• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY (Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY (Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY (Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang)

ERVINA DWI ASTUTIK 143210063

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(2)

ii

HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY

(Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Pendidik Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan

Cendekia Medika Jombang

Ervina Dwi Astutik 143210063

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Wonogiri pada tanggal 23 Agustus 1995, anak dari Bapak

Sugeng dan Ibu Lasmi. Penulis anak kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SDN Mangunharjo VII Kota Probolinggo.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMPN 1 Dringu Kabupaten Probolinggo, Tahun

2013 penulis lulus dari SMK Kesehatan Bhakti Indonesia Medika Kota

Probolinggo. Tahun 2014 penulis lulus seleksi masuk STIKes Insan Cendekia

Medika Jombang. Penulis memilih program studi S1 Keperawatan dari lima

program studi yang ada di STIKes Insan Cendekia Medika Jombang. Demikian

riwayat hidup ini penulis tulis dengan sebenar-benarnya.

Jombang, Juli 2018

(8)

viii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Persembahan yang utama dan paling utama, penulis ucapkan syukur

Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik, hidayah

dan kemudahan serta mengabulkan do‟a penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis persembahkan karya yang sederhana ini kepada orang-orang yang penulis

sayangi dan cintai, yaitu:

1. Bapak Sugeng dan Ibu Lasmi yang telah mendoakan, menyanyangi,

menasehati, mendukung serta menuruti apa saja kemauan penulis demi masa

depan penulis agar lebih baik, dan penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak

Sugeng dan Ibu Lasmi yang sudah berjuang dan bekerja keras membiayai

penulis serta dengan sabar dan ikhlas menghadapi tingkah laku penulis.

2. Untuk kakakku Ary Sularno terimakasih atas kasih sayang dan perhatiannya

kepada penulis, dan terimakasih selalu mengalah pada penulis demi masa

depan penulis.

3. Untuk nenekku Sugirah dan keluarga terimakasih atas kasih sayang, do‟a, serta dukungan selama penulis kuliah.

4. Penulis ucapkan terimakasih kepada semua sahabat dan teman-temanku yang

sudah membantu, mendoakan dan memotivasi penulis.

5. Kelompok bimbingan terimakasih pengalaman, hiburan serta kekompakkannya

selama penulis menyelesaikan skripsi.

Jombang, Juli 2018

(9)

ix

MOTTO

BERUSAHA, BERSYUKUR DAN TAWAKAL Be Always Optimis

Husnudzan pada Allah

(10)

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpah rahmat, taufik serta hidayah-NYA sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “ Hubungan tugas perkembangan

lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu

lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang”, ini dengan baik dan tepat

waktu.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan

dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan trimakasih kepada yang terhormat

Bapak H. Imam Fatoni,S.KM.,MM selaku ketua STIKes Insan Cendekia Medika

Jombang, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku ketua program studi

S1 Keperawatan, Ibu Agustina M, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing 1,

Ibu Anita Rahmawati, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing 2 yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk kepada penulis serta telah

meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya hingga terselesaikan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran demi perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis

dan bagi pembaca pada umunya. Amiin Yaa Rabbal alamin.

Jombang, Juli 2018

(11)

xi ABSTRAK

HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY

(Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang)

Oleh:

ERVINA DWI ASTUTIK

Peningkatan usia harapan hidup dan populasi lansia menjadi persoalan penting karena penurunan fungsi tubuh yaitu beradaptasi dengan stres yang berasal dari lingkungan sehingga berpengaruh besar terhadap sehat dan sakit, baik menyerang fisik maupun psikis dan gangguan yang sering terjadi yaitu psikofisiologis. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh lanjut usia di Posyandu Lansia berjumlah 48 orang dengan sampel 43 orang. Teknik sampling penelian ini menggunakan simple random sampling. Variabel independent penelitian ini yaitu tugas perkembangan lanjut usia dan variabel dependent penelitian ini yaitu tingkat stres. Instrumen yang digunakan penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Pengolahan data editing, coding, scoring, tabulating dan uji statistik menggunakan spearman rank dengan α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan tugas perkembangan lanjut usia di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang sebagian besar kategori kurang 29 responden (67,4 %). Tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang hampir seluruhnya kategori tingkat stresnya normal 38 responden (88,37%). Hasil uji stastistik spearman rank p value = 0,04 dimana p value < α 0,05 sehingga H1 diterima.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang.

(12)

xii ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF DEVELOPMENTAL TASKS OF THE ELDERLY WITH STRESS LEVEL BASED ON THE ADAPTATION THEORY

OF CALISTA ROY

By:

ERVINA DWI ASTUTIK

(At Posyandu Elderly Penjalinan Backwoods Of Dukuh Klopo Village Jombang )

Increasing life expectancy and elderly population to be important issue because decreasing in body function is to adapt to stress coming from the environment so effect on healthy and sick, both physical and psychological attacks and disorder always common is psychological disorders. The purpose of the study research is analyze the relationship of developmental tasks of the elderly with stress level based on the theory of adaptation of Calista Roy at posyandu elderly penjalinan backwoods of dukuh klopo village jombang.

The research using type is analytical with cross sectional approach. The study population of all elderly at posyandu elderly amounted to 48 people with sample 43 people. The sampling technique using simple random sampling. Independent variable is an development of elderly and dependent variable is an level of stress. The research instrument used questionnaire sheet. Data processing editing, coding, scoring, tabulating and spearman rank statistical test with α 0,05.

The results showed the duty of the development of elderly most of the category less 29 respondents (67,4%). Levels of stress based adaptation theory Callista Roy at posyandu elderly penjalinan backwoods of dukuh klopo village jombang almost entirely the category of normal stress level 38 respondents (88.37%). Stastistic test results spearman rank p value = 0.04 where p value < α 0.05 so H1 accepted.

Conclusion from research is there relationship of developmental tasks of elderly with stress level based on adaptation theory Callista Roy at posyandu elderly penjalinan backwoods of dukuh klopo village jombang.

In conclusion there is a relationship of developmental tasks of elderly with stress level based on adaptation theory Callista Roy.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

LEMBAR BEBAS PLAGIASI ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

1.3 Tujuan penelitian ... 4

1.4 Manfaat penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan Calista Roy ... 6

2.2 Konsep Stres ... 13

2.3 Konsep lansia ... 19

2.4 Jurnal terkait ... 33

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka konseptual ... 36

3.2 Hipotesis ... 37

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian ... 38

4.2 Rancangan penelitian ... 38

4.3 Waktu dan tempat penelitian ... 39

4.4 Populasi, Sampel, Sampling ... 39

4.5 Kerangka kerja ... 40

4.6 Identifikasi variabel ... 42

4.7 Definisi operasional ... 42

4.8 Pengumpulan data ... 44

4.9 Pengolahan data dan analisa data ... 47

4.10 Etika penelitian ... 55

(14)

xiv

5.2 Pembahasan ... 65 BAB 6 PENUTUP

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.7 Definisi operasional hubungan tugas perkembangan lanjut usia

dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di

Posyandu Lansia Dusun Penjalinan DesaDukuh Klopo Jombang ... 43

Tabel 4.9 Kategori variabel tingkat stres ... 55

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Usia Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo

Kabupaten Jombang... 58

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh

Klopo Kabupaten Jombang... 59

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Agama Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo

Kabupaten Jombang... 59

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Suku Bangsa Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh

Klopo Kabupaten Jombang... 59

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Di Posyandu

Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 60

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tinggal atau hidup Bersama Saat ini Di

Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten

Jombang ... 60

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

(16)

xvi

Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 61

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pekerjaan Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo

Kabupaten Jombang... 61

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Penghasilan atau Pemasukan Perbulan

Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo

Kabupaten Jombang... 61

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Kesehatan Saat ini Di Posyandu

Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 62

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Infeksi Di Posyandu

Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 62

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tugas

Perkembangan Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan

Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 63

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Stres

Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo

Kabupaten Jombang... 63

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Tugas Perkembangan Lanjut Usia Dengan

Tingkat Stres Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif Hamid dan Kusman (2017) ... 12

Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan tugas perkembangan lanjut usia

dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy ... 36

Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan tugas perkembangan lanjut usia

dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan ... 88

Lampiran 2 Surat Pernyataan Perpustakaan ... 89

Lampiran 3 Surat Pre Survey, Studi Pendahuluan dan Ijin Penelitian ... 90

Lampiran 4 Surat Dinas Kesehatan ... 91

Lampiran 5 Surat Bukti Pembayaran Penelitian ... 92

Lampiran 6 Surat UPTD Puskesmas Dukuh Klopo ... 93

Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 94

Lampiran 8 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi ... 95

Lampiran 9 Surat Permohonan Calon Responden ... 100

Lampiran 10 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 101

Lampiran 11 Kisi-Kisi Kuesioner ... 102

Lampiran 12 Lembar Kuesioner ... 103

Lampiran 13 Tabulasi validitas dan reabilitas tugas perkembangan lanjut usia 108 Lampiran 14 Validitas tugas perkembangan lanjut usia ... 108

Lampiran 15 Reabilitas tugas perkembangan lanjut usia ... 115

Lampiran 16 Tabulasi karakteristik responden ... 116

Lampiran 17 Tabulasi tugas perkembangan lanjut usia dan tingkat stres ... 119

Lampiran 18 Deskriptif statistik karakteristik responden ... 130

Lampiran 19 Hasil uji statistik ... 136

Lampiran 20 Hasil tabulasi silang ... 137

(19)

xix

DAFTAR LAMBANG

1. % : prosentase

2. < : lebih kecil

3. ≥ : lebih dari sama dengan

4. ≤ : kurang dari sama dengan

5. = : sama dengan

6. σ : standart deviasi populasi

7. µ : mean teoritik

8. X : hasil prosentase

9. F : frekuensi hasil pencapaian

10. N : total seluruh observasi

11. : mempengaruhi

12. : tidak mempengaruhi

13. : tidak dteliti

14. : diteliti

15. rx1y : korelasi product MomentX1 dengan Y

16. p : signifikan

17. r : koefisien korelasi item-total

18. rx2y : korelasi product Moment X2 dengan Y

(20)

xx

DAFTAR SINGKATAN

1. DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

2. DASS : Depression Anxiety Stres Scale

3. BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

4. WHO : World Health Organization

5. Kemenkes : Kementrian Kesehatan

6. RI : Republik Indonesia

7. rDNA : Ribosomal Deoxyribo Nucleic Acid

8. UV : Ultra Violet

9. SOD : superoksida-dismutase

10. et al. : et alii/dan lain-lain

11. H1 : Hipotesis alternatif

12. STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

13. ICMe : Insan Cendekia Medika

14. Ha : Hektar

(21)

xxi

DAFTAR ISTILAH

1. Distress : stres yang bersifat negatif

2. Eustress : stres yang bersifat positif

3. Evolusi : perubahan-perubahan sifat yang terwariskan

4. Toksonomi : kecenderungan untuk kembali ke bentuk aslinya

5. feed-back : umpan balik

6. replikasi : proses penggandaan

7. akumulasi : penumpukan

8. Adaptif : respon positif

9. inefektif : respon negatif

10. Holistik : keseluruhan

11. Kontekstual : perhatian / fokus seseorang

12. Residual : sisa/tidak jelas

13. Integritas : konsisten

14. Regulator : pengontrol dengan melibatkan dari dalam tubuh

15. Kognator : pengontrol dengan melibatkan dari luar tubuh.

16. Persepsi : proses mental yang menghasilkan bayangan tentang obyek

17. Interdependensi : hubungan dengan orang lain

18. Hereditas : keturunan

19. Stressor : situasi yang tidak menyenangkan

20. Progresif : meningkat

21. self esteem : percaya diri

22. ego-strength : kekuatan ego

(22)

xxii

24. self devaluation : perasaan rendah diri

25. photoaging : sinar UV

26. degeneratif : proses penuaan

27. regeneratif : tumbuhnya kembali bagian tubuh yang rusak

28. lineliness : kesepian

(23)

1 1.1 Latar belakang

Peningkatan usia harapan hidup dan peningkatan populasi lansia

merupakan persoalan penting baik di negara maju maupun berkembang.

Keadaan ini berhubungan dengan proses degeneratif, dimana lanjut usia pada

umumnya mengalami berbagai penurunan fungsi tubuh. Salah satu tanda

penurunan fungsi tubuh yaitu beradaptasi dengan stres yang berasal dari

lingkungan (Muhith dan Sandu, 2016). Stressor yang banyak terjadi di Jawa

Timur karena masalah keuangan dan tidak mendapat perhatian dari keluarga.

Stressor yang tinggi maupun peristiwa yang tidak menyenangkan terus terjadi

pada lanjut usia berpengaruh besar pada proses sehat dan sakit, baik

menyerang fisik maupun psikis. Penyesuaian lanjut usia yang buruk yaitu

tidak dapat mengontrol emosi, hidup, berfikir negatif tentang kehidupannya

dan mengalami stres (Rahmawan et al., 2013). Seseorang yang mengalami

stres mengakibatkan virus atau bakteri cenderung memperbanyak diri dan

menyebabkan penyakit. Gangguan yang sering terjadi pada lanjut usia adalah

gangguan psikofisiologis, yaitu psikosomatis yang merupakan gangguan

kesehatan atau penyakit yang ditandai dengan keluhan fisik.

Menurut WHO populasi lanjut usia di Asia Tenggara sebesar 8 % atau

sekitar 142 juta jiwa. Tahun 2020 diperkirakan jumlahnya mencapai

28.800.000 (11, 34 %) (Kemenkes RI, 2017). Populasi di Indonesia diprediksi

lebih tinggi dari populasi lanjut usia di dunia setelah Tahun 2100 (Kemenkes

(24)

Jombang pada Tahun 2016 berjumlah 234 orang. Seluruh Lansia Di Dusun

Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang mulai dari usia 65 tahun sampai 70

tahun ke atas berjumlah 40 orang. Dari hasil analisa data penelitian Seke et

al., (2016) yang dilakukan di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah

Kecamatan Mapanget Kota Manado dari 50 responden menujukkan bahwa

responden dengan kejadian stres dan hipertensi berjumlah 38 responden

92,7%. Berdasarkan studi pendahuluan hasil wawancara dengan kader yang

dilakukan oleh peneliti pada Maret 2018 di Posyandu Lansia Dusun

Penjalinan Desa Dukuh Klopo. Lanjut usia di sana mayoritas janda dengan

jumlah 30 orang. Lansia disana yang mengalami stres berjumlah 17 orang

yang ditandai dengan keluhan fisik.

Menurut Bandiyah (2009) menjelaskan bahwa mitos lanjut usia tentang

ketenangan dan kedamaian yaitu lanjut usia dapat menikmati kerja dan jerih

payahnya di masa muda dan dewasanya dengan santai serta lansia berhasil

melewati kehidupan tanpa berbagai persoalan atau masalah. Lanjut usia

menghadapi berbagai banyak persoalan seperti kematian orang tua, anak

terakhir meninggalkan rumah orang tuanya, menjadi kakek nenek,

mempersiapkan diri untuk pensiun dan pensiun (Santrock, 2012). Persoalan

merupakan stressor yang mempengaruhi terjadinya stres (Muhith dan Sandu,

2016). Ketika seseorang mengalami stres secara normal tubuh akan berespon

melepas hormon yang ada dalam tubuh. Hormon yang sangat berkaitan

dengan stres yang memiliki pengaruh terhadap sejumlah penyakit yaitu

hormon kortisol (Santrock, 2012). Lanjut usia yang mengalami stres, level

(25)

penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes dan hipertensi (Santrock, 2012).

Stres yang terus menerus menyebabkan kondisi distress – reaksi stres negatif.

Lanjut usia dalam proses saat ini harus dapat menjalankan tugas

perkembangannya terhadap perubahan yang terjadi. Persoalan-persoalan yang

terjadi pada lanjut usia merupakan stressor yang memengaruhi terjadinya

stres. Menurut Rahmawan et al., (2013) penyesuaian diri yang baik ditandai

dengan lanjut usia yang sehat, aktif dalam lingkungan, berpendidikan baik,

relasi sosial yang baik dalam keluarga maupun teman sebaya dan merasa

puas dengan kehidupan yang sebelumnya sedangkan penyelesaian individu

yang buruk mengakibatkan lanjut usia tidak dapat mengontrol emosinya,

berfikir negatif tentang kehidupannya, mengalami stres, serta mengalami

tekanan dan konflik dalam kehidupanya. Lanjut usia harus dapat menghadapi

stressor dengan empat mode Adaptif teori Calista Roy, yaitu dapat

berinteraksi dengan lingkungannya melalui proses-proses fisiologis, dapat

mengetahui siapa dirinya dan bagaimana bertindak dalam kehidupan

masyarakat dengan, dengan posisi tertentu lanjut usia dapat berperilaku

terhadap orang lain sesuai dengan posisinya masing-masing, dan dapat

memberi dan menerima cinta, rasa hormat serta pendukung sosial agar tidak

mengalami stres. Menurut Lukluk dan Siti (2011) lanjut usia juga harus

memiliki rasa percaya diri, sikap teliti, kerja keras, ego yang sehat, humor

dan agama.

Berdasar latar belakang fenomena di atas, peneliti ingin melakukan

(26)

pada lanjut usia di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Kukuh Klopo

Kabupaten Jombang.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalahnya adalah

“Apakah ada hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres

berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan

Desa Kukuh Klopo Kabupaten Jombang ?”. 1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat

stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun

Penjalinan Desa Kukuh Klopo Kabupaten Jombang.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tugas perkembangan lanjut usia di Posyandu Lansia

Dusun Penjalinan Desa Kukuh Klopo Kabupaten Jombang.

2. Mengidentifikasi tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di

Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Kukuh Klopo Kabupaten

Jombang.

3. Menganalisis hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan

tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia

(27)

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Sebagai masukan mata kuliah komunitas terutama tentang gerontik tugas

perkembangan lanjut usia berbasis teori adaptasi Calista Roy di dalam

keluarga dan masyarakat.

1.4.2 Manfaat praktis

Bagi posyandu lansia, diharapkan pelayanan di posyandu lebih

berkualitas. Bidan dan kader posyandu diharapkan selalu mengingatkan

lanjut usia pada tugas perkembangan lanjut usia saat ini pada keluarga

maupun masyarakat sehingga meminimalkan terjadinya stres pada lanjut

usia yang mengakibatkan terjadinya penyakit.

Bagi lanjut usia, diharapkan para lanjut usia dapat menjalankan tugas

perkembangan lanjut lansia baik di keluarga dan masyarakat sehingga

meminimalkan meminimalkan terjadinya stres pada lanjut usia yang

(28)

6 2.1 Keperawatan Callista Roy

2.2.1 Teori adaptasi Callista Roy

Model adaptasi Roy merupakan suatu teori yang diturunkan dari

teori sebelumnya, diantara teori Harry Helson mengenai psikofisika yang

diperluas menjadi ilmu sosial dan perilaku (Hamid dan Kusman, 2017).

Proses adaptasi menurut teori adaptasi Helson, adaptasi merupakan fungsi

dari stimulus yang datang dan tingkat adaptif. Stimulus menurut Roy

adalah faktor pencetus respon, stimulus dapat muncul dari lingkungan

internal maupun eksternal.

Roy (Hamid dan Kusman, 2017) menyatakan bahwa tujuan dari

keperawatan adalah meningkatkan adaptasi individu dan kelompok pada

keempat mode adaptif, sehinggal dapat berkontribusi pada kesehatan,

kualitas hidup dan meninggal dengan terhormat.

Roy (Hamid dan Kusman, 2017) menyatakan bahwa manusia

merupakan sistem holistik dan adaptif. Sistem manusia meliputi manusia

sebagai individu atau kelompok, termasuk keluarga, organisasi, komunitas,

dan masyarakat sebagai satu keseluruhan. Sistem manusia memiliki

kemampuan berpikir dan merasakan, yang berawal dari kesadaran dan

makna, dimana keduanya menyesuaikan diri secara efektif terhadap

perubahan lingkungan dan akhirnya juga akan mempengaruhi lingkungan

(29)

Kesehatan merupakan status dan proses ada atau menjadi seseorang

yang utuh dan menyeluruh. Andrews & Roy (Hamid dan Kusman, 2017)

menyatakan bahwa kesehatan mencerminkan adaptasi, yaitu interaksi

antara orang dan lingkungannya. Riehl & Roy (Hamid dan Kusman, 2017)

menyatakan bahwa kesehatan dan penyakit merupakan satu dimensi yang

tidak dapat dihindari, dapat saling berdampingan dan dari pengalaman

hidup seseorang. Jika mekanisme koping tidak efektif, maka penyakit akan

muncul.

Roy (Hamid dan Kusman, 2017) menyatakan bahwa lingkungan

adalah semua kondisi, keadaan, dan berdampak pada perkembangan dan

perilaku seseorang atau kelompok, dengan pertimbangan khusus pada

hubungan timbal antara manusia dan sumber-sumber bumi yang meliputi

stimulus fokal, kontekstual dan residual. Manusia mengalami stimulus

lingkungan secara terus-menerus, kemudian manusia memberikan respon

dan terjadi proses adaptasi. Respon ini dapat brupa adaptif atau inefektif.

Respon adaptif ini meningkatkan integritas seseorang yang akan

membawanya menuju sehat, sedangkan respon inefektif akan mengarah

pada gangguan integritas seseorang.

2.2.2 Input

Menurut Hamid dan Kusman (2017) input yaitu tingkat adaptasi

merupakan gabungan dari tiga kelas stimulus berikut ini:

1. Stimulus fokal

Stimulus internal atau eksternal bagi sistem manusia yang muncul

(30)

2. Stimulus kontekstual

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan stimulus yang

muncul pada situasi yang turut menjadi akibat dari stimulus fokal.

Stimulus konstektual merupakan semua faktor lingkungan yang muncul

bagi seseorang dari dalam atau dari sesuatu yang bukan pusat perhatian

atau energi orang tersebut .

3. Stimulus residual

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan stimulus

residual merupakan faktor lingkungan dari dalam maupun luar sistem

manusia yang memiliki dampak tidak jelas pada situasi saat ini.

2.2.3 Proses kontrol

Mekanisme koping

Mekanisme koping dalam individu dibagi dua yaitu mekanisme

koping instrinstik dan mekanisme koping yang di dapat. Mekanisme

koping instrinstik merupakan mekanisme yang didapat secara genetik atau

dari dalam tubuh individu, otomatis dan individu tidak perlu berfikir untuk

menggunakan cara-cara tersebut. Sedangkan mekanisme koping yang

didapat, dikembangkan melalu strategi-strategi tertentu misalnya belajar.

Pengalaman yang dihadapi selama hidup akan membentuk respon tertentu

terhadap stimulus. Roy memandang regulator dan kognator sebagai

(31)

1. Subsistem regulator

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa

subsistem regulator merupakan proses koping utama yang melibatkan

sistem saraf, kimiawi dan hormonal.

2. Subsistem Kognator

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) bahwa mengatakan

subsistem kognator merupakan proses koping yang melibatkan empat

saluran kognitif-emosi: proses persepsi dan informasi, belajar, menilai

dan emosi.

2.2.4 Efektor

Menurut Hamid dan Kusman (2017) empat mode adaptif dari dua

subsistem dalam model Roy memberikan bentuk atau manifestasi dari

aktivitas kognator dan regulator. Respon terhadap stimulus dilakukan

melalui empat mode adaptif. Efektor terdiri dari empat mode adaptif,

antara lain :

1. Mode fisiologis-fisik

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa

mode ini berhubungan dengan proses fisik dan kimia yang terlibat

dalam fungsi dan aktivitas organisme hidup. Lima kebutuhan yang

diidentifikasi dalam mode fisiologis-fisik berhubungan dengan

kebutuhan dasar integritas fisiologis yaitu (1) oksigen, (2) nutrisi, (3)

eliminasi, (4) aktivitas dan istirahat, (5) perlindungan. Mode fisik

(32)

dalam hubungan adaptasi dengan sumber-sumber operasional dasar,

peserta, fasilitas fisik dan sumber fiskal (Hamid dan Kusman, 2017).

2. Mode identitas konsep diri-kelompok

Hamid dan Kusman (2017) menyatakan bahwa mode ini

merupakan satu dari tiga mode psikososial yang berfokus pada aspek

psikologis dan spiritual sistem manusia. Roy & Andrews mengatakan

bahwa konsep diri merupakan sekumpulan kepercayaan dan perasaan

tentang diri sendiri pada waktu tertentu yang terbentuk dari persepsi

internal dan persepsi dari reaksi orang lain. Komponen konsep diri

terdiri dari (1) fisik diri yaitu sensai dan citra tubuh, (2) personal diri

yaitu konsistensi diri, ideal diri atau harapan diri dan

moral-etik-spiritual diri.

Roy & Andrews(Hamid dan Kusman, 2017) mengatakanbahwa

mode identitas kelompok terbentuk dari hubungan interpersonal, citra

diri kelompok, lingkungan sosial dan budaya.

