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Bandung : Penerbit PT. Puri Delco.

Agnetha, A.Y. 2008. Efek Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum L)

SebagaLarvasida Nyamuk Aedes Sp,. (Online). Jurnal. Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Indonesia.

Aminudin. 2009. Waspada Penyakit yang Ditularkan Hewan. Bandung : CV. Putra Setia.

Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Mulyatno, K.C. 2013. Morfologi, Klasifikasi, Siklus Hidup, Habitat dan Penyakit yang ditularkan oleh Nyamuk Aedes Sp,. Jurnal. Unair.

Palgunadi, dkk. 2011. Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Volume 2 Nomor 1 Januari 2011.

Samadi, B. 2000. Usaha Tani Bawang Putih. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Satari, H.Idan Mila Meiliasari. 2004. Demam Berdarah Perawatan Dirumah dan

Dirumah Sakit. Jakarta : Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Sulistyoningsih, dkk. 2008. Efektivitas Larutan Bawang Putih Dalam Membunuh

Larva Aedes aegypti . (Online). Jurnal. Unimus.

Tim Penyusun. 2012. Pengendalian Vektor. Bahan Ajar Jurusan Kesehatan Masyarakat. Gorontalo: Univer5sitas Negeri Gorontalo.

Wibowo, S. 2008. Budidaya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wirakusumah, E. 2006. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Penebar Swadaya.

(11)
(12)

Gambar

Tabel 2 Gambaran Jumlah Larva Aedes aegypti Mati Pada Pengulangan Berbagai    Konsentrasi Larutan Bawang Putih yang di Amati Selama 1 X 24 Jam  Konsentrasi
Grafik  1.  Grafik  hubungan  antara  konsentrasi  larutan  bawang  putih  dengan  jumlah larva nyamuk Aedes aegypti yang mati

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat terlihat bahwa banyak faktor yang berhubungan efektivitas kerja guru. Namun peneliti menganggap hal yang paling penting

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa intensitas penggunaan bahasa daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar bahasa Indonesia peserta didik kelas I SD

Tahap 5 Rapat prodi untuk menentukan dosen calon pembimbing PKL dan menentukan jadwal pengantaran mahasiswa PKL.

Dalam penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dimana dalam penelitian ini yang merupakan data kuantitatif adalah jumlah investasi di Provinsi Bali, data perkembangan PDRB

Pola pembinaan yang dilakukan oleh TK/TPA Al-Muliya Kelurahan Pannampu Kecamatan Tallo pada umumnya mengacu kepada pola pembinaan TK/TPA secara Nasional, yaitu

Maka dari itu pihak koperasi memiliki sebuah program terbaru untuk menjadi salah satu sarana untuk mengendalikan risiko pembiayaanyaitu dengan menggunakan “Kotak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional, pengungkapan sukarela, dan manajemen laba terhadap biaya modal pada perusahaan sector

Av de sorter som finns i det ekologiska sortförsöket 2009 (Hagman, 2010), är Melody tillsammans med sorten Terra Gold känsligast för skalmissfärgning (Melody 26 %, Terra Gold, 19 %