• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS PUPUK DAN DEKOMPOSER TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ORGANIK ARINAL HAQ IZZAWATI NURRAHMA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS PUPUK DAN DEKOMPOSER TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ORGANIK ARINAL HAQ IZZAWATI NURRAHMA A"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS PUPUK DAN DEKOMPOSER TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ORGANIK

ARINAL HAQ IZZAWATI NURRAHMA

A24080180

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

PENGARUH JENIS PUPUK DAN DEKOMPOSER TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ORGANIK

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ARINAL HAQ IZZAWATI NURRAHMA

A24080180

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

PENGARUH JENIS PUPUK DAN DEKOMPOSER TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ORGANIK

The Influence of Fertilizer Types and Decomposer on Organic Rice Growth and Yield

Arinal Haq Izzawati Nurrahma1, Maya Melati2

ABSTRACT

Field experiment was carried out in Cikarawang, Dramaga, Bogor from November 2011 to March 2012. The objective of the research was to study the effect of fertilizer types and decomposer on growth and yield of organic rice. The experiment used factorial-randomized complete block design with fertilizer combinations (15 ton chicken manure ha-1 and 5 ton Tithonia diversifolia ha-1, 10 ton chicken manure ha-1 and 5 ton Tithonia diversifolia ha-1, and 10 ton chicken manure ha-1 and 5 ton rice straw ha-1) as the first factor and decomposer application (using decomposer and without decomposer) as the second factor. Organic fertilizer types significantly affected root wet weight, nutrient content of P and K in leaves. Rice productivities were not significantly different with fertilizer combinations 15 ton chicken manure ha-1 and 5 ton Tithonia diversifolia ha-1, 10 ton chicken manure ha-1 and 5 ton Tithonia diversifolia ha-1, and 10 ton chicken manure ha-1 and 5 ton rice straw ha-1, they were 2.28, 2.22, and 2.16 ton dry seed ha-1, respectively. Decomposer application significantly affected the number of tillers at 8 week after planting, leaf color at 5 weeks after planting, nutrient content of P in leaves and panicle length. Rice yield with decomposer application and without decomposer were 2.25 and 2.19 ton ha-1, respectively, and they were not different.

Key words:

chicken manure, decomposer, organic rice, rice straw, Tithonia diversifolia 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 2

(4)

RINGKASAN

ARINAL HAQ IZZAWATI NURRAHMA. Pengaruh Jenis Pupuk dan Dekomposer terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Organik (dibimbing oleh MAYA MELATI).

Pupuk organik terdiri atas berbagai sumber bahan organik yang dapat diperoleh dengan mudah pada suatu tempat. Jerami mudah diperoleh dari sisa pertanaman musim sebelumnya. Hijauan Tithonia diversifolia tumbuh sebagai tumbuhan liar di lingkungan sekitar tempat budidaya. Pupuk kandang ayam dapat diperoleh dari kotoran ayam di suatu peternakan. Ketiga jenis masukan tersebut memiliki kandungan unsur N, P dan K yang baik digunakan sebagai pupuk organik sesuai tingkat ketersediaannya di lapang.

Penggunaan pupuk organik membutuhkan waktu yang lama untuk terlihat efektivitasnya terhadap pertumbuhan tanaman. Aplikasi dekomposer diharapkan mampu mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga unsur hara cepat tersedia bagi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis pupuk dan aplikasi dekomposer terhadap pertumbuhan dan produksi padi orgaik.

Percobaan ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak - Faktorial, dua faktor dan empat ulangan. Faktor pertama, terdiri atas tiga macam kombinasi pupuk organik, yaitu 15 ton pupuk kandang ayam dengan 5 ton Tithonia diversifolia per hektar, 10 ton pupuk kandang ayam dengan 5 ton Tithonia diversifolia per hektar dan 10 ton pupuk kandang ayam dengan 5 ton jerami per hektar. Faktor ke-2, terdiri atas dua jenis perlakuan yaitu dengan aplikasi dekomposer dan tanpa aplikasi dekomposer. Selain itu juga dilakukan penanaman 3 petak sebagai pembanding dengan perlakuan A (10 ton jerami, 5 ton pupuk kandang ayam dengan 0.4 ton pupuk kandang ayam per hektar yang dicairkan), B (10 ton jerami, 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer), dan C (10 ton jerami dan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar). Data diolah menggunakan uji F dan apabila menunjukkan nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf kesalahan 5%. Khusus untuk melihat perbandingan antara 6 kombinasi perlakuan dengan 3 pembanding, dilakukan uji t-student.

(5)

Benih padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, jerami dan kapur diaplikasikan 5 minggu sebelum penanaman padi. Aplikasi pupuk kandang susulan dilakukan pada 6 MST karena tanaman memperlihatkan gejala defisiensi N. Dua minggu setelah aplikasi pupuk organik diaplikasikan dekomposer dengan dosis 0.05% bahan baku khusus yang mendapat perlakuan dekomposer. Padi ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm dan 3 bibit per lubang tanam 5 minggu setelah aplikasi pupuk organik.

Pemberian 5 ton Tithonia diversifolia dengan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar meningkatkan bobot basah akar dibandingkan dua perlakuan lainnya. Kombinasi 5 ton jerami dengan 10 pupuk kandang ayam per hektar meningkatkan kadar hara P dan K lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Produktivitas padi tidak berbeda pada perlakuan jenis pupuk yaitu dengan 5 ton Tithonia diversifolia dan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar, 5 ton Tithonia diversifolia dan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar serta 5 ton jerami dan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar produktivitasnya secara berturut-turut adalah 2.28, 2.22 dan 2.16 ton ha-1.

Aplikasi dekomposer meningkatkan jumlah anakan per rumpun, kadar hara P pada daun, dan panjang malai dibandingkan tanpa pemberian dekomposer. Produktivitas tanaman padi yang diberi dekomposer dan yang tidak diberi dekomposer tidak berbeda nyata, yaitu masing-masing sebesar 2.25 dan 2.19 ton ha-1. Kombinasi perlakuan 5 ton Tithonia diversifolia dan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan pemberian dekomposer meningkatkan bobot kering tajuk, serapan hara P dan serapan hara K pada daun lebih baik dibandingkan kombinasi lainnya.

Hasil uji t menunjukkan perbedaan nyata perlakuan terhadap pembanding pada beberapa peubah yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah malai. Kombinasi 5 ton Tithonia diversifolia dan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan ketiga pembanding pada peubah tinggi tanaman 8 dan 14 MST. Seluruh kombinasi perlakuan nyata lebih baik pada peubah jumlah anakan 3 dan 5 MST daripada pembanding 10 ton jerami dengan 5 ton pupuk kandang ayam dan 0.4 pupuk kandang ayam per hektar yang dicairkan sebagai dekomposer.

(6)

Judul : PENGARUH JENIS PUPUK DAN DEKOMPOSER

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

ORGANIK

Nama : ARINAL HAQ IZZAWATI NURRAHMA

NIM

: A24080180

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc NIP. 19640128 199103 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus, Jawa Tengah pada 16 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama pasangan Bapak Slamet Iskandar dan Ibu Sri Catur Wigati.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SDN 1 Keden, Pedan, Klaten pada tahun 1996-2002, MTs Islam Ngruki, Grogol, Sukoharjo, Surakarta pada tahun 2002-2005 dan SMA N 1 Cawas, Klaten pada tahun 2005-2008. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan. Penulis menjadi bagian dari Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) sejak tahun 2008. Penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, periode 2009/2010 sebagai anggota Departemen Informasi dan Komunikasi, dan berbagai kegiatan turun lapang seperti IPB Go Field 2010. Penulis kembali aktif di BEM Fakultas sebagai sekretaris pada Departemen Informasi dan Komunikasi pada periode 2010/2011. Tahun 2011 penulis mengikuti pelatihan Jurnalistik dan tergabung dalam IPB Youth Journalist angkatan 2011. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) dengan judul “Kultur Pollen untuk Mendukung Program Pemuliaan Tanaman Iles-Iles (Amorphopalus muelleri Blume)” pada tahun 2011. Tahun 2012 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar dan Teknologi Benih di semester genap dan mengikuti magang sebagai wartawan Fakultas Pertanian hingga saat ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan lancar. Penelitian mengenai pengaruh berbagai jenis pupuk dan penggunaan dekomposer pada pertumbuhan dan produksi padi organik dilakukan karena keingintahuan penulis terhadap penggunaan jenis pupuk kandang, jerami maupun pupuk hijau, sehingga di waktu mendatang hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi pupuk yang baik untuk budidaya tanaman secara organik.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

1. Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc yang telah membimbing dan memberi pengarahan kepada penulis sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

2. Dr. Ir. Sugiyanta, MSi dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku dosen penguji atas masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Kedua orang tua atas dukungan material maupun moril, Ibu Arie Poerwaningrum dan Bunda Kurnia atas beasiswa yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan sarjana di IPB.