3. Mode fungsi peran

Hill & Roberts (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa

mode inisatu atau dua mode sosial yang fokus pada peran seseorang di

masyarakat. Kebutuhan dasar yang mendasari mode fungsi peran yaitu

integritas sosial. Hal ini untuk mengetahui bahwa seseorang memiliki

suatu hubungan dengan orang lain sehingga orang itu bertindak

berdasarkan hubungan tersebut.

Setiap individu memiliki peran primer, sekunder dan tersier.

(33)

dalam periode tertentu. Andrews mengatakan bahwa peran primer

bergantung pada umur, jenis kelamin dan tahap perkembangan,

misalnya perempuan dewasa usia subur. Andrews mengatakan bahwa

peran sekunder merupakan peran yang perlu dilakukan untuk

melengkapi tugas tahap perkembangan individu serta tugas dari peran

primer, misalnya sebagai seorang istri, ibu dan guru. Peran tersier

berhubungan dengan peran sekunder dan mewakili cara individu untuk

dapat memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan perannya.

Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa peran tersier

biasanya bersifat sementara, dapat dipilih secara bebas oleh individu

dan bisa mencakup aktivitas seperti hobi atau klub, misalnya peran ibu

mungkin termasuk peran sebagai ketua perkumpulan orang tua siswa

dan guru dalam periode tertentu.

4. Mode interdependensi

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa

mode ini berfokus pada hubungan yang erat dari orang-orang (secara

individu maupun kolektif), tujuan, struktur serta perkembangan mereka.

Hubungan interdepensi melibatkan keinginan dan kemauan untuk

memberi dan menerima satu sama lain aspek semacam rasa cinta, rasa

hormat, merawat, pengetahuan, keterampilan, komitmen, kepemilikan

barang, waktu dan bakat. Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017)

mengatakan bahwa kebutuhan dasar dari mode ini diistilahkan sebagai

integritas hubungan. Hubungan yang pertama dengan orang terdekat,

(34)

Hubungan yang kedua yaitu dengan sistem pendukung. Sistem

pendukungnya yaitu orang lain yang berkontribusi terhadap pemenuhan

kebutuhan independensi.

Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa

dua area utama perilaku interdependensi diidentifikasi sebagai perilaku

reseptif dan perilaku kontributif. Perilaku ini berlaku pada perilaku

menerima dan memberikan cinta, rasa hormat, dan nilai di dalam

hubungan saling ketergantungan.

2.2.5 Output

Menurut Hamid dan Kusman (2017) output terdiri dari dua, yaitu :

1. Respon adaptif

Roy & Andrews mengatakan bahwa respon ini merupakan respon yang

meningkatkan integritas dalam mencapai tujuan sistem manusia.

2. Respon inefektif

Roy & Andrews mengatakan bahwa respon ini merupakan respon yang

tidak turut meningkatkan integritas dalam mencapai tujuan sistem

manusia.

2.2.6 Model Roy berfokus pada konsep adaptasi manusia

Input Proses kontrol Efektor Output

Umpan balik

Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif Hamid dan Kusman (2017).

(35)

2.2 Konsep Stres 2.2.1 Pengertian stres

H. Handoko (Lukluk dan Siti, 2011) stres adalah suatu kondisi

ketegangan yang mempengarui emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang. Sedangkan menurut Lukluk dan Siti (2011) stres merupakan

penyesuaian individu akibat dari faktor faktor luar (lingkungan) atau

peristiwa yang mempengaruhi psikologis atau fisik berlebihan. Muhith dan

Sandu (2016) menyatakan bahwa gangguan psikofisiologis sering

dijumpai di masyarakat yaitu psikosomatis. Psikosomatis merupakan

gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai dengan berbagai macam

keluhan fisik.

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi stres

Sumber dan macam-macam stressor menurut Lukluk dan Siti (2011),

antara lain:

1. Kondisi biologis : berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan

kerusakan organ biologis, malnutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi

biologis yang kontinyu.

2. Kondisi psikologis

a. Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan kehidupan

modern.

b. Berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau perasaan rendah

diri (self devaluation) seperti kegagalan mencapai sesuatu yang

(36)

c. Berbagai keadaan kehilangan seperti posisi, keuangan, kawan, atau

pasangan hidup yang sangat dicintai.

d. Berbagai kondisi perasaan bersalah terutama yang menyangkut kode

moral etika yang dijunjung tinggi tetapi gagal dilaksanakan.

3. Kondisi sosio kultural

a. Berbagai fluktuasi ekonomi dan segala akibatnya (menciutnya

anggaran rumah tangga, pengangguran dan lain-lain.

b. Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik, kekecewaan dan

sebagainya.

c. Persaingan yang keras dan tidak sehat.

2.2.3 Jenis stres

Jenis stres menurut Schafer (Suparni dan Reni, 2016) mengatakan bahwa

stres dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Eustress

Jenis stres yang netral dan tidak merugikan.

2. Distress

Distres ini bisa terjadi saat terlalu besar atau terlalu kecil, tuntutan

yang diterima. Sintomdistres dapat berupa kurangnya daya konsentrasi,

gemetar pada tangan, sakit punggung, cemas, gugup, depresi, mudah

marah, cara bicara dipercepat. Distres mengarah pada dua jenis yaitu

fisik dan psikis. Hal ini ditandai dengan sakit kepala, randang sendi,

tekanan darah tinggi, penyakit kulit kronis, radang lambung, radang

(37)

3. Positive stres

Jenis stres ini dapat membantu mengerjakan hal-hal tertentu, contohnya

membantu mendorong seseorang untuk mengerjakan tugas dalam

waktu yang terbatas.

2.2.4 Tahapan stres

Tahapan stres menurut Van Amberg (Suparni dan Reni, 2016) mengatakan

bahwa tahapan stres dibagi menjadi 6 antara lain :

1. Tahap pertama

Tahap ini, tahapan stres ringan yang ditandai semangat kerja yang

besar, penglihatan tajam tidak seperti umumnya, merasa mampu

menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, merasa senang

dengan pekerjaannya tetapi kemampuan yang dimilki berkurang.

2. Tahapan kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut,

adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar,

terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering

mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung

berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin

tegang dan tidak bisa santai.

3. Tahap ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti

pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar

tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,

(38)

malam dan sukar kembali tidur, terbangun tengah malam dan sukar

kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.

4. Tahap keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan

yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap

situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara

adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya

gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah,

kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya

perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

5. Tahap kelima

Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak

mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan

pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan

kecemasan semakin meningkat.

6. Tahap keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan

perasaan takut mati dengan ditemukan seperti detak jantung semakin

keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat,

kemungkinan bisa terjadi kolaps atau pingsan.

2.2.5 Tingkat stres

Stres dalam individu memiliki tingkatan, menurut priyoto (Fatonah, 2017)

tingkatan stres dibagi menjadi 3, yaitu :

(39)

Stres ini biasanya berlangsung beberapa menit atau beberapa jam

saja. Stressor ringan biasanya belum muncul gejala. Ciri-cirinya

semangat meningkat, penglihatan tajam, energi meningkat namun

cadangan energinya menurun, sering merasa letih tanpa sebab. Stres

ringan berguna karena dapat memicu seseorang untuk berpikir dan

berusaha lebih tangguh menghadapi tantangan hidup.

2. Stres sedang

Stres ini berlangsung lebih lama sampai beberapa hari. Hal ini

bisa dikarenakan situasi perselisihan yang tidak terselesaikan dengan

rekan, anak sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga

merupakan suatu penyebab dari stres. Ciri-cirinya yaitu sakit perut,

mules, otot-otot terasa tegang, gangguan tidur.

3. Stres berat

Stres ini berlangsung lama bisa beberapa minggu sampai

beberapa bulan. Stres yang terjadi dapat disebabkan oleh perselisihan

perkawinan secara terus menerus, kesulitan finansial yang berlangsung

lama, berpisah dengan anggota keluarganya, berpindah tempat tinggal,

mempunyai penyakit kronis, perubahan fisik, perubahan psikologis, dan

perubahan sosial pada lanjut usia. Semakin sering dan semakin lama

stres, hal ini semakin berisiko timbulnya masalah kesehatan. Stres yang

berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan

tugas perkembangan. Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktifitas,

(40)

yang tidak jelas, keletihan meningkat, tidak mampu melakukan

pekerjaan sederhana, perasaan takut yang meningkat.

2.2.6 Gejala stres

Stres menurut Lukluk dan Siti (2011) dapat ditunjukkan dengan berbagai

macam gejala. Gejala yang muncul pada seseorang antara lain: mudah

tersinggung dan marah kepada teman, keluarga dan orang-orang yang ada

didekatnya, melakukan tindakan secara agresif dan defensive, mudah

lelah, sulit konsentrasi dan mudah lupa, jantung berdebar-debar atau

palpitasi, ketegangan otot, sakit kepala, sakit perut dan diare, hipertensi

dan serangan jantung, nafsu makan hilang atau terlalu banyak makan,

insomnia, migren, sakit maag, serangan asma yang semakin berat.

2.2.7 Cara mencegah stres

Lukluk dan Siti (2011) menyatakan bahwa cara mencegah atau membekali

diri agar tidak mudah terkena stres antara lain :

1. Memiliki dan meningkatkan self esteem atau rasa percaya diri.

2. Memiliki sikap teliti dan kerja keras.

3. Memiliki tingkat ego-strength yang sehat.

4. Rasa humor dan easy going.

5. Agama (iman dan ritual)

2.2.8 Cara mengukur tingkat stres

Tingkatan stres merupakan hasil penilaian terhadap berat ringannya

stres yang dialami oleh seseorang atau individu (Pranata, 2016). Tingkatan

stres menurut lavibond & Lavibond dapat diukur menggunakan

(41)

merupakan penilaian terhadap subjektifitas emosional negatif dari depresi,

cemas dan stres yang muncul dari ndividu. Instrumen ini terdiri dari 42

pertanyaan dengan 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan

perilaku (Pranata, 2016). Jenis keadaan emosional terdiri dari 14

pertanyaan tentang stres. Setiap pertanyaan memilki skor 0-3.

Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi dalam lima jenjang

untuk terhindar dari kesalahan. Interprestasinya menurut Psychology

Foundation of Australia yaitu normal, ringan, berat dan sangat berat

(Soepha, 2017).

Alat ukur ini terdiri 14 item pertanyaan yang masing-masing dinilai

sesuai integritas kejadian, hal ini aspek penilaian stres yang diambil

peneliti dari Nursalam (2014) terdapat pada nomor 1, 6, 8, 12, 14, 18, 22,

27, 29, 33, 35, 39. Nilai dalam tingkatan ini adalah 0-14 (normal), 15-18

(ringan), 19-25 (sedang), 26-33 (berat), lebih dari 33 (sangat berat).

Penilaian ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu mudah marah, reaksi

berlebih, sulit rileks, tidak sabaran, mudah tegang dan gelisah (Soepha,

2017).

2.3 Konsep lanjut usia

2.3.1 Pengertian menua

Menurut Constantanides menua (menjadi tua) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

(42)

setiap individu yang harus dijalani, namun seiring dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi proses penuaan dapat diperlambat atau dicegah

(Muhith dan Sandu, 2016).

2.3.2 Faktor-faktor yang memengaruhi proses menua

Bandiyah (Muhith dan Sandu, 2016) mengatakan bahwa penuaan

terjadi secara fisiologis dan patologis. Faktor yang mempengaruhi proses

menua, antara lain :

1. Hereditas atau genetik

Kematian sel yang ada di tubuh dikaitkan dengan peran DNA yang

penting dalam mekanisme pengendalian fungsi sel. Secara genetik,

perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X sedangkan laki-laki

satu kromosom X. Hal ini menyebabkan perempuan berumur lebih

panjang daripada laki-laki karena perbedaan jumlah kromosom yang

membawa proses kehidupan.

2. Nutrisi atau makanan

Makanan atau asupan nutrisi yang berlebihan maupun kurang, hal ini

dapat menganggu keseimbangan reaksi kekebalan tubuh.

3. Status kesehatan

Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan penuaan, sebenarnya

bukan disebabkan dari faktor luar yang berlangsung tetap dan

berkepanjangan.

4. Pengalaman hidup, seperti seperti terkena paparan sinar matahari,

(43)

5. Lingkungan dapat mempengaruhi proses menua. Proses menua secara

biologik berlangsung secara alami dan tidak dapat dihindari.

6. Stres dapat mempengaruhi proses menua akibat tekanan kehidupan

sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan atau masyarakat yang

tercemin dalm bentuk gaya hidup akan berpengaruh terhadap proses

penuaan.

2.3.3 Teori-teori proses menua

Menurut Sheiera Saul secara individual tahap proses menua

terjadi pada orang dengan usia berbeda-beda. Masing-masing lanjut

usia mempunyai kebiasaan yang berbeda sehingga tidak ada satu faktor

pun ditemukan untuk mencegah proses menua. Teori-teori itu dapat

digolongkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok teori biologis dan

teori kejiwaan sosial (Muhith dan Sandu, 2016).

1. Teori biologi

Teori yang mempelajari kehidupan dan organisme hidup, termasuk

struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi, persebaran dan toksonomi

kehidupanya, teori biologis diantaranya :

a. Teori genetik dan mutasi (Somatic Mutatie Theory)

Menurut Hayflick menua telah terprogram secara genetik

untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul atau

DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Muhith

(44)

b. Teori interaksi seluler

Menurut Berger bahwa sel-sel yang saling berinteraksi satu

sama lain dan memengaruhi keadaan tubuh akan baik-baik saja

selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi,

bila tidak lagi demikian maka akan terjadi kegagalan mekanisme

feed-back di mana lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi

(Muhith dan Sandu, 2016).

c. Teori replikasi DNA

Menurut Cunningham teori ini mengemukakan bahwa

proses penuaan merupakan akibat akumulasi bertahap kesalahan

dalam masa replikasi DNA sehingga terjadi kematian sel.

Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan

replikasi ribosomal DNA (rDNA) dan mempengaruhi masa hidup

sel (Muhith dan Sandu, 2016).

d. Teori ikatan silang

Menurut Yaar & Gilchrest proses penuaan merupakan

akibat dari terjadinya ikatan silang yang progresif antara

protein-protein intraselular dan interselular serabut kolagen. Ikatan silang

meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini

mengakibatkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen di

membran basalis atau disubstansi dasar jaringan penyambung.

Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan fungsi organ (Muhith

(45)

e. Teori radikal bebas

Cunningham (Muhith dan Sandu, 2016) teori radikal bebas

dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme

proses penuaan. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam

tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga

tidak stabil dan reaktif hebat.Sebelum memiliki pasangan, radikal

bebas akan terus menerus menghantam sel-sel tubuh guna

mendapatkan pasangannya, termasuk menyerang sel-sel tubuh

yang normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus

radikal bebas (hydroxyl, superoxide, hydrogenperoxide, dan

sebagainya) akibat terjadinya otoksidasi dari molekul intraselular

karena pengaruh sinar UV.Radikal bebas ini akan merusak enzim

superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi mempertahankan

fungsi sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi rusak. Proses

penuaan pada kulit yang dipicu oleh sinar UV (photoaging)

merupakan salah satu bentuk implementasi dari teori ini.

f. Reaksi dari kekebalan sendiri

Menurut Goldteris & Brocklehurst di dalam proses

metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada

jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut

sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit (Muhith dan

Sandu, 2016).

(46)

Teori kejiwaan sosial melihat bagaimana sikap, keyakinan dan

perilaku lansia. Berikut ini beberapa teori kejiwaan :

a. Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Menurut Maslow mengatakan bahwa para usia lanjut yang

sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan

sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial

dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

(Muhith dan Sandu, 2016).

b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Menurut Kuntjono dasar kepribadian atau tingkah laku tidak

berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori

diatas. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada

seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe

kepribadian yang dimilikinya (Muhith dan Sandu, 2016).

c. Teori pembebasan (Didengagemet Theory)

Cumming & Henry (Bandiyah, 2009) menyatakan

bertambah usia seseorang, maka seseorang akan melepas diri dari

kehidupan sosial atau menarik dan dari pergaulan sekitarnya.

Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun

baik secara kualitas maupun kuantitas (Muhith dan Sandu, 2016)..

d. Teori subkultural

Menurut Rose lansia merupakan kelompok memiliki yang

(47)

tersendiri sehingga dapat digolongkan sebagai subkultur (Muhith

dan Sandu, 2016).

e. Teori strati kasi usia

Menurut Riley teori ini menerangkan adanya saling

ketergantungan antara usia dengan struktur sosial yang dapat

dijelaskan sebagai berikut; orang-orang tumbuh dewasa bersama

masyarakat dalam bentuk kohor dalam artian sosial, biologis dan

psikologis. Kohor muncul dan masing-masing kohor memiliki

pengalaman dan selera tersendiri. Suatu masyarakat dibagi ke

dalam beberapa strata sesuai dengan lapisan usia dan peran.

Begitupula individu dan perannya dalam masing-masing strata,

terdapat saling keterkaitan antara penuaan individu dengan

perubahan sosial (Muhith dan Sandu, 2016)..

f. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan

Menurut lawton ada hubungan antara kompetensi individu

dengan lingkungannya. Kompetensi ini merupakan ciri fungsional

individu, antara lain kekuatan ego, keterampilan motorik,

kesehatan biologis, kapasitas kognitif dan fungsi sensorik.

Adapun lingkungan yang dimaksud adalah mengenai potensinya

dalam menimbulkan respons perilaku dari seseorang, bahwa

untuk tingkat kompetensi seseorang terdapat suatu tingkatan

suasana atau tekanan lingkungan tertentu yang menguntungkan

baginya. Orang yang kompetensi rendah hanya bertahan tekanan

(48)

gangguan atau kecacatan, maka tekanan lingkungan dirasakan

semakin besar (Noorkasiani, 2009).

2.3.4 Pengertian lanjut usia

Lansia menurut Pudjiastuti (Muhith dan Sandu, 2016) lansia

bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari dari suatu proses

kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia menurut BKKBN (Muhith

dan Sandu, 2016) adalah individu yang berusia di atas 60 Tahun, pada

umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi

biologis, psikologis, sosial, ekonomi.

2.3.5 Klasifikasi lansia

Menurut Depkes RI (Kholifah, 2016) menjelaskan bahwa lanjut usia

dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

1. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun

2. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas

3. Usia lanjut berisiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke

atas dengan masalah kesehatan.

Prof. Dr. Koesoemanto setyonegoro (Padila, 2013) mengatakan bahwa

pembagian usia lanjut antara lain sebagai berikut:

1. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun.

2. Usia dewasa penuh (Midlle years) atau maturitas usia 25–60/65 tahun.

3. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas:

(49)

b. Old (usia 75-80 tahun)

c. Very old (usia > 80 tahun)

2.3.6 Ciri-ciri lanjut usia

Menurut Kholifah (2016) lansia memiliki ciri-ciri dalam kehidupan.

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

1. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemuduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan

faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam

kemunduran pada lansia. Misalnya lanjut usia yang memiliki

motivasi rendah dalam melakukan aktivitas atau kegiatan, maka

akan mempercepat proses kemunduran fisik, tetapi ada juga lanjut

usia yang memiliki motivasi tinggi, maka kemunduran akan terjadi

lebih lambat.

2. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak

menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang

kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan

pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,

tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang

lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif (Kholifah,

2016).

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai

(50)

lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas

dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lanjut usia menduduki

jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya

masyarakat tidak memberhentikan lanjut usia sebagai ketua RW

karena usianya.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat

memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan

yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk

pula. Misalnya lanjut usia yang tinggal bersama keluarga sering

tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena dianggap

pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang dapat menyebabkan lanjut

usia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan

memiliki harga diri rendah.

2.3.7 Perkembangan lanjut usia

Menurut Kholifah (2016) tahap perkembangan lanjut usia dimulai

dari 60 Tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap

akhir dari proses penuaan. Masa tua merupakan masa hidup manusia

yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran

fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat

melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan

merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,

(51)

manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada

kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan

tubuh lainnya. Dengan kemapuan regeneratif yang terbatas, mereka

lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan

dibandingkan dengan orang dewasalain. Faktor yang mempengaruhi

perkembangan yaitu keturunan, lingkungan, kematangan (kesiapan

individu menguasai ketrampilan baru), keluarga, status sosial dan

ekonomi (penghasilan, pendidikan, pekerjaan, kemiskinan), Budaya

(adat, tradisi, nilai-nilai, bahasa), Ras/suku (leluhur, bangsa, agama,

bahasa, yang membentuk identitas diri) (Hanas, 2014).

2.3.8 Perubahan-perubahan yang terjadi pada diri lanjut usia

Menurut Kholifah (2016) semakin bertambahnya usia seseorang,

terjadi proses penuaan secara degeneratif akan berdampak pada

perubahan diri individu.

A.Perubahan fisik

Perubahan fisik terjadi pada sistem tubuh, yaitu sistem pendengaran,

integumen, Muskuloskeletal, Kardiovaskuler, respirasi, pencernaan

dan metabolisme, perkemihan, saraf dan reproduksi.

B.Perubahan aspek psikososial

Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi

kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,

perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku

lansia menjadi makin lambat.

(52)

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat

menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam

kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering

diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,

kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa

pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya. Kenyataan ada

menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang

memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh

terhadap pensiun (pasrah). Sikap lanjut usia tadi dapat berdampak

positif dan negatif terhadap kehidupannya. Dampak positif lebih

menentramkan diri dan dampak negatifnya akan menganggu

kesejahteraan hidupnya.

D.Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,

gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau

bahkan bahkan kecacatan pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah

dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang

bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau

diasingkan.

2.3.9 Masalah yang terjadi pada lanjut usia

Menurut Kholifah (2016) lanjut usia mengalami perubahan pada

kehidupannya, sehingga menimbulkan permasalahan. Permasalahan

(53)

1. Masalah fisik

Masalah yang dihadapi lansia adalah fisik yang mulai melemah,

sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang

cukup berat, indra penglihatan yang mulai kabur, indra pendengaran

yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun,

sehingga sering sakit.

2. Masalah kognitif (intelektual)

Masalah yang dihadapi oleh lansia terkait dengan perkembangan

kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal

(pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.

3. Masalah emosional

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan emosional,

adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga

tingkat perhatian lansia kepada keluarga sangat kuat, sehingga

tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain

itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai

dengan kehendak pribadi dan sering tres akibat masalah ekonomi

yang kurang terpenuhi.

4. Masalah spiritual

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spriritual,

adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang

mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota

keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika

(54)

2.3.10 Tugas perkembangan lanjut usia

Tugas perkembangan adalah tahapan yang harus dilalui (Putri,

2015). Menurut Erikson, kesiapan lanjut usia untuk beradaptasi atau

menyesuaiakan diri dengan perkembangannya dipengaruhi oleh proses

tumbuh kembang tahap sebelumnya. Menurut Dewi (2014) tugas

perkembangan pada lanjut usia antara lain :

1. Mempersiapkan diri terhadap terjadinya penurunan pada pada

kondisi lanjut usia.

2. Persiapan pensiun/berkurangnya penghasilan.

3. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya.

4. Mempersiapkan untuk kehidupan yang baru/pengaturan kehidupan

fisik yang yang memuaskan.

5. Melakukan penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial/masyarakat

secara santai.

6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya.

2.3.11 Pengukuran tugas perkembangan lanjut usia

Skala yang digunakan skala likert. Skala likert ialah skala yang

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang

suatu gejala atau fenomena tertentu (Riyanto, 2011).

Pernyataan positif :

Sering : 4

Kadang-kadang : 3

Jarang sekali : 2

(55)

Pernyataan negatif :

Sering : 1

Kadang-kadang : 2

Jarang sekali : 3

Tidak pernah : 4

(Riyanto, 2011)

Kriteria:

Baik : > 80 %

Cukup : 60-80%

Kurang : 60 %

(Putri, 2015)

2.4 Jurnal terkait

Penelitian yang dilakukan Putri (2015) dengan judul “Pengaruh

motivasi, aktivitas dan pemenuhan tugas perkembangan terhadap kepuasan

hidup lansia duda dan janda” dengan metode cross sectional study tujuh per

sepuluh duda memiliki tugas perkembangan terkategori sedang dan kurang

dari sepuluh lansia janda (40,0 %) tugas perkembangan terkategori rendah.

Pemenuhan tugas perkembangan lansia duda lebih baik dari janda. Menurut

Hurlock (Putri, 2015) lansia mengalami kesulitan dalam perbaikan dan

perubahan peran yang dilakukan setelah kehilangan pasangan dan lansia

kesulitan untuk mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang

menghabiskan sebagian besar waktu kala lansia masih muda.

Penelitian Khotimah et al. (2006) yang berjudul “Hubungan Antara

(56)

Kelurahan Jebres Surakarta” penelitian ini menggunakan metode penelitian

korelasi kuantitatif. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri pada lansia (rx1y

= 0,454, p < 0,05) dan ada hubungan positif yang signifikan antara toleransi

terhadap stres dengan penyesuaian diri pada lansia (rx2y = 0,310, p < 0,05).

Hasil penelitian Windarsih et al., (2017) yang berjudul “Hubungan Antara Stres Dan Tingkat Sosial Ekