• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang geguritan dalam analisis semiotik ini sebelumnya sudah pernah dilakukan sebagai berikut:

1. Budianingsih (2011), skripsi yang berjudul 'Penentuan Hari Baik dan Buruk (Dewasa) dalam Teks GeguritanDhurmanggala : Analisis Semiotik'. Dalam penelitian ini dikaji hasil tentang satuan-satuan bentuk dan isi yang membangun GeguritanDhurmanggala, serta menyajikan tentang proses mewujud satuan Teks Dhurmanggala ke kontekstual ajaran (etika dan moralitas dan mengungkap makna pangweruh ala ayuning dewasa dalam teks GeguritanDhurmanggala yang mengacu pada makna pencerahan untuk maksud menjaga pranata dan untuk pendidikan dan pembelajaran.

2. Parta (2009) dalam skripsi 'Geguritan Luh Lutung Analisis Struktur dan Semiotik', menjelaskan bahwa dalam kajian semiotik Geguritan Luh Lutung membahas tentang aspek-aspek heuristik, hermeneutik, dan makna. Sedangkan dari segi strukturnya unsur yang dikaji adalah dari dua segi yaitu; struktur forma yang meliputi: kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, dan gaya bahasa, dan struktur naratif yang meliputi: tema, penokohan, alur, dan latar. Berdasarkan penjelasan dari Wisnu

(2)

9

mengenai kajian semiotik ini, penulis juga merasa terbantu di dalam menganalisis geguritan, karena untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam geguritan melalui tanda-tanda yang ditimbulkannya, maka kita harus membaca berulang-ulang, yaitu melalui tahap membaca, yang disebut heuristik (membaca dan mengartikan kata demi kata), dilanjutkan dengan hermeneutik yaitu proses penafsiran, sehingga dapat mencari makna pada teks tersebut. Namun, yang berbeda pada tulisan ini adalah penulis tidak membahas secara mengkhusus aspek heuristik dan aspek hermeneutik ini. Kedua aspek ini hanya penulis cantumkan pada tahap pengumpulan data dan tahap penyediaan data. Pada analisis semiotik penulis membahas tentang makna-makna yang disimbulkan oleh geguritan tersebut.

3. Wisnawi (2013) "Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam geguritan I Punyan Gadung Nyujur Ambara Analisis Semiotik", menjelaskan bahwa dalam kajian semiotik Geguritan I Punyan Gadung Nyujur Ambara membahas tentang bentuk ikonik, simbolik, dan indeksikal. Sedangkan dari segi strukturnya unsur yang dikaji adalah dari dua segi yaitu; mikrostruktur yang meliputi: aspek gramatikal dengan aspek leksikal, dan makrostruktur. Berdasarkan penjelasan dari Wisnawi mengenai kajian semiotik ini, penulis juga merasa terbantu di dalam menganalisis geguritan, karena untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam geguritan melalui tanda-tanda yang ditimbulkannya melalui teori dan konsep triadik Sanders Peirce.

(3)

10

Beberapa sumber di atas akan dijadikan acuan dalam kajian penelitian ini, sebagai langkah awal di dalam menyusun kerangka pemikiran di dalam penelitian ini melalui penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

2.2 Landasan Teori

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kontemplasi kosmos atau realitas. Teori secara definitif diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan di satu pihak, aplikasi dalam penelitian praktis di pihak yang lain. Dalam penelitian teori membantu untuk mengarahkan sebagai penunjuk jalan agar suatu penelitian tidak kehilangan arah (Ratna, 2009; 17).Dalam menganalisis GK ini digunakan teori struktur dan teori semiotik.

2.2.1 Teori Struktural

Menurut Suwondo yang menjadi dasar pemikiran strukturalisme sebagai gerakan otonomi adalah pandangan seperti yang telah dijelaskan oleh Hawks. Dalam pandangan sesungguhnya didasari oleh pandangan Aristoteles mengatakan strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi dan deskripsi struktur (1994: 72). Teeuw (1984:154), analisis struktur merupakan satu langkah atau alat dalam proses pemberian makna dalam kajian ilmiah. Langkah tersebut tidak bileh dihilangkan dan juga tidak boleh dimutlakkan. Analisis Struktur karya sastra yang akan diteliti merupakan tugas utama atau akhir dari penelitian

(4)

11

sebuah karya sastra yang secara tegas dikatakan bahwa analisis struktur adalah mutlak dan tidak dapat dihindarkan.

Karya sastra sebagai struktur menjadi sasaran utama ilmu sastra. Mereka tidak membatasi diri pada studi puisi yang ada pada awalnya terutama menarik minatnya: misalnya dalam penelitian struktur naratif dalam roman atau cerita pendek Shklovsky mengembangkan oposisi antara fabel dan plot sebagai sarana penelitian yang sangat penting. Fabel adalah jalan cerita menurut logika dan kronologi peristiwa yang terdapat dalam cerita tertentu, secara mimetik (Teeuw,1998: 131).

Menurut Wellek dan Warren (1942) secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur - unsur, yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, dipihak yang lainnya hubungan antara unsur dengan totalitasnya, hubungan tersebut tidak semata - mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif seperti konflik dan pertentangan (dalam Ratna, 2011: 91).

Analisis struktur digunakan untuk membedah satuan-satuan yang membangun bentuk dan isi dari GK. Kajian tentang satuan bentuk ini akan ditunjang oleh pandangan Granoka (1981) dalam "Analisis Aspek Sastra Paletan Tembang".

(5)

12 2.2.2 Teori Semiotika

Semiotik mengkaji tanda dalam kehidupan manusia artinya semua yang hadir dalam kehidupan dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna. Peirce (dalam Cristomy dan Untung, 2004:55) menyatakan bahwa tanda merupakan proses kognitif yang berasal dari apa yang ditangkap oleh pancaindera. Dalam teorinya sesuatu yang pertama yang "konkret" adalah suatu "perwakilan" yang disebut dengan "representament" sedangkan "sesuatu" yang ada di dalam kognisi disebut "object". Proses hubungan dari reprensentament ke object disebut dengan semiosis Dalam pemaknaan suatu tanda proses semiosis atau tanda ini belum lengkap karena kemudian ada satu proses yang merupakan lanjutan yang disebut interpretant (proses penafsiran), jadi pemaknaan suatu tanda terjadi dalam bentuk proses semiosis dari yang kongkret kedalam kognisi manusia yang hidup bermasyarakat.

Peirce berpendapat bahwa ada tiga faktor yang menentukan adanya sesuatu tanda yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai sesuatu tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima (dalam Luxemburg, 1984: 46). Peirce membedakan tiga macam tanda menurut sifat penghubung tanda dan denotatum : (1) Tanda Ikonis ialah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada sebuah adanya denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. (2) Indeks ialah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum. (3) Simbol (lambang) adalah

(6)

13

tanda yang hubungannya antara tanda dan denotatumnya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku secara umum (Zoest,1993: 24).

Sebagaimana dikutip oleh Eco, semiotik bagi Peirce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerjasama tiga subjek yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Menurut Peirce, tanda adalah segala sesuatu yang pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kepastian. Tanda dapat berarti sesuatu bagi seseorang jika hubungan yang "berarti" ini diperantai oleh interpretan (Sudjiman, 1996: 43).

Selden (1986: 54) menganggap strukturalisme dan semiotik termasuk kedalam bidang ilmu yang sama, sehingga keduanya dapat dioperasikan secara bersama-sama. Untuk menemukan makna suatu karya, Analisis struktural mesti dilanjutkan dengan analisis semiotika, hubungan keduanya ini merupakan sebagai proses dan cara kerja analisis keduanya yang seolah-olah tidak dapat dipisahkan (Ratna, 2011: 97).

Dari semua teori yang dikemukakan di atas memiliki keterkaitan dan saling menunjang penelitian ini, sehingga dalam penelitian yang dilakukan akan dapat berjalan lancar dengan adanya teori yang dipakai sebagai acuan dalam menganalisis sebuah karya sastra terutama karya sastra GK.

(7)

14 2.3 Konsep

Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut (Kridalaksana, 1982: 91). Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan beberapa konsep yang bermanfaat bagi penelitian inidiantaranya ada 4 konsep yang perlu diuraikan pada subbab ini, yaitu struktur, ikonik (tanda), simbol, dan indeks (lambang). Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap konsep dasar yang diterapkan dalam penelitian ini, sebagai bingkai pemikiran di dalam penyelesaian pada tahap analisis.

2.3.1 Struktur

Karya sastra sebagai struktur menjadi utama dalam ilmu sastra.Analisis struktur bertujuan untuk membingkar dan memamaparkan secermat, seteliti, semenditel dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1998: 135).

Luxemburg dkk.(1984:36) berpendapat bahwa struktur pada pokoknya berarti sebuah karya sastra atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena relasi timbal Balik antara bagian - bagiannya dan antara bagian dengan keseluruhan. Hubungan itu dapat berupa positif maupun negatif. Kesatuan struktur

(8)

15

mencangkup setiap bagian dan sebaliknya setiap bagian menunjuk pada keseluruhan ini dan bukan yang lain.

2.3.2 Ikonik

Tanda ikonis adalah sebuah tanda yang salah satu cirinya biasanya sebuah ciri struktur, ikonis memegang peranan yang sangat penting dalam sastra yang melibatkan dua anggapan, antara lain (1) tanda-tanda ikonis merupakan tanda-tanda memikat, (2) teks sastra memiliki daya pikat lebih besar ketimbang yang lain. Dua anggapan ini dianggap masuk akal, mengingat bahwa ada teks-teks yang memberikan informasi secara dingin dan hanya berisikan pokok-pokok masalah dan ada yang memiliki sifat argumentatif, pada jenis yang pertama, indeksikalitas yang memegang peranan paling penting, dan pada jenis yang kedua simbolisitas yang memegang peranan paling penting. Di semua teks terdapat ikonisitas, khususnya dalam teks yang digunakan di luar situasi percakapan, dalam situasi komunikasi, dimana pengirim dan penerima sama-sama hadir, sistem semiotik bahasa yang lain dapat digiatkan. Pandangan, nada suara, ekspresi wajah, sentuhan, sikap, biasanya berkadar semiotis lebih besar ketimbang tanda bahasa yang mengiringinya, tanda-tanda dalam sistem lebih ini sering merupakan tanda-tanda indeksikal, sehingga memiliki daya serap eksistensial lebih besar, sedangkan dalam komunikasi tekstual, saat pengirimannya tidak hadir, kita harus bekerja tanpa sistem-sitem yang membantu ini, kegiatan sistem-sistem ini harus dikompensasikan, jadi ikonisitas dalam sistem ini berusaha mengkompensasikan apa yang terpaksa dikorbankan dari kemungkinan

(9)

16

indeksikal, semakin sebuah teks memiliki pretensi eksistensial atau afektif, kegiatan ikonisitas pun harus semakin diandalkan (Zoest, 1993: 86).

2.3.3 Indeksikal

Indeks sering dikenal dengan lambang, dan memiliki peranan yang sangat penting di dalam teks sastra, dapat dirumuskan bahwa teks sastra seakan-akan mempunyai indeksikalitas lebih terang daripada teks diskursif yang simbolisitasnya lebih mencolok.Indeksikalitas dalam teks sastra bila dibandingkan dengan teks uraian (penjelasan), berperan secara lebih halus dan sering secara tidak langsung. Dengan demikian dari dunia yang diceritakan teks sastra itu dapat dibuat tiga relasi : satu dengan dunia nyata (katakanlah kenyataan historis), satu dengan dunia pengarang dan satu lagi dengan dunia pembaca. Setiap kali dunia yang tercipta di salah satu dari ketiga relasi ini dinyatakan sebagai tanda indeksikal, sehingga memunculkan pertanyaan yang pertama menyangkut kemungkinan kebenaran terhadap psikologi historis, yang kedua mengenai otentik tidaknya, atau jujur tidaknya pengarang dan yang ketiga apakah si pembaca mengenalnya atau memahaminya atau merasa tersentuh. Indeksikalitas global rangkap tiga dari teks sastra merupakan pembenaran penulisan, eksistensi, pembacaan, dan penelitian sastra paling penting (Zoest, 1993 : 79).

(10)

17 2.3.4 Simbolik

Tanda simbolis yang paling penting dalam teks sastra adalah tanda bahasa, tanda bahasa adalah tanda yang dihubungkan dengan denotatum berdasarkan kesepakatan.Avant-gardistis sebagai perintis pada makrostruktural menyatakan bahwa tanda bahasa dalam sebuah teks sastra tentunya sangat banyak dan beragam.Tanda baca biasa pun termasuk ke dalam tanda bahasa, kata-kata atau bagian-bagiannya (morfem) juga merupakan tanda simbolis.Demikian pula dengan kelompok kata (frasa, anak kalimat, sekuen, dan sebagainya). Tanda-tanda simbolis dalam sebuah teks dapat dikategorisasikan dengan berbagai macam cara yang tidak terhitung banyaknya (Zoest, 1993: 77).

Referensi

Dokumen terkait

pelanggan; (7)Fungsi pengiriman; (8)Fungsi dalam penyerahan barang atas dasar surat pesanan penjualan yang diterima dari fungsi penjualan; (9)Fungsi penagihan; (10)Fungsi

persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan

Kebera- daan patogen CVPD pada bibit tidak cukup dengan melihat gejala saja karena bakteri mungkin sudah ada, tetapi belum menampakkan gejala, apalagi gejala

Hasil penelitian dengan analisis univariat menemukan bahwa tingkat ketidakpuasan mahasiswa dalam pembelajaran berimbang dengan proporsi kepuasan belajar, sedangkan untuk

halus, Hal ini dikarenakan dengan adanya bentuk pasir yang tajam, maka kaitan antar agregat akan lebih baik, sedangkan sifat keras untuk menghasilkan beton yang keras pula..

Pada penjadwalan ini job 1 memiliki waktu proses terlama, sehingga job 1 harus ditempatkan pada akhir proses produksi, Berdasarkan hasil sequencing dari AIS,

Massa Cabai Perwakktu pada Suhu 400C Grafik menunjukkan pengeringan dengan suhu 40°C hingga cabai dinyatakan kering dengan penurunan massa cabai kurang lebih seperempat

Pada percobaan lanjutan tahun kedua (2010), pengaruh residu dan pemberian kapur tambahan sebagai perawatan tanah sebesar 25% takaran yang diberikan pada tahun pertama, dengan