4. Pak Sarta, Try Ayu Handayani, Alfian Asanurochman, Yesy Mardianawati, Nur Syahriah, Ray March Syahadat, Indra Kurniawati, Tri Rahayu, Mia Budiman, Shalati Febjislami, Adisti Rizkyarti dan Hasrat E. Prayogi atas waktu yang diluangkan untuk kelangsungan penelitian ini. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian maupun

penulisan skripsi.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.

Bogor, November 2012

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Padi dan Karakteristik Pertumbuhannya ... 4

Pertanian Organik ... 5 Pupuk Organik ... 5 Pupuk Kandang ... 5 Pupuk Hijau ... 6 Dekomposer ... 8 Proses Dekomposisi ... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Alat dan Bahan ... 10

Metode Penelitian ... 10

Pelaksanaan ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum ... 16

Hasil ... 18

Pembahasan ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 46 Halaman

(10)

DAFTAR TABEL

1. Komponen-komponen pengamatan ... 14

2. Data suhu, kelembaban udara, lama penyinaran dan intensitas penyinaran matahari di wilayah dramaga bulan November 2011-Maret 2012 ... 16

3. Sifat kimia tanah awal di lokasi penelitian KP Cikarawang ... 19

4. Hasil analisis hara makro dan mikro pupuk kandang ayam, jerami padi dan Tithonia diversifolia ... 20

5. Perkiraan sumbangan unsur hara pupuk organik ... 21

6. Serapan unsur hara tanaman pada masing-masing jenis pupuk organik ... 21

7. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan bahan organik dan dekomposer terhadap komponen pertumbuhan padi ... 22

8. Komponen pertumbuhan padi pada perlakuan tiga jenis pupuk organik ... 24

9. Komponen produksi padi pada perlakuan tiga jenis pupuk organik ... 25

10. Komponen pertumbuhan padi pada perlakuan aplikasi dekomposer... 26

11. Komponen produksi padi pada perlakuan aplikasi dekomposer ... 27

12. Pengaruh interaksi perlakuan kombinasi pupuk organik dan dekomposer terhadap beberapa karakter agronomi padi ... 28

13. Hasil uji korelasi antar peubah terhadap komponen produksi ... 29

14. Hasil uji t perbandingan antara kombinasi perlakuan (pupuk organik dan dekomposer) dengan tiga pembanding ... 31

15. Perbandingan antara kombinasi perlakuan (pupuk organik dan dekomposer) dengan tiga pembanding ... 32

Halaman Nomor

(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Air yang dialirkan melalui petakan ... 13 2. Curah hujan selama penelitian berlangsung ... 16 3. Hama yang menyerang tanaman padi selama penelitian berlangsung ... 17 Halaman Nomor

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang ... 47 2. Kandungan dekomposer Petro Gladiator ... 48 3. Kriteria penilaian hasil analisis tanah ... 49 4. Batas optimal dan titik kritis kandungan hara pada tanaman padi

(Dobermann & Fairhurst 2000)... 50 5. Denah Penelitian ... 51 Halaman Nomor

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan sumber makanan pokok utama masyarakat Indonesia. Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan beras juga semakin meningkat. Konsumsi kalori rata-rata per kapita masyarakat Indonesia pada tahun 2009 dalam sehari 939.99 kalori dipenuhi oleh padi-padian, 55.94 kalori dari kacang-kacangan dan 39.97 kalori dari umbi-umbian. Berdasarkan data BPS tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 237,641,326 jiwa. Jumlah penduduk yang semakin besar tersebut menuntut adanya pemenuhan kebutuhan beras dari tahun ke tahun.

Luas panen padi di Indonesia pada tahun 2008 adalah 12,327,425 ha, meningkat menjadi 12,883,576 ha pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi seluas 13,244,184 ha. Peningkatan luas panen tersebut juga diikuti oleh produktivitasnya yang semakin meningkat dari tahun 2008 sebesar 48.94 ku ha-1, tahun 2009 menjadi 49.99 ku ha-1 dan pada tahun 2010 menjadi 50.14 ku ha-1 (BPS, 2010). Ini menunjukkan peningkatan luas panen dengan produktivitas berpengaruh terhadap produksi beras nasional.

Perubahan waktu yang diikuti peningkatan jumlah penduduk, diikuti juga oleh peningkatan kebutuhan pangan. Ini merupakan tantangan bagi petani untuk mencari pilihan teknologi yang mampu mencukupi kebutuhan pangan dengan kualitas baik dan menyehatkan tetapi tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu usaha yang dewasa ini mulai diterapkan petani adalah mengembalikan kesuburan tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organiknya.

Penggunaan pupuk hijau, pupuk hayati, kompos dan pelaksanaan pengendalian hama penyakit secara hayati diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman tetapi aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi manusia. Penggunaan pupuk organik mampu memelihara kelestarian lahan, memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2010). Jerami merupakan bagian dari tanaman padi yang tidak ikut diambil saat panen (Makarim et al., 2007), Tithonia diversifolia adalah gulma yang banyak ditemui sebagai

(14)

semak di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian (Hartatik, 2007) dan pupuk kandang relatif mudah diperoleh dari suatu peternakan (Munawar, 2010). Ketiga jenis bahan tersebut memiliki kandungan unsur N, P dan K yang baik digunakan sebagai pupuk organik sesuai tingkat ketersediaannya di lapang.

Pupuk kandang merupakan kotoran hewan dari usaha pertanian, seperti kotoran ayam, sapi, kerbau dan kambing. Secara umum kandungan hara kotoran hewan lebih rendah daripada pupuk kimia sehingga membutuhkan biaya aplikasi lebih besar daripada pupuk anorganik. Ketersediaan hara dalam pupuk kandang dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi bahan-bahan tersebut (Hartatik dan Widowati, 2006).

Dedaunan seperti Tithonia diversifolia (kipait) merupakan salah satu sumber hara yang dapat ditambahkan dalam bahan dasar kompos (Setyorini et al., 2006). Hijauan Tithonia diversifolia berpotensi sebagai sumber hara, mengandung 3.5% N, 0.37% P, dan 4.10% K sehingga dapat digunakan sebagai sumber N, P dan K bagi tanaman (Hartatik, 2007). Perlakuan pupuk Tithonia diversifolia mampu menekan intensitas kejadian penyakit pada tanaman kedelai sebesar 52.26% dibandingkan perlakuan pupuk kandang (Kurniansyah, 2010).

Jerami padi terdiri atas daun, pelepah daun, dan ruas atau buku. Ketiga bagian tanaman ini relatif kuat karena mengandung silika, dan selulosa tinggi dan pelapukannya memerlukan waktu yang lama. Namun, apabila jerami padi diberi perlakuan tertentu akan mempercepat terjadinya perubahan struktur. Jerami padi menjadi rapuh apabila diberi bakteri perombak bahan organik. Sebagai bahan pupuk, jerami padi tidak efektif diandalkan sebagai sumber hara N dan P, tetapi cukup efektif sebagai sumber K, Si, dan C (Makarim et al., 2007).

Dekomposer merupakan mikroorganisme pengurai atau perombak nitrogen dan karbon dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati antara lain bakteri dan fungi. Adanya aktivitas fauna tanah seperti Colembolla, Acarina dan cacing tanah memudahkan mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga proses mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik (Saraswati et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan Kurniansyah (2010) menunjukkan bahwa kombinasi Tithonia diversifolia dengan pupuk kandang memiliki tingkat

(15)

dekomposisi yang lebih cepat dibandingkan Centrosema pubescens. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan 3.5 ton Tithonia diversifolia per hektar dan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar meningkatkan tinggi tanaman kedelai menjadi 11.79 dan 7.99% lebih tinggi dibanding perlakuan pupuk kandang ayam dan Centrosema pubescens.

Penelitian yang mempelajari jenis pupuk organik dan pengaruhnya apabila menggunakan dekomposer sangat diperlukan. Pengomposan berbagai jenis pupuk dengan aplikasi dekomposer dilakukan di lahan penanaman agar dapat digunakan langsung setelah terdekomposisi dan tidak membutuhkan tempat khusus. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi inovasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitas tanaman dengan mengkombinasikan jenis pupuk organik dari bahan yang mudah diperoleh.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu

1. Mempelajari pengaruh jenis pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi padi organik.

2. Mempelajari pengaruh dekomposer terhadap pertumbuhan dan produksi padi organik.

3. Mempelajari pengaruh kombinasi jenis pupuk dengan dekomposer terhadap pertumbuhan dan produksi padi organik.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:

1. Terdapat jenis pupuk tertentu untuk pertumbuhan dan produksi padi organik terbaik.

2. Penggunaan dekomposer akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi organik.

3. Terdapat kombinasi terbaik antara jenis pupuk tertentu dengan aplikasi dekomposer terhadap pertumbuhan dan produksi padi organik.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Padi dan Karakteristik Pertumbuhannya

Tanaman padi (Oryza Sativa L.) termasuk golongan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas dan tumbuh merumpun (Siregar, 1981). Padi dapat ditanam pada tanah tergenang sebagai padi sawah, di tanah darat sebagai padi gogo, dan padi gogo rancah (ditanam sebagai padi gogo kemudian digenangi seperti padi sawah). Bercocok tanam padi sawah secara umum meliputi pembibitan, pengolahan tanah, pemindahan bibit, pemupukan, pemeliharaan dan panen (Taslim et al., 1993).

Padi tumbuh pada lahan basah dan sangat peka terhadap kekurangan air dibandingkan tanaman lain. Faktor kritis dalam produksi padi adalah suplai air dalam tanah baik melalui hujan, sungai, dan kemampuan tanah dalam menjaga air (Greenland, 1997). Secara umum padi memerlukan bulan basah minimal 4 bulan. Bulan basah merupakan bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan tersebar secara normal atau setiap minggu ada hujan turun sehingga tidak menyebabkan tanaman stres kekeringan. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24-29˚C (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).

Fase pertumbuhan padi dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan. Fase vegetatif ditandai oleh pembentukan anakan aktif, bertambahnya tinggi tanaman, dan daun tumbuh secara teratur. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya ruas batang, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan. Pembungaan (heading) adalah stadia keluarnya malai sedangkan antesis mulai bila benangsari bunga paling ujung dari setiap cabang malai telah keluar. Setelah antesis, gabah mengalami fase pemasakan yang terdiri dari masak susu, masak tepung, menguning dan masak panen. Fase pemasakan juga ditandai dengan menuanya daun dan pertumbuhan biji atau gabah, yaitu bertambahnya ukuran biji, bobot, dan perubahan warna (Taslim et al., 1993).

(17)

Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan suatu metode produksi yang menggunakan masukan-masukan non sintetik serta lebih menekankan proses biologi dan ekologi untuk memperbaiki kualitas tanah, menjaga kesuburan tanah, dan mengoptimalkan pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) (Treadwell, 2009). Pertanian organik berusaha menghasilkan produksi tanaman secara berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian (Sutanto, 2002).

Pupuk Organik

Pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah mengalami proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan, 2011). Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006).

Karakteristik umum pupuk organik ialah kandungan unsur hara rendah dan bervariasi, penyediaan hara lambat, dan hanya menyediakan hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2007). Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa, dll) limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (Simanungkalit dan Suriadikarta, 2006).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kadar bahan organik tanah, menyediakan hara mikro, dan memperbaiki struktur tanah (IRRI, 2006). Pupuk

(18)

kandang dapat berupa pupuk kandang padat maupun pupuk kandang cair. Pupuk kandang padat merupakan kotoran ternak yang berupa padatan baik sudah dikomposkan atau belum. Sedangkan pupuk kandang cair merupakan pupuk kandang berbentuk cair berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan (Hartatik dan Widowati, 2006).

Pupuk kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup jika dibandingkan unit yang sama dengan pupuk kandang lainnya (Widowati et al., 2005). Pupuk kandang sapi merupakan pupuk kandang yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa. Kandungan C yang tinggi pada pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian. Penggunaan pupuk kandang sapi agar maksimal harus dilakukan pengomposan terlebih dahulu sampai rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2006).

Pupuk Hijau

Tujuan pemberian pupuk hijau adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, yang akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi. Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau atau yang berasal dari tanaman liar (misalnya dari areal di pinggir lahan, jalan atau saluran irigasi). Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legum, karena tanaman ini mempunyai kandungan hara (utamanya nitrogen) yang relatif tinggi dibanding jenis tanaman lainnya. Tanaman non legum sebaiknya dikomposkan terlebih dahulu (Rachman et al., 2006)

Jenis pupuk hijau yang pernah digunakan dalam peningkatan padi sawah antara lain Crotalaria usaramuensis dan Crotalaria juncea, Eupatorium pallescems dan Tithonia diversifolia. Pupuk hijau tersebut mempunyai khasiat yang sama terhadap peningkatan produksi padi sawah, yaitu sekitar 1.5-1.8 ton ha-1 gabah lebih tinggi dibanding tanpa pupuk yang hanya memberi hasil 2.5 ton ha-1 (Taslim et al.,1993).

(19)

Tithonia diversifolia

Tithonia diversifolia (bunga matahari Meksiko atau paitan) merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh pada kondisi tanah kurang subur. Tanaman ini menyebar hampir di seluruh dunia dan sudah dimanfaatkan sebagai sumber hara N, P, dan K oleh petani di Kenya tetapi pemanfaatannya di Indonesia belum banyak dilakukan. Tithonia diversifolia dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan sumber bahan organik tanah melalui teknik pertanaman lorong atau tanaman pembatas kebun. Tanaman ini berkembang biak secara generatif dan vegetatif, yaitu dari akar dan setek batang atau tunas, sehingga dapat tumbuh cepat setelah dipangkas (Hartatik, 2007).

Penelitian yang dilakukan Kurniansyah (2010) menunjukkan bahwa kombinasi Tithonia diversifolia dengan pupuk kandang memiliki tingkat dekomposisi yang lebih cepat dibandingkan Centrosema pubescens. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan 3.5 ton Tithonia diversifolia per ha dan 10 ton pupuk kandang ayam per ha mampu meningkatkan tinggi tanaman kedelai rata-rata 11.79 dan 7.99% lebih tinggi dibanding perlakuan pupuk kandang ayam dan Centrosema pubescens. Selain itu, penelitian yang dilakukan Jumro (2011) menunjukkan bahwa residu pupuk organik (Tithonia diversifolia, pupuk kandang ayam, dan Centrosema pubescens) memberikan pengaruh nyata pada bobot basah daun, bobot kering dan jumlah polong isi.

Jerami Padi

Jerami padi terdiri atas daun, pelepah daun, dan ruas atau buku. Ketiga unsur ini relatif kuat karena mengandung silika, dan selulosa tinggi dan pelapukannya memerlukan waktu yang lama. Namun, apabila jerami padi diberi perlakuan tertentu akan mempercepat terjadinya perubahan struktur. Jerami padi menjadi rapuh apabila diberi bakteri perombak bahan organik (Makarim et al., 2007).

Jerami padi merupakan limbah pertanian yang mudah didapatkan petani dan dapat dijadikan kompos sebagai bahan substitusi pupuk pabrik dan lambat terdekomposisi. Di Indonesia, jerami umumnya dibakar atau diangkut keluar lahan untuk menghilangkan kesulitan pengolahan tanah. Menurut Sudaryono

(20)

dalam Taslim, et. al. (1993), kehilangan karena panen cukup besar terjadi apabila jerami turut terangkut keluar.

Jerami mengandung banyak hara, termasuk Si dan K. Sebagian besar K yang terserap tanaman padi, yaitu sekitar 80%, tersimpan dalam jerami. Sedangkan menurut Tangendjaja (1991) jerami padi mempunyai kadar abu yang tinggi, dengan silika sebagai bagian terbesar. Penelitian yang dilakukan Sugiyanta, et al. (2008) menunjukkan bahwa penambahan 0.5 dosis pupuk anorganik dan aplikasi jerami menghasilkan serapan unsur hara dan hasil gabah yang sama dengan perlakuan pupuk anorganik dosis rekomendasi.

Dekomposer

Organisme perombak bahan organik atau dekomposer merupakan Organisme perombak nitrogen dan karbon dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati antara lain bakteri, fungi, dan aktinomiset. Adanya aktivitas fauna tanah seperti Colembolla, Acarina dan cacing tanah memudahkan mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga proses mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik (Saraswati et al., 2006).

Penambahan bahan organik pupuk kandang ayam sebagai dekomposer memberikan pengaruh terbaik terhadap komponen pertumbuhan dan produksi pada tanaman kedelai dibandingkan jerami padi dan Tithonia diversifolia. Akan tetapi tanaman kedelai memberikan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksinya dengan penambahan dekomposer pupuk hayati dibandingkan pupuk kandang ayam dan cairan pupuk kandang ayam dengan Tithonia diversifolia (Lestari, 2011).

Proses Dekomposisi

Kompos merupakan bahan organik, seperti sisa tanaman maupun kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (dekomposer) sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Sebelum mengalami proses dekomposisi, sisa hewan atau tumbuhan tidak berguna

(21)

bagi tanaman karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman (Setyorini et al., 2006).

Proses dekomposisi bahan organik berdasarkan produk yang dihasilkan digolongkan menjadi: (1) mineralisasi senyawa-senyawa tidak resisten seperti selulosa, pati, gula dan protein, yang menghasilkan ion-ion hara tersedia, dan (2) humifikasi senyawa-senyawa resisten seperti lignin, resin, minyak dan lemak yang menghasilkan humus. Seiring berjalannya waktu, humus juga akan mengalami mineralisasi (Hanafiah, 2005).

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan rasio C/N dalam bahan tersebut belum sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (Setyorini et al., 2006).

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim tanam kedelai organik, jagung manis, ubi jalar dan diberakan selama beberapa bulan sebelum digunakan untuk percobaan ini. Percobaan dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Maret 2012. Analisis tanah dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih padi varietas Ciherang (deskripsi varietas disajikan pada Lampiran 1), pupuk kandang ayam, abu sekam, jerami, hijauan Tithonia diversifolia dan dekomposer (Lampiran 2). Alat-alat yang digunakan adalah timbangan digital, bagan warna daun (BWD), kantong kertas, alat budidaya, dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)-Faktorial dengan perlakuan 2 faktor yaitu kombinasi pemupukan dengan penggunaan dekomposer. Faktor pertama adalah jenis pupuk yaitu:

A : 15 ton pupuk kandang ayam per ha dengan penambahan 5 ton Tithonia diversifolia per ha

B : 10 ton pupuk kandang ayam per ha dengan penambahan 5 ton Tithonia diversifolia per ha

C : 10 ton pupuk kandang ayam per ha dengan penambahan 5 ton jerami per ha Faktor kedua adalah penggunaan dekomposer yaitu:

1 : Tanpa aplikasi dekomposer 2 : Dengan aplikasi dekomposer

(23)

Kombinasi perlakuan ada 6 dengan 4 kali ulangan, sehingga terdapat 24 unit percobaan dengan ukuran petakan 3 m x 3 m. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 30 cm dengan 3 bibit padi per lubang. Setiap unit percobaan diambil 10 tanaman contoh.

Model linear:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + δk + εijk

Yijk : Respon tanaman terhadap jenis pupuk ke-i, penggunaan dekomposer ke-j dan ulangan ke-k

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan jenis pupuk ke-i (i: 1,2,3)

βj : Pengaruh penggunaan dekomposer ke-j (j: 1,2)

(αβ)ij : Pengaruh interaksi jenis pupuk ke-i dengan penggunaan dekomposer ke-j

δk : Pengaruh ulangan ke-k (k: 1,2,3,4)

εijk : Pengaruh galat percobaan terhadap jenis pupuk ke-i, penggunaan dekomposer ke-j, dan ulangan ke k

Data dianalisis dengan sidik ragam, dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf kesalahan 5%.

Sebagai perbandingan dilakukan juga penanaman padi dengan perlakuan jerami dengan dosis 15 ton ha-1 dengan pemberian dekomposer, tanpa pemberian dekomposer, dan dengan pupuk kandang 0.4 ton ha-1 yang dicairkan sebagai dekomposer. Perlakuan pembanding bertujuan untuk mengurangi dosis pupuk kandang yang digunakan dengan menambahkan dosis jerami. Ukuran petakan tambahan ini adalah 5 m x 5 m untuk setiap perlakuan pembanding. Khusus untuk membandingkan perlakuan dengan ketiga pembanding, dilakukan uji t-student.

(24)

Pelaksanaan

Analisis Tanah Awal

Analisis tanah awal dilakukan terhadap C-organik, pH, N total, P tersedia, dan K tersedia yang contohnya diambil secara komposit.

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan membersihkan lahan dari gulma empat minggu sebelum tanam bersamaan dengan aplikasi pupuk sesuai perlakuan. Setelah dua minggu dari aplikasi pupuk dilakukan aplikasi dekomposer sesuai perlakuan. Sistem yang digunakan yaitu sistem olah tanah sempurna, tanah dibajak, digaru dan dilumpurkan sampai siap tanam.

Persiapan dan Aplikasi Pupuk Organik

Aplikasi Tithonia diversifolia, jerami dan pupuk kandang dilakukan empat minggu sebelum tanam. Aplikasi pupuk organik dilakukan secara bertahap, yaitu aplikasi pertama pada 5 minggu sebelum pindah tanam dan aplikasi kedua pada saat tanaman berumur 6 MST. Aplikasi kedua dilakukan dengan menambahkan pupuk kandang dilakukan pada semua petak percobaan dengan dosis 5 ton ha-1 dengan cara ditebar. Penambahan pupuk kandang tersebut dilakukan saat terlihat gejala defisiensi hara pada saat tanaman berumur 6 MST.

Bagian tanaman Tithonia diversifolia yang dipilih adalah bagian pucuk tanaman sepanjang ± 30 cm dengan ciri-ciri batang yang masih berwarna hijau. Jerami dan Tithonia diversifolia yang sudah terkumpul dicacah hingga berukuran 5-10 cm kemudian ditabur di petakan bersama dengan pupuk kandang sesuai perlakuan masing-masing.

Aplikasi Dekomposer

Aplikasi dekomposer dilakukan dua minggu setelah aplikasi pupuk organik. Dekomposer dengan dosis 0.05% per bahan baku dilarutkan dalam 5 liter air kemudian disiramkan secara merata pada lahan yang telah diberi aplikasi pupuk organik.

(25)

Penanaman

Tiga minggu sebelum penanaman dilakukan penyemaian benih padi dengan cara memasukkan benih ke dalam karung goni dan merendam selama semalam dengan air agar benih dapat berkecambah dengan serentak. Penyemaian benih dilakukan pada bedengan semai. Bibit yang sudah siap tanam (21 HST) dipindahkan ke masing-masing petakan. Bibit ditanam sebanyak 3 tanaman per lubang dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang mati atau pertumbuhannya kurang baik di lahan sawah. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST) dengan umur bibit yang sama.

Pemeliharaan

Selama masa pertumbuhan tanaman, pengaturan air menjadi perhatian utama dan penyiangan dilakukan sesuai keperluan. Irigasi menggunakan air sungai yang terlebih dahulu melalui petak kecil berisi eceng gondok (Gambar 2). Penyemprotan pestisida nabati dan agen hayati dilakukan secara terbatas disesuaikan dengan serangan OPT yang muncul.

Gambar 1. Air yang dialirkan melalui petakan kecil berisi eceng gondok.

(26)

Pengamatan

Kondisi tanah dan karakter agronomi tanaman yang diamati tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 1. Komponen-komponen pengamatan

No Peubah Satuan Waktu Cara

1 Analisis Tanah awal (C-organik, pH, N total, P tersedia, dan K tersedia)

% Sebelum

aplikasi pupuk

Analisis satu sampel tanah secara komposit

2 Analisis Pupuk Kandang % Sebelum aplikasi pupuk

menganalisis hara makro dan mikro pupuk kandang di laboratorium

3 Kondisi umum tanaman Setiap

minggu

Mengamati kondisi tanaman, lingkungan, dan serangan hama dan penyakit

A. Fase Vegetatif

4 Tinggi tanaman cm Setiap

minggu (3-8 MST)

Mengukur tinggi pada 10 tanaman contoh dari pangkal sampai pucuk daun.

5 Jumlah anakan per rumpun Setiap minggu (3-8 MST)

Menghitung jumlah anakan dalam satu rumpun

6 Warna Daun Setiap

minggu (3-8 MST)

Membandingkan warna daun dengan BWD

7 Panjang akar cm 8 MST Mengukur panjang akar dari

ujung hingga batas batas tajuk

8 Pengamatan bobot kering biomassa akar dan tajuk

g 8 MST Menimbang

9 Analisis kadar hara dalam tanaman

% 8 MST Menganalisis tanaman saat vegetatif maksimum

B. Pengamatan Komponen Hasil

10 Jumlah anakan produktif 14 MST Menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai pada tiap rumpun

11 Panjang malai cm 14 MST Mengukur malai dari ujung

hingga ke pangkal malai

12 Jumlah malai 14 MST Menghitung jumlah malai

dalam satu rumpun 13 Bobot basah dan bobot

kering gabah per tanaman

g 14 MST Menimbang bobot gabah dari masing-masing tanaman contoh

14 Persentase gabah isi dan gabah hampa

% 14 MST Dihitung dari persentase gabah sebanyak 100 g yang diambil dari setiap tanaman contoh

(27)

Lanjutan... (Tabel 2)

No Karakter agronomi Satuan Waktu Cara

15 Bobot 1000 butir g 14 MST Dihitung dari jumlah 1000 butir gabah isi

16 Bobot basah dan kering gabah petakan bersih

g 14 MST Dihitung dari hasil tanaman tengah dengan luasan 7.29m-2

17 Produktivitas (GKG) ton ha-1

14 MST Hasil konversi bobot kering gabah per petak bersih (g 7.29m-2) ke dalam luasan hektar ( ton ha-1)

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Cikarawang, Dramaga, Bogor dimulai bulan November 2011 hingga Maret 2012. Curah hujan tiap bulannya berkisar antara 136-548.9 mm adalah dan mencapai puncaknya saat tanaman berumur 11 MST (Gambar 1). Suhu rata-rata selama penelitian berlangsung yaitu 25.8°C dengan intensitas penyinaran rata-rata 330.92 Cal cm-2 (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan suhu yang optimum untuk pertumbuhan tanman padi berkisar antara 24-29°C (Pusat Penyuluhan Pertanian, 2011).

Gambar 2. Curah hujan selama penelitian berlangsung

Tabel 2. Data suhu, kelembaban udara, lama penyinaran dan intensitas penyinaran matahari di wilayah dramaga bulan November 2011-Maret 2012

Bulan Suhu Kelembaban Udara Penyinaran Matahari Lama Intensitas (°C) (%) (%) (Cal cm-2) November 2011 26.2 80 56 457.7 Desember 2011 26.1 84 44 344.6 Januari 2012 25.1 86 28 224.0 Februari 2012 25.6 87 57 318.3 Maret 2012 26.2 80 55 310.0

(29)

Bibit tanaman padi dipindah tanam pada saat bibit berumur 21 hari setelah semai dengan tiga bibit per lubang tanam. Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1-3 Minggu Setelah Tanam (MST) karena serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata L.) (Gambar 3.a). Upaya pengendalian yang dilakukan antara lain secara fisik dengan memasang kawat saring berukuran 1 cm2 pada saluran masuk air, secara mekanis dengan memungut keong dan membuang telur-telurnya, dan secara kultur teknis dengan mengeringkan dan menggenangi sawah secara berkesinambungan.

Saat fase vegetatif, muncul hama putih Nymphula depunctalis (Guenée) yang ditandai dengan bentuk daun seperti tergunting. Hama belalang menyerang tanaman selama masa pertumbuhan hingga masa pengisian gabah. Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida nabati larutan daun gamal secara berkala dua kali dalam seminggu.

(a) (b)

Gambar 3. Hama yang menyerang tanaman padi selama penelitian berlangsung (a) Pomacea canaliculata L dan (b) Leptocorisa oratorius

Saat tanaman berumur 6 MST, tampak gejala defisiensi hara pada semua perlakuan tanaman padi di lahan percobaan sehingga dilakukan penambahan pupuk kandang dengan dosis 5 ton ha-1 yang diaplikasikan pada semua petak percobaan. Dua minggu setelah aplikasi, tampak perbedaan warna daun dari warna semula. Saat tanaman berumur 7 MST, seluruh tanaman padi pada lahan penelitian terkena serangan hawar daun bakteri (bacterial leaf blight) atau penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae. Pengendalian dilakukan segera setelah diketahui terkena serangan dengan

(30)

menyemprotkan agen hayati Corrynebacterium dengan konsentrasi 5 cc L-1 air sebanyak dua kali penyemprotan yaitu pada 8 MST dan 9 MST.

Saat pertumbuhan vegetatif maksimum hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) mulai menyerang seluruh tanaman (Gambar 3.b). Hama ini menghisap cairan saat masa pengisian sehingga proses pengisian terhambat bahkan beberapa menjadi hampa. Gabah yang telah dihisap walang sangit akan berubah menjadi cokelat kehitaman dan semakin tampak ketika gabah semakin mendekati umur panen. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan insektisida nabati larutan jengkol dua kali dalam seminggu.

Burung menyerang tanaman padi pada fase matang susu sampai pemasakan gabah (sebelum panen). Serangan ini mengakibatkan biji hampa, dan banyak gabah yang hilang (Pusat Penyuluhan Pertanian, 2011). Pengendalian serangan burung dilakukan dengan memasang jaring pada lokasi penelitian untuk menekan kehilangan hasil.

Hama lain yang cukup berpengaruh terhadap hasil adalah dan penggerek batang yang gejalanya disebut beluk karena terjadi pada fase generatif. Penanaman dilakukan pada rentang bulan Desember-Januari dimana suhu, kelembaban dan curah hujan pada bulan tersebut sangat cocok bagi perkembangan penggerek batang (Pusat Penyuluhan Pertanian, 2011). Rata-rata suhu, kelembaban dan curah hujan pada kedua bulan tersebut berturut-turut adalah 25.6°C, 85% dan 308.3 mm.

Hasil Analisis Tanah Awal

Hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukkan pH tanah netral (6.60). Tingkat kemasaman (pH) tanah penting karena organisme tanah dan tanaman sangat responsif terhadap sifat kimia di lingkungannya (Handayanto dan Hairiah, 2007). Komposisi kandungan liat 54.48%, kandungan debu 35.58%, dan kandungan pasir 9.94%. Kandungan C-organik dan N-Totalnya rendah, yaitu sebesar 1.76% dan 0.18% sehingga C/N rasionya juga terbilang rendah (9.77). Nilai kejenuhan basa sebesar 88.49% tergolong sangat tinggi dan nilai KTK tanah sebesar 19.38 me 100g-1 masih tergolong sedang.

(31)

Tabel 3. Sifat kimia tanah awal di lokasi penelitian KP Cikarawang

Karakter Metode Satuan Nilai Kriteria*)

pH 1:1 H 2O 6.60 Netral

C-organik Walkley & Black % 1.76 Rendah

N-total Kjeldhal % 0.18 Rendah

P Bray I ppm 6.7 Rendah Ca N NH 4Oac pH 7.0 me 100g-1 12.52 Tinggi Mg me 100g-1 3.08 Tinggi K me 100g-1 0.89 Tinggi Na me 100g-1 0.66 Sedang KTK me 100g-1 19.38 Sedang

Kejenuhan Basa % 88.49 Sangat Tinggi

Al N KCl me 100g-1 Tr -

Pasir % 9.94 Berliat (halus) **)

Debu % 35.58 Liat % 54.48 Fe 0.05 N HCl ppm 0.20 Defisiensi Cu ppm 0.44 Cukup Zn ppm 6.04 Cukup Mn ppm 61.60 Sangat tinggi

Keterangan: Tr: tidak terukur, *)Balittan (2005), **) berdasarkan segitiga tekstur (Hardjowigeno, 2007)

Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik

Hasil analisis sumber pupuk organik yang digunakan menunjukkan adanya perbedaan keunggulan kandungan hara pada masing-masing sumber pupuk, terutama pada kandungan hara N, P, dan K. Pupuk kandang ayam unggul dalam kandungan hara P, sedangkan pupuk dari hijauan Tithonia diversifolia unggul dalam kandungan hara K dan N (Tabel 4). Jerami memiliki kandungan hara K lebih tinggi dari pada pupuk kandang meskipun kandungannya tidak setinggi Tithonia diversifolia.

Masing-masing pupuk memiliki masa dekomposisi yang berbeda. Dekomposisi Tithonia diversifolia lebih cepat dibandingkan pupuk kandang ayam dan jerami. Ini disebabkan karena C/N rasio Tithonia diversifolia lebih rendah dibandingkan C/N rasio pupuk kandang ayam maupun C/N rasio jerami secara berturut-turut sebesar 17.94, 18.36 dan 36.77. Semakin tinggi C/N rasio suatu bahan organik, waktu yang dibutuhkan untuk proses dekomposisinya semakin lama.

(32)

Tabel 4. Hasil analisis hara makro dan mikro pupuk kandang ayam, jerami padi dan Tithonia diversifolia

Pupuk Kandungan hara

C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn

…….………..…..(%)……..………….. ...……….(ppm)……... Jerami Padi1) 34.2 0.93 0.20 1.52 0.08 0.07 1,207.1 10.51 24.25 273.80 Pupuk kandang ayam 23.5 1.28 3.75 1.19 7.55 0.64 6,312.5 22.80 287.55 639.05

Tithonia diversifolia2) - 3.06 0.25 5.75 1.69 0.16 297.0 32.40 157.80 235.90

Tithonia diversifolia3) 54.8 3.64 0.34 0.56 0.70 0.32 1,622.1 33.26 47.75 141.05

Keterangan: 1)Hasil analisis yang dilakukan oleh Lestari (2011), 2) Hasil analisis yang dilakukan oleh Kurniawan (2010), 3) Hasil analisis yang dilakukan oleh Jumro (2011)

Perkiraan Sumbangan Unsur Hara Pupuk Organik

Perkiraan sumbangan N, P dan K dari masing-masing pupuk organik dapat diketahui dari hasil perkalian antara persentase bobot kering dan jumlah pupuk (ton atau kg) yang digunakan dengan kadar unsur hara dalam pupuk (%). Persentase bobot kering diperoleh dari pengurangan terhadap kadar air masing-masing pupuk. Kadar air jerami padi sebesar 18.70% (Aryanto, 2011), kadar air pupuk kandang sebesar 57.00% (Lingga dan Marsono, 2008) dan kadar air Tithonia diversifolia sebesar 62.20% (Kurniansyah, 2010). Kandungan hara N, P dan K Tithonia diversifolia yang digunakan adalah hasil rataan dari analisis yang dilakukan oleh Kurniansyah (2010) dan Jumro (2011) yaitu masing masing sebesar 3.35%, 0.30% dan 3.15%. Hasil perkiraan sumbangan unsur hara ketiga jenis pupuk organik (Tabel 5) menunjukkan bahwa secara umum semakin besar jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman akan semakin besar sumbangan haranya.

Hasil dari perkiraan sumbangan hara ini diasumsikan apabila semua unsur tersedia dan telah terdekomposisi sempurna. Masing-masing bahan organik berbeda tingkat dekomposisinya. Diantara ketiga jenis pupuk tersebut, Tithonia diversifolia menyediakan hara lebih cepat disusul kemudian oleh pupuk kandang dan jerami. Rynk et al. (1992) menyatakan bahwa periode aktif bagi pengomposan pupuk kandang adalah sekitar 1-4 bulan. Menurut Jama et al. (2000) Tithonia diversifolia mempunyai laju dekomposisi yang cepat. Pelepasan N terjadi sekitar satu minggu dan pelepasan P dari biomassa tanaman terjadi sekitar dua minggu setelah dimasukkan ke dalam tanah. Andoko (2007)

(33)

menyatakan bahwa dekomposisi jerami secara alami membutuhkan waktu sekitar 3-12 bulan. Bell et al. (2004) menyatakan bahwa pengomposan jerami dengan bantuan mikroba pengurai akan mempercepat proses dekomposisi menjadi sekitar 4-8 minggu.

Tabel 5. Perkiraan sumbangan unsur hara pupuk organik

Jenis pupuk organik (ton ha-1)

Sumbangan hara N, P, dan K pupuk organik

(kg ha-1)

N P K

5 Tithonia diversifolia + 15 pupuk kandang ayam 145.87 245.55 136.28 5 Tithonia diversifolia + 10 pupuk kandang ayam 118.36 166.92 110.71

5 Jerami + 10 pupuk kandang ayam 92.84 169.38 112.95

Pembanding:

10 Jerami + 5 pupuk kandang ayam + 0.4 pupuk kandang ayam* 108.28 107.45 155.13

10 Jerami + 5 pupuk kandang ayam +( dekomposer komersial) 104.80 97.24 151.89

10 Jerami + 5 pupuk kandang ayam 104.80 97.24 151.89

Keterangan: * dicairkan sebagai dekomposer, perhitungan berdasarkan tabel 4.

Serapan Unsur Hara

Serapan hara tajuk diperoleh dari hasil perkalian kadar N, P dan K dalam daun dengan bobot kering tajuk dan populasi tanaman padi per hektar. Secara umum serapan hara N, P dan K akan meningkat seiring dengan semakin tingginya jumlah pupuk organik yang diberikan pada suatu tanaman (Tabel 6). Tidak semua unsur hara yang disumbangkan oleh pupuk organik diserap oleh tanaman. Hal ini tampak dari nilai serapan hara (Tabel 6) jauh lebih kecil dibandingkan jumlah hara yang disumbangkan pupuk organik (Tabel 5).

Tabel 6. Serapan unsur hara tanaman pada masing-masing jenis pupuk organik

Kombinasi pupuk organik (ton ha-1)

Serapan hara N, P, dan K tanaman

(kg ha-1)

N P K

5 Tithonia diversifolia + 15 pupuk kandang ayam 30.53 13.26 99.12 5 Tithonia diversifolia + 10 pupuk kandang ayam 23.66 9.19 67.83

5 jerami + 10 pupuk kandang ayam 23.51 10.39 75.66

Pembanding:

10 Jerami + 5 pupuk kandang ayam + 0.4 pupuk kandang ayam* 27.30 4.66 42.45

10 Jerami + 5 pupuk kandang ayam (+ dekomposer) 14.09 3.26 24.57

10 Jerami + 5 pupuk kandang ayam 22.50 4.22 36.04

(34)

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 7) menunjukkan bahwa secara umum kombinasi pupuk organik hanya berpengaruh pada beberapa peubah pertumbuhan tanaman saja, yaitu pada bobot basah akar, kadar hara P dan K pada tajuk. Perlakuan dekomposer nyata berpengaruh terhadap peubah jumlah anakan per rumpun 8 MST, warna daun (5 MST), kadar P pada tajuk dan panjang malai. Interaksi perlakuan kombinasi pupuk dan dekomposer memberikan pengaruh nyata pada peubah bobot kering tajuk, panjang malai, serapan hara P dan K.

Tabel 7. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan bahan organik dan dekomposer terhadap komponen pertumbuhan padi

Peubah Umur (MST) Pupuk (P) Dekomposer (D) P*D KK (%) Tinggi tanaman (cm) 3 tn tn tn 5.96 4 tn tn tn 5.32 5 tn tn tn 5.94 6 tn tn tn 6.36 7 tn tn tn 6.58 8 tn tn tn 4.95 14 tn tn tn 5.48

Jumlah anakan per rumpun 3 tn tn tn 14.73

4 tn tn tn 13.61

5 tn tn tn 15.87

6 tn tn tn 20.17

7 tn tn tn 11.76

Jumlah anakan per rumpun 8 tn * tn 11.48

14 tn tn tn 9.56 Warna daun 3 tn tn tn 5.23 4 tn tn tn 2.70 5 tn * tn 3.44 6 tn tn tn 4.27 7 tn tn tn 0.86 8 tn tn tn 2.20

Bobot basah tajuk (g tanaman-1) 8 tn tn tn 17.52 x) Bobot basah akar (g tanaman-1) 8 * tn tn 19.18 x) Bobot kering tajuk (g tanaman-1) 8 tn tn * 14.77 x) Bobot kering akar (g tanaman-1) 8 tn tn tn 26.80 x)

Panjang akar (cm) 8 tn tn tn 22.36

Kadar hara pada daun:

N (%) 8 tn tn tn 14.22

P (%) 8 ** * tn 3.58

(35)

Lanjutan...( Tabel 7) Peubah Umur (MST) Pupuk (P) Dekomposer (D) P*D KK (%) Serapan hara: N (g tanaman-1) 8 tn tn tn 8.28 x) P (g tanaman-1) 8 tn tn * 2.76 x) K (g tanaman-1) 8 tn tn * 10.08 x)

Jumlah anakan produktif 14 tn tn tn 10.48

Jumlah malai 14 tn tn tn 16.16

Panjang malai (cm) 14 tn * * 3.42

Jumlah gabah per malai 14 tn tn tn 15.08

Bobot 1000 butir (g) 14 tn tn tn 6.47

Gabah isi (%) 14 tn tn tn 3.26

Gabah hampa (%) 14 tn tn tn 23.41

Bobot kering gabah (g tanaman-1) 14 tn tn tn 19.81 Bobot basah gabah petak bersih

(g 7.29m -2)

14 tn tn tn 14.19

Bobot kering gabah petak bersih (g 7.29m-2)

14 tn tn tn 14.68

Produktivitas GKG (ton ha-1) 14 tn tn tn 14.65

Potensi hasil (ton ha-1) 14 tn tn tn 23.11

Bobot brangkasan (g tanaman-1) 14 tn tn tn 17.24 Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%; (**)

Berbeda nyata pada taraf kesalahan1%; x)hasil transformasi √(x+0.5)

A. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Jenis pupuk organik hanya memberikan pengaruh nyata pada bobot basah akar, kandungan hara P dan K pada daun. Pemberian 5 ton Tithonia diversifolia dengan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar meningkatkan bobot basah akar 55.75 g per tanaman dan 54.26% lebih tinggi dibandingkan 5 ton Tithonia diversifolia dengan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar dan 5 ton jerami dengan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar. Kombinasi 5 ton jerami dengan 10 pupuk kandang ayam per hektar meningkatkan kadar hara P dan K sebesar 0.43% dan 3.22% serta lebih tinggi 10.52% dan 12.19% dibandingkan 5 ton Tithonia diversifolia dengan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar dan 5 ton Tithonia diversifolia dengan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar.

(36)

Tabel 8. Komponen pertumbuhan padi pada perlakuan tiga jenis pupuk organik

Peubah Umur

(MST) Uji

F

Kombinasi pupuk (ton ha-1)

Rata-rata 5 T. diversifolia + 15 pupuk kandang ayam 5 T. diversifolia + 10 pupuk kandang ayam 5 jerami + 10 pupuk kandang ayam Tinggi tanaman (cm) 3 tn 38.36 36.74 37.29 37.46 4 tn 49.99 47.17 47.72 48.29 5 tn 58.07 55.22 56.60 56.63 6 tn 63.32 60.49 62.93 62.25 7 tn 67.84 64.77 67.00 66.54 8 tn 74.45 71.99 73.81 73.42 14 tn 94.10 90.08 93.04 92.41

Jumlah anakan per rumpun 3 tn 8.6 8.4 8.5 8.5 4 tn 10.1 9.9 10.9 10.3 5 tn 13.2 12.5 13.9 13.2 6 tn 13.2 12.8 15.4 13.8 7 tn 12.8 13.3 14.1 13.4 8 tn 13.7 14.7 14.7 14.4 14 tn 11.6 11.7 11.6 11.6 Warna daun 3 tn 2.64 2.62 2.63 2.63 4 tn 2.95 2.92 2.95 2.94 5 tn 2.96 2.86 2.93 2.92 6 tn 2.97 2.87 2.99 2.94 7 tn 3.00 2.99 2.99 2.99 8 tn 3.06 3.03 3.06 3.05 Bobot basah tajuk

(g tanaman-1)

8 tn x) 135.88 92.00 102.25 110.04 Bobot basah akar

(g tanaman-1)

8 * x) 55.75a 29.75b 36.12b 40.54 Bobot kering tajuk

(g tanaman-1)

8 tn x) 33.96 23.00 25.32 27.43 Bobot kering akar

(g tanaman-1)

8 tn x) 16.35 8.76 8.08 11.06 Panjang akar (cm) 8 tn 27.56 26.62 30.19 28.12 Kadar hara pada daun:

N (%) 8 tn 0.95 1.03 0.85 0.94 P (%) 8 ** 0.36c 0.38b 0.43a 0.39 K (%) 8 ** 2.58b 2.87b 3.22a 2.89 Serapan hara: N (g tanaman-1) 8 tn x) 0.34 0.23 0.21 0.26 P (g tanaman-1) 8 tn x) 0.12 0.08 0.11 0.14 K (g tanaman-1) 8 tn x) 0.89 0.67 0.82 0.79 Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%; (**)

(37)

Tabel 9. Komponen produksi padi pada perlakuan tiga jenis pupuk organik

Peubah Umur

(MST) Uji

F

Kombinasi pupuk (ton ha-1)

Rata-rata 5 T. diversifolia + 15 pupuk kandang ayam 5 T. diversifolia + 10 pupuk kandang ayam 5 jerami + 10 pupuk kandang ayam Jumlah anakan produktif 14 tn 10.9 11.3 11.1 11.1 Jumlah malai 14 tn 10.0 10.5 10.5 10.3 Panjang malai (cm) 14 tn 23.72 22.86 23.41 23.33 Jumlah gabah per malai 14 tn 131.8 123.9 131.6 129.1 Bobot 1000 butir (g) 14 tn 28.72 28.33 29.11 28.72 Gabah isi (%) 14 tn 86.17 87.33 88.73 87.41 Bobot basah gabah

petak bersih (g 7.29m-2)

14 tn 1,668.40 1,569.00 1,586.50 1,607.97 Bobot kering

gabah petak bersih (g 7.29m-2) 14 tn 1,424.90 1,348.80 1,386.20 1,386.63 Produktivitas GKG (ton ha-1) p 14 tn 2.28 2.22 2.16 2.22 Potensi hasil (ton ha-1) q 14 tn 3.38 3.20 3.49 3.36 Bobot brangkasan (g tanaman-1) 14 tn 68.05 58.85 59.27 62.06 Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%; (**)

Berbeda nyata pada taraf kesalahan1%; x)hasil transformasi √(x+0.5); 1

) konversi bobot kering gabah per petak bersih (g 7.29m-2)ke dalam luasan hektar (ton ha-1); 2) perhitungan komponen hasil dengan rumus: jumlah tanaman dalam ubinan (2.5 m x 2.5 m) x jumlah anakan produktif x jumlah gabah per malai x bobot 1000 butir

B. Pengaruh Dekomposer terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

Pemberian dekomposer berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun 8 MST, warna daun 5 MST, kadar hara P pada daun dan panjang malai. Pemberian dekomposer meningkatkan jumlah anakan per rumpun, kadar hara P pada daun, dan panjang malai menjadi 15.1, 0.40% dan 23.76 cm serta meningkatkan 11.03%, 5.26% dan 3.71% lebih baik dibandingkan tanpa pemberian dekomposer.

(38)

Tabel 10. Komponen pertumbuhan padi pada perlakuan aplikasi dekomposer

Peubah Umur

(MST) Uji F

Dosis dekomposer

(% per bahan baku) Rata-rata

0 0.5 Tinggi tanaman (cm) 3 tn 37.37 37.56 37.4 4 tn 47.91 48.69 48.3 5 tn 56.48 56.78 56.63 6 tn 62.18 62.32 62.25 7 tn 66.18 66.89 66.54 8 tn 73.05 73.78 73.42 14 tn 91.63 93.18 92.41

Jumlah anakan per rumpun 3 tn 8.4 8.6 8.5

4 tn 10.2 10.4 10.3 5 tn 12.8 13.6 13.2 6 tn 13.7 13.9 13.8 7 tn 12.9 13.9 13.4 8 * 13.6b 15.1a 14.4 14 tn 11.5 11.8 11.6 Warna daun 3 tn 2.57 2.68 2.63 4 tn 2.92 2.97 2.95 5 * 2.96a 2.87b 2.92 6 tn 2.95 2.94 2.95 7 tn 2.98 3.00 2.99 8 tn 3.05 3.06 3.06 Panjang akar (cm) 8 tn 27.46 28.79 28.13

Bobot basah tajuk (g tanaman-1)

8 tn 104.23 115.83 110.03

Bobot basah akar (g tanaman-1)

8 tn 39.92 41.17 40.55

Bobot kering tajuk (g tanaman-1)

8 tn x) 25.26 29.60 27.43 Bobot kering akar

(g tanaman-1)

8 tn x) 10.50 11.63 11.07 Kadar hara pada daun:

N (%) 8 tn 0.92 0.96 0.94 P (%) 8 * 0.38b 0.40a 0.39 K (%) 8 tn 2.79 2.99 2.89 Serapan hara: N (g tanaman-1) 8 tn x) 0.24 0.29 0.26 P (g tanaman-1) 8 tn x) 0.10 0.11 0.10 K (g tanaman-1) 8 tn x) 0.72 0.87 0.79

Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%; (**) Berbeda nyata pada taraf kesalahan1%; x)hasil transformasi

(39)

Tabel 11. Komponen produksi padi pada perlakuan aplikasi dekomposer

Peubah Umur

(MST) Uji F

Dosis dekomposer

(% per bahan baku) Rata-rata

0 0.5

Jumlah anakan produktif 14 tn 10.8 11.4 11.1 Panjang malai (cm) 14 * 22.91b 23.76a 23.34 Jumlah gabah per malai 14 tn 123.5 134.7 129.1 Bobot 1000 butir (g) 14 tn 29.05 28.39 28.72 Gabah isi (%) 14 tn 87.69 87.13 87.41 Gabah hampa (%) 14 tn 11.80 12.17 11.99 Bobot kering gabah

(g tanaman-1)

14 tn 21.92 23.83 22.88 Bobot basah gabah petak

bersih (g 7.29m-2)

14 tn 1,585.88 1,630.03 1,607.96 Bobot kering gabah petak

bersih (g 7.29m-2)

14 tn 1,367.30 1,405.95 1,386.63 Produktivitas GKG

(ton ha-1) 1

14 tn 2.19 2.25 2.22 Potensi hasil (ton ha-1) 2 14 tn 3.20 3.51 3.36 Bobot brangkasan

(g tanaman-1)

14 tn 60.25 63.87 62.06 Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%; (**)

Berbeda nyata pada taraf kesalahan1%; x)hasil transformasi √(x+0.5); 1) konversi bobot kering gabah per petak bersih (g 7.29m-2)ke dalam luasan hektar (ton ha-1); 2) perhitungan komponen hasil dengan rumus: jumlah tanaman dalam ubinan (2.5 m x 2.5 m) x jumlah anakan produktif x jumlah gabah/malai x bobot 1000 butir

C.Pengaruh Interaksi Pupuk Organik dan Dekomposer terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

Hasil sidik ragam (Tabel 7) menunjukkan bahwa interaksi jenis pupuk organik dan dekomposer berpengaruh nyata terhadap peubah bobot kering tajuk, panjang malai, serapan hara N, dan serapan hara P pada daun. Setelah dilakukan analisis interaksi (Tabel 12), kombinasi perlakuan 5 ton Tithonia diversifolia dan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan dekomposer meningkatkan bobot kering tajuk, serapan hara P dan serapan hara K pada daun sebesar 63.25%, 54.55%, dan 33.44% lebih baik dibandingkan kombinasi lainnya. Pada peubah panjang malai, kombinasi 5 ton jerami dan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer meningkatkan panjang malai sebesar 0.49% lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya.

(40)

Tabel 12. Pengaruh interaksi perlakuan kombinasi pupuk organik dan dekomposer terhadap beberapa karakter agronomi padi

Kombinasi Pupuk Organik (ton ha-1)

Dosis Dekomposer

(% per bahan baku) Rata-rata Pupuk

0 0.5

Bobot kering tajuk (g tanaman-1)*

5 T. diversifolia + 15 pukan ayam 23.45b 44.47a 33.96 5 T. diversifolia + 10 pukan ayam 25.08b 20.93b 23.00

5 jerami + 10 pukan ayam 27.24b 23.93b 25.58

Rata-rata dosis dekomposer 25.26 29.77 Panjang malai (cm)*

5 T. diversifolia + 15 pukan ayam 23.21abc 24.24ab 22.72 5 T. diversifolia + 10 pukan ayam 23.05bc 22.66c 22.85

5 jerami + 10 pukan ayam 22.46c 24.36a 23.41

Rata-rata dosis dekomposer 22.91 23.75

Serapan hara P (g tanaman-1)* x

5 T. diversifolia + 15 pukan ayam 0.08b 0.17a 0.12 5 T. diversifolia + 10 pukan ayam 0.09b 0.08b 0.08

5 jerami + 10 pukan ayam 0.12b 0.09b 0.11

Rata-rata dosis dekomposer 0.10 0.12

Serapan hara K (g tanaman-1)* x

5 T. diversifolia + 15 pukan ayam 0.58b 1.21a 0.90 5 T. diversifolia + 10 pukan ayam 0.67b 0.66b 0.33

5 jerami + 10 pukan ayam 0.90ab 0.75ab 0.82

Rata-rata dosis dekomposer 0.72 0.87

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada (*) taraf kesalahan 5%, (**) taraf kesalahan 1%; x)hasil transformasi √(x+0.5), pukan = pupuk kandang

D. Korelasi Antar Peubah terhadap Komponen Produksi

Korelasi dilakukan untuk mengetahui keterkaitan linear antar peubah. Peubah tinggi tanaman (8 MST), bobot kering tajuk, tinggi tanaman (saat panen), jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir dan bobot gabah petak bersih berkorelasi nyata positif terhadap produktivitas (Tabel 13). Pada tanaman padi, malai, panjang malai dan jumlah malai akan sangat berpengaruh terhadap produtivitas. Peningkatan salah satu peubah tersebut berpengaruh positif terhadap produksi padi. Artinya, semakin banyak malai pada suatu tanaman padi, semakin panjang suatu malai dan semakin banyak jumlah gabah dalam satu malai, maka produktivitas akan semakin meningkat.

(41)

Tabel 13. Hasil uji korelasi antar peubah terhadap komponen produksi Jumlah anakan per rumpun (panen) Jumlah anakan produktif Jumlah malai Panjang malai Jumlah gabah per malai Bobot 1000 butir Persen gabah isi Bobot gabah per petak bersih Produktivitas Vegetatif (8 MST) Tinggi tanaman (cm) -0.166tn -0.230tn -0.285tn 0.619** 0.623** 0.290tn -0.126tn 0.524** 0.565**

Jumlah anakan per rumpun 0.595** 0.663** 0.619** 0.376tn 0.371tn 0.166tn -0.161tn 0.409* 0.367tn

Bobot kering tajuk/tanaman (g) -0.231tn -0.164tn 0.009tn 0.432* 0.198tn 0.001tn 0.013tn 0.420* 0.430*

Bobot kering akar/tanaman(g) -0.097tn -0.179tn -0.235tn 0.279tn 0.136tn 0.057tn -0.494* 0.085tn 0.151tn

Panjang akar (cm) -0.141tn -0.063tn 0.359tn 0.191tn 0.366tn 0.288tn 0.401tn 0.389tn

Generatif dan Saat Panen

Tinggi Tanaman (cm) -0.255tn -0.304tn 0.473* 0.486* 0.308tn -0.137tn 0.379tn 0.425*

Jumlah anakan per rumpun 0.949** 0.821** 0.085tn 0.001tn 0.479* 0.055tn 0.385tn 0.318tn

Jmlh anakn produktif 0.910** 0.317tn 0.037tn 0.463* 0.072tn 0.347* 0.361tn

Jumlah malai 0.211tn 0.121tn 0.411* 0.154tn 0.526** 0.455*

Panjang malai 0.888** 0.239tn -0.146tn 0.622** 0.643**

Jumlah gabah per malai 0.165tn -0.028tn 0.569** 0.601**

Bobot 1000 butir 0.143tn 0.544** 0.471*

Persen gabah isi 0.236tn 0.156tn

Bobot gabah per petak bersih 0.999**

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata, *: berbeda nyata pada taraf 5% dan **: berbeda nyata pada taraf 1%

(42)

E. Perbandingan Kombinasi Perlakuan Jenis Pupuk Organik dan Dekomposer dengan Tiga Pembanding terhadap Beberapa Peubah

Perbandingan antara kombinasi perlakuan pupuk organik dan dekomposer terhadap tiga perlakuan pembanding dilakukan dengan uji t pada taraf kesalahan 5%. Hasil uji t (Tabel 14) menunjukkan perbedaan nyata perlakuan terhadap pembanding pada beberapa peubah yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah malai. Pembanding terdiri atas 10 ton jerami dengan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dan 0.4 pupuk kandang ayam per hektar yang dicairkan sebagai dekomposer, 10 ton jerami dan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer, dan 10 ton jerami dengan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar.

Kombinasi 5 ton Tithonia diversifolia dan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer berbeda nyata lebih baik 9.03% dan 7.25% dibandingkan ketiga pembanding pada peubah tinggi tanaman 8 dan 14 MST. Seluruh kombinasi perlakuan nyata berbeda lebih baik 54.00% dan 52.50% daripada pembanding 10 ton jerami dengan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dan 0.4 pupuk kandang ayam per hektar yang dicairkan sebagai dekomposer pada peubah jumlah anakan 3 dan 5 MST.

Pembanding 10 ton jerami dan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer berbeda nyata lebih baik 11.11% pada warna daun 3 MST dibanding semua perlakuan kecuali pada 5 ton jerami dengan 10 ton pupuk kandang ayam per hektar. Perlakuan kombinasi aplikasi dekomposer dengan 5 ton Tithonia diversifolia dan 15 ton pupuk kandang ayam per hektar nyata berbeda lebih baik 9.03% dan 7.25% pada peubah tinggi tanaman 8 dan 14 MST dibanding ketiga pembanding.

Tabel 15 menyajikan data dari beberapa peubah yang diamati namun tidak dapat dibandingkan dengan uji t karena data pembanding merupakan data tunggal. Produtivitas dari pembanding 10 ton jerami dan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan 0.4 ton pupuk kandang ayam yang dicairkan per hektar, 10 ton jerami dan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar dengan aplikasi dekomposer, serta 10 ton jerami dan 5 ton pupuk kandang ayam per hektar secara berturut-turut adalah 1.54, 1.48 dan 1.53 ton ha-1.

Gambar

Gambar 1. Air yang dialirkan melalui petakan   kecil berisi eceng gondok.
Tabel 1. Komponen-komponen pengamatan
Gambar 2. Curah hujan selama penelitian berlangsung
Gambar  3.  Hama  yang  menyerang  tanaman  padi  selama  penelitian  berlangsung   (a) Pomacea canaliculata L dan (b) Leptocorisa oratorius
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

• Defisit, menunjukan tingkat deplesi lengas tanah sesudah irigasi: nilai nol berarti pengisian sampai kapasitas lapang; nilai positif menggambarkan kondisi

Berdasarkan jenis temuan megalitik dan luas masing-masing situs tersebut, disimpulkan bahwa situs Allangkanange mungkin mempunyai strata sosial permukiman yang

Di samping pengertian normatif tersebut di atas, pengertian praktis dan operasional Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah semua aktivitas yang dilakukan

Permasalahan yang diambil dari latar belakang tersebut yaitu bagaimana pengaturan diversi di dalam peraturan perundang-undangan, bagaimana pelaksanaan diversi

edise September 2014 sebagai bahan ajar harus disesuaikan dengan perangkat pembelajaran yaitu berupa silabus, RPP, dan media. Penerapan pembelajaran ini dilaksanakan di kelas

Dalam perkuliahan ini dibahas mengenai teknik observasi, ciri-ciri obser- vasi, validitas dan reliabilitas observasi, pembuatan daftar cek skala penilaian, kartu skor,

Dari teori tindakan sosial ini dapat dianalisa bahwa pilihan berpolitik bagi seorang Kiai dalam pemilihan umum, sebagaimana diungkapkan oleh para informan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada ikan asin Katamba ( Lethrinus lentjan ) yang beredar di