• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960 TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH (Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Huku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960 TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH (Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Huku"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960

TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH

(Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan

Susukan Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Titik Iva Mustakimah

NIM: 214-12-028

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960

TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH

(Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan

Susukan Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Titik Iva Mustakimah

NIM: 214-12-028

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

(4)

NOTA PEMBIMBING

Lamp: 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Titik Iva Mustakimah NIM : 214-12-028

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960 TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH (Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang)

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 20 Mei 2017

Pembimbing,

Dra. Badwan, M.Ag

NIP. 19561202 198003 1005

(5)

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH

Jl. Nakula Sadewa V no.9 Telp (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960

TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH

(Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan

Susukan Kabupaten Semarang)

Oleh:

Titik iva mustakimah NIM: 214-12-028

Telah dipertahankan di depan sidang munaqosyah skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Selasa tanggal 20 juni 2017, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqosyah

Ketua Sidang : Dr. Ilyya Muhsin,S.HI., M.Si. ...

Sekretaris Sidang : Drs. Badwan , M.Ag ...

Penguji I : Evi Ariyani, M.H. ...

Penguji II : Luthfiana Zahriani, M.H ...

Salatiga, 6 Juli 2017 Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

Dra. Siti Zumrotun M.Ag NIP. 19670115 199803 2002

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Titik iva mustakimah Nim : 214-12-028

Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas : Syari’ah

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960 TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH (Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang)

Menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 7 Juli 2017 Yang menyatakan

Titik iva mustakimah NIM. 214-12-028

(7)

HALAMAN MOTTO

1.

Suatu akan menjadi kebanggaan, jika suatu itu dikerjakan, dan bukan hanya

dipikirkan. Sebuah cita- cita akan menjadi kesuksesan jika kita awali dengan

bekerja untuk mencapainya, bukan hanya menjadi impian.

2.

Kesuksesan dapat diraih dengan segala upaya, usaha yang disertai dengan

doa , karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah

dengan sendirinya tanpa berusaha.

(8)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiyah berupa skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tua yang saya cintai, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.

2. Putrid kecilku , Alesha Ayunindia Inara, yang menjadi penyemangan penulis dalam proses belajar ini.

3. Kakak kakakku tercinta, Zakaria abidin, Aris Suyatmi, Eka Yulianti, dan Adikku Tersayang Lukmanul Hakim yang selalu mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.

4. Guru-Guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran.

5. Sahabatku Ratna Puji Utami, Bero widodo( chan ) terimakasih untuk semua hal, yang selalu menyemangati dalam keadaan apapun.

6. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960 TERHADAP PELAKSANAN GADAI SAWAH (Studi Kasus di dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang)

Shalawat dan salam selalu penulis panjatkan kehadirat Nabi Muhammad yang telah membawa umat dari zaman kebodohan ke zaman yang tahu akan ilmu. Semoga selalu mendapatkan Syafa’at dari beliau di dunia maupun di akhirat nanti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan pengarahan. Dengan segala ketulusan hati penyusun menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. 3. Ibu Evi Ariyani, M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah.

4. Bapak Dr. Nafis Irkhami, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk selalu melakukan yang terbaik.

5. Bapak Drs. Badwan, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu mendidik, meberikan arahan, dan bimbingan dari awal hingga akhir skripsi ini selesai.

(10)

6. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun.

7. Sahabat- sahabatku Dwi Astuti, Vanda Arifa, Ilmiana Sofia, Tri Setyorini, khikmah Nurul, Iva Ekowati, yang selalu mendukung dan menyemangati penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Bulekku Tercinta Yuliyanti yang selalu menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-temanku S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2012, yang selalu memberikan dukungan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 10.Bapak Agus serta msyarakat dusun Penoh dan Desa Gentan yang telah

memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skrispsi ini.

Semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.

Salatiga, 15 mei 2017

Penulis

(11)

ABSTRAK

Mustakimah, Titik Iva, 2017.Tinjauan Hukum Islam dan UU Nomor 56 PRP Tahun1960 Terhadap pelasanaan Gadai Sawah (Studi Kasus di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing : Drs. Badwan ,M.Ag

Kata kunci: Gadai, Tanah sawah, UU No 56 PRP tahun 1960, Hukum Islam Penelitian ini berusaha membahas fenomena terkai ttentang kegiatan bemuamalah yang terjadi di masyarakat.Salah satunya adalah Gadai. Dusun Penoh Desa Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang merupakan obyek masyarakat dusun Penoh dalam melakukan akad Gadai .Dalam Penelitian ini penelitian meneliti tentang bagaimana pelaksanaan gadai di dusun penoh ini apakah sudah sesuai dengan hokum islam dan UU No 56 PrpTahun 1960 atau belum dari segi akad, tempo waktu dan pengembalian. Pertanyaan utama yang ingin peneliti jawab melalui penelitian ini dalah (1) bagaimana pelaksanaan gadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang ? (2). Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum positif (UUPA No .5 1960) terhadap pelaksanaan gada imenggadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang?

Jenis penelitian yang digunakan nanti adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami keadaan atau fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif ini, metode yang bisaa digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Gadai dalam pandangan masyarakat Dusun Penoh Kelurahan Gentan digambarkan dengan suatu kegiatan utang-piutang dengan menjaminkan harta benda/ barang berharga, yang dalam masyarakat dsn Penoh tersebut menjadikan lahan persawahan sebagai jaminannya. Barang jaminan tersebut kemudian diserahkan kepada pihak penerima gadai (murtahin), dan dikuasai serta dimanfaatkan olehnya sampai pemberi gadai (rahin) dapat mengembalikan utang yang diambilnya.

(12)

Berdasarkan hukum Islam dilihat dari segi rukun dan syarat akad maka akad tersebut tidak sah. Ketidaksahan disebabkan adanya kecacatan dalam sighat antara

Rahin dan murtahin.

Berdasarkan penjelasan menurut UU No 56 Prp Tahun 1960 yang telah Penulis deskripsikan dapat diketahui bahwa pelaksanaan praktek gadai yang dilaksanakan oleh masyarakat di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang jika dilihat dari UU No 56 Prp Tahun 1960 yang mengatur tentang petanahan maka gadai yang dilaksanaakan di dusun Penoh yang selama ini diwarnai dengan unsur unsur pemerasan karena telah berlangsung selama lebih dari 7 tahun dan tidak mengembalikan sawah gadaiaan, dan masih berlanggsung secara terus-menerus sampai utang kembali,dan upaya menurut UU No 5 tahun 1960 hak Gadi akan segera dihapuskan untuk mencegah bentuk- bentuk pemerasan.

(13)

DAFTAR ISI

SAMPUL… ... i

HALAMAN BERLOGO… ... ii

JUDUL… ... iii

NOTA PEMBIMBING… ... iv

HALAMAN PENGESAHAN... ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN… ... vi

HALAMAN MOTO … ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN… ... viii

KATA PENGANTAR… ... ix

ABSTRAK… ... xi

DAFTAR ISI… ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... ... 1

B. Rumusan Masalah… ... 6

C. Tujuan Penelitian… ... 6

D. Kegunaan Penelitian... 7

E. Penegasan Istilah… ... 7

F. Kajian Pustaka… ... 9

G. Metode Penelitian…... 10

H. Sistematika Penulisan… ... 17

BAB II KERANGKA TEORI A. Pembahasan Gadai Secara Umum... ... 19

(14)

1. Pengertian Gadai... ... 19

2. Jenis gadai... ... 20

3. Sifat Gadai... ... 21

4. Rukun dan syarat ... ... 23

5. Subyek dan obyek gadai ... 25

6. Hak dan Kewajiban Gadai... ... 27

B. Gadai dalam Hukum Islam ... 33

1. Pengertian Gadai.. ... 33

2. Bentuk Gadai .. ... ... 34

3. Dasar Hukum Rahn / Gadai... ... 35

4. Rukun dan Syarat Gadai.... 37

5. Hak dan kewajiban dalam Gadai... ... 39

6. Prinsip Gadai... ... 40

7. Pemanfaatan barang Gadai... ... 41

8. Riba dalam Gadai... ... 42

9. Berakhirnya Gadai... ... 42

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DUSUN PENOH KELURAHAN GENTAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

1. Letak Geografis ... ... 44

2. Struktur Demografis... ... 46

3. Keadaan Ekonomi Masyarakat... ... 51

(15)

4. Keadaan Sosial Keagamaan... ... 53 B. Pelaksanaan Gadai sawah di dusun Penoh Desa Gentan Kecamatan

Susukan Kabupaten Semarang.. ... 56 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960)

TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DI DUSUN PENOH

KELURAHAN GENTAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN

SEMARANG

A. Analisis terhadap pelaksanaan Gadai sawah di dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang ... 61 B. Analisis Hukum Islam terhadap pelaksanaan Gadai sawah di Dusun Penoh

Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang ... 62 C. Analisis Undang Undang Pokok Agraria Nomor 56 PRP Tahun 1960

terhadap Gadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. ... 68 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan… ... 74 B. Saran… ... 76 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Sebagai makhluk sosial manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk mengadakan hubungan dengan manusia lain, hubungan itu timbul berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohaninya. Untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia pada umumnya melakukan kontak dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan saat tertentu.( Untuk mencapai kemajuan dan tujuan hidup, manusia perlu bekerja sama sebagai mana Firman Allah SWT. dalam surat al-Maidah ayat 2 :

اﻮُﻧَوﺎَﻌَﺗَو

Artinya: “Dan tolong-menolonglah ka]mu dalam (mengerjakan) kebajikan dantakwa, dan janganlah kamu tolong-]menolong dalam (mengerjakan) dosa

dan permusuhan”. (Q.S. al-Maidah: ayat 2).

Ayat di atas memeritahkan kepada manusia untuk saling tolong menolong . Namun keadaan setiap orang berbeda- beda, ada yang kaya dan ada yang miskin . Lalu terkadang di suatu waktu, seseorang sangat membutuhkan uang untuk menutupi kebutuhan, dan tidak jarang mendapatkan orang yang bersedekah atau yang meminjamkan uang kapadanya.

Hingga ia mendatangi orang lain untuk membeli barang yang dibutuhkannya dengan cara berutang, sebagaimana yang disepakati kedua

(17)

belah pihak. Bisa jadi pula, dia meminjam darinya, dengan ketentuan, dia memberikan barang gadai sebagai jaminan yang disimpan pada pihak pemberi utang hingga ia melunasi utangnya.

Oleh karena itu, Allah mensyariatkan ar-rahn (gadai) untuk kemaslahatan orang yang menggadaikan, pemberi utang dan masyarakat pada umumnya. Penggadai mendapatkan keuntungan berupa dapat menutupi kebutuhannya. Ini tentunya bisa menyelamatkannya dari krisis, menghilangkan kegundahan di hatinya, serta terkadang ia bisa berdagang dengan modal tersebut, yang dengan itu menjadi sebab ia menjadi kaya. Adapun pihak pemberi utang, dia akan menjadi tenang serta merasa aman atas haknya, dan dia pun mendapatkan keuntungan syar’i. Bila ia berniat baik, maka dia mendapatkan pahala dari Allah.

Adapun kemaslahatan yang kembali kepada masyarakat, yaitu memperluas interaksi perdagangan dan saling memberikan kecintaan dan kasih sayang di antara manusia, karena ini termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.Terdapat manfaat yang menjadi solusi dalam krisis, memperkecil permusuhan, dan melapangkan persaudaraan.Praktek gadai di tengah-tengah masyarakat banyak sekali masalah dan liku-likunya. Dengan demikian apabila tanpa adanya aturan dan norma-norma yang tepat maka akan mengakibatkan perpecahan dan permasalahan dalam masyarakat.

Oleh karena itu untuk menjamin keselarasan dan keharmonisan dalam praktek gadai ini agama Islam melalui syari’at Islam memberikan ketentuan-ketentuan dan Negara membentuk Undang-undang dalam hal ini termuat

(18)

dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) beserta peraturan-peraturan yang lain.

Menurut hukum Islam gadai termasuk hukum amal yang berkaitan erat dengan perbuatan orang Mukallaf Adapun ketentuan Al-Qur'an tentang gadai terdapat dalam surat al- Baqarah ayat 283:

ٮَﻠَﻌْﻤُﺘْﻨُﻜْﻧِإَو

ٌﺔَﺿﻮُﺒْﻘَﻤٌﻧﺎَھِﺮَﻓﺎًﺒِﺗﺎَﻛاوُﺪِﺠَﺘْﻤَﻟَوٍﺮَﻔَﺴ

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).”(QS. Al-Baqarah: 283)

menyebutkan “barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)” barang tanggungan adalah berita yang maknanya perintah.

Selain dalam al – Qur’an, juga terdapat hadist yang bekaitan dengan gadai, yaitu :

ىَﺮَﺘْﺷا ْﺖَﻟﺎَﻗ َﺔَﺸِﺋﺎَﻋ ْﻦَﻋ

":

ْﻦِﻣ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠﷲ ُلﻮُﺳَر

ٍﺪﯾِﺪَﺣ ْﻦِﻣ ﺎًﻋْرِد ُﮫَﻨَھَرَو ﺎًﻣﺎَﻌَط ﱟيِدﻮُﮭَﯾ

Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat).

(19)

Dalam hal pendayagunaan tanah diatur secara khusus oleh hukum Agraria kita, yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria selanjutnya disingkat (UUPA) dan sebagai dasar lahirnya peratuan pokok Agraria , dan UU No 56 PRP Tahun 1960 telah meletakkkan dasar- dasar pokok Agraria yang memuat perubahan- perubahan yang mendasar hingga saat terakhir hukum Agraria yang berlaku untuk Indonesia . Diantarnya yang menjadi dasar dalam UUPA No 5 tahun 1960 disebutkan dalam beberapa pasal dibawah ini:

a. Pasal 5 : Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialahhukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dannegara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatudengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada hukum Agama.

b. Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

c. Pasal 10 ayat 1: Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hakatas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan ataumengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-carapemerasan.

d. pasal 11 ayat 1 : Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat 3 dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas .

e. pasal 11 ayat (2) : Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat di mana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindunganterhadap kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

f. Pasal 19 ayat 1 : Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakanpendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (UUPA No. 5 1960).

(20)

Penguasaan atas penghidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas harus dicegah. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 11 ayat 1 UUPA. Segala usaha di bidang Agraria yang mengakibatkan orang lain diperas adalah bertentangan dengan jiwa UUPA. Pemerasan ini adalah bertentangan dengan asas keadilan sosial serta prikemanusiaan.

Dengan adanya aturan hukum tentang gadai menggadai baik hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW. serta Dasar Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan dilanjutkan UUPA No 56 prp Tahun 1960, maka ditetapkan bahwa yang menyangkut tentang praktek gadai-menggadai kita wajib mentaati seluruh aturan hukum yang ada.

Berdasarkan hasil pengamatan sementara bahwa orang yang melakukan praktek gadai sawah di Dusun Penoh Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang mayoritas beragama Islam.Namun sesuai pengamatan sepintas menyimpang. Diantaranya peyimpangan itu adalah dari segi akad perjanjiannya, ketidak seimbangnya pengelolaan tanah sawah yang melampaui batas serta tidak ada system bagi hasil dalam perjanjian tersebut dan waktu yang tidak di tentukan, serta hal-hal lainnya, sehingga tidak jarang kita temukan terjadinya konflik antara mereka.

Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pelaksanaan gadai sawah yang tidak jelas batasan waktunya baik menurut hukum Islam maupun menurut ketentuan UU No 56 tahun 1960 di Dusun Penoh Desa Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang, maka diperlukan penelitian secara diskriptif-analitis

(21)

tentang praktek gadai sawah tanpa jangka waktu yang mereka lakukan dengan judul “ TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UU NO 56 PRP TAHUN 1960 TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DI DUSUN PENOH KELURAHAN GENTAN KEC. SUSUKAN KAB. SEMARANG.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkanlatar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berkut:

1. Bagaimana pelaksanaan gadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang ?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan UU No 56 PRP Tahun 1960 terhadap pelaksanaan gadai menggadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kec Susukan Kab Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan studi dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Memberikan penjelasan tentang pelaksanaan Gadai tanah sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kec. Susukan kab. Semarang.

b. Ingin mengetahui tentang bagaimana tinjauan hukum Islam dan UU No 56 PRP Tahun 1960 terhadap pelaksanaan gadai menggadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang

(22)

D. Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, kegunaan hasil penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

a. Sebagai sumbangan khazanah ilmu pengetahuan serta menambah wawasan kepada pembaca.

b. Untuk menguji kemampuan penulis dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah

2. Kegunaan Praktis

a. Dapat dijadikan bahan pedoman bagi penelitian selanjutnya bila kebetulan ada titik singgung dengan masalah ini dan dapat digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah yang timbul sehubungan dengan kasus gadai tanah sawah.

b. Dapat dimanfaatkan sebagai pedoman masyarakat dalam program pembinaan dan pemantapan kehidupan beragama khususnya yang ada kaitannya dengan gadai menggadai.

E. Penegasan Isilah

Terdapat konsep-konsep yang termasuk dalam judul skripsi ini yang perlu dijelaskan dengan tujuan agar diperoleh pengertian yang jelas terhadap permasalahannya, yaitu :

(23)

a. Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengmpulan data, pengolhan analisa dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu masalah.

b. Hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan al-Qur'an, Hadits, serta ijtihad para ulama, tentang tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama Islam.

c. UU Pokok Agraria adalah Kaidah-kaidah yang mengatur hal pengurusan tanah pertanian dan upaya pengelolaannya dalam hal ini adalah UU No 56 PRP Tahun 1960 .

d. Pengertian Gadai

Secara etimologi, rahn (gadai) juga dinamai al-habsu. Secara etimologi, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.

Secara terminologi, rahn yaitu sebagai berikut :

1) Menurut Sayid Sabiq, sebagaimana dikutip oleh Abdul Ghofur Anshori, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut syara’ sebagai jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang dan bisa mengambil sebagian dari manfaat barang itu.

2) Menurut fatwa DSN-MUI, rahn adalah menahan barang sebagai jaminan atau utang.

(24)

3) Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pinjaman sebagai jaminan. 4) Gadai bukan hanya di masa sekarang tpi telah ada di masa rosulullaalh,

rosulullah pernah membeli makanan dengan behutang dar seorang yahudi dan rosululah meggadaikan sebah baju besi kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa rahn bukan hanya berasal dari hadist nabi saja tetapi juga ada di dali al- Qu’an yang mendasarinya.

F. Kajian Pustaka

Gadai menggadai adalah akad (perikatan) terhadap sesuatu yang telah diketahui mempunyai kegunaan (manfaat) dengan memberikan tukaran yang juga diketahui berdasarkan syarat-syarat tertentu. Terjadinya suatu hukum gadai menggadai barang apabila seseorang membutuhkan uang dalam sementara waktu untuk digunakan dan menimbulkan seseorang tersebut berhutan kepada seseorng yang memilii uang dengann menjaminkan benda tertentu sebagai barang jaminan dan hingga seseorng meminjami uang tersebut.

Akan tetapi untuk menimbulkan adanya akad gadai menggadai diperlukan pemenuhan syarat-syarat tertentu sebagai ketentuan yang berlaku.Walaupun permasalahan gadai menggadai barang sering kali dibahas salah satunya oleh Imamil muttaqin dengan”Perspektif Hukum Islam terhadap Gadai sawah di desa Dadapayam Kec.Suruh Kab.Semarang ”pada tahun 2015, skripsinya memaparkan dengan rumusan masalah “apakah pelaksanaan gadai sawah dalam masyarakat tersebut sudah sesuai dengan hukum islam” pelaksanaan

(25)

akad gadai perjanjian dilakukan secara lisan antara kedua belah pihak tentang luas sawah dan jumlah uang gadai, dengan tidak menyebutkan masa gadainya,. Kajian yang membedakan dari skripsi penulis adalah kajiannya lebih dikhususkan dalam menganalisis hukum islam dan kemudian skripsi oleh yang berjudul “tinjauan hukum islam terhadap jual Sawah Tahunan di desa Puwokerto Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, yang menjual sawah secara tahunan dengan waktu tertentu, namun tidak diperjualbelikan seperti halnya ransaksi jual beli dalam syara’ yang tidak membolehkan adanya tempo waktu dalam jual beli, dan sebaikya dalam akad bisa diganti dengan sewa- menyewa.dengaan obyek yng sama yaitu tanah sawah, dengan pemaparan tersebut di atas membuktikan bahwa belum ada yang membahas masalah gadai tanah sawah dalam perpspektif hukum islam dan UU No 56 PRP Tahun 1960 Sehingga masalah ini menjadi inspirasi bagi penulis untuk diteliti.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan a. Pendekatan

Dalam penelitian ini nanti, penulis menggunakan pendekatan hukum empiris, Artinya dengan medekati masalah yang di teliti dengan sifat hukum yang nyata atau fakta sosial yang sesuai dengan kenyatan hidup dalam masyarakat. Penelitian hukum yang berparadigma sebagai fakta sosial yang mana hukumnya dieksplorasi dari proses interaksi hukum di masyarakat. Dengan maksud menyelidiki respon atau tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. (Utsman, 2014:2-3)

(26)

Pendekatan hukum ini,dimaksudkan untuk memahami gejala hukum yang akan diteliti di Dusun Penoh Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang yang berhubungan dengan pelaksanaanya gadai sawah, apakah dalam kenyataanya sudah sesuai dengan hukum Islam dan UU No 56 PRP Tahun 1960 atau belum.

b. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan nanti adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami keadaan atau fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif ini, metode yang bisaa digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. (Moleong, 2009:6)

Penelitian ini adalah usaha untuk mengetahui serta mendalami bagaimana tinajuan hukum Islam dan UU No 56 PRP Tahun 1960 terhadap pelaksanaan gadai sawah di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang, kami sebagai peneliti memilih metode kualitatif dipilih karena dipandang cocok untuk mendeskripsikan temuan kasus- kasus yang berkaitan dengan pelaksanaan gadai sawah tersebut dengan terjun langsung kelapangan yaitu di Dusun Penoh Kelurahan Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang.

(27)

2. Kehadiran Peneliti

Pada penelitian ini, penulis bertindak sebagai pengumpul data di lapagan dengan menggunakan alat penelitian aktif dalam mengumpulkan data-data dilapangan. Selain itu alat yang dijadikan untuk pengumpulan data bisa berupa dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian ini serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian,seperti kamera dll. Namun peneliti tidak menemukan bukti tertulis dalam penelitian tersebut, karena hanya didasarkan atas kepercayaan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Penoh Kelurahan Gentan kec. Susuan Kab. Semarang Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data Primer adalah sumber data yang langsung di dapatkan dari lapangan atau lokasi penelitian

1) Wawancara dengan pegawai kelurahan, pihak yang menggadaikan, dan pihak menghutangi

2) Dokumen yang berupa foto saja karena tidak ada surat perjanjian hanya menggunakan adat kepercyaan.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang bertema sama. jadi sumber data lain yang bias mendukung penelitian ini adalah

(28)

dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.

1) Pedoman buku Hukum Agraria, UUPA, dan bacaan-bacaan lain yang berkaitan dengan hak tanah.

2) Pedoman Buku fiqih muamalah dan buku- buku yang terkait dengan gadai dalam hukum islam.

3) Pedoman hasil penelitian yang sudah ada. 4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan beberapa teknik guna memperoleh data antara lain :

a. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.

Dalam observasi ini, data yang penulis peroleh secara langsung di Dusun Penoh Gentan kec.Susukan kab. Semarang dengan melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung terhadap system pelaksanan akad gadai sawah yang terjadi pada objek ini, penelitian seperti dengan cara mengamati keadaan keadaan sekitar lingkungan

tersebut.

(29)

b. Indepth Interview

Indepth Interview (wawancara mendalam) karena penelitian yang digunakan menggunakan dasar penelitian, maka pengumpulan data dengan wawancara secara mendalam dianggap paling tepat karena dimungkinkan untuk mendapat informasi secara detail dari objek yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung terhadap para pihak yang menggadaikan sawah dan yang menghutangi yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sebelumnya

c. Dokumentasi adalah metode yang menyelidiki benda-benda tertulis. Dalam melaksanakan metode ini peneliti mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, internet, notulen rapat, surat kabar, majalah, agenda dokumen, buku-buku, dan peraturan peraturan.Melalui metode ini, peneliti berusaha menggali data dengan cara menelaah arsip-arsip dan rekaman. Adapun arsip-arsip yang ditelaah dalam penelitian ini ialah berkisar tentang profil desa, serta buku-buku yang berhubungan dengan gadai.

Menurut hukum Islam dan UU Pokok Agraria (UUPA). Dokumen-dokumen yang diperoleh kemudian diseleksi sesuai dengan fokus penelitian..

5. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif

(30)

terhadap data primer dan skunder. Selanjutnya diuraikan dan disimpulkan dengan memakai metode berfikir induktif yaitu pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyatan atau fakta- fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum. (Moeloeng, 2009 :247 )

Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarka pengamatan di lapangan untuk menilai apakah pelaksanaan gadai sawah di dusun Penoh Gentan Kec. Susukan Kab. Semarang sudah sesuai dengan syariat Islam dan UU No 56 th 1960) atau belum.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian, sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan data.

Dalam penelitian nanti, penulis menggunakan pengecekan keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi. Menurut Sugiyono (2010:274) Triangulasi dalam pengujian kredibilitas dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut:

1. Triangulasi Sumber yaitu untuk menguji kreadilitas data dilakukan data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kreadibitasdata dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

(31)

3. Triangulasi waktu yaitu pengecekan data dengan wawancara observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

Dalam penelitian nanti, penulis menggunaan teknik triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

7. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian seperti penulis menentukan topik penelitian, mencari informasi tentang pelaksanaan akad gadai dalam masyarakat perdesaan dan apakah sudah sesuai dengan syariah Islam dan hukum positif atau belum, pembuatan proposal penelitian,menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu penulis terjun langsung ke lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti wawancara kepada informan,melakukan observasi dan dokumentasi.

c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bias memberi arti pada objek yag diteliti.

(32)

Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul dan dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing, maka yang dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasi penelitian tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.

H. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hasil penelitian nanti adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan yang merupakan garis-garis besar pembahasan isi pokok penelitian yang terdiri atas: latar belakang masalah, Rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.

Bab II Kerangka Teori, Pembahasan umum mengenai Gadai secara umum meliputi : Pengertian gadai,jenis gadai,sifat gadai , subek dan obyek gadai, rukun dan syarat gadai, subyek dan obyek gadai hak dan kewajiban gadai , dan hapusnya gadai.

Dan pembahasan Gadai dalam hukum islam meliputi: pengertian gadai, bentuk gadai, rukun dan syarat gadai,hak dan kewajiban gadai, prinsip gadai, pemanfaat barang gadai, riba dalam gadai, dan berakhirnya gadai.

Bab III adalah membahas data yang telah dikumpulkan dan akan dideskripsikan secara obyektif tentang gambaran umum obyek penelitian dan deskripsi pelaksanaan praktek Gadai sawah yang ada di dusun Penoh Kelurahan Gentan kec. Susukan kab. Semarang. .

(33)

Bab IV adalah berisi analisis terhadap pelaksanaan gadai tanah sawah yang ada di.dusun Penoh Kelurahan Gentan kec.Susukan kab. Semarang.

Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

(34)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pembahasan Gadai Secara Umum.

1. Pengertian Gadai

Menurut Boedi Harsono gadai adalah :

Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang-gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu hak tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”, tergantung pada kemauan dan kemampuan pemelik tanah yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun, bahkan sampai puluhan tahun karena pemilik tanah belum mampu melakukan penebusan.”

Jadi dalam jual gadai terdapat dua pihak, pihak yang menyerahkan tanah, atau pihak pemberi gadai dan pihak kedua adalah pihak menerima tanah atau pihak penerima gadai. Pihak penerima gadai inilah yang harus menyerahkan sejumlah uang tertentu Menurut Undang-Undang No. 56/Prp/1960 gadai menggadai yang terjadi sebelum UU menurut Pasal 7 maka gadai yang telah berumur 7 tahun atau lebih, sipemiliknya dapat meminta kembali setiap waktu setelah panen, tetapi berumur kurang dari 7 tahun harus ditebus dengan uang tebusan berdasarkan rumus :

(7 + ½) - waktu berlangsung hak gadai x uang gadai 7

dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak gadai itu telah berlangsung 7

(35)

tahun maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanahnya tersebut tanpa pembayaran uang tebusan, dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen , hanya tanah hak milik yang dapat digadaikan.

Hak gadai bukan hak jaminan atau hak tanggungan sebagaimana berlaku pada hipotik/creditverband, sebab dalam gadai-menggadai tanah yang digadaikan beralih kekuasaannya, beralih menikmatinya kepada pemegang gadai selama masa sebelum ditebusi secara sempurna, sedangkan dalam hak tanggungan tanahnya tetap dinikmati oleh pemilik asal.

2. Jenis- jenis gadai

Pada prinsipnya dalam gadai tanah waktu penebusan terserah kepada penggadai tanpa ada batas waktu atau daluarsa bahkan hak untuk menebus berpindah kepada ahli waris si pemberi gadai kecuali diperjanjikan lain.

Berdasarkan waktu penebusannya, maka jenis gadai itu dapat dibedakan atas :

a. Gadai biasa, disini gadai tanah dapat ditebus oleh sipenggadai setiap saat, pembatasannya adalah 1 tahun panen atau apabila diatas tanah masih terdapat tumbuh-tumbuhan yang belum dipetik hasilhasilnya. b. Pada gadai jangka waktu, biasanya dibedakan antara gadai jangka

waktu larang tebus dengan gadai jangka waktu wajib tebus : Gadai jangka waktu larang tebus terjadi apabila antara penggadai dengan penerima gadai ditentukan, bahwa untuk jangka waktu tertentu

(36)

penggadai dilarang menebus tanahnya. Dengan demikian maka, apabila jangka waktu tersebut telah lalu menjadi gadai biasa. Gadai jangka waktu wajib tebus, yakni gadai dimana oleh penggadai dan penerima gadai ditentukan, bahwa setelah jangka waktu tertentu, tanah harus ditebus oleh penggadai. Apabila tanah tersebut tidak ditebus, maka hilanglah hak penggadai atas tanahnya, sehingga terjadi jual lepas. Akan tetapi jual lepas tersebut tidak memenuhi syarat, oleh karena :

a)

Tidak terang.

b)

Tidak memperhatikan hak utama langsung dan hak utama tidak langsung.

c)

Penggadai yang mempunyai kedudukan lemah sangat dirugikan, oleh karena tanah dijual lepas dengan harga yang sangat rendah.

3. Sifat Gadai

sifat sifat gadai antara lain:

a. Hak gadai umurnya terbatas, artinya pada sewaktu-waktu akan berakhir atau hapus. Hak gadai akan berakhir apabila dilakukan dengan penebusan oleh pemiliknya dan tidak dapat dipaksa oleh pemegang gadai. Hak untuk menebus takan hilang karena daluwarsa ataupun meninggal dunia pemiliknya dan menebus beralih kepada ahli warisnya.

(37)

b. Hak gadai dapat dibebani dengan hak tanggungan lainya, seperti pemegang gadai mempersewakan tanah/sawah itu untuk memperduai kepada pihak lain. Pihak lain itu boleh pihak ketiga atau orang yang menggadaikan tanah/sawah tersebut atau menganak gadaikan (underverponden) kepada pihak lain seizin pemilik tanah/sawah itu yang mengakibatkan putusnya hubungan gadai tersebut.

c. Hak gadai dapat pula dipindahkan kepada pihak ketiga seizin pemilik yang disebut “memindahkan gadai” (doorverpoden)

d. Selama gadai berlangsung dapat ditambah uang gadainya yang disebut “mendalami gadai”.

e. Hak gadai termasuk hak yang harus didaftarkan menurut Pasal 19 PP No. 10 tahun 1961.

f. Pengambilan benda gadai kalau tanah pertanian setelah panen dan paling lama 7 tahun tanpa tebusan; kalau bukan tanah pertanian sampai dikembalikan uang tebusan.

Mendalami gadai terjadi, maka jangka waktu 7 tahun menurut Pasal (2) PMP/A.No.20/1963 dihitung sejak uang gadai ditambah asal perbuatan hukumnya dilakukan secara tertulis, berarti terjadinya pembaruan gadai; begitu juga terhadap pemindahan yang disetujui oleh pemilik, dianggap gadai baru. Apabila pemindahan gadai tanpa persetujuan pemilik, pengembalian tetap dihitung sejak gadai semula. Terhadap tanah bukan tanah pertanian, tambak dan tanaman keras, hak

(38)

untuk menebus tak mungkin lenyap karena daluwarsa (lihat putusan Mahkamah Agung RI tanggal 10 Januari 1957 No. 187/K/Sip/56 dimana pemilik meninggal, maka ahli waris tetap berhak untuk dapat menebus).

Walaupun ada gadai yang diperjanjikan berlangsung dalam waktu tertentu dengan sanksi “kalau tidak ditebus” akan jatuh tanah tersebut menjadi pemegang gadai (milik beding), tidaklah secara otomatis. Menurut Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI tanggal 9 Maret 1960 No. 45/K/Sip/1960 yang menyatakan: Perjanjian itu harus diartikan, bahwa untuk mendapatkan hak milik tanah itu sipemegang gadai harus mengadakan tindakan hukum lain, yakni meminta kepada pengadilan supaya berdasarkan perjanjian tersebut ia (sipemegang gadai) ditetapkan sebagai pemilik dari sawah tersebut, dalam hal mana pengadilan dapat mengambil putusan menurut kebijaksanaan, misalnya memberi tempo lagi kepada pemberi gadai untuk menebus dan apabila penebusan itu tidak dilakukan, maka tanah itu baru jadi milik pemegang gadai, apabila perlu dengan menambah uang gadai kepada sipemberi gadai (Syamsul Bahri,1987: 153 )

4. Rukun Dan Syarat Gadai

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah , maka perjanjian maka perjanjian tersebut harus memenuhi 4 syarat keabsahannya yang diatur dalam pasal 1320 KUH perdata, yang merupkan syarat umum diantaranya:

(39)

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya] b. Kecakapan untuk membuat sesuatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang diperkenankan

Syarat pertama dan kedua tersebut sebagai syarat subektif karena kedua syarat tesebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai obyektif karena kedua syarat

ini harus dipenuhi oleh obyek perjanjian

(http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya perjanjian/

a. Rukun gadai adalah

1) Adanya orang yang melakukan perjanjian yaitu :penggadai dan penerima gadai.

2) Adanya barang jaminan.

3) Ada perjanjian, baik melalui lisan maupun tulisan. 4) Adanya utang

b. Syarat gadai adalah

1) Syarat yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu kreditur dan debitur

tidak saling merugikan.

2) Syarat yang berkaitan dengan yang menggadaikan dan penerima gadai, yaitu kedua belah pihak yang berjanji masing-masing dari mereka sudah dewasa dan berakal.

3) Syarat yang berkaitan dengan benda yang digadaikan, yaitu:(a) penggadai punya hak kuasa atas benda yang digadaikan,(b) benda

(40)

gadai bukan benda yang mudah rusak. (c) benda gadai dapat diambil manfaatnya.

4) Syarat yang berkaitan dengan perjanjian yaitu tidak di syaratkanapa-apa, oleh karenanya bentuk perjanjian gadai itu dapat bebas tidak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun secara lisan saja, dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris, bisa juga diadakan dengan akte dibawah tangan saja (sofwam, 1974: 100 )

5) Syarat yang berkaitan dengan hutang-piutang, yaitu hutangnya keadaan tetap, keadaan pasti dan keadaan jelas.

5. Subjek dan Objek Gadai

Pasal 1150 KUH Perdata merumuskan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau seorang lain atas namanya, maka subjek hukum dalam gadai tersebut, yaitu pihak yang ikut serta dalam membuat/mengadakan suatu perjanjian gadai ( R.Subekti,1985: 270 )

Pihak mana terdiri atas 2 (dua) pihak, yaitu:

1) Pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan pemberi gadai (pandgever). Pemberi gadai adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak gadai. Jadi pemberi gadai adalah pemilik

(41)

benda yang digadaikan. Dapat dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas benda itu.

2) Pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima gadai (pandnemer). Penerima gadai adalah orang perorang atau badan hukum sebagai pihak yang berhutang atau kreditur. Kreditur yang memberikan pinjaman hutang kepada debitur dalam pelaksanaanya bisa bank, pegadaian atau perorangan. Penerima gadai inilah yang akan menguasai benda yang digadaikan. Benda yang digadaikan harus ditarik dari kekuasaan pemberi gadai.

Kemungkinan lain adalah apabila benda jaminannya berad]a dalam tangan atau penguasaan kreditor atau pemberi pinjaman, maka penerima gadai dinamakan juga pemegang gadai, namun atas kesepakatan bersama antara debitur dan kreditor, barang-barang yang digadaikan berada atau diserahkan kepada pihak ketiga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata, maka pihak ketiga tersebut dinamakan pula sebagai pihak ketiga pemegang gadai. Seperti halnya dengan segala perbuatan hukum, pemberian hak gadai dan penerimaan hak gadai, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa bertindak (handelingsbekwaam) (Progdjodikoro, 1981 : 155).

Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang seseorang atau dirinya sendiri kepada penerima gadai.Demikian pula penerima gadai, juga bisa perseorangan,

(42)

persekutuan atau badan hukum yang menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan hutang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh penerima gadai.Di Indonesia satu-satunya lembaga yang memberikan pinjaman atau kredit berdasarkan hukum gadai (pawn shop), yaitu lembaga pegadaian yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Kini lembaga pegadaian sudah berkembang sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di setiap kota di seluruh Indonesia.

a.Objek gadai

Benda- benda bergerak yang dapat dijadikan jaminan dalam gadai adalah sema benda bergera , yang terdiri atas

a) Benda bergerak yang berwujud

b) Benda begerak yang tidak berwujud, yait yang berpa berbagai hak untuk mendatkan pembayaran uang, yaitu yang berwujud surat- surat piutang yang aan toonder (kepada si pembawa ), aan order (atas tunjuk ) serta naam (atas nama ).(Sutedi. 2010:31).

6. Hak dan KewajibanPemberi dan Pemegang Gadai

Hak gadai timbul dari perjanjian yang megikuti perjanjian pokok yaitu perjanjian utang piutang, dari hubungan utang piutang ini akan menimbulkan hubungan hukum gadai yang mengakibatkan perikatan di antara penerima gadai dan pemberi gadai. Perikatan ini menimbulkan hak dan kewajiban yang bertimbal balik seperti yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata.

(43)

a. Hak-hak pemberi gadai:

Selama perjanjian gadai berlangsung pemberi dan pemegang gadai tidak lepas dari hak dan kewajibannya masing-masing sebagai bentuk pertanggung jawaban atas benda gadai.

1) Ia berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai.

2) Ia berhak untuk mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadai apabila barang gadai akan dijual.

3) Ia berhak mendapat kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan hutangnya.

4) Ia berhak mendapat kembali barang yang digadaikan apabila hutangnya dibayar lunas.

b. Kewajiban Pemberi Gadai

1) Ia berkewajiban menyerahkan barang yang dipertanggungkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik mengenai jumlah pokok maupun bunga.

2) Ia bertanggungjawab atas pelunasan hutangnya, terutama dalam hal penjualan barang yang digadaikan.

3) Ia berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang yang digadaikan.

(44)

4) Apabila telah diperjanjikan sebelumnya, ia harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut.

c. Hak Pemegang Gadai

1) Menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi).

Yang dimaksud parate eksekusiyaitu wewenang yang diberikan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur, tanpa memiliki eksekutorial titel. Dalam hal pemberi gadai melakukan wanprestasi, tidak memenuhi kewajiban setelah jangka waktu yang ditentukan itu telah terlampaui, apabila oleh semua pihak tidak ditentukan lain atau diperjanjikan lainatau jika tidak ditentukan sesuatu, maka si berpiutang atau pemegang gadai berhak untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda gadai.

Hak pemegang gadai ini tidak lain dari perjanjian yang secara tegas dinyatakan oleh para pihak, akan tetapi demi hukum, kecuali kalau diperjanjikan lain. Hak pemegang untuk menjual barang atas kekuasaanya sendiri ini tidak tunduk pada aturan umum tentang eksekusi yang diatur secara khusus. Dalam gadai, penjualan barang harus dilakukan dimuka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan atas syarat-syarat yang lazim berlaku, kemudian dari hasil penjualan tersebut diambil untuk melunasi hutang debitur, bunga, dan biasanya dikembalikan

(45)

kepada debitur, sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 1155 ayat (1)KUH Perdata.

2) Hak menjual barang gadai dengan perantara hakim.

Penjualan benda gadai untuk mengambil pelunasan dapat juga terjadi jika si berpiutang menuntut dimuka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan hakim untuk melunasi hutang beserta bunga dan biaya. Hasil penjualan digunakan untuk melunasi hutang debitur.Jika terdapat kelebihan maka dikembalikankepada debitur tetapi jika hasil penjualan tidak bisa digunakan melunasi hutang atau terdapat kekurangan maka hal tersebut menjadi tanggung jawab debitur.

3) Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.

Jika si berpiutang atau pemegang gadai dapat menuntut agar barang gadai tetap berada pada si pemegang gadai untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam vonis hingga sebesar piutangnya beserta bunga dan biaya (Pasal 1156 ayat 1 KUH Perdata).

4) Hak untuk mendapatkan ganti rugi.

Pemegang gadai berhak untuk mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna, yang telah dikeluarkan si berpiutang atau pemegang gadai untuk menyelamatkan benda gadai tersebut.

(46)

5) Hak retensi (recht van terughouden).

Selama pemegang gadai tidak menyalah gunakan barang yang diberikan dalam gadai maka si berpiutang tidak berkuasa menuntut pengembaliannya, sebelum ia membayar sepenuhnya baik uang pokok maupun bunga dan biaya hutangnya, yang untuk menjamin barang gadai telah diberikan, beserta segala biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang-barang gadai. 6) Hak didahulukan (recht van voorrang).

Kreditur atau pemegang gadai mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan tagihan-tagihan lainnya, baik itu terhadap hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya (Pasal 1150 KUH Perdata), hak tersebut dapat dilihat dari kreditur atau pemegang gadai untuk menjual barang gadai atas kekuasaan pemegang gadai sendiri maupun melalui bantuan hakim (Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata). Terhadap hak didahulukan ini ada pengendaliannya yaitu biaya lelang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai tersebut.

d. Kewajiban Pemegang Gadai

1) Pemegang gadai bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemunduran harga barang gadai jika itu terjadi akibat kesalahan atau kelalaian kreditur (Pasal 1157 ayat (1) KUH Perdata).

2) Kewajiban untuk memberitahukan kepadapemberi gadai jika barang gadai dijual.

(47)

Kewajiban memberitahukan ini selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika demikian halnya pos yang berangkatpertama (Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata).Pemberitahuan kepada pemberi gadai serta perhitungan tentang pendapatan dari penjualan benda gadai adalah perwujudan dari asas itikad baik, yaitu untuk mencegah pemegang gadai menjual benda gadai secara diam-diam (Sutedi, 2010: 32-33 ).

3) Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan dari penjualan barang gadai dan setelahnyaia mengambil pelunasan utangnya, harus menyerahkan kelebihannya kepada debitur.

4) Ia harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok, bunga, dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas. 7. Hapusnya gadai.

Menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp/1960 hapusnya hak gadai itu antara lain disebabkan sebagi berikut :

a. Telah dilakukan penebusan oleh sipemberi gadai.

b. Sudah berlangsung 7 tahun bagi gadai tanah pertanian, tambak dan tanaman keras.

c. Putusan pengadilan dalam rangka menyelesaikan gadai dengan“milik-beding”.

d. Dicabut untuk kepentingan umum.

(48)

e. Tanahnya musnah karena bencana alam, seperti banjir atau longsor,maka dalam hal ini uang gadainya tidak dapat dituntut kembali oleh pemegang gadai (Effendi Perangin, 1978 :107 )

B. Pembahasan Gadai dalam Hukum Islam

1. Pengertian Gadai

Gadai distilahkan dengan “ Rahn juga dinamai dengan al’’ habsu”. Secara etimologi“ (artinya rahn berarti tetap atau lestari, sedangkan al-hapsu” berarti penahanan.

Dan menurut istilah yairu menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta sebagai jaminan uang, hingga orang yan bersangkutan boleh mengambil hutang ia bisa mengambil sebagianmanfaat barangnya itu (sabiq,1988 : 139 )

Banyak yang definisi yang dikemukakan oleh para ahli fiqih, yang mempunyaii makna yang sama hingga tida perlu dikemukakan disini secra rinci,an]tara lain dikemukakan oleh :

Aljazari (2005: 531) ia mengatakan , rahn ialah menjamin utang dengan barang yang memugkinkan utang bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya.

Ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan rahn :

a. Menurut ulama Syafiiyah m enjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar hutang.

(49)

b. Menurut ulama Hanabilah mendifinisikan Harta yang dijadikan jaminan hutang sebagai pembayar harga (nilai) hutang ketika yang berutang berhalangan (tidak mampu membayar) hutangnya kepada pemberi pinjaman.

c. Menurut ulama malikiyah mendefisinikan dengan harta” harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang ber sifat megikat “ menurut mereka harta yang dapat dijadikan jaminan (agunan ) bukan saja hata yang bersifat materi , tetapi juga harta yang bersifat manfaat tertentu. Harta yang djadikan barang jaminan tidak harus diserahkan secara actual , tetapi boleh juga penyerahannya secara hukum , seperti menjadikan sawah sebagai jaminan maka yang diserahkan itu adalah surat jaminannya(sertifiat sawah).

Defnisi yang diungkapkan ulama Syafiiyyah, Hanabiyah dan Maikiyya mengandung pengertian bahwa harta yang boleh dijadian jaminan utang hanyalah harta yang bersifat materi; tidak termasuk manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama Malikiyyah , sekalipun sebenarnya manfaat menurut mereka termasuk dalam pengertian harta (abiding, 2007 : 252 ).

2. Bentuk Gadai

]Dalam prinsip sariah, gadai dikenal dengan istilah RAHN. Rahn yang diatur menurut Prinsip Syariah, dibedakan atas 2 macam, yaitu:

a. Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn Takmini/Rahn Tasjily)

(50)

Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai.

b. Rahn Hiyazi

Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep Gadai baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif. Jadi berbeda dengan Rahn ‘Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada Rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur (http://irmadevita.com/2010/jenis-jenis-rahn/)

3. Dasar hukum rahn/gadai

Hukum gadai adalah mubah, berdasarkan : a. Al-Qur’an :

ٌﺔَﺿْﻮُﺒْﻘﱠﻣ

ٌﻦٰھِﺮَﻓ

ﺎًﺒِﺗﺎَﻛ

اْوُﺪِﺠَﺗ

ْﻢَﻟ

َو

ٍﺮَﻔَﺳ

ﻰٰﻠَﻋ

ﻢُﺘْﻨُﻛ

اَذِإ

َو

Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).(QS. al. Baqarah /2 :283)

Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. .

(51)

b.Hadist

َر ﱠنَأ

ُﮫَﻨَھَرَو ٍﻞَﺟَأ ﻰَﻟِإ ﺎًﻣﺎَﻌَط ﱟيِدﻮُﮭَﯾ ْﻦِﻣ ىَﺮَﺘْﺷا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲ َلﻮُﺳ

ٍ ﺪﯾِﺪَﺣ ْﻦِﻣ ﺎًﻋْرِد

Artiny: “Sesungguhnya Rasulullah Saw., pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah bajubesi kepadanya”.

c. Ijmak ulama ahli fikih sepakat akan diperbolehkannya akad gadai baik dalam keadaan hadir (berada di tempat) maupun safar (dalam perjalanan).

d. Dewan syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam Fatwa NOmor 25/DSN-MUI/111/2002 telah menetapkan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan.

Barang yang dapat digadaikan yaitu barang yang sudah tersedia. Untuk hutang yang jelas , semua barang bergerak seperti barang-barang perhiasan, elektronik, peralatan rumah tangga, mesin, tekstil, dll. Sedangkan barang yang tidak dapat digadaikan adalah barang milik pemerintah, surat-surat berharga, hewan dan tanaman, bahan makanan dan benda yang mudah busuk, benda-benda yang kotor, benda-benda yang untuk menguasai dan memindahkan dari satu tempat ke tempat lain memerlukan izin, barang yang

karena ukurannya yang besar maka tidak dapat disimpan digadaian, barang yang tidak tetap harganya.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu akad uatang-piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai

(52)

harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil uang..

4. Rukun dan Syarat gadai

Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa rukun antara lain yaitu:

a. Orang yang menggadaian (rahn ) b. Yang meminta gadai (murtahin )

c. Barang ang digadaikan ( marhun /rahn ) d. Utang (marhun biih )

e. Ucapan sighat ijab dan qabul. Syarat Rahn diantaranya. a. Rahn dan murtahin

Yaitu orang yang meggadakan perjanjinan rahn, yakni rahindan orang yang menerima gadai (murtahin). Adapun syarat berakad adalah ahli tasyaruff , yaitu mampu membelajakaan harta dalam hal ini memham persoalan persoalan yang berkitan dengan gadai . dan setiap orang yang sah melakukn akad jual beli maka ia juga sah melakuan rahn, karena gada seperti jual beli yang merupakan pengelola harta. b. Syarat yang terkit dengan utang ( marhun bih )

Harus meupakan hak yang wajib diberikan dan diserahkan kepada pemilikna dan memungkikan pemnfaatnya. Bila sesuatu yang tidak bisa imanfaatkan maka tidak sah. Harus dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur atau tidak dapat dikuantifikasikan, rahn tidak sah.

(53)

c. Syara dengan marhun (barang )

Menurut ulama syafiyah , gadai bisa sah dengan dipenuhinya tiga syarat. Pertama harus berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan, kedua, penetapan kepemilikan peggadai atas barang yang digadaikan tidak terhalang.ketiga, brang yang digadaikan bisa djual manakala sudah tiba masa pelunsan utang gadai. Jadi para lama sepakat bahwa syarat pada gadai adalah syarat yang berlaku pada barang yang bisa diperjual belikan.

d. Syarat dengan shighat (akad)

Akad tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga waktu dimasa mendatang. Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang sperti halnya akad jualbeli, sehingga tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan syarat watu tertentu tau dengan waktu dimasa depan. (nawawi , 2012 : 200 ).

Dengan adanya syarat syarat gadai diatas para ulama fikih sepakat bahwa akad gadai sempurna apabila barang yang digadaikan secara hukum telah berada ditangan penerima gadai dan uang yang dibutuhkan telah diterima penggadai. Apabila jaminan itu berupa benda tidak bergerak , seperti tanah, rumah, sawah, maka tidak harus tanah atau rumah itu yang harus diberikan kepada penerima gadai cukup sertifikat saja.

(54)

5. Hak dan Kewajiban dalam gadai

a. Hak Murtahin ( Penerima Gadai ) :

1) Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada sat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin.

2) Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.

3) Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).

b. Adapun kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah :

1)Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.

2) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.

3) Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.

c. Hak pemberi gadai adalah:

1) Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi pinjaman.

2) Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima gadai.

(55)

3) Pembari gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang

4) gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai.

d. Kewajiban pembari gadai:

1)Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai.

2)Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi pinjamannya.

(http://hepeng50.blogspot.co.id/2011/03/hak-dan-kewajiban-penerima-gadai.html?m=1 )

6. Prinsip prinsip Gadai

Prinsip-prinsip gadai mengacu pada ajaran dan akhlak muamalah Islam. Ada 3 aspek dasar ajaran dalam akhlak Islam yang berkaitan dengan ekonomi, yaitu:

a. cinta kejujuran, b. kebenaran dan,

c. keadilan pada suatu pihak serta anti penindasan pada pihak lain.

(56)

7. Pemanfaatan barang Gadai

Menyangkut pemanfaatan barang gadaiaan menurut keentuan hukum islam tetap merupakan hak sipegadai, termsuk hasil barang gadaiaan tersebut, sprit, anaknya, buahnya, bulunya.

Sebab perjanjian dlaksanaan hanyalah untuk menjamin utang, bukan untuk mengambil suatu keuntungan, dan perbuatan pemegang gadai memanfaatkan barang gadaiaan adalah merupakan perbuatan dalam (qirad ialah harta yang diberikan kepada seseorang, kemuian dia mengemblikannya setelah ia mampu ) yng melahikan kemanfaatan, dan setiap jenis qirad yang melahrkan kemanfaatan dipandang sebagai riba.

Namun demikian apabila jenis barang gadaiaan tersebut berbentuk binatang yang bisa ditunggangi atau diperah susunya, maka sipenerima gadai dibolekan untuk menggunakan atau memeah susunya, hal in dimaksudkan sebagai imbalan jerih payah sipenerima gadai memelihara dan memberi makan binatang gadaian tersebut, sebab orang yag menunggangi atau memerh susu binatang mempunyai kewajiban untuk member makan binatang itu.

Dasar hukum pembolehan ini dapat perhatikan dalam ketentuan sunah rosulullah saw. Yang diriwayahkan oleh jama’at kecuali muslim dan An- nasa’I yang artiya berbunyi sebagai berikut :

“dari abu hurairah, dari nabi saw, beliau bersabda dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary :

Dan sabda Nabi:

(57)

]

َﻔَﻨِﺑاَذِﺈَﻧﺎَﻜًﻧﻮُھْﺮَﻤُﻨَﺒَﻟَواﱢرﱠﺪﻟﺎُﺑَﺮْﺸُﯾاَذِﺈَﻧﺎَﻛﺎًﻧﻮُھْﺮَﻤٮَﻠَﻋَﻮﯾِﺬﱠﻟﺎُﺒَﻛْﺮَﯿُﺑَﺮْﺸَﯾَوُﺔَﻘَﻔﱠﻨﻟﺎِﮭِﺘَﻘَﻔَﻨِﺑ

ُﻦْھﱠﺮﻟﺎُﺒَﻛْﺮُﯿِﮭِﺘَﻘ

“Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan. Dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum, (untuk) memberi nafkahnya.”(Hadits Shahih riwayat Bukhari (no.2512), dan At-Tirmidzi (no.1245),)

8. Riba dalam Gadai

Perjanjiandalam gadai pada dasarnya adalah perjanjian utang-piutang, hanya saja dalam gadai ada jaminannya, riba akan terjadi dalam gadai apabila dalam akad gadai ditentukan bahwa rahin harus memberikan tambahan kepada murtahin ketika membayar utangnya.

Bila rahin tidak mampu membayar utangnya hingga waktu yang telah ditentukan, kemudian murtahin menjual marhun dengan tidak memberikan kelebihan harga marhun kepada rahin, maka dalam transaksi gadai yang seperti ini juga terdapat riba (ghofur ansyori, 2007: 124)

9. Berakhirnya Ikatan Akad Gadai

Ikatan akad gadai dalam pandangan syara’ berakhir atau habis masanya dengan berbagai hal sebagai berikut:

a. Diserahkan barang gadai kepada penggadai. b. Adanya pelunasan semua hutang.

c. Binasa atau rusaknya barang gadaian karena akad gadai akan berakhir karena hilangnya objek akad atau tersia-sianya barang gadaian.

d. Barang gadaian berubah menjadi barang yang tidak lagi berharga, yakni sesuatu yang tidak mubah untuk diambil kemanfaatannya.

(58)

Sebagaimana contoh barang gadaian berupa perasan anggur, yang berubah menjadi arak ketika sebelum jatuh tempo pelunasan, maka akad gadai menjadi batal seketika bersamaan dengan berubahnya barang gadaian itu.

e. terbebasnya penggadai dari utang dengan cara apapun, mislnya dengan akad hiwalah, dimana penggadai sebagai muhi dan penerima gadai sebagai muhal.

f. pembatalan akad gadai dari pihak penerima gadai atau dengan kata lain, penerima membatakan akad gadai yan ada,walau hanya sepihak (Wahbah al zulaihi, 2011: 231).

(59)

BAB III

PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH ]DI DUSUN PENOH

KELURAHAN GENTAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN

SEMARANG

A. Gambaran Umum Obyek penelitian

1. Letak Geografis

Secara geografis dusun Penoh merupakan bagian terkecil dari Kelurahan Gentan dan Kelurahan Gentan merupakan bagian dari kecamatan Susukan kabupaten Semarang. Letak goegrafisnya antara susukan kecamatan kranggede.

Secara administrasi Dusun Penoh Gentan terletak di kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :

1. sebelah utara : Desa muncar, Pinggir - Boyolali 2. sebelah selatan : Desa ketapang, kecamatan Susukan 3. sebelah timur : Desa bakalrejo, Pinggir - Boyolali 4. sebelah barat : Kabupaten boyolali.

Dusunpenoh hanya mempunyai1 RW, dan 7 RT namun penduduk dusun Penoh cukup banyak dan wilayah dusun Penoh terhitung cukup luas.

Wilayah dusun Penoh merupakah dataran Tinggi dengan ketinggian wilayah berada pada ± 500 m ketinggian dari pemukaan air laut

Gambar

Table 3.1 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
Table 3.3
Tabel 3.4

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi metode pengumpulan data dan metode perancangan basis data.. Secara garis besar sistem pengajaran dan

Pengaruh Upah,Nilai Produksi,dan Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil Genteng di Kabupaten Banjarnegara (Fakultas Ekonomi,Universitas Negeri

Setiap orang pada dasarnya ingin mempunyai kondisi sosial ekonomi yang sejahtera, dan ingin semua kebutuhannya terpenuhi, namun kesempatan untuk mendapatkan hal tersebut

Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro

Apakah dimensi kualitas pelayanan jasa yang terdiri dari bukti fisik. ( tangible), kehandalan ( reliability), daya tanggap ( responsiveness) ,

Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dan merancang aplikasi data warehouse untuk memperoleh informasi yang cepat, lengkap dan akurat mengenai data karyawan dalam

(Studi Komprehensif Kinerja Power Generation Ditinjau dari Nilai Entropi Siklus Uap dengan Melihat Pengaruh Jumlah Udara Pembakaran).. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Ekonomi, Konsentrasi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Jurusan Ekonomi dan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri