• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISPARITAS AKSES KUALITAS KAJIAN DETERMINAN KEMATIAN MATERNAL DI LIMA REGION INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISPARITAS AKSES KUALITAS KAJIAN DETERMINAN KEMATIAN MATERNAL DI LIMA REGION INDONESIA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

UNITED NATIONS POPULATION FUND (UNFPA)

2012

KAJIAN DETERMINAN KEMATIAN MATERNAL

DI

LIMA REGION INDONESIA

DISPARITAS

&

(2)

TIM

Ketua Tim : dr. Teti Tejayanti, MKM Anggota Tim :

Dr. dr. Harimat, M.Kes

Kristina Sabatini, SKM, M.Epid in Afi fah, SKM, M.Kes

Dr. Dwi Hapsari, M.Kes dr. Imran Pambudi, MPHM dr. Yuslely Usman, M.Kes dr. Ika Saptarini

Annisa Rizkianti, SKM Dony Lasut, S.Si

dr. Wahyu Dwi Astuti, SpPK, MKes Pengarah dan Pelindung : Dr. dr. Trihono, M.Sc

D. Anwar Musadad, SKM, M.Kes Kontributor :

Soeharsono Soemantri, M.Sc, Ph.D Prof. dr. Budi Utomo, MPH, Ph.D Prof. Terence H. Hull, B.A, M.A, Ph.D

Prof. Dr. dr. Sudarto Ronoatmodjo, SKM, M.Sc Atmarita, MPH, Dr.PH

Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc

dr. Asri C. Adisasmita, MPH, M.Phil, Ph.D Ir. Thoman Pardosi, S.E, M.Si

Dendi Handiyatmo, S. St, M. Si

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Kotak Pos 1226

Telp. : (021) 4261088 Fax : (021) 428 72392, 424 1921, 424 3933 Email : sesban@litbang.depkes.go.id; p3esk@litbang.depkes.go.id

Website : http://www.litbang.depkes.go.id; http://www.pusat3.litbang.depkes.go.id

UNITED NATIONS POPULATION FUND (UNFPA)

7th Floor Menara Thamrin Jl. M. H. Thamrin Kav. 3 Jakarta 10250 Indonesia

Telp. : (021) 314 1308, 390 4914 Fax : (021) 390 4914, 319 2702 Website : http://indonesia.unfpa.org

(3)

SAMBUTAN

Sambutan

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia, rahmat, taufi q, hidayah dan barokahNya, sehingga laporan kegiatan “Kajian Kematian Maternal di 5 Region di Indonesia” dapat tersusun dengan baik. Ini merupakan kajian istimewa sebab untuk pertama kalinya dilakukan autopsi verbal terhadap hampir 4.000 kematian ibu atau sekitar 50% dari seluruh kematian maternal hasil SP 2010. Suatu jumlah autopsi yang besar sehingga informasinya dapat dianalisis antar region, yaitu: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur (IBT).

Dalam publikasi ini dipaparkan mengenai karakteristik ibu yang mengalami kematian maternal, penyebab kematian. Demikian pula informasi tentang kinerja pelayanan kesehatan dan kondisi fasilitas kesehatan yang dapat dikaitkan dengan ratio kematian maternal tersebut. Informasi yang diberikan sedemikian lengkap sehingga dapat dibandingkan antar region.

Penghargaan dan apresiasi yang tinggi saya sampaikan kepada Tim Peneliti, khususnya dr. Teti Tejayanti, MKM dan Sdri. Kristina Sabatini, SKM, M.Epid, yang telah bekerja keras dan cerdas, menganalisis dan mengakomodir masukan dari banyak ahli, sehingga laporan kajian ini bisa tersaji dengan apik. Terima kasih saya sampaikan pula pada UNFPA yang telah mendukung kegiatan kajian ini hingga terpublikasi. Terima kasih kepada Para Kontributor, masukannya sangat berharga untuk mengungkapkan esensial dari penelitian menjadi kajian. Dengan kajian ini manfaat besar akan diperoleh bagi perbaikan program kesehatan pada umumnya dan kesehatan ibu pada khususnya. Diharapkan kajian yang bersifat makro dapat dilanjutkan dan lebih mendalam pada masing-masing region. Semoga hasil dan rekomendasinya dapat diimplementasikan bagi perbaikan program kesehatan ibu, yang pada gilirannya bisa mempercepat upaya pencapaian MDGs, khususnya penurunan angka kematian ibu.

Billahit taufi q walhidayah, wassalamu’alaikum wr. wb.

Kepala Balitbangkes

(4)

SAMBUTAN ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GRAFIK ... vi

RINGKASAN EKSEKUTIF ... vii

LATAR BELAKANG ... 1 TUJUAN 1. Tujuan umum ... 2 2. Tujuan khusus ... 2 KERANGKA PIKIR ... 3 METODE 1. Jenis penelitian ... 4 2. Sumber data ... 4 3. Analisa data ... 4 4. Defi nisi operasional ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik ibu meninggal ... 6

2. Jumlah kematian ibu ... 6

3. Penyebab kematian ibu ... 8

a. Penyebab kematian ibu berdasarkan kelompok/tabulasi ... 8

b. Penyebab kematian ibu tanpa dikelompokkan ... 13

4. Karakteristik ibu meninggal berdasarkan penyebab kematian ... 14

5. Kualitas pelayanan ... 16

a. Seluruh penyebab kematian ibu ... 16

b. Hipertensi dalam kehamilan (HDK) ... 18

c. Perdarahan post partum (PPP) ... 21

6. Kualitas Pelayanan PONED dan PONEK ... 21

KESIMPULAN ... 29

REKOMENDASI ... 31

REFERENSI ... 32

(5)

Tabel 1. Jumlah kematian ibu hasil Sensus Penduduk 2010 ... 8

Tabel 2. Proporsi penyebab kematian ibu ... 9

Tabel 3. Kode diagnosa dan proporsi penyebab kematian ibu diantara 5 region berdasarkan ICD 10 WHO (Data SP2010) ... 10

Tabel 4. Diagnosa yang termasuk dalam kelompok HDK ... 11

Tabel 5. Penyebab kematian ibu pada kelompok complication predominantly related puerperium and other conditions ... 11

Tabel 7. Urutan diagnosa penyebab kematian ibu berdasarkan 5 region di Indonesia ... 13

Tabel 6. Ratio penyebab kematian ibu diantara 5 region berdasarkan ICD 10 WHO (Data SP2010) ... 13

Tabel 7. Penyebab kematian ibu yang paling umum ... 13

Tabel 8. Hasil kajian Case Fatality Rate (CFR) di RSUP Cipto Mangunkusumo tahun 2011 ... 14

Tabel 9. Periode kematian ibu ... 14

Tabel 10. Penyebab kematian ibu yang tertinggi di Indonesia ... 15

Tabel 11. . Karakteristik ibu yang meninggal berdasarkan penyebab kematian (Data SP2010) ... 16

Tabel 12. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan di 5 region di Indonesia (Data Riskesdas 2010) ... 19

Tabel 13. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan pada ibu dengan HDK di 5 region di Indonesia (Data Riskesdasa 2010) ... 21

Tabel 14. Proporsi ketidaktersediaan stetoskop menurut 5 region di Indonesia... 22

Tabel 15. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan pada ibu dengan PPP di 5 region di Indonesia (Data Riskesdas 2010) ... 24

Tabel 16. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan pelayanan puskesmas PONED berdasarkan 5 region di Indonesia (Data Rifaskes 2010) ... 26

Tabel 17. Persentase puskesmas PONED yang menyediakan obat dan alat utama pelayanan pre eklamsi/eklamsi ... 28

Tabel 18. Persentase puskesmas PONED yang menyediakan obat dan alat utama pelayanan post partum haemorrhage (Data Rifaskes 2011) ... 28

Tabel 19. Proporsi RSU Pemerintah berdasarkan pemenuhan kriteria PONEK menurut 5 region di Indonesia (Data Rifaskes 2011) ... 29

Tabel 20. Proporsi RSU Pemerintah berdasarkan keberadaan spesialis anestesi, bedah, anak, dan kebidanan dan kandungan menurut 5 region di Indonesia (Data Rifaskes 2011) ... 30

Tabel 21. Proporsi RSU Pemerintah berdasarkan keberadaan sarana pendukung pelayanan kesehatan ibu dan anak menurut 5 region di Indonesia (Data Rifaskes 2011)... 30

DAFTAR TABEL

(6)

Grafi k 1. Karakteristik ibu meninggal Data SP2010 ... 6

Grafi k 2. Proporsi tempat meninggal berdasarkan wilayah perkotaan/perdesaan (Data SP2010) ... 16

Grafi k 3. Cakupan kinerja pelayanan (Data Riskesdas 2010) ... 18

Grafi k 4. Peta sebaran HDK per Kabupaten/Kota di Indonesia ... 20

Grafi k 5. Peta sebaran PPP per kabupaten/kota di Indonesia ... 20

Grafi k 6. Proporsi kota dan kabupaten yang memiliki Puskesmas PONED di 5 region di Indonesia ... 22

Grafi k 7. Proporsi jumlah rumah sakit (RS) berdasarkan penanganan emergensi (Data Rifaskes 2011) ... 28

(7)

RINGKASAN EKSEKUTIF

AKI di Indonesia bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya masih jauh lebih tinggi. Di Indonesia, dari lima juta kelahiran yang terjadi setiap tahunnya diperkirakan dua puluh ribu ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65 ibu, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 ibu di Thailand (Laporan UNDP). Untuk menurunkan kematian ibu tersebut, diperlukan informasi penyebab kematian ibu. Berbagai informasi penyebab kematian maternal sudah diperoleh, tetapi belum banyak ditinjau secara regional, padahal terdapat disparitas antar region. Informasi tersebut sangat penting, sebab status kesehatan yang berbeda memerlukan intervensi yang berbeda pula. Oleh karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik serta Universitas Indonesia melakukan Studi Tindak Lanjut SP2010 dan Kajian Determinan Kematian Maternal di 5 Region dalam upaya memperoleh informasi penyebab kematian.

Inti hasil penelitian adalah ratio kematian ibu yang tinggi dan penyebab medis kematian ibu yang tertinggi sejalan oleh akses layanan kinerja dan layanan fasilitas PONED dan RSU PONEK yang rendah. Berdasarkan matriks kajian, penyebab kematian ibu yang tertinggi adalah kelompok hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan perdarahan post partum (PPP). Ratio kematian ibu yang tertinggi pada kedua penyebab penyakit tersebut ternyata sejalan/konsisten dengan cakupan layanan ANC yang terendah serta layanan fasilitas pelayanan kesehatan khususnya ketersediaan obat yang kurang memadai. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada matriks di bawah ini:

Matriks antara ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan di 5 region di Indonesia (Data Riskesdas 2010)

MMR Sumatera Jawa-Bali KalimantanRegion Sulawesi IBT Indonesia

262 227 340 459 434 278

RATIO PENYEBAB KEMATIAN MATERNAL

1. Hipertensi dalam kehamilan (HDK) 38 33 52 65 49 39

2. Perdarahan post partum (PPP) 19 17 41 52 56 25

3. Penyebab lain 32 34 40 48 56 37

DETERMINAN KEMATIAN MATERNAL AKSES

1. K4 (Kunjungan ANC) 65,3 77,5 62,0 41,8 63,1 71,9

2. Linakes 86,1 80,1 68,5 63,6 67.9 78,6

KUALITAS

PONED:

% Kota yang memiliki 4 Puskesmas PONED 6,0 (dari 34 kota) 17,0 (dari 35 kota) - 36,0 (dari 11 kota) 11,0 (dari 9 kota) -% Kabupaten yang memiliki 4 Puskesmas PONED 55,0 (dari 117 kab) 75,0 (dari 92 kab) 54,0 (dari 46 kab) 66,0 (dari 61 kab) 42,0 (dari 82 kab)

-Jumlah Puskesmas PONED 390 709 132 238 205 1674

PONEK:

Kamar operasi 24 jam 69,7 81,1 67,6 62,2 62,5

-Tim siap operasi 24 jam 70,2 84,1 63,5 45,6 62,5

-Pelayanan darah 24 jam 50,5 63,1 56,8 46,7 43,8

-Unit pelayanan darah 24 jam 43,3 37,8 47,3 44,4 36,3

(8)

-Indonesia sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar, dihadapkan pada peluang dan juga tantangan. Lebih dari 80% atau 123 juta penduduk Indonesia berusia produktif (15-64 tahun). Sedikitnya 50% dari kelompok tersebut adalah perempuan. Salah satu indikator yang menunjukkan status kesehatan perempuan adalah angka kematian ibu (AKI).1

AKI di Indonesia bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya masih jauh lebih tinggi. Berikut adalah gambaran keberhasilan penurunan AKI di beberapa negara lain:

Sri Lanka berhasil menurunkan AKI dari 1.056 per 100.000 kelahiran hidup (1947) menjadi 24 per 100.000 kelahiran hidup (1996) (laporan World Bank, 2009).

Negara Mesir berhasil menurunkan AKI 174 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 84 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 hingga 1993.

Malaysia dengan AKI 1.085 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1933-1950 menurun menjadi 19 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997.2

Di Indonesia, dari lima juta kelahiran yang terjadi setiap tahunnya diperkirakan 20 ribu ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65 ibu, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 ibu di Thailand.3

Melihat permasalahan kematian ibu di Indonesia tersebut maka perlu diketahui penyebab kematian ibu sebagai upaya intervensi menurunkan tingkat kematian ibu. Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tahun 2010 telah melakukan Sensus Penduduk (SP2010). Pada SP2010 tersebut, untuk pertama kalinya dikumpulkan informasi kematian ibu, yang memungkinkan didapatkannya informasi pregnancy related death, yaitu kematian perempuan 10 tahun ke atas yang meninggal pada periode kehamilan sampai dua bulan setelah melahirkan. Hasil informasi kematian ibu tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan dengan melakukan Studi Tindak Lanjut SP2010. Hasil Studi Tindak Lanjut SP 2010 diperoleh penyebab kematian ibu di 5 region.

Berbagai informasi penyebab kematian maternal sudah diperoleh, tetapi belum banyak ditinjau secara regional, padahal terdapat disparitas antar region. Informasi tersebut sangat penting, sebab status kesehatan yang berbeda memerlukan intervensi yang berbeda pula. Oleh karena itu, dalam kajian ini akan dilihat lebih jauh mengenai disparitas penyebab kematian serta pelayanan kesehatan di 5 region didukung dengan melalui berbagai sumber data yang terkait. Data mengenai kematian ibu dan penyebabnya akan diambil dari SP2010 dan untuk mendapatkan informasi kualitas pelayanan kesehatan, maka diperoleh data pendukung dari ibu yang hidup yang bersumber dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010), yang meliputi data antenatal care (ANC), sedangkan data mengenai Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komperhensif (PONEK) diperoleh melalui data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes 2011).4

(9)

TUJUAN UMUM

Mengkaji penyebab kematian ibu di 5 region dan karakteristiknya berdasarkan data Studi Tindak Lanjut SP2010

TUJUAN KHUSUS

1. Memperoleh informasi penyebab kematian ibu di 5 region berdasarkan Data Studi Tindak Lanjut SP2010. 2. Mengkaji karakteristik kematian ibu menurut penyebab kematian ibu berdasarkan Data Studi Tindak

Lanjut SP2010.

3. Mengkaji deferensial regional pada kasus hipertensi dalam kehamilan mencakup pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas pada di 5 region berdasarkan Data Riskesdas 2010.

4. Mengkaji deferensial regional pada kasus perdarahan post partum mencakup pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas di 5 region berdasarkan Data Riskesdas 2010.

5. Mengkaji ketersediaan pelayanan fasilitas PONED dan PONEK di 5 region berdasarkan Data Rifaskes 2011.

(10)

Karakteristik umum Kematian ibu Karakteristik menurut penyebab

kematian ibu

Jumlah kematian ibu

Penyebab kematian ibu (direk dan indirek) di 5 region

Penyebab kematian ibu berdasar 8 kelompok

di 5 region

Region yang paling berisiko menurut penyebab kematian

(Uncorrected MMR berdasar region)

Komplikasi utama di 5 region penyebab kematian ibu Hipertensi dalam kehamilan

(HDK) Perdarahan Post partum (PPP)

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010

• Pelayanan ANC di 5 region Indonesia • Persalinan di 5 region Indonesia • Nifas di 5 region Indonesia

Data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2011

• PONED di 5 region Indonesia • PONEK di 5 region Indonesia

Data Studi Tindak Lanjut

Sensus Penduduk (SP) 2010

Kematian ibu di

5 region di Indonesia

(11)

1. Jenis Penelitian: Kajian data sekunder

2. Sumber data:

a) Studi Tindak Lanjut 2010 (STL SP 2010)

Ruang lingkup penelitian Studi Penyebab Kematian SP 2010 adalah seluruh kejadian pregnancy related death dari data SP 2010. Sampel yang diberikan BPS memberikan gambaran seluruh Indonesia dan 5 region. Cara pengambilan sampel dengan teknik Probability Proportional to Size (PPS). Pembagian Region sebagai berikut:

a. Sumatera; seluruh provinsi di pulau Sumatera

b. Jawa-Bali; seluruh provinsi di pulau Jawa dan provinsi Bali, c. Kalimantan; meliputi seluruh provinsi di pulau Kalimantan d. Sulawesi; meliputi seluruh provinsi di gugusan pulau Sulawesi

e. IBT/Lainnya; meliputi provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua.

Dari 8.464 kasus pregnancy related death hasil verifi kasi data SP 2010 maka terpilih 4.167 kasus sebagai sampel yang berlokasi pada 134 Kab/Kota yang terpilih di 27 Provinsi dan terseleksi menurut defi nisi maternal death sebesar 3.384.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner Autopsi Verbal, kemudian di resume dan ditentukan diagnosa/penyebab kematian oleh dokter menggunakan rules MMDS, dan pengkodean berdasarkan ICD 10, WHO. Penentuan sebab kematian didasarkan pada penyebab dasar kematian (underlying cause of death), bukan berdasarkan penyebab langsung (direct cause of death) yang mengacu pada ICD 10, WHO. Pengggunaan underlying cause of death adalah mengacu pada kepentingan public health yaitu mengutamakan upaya preventif, walaupun upaya kuratif dalam hal tindakan emergensi tetap harus dilakukan sebagai tindakan penyelamatan nyawa seseorang.

b) Riskesdas 2010

Ruang lingkup Riskesdas pada kajian ini adalah ibu yang pernah hamil dan melahirkan dalam 5 tahun, kemudian diseleksi menjadi satu tahun. Pengumpulan data dilakukan Tahun 2010.

c) Rifaskes 2011

Data Rifaskes mencakup 8981 puskesmas atau hampir semua puskesmas di Indonesia. Ruang lingkup yang digunakan dalam kajian ini adalah data PONED dan PONEK di seluruh Indonesia.

3. Analisa data: Deskriptif dengan proporsi dan ratio.

(12)

4. Defi nisi Operasional

a. Kematian Maternal (Maternal death)

Kematian wanita yang terjadi selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/incidental (ICD 9, WHO)

b. Penyebab Direk (Direct cause)

Kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetri dalam periode kehamilan, persalinan, maupun nifas, akibat penanganan, kelalaian atau pengobatan yang tidak tepat atau kaitan dari semua tersebut di atas (ICD 9, WHO)5

c. Penyebab Indirek (Indirect cause)

Kematian yang diakibatkan oleh penyakit yang telah diderita ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetrik, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fi siologik kehamilan (ICD 9, WHO)5

d. Kematian yang terkait langsung dengan kehamilan (pregnancy related death)

Kematian yang terjadi selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa melihat apa penyebab kematian (ICD 10, WHO)5

e. Maternal Mortality Ratio (MMR)

Hasil ratio tersebut diperoleh dengan cara numerator adalah maternal death hasil SP 2010 yang sudah diverifi kasi dan ditentukan penyebab dasar kematiannya berdasarkan fi nal underlying cause of death dan sebagai denominator adalah kelahiran hidup yang diperoleh dari hasil SP 2010 kemudian dikalikan 100.000. Oleh karena denominator dalam menghitung maternal mortality adalah kelahiran hidup, maka hasilnya akan disebut dengan Maternal Mortality Ratio.

f. Lahir hidup (LH) adalah kelahiran hidup selama setahun yang dilaporkan oleh perempuan 10-54 tahun yang masih hidup +proxy kelahiran hidup dari perempuan 10-54 tahun yang meninggal karena maternal (BPS, 2012)

g. Kelompok hipertensi dalam kehamilan (HDK) atau hypertension induced pregnancy: pengelompokan penyakit code O10-O16, ICD 10,WHO, sebagai berikut:

Code O10 : Pre-existing hypertension complicating pregnancy, childbird and the puerperium Code O11 : Pre-existing hypertension disorder with superimposed proteinuria

Code O12 : Gestasional (pregnancy-induced) oedema and proteinuroa without hypertension Code O13 : Gestasional (pregnancy-induced) hypertension without signifi cant proteinuria Code O14 : Pre eclampsia

Code O15 : Eclampsia

Code O16 : Unspecifi ed maternal hypertension

h. Perdarahan post partum : penyakit dengan code O72, ICD 10, WHO Maternal deaths (direct and indirect)

(13)

1. KARAKTERISTIK IBU MENINGGAL

Berdasarkan Grafi k 1, Hasil Studi Tindak Lanjut SP2010 memperlihatkan distribusi ibu yang meninggal terbesar pada kelompok usia 20-35 tahun sebanyak 65,1%, berstatus kawin sebesar 96,3%. Selain itu, 55% ibu baru memiliki satu orang anak, sebagian besar tinggal di perdesaan (63,6%), dengan status pendidikan tamat SMP atau SMA sebesar 47,9%. Berdasarkan tempat meninggal, terdapat 41,9% ibu yang meninggal di RS Pemerintah, 16,1% di RS Swasta, 29,4% meninggal di rumah, dan 7,9% lainnya yang terdiri dari ibu yang meninggal dalam perjalanan 6% dan 1,9% di tempat pekerjaan.

2. JUMLAH KEMATIAN IBU

Penyebab dari kematian maternal merupakan hal utama yang diperlukan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia. Namun yang tidak kalah penting pula, untuk mengetahui apakah upaya menurunkan tersebut dapat berhasil atau tidak, dan bagaimana menentukan langkah program berikutnya,

29.4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber data : Studi Tindak Lanjut SP 2010

Grafi k 1. Karakteristik ibu meninggal data SP2010

65.1 25.7 6.9 1.6 1.1 0.3 0.1 0.1 55.0 28.4 14.7 47.9 45.1 6.6 63.6 36.4 0.0 0.1 0.1 0.2 0.3 0.5 0.9 2.3 7.9 16.1 41.9 96.3 5 28 4 2 14 7 2 11 4 4 6 6 36 4 3 0 0 3 0 00 2 7 1 2 4 4 6 6 4 6 1 6 9 1 0 Usia Status ka win Jumlah anak Tingkat pendi- dikan

W ila- yah T empat mening gal 20-35 tahun > 35 tahun > 20 tahun Kawin Hidup bersama Belum kawin Cerai hidup Pisah Cerai mati 1-2 anak 3-4 anak > 4 anak Tamat SMP/SMA Tidak sekolah/Tamat SD Tamat PT Perdesaan Perkotaan Pustu Polindes/Poskesdes Rumah dukun Dokter praktek swasta RSIA Bidan praktek swasta RSB Puskesmas Lainnya RS Swasta Rumah sendiri RS Pemerintah

(14)

maka angka kematian ibu (AKI) perlu untuk diketahui. Pada kajian ini berupaya menyajikan AKI berdasarkan sumber data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang kemudian dipilah khusus yaitu hanya maternal death dan dihasilkan uncorrected ratio kematian ibu menurut region serta langkah koreksinya berdasarkan completness.

Berdasarkan Studi Tindak Lanjut SP2010 diperoleh 50% dari 8.609 atau 4.167 kasus kematian ibu selama periode 17 bulan. Setelah di resume oleh dokter berdasarkan defi nisi maternal death terdapat 3384 kasus kematian ibu. Dalam tabel 1, untuk mencerminkan populasi dilakukan pembobotan yang dilakukan oleh BPS. Hasil setelah dilakukan pembobotan sebagai berikut:

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh uncorrected maternal mortality ratio Indonesia sebesar 121 per 100.000 kelahiran hidup. Disebut sebagai uncorrected ratio, karena angka tersebut belum dikoreksi, sehingga belum bisa dikutip sebagai angka kematian ibu. Menurut Keneth Hill (2001), laporan kematian dari hasil sensor dihadapkan pada masalah under reporting, sehingga perlu dilakukan koreksi. Dalam kajian ini, untuk menghitung AKI diperlukan koreksi completeness sebesar 0,4352 (R=0,94) (Soemantri, 2012),7 sehingga bila

diperhitungkan, atau dikoreksi dengan completeness diperoleh AKI Indonesia dari 121 menjadi sebesar 278

per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil kajian ini terlihat adanya kesenjangan uncorrected ratio antar region,

dengan rentang tertinggi adalah region Sulawesi dengan 200 per 100.000 kelahiran hidup dan terendah adalah Jawa-Bali dengan 99 per 100.000 kelahiran hidup.

Komitmen pencapaian MDGs adalah menurunkan angka kematian ibu sebesar tigaperempat antara tahun 1990 dan 2015, maka pada tahun 2015, AKI di Indonesia harus mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup.8 Hasil ratio kematian ibu yang dikoreksi pada kajian penyebab kematian ini, serta hasil perhitungan

para pakar yang telah disebutkan di atas, menginformasikan bahwa kematian ibu masih tetap tinggi, sehingga diperlukan upaya ekstra keras bagi Pemerintah Indonesia untuk menurunkan AKI. Sebagai upaya menurunkan AKI, pelayanan antenatal care (ANC) harus “available, accessible, and acceptable to all women in the servis area”. Makna secara mendalam adalah intervensi yang harus dilakukan

Tabel 1. Jumlah kematian ibu hasil Sensus Penduduk 2010

Jumlah kematian dalam bulan

Region

Indonesia Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Jumlah kematian 17 bulan 1738 3333 587 979 888 7524

Jumlah kematian 12 bulan 1227 2353 414 691 627 5311

Jumlah lahir hidup 12 bulan 1.072.588 2.371.448 280.717 345.556 331.845 4.402.154 Uncorrected Maternal

Mortality Ratio per 100.000

kelahiran hidup 114 99 148 200 189 121

Maternal Mortality ratio per

(15)

harus mempertimbangkan “issue disparitas persistens” yang terjadi di Indonesia. Masyarakat harus mampu memperoleh pelayanan kesehatan pada tempat dan waktu yang diinginkan tanpa memandang pendapatan, budaya dan lokasi fi sik.8 Disparitas AKI dan hasil kajian ini selanjutnya diharapkan dapat

menjadi pertimbangan dalam perencanaan program pelayanan kesehatan ibu untuk mengurangi disparitas yang terjadi antar region.

3. PENYEBAB KEMATIAN IBU

a. Penyebab kematian ibu berdasarkan kelompok/tabulasi

Untuk mengetahui upaya menurunkan AKI, maka perlu diketahui penyebab kematian ibu. Penyebab kematian ibu menurut tabulasi ICD 10, WHO dalam pengelompokkan terbagi menjadi kelompok penyebab kematian langsung (direct cause) dan kelompok tidak langsung (indirect cause). Defi nisi dan cara penentuan sebab kematian telah disebutkan pada metode. Hasil Studi Tindak lanjut SP2010, sebagai berikut pada tabel 2:

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa di Indonesia penyebab utama kematian ibu berupa komplikasi kandungan selama fase kehamilan, persalinan dan nifas (penyebab direk) masih menjadi yang tertinggi di Indonesia dibandingkan dengan penyebab kematian ibu indirek. Yang menarik, pola pada penyebab indirek (Tabel 2), di region Jawa-Bali dan region IBT memiliki persentase kasus indirek lebih tinggi dibanding persentase kasus indirek di region lainnya. Namun demikian, penyebab indirek yang terjadi pada region Jawa-Bali dan region IBT berbeda. Pada Jawa-Bali, indirek utamanya disebabkan karena tingginya penyakit kardiovaskular (O99.4=7,7%) dan kardiomyopati (O90.3=2%), sedangkan di region IBT, indirek terjadi karena infeksi non puerperal seperti Malaria (O98.6=5%) dan TB (O98.0=4,9%).

Untuk mendapatkan penyebab yang lebih spesifi k, dalam tabulasi list ICD 10, WHO terdapat pengelompokan penyebab kematian. Berikut adalah tabel kode diagnosa delapan kelompok penyebab kematian ibu beserta dengan hasil analisa proporsi penyebab kematian ibu berdasarkan region dari data SP2010:

Tabel 2. Proporsi penyebab kematian ibu

Penyebab kematian ibu Region Indonesia

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Direct obstetric death

(O00-O95) 81.5 73.8 80.9 80.2 75.7 77.2

Indirect obstetric deaths

(O98-O99) 18.5 26.2 19.1 19.8 24.3 22.8

Total (N=1738)100.0 (N=3333)100.0 (N=587)100.0 (N=979)100.0 (N=888)100.0 (N=7524)100.0

(16)

Pada tabulasi tersebut diatas, terdapat modifi kasi. Berdasarkan tabular list ICD 10 WHO, kelompok spontaneous abortion, kelompok medical abortion dan other pregnancies with abortive outcome bukan merupakan satu kelompok diagnosa, akan tetapi dalam kajian ini dijadikan satu kelompok yaitu pregnancies with abortive outcome karena jumlah kasus yang kecil (Tabel 3).

Berdasarkan hasil studi tindak lanjut SP 2010 pada tabel 3, dapat terlihat bahwa persentase penyebab kematian ibu yang tertinggi pertama adalah kelompok oedema, proteinuria, and hypertensive disorder atau selanjutnya disebut dengan kelompok hipertensi dalam kehamilan (HDK) sebesar 32,4%. Persentase kasus kematian dalam yang termasuk dalam kelompok HDK adalah :

Penentuan diagnosa kematian pada kajian ini masih terbatas pada penyebab dasar (underlying cause of death) yang menampilkan satu diagnosa, belum dapat menyajikan multiple diagnose. Sedangkan pada kematian ibu dapat disebabkan oleh berbagai komplikasi. Berbagai komplikasi tersebut

Tabel 3. Kode diagnosa dan proporsi penyebab kematian ibu di antara 5 region berdasarkan ICD 10 WHO (Data SP2010)

Tabel 4. Diagnosa yang termasuk dalam kelompok HDK

Kode ICD 10,

WHO Underlying cause of maternal death Sumatera Jawa-Bali Kalimantan SulawesiRegion IBT Indonesia

O00-O08 Pregnancy with abortive outcome 3.7 4.2 2.7 5.6 4.2 4.1 O10-O16 Oedema, proteinuria, and hypertensive disorder (HDK) 33.3 33.1 34.9 32.6 25.8 32.4

O44-O46 Placenta previa, premature separation of placenta and

Antepartum haemorrhage 4.4 2.7 4.3 2.3 3.6 3.3

O30-O43, O47-O48

Other maternal care related to fetus and amniotic cavity and

possible delivery problems 3.0 1.7 0.0 0.8 0.1 1.6

O64-O66 Obstructed Labour 0.5 1.1 0.0 0.6 1.0 0.8

O72 Postpartum haemorrhage (PPP) 16.4 16.8 28.1 26.3 29.8 20.3

O20-O29, O60-O63, O67-O71, O73-O75,

O81-O84

Other complications of pregnancy

and delivery 11.1 6.0 2.9 7.9 5.9 7.2

O85-O99 Complication predominantly related puerperium and other

conditions 27.6 34.3 27.1 23.9 29.7 30.2

Total (N=1737)100.0 (N=3334)100.0 (N=587)100.0 (N=979)100.0 (N=887)100.0 (N=7524)1000

Code Kelompok Hipertensi dalam Kehamilan (O10-O16) Jumlah %

O10 Pre-existing hypertension complicating pregnancy, childbird and the puerperium 227 3 O11 Pre-existing hypertension disorder with superimposed proteinuria 18 0.2 O12 Gestasional (pregnancy induced) oedema and proteinuria without hypertension 67 0.9 O13 Gestasional (pregnancy induced) hypertension without signifi cant proteinuria 281 3.7

O14 Pre eclampsia 538 7.1

O15 Eclampsia 1222 16.2

O16 Unspecifi ed maternal hypertension 96 1.3

(17)

dapat terdiri dari penyebab dasar, penyebab antara dan penyebab langsung. Pada kelompok HDK, dapat ditelusuri pada ibu yang mengalami dua komplikasi yaitu HDK sebagai penyebab dasar dan perdarahan post partum (PPP) sebagai penyebab langsung/antara/kontribusi sebanyak 13,6% dari HDK atau 0,1% dari total kasus, sehingga kasus perdarahan post partum sebanyak 20,4%. Penyebab kematian ibu tertinggi kedua adalah kelompok lainnya atau complication predominantly related puerperium and other conditions sebesar 30,2% (Tabel 3). Berikut adalah daftar penyebab pada kelompok complication predominantly related puerperium and other conditions.

Dari tabel 5, penyebab yang terbanyak adalah pada kelompok puerperal sepsis sebesar 2,9% dan kelompok other maternal diseases classifi able elsewhere but complicating pregnancy, childbirth and the puerperium sebanyak 13,6%. Pada kelompok terakhir ini O99 terbagi lagi menjadi :

O99.0 : Anemia.

O99.1 : Other diseases ofthe blood.

O99.2 : Endocrine, nutritionla and metabolic diss. O99.3 : Mental disorders

O99.4 : Diss. of circulatory system O99.5 : Diss. of respiratory system O99.6 : Diss.of digestive system O99.7 : Diseases of skin & subcutaneus O99.8 : Other sepsifi c condition

Oleh karena other maternal diseases classifi able elsewhere but complicating pregnancy, childbirth and the puerperium merupakan grup yang berbeda patofi osiologis dan terlalu kecil persentasenya, maka dalam kajian ini, penyebab tersebut tidak akan dibahas.

Untuk dapat melihat risiko kematian ibu pada suatu wilayah, maka diperlukan perhitungan ratio, yaitu jumlah penyebab kematian ibu di suatu wilayah dibagi dengan jumlah kelahiran hidup di wilayah tersebut. Untuk dapat lebih jelas mengenai risiko kematian ibu berdasarkan penyebab dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5. Penyebab Kematian Ibu pada Kelompok

Complication Predominantly Related Puerperium and Other Conditions

Code Keterangan n %

O85 Puerperal sepsis 222 2.9

O86 Other puerperal infections 32 0.4

O87 Venous complications in the puerperium 2 0.2

O88 Obstetric embolism 80 1.1

O90 Complications of the puerperium, not elsewhere classifi ed 194 2.6 O92 Other disorders of breast and lactation associated with childbirth 3 0

O95 Death from sequelae of direct obstetric causes 20 0.3

O98 Maternal infectious and parasitic diseases classifichildbirth and the puerperium able elsewhere but complicating pregnancy, 684 9.1 O99 Other maternal diseases classifipuerperium able elsewhere but complicating pregnancy, childbirth and the 1024 13.6

(18)

Hasil kajian ini (Tabel 6) menunjukkan bahwa dari seluruh kematian ibu yang terjadi, sepertiganya disebabkan oleh HDK. Urutan region yang paling berisiko terhadap HDK berdasarkan ratio setelah dikoreksi adalah:

1. Region Sulawesi sebesar 65 per 100.000 kelahiran hidup 2. Region Kalimantan sebesar 52 per 100.000 kelahiran hidup 3. Region IBT sebesar 49 per 100.000 kelahiran hidup

4. Region Sumatera sebesar 38 per 100.000 kelahiran hidup 5. Region Jawa-Bali sebesar 33 per 100.000 kelahiran hidup

Setelah HDK, penyebab tertinggi pada kajian ini adalah PPP. PPP yang terjadi banyak diakibatkan karena retensio plasenta sebanyak 43.3%. Berikut adalah urutan region yang paling berisiko terhadap PPP:

1. Region IBT sebesar 56 per 100.000 kelahiran hidup 2. Region Sulawesi sebesar 52 per 100.000 kelahiran hidup 3. Region Kalimantan sebesar 41 per 100.000 kelahiran hidup 4. Region Sumatera sebesar 19 per 100.000 kelahiran hidup 5. Region Jawa-Bali sebesar 17 per 100.000 kelahiran hidup

Berdasarkan uraian tabel-tabel diatas, maka penyebab kematian yang utama di Indonesia adalah kelompok HDK dan PPP. Kematian akibat HDK dan PPP sebenarnya dapat dicegah (preventable death). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Australia, England and Wales, dan Amerika Serikat, terlihat bahwa proporsi kematian yang dapat dihindarkan akibat HDK dan PPH sebesar 50% (Tabel 7).10

Seberapa jauh kedua komplikasi tersebut dapat diatasi? Pada tabel dibawah ini terdapat sumber yang menginformasikan kasus komplikasi kehamilan yang dapat dicegah kematiannya, sebagai berikut:

Tabel 6. Ratio penyebab kematian ibu di antara 5 region berdasarkan ICD 10 WHO (Data SP 2010)

*denominator : Kelahiran hidup data SP 2010 (BPS)

No Underlying cause of maternal death Region* Indonesia

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

1 Pregnancy with abortive outcome 4 4 4 11 8 5

2 Oedema, proteinuria, and hypertensive disorder (HDK) 38 33 52 65 49 39 3 Placenta previa, premature separation of placenta and Antepartum haemorrhage 5 3 6 5 7 4 4 Other maternal care related to fetus and amnioticcavity and possible delivery problems 3 2 0 2 0 2

5 Obstructed Labour 1 1 0 1 2 1

6 Postpartum haemorrhage (PPP) 19 17 41 52 56 25

7 Other complications of pregnancy and delivery 13 6 4 15 11 9

8 Complication predominantly related puerperium and other conditions 32 34 40 48 56 37 Uncorrected Maternal Mortality Ratio per 100.000

kelahiran hidup 114 99 148 200 189 121

(19)

Hasil yang serupa juga ditemukan pada kajian kinerja IGD Obstetri-Ginekologi dari RSUP Cipto Mangunkusumo, yang merupakan RS rujukan nasional (Tabel 8). Standar case fatality rate (CFR) pada kasus eklampsia yang sebesar 12% dapat ditekan menjadi 5,5%. Pada kasus perdarahan, CFR dapat ditekan menjadi 7,4% dari standar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua komplikasi tersebut di RSUP Cipto Mangunkusumo dapat dihindari kematiannya walaupun ini sebenarnya merupakan komplikasi yang memiliki risiko kematian tinggi. Hasil kajian tersebut memang belum dapat menggambarkan keadaan nasional karena jumlah kasus yang terlalu kecil, kasus ini diambil dari 19% dari total persalinan di tahun 2011. Namun hasil ini menyiratkan bahwa permasalahan penyebab kematian ibu dapat ditanggulangi dengan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.

Sementara itu, berdasarkan hasil analisis data SP2010, kejadian kematian tertinggi adalah pada saat nifas (setelah ari-ari/plasenta dilahirkan) yaitu sebanyak 62% (Tabel 9). Pada kasus HDK, ibu meninggal saat hamil sebanyak 24,37%, saat persalinan 8,21%, dan saat nifas sebanyak 63,23%. Dari 62,23% tersebut, ibu lebih banyak yang meninggal pada masa 0-48 jam pertama yaitu sebanyak 28,09%, sedangkan setelah 48 jam berkisar 0-5%. Dengan demikian masa kritis ibu dengan komplikasi HDK berada pada periode nifas 48 jam pertama. Hal ini dapat menjadikan acuan bagi prosedur pemantauan secara intensif atau ketat pada kasus HDK. Berikut adalah tabel periode kematian ibu:

Tabel 7. Penyebab Kematian Ibu yang Paling Umum

Tabel 8. Hasil Kajian Case Fatality Rate (CFR)di RSUP Cipto Mangunkusumo Tahun 2011

Penyebab Persentase Kematian Proporsi yang dapat dihindarkan

Penyakit hipertensi pada kehamilan 10 – 25 50

Emboli paru 5 - 20 30

Abortus 5 - 10 25

Kehamilan ektopik 5 - 15 20

Perdarahan 5 - 10 50

Sepsis 5 - 10 30

Kardio-respirasi (termasuk anestesi) 5 - 15 30

Sumber data: Harrison, 1985

No Penyebab Utama Kematian* Kasus* CFR Standar

1 Perdarahan 1 27 7.4% 14% 2 Eklampsia 1 36 5.5% 12% 3 Sepsis 3 3 100% 6% 4 Infeksi 2 2 100% 5% 5 Gagal Paru 3 3 100% 3%

Sumber data : JNPK-RSUP Cipto Mangunkusumo

*Catatan : 1) Pasien dirujuk tanpa stabilisasi, 2) Emergency Response Rate di atas 15 menit (standar 5 menit) dan SC Emergency rata-rata di atas 1 jam (standar 30 menit)

Tabel 9. Periode Kematian Ibu

No Saat meninggal n % 1 Hamil 20 minggu 543 7.22 2 Hamil > 20 minggu 1372 18.24 3 Persalinan 974 12.95 4 Nifas 4634 61.59 Total 7524 100.00

(20)

b. Penyebab Kematian tanpa dikelompokkan (kecuali hypertensi disorder dan abortion)

Jika penyebab kematian ibu tidak dikelompokkan (kecuali untuk hypertensi disorder dan abortion) menurut ICD 10 WHO, maka diperoleh sekitar 64 penyebab kematian ibu. Dalam kajian ini, akan disajikan 20 penyebab kematian ibu yang tertinggi di Indonesia. Penyebab tertinggi adalah perdarahan post partum, kedua adalah eclapmsia, ketiga adalah kelompok yang disebabkan hypertension and oedem disorder, dan seterusnya (Tabel 10). Bila dilihat pada tabel 10, perdarahan post partum menjadi tertinggi, berbeda dengan pada waktu penyebab kematian menurut pengelompokkan, yang tertinggi adalah kelompok HDK. Hal ini terjadi karena kelompok HDK yaitu eclampsia, pre-eclampsia dan hypertensi dan oedem disorder tidak dijadikan satu kelompok atau berdiri sendiri. Kelompok HDK ini berawal dari gejala peningkatan tekanan darah (hipertensi) yang dipicu pada saat kehamilan ataupun sudah ada sebelum kehamilan, bengkak (oedem) dan peningkatan kadar protein dalam urin (proteinuria) yang akan berakhir dengan keracunan kehamilan atau pre-eclampsia atau eclampsia. Kelompok HDK ini mempunyai intervensi yang sama yaitu mencegah terjadinya komplikasi dari hipertensi menjadi komplikasi yang berbahaya dan sulit untuk ditangani yaitu eclampsia. Kesimpulannya dari sisi intervensi yaitu dalam pengelompokkan, HDK menjadi penyebab kematian yang tertinggi kemudian disusul dengan perdarahan post partum. Kedua penyebab kematian ini menjadi penting untuk diintervensi karena kelompok HDK menyebabkan 1/3 kematian ibu dan perdarahan post partum jika digabung dengan perdarahan ante partum dan plasenta previa akan menjadi penyebab 1/3 dari kematian ibu pula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10. 20 Penyebab Tertinggi Kematian Ibu di Indonesia

No urutan Code ICD 10 Penyebab kematian N %

1 O72 Perdarahan Post partum 1533 20.4

2 O15 Eclampsia 1222 16.2

3 O10-O13,O16 Hypertension and Oedem disorder 694 9.2

4 O14 Pre-eclampsia 535 7.1

5 O99.4 Diseases of circulatory system 480 6.4

6 O00-O08 Abortion outcome (abortion, KET, Mola Hidatidosa) 311 4.1

7 O98.0 Tuberculosis 307 4.1

8 O85 Puerperal sepsis 222 2.9

9 O99.5 Diseases of Respiratory System 196 2.6

10 O46 Antepartum Haemorrhage 174 2.3

11 O99.8 Other specifi c diseases & condition 167 2.2

12 O90.3 Cardiomyopaty in puerperium 126 1.7

13 O32 Malpresentasion of fetus 108 1.4

14 O88 Obstetric embolism 82 1.1

15 O36 Suspect fetal problems 80 1.1

16 O63 Long Labour 77 1

17 O42 Premature ruptur membran 74 1

18 O44 Placenta previa 72 1

19 O45 Premature separation of placenta(abruptio placenta) 75 1

(21)

4. KARAKTERISTIK IBU MENINGGAL MENURUT PENYEBAB KEMATIAN

Karakteristik ibu yang meninggal hanya akan dibahas secara khusus pada kelompok HDK dan PPP, karena kedua penyebab tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan dengan penyebab kematian ibu lainnya. Berikut ini adalah tabel karakteristik ibu yang meninggal berdasarkan penyebab kematiannya :

Tabel 11. Karakteristik ibu yang meninggal berdasarkan penyebab kematian (Data SP2010)

*Keterangan : 1. Pregnancy with abortive outcome, 2. Oedema, proteinuria, and hypertensive disorder (HDK), 3. Placenta previa, premature separation of placenta and Antepartum haemorrhage, 4. Other maternal care related to fetus and amniotic cavity and possible delivery problems, 5. Obstructed Labour, 6. Postpartum haemorrhage (PPP), 7. Other complications of pregnanct and delivery, 8. Complication predominantly related puerperium and other conditions

Karakteristik ibu Underlying cause of maternal death* Total

1 2 3 4 5 6 7 8 Usia • <20 tahun 5.7 38.6 2.9 1.0 0.6 17.0 5.4 28.9 100.0 (N=521) • 20-35 tahun 4.3 29.5 3.1 1.9 0.9 20.7 7.3 32.3 100.0 (N=4901) •>35 tahun 3.7 37.6 3.8 1.0 0.6 20.8 7.0 25.4 100.0 (N=1931) Status kawin • Belum kawin 5.7 37.9 5.7 0.0 0.0 27.6 4.6 18.4 100.0 (N=86) • Belum kawin 4.0 32.5 3.3 1.6 0.8 20.0 7.3 30.5 100.0 (N=7243) • Hidup bersama 11.5 23.8 2.5 0.0 0.0 33.6 0.8 27.9 100.0 (N=123) • Pisah 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 100.0 (N=8) • Cerai hidup 12.5 29.2 0.0 0.0 0.0 29.2 8.3 20.8 100.0 (N=24) • Cerai mati 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 20.0 0.0 80.0 100.0 (N=6) Jumlah anak • 1-2 anak 4.4 31.2 3.4 1.6 0.8 18.0 7.3 33.2 100.0 (N=4138) • 3-4 anak 3.8 35.1 2.8 1.4 0.5 23.0 6.6 26.8 100.0 (N=2136) •>4 anak 4.0 30.5 3.6 2.2 1.3 25.2 7.3 26.0 100.0 (N=1103) Tingkat pendidikan • Tidak sekolah/Tamat SD 3.4 29.4 3.5 1.3 1.0 25.4 6.9 29.1 100.0 (N=3604) • Tamat SMP/SMA 4.9 34.9 3.4 1.9 0.5 15.9 7.3 31.1 100.0 (N=500) • PT 3.4 34.1 0.8 1.0 1.6 17.4 8.0 33.7 100.0 (N=2740) Wilayah • Perkotaan 4.6 36.2 3.6 1.5 0.8 14.3 6.6 32.5 100.0 (N=2740) • Perdesaan 3.9 30.2 3.1 1.7 0.8 23.8 7.4 29.1 100.0 (N=4784) Tempat meninggal • RS pemerintah 3.7 38.7 3.9 1.4 0.8 16.4 6.8 28.2 100.0 (N=3150) • RS swasta 2.6 33.8 4.0 2.6 1.4 18.0 6.5 30.9 100.0 (N=1211) • RSIA 0.0 32.0 0.0 0.0 0.0 36.0 8.0 24.0 100.0 (N=25) • RSB 8.7 24.6 1.4 2.9 0.0 40.6 2.9 18.8 100.0 (N=69) • Puskesmas 5.8 26.7 2.9 0.0 1.2 33.7 5.8 23.8 100.0 (N=172) • Pustu 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 100.0 (N=2) • Polindes/poskesdes 0.0 16.7 0.0 0.0 0.0 50.0 0.0 33.3 100.0 (N=6) • Dokter praktek swasta 20.0 13.3 0.0 0.0 0.0 40.0 13.3 13.3 100.0 (N=16) • Bidan praktek swasta 0.0 12.5 7.5 0.0 0.0 32.5 20.0 27.5 100.0 (N=39) • Rumah dukun 0.0 62.5 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 12.5 100.0 (N=7) • Rumah sendiri 5.6 25.2 2.3 1.4 0.6 21.2 6.9 36.6 100.0 (N=7) • Lainnya 2.3 26.3 2.3 1.8 0.2 33.6 11.2 22.1 100.0 (N=595)

(22)

Umur Saat Meninggal

Karakteristik umur ibu meninggal di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu umur kurang dari 20 tahun, 20 hingga 35 tahun, dan lebih dari 35 tahun. Dari tabel 9, menunjukkan bahwa ibu yang meninggal akibat HDK lebih banyak pada kelompok umur kurang dari 20 tahun (38,6%) dan kelompok umur lebih dari 35 tahun (37,6%) dibanding pada kelompok umur 20-35 tahun (29,5%). Di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai AKI 7 kali lebih besar dari wanita usia 20-24 tahun.10,12 Studi lain menyatakan usia remaja

kurang dari 20 tahun cenderung terjadi preeklampsia.13 Dengan melihat besaran proporsi HDK pada

kelompok usia tertentu, maka hendaknya diupayakan pencegahan kehamilan sebelum usia 20 tahun dan setelah 35 tahun. Tetapi, bila terjadi kehamilan pada kelompok usia tersebut, maka diperlukan ANC yang lebih baik untuk mencegah terjadinya komplikasi HDK. Pada ibu yang meninggal kasus PPP, secara persentase tidak ada perbedaan jauh di antara kelompok umur (Tabel 11).

Status Kawin

Pada tabel 11, memperlihatkan bahwa ibu yang meninggal karena HDK, persentasenya tinggi pada kelompok belum kawin (37,5%) dibandingkan HDK pada kelompok status lainnya. Sedangkan ibu yang meninggal akibat PPP, paling tinggi pada kelompok hidup bersama (33,6%), dibandingkan PPP pada kelompok status lain.

Jumlah Anak (Paritas)

Hasil kajian ini memperlihatkan bahwa pada ibu yang meninggal akibat HDK persentase antar kelompok paritas tidak jauh berbeda (Tabel 11). Sedangkan pada ibu meninggal komplikasi PPP, dengan paritas 3 hingga 4 anak mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan PPP pada kelompok lain.

Pendidikan

Berdasarkan tabel 9. Persentase terbesar pada ibu dengan HDK adalah berpendidikan SMP/SMA dengan 34,7%. Sedangkan pada ibu dengan PPP, persentase pendidikan tidak sekolah hingga sekolah dasar (SD) lebih tinggi dibandingkan ibu dengan PPP pada tingkat pendidikan lainnya.

Wilayah (Perdesaan/Perkotaan)

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa ibu yang meninggal akibat HDK di perkotaan lebih tinggi (36,2%) dibandingkan dengan ibu yang meninggal akibat HDK di perdesaan (30,2%). Sebaliknya, pada ibu yang meninggal akibat PPP di perdesaan lebih tinggi (23,8%) dibandingkan dengan ibu yang meninggal akibat PPP di perkotaan (14,3%). PPP adalah kasus komplikasi yang membutuhkan pelayanan emergensi secara cepat. Hasil kajian ini memperlihatkan bahwa wilayah perdesaan mempunyai akses yang lebih sulit dibandingkan perkotaan dengan tingginya kematian ibu akibat PPP di perdesaan.

Tempat meninggal

Pada tabel 11 menunjukkan bahwa di RS Pemerintah, RS Swasta dan dukun, banyak ibu yang meninggal karena komplikasi HDK. Sedangkan pada RSIA, RSB, Puskesmas, Polindes, dokter dan bidan praktek swasta, serta dalam perjalanan (lainnya) lebih banyak ibu meninggal karena komplikasi PPP. Ibu yang

(23)

meninggal di rumah karena komplikasi HDK (25.3%) dan PPP (21,2%). Pada ibu yang meninggal di rumah, banyak terjadi akibat other complication dan bila dilihat lebih jauh, banyak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.

Akses : Tempat meninggal dengan wilayah desa dan kota

Perdesaan dan perkotaan dapat mencerminkan akses layanan kesehatan. Pada wilayah perkotaan, diasumsikan memiliki akses yang lebih mudah dibandingkan di perdesaan. Pada grafi k 2 tampak bahwa ibu yang meninggal pada perkotaan banyak terjadi di RS, sedangkan ibu yang meninggal pada perdesaan banyak di rumah. Hal ini mengindikasikan bahwa di perdesaan lebih sulit akses menjangkau fasilitas kesehatan.

5. KUALITAS PELAYANAN

Tujuan analisa kualitas pelayanan kesehatan maternal adalah untuk melihat adanya perbedaan pola pelayanan diantara region. Analisa kinerja pelayanan menggunakan Data Riskesdas 201014. Indikator

kinerja yang digunakan adalah ANC oleh nakes, jenis pemeriksaan ANC (tekanan darah, darah, dan urin), kunjungan ANC K4 (1,1,2), penolong persalinan oleh nakes (Linakes) dan kunjungan nifas pada satu sampai tiga hari pasca persalinan. Berikut gambaran kinerja pelayanan kesehatan maternal berdasarkan penyebab kematian ibu:

a. Seluruh penyebab kematian ibu

Berikut hasil proporsi kinerja pelayanan di 5 region berdasarkan Data Riskesdas 2010:

Grafi k 2. Proporsi tempat meninggal berdasarkan wilayah perkotaan/perdesaan (Data SP2010)

49.1 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 37.7 24.5 0.6 1.3 0.5 0.0 0.1 0.2 0.2 0.2 17.8 36.1 5.1 9.5 Perkotaan RS P emerintah RS Sw asta RSIA RSB Pusk esmas Pustu Polin des/ Posk esde s Dokter praktek sw asta Bidan Rum ah d ukun Rum ah S endi ri Lainnya Perdesaan

(24)

Tabel diatas memperlihatkan, ingin melihat apakah kematian ibu yang tinggi diikuti dengan kualitas pelayanan yang rendah. Hasil kajian ini menunjukkan adanya konsistensi antara uncorrected ratio kematian ibu yang tinggi dengan kualitas pelayanan yang rendah, yaitu ratio kematian ibu tertinggi pada region Sulawesi tinggi (459/100.000 kelahiran hidup) dengan kualitas layanan cakupan ANC dengan nakes yang terendah, K4 terendah, linakes rendah.

Region IBT mempunyai ratio kematian ibu tertinggi kedua setelah region Sulawesi yaitu 434/ 100.000 kelahiran hidup. Jika dilihat layanan juga terendah kedua setelah Sulawesi. Kesimpulannya pola di region menunjukkan bahwa ratio kematian ibu yang tinggi diikuti dengan kualitas layanan menurut cakupan ANC, K4, Linakes dan KF yang rendah.

Isu krusial lainnya adalah cakupan ANC, K4, Linakes pada region Jawa Bali lebih baik daripada region lainnya, tetapi mengapa cakupan KF lebih rendah daripada region lainnya? Padahal secara akses, Jawa Bali lebih baik daripada region lainnya. Hal ini menujukkan cakupan pelayanan KF yang masih rendah. Pada region Jawa Bali, KF pada 3 hari pertama yang tidak dikunjungi petugas, rentang adalah 0,8%-15,6%. Jika ditinjau pada sampel STL SP2010, wilayah yang KF tidak dikunjugi pada rentang diatas 10 % adalah adalah Kota Jakarta Barat (15,6%) dan Kota Tangerang (11,7%). Diperlukan penelitian lanjutan untuk menjawab permasalahan tersebut.

Selain melihat proporsi kinerja pelayanan terhadap kematian ibu, dari hasil kajian ini juga dihasilkan grafi k yang menggambarkan capaian pelayanan kesehatan kehamilan, persalinan, dan nifas, sebagai berikut:

Tabel 12. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan di 5 region di Indonesia (Data Riskesdas 2010).*

Region

Indonesia Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

UncorrectedRatio

Kematian Ibu 261 227 390 459 434 278

Proporsi Kinerja Pelayanan Kesehatan (Data Riskesdas 2010)

Tenaga Pemeriksa Kehamilan

~ Tenaga kesehatan (Nakes) 83.2 86.9 79.9 69.6 73.6 83.8

(N=883320) (N=3945334) (N=112935) (N=411173) (N=321729) (N=5674491)

Kunjungan ANC (K4)

~ K4 65.3 77.5 62 41.8 63.1 71.5

(N=634543) (N=3388520) (N=76389) (N=222236) (N=242005) (N=4563693)

Penolong Terakhir Persalinan (Linakes)

~ Tenaga kesehatan 86.1 80.1 68.5 63.6 67.9 78.6

(N=903425) (N=3587247) (N=96134) (N=363598) (N=289397) (N=5239801)

Kunjungan Nifas (KF1)

~ Kunjungan hari 1-3 71.8 60.6 79.4 85.3 68.9 65.1

(N=530903) (N=2142836) (N=80601) (N=351555) (N=197513) (N=3303408)

(25)

Berdasarkan grafi k 3, terlihat bahwa terdapat disparitas pada pelayanan kehamilan, persalinan, dan nifas di semua region. Region Sulawesi mempunyai kualitas pelayanan tenaga kesehatan kompeten terendah dibanding region lainnya. ANC hanya 69,6 % dan K4 hanya 41,8 % sedangkan standard ANC 100% dan K4 adalah 95%.

b. Hipertensi dalam kehamilan (HDK)

Berikut adalah tabel proporsi kinerja pelayanan pada ibu dengan HDK di 5 region di Indonesia:

Grafi k 3. Cakupan kinerja pelayanan (Data Riskesdas 2010)

Tabel 13. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan pada ibu dengan HDK di 5 region di Indonesia (Data Riskesdas 2010).*

100 80 60 40 20 0 86.9 69.9 41.8 Nakes

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT Indonesia

K4 Linakes KF1 77.5 86.1 63.6 60.6 85.3 Region Indonesia Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

UncorrectedRatio Kematian Ibu

akibat HDK(Data SP2010) 87 75 119 149 112 89

Proporsi Kinerja Pelayanan Kesehatan (Data Riskesdas 2010)

Tenaga Pemeriksa Kehamilan

• Tenaga Kesehatan (Nakes) 81.1 82.8 70.9 73.3 82.8 81.2

(N=67213) (N=329712) (N=13840) (N=42889) (N=31534) (N=485188)

Jenis Pemeriksaan

•Tidak periksa tekanan darah 11.2 6.2 0.0 4.6 8.5 6.7

(N=8663) (N=23809) (N=0) (N=2471) (N=2914) (N=37857)

• Tidak periksa urin 51.0 49.6 58.9 80.7 55.0 53.3

(N=39339) (N=188931) (N=9166) (N=43632) (N=18941) (N=301009)

• Tidak periksa darah 70.3 59 74.5 76.9 44.7 61.8

(N=54171) (N=383266) (N=11597) (N=41578) (N=15370) (N=348684)

Kunjungan ANC (K4)

• K4 56.1 78.4 44.7 47.5 71.6 71.1

(N=43277) (N=300464) (N=6956) (N=25713) (N=24644) (N=401054)

Penolong Terakhir Persalinan (Linakes)

• Tenaga kesehatan 89.6 80.3 54.6 59.1 78.5 78.5

(N=70805) (N=307849) (N=10664) (N=32683) (N=26857) (N=448858)

Kunjungan Nifas (KF1)

• Kunjungan hari 1-3 61.4 62.9 86.9 82.6 59.5 65.2

(N=34896) (N=197114) (N=14614) (N=35504) (N=17945) (N=300073)

(26)

Pada tabel diatas terlihat adanya disparitas region menurut kasus HDK. Hasil kajian Data SP2010 menunjukkan bahwa ratio kematian ibu akibat HDK yang tertinggi adalah di Region Sulawesi, diikuti oleh Region Kalimantan. Jika dilihat kualitas layanan berdasarkan data Riskesdas 2010 pada tabel 13, kedua region tersebut mempunyai cakupan ANC (K4) dan linakes, yang rendah. Artinya konsisten antara ratio kematian ibu yang tinggi dengan kualitas layanan yang rendah.

Pada kasus HDK, sebagai indikator utama adalah adanya tekanan darah yang meningkat, adanya protein dalam urin dan udem. Jika dihubungkan antara ratio kematian ibu kasus HDK yang tinggi dengan tidak diperiksanya tekanan darah dan urin, maka hasilnya adalah ratio kematian ibu di Sulawesi tertinggi dibanding region lainnya (459/100.000 kelahiran hidup) dan diikuti oleh Region Kalimantan (340/100.000 kelahiran hidup), ternyata cakupan ANC(K4) dan Linakes pada kedua region lebih rendah dibanding region lainnya. Yang spesifi k untuk pemeriksaan HDK adalah pemeriksaan urin. Ternyata pemeriksaan urin paling banyak tidak dilakukan pada region Sulawesi (80,7%) dibanding region lainnya.

Untuk pemeriksaan tekanan darah, hasilnya tidak searah dengan kejadian HDK. Hasil analisis menunjukkan region yang paling banyak tidak dilakukan pemeriksaan tekanan darah adalah Region Sumatera. Untuk itu dilakukan analisis mendalam yaitu dengan ketersediaan stetoskop pada puskesmas perawatan dan puskesmas non perawatan sebagai berikut:

Berdasarkan tabel diatas, ketidaktersediaan stetoskop pada region Sulawesi lebih buruk dibanding Sumatera. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah alat-alat tensimeter pada fasilitas berfungsi dengan baik atau tidak, karena bila alat tersebut tidak dikalibrasi dengan baik, maka hasil tekanan darah juga bisa menginformasikan hasil yang tidak tepat. Kesimpulannya kualitas pemeriksaan ANC (K4), linakes dan pemeriksaan urin sangat penting dalam upaya pencegahan kematian ibu karena komplikasi HDK.

Selain dijelaskan dalam proporsi dan ratio, sebaran komplikasi HDK juga dapat digambarkan per kabupaten/kota di seluruh Indonesia, sebagai berikut:

Tabel 14. Proporsi ketidaktersediaan stetoskop menurut 5 region di Indonesia

Tidak tersedia stetoskop Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Puskesmas Perawatan 17.3% 7.6% 17.2% 20.9% 24.0% Puskesmas non perawatan 22.1% 7.0% 15.3% 22.3% 33.7%

(27)

Grafi k 5. Peta sebaran PPP per kabupaten/kota di Indonesia Grafi k 4. Peta sebaran HDK per Kabupaten/Kota di Indonesia

(28)

c. Perdarahan post partum (PPP)

Berikut adalah tabel proporsi kinerja pelayanan pada ibu dengan PPP di 5 region di Indonesia:

Pada ratio kematian ibu tertinggi pada kasus PPP adalah region IBT. Tetapi cakupan ANC (K4), linakes dan KF tidak menunjukkan bahwa region IBT lebih rendah dari region lainnya mengapa demikian? PPP adalah kasus komplikasi yang membutuhkan tindakan secara cepat. Bila terjadi perdarahan hebat, tidak dilakukan transfusi darah, dan mendapatkan pelayanan lebih dari satu jam, sang ibu akan meninggal. Cakupan yang disebutkan di atas, hanya menyebutkan oleh linakes, tapi tidak menyebutkan tempat fasilitasnya. Fasilitas yang dapat memberikan tranfusi darah hanyalah RS. Sedangkan kajian pada analisis akses, kondisi secara geografi s desa dan kota serta tempat meninggal pada IBT menunjukkan faktor kesulitan masyarakat mengakses RS pada wilayah perdesaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mencegah kematian karena komplikasi PPP, kebutuhan tranfusi darah dalam waktu cepat harus dipermudah akses dan kelangsungannya.

6. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Analisa kajian data Rifaskes 2011 ini masih belum dapat menyiratkan kebutuhan penduduk, karena belum dilakukan analisa menurut ratio. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar yang dikenal dengan

Tabel 15. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan proporsi kinerja pelayanan pada ibu dengan PPP di 5 region di Indonesia (Data Riskesdas 2010).*

Region

Indonesia Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Ratio Kematian Ibu akibat

PPP(Data SP2010) 43 39 94 119 128 57

Proporsi Kinerja Pelayanan Kesehatan (Data Riskesdas 2010)

Tenaga Pemeriksa Kehamilan (K1)

• Tenaga Kesehatan 83.7 85.0 79.1 69.6 81.5 82.8

(N=22591) (N=132121) (N=6540) (N=17218) (N=10310) (N=188780)

Jenis Pemeriksaan

• Tidak periksa tekanan darah 6.4 7.6 0.0 0.0 4.4 6.2

(N=1716) (N=11732) (N=0) (N=0) (N=551) (N=13999)

• Tidak periksa urin 47.9 50.7 46.5 80.4 49.8 53.0

(N=12936) (N=78543) (N=3846) (N=17353) (N=6303) (N=118981)

• Tidak periksa darah 73.1 60.3 70.5 74.6 35.9 62.2

(N=19718) (N=93348) (N=5831) (N=16095) (N=4535) (N=139527)

Kunjungan ANC (K4)

• K4 56.5 74.5 54.0 46.2 73.2 68.8

(N=15248) (N=115390) (N=4465) (N=9977) (N=9252) (N=154332)

Penolong Terakhir Persalinan

• Tenaga kesehatan 96.5 88.5 65.6 61.8 92.0 86

(N=24080) (N=129727) (N=5426) (N=13622) (N=10926) (N=183781)

Kunjungan Nifas

• Kunjungan hari 1-3 76.1 67.3 80.5 89.8 44.1 70.1

(N=16151) (N=90656) (N=6068) (N=19763) (N=4488) (N=137126)

(29)

PONED adalah pelayanan kegawatdaruratan terhadap kasus emergensi obstetri dan neonatal yang dapat dilakukan di puskesmas. Pelayanan PONED di puskesmas telah menjadi kebijakan Kementerian Kesehatan dengan anjuran minimal 4 puskesmas PONED tersedia di kabupaten/kota dengan pelayanan 24 jam. Berdasarkan data Rifaskes 2011, Indonesia mempunyai sekitar 98 kota dan 398 kabupaten. Dari 98 kota, hanya 13% kota yang memiliki minimal 4 puskesmas PONED dan dari 398 kabupaten, hanya 61% kabupaten yang memiliki minimal 4 Puskesmas PONED.16 Persentase kota sudah memiliki minimal 4

Puskesmas PONED, secara berurutan menurut region adalah:

1) Sulawesi : 36 % dari 11 kota, sudah memiliki minimal 4 Puskesmas PONED 2) Jawa-Bali : 17% dari 35 kota, sudah memiliki minimal 4 Puskesmas PONED 3) IBT : 11% dari 9 kota, sudah memiliki minimal 4 Puskesmas PONED 4) Sumatera : 6% dari 34 kota, sudah memiliki minimal 4 Puskesmas PONED

Sedangkan menurut kabupaten yang sudah memiliki minimal 4 Puskesmas PONED di wilayahnya, secara berurutan menurut region adalah :

1) Jawa-Bali : 75% dari 92 kabupaten, sudah memiliki minimal 4 Puskesmas PONED. 2) Sulawesi : 66% dari 61 kabupaten, sudah memiliki 4 Puskesmas PONED.

3) Sumatera : 55% dari 117 kabupaten, sudah memiliki 4 Puskesmas PONED. 4) Kalimantan : 54% dari 46 kabupaten, sudah memiliki 4 Puskesmas PONED 5) IBT : 42% dari 82 46 kabupaten, sudah memiliki 4 Puskesmas PONED

Gambaran kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas PONED berdasarkan region dapat dilihat pada grafi k dibawah ini:

Grafi k 6. Proporsi kota dan kabupaten yang memiliki Puskesmas PONED di 5 region di Indonesia

% Kota yang memiliki minimal

4 Puskesmas PONED

minimal 4 Puskesmas PONED

% Kabupaten yang memiliki

Indonesia Kalimantan Sumatera IBT Jawa Bali Sulawesi Indonesia IBT Kalimantan Sumatera Sulawesi Jawa Bali 13% 61% 42% 54% 55% 66% 75% 0% 6% 11% 17% 36% 0% 10% 20% 30% 40% 0% 20% 40% 60% 80%

(30)

Pelayanan Fasilitas Puskesmas PONED

Puskesmas PONED sesuai defi nisi adalah pelayanan kegawatdaruratan terhadap kasus emergensi obstetri dan neonatal yang dapat dilakukan di puskesmas, artinya harus memberikan pelayanan sesuai ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam standar. Pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas PONED berdasarkan region dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Secara nasional, dari 1674 Puskemas PONED, tidak semua memberikan pelayanan 24 jam. Sebanyak 78% Puskesmas PONED dapat memberikan pelayanan 24 jam, sedangkan 28% Puskesmas PONED tidak dapat memberikan pelayanan 24 jam. Bila dilihat secara regional, persentase Puskesmas PONED yang paling sedikit melakukan pelayanan 24 jam adalah region IBT (71%) yang tidak berbeda jauh dengan Region Sumatera (73%) (Tabel 16). Akan tetapi bila dilihat ratio kematian ibu pada Region IBT dan Region Sumatera terjadi kesenjangannya cukup jauh. Ini dapat diartikan bahwa walaupun tersedia pelayanan 24

Tabel 16. Ratio kematian ibu (Data SP2010) dengan pelayanan Puskesmas PONED berdasarkan 5 region di Indonesia (Data Rifaskes 2011)

Sumber data : Rifaskes 2011

*Tenaga terlatih =tersedia dokter, bidan dan perawat terlatih PONED

Region

Indonesia

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Ratio kematian ibu 261 227 340 459 434 278

Pelayanan 24 jam 73% 82% 75% 83% 71% 78%

Tenaga terlatih 50% 41% 55% 39% 48% 45%

Alat -alat Lengkap

80% lengkap 10% 14% 11% 7% 7% 12% 40-79% lengkap 44% 55% 36% 45% 40% 48% <40% lengkap 46% 31% 54% 48% 53% 40% Obat-obat Lengkap 80% lengkap 2% 5% 1% 2% 1% 3% 40-79% lengkap 28% 35% 31% 17% 23% 30% <40% lengkap 70% 60% 68% 81% 76% 66% 100% (N= 390) (N=709)100% (N=132)100% (N=238)100% (N=205)100% (N=1674)100%

(31)

jam, tetapi bila pelayanan tersebut secara akses dijangkau sulit dan tidak tersedia alat serta obat, maka resiko kematian tetap tinggi. Kesimpulannya Puskesmas PONED dapat mengurangi resiko ibu bila akses Puskesmas PONED dapat terjangkau.

Dalam Rifaskes telah dikumpulkan informasi ketersediaan petugas PONED yang dilatih PONED dalam periode tahun 2009 dan 2010. Definisi tenaga terlatih adalah ketersediaan minimal 1 tenaga dokter, 1 tenaga bidan dan 1 tenaga perawat yang terlatih PONED. Jika dilihat secara regional, Jawa-Bali mempunyai persentase tenaga terlatih yang terendah kedua (41%) dibanding region lainnya. Tetapi jika dilihat jumlah Puskesmas PONED yang berada di Jawa-Bali adalah yang tertinggi dibandingkan region lainnya dan bila dilihat ratio di Jawa-Bali adalah yang terendah dibanding region lainnya. Artinya walaupun secara persentase jumlah tenaga terlatihnya termasuk rendah, namun bila jumlah tersebut equal terhadap penduduknya dan akses yang lebih mudah dijangkau di Region Jawa-Bali, maka risiko kematian ibu dapat diturunkan.

Alat dan obat yang lengkap adalah syarat dasar agar kasus komplikasi dapat ditangani. Bila ditinjau secara regional cukup jelas terlihat bahwa region Sulawesi dan IBT yang mempunyai ratio kematian ibu tertinggi dibanding region lainnya, juga mempunyai alat dan obat secara kelengkapan paling rendah dibanding region lainnya. Kesimpulannya adalah ketersediaan alat dan obat yang lengkap dapat mengurangi resiko kematian ibu.

Kesiapan Puskesmas PONED dalam Menangani Kasus Preeklamsi/Eklamsi dan Perdarahan Post Partum

Penyebab kematian maternal terbesar adalah perdarahan postpartum dan pre eklamsi/eklamsi atau hipertensi dalam kehamilan. Puskesmas PONED seharusnya dapat memberikan penanganan kedua kasus ini, setidaknya dapat memberikan pertolangan pertama sebelum merujuk pasien ke fasilitas PONEK jika tidak dapat ditangani. Kesiapan puskesmas PONED dalam memberikan pelayanan kasus ini dapat dilihat ketersediaan alat dan obat yang sangat penting dalam penanganan kasus tersebut. Misalnya untuk kasus preeklamsi/eklamsi dapat dilihat ketersediaan injeksi MGSO4 20% dan 40%. Tabel berikut memperlihatkan ketersediaan MGSO4 dan alat vakum sebagai penanganan pre eklamsi dan eklamsi. Alat vakum yang dipergunakan untuk dapat mengeluarkan bayi. Pengeluaran bayi dengan segera pada ibu komplikasi eklampsi dapat menurunkan kematian ibu, sehingga peralatan tersebut sangat dibutuhkan dalam menyelamatkan bayi dan ibunya.

Tabel 17. Persentase Puskesmas PONED yang menyediakan obat dan alat utama pelayanan pre-eklamsi/eklamsi (Data Rifaskes 2011)

Region

Indonesia

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Jumlah PONED 390 709 132 238 205 1674 MgSO4 20% 35% 46% 44% 35% 23% 42% MgSO4 40% 34% 51% 46% 39% 24% 47% Alat vakum ekstraksi 54% 54% 46% 48% 39% 52%

(32)

Dari tabel di atas terlihat 52% puskesmas PONED tersedia alat vakum ekstraksi sedangkan 48% tidak tersedia. Ketersediaan alat vakum ekstraksi terendah ditemukan pada Regional IBT (39%) dan begitu juga dengan ketersediaan obat MgSO4 20% dan MgSO4 40% lebih rendah dibandingkan ketersediaaan di region lainnya.

Dari tabel 18 di atas, tergambar ketersediaan obat-obatan dalam penanganan emergensi kasus perdarahan. Secara umum ketersediaan obat tidak lebih dari 80% dan secara regional tidak terlihat perbedaan kesenjangan. Akan tetapi bila dilihat dari ratio terdapat perbedaan kesenjangan yang cukup jauh pada region IBT dengan region lainnya. Hal ini menandakan bahwa ketersediaan obat saja tidak cukup yang paling utama adalah persediaan darah yang harus diberikan segera. Pada perdarahan hebat akan berisiko terjadi kematian hanya dalam waktu tidak lebih dari 1 jam. Sedangkan pemberian transfusi darah tidak tersedia di Puskesmas PONED. Pemberian tranfusi hanya diberikan di rumah sakit. Sedangkan pada analisis tempat meninggal kasus Perdarahan Post Partum tempat meninggal dalam perjalanan terekam (lainnya) sebanyak 33,3%. Kesimpulannya kebijakan pemberian tranfusi tersebut perlu dipertimbangkan kembali.

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) RSU Pemerintah

Sebagai upaya menurunkan kematian ibu di RS, dilakukan pelayanan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK). Gambaran regional, terlihat bahwa terjadi kesenjangan pelayanan PONEK. Pada region Jawa Bali memiliki RSU Pemerintah dengan proporsi kemampuan pemenuhan kriteria PONEK yang lebih baik daripada regional lainnya, termasuk dalam hal keberadaan Tim PONEK Esensial. Pada region Jawa Bali, sekitar 57,1% dari 233 RSU Pemerintah, memiliki Tim PONEK Esensial. Tim PONEK ini ditetapkan dengan SK Direktur dan terdiri dari 1 dokter spesialis kebidanan dan kandungan, 1 dokter spesialis anak, 1 dokter di Unit Gawat darurat, 3 orang bidan (1 koordinator dan 2 penyelia), dan 2 orang perawat. Hasil Rifaskes 2011, terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 18. Persentase Puskesmas PONED yang menyediakan obat dan alat utama pelayanan post partum haemorrhage (Data Rifaskes 2011)

Region

Indonesia

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi IBT

Jumlah PONED 390 709 132 238 205 1674 Dektrose 5% 64% 79% 73% 64% 72% 76% NaCl 0,9% 66% 77% 70% 65% 68% 75% Ergometrin inj. 57% 80% 70% 71% 69% 74% Oksitin inj. 55% 82% 69% 74% 63% 75%

(33)

Berdasarkan kajian ini, penyebab kematian ibu tertinggi adalah karena komplikasi HDK. Region yang mempunyai ratio kematian ibu tertinggi karena komplikasi HDK adalah Region Sulawesi. Jika dilihat dari sisi pelayanan fasilitas pada puskesmas PONED, region yang ketersediaanya obat untuk mengatasi HDK secara proporsi paling rendah, adalah Region Sulawesi, sehingga terjadi kemungkinan upaya merujuk ke rumah sakit. Kajian ini memperlihatkan bahwa kematian kasus HDK banyak terjadi di RS Pemerintah. Dan pada tabel diatas menunjukkan konsistensi, antara data ratio kematian ibu di region Sulawesi yang tinggi dengan cakupan kriteria PONEK pada Region Sulawesi yang rendah. Dari 9 kriteria PONEK, 6 diantaranya, Region Sulawesi menjadi yang terendah cakupannya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kematian ibu pada tingkat regional karena komplikasi HDK berhubungan dengan sarana PONED dan PONEK yang rendah cakupannya.

Sistem emergensi yang segera sangat dibutuhkan dalam penanganan komplikasi perdarahan post partum. Persentase kesiapan dalam emergensi di IBT tidak berbeda jauh dengan region Sulawesi, dari 9 kriteria emergensi, 6 kriteria dengan persentase yang rendah. Hal yang paling utama dalam penanganan perdarahan post partum adalah tranfusi darah. Hasil kajian menunjukkan region IBT mempunyai ratio kematian ibu karena perdarahan post partum yang tertinggi. Jika melihat kesiapan unit pelayanan darah 24 jam, Region IBT yang paling rendah persentasenya, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyediaan tranfusi darah sangat utama pada rumah sakit, utamanya RS pemerintah sebagai rumah sakit rujukan.

Tabel 19. Proporsi RSU Pemerintah berdasarkan pemenuhan kriteria PONEK menurut 5 region di Indonesia (Data Rifaskes 2011)

No. Kriteria PONEK Sumatera Jabal Kalimantan Sulawesi IBT

N % N % N % N % n %

1 Kamar ops siap 24 jam 208 69.7 233 81.1 74 67.6 90 62.2 80 62.5

2 Tim siap ops 24 jam 208 70.2 233 84.1 74 63.5 90 45.6 80 62.5

3 Pelayanan darah 24 jam 208 50.5 233 63.1 74 56.8 90 46.7 80 43.8

4 Laboratorium 24 jam 208 61.1 233 75.1 74 63.5 90 52.2 80 52.5

5 Radiologi 24 jam 208 56.3 233 70.0 74 55.4 90 41.1 80 47.5

6 Farmasi dan alat penunjang siap 24 jam 208 60.1 233 77.3 74 67.6 90 60.0 80 55.0 7 Ruang Pemulihan siap 24 jam 208 49.0 233 68.7 74 44.6 90 40.0 80 35.0 8 Unit Pelayanan darah 24 jam 208 43.3 233 37.8 74 47.3 90 44.4 80 36.3

Gambar

Tabel 1. Jumlah kematian ibu hasil Sensus Penduduk 2010
Tabel 2. Proporsi penyebab kematian ibu
Tabel 3. Kode diagnosa dan proporsi penyebab kematian ibu di antara 5 region  berdasarkan ICD 10 WHO (Data SP2010)
Tabel 5. Penyebab Kematian Ibu pada Kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada Agustus 2010, penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai masih mendominasi struktur ketenagakerjaan Kepri menurut status pekerjaan utamanya, yaitu

 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Tengah pada Februari 2016 mencapai 3,46 persen, mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2015 sebesar 4,10 persen, namun

Pedoman penulisan skripsi pada prinsipnya sama dengan pedoman penyusunan proposal, hanya ditambah Bab IV (Hasil Penelitian) sampai dengan lampiran. Tabel dan gambar, jika

gangguan terhadap hantaran suara akibat adanya kelainan yang terjadi pada telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.. •

14 Menyangkut pembagian keuntungan boleh saja diperjanjikan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi secara sama besar dan juga dalam bentuk lain yang sesuai dengan

Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung

Model air terjun menyediakan pendekatan alur hidup perangkat lunak secara sekuensial atau terurut dimulai dari analisis, desain, pengodean, pengujian dan tahap pendukung

Pada pengujian baseline test, setiap satu script akan dieksekusi dengan menggunakan jumlah user yang sedikit, yaitu sekitar 1 user, 2 user, 5 user untuk mengetahui