• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN UJI RESISTIVITY VES (VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING) (STUDI KASUS: DESA POHIJO, SAMPUNG-PONOROGO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN UJI RESISTIVITY VES (VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING) (STUDI KASUS: DESA POHIJO, SAMPUNG-PONOROGO)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

199

IDENTIFIKASI POTENSI AKUIFER MENGGUNAKAN

UJI RESISTIVITY VES (VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING)

(STUDI KASUS: DESA POHIJO, SAMPUNG-PONOROGO)

Runi Asmaranto1

Jurusan Teknik pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya runi_asmaranto@ub.ac.id

(INDONESIA)

Abstrak: Desa Pohijo Kecamatan Slahung Ponorogo merupakan salah satu desa yang mengalami kekurangan air irigasi, dimana kondisi sekarang mengandalkan irigasi tadah hujan dan irigasi permukaan dari sumber mata air gemblung yang sangat terbatas. Sementara di wilayah ini luas baku sawah cukup tersedia untuk dikem-bangkan menjadi irigasi lahan basah. Jika ketersediaan air irigasi bisa dicukupi maka pola tanam yang ada bisa dikembangkan menjadi pola tanam Padi-Padi-Palawija. Untuk itu diperlukan penyediaan air irigasi melalui pengembangan irigasi air tanah.

Melihat permasalahan yang terjadi di Desa Pohijo maka perlu dilakukan kegiatan berupa pengabdian masyarakat bantuan teknis pendugaan air tanah. Pendugaan air tanah dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada potensi aliran bawah permukaan yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk air irigasi. Apabila ditemukan potensi di suatu titik penyelidikan, diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk dilakukan pembuatan sumur bor di titik-titik tersebut oleh Pemerintah Desa.

Dari hasil interpretasi geologi dan pengujian geolistrik didapatkan hasil bahwa : Titik duga 2, potensi air tanah ada pada kedalaman 14–25 meter (ketebalan 11 meter), namun dibawah lapisan ini masih terdapat lapisan kedap, dan akuifer tertekan berada pada kedalaman dibawah 62 hingga 200 meter (Transmisivitas = 429,66 m2/ hari). Titik duga 3, potensi kedalaman air tanah pada kedalaman 63–100 meter (semi akuifer tertekan), sedangkan pada kedalaman dibawah 100 meter terdapat lapisan kedap air. Titik duga 4, potensi kedalaman air tanah pada kedalaman 10–20 meter namun potensi yang besar berada pada kedalaman dibawah 40 meter hingga 200 meter dengan koefisien transmisivitas T = 496,0 m2/ hari. Titik duga 5, potensi kedalaman air tanah berada pada kedalaman 27 meter, namun kandungan pasir tertutup material halus (semi akuifer). Dari beberapa titik penye-lidikan, titik 4 direkomendasikan sebagai alternatif 1untuk dibangun irigasi pompa dengan pertimbangan selain potensi air tanahnya juga keberdaannya masih berada pada tanah bengkok desa. Titik 2 direkomendasikan sebagai alternatif 2 melihat potensi air tanah dibandingkan lokasi 5 dan 3.

Kata kunci: Akuifer, Transmisivitas, resistivitas, vertical electrical sounding, konfigurasi

Abstract: The problems occurred at the Kangkungan-Pohijo are not available surface water irrigation

needs. BPP FT-UB as a community service agency conducting a relief estimating groundwater flow wich is done to determine potential for subsurface flow. If found potential of groundwater, useful to development irrigation potential so increasing harvest productivity. The aim of study is determine locations which have groundwater flow potential to support pump irrigation. The result of this study shown that point 4 is the best potential of groundwater flow than other location. This location was also its existence still on the region of “bengkok desa”, so it is recommended as the first alternative. The point-2 was recommended as an a second alternative. The response of residents of Pohijo village was very enthusiastic in order to realize procurement pump groundwater.

(2)

Pengelolaan irigasi sumur pompa adalah cara pena-nganan sumur pompa agar dapat meningkatkan hasil produksi pertanian serta dapat menjaga kelestarian mesin dan pompa. Sasaran utama di bidang penge-lolaan antara lain meningkatkan produksi pertanian dan menjaga kelestarian mesin pompa beserta per-lengkapannya. Sumur pompa dititikberatkan pada pada daerah-daerah yang tidak memperoleh atau ke-kurangan irigasi permukaan terutaman pada musim kemarau atau daerah yang masih mengandalkan sumber air tadah hujan walaupun jumlah ketersediaan air sangat banyak. (Pabundu, 1990 : 1)

Irigasi air tanah sangat menjanjikan untuk me-ningkatkan produktivitas petani, mengatasi lahan yang kering maupun meningkatkan pendapatan petani. Selain itu menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Ta-hun 2006 pasal 2 menyebutkan bahwa irigasi ber-fungsi untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan ma-syarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. (Dirjen Pengelolaan La-han dan Air, 2008).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indo-nesia No. 43 Tahun 2008 tentang air tanah pasal 54 bahwa : “Pemakaian air tanah untuk pertanian rakyat sebagaimana dimaksud hanya dapat di-lakukan apabila air permukaan tidak mencuku-pi”. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2008).

Desa Pohijo Kecamatan Sampung Ponorogo merupakan salah satu desa binaan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya dimana sekarang ini meng-alami kekurangan air irigasi dimusim kemarau. Irigasi yang ada merupakan irigasi permukaan dimana ke-tersediaannya tidak mencukupi, kondisi eksisting de-ngan menyadap air dari sumber Gemblung dimana secara geografis berada di wilayah Kabupaten Wo-nogiri Propinsi Jawa Tengah. Sementara luas baku sawah cukup tersedia untuk dikembangkan irigasi lahan basah dan meningkatkan pola tanam. Jika ke-tersediaan air irigasi cukup maka pola tanam yang ada bisa dikembangkan menjadi pola tanam Padi-Padi-Palawija. Untuk itu diperlukan penyediaan air irigasi melalui pengembangan irigasi air tanah, se-dangkan potensi sawah tadah hujan cukup luas. Un-tuk itu perlu dilakukan identifikasi potensi air bawah tanah untuk kebutuhan air irigasi.

METODOLOGI

Lokasi Penyelidikan

Lokasi penyelidikan dilakukan di Dusun Kang-kungan, Desa Pohijo, Kec. Sampung, Kab.

Ponorogo, dengan mengukur di wilayah tanah bengkok desa dan sekitarnya yang memungkinkan secara geologi terdapat aliran air tanah, dan secara topografi bisa mengalirkan air irigasi gravitasi ke hilir setelah dipompa.

Data Primer

Data primer yang diambil dalam kegiatan ini me-liputi: (1) Panjang jarak antar elektroda (a) dari ma-sing-masing konfigurasi dalam meter. (2) Besar arus yang dialirkan (I) dan besar tegangan (V) dalam mVolt. (3) Besarnya resistivitas yang terukur (R) da-lam Wm. (4) Kedada-laman sumur gali di sekitar lokasi pengukuran geolistrik.

Titik Pengukuran sebagai berikut:

Titik A = titik 1(07°48.331'S; 111°18.224'E) Titik B = titik 2 (07°48.360'S; 111°18.223'E) Titik C = titik 3 (07°48.389'S; 111°18.239'E) Titik D = titik 4 (07°48.303'S; 111°18.205'E) Titik E = titik 5 (07°48.339'S; 111°18.193'E)

Gambar 1. Peta lokasi titik pengukuran geolistrik.

Data Sekunder, meliputi data Hidrogeologi peta geologi lokasi.

Data hidrigeologi yang dibutuhkan berupa peta geo-logi untuk mengetahui struktur batuan yang berada di lokasi pengukuran serta peta hidrogeologi untuk me-ngetahui gambaran secara umum kondisi akuifer lokasi pendugaan. Berdasarkan peta-peta tersebut nantinya dapat diketahui apakah daerah tersebut memiliki akuifer yang produktif atau tidak. Peta Geologi untuk menge-tahui jenis batuan yang ada di lokasi penelitian.

Peralatan dan Perlengkapan yang Dibutuhkan

Dalam pelaksanaan pendugaan dibutuhkan be-berapa peralatan diantaranya: (1) Seperangkat alat

(3)

pengukur geolistrik; (2) Dua buah elektroda C, dua buah elektroda P, dan satu buah stainless sebagai patok titik tengah pengukuran; (3) ACCU 12 Volt; (4) Empat gulung kabel yang panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan; (5) Multimeter; (6) Tiga buah palu; (7) Patok; (8) GPS; (9) HT ( Handy talkie ); (10) Alat tulis; (11) Formulir data; (12) Payung.

KAJIAN PUSTAKA

Nilai resistivitas suatu tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan air didalamnya. Tanah jenuh mem-punyai nilai resistivitas lebih kecil jika dibandingkan dengan tanah tidak jenuh (asmaranto, et al 2013).

Pada metode geolistrik tahanan jenis ( Resisti-vitas), arus listrik diinjeksikan kedalam bumi melalui dua elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukur-an arus dpengukur-an beda potensial untuk setiap jarak elek-trode tertentu, dapat ditentukan variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur. Metode geolistrik tahanan jenis ini banyak digunakan dalam penentuan kedalaman batuan dasar dan pencarian reservoir air.

Teknik pengambilan data dalam metode geolistrik tahanan jenis terdiri dari: vertikal sounding dan

lat-eral mapping. (Waluyo, 1984:149)

Vertikal sounding. Vertikal sounding merupa-kan penyelidimerupa-kan perubahan tahanan jenis bawah per-mukaan kearah vertikal. Caranya pada titik ukur yang tetap, jarak elektroda arus dan tegangan diubah atau divariasi. Konfigurasi elektroda yang biasanya di-pakai adalah konfigurasi Schlumberger.

Lateral mapping. Lateral mapping adalah pe-nyelidikan perubahan tahanan jenis bawah permu-kaan kearah lateral (horizontal). Caranya dengan jarak elektroda arus dan tegangan tetap, titik ukur dipindah atau digeser secara horizontal. Konfigurasi elektroda yang biasa dipakai adalah konfigurasi Wen-ner atau Dipole-dipole.

Tahanan Jenis Batuan.

Tahanan jenis atau resistivitas, dapat ditentukan menggunakkan hukum Ohm (Sumber, Waluyo, 1984 : 149) : L x I V x A  

(1) dimana:

 = Tahanan Jenis (Ohm-m) V = Tegangan (Volt)

I = Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder (Ampere)

A = Luas Penampang (m2)

L = Panjang (m)

Menurut (Telford et al., 1998) aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga ma-cam besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu: (1) Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan oleh elekron-elektron bebas. (2) Kon-disi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh cairan elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh elektrolit. (3) Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terha-dap aliran arus listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.

Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam batuan dapat disimpul-kan sebagai berikut: (1) Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yang kompak. (2) Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garam tinggi. (3) Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiap batuan. (4) Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang satu terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisan batuan. (5) Batuan yang pori-porinya meng-andung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari yang kering. Kandungan air didalam batuan akan menun-jukan harga resistivitas.

Ketentuan umum dari sifat kelistrikan batuan adalah besarnya tahanan dinyatakan dengan perantaraan nilai tahanan jenisnya. Tahanan jenis berbanding terbalik dengan daya hantar listrik, sehingga:

 1  1 (2) dimana:

 = Tahanan Jenis (Ohm-meter)

 = Daya hantar listrik Gambar 2. Arus listrik merata dan sejajar dalam

sebuah silinder dengan beda potensial antara kedua ujungnya.

(4)

Gambar 3. Konfigurasi Schlumberger (Telford et al, 1998)

Konfigurasi Schlumberger biasanya diperguna-kan untuk profiling dan sounding. Untuk dapat me-lakukan sounding, elektroda arus dipisahkan oleh AB secara simetris dengan elektroda potensial MN, kemudian elektroda arus diperbesar sehingga k men-jadi:

(3) Dengan tahanan jenis semu yang terukur:

(4) Kemudian K menjadi :

(5)

Tahanan Jenis Semu

Menurut Telford, et al (1990) terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam metode resisti-vitas (tahanan jenis semu) antara lain: (1) Bawah permukaan tanah terdiri dari beberapa lapisan yang dibatasi oleh bidang batas horizontal serta terdapat perbedaan resistivitas antara bidang batas pelapisan batuan. (2) Lapisan batuan bersifat homogen isotropik dan mempunyai ketebalan tertentu, kecuali untuk la-pisan terbawah mempunyai ketebalan yang tidak ter-hingga. (3) Batas antara dua lapisan merupakan bidang batas antara dua hambatan jenis yang berbe-da. (4) Dalam bumi tidak ada sumber arus selain arus listrik searah yang diinjeksikan diatas permukaan bumi.

Pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan  yang berbeda-beda, sehingga po-tensial yang terukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar). Resistivitas semu ini dirumuskan dengan: (Sumber: Bisri, 1988:10)

Tabel 1. Harga tahanan jenis berbagai mineral, batuan maupun fluida (Sumber: Waluyo, 1984 : 179).

Tabel 2. Harga resistivitas spesifik batuan (Sumber: Sosrodarsono, dkk 1988)

Konfigurasi Elektroda

Ada beberapa macam model konfigurasi dalam metode geolistrik resistivitas, sesuai dengan susunan elektrodanya antara lain: Konfigurasi Wenner Alpha, Wenner Beta, Wenner Gamma, Dipole-dipole, Pole-dipole, Wenner-Sclumberger, dll

Pada penelitian ini akan digunakan model konfi-gurasi Schlumberger. Pada saat melakukan peng-ukuran, elektroda disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu susunan konfigurasi. Faktor geo-metri (K) disebut sebagai suatu besaran yang ber-fungsi sebagai faktor koreksi dari berbagai perubahan konfigurasi elektroda. Besarnya faktor geometri untuk tiap-tiap konfigurasi elektroda tidak sama.

(5)

I V K a  

(6) dimana:

a : resistivitas semu (Ohm-m) K : faktor geometri

V : beda potensial pada MN (Volt) I : kuat arus (Ampere)

Oleh karena itu resistivitas yang diperoleh dari persamaan (6) bukan merupakan resistivitas yang sebenarnya, melainkan resistivitas semu atau appar-ent resistivity (a). Untuk jarak antar elektroda arus kecil, akan memberikan nilai a yang harganya men-dekati  batuan di dekat permukaan.

Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi yang berbeda akan berbeda nilainya wa-laupun jarak antar elektrodanya sama. Untuk me-dium yang berlapis, harga resistivitas semu merupa-kan fungsi jarak antara elektroda arus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Pohijo beriklim tropis, dengan musim penghujan pada bulan April–September dan musim kemarau pada bulan Oktober–Maret. Curah hujan di Desa Pohijo berkisar 1900–2000 mm/tahun. Tem-peratur udara di Desa Pohijo berkisar antara 25-300C.

Secara umum Desa Pohijo terletak di daaerah perbukitan dengan lereng landai namun sungai-sungai yang mengalir membentuk lembah dengan bentuk huruf V yang cukup dalam dengan kemiringan 15– 60 derajat.

Struktur geologi yang berkembang pada daerah Wonogiri - Ponorogo adalah berupa lipatan antiklin, sinklin dan sesar. Lipatan antiklin berarah Barat-Ti-mur, sedangkan sinklin berarah barat daya timur laut. Di daerah ini terdapat 2 jenis sesar yaitu sesar men-datar dan sesar turun. Berdasarkan struktur geologi wilayah lokasi penelitian terletak pada Formasi Nglanggran. Formasi Nglanggran merupakan run-tunan batuan Gunung Api bersusunan andesit yang disusun oleh breksi Gunung Api dan batupasir Gu-nung Api. Komponen andesit di dalam breksi ber-ukuran 50-40 cm, menyudut tanggung hingga me-nyudut, pemilahan sangat buruk. Tebal rata-rata se-kitar 2 m. Setempat breksi berubah secara berangsur mejadi batupasir. Batupasir berwarna coklat, ber-ukuran sedang hingga sangat kasar dan mempunyai tebal 50-100 cm. Setempat tersingkap perselingan breksi dan batupasir. Bagian bawah runtunan yang bersisipan dengan breksi batuapung atau batupasir

kerikilan, mencirikan hubungan menjemari dengan bagian atas Formasi Semilir. Runtunan batuan gunung api ini diduga berumur miosen awal, yang tebentuk di lingkungan darat hingga ke peralihan laut dangkal. Tebal satuan 500 meter. Sebarannya ke barat dapat diikuti hingga lembar Surakarta (Sampurno dan Samodra, 1997).

Hasil pendugaan resistivity dan interpretasi

Dari hasil pengujian geolistrik diperoleh bahwa kedalaman air tanah bervariasi yang ditunjukkan oleh kedalaman akuifer sebagai berikut.

Tabel 3. Penentuan Lapisan Akuifer Dari Hasil Pen-dugaan Susunan Lapisan Geologi Bawah Permukaan pada Titik Duga 2.

Tabel 4. Penentuan Lapisan Akuifer Dari Hasil Pen-dugaan Susunan Lapisan Geologi Bawah Per-mukaan pada Titik Duga 3.

KESIMPULAN

Dari hasil interpretasi geologi dan pengujian geo-listrik didapatkan informasi kedalaman potensi air ta-nah sebagai berikut.

Titik duga 1, didapatkan pembacaan data yang tidak valid dengan error cukup besar tidak bisa di-proses lebih lanjut.

Titik duga 2, potensi air tanah ada pada keda-laman 14 – 25 meter (ketebalan 11 meter), namun

(6)

dibawah lapisan ini masih terdapat lapisan kedap, dan akuifer tertekan berada pada kedalaman dibawah 62 hingga 200 meter (Transmisivitas = 429,66 m2/

hari)

Titik duga 3, potensi kedalaman air tanah pada kedalaman 63 – 100 meter (semi akuifer tertekan), sedangkan pada kedalaman dibawah 100 meter terdapat lapisan kedap air.

Titik duga 4, potensi kedalaman air tanah ada pada kedalaman 10 – 20 meter namun potensi yang besar berada pada kedalaman dibawah 40 meter hingga 200 meter (direkomendasikan). Koefisien Transmisivitas T = 496,0 m2/ hari

Titik duga 5, potensi kedalaman air tanah berada pada kedalaman 27 meter, namun kandungan pasir tertutup materia halus (semi akuifer)

Karena keberadaan titik duga 4 adalah masih berada pada tanah bengkok desa maka, titik ini dire-komendasikan sebagai alternatif 1

Titik duga 2 direkomendasikan sebagai alter-natif 2 melihat potensi air tanah dibandingkan lokasi 5 dan 3.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan pengabdian masyarakat ini terutama kepada Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat FT UB dan Kepala De-sa Pohijo Kecamatan Sampung Kabupaten Ponoro-go yang telah mendukung kegiatan ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Pedoman umum pelaksanaan kegiatan pengelolaan lahan dan air. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian. Anonim, 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 43 Tahun 2008.

Asmaranto R, et al. 2013. Penentuan Nilai Konduktivitas Hidrolik Tanah Tidak Jenuh Menggunakan Uji Resistivitas di Laboratorium. Jurnal Teknik Pengairan. http://jurn alpen gairan .ub.ac.id/ index.php/jtp/article/download/150/148

Asmaranto R, Soemitro R.A.A, Anwar N. 2010. Changes of Soil Erodibility due to Wetting and Drying Cycles Repetitions on the Residual Soil. International Jour-nal of Academic Research, Azerbaijan: Vol 2. No 5. September 2010.

Bisri, Muhammad, 1988. Aliran Air tanah. Malang: Himpunan mahasiswa Pengairan.

Pabundu, M. 1990. Pengelolaan Irigasi Sumur Pompa. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Pratiwi, Suhermin, 2014. Penerapan Program Resistivity

2D Untuk Analisa Airtanah di Cekungan Airtanah Pasuruan. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Teknik Pengairan FT Unibraw.

Sampurna dan Samodra, 1997. Geologi Lembar Ponorogo, Jawa. P3G. Bandung

Soemarto, C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta :Erlangga Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 2003. Hi-drologi Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita Telford, W.M., Geldart, L.P. dan Sheriff, R.E. 1998. Ap-plied Geophysics. Second Edition. Cambridge Uni-versity Press, New York.

Waluyo, 1984. Metode Resistivitas. Yogyakarta: Univer-sitas Gajah Mada

Tabel 5. Penentuan Lapisan Akuifer Dari Hasil Pen-dugaan Susunan Lapisan Geologi Bawah Per-mukaan pada Titik Duga 4.

Sumber: Analisis

Sumber: Analisis

Tabel 6. Penentuan Lapisan Akuifer Dari Hasil Pen-dugaan Susunan Lapisan Geologi Bawah Per-mukaan pada Titik Duga 5.

(7)

Gambar 4. Hasil pengolahan apparent resistivity vs electrode spacing pada titik 5.

(8)

Gambar 6. Penyebaran kedalaman akuifer di Dusun Kangkungan Pohijo.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi titik pengukuran geolistrik.
Gambar 2. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda potensial antara kedua
Gambar 3. Konfigurasi Schlumberger (Telford et al, 1998)
Tabel 3. Penentuan Lapisan Akuifer Dari Hasil Pen- Pen-dugaan  Susunan  Lapisan  Geologi  Bawah Permukaan pada Titik Duga 2.
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari berbagai pendapat diatas penulis dapat diduga bahwa siswa yang memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam belajar di sekolah dan di rumah, akan dapat meraih hasil

Router juga kadang digunakan untuk mengoneksikan dua buah jaringan yang menggunakan media yang berbeda (seperti halnya router wireless yang pada umumnya selain ia dapat

Evaluasi Penerapan E-Leave System Menggunakan Metode Six Sigma- DMAIC di PT ZTL Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).. Dengan Hak Bebas Royalti

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan sebagai data awal penelitian yang berupa jumlah siswa, daftar nama siswa, dan daftar

Karakter jumlah sub-pulse/pulse dari populasi Danau Ecology Park dan populasi Curug Nangka tidak berbeda nyata, selain itu struktur oscillograms dan energi frekuensi

4. Dapat mengetahui metode-metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi yang bersangkutan. Dapat memahami kurikulum, khususnya yang berkaitan dengan bidang studi

Menunjuk dosen yang mengajar dan praktikum Semester Genap TA 201112018 pada program studi Sl Keperawatan Fakultas Keperawatan Unievrsitas Andalas, sebagaimana