• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Februari 2016"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN JANUARI 2016 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Januari 2016

Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Januari2016 :

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Selama Januari 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) sudah mulai berangsur-angsur menurun. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Namun demikian anomali suhu muka lautterakhir tercatat +2.1°C mengindikasikan El Nino kuat masih berlangsung sejakakhir bulan September 2015. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai negatif -17.8dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan El Nino masih berlangsung selama Januari2016, namun dengan kecenderungan melemah dan diprediksi kondisi kembali normal (periode El Nino selesai) dalam empat bulan mendatang. Kondisi tersebut berdampak pada pengurangan pasokan uap air di wilayah Indonesia bagian Timur dan wilayah selatan equator selama Januari 2016.

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasatdi sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 31 Januari 2016 (Sumber : BoM)

(2)

2 Dipole Mode

Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju negatif setelah sebelumnya berada pada kisaran normal pada akhir Desember2015 hingga pertengahan Januari 2016. Indeks minggu terakhir Januari 2016 tercatat bernilai -0.51, hal ini berkontribusi terhadap penambahan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode menjelang akhir Januari 2016.

Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga akhir Januari2016 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Posisi aktifitas MJO pada awal hingga pertengahan bulan Januari2016 aktifjauh dari wilayah Benua Maritim Indonesia. Sehingga awal hingga pertengahan Januari mayoritas wilayah Indonesia sedikit tutupan awan. Memasuki akhir Januari 2016, MJO baru terlihat aktif di Benua Maritim Indonesia. Hal tersebut juga terlihat pada Hovmoller anomali OLR, dimana OLR berwarna ungu(banyak tutupan awan)yang juga menunjukkan aktifitas MJO aktif melintas di wilayah Indonesia sekitar periode akhir Januari 2016 yang tentunya turut berperan dalam menambah curah hujan di Indonesia selama periode tersebut.

Gambar 3. Siklus posisi MJO dan Hovmoller anomali OLR selama Januari2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange adalah OLR positif(Sumber : BoM)

(3)

3 Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Pada awal hingga pertengahan Januari 2016, monsun Baratan melemah bahkan sempat kembali menjadi angin Timuran (indeks negatif) akibat pola tekanan udara dan gangguan tropis skala sinoptik.Kondisi tersebut juga berperan terhadap berkurangnya curah hujan hingga pertengahan Januari 2016.Memasuki akhir Januari 2016, barulah kembali terjadi peningkatan aktifitas angin baratan di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator, sehingga curah hujan juga ikut mengalami peningkatan.

Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien

Januari (sumber: misae4u)

Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Januari2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)

Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama Januari2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali negatif yang cukup signifikan, hal ini disebabkan karena awal hingga pertengahan Januari 2016, angin baratan melemah dan dominan timuran, sedangkan komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya masih didominasi dari Utara sehingga massa udara dari Utara lebih kuat masuk ke Jawa Timur.

Suhu muka laut perairan Indonesia

Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Januari 2016 berkisar antara +0.5 hingga +1.5ºC dan secara umum lebih hangat dibandingkan bulan sebelumnya, sehingga potensi penguapan cukup tinggi khususnya wilayah Barat dan Tengah. Perairan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +0.1 hingga +1.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang mendukung pembentukan awan selama Januari 2016. Kondisi ini sangat tergantung oleh radiasi dan posisi semu

(4)

4

matahari. Selama musim hujan, posisi semu matahari berada di selatan ekuator sehingga cukup signifikan memanaskan samudera di mayoritas wilayah Indonesia.

Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Januari 2016 (sumber: NOAA)

Seruakan (desakan massa udara) Dingin Asia (Asia Cold Surge)

Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta streamline.

Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) (Sumber data:Ogimet.com)

Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada awal dasarian kedua, namun di Hongkong tidak terjadi penurunan suhu hingga 5ºC. Setelah memasuki dasarian ketiga yaitu tanggal 23Januari2016 selisih tekanan ≥10 mb dan di Hongkong juga terjadi penurunan suhu hingga 6ºC dan dari peta angin terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan dingin / desakan massa udara dingin Asia telah berlangsung dan sampai ke wilayah Jawa.

Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada Januari2016 umumnya merata terjadi peningkatan menjelang akhir bulan. Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari berikutnya dari tanggal 23 Januari 2016.

(5)

5 Gangguan Tropis

Selama Januari 2016 terdapat satu aktifitas gangguan tropis yaitu Siklon Tropis STAN pada 29-30 Januari 2016 di wilayah Samudera Hindia Selatan Indonesia yang cukup mempengaruhi kondisi cuaca dan tinggi gelombang laut di wilayah Indonesia bagian Selatan, sedangkan di sebelah Utara Khatulistiwatidak ada siklon tropis. Data dan jejak aktifitas gangguan tropis tersebut disajikan pada gambar di bawah.

Dengan menggunakan data BMKG tahun 1964 hingga 2005 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Samudra Hindia Tenggara, kejadian siklon tropis Januari mencapai 21% artinya secara normal terdapat 2.1 kejadian siklon tropis pada Januari di Samudera Hindia Tenggara, namun Januari2016terjadi hanya 1 kali yaitu Siklon Tropis STAN pada 29-30 Januari 2016.

Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis STAN 29-30 Januari 2016 dan Rata-rata kejadian Siklon Tropis di BBS (Sumber:UNISYS dan BMKG)

Kelembaban udara

Kelembaban udara relatif selama Januari 2016 di Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya terjadi anomali negatif hingga 5% dari rata-ratanya dan hal ini mengindikasikan bahwa di atmosfer kurang mendukung untuk pertumbuhan awan di Jawa Timur sebelah timur terutama pada awal hingga pertengahan bulan Januari 2016. Namun untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat kondisi kelembaban udara relatif sama dengan normal bulan Januari, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan.

Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Januari 2016 dan Anomalinya pada level 850mb (Sumber:ESRL NOAA)

Aktivitas Cuaca

Pada awal hingga pertengahan bulan Januari2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan saja

(6)

6

dengan pola angin dominan Timurlaut – Tenggara. Memasuki akhir bulan Januari 2016 cuaca dominan hujan sedang – lebat yang mayoritas terjadi mulai siang hingga malam hari dengan pola angin dominan Baratdaya - Baratlaut.Secara spasal daerah dataran tinggi di bagian Barat lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah dataran rendah lainnya.Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan terjadi mulai pada siang/sore hari.

Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal bulan Januari tentunya berada pada kondisi bawah normal mengingat puncak musim hujan Banyuwangi secara normal adalah Januari dan Februarinamun pada Januari 2016 akibat dampak dari El Nino intensitas kuat serta fenomena laut-atmosfer lainnya dan juga faktor topografi wilayah, maka akumulasi curah hujan berkurang khususnya pada awal hingga pertengahan bulan.

B. Pantauan kondisi cuaca bulan Januari 2016 di Kota Banyuwangi

Dari rentetan peta synoptik selama bulan Januari 2016, wilayah kota Banyuwangi angin pada umumnya bertiup dari arah Utara - Tenggara dengan kecepatan 3 – 16 knots, cuaca dari berawan hingga hujan ringan sampai lebat. Kecepatan angin maksimum terjadi pada tanggal 14 dan 18 Januari 2016 dari arah Utara - Timurlaut dengan kecepatan 14 knots, suhu tertinggi pada tanggal 16 Januari 2016 sebesar 35.2ºC dan suhu terendah terjadi pada 23 dan 24 Januari 2016 sebesar 24.0 ºC. Curah hujan sebesar 116.1 mm dengan 11 hari hujan.

Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Januari 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parame ter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata-rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.

Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Januari 2016

NO PARAMETER HASIL OBSERVASI

JANUARI 2016 NORMAL JANUARI [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 28.7 ºC 27.3 ºC 2 Temperatur maksimum 33.0 ºC 33.7 ºC 3 Temperatur minimum 25.1 ºC 22.2 ºC

4 Temp. maks. absolut 35.2 ºC 35.5 ºC

5 Temp. min. absolut 24.0 ºC 20.0 ºC

6 Tekanan rata-rata * 1014.4 mb 1008.3 mb

7 Kec. angin rata-rata * 8.7 kt ( 15.6 km/jam )

2.4 kt ( 4.3 km/jam )

8 Arah Angin rata-rata 45° 180°

9 Kelembaban rata-rata 76 % 80 %

10 Curah hujan 116.1 mm 238 mm

(7)
(8)

8 Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi

Januari 2016 (Sumber:BMKG)

Penguapan selama Januari 2016 mencapai 160.5 mm dengan rata-rata harian 5.2 mm, penguapan tertinggi 8.8 mm pada 5 Januari 2016.

Penyinaran matahari rata-rata Januari 2016 mencapai 77 %, minimal 0 % terjadi pada 26 dan 31 Januari 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I - II Januari 2016.

Tekanan udara (QFF) tertinggi 1014.3 mb pada 7 Januari 2016 dan terendah 1008.4 mb pada 31 Januari 2016.

Rata-rata kelembaban udara relatif (RH) Januari 2016 adalah 76 % dengan RH tertinggi 89% pada 27 Januari 2016 dan RH terendah 61 % pada 19 Januari 2016.

Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin sangat bervariasi namun didominasi dari Timurlaut – Tenggara dengan kecepatan angin dominan 4-8 knots.

C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari

Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″LS 114°20′24.64″BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010.Hingga Januari 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Kondisi parameter cuaca selama bulan Januari2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :

Wilayah bandara Blimbingsari memasuki musim hujan pada Dasarian III bulan Januari 2016, sehingga kondisi cuaca pun sering terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat yang juga sering disertai petir dan angin kencang sesaat. Dari data hasil pengamatan terlihat awan-awan konvektif mulai terbentuk mulai siang hari dan terjadi

(9)

9

hujan pada siang – sore hari. Kondisi tersebut berdampak pada aktifitas take off dan landing pesawat komersial maupun pesawat latih, sehingga sering terjadi delayed (penundaan), retiming akibat kondisi cuaca tersebut.

Curah hujan selama Januari 2016 mencapai 160.1 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 78.8 %.RH tertinggi 89 % tanggal 30 Januari dan terendah 71 % tanggal 19 Januari 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1012.2 mb, tertinggi 1015.1 mb pada 4 Januari dan terendah 1009.0 mb pada 31 Januari 2016. Suhu rata –rata 28.5 °C dengan suhu maksimum absolut 35.6 °C pada 20 Januari dan suhu minimum absolut 22.8 °C pada 10 Januari 2016. Arah angin dominan 70 % dari Timurlaut – Tenggara dengan kecepatan 4 – 17 knots. Selebihnya bervariasi dari Selatan hingga Baratlaut. Mayoritas kecepatan angin mencapai 34.4 % berkisar antara 7 – 11 knot. Kecepatan maksimum mencapai 26 knot tanggal 27 Januari 2016.

Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Januari 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber:BMKG)

(10)

10

D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk

Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Januari 2016 angin didominasi dari arah Timurlaut – Baratlaut dengan kecepatan angin rata-rata 5 – 20 knots ( 9 – 36 Km/Jam). Suhu berkisar antara 24 – 31 °C dan Kelembaban Udara Relatif 65 – 93 %. Kondisi cuaca bervariasi dari Berawan hingga Hujan intensitas ringan – lebat. Ketika ada awan Cumulonimbus pada perairan, tentunya kecepatan angin dan ketinggian gelombang selat Bali akan meningkat seperti yang terjadi pada 23 dan 27 Januari 2016 kecepatan angin meningkat dan gelombang laut meninggi sehingga dilakukan penutupan penyeberangan kurang lebih 1.5 jam. Berikut data AWS 23 dan 27 Januari 2016 saat terjadi peningkatan kecepatan angin di selat Bali :

 Tanggal 23 Januari 2016 peningkatan kecepatan angin terjadi mulai jam 14.00 WIB dan puncaknya mencapai 19.6 m/s = 39.2 knots =70.5 Km/jam pada jam 15.41 WIB

 Tanggal 27 Januari 2016 peningkatan kecepatan angin terjadi mulai jam 13.00 WIB dan puncaknya mencapai 13.0 m/s = 26.0 knots =46.8 Km/jam pada jam 14.51 WIB.

(11)

11

E. Analisis Hujan Januari 2016 Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan data curah hujan bulan Januari 2016 dari stasiun BMKG danpos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut

. Curah hujan tertinggi 268 mm terjadi di Kebondalem dengan 10 hari hujan, sementara curah hujan terendah 55 mm terjadi di Kalibaru dengan hanya 12 hari hujan.

Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Rata-Rata Januari, Januari 2016 dan Sifat Hujan Januari 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Januari 2016 mengalami curah hujan di bawah kondisi rata-rata / normalnya sebagai dampak El Nino kuat dan juga interaksi faktor-faktor skala global, regional dan lokal lainnya. Hanya sebagian kecil wilayah yaitu Glenmore yang hujannya sama dengan kondisi normal. Curah hujan mulai meningkat mulai Dasarian III Januari 2016 sehingga akumulasi curah hujan Januari 2016 mengalami penurunan.

(12)

12

F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut

Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Januari 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG Banyuwangi)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Januari 2016 sudah mengalami hujan setelah sebelumnya 9 kecamatan lebih telah mengalami kekeringan akibat kemarau panjang.

G. Pantauan Debu Vulkanik bulan Januari 2016

Hingga akhir Januari 2016, Gunung Bromo masih berstatus SIAGA (level III).Dari data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tercatat peningkatan status dari WASPADA (level II) menjadi SIAGA (level III) dimulai pada 4 Desember 2015 lalu. Debu vulkanik yang disemburkan mengikuti arah angin pada ketinggian letusan, dimana debu vulkanik ini sangat berbahaya bagi dunia penerbangan (transportasi udara), sehingga BMKG mengeluarkan peringatan berupa sandi SIGMET yang selalu dimutakhirkan (updating) berdasarkan data terkini dari pusat peringatan debu vulkanik / volcanic ash advisory centre Darwin dan disebarkan kepada pelaku kegiatan transportasi udara di bandara-bandara terdampak. Selama bulan Januari2016 terpantau debu vulkanik gunung Bromo (Tengger Kaldera) kembali mengarah ke Tenggara mulai 21 Januari 2016 namun tidak sampai ke wilayah Banyuwangi. Mulai 24 Januari 2016 debu vulkanik mengarah ke Timur. Namun karena bersamaan pada masa musim hujan maka debu vulkanik susah terdeteksi dari citra satelit akibat tertutup awan. Berikut pantauan citra satelit Himawari dan peringatan dari VAAC Darwin pada 21 Januari 2016 saat arah sebaran debu vulkanik berubah arah :

(13)

13 Gambar 14. Gambar Polygon sebaran debu vulkanik 21 dan 24 Januari 2016

(Sumber:VAAC Darwin)

II. PROSPEK CUACA BULAN FEBRUARI 2016 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Februari 2016

Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa El Nino intensitas moderate akan terjadi pada Februari hingga Maret 2016, selanjutnya meluruh menjadi El Nino lemah pada April 2016, lalu El Nino berakhir dan kondisimenjadi normal pada Mei 2016.Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi netral / normal pada bulan Februari 2016, kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak ada suplai uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia maupun sebaliknya.

Suhu muka laut perairan Indonesia diprediksi dari Februari hingga Juli 2016 kondisinya cenderung hangat dan menunjukkan cukup tersedianya suplai uap air untuk terbentuknya awan.

Madden Julian Oscillation pada bulan Februari 2016 diprediksi berada pada fase4sehingga cukupsignifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Februari2015 bernilai negatif di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti banyaknya tutupan awan pada periode Februari 2016.

Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Februari didominasi terjadi di Belahan Bumi Selatan seiring pergerakan semu matahari, sehingga memicu angin monsun baratan yang stabil dan berdampak banyak hujan bahkan Februari merupakan bulan puncak musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur. Pola perlambatan angin dan pertemuan dua massa udara (konvergensi) juga akan intens terjadi selama Februari 2016 yang tentunya akan turut memicu hujan dengan intensitas lebat.

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah Banyuwangi pada bulan Februari akan berada pada masa puncak musim hujan namun dengan akumulasi curah hujan mayoritas di bawah kondisi rata-rata / normalnya.

(14)

14 Gambar 15. Prediksi El Nino, anomali SPL, MJO dan anomali OLR

(15)

15

B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Februari – April 2016 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Februari 2016 hingga April 2016 diprakirakan sebagai berikut:

Februari 2016

Curah Hujan berkisar 150 – 300 mm Sifat Hujan Bawah Normal - Normal

Maret 2016

(16)

16

April 2016

Curah Hujan berkisar 50 – 300 mm Sifat Hujan Normal - Atas Normal Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan

Februari, Maret dan April 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG) C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir Februari 2016

Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Februari 2016, dari peta terlihat untuk wilayah Banyuwangi beberapa wilayah diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah di wilayah Muncar dan menengah di Kota Banyuwangi.

(17)

17

III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI FEBRUARI 2016

Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Februari 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :

IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI

Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Januari 2016 (Sumber:BMKG) Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Januari 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).

Tanggal Matahari Terbit

(WIB) Matahari Terbenam (WIB) Tanggal Matahari Terbit (WIB) Matahari Terbenam (WIB) 1 5:22:05 17:49:48 16 5:25:47 17:47:23 2 5:22:24 17:49:45 17 5:25:56 17:47:06 3 5:22:43 17:49:41 18 5:26:05 17:46:49 4 5:23:01 17:49:36 19 5:26:13 17:46:31 5 5:23:19 17:49:30 20 5:26:21 17:46:12 6 5:23:35 17:49:23 21 5:26:28 17:45:52 7 5:23:52 17:49:15 22 5:26:34 17:45:32 8 5:24:07 17:49:06 23 5:26:40 17:45:11 9 5:24:22 17:48:56 24 5:26:46 17:44:49 10 5:24:36 17:48:45 25 5:26:50 17:44:27 11 5:24:49 17:48:34 26 5:26:55 17:44:04 12 5:25:02 17:48:21 27 5:26:58 17:43:41 13 5:25:14 17:48:08 28 5:27:01 17:43:17 14 5:25:26 17:47:54 29 5:27:04 17:42:52 15 5:25:36 17:47:39 Februari 2016 Februari 2016

(18)

18

V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM JANUARI 2016

Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa.

Tabel 2. Cuaca/iklim Ekstrim Bulan Januari 2016 Banyuwangi

KRITERIA KETERANGAN

Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam

 23 Januari 2016, 15.39 WIB, Selat Bali, 39 knots (70.2 Km/jam)

 27 Januari 2016 14.51 WIB Selat Bali, 26 knots (46.8 Km/jam)

Suhu udara > 35˚ C Tidak Ada

Suhu udara < 15˚ C Tidak Ada

Kelembaban udara < 30 % Tidak Ada Curah Hujan > 100 mm / hari Tidak Ada

Tanah Longsor Tidak Ada

Banjir Tidak Ada

Puting Beliung Tidak Ada

DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI

ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

(19)

19

Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.

MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.

OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.

Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan.

Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. W ilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten.

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :

a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20

c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan

Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

(20)

20

a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya

b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap

rata-ratanya

Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik

Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi

Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (ML), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md).

Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Seismicity Cross Section merupakan gambaran kondisi kegempaan suatu wilayah dilihat secara vertikal lewat ilustrasi plotting distribusi pusat gempa diidasarkan pada kedalaman pusat gempa.

Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930).

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya

Tabel Skala Intensitas Gempabumi dalam MMI (Modified Mercalli Intensity tahun 1931)

SKALA KUALITAS GETARAN GEMPA

I Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang.

II Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.

III Getaran dirasakan nyata dalam rumah oleh banyak orang, terasa getaran seolah-olah ada truk

lewat

IV Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang dalam rumah, di luar beberapa orang terbangun,

gerabah pecah jendela pintu gemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah. V

Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dsb pecah, barang-barang terpelanting, pohon-pohon, tiang-tiang, barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.

VI Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, plester dinding

jatuh dan cerobong asap dari pabrik rusak, kerusakan ringan. VII

Tiap-tiap orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dan bangunan dengan konstruksi yang baik dan tidak baik, cerobong asap pecah/retak-retak, terasa oleh orang-orang yang naik kendaraan.

VIII

Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan monumen roboh, air menjadi keruh.

IX

Kerusakan pada bangunan yang kuat, kerangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak pada bangunan yang kuat, rumah tampak agak berpindah dari pondamennya, pipa-pipa dalam tanah putus.

X Bangunan dari kayu yang kuat rusak, kerangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah,

rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan tanah-tanah yang curam, air bah.

XI Bangunan hanya tinggal sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah, pipa dalam

tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel kereta api melengkung sekali.

XII Hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi

gelap, benda-benda terlempar ke udara.

Gambar

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin  pasatdi sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 31 Januari 2016 (Sumber : BoM)
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga akhir Januari2016 (Sumber : BoM)  Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat- barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien
Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong)  (Sumber data:Ogimet.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel XXII PSPEC Input Data Pembelian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kuantitatif, Metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada populasi atau sampel

Salah satu parameter yang menarik untuk dikaji dari perikanan ini diantaranya adalah waktu terjadinya pemijahan dan rekruitmen, contohnya waktu dalam satu

Kesalahan dari segi tata tulis/ejaan yang masih terdapat dalam surat undangan yang disusun oleh organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Menyetor selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan atas transaksi bulan sebelumnya dan melapor selambatnya tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dalam perusahaan yang

Batok kelapa dengan nilai kalor dan fire power yang lebih besar dibanding tongkol jagung dan limbah kayu, memberikan pasokan termal lebih besar dan akan

Dalam penelitian ini model prakriraan debit masa depan yang digunakan adalah model diskrit Markov serta model korelasi spasial hujan dan debit (model kontinu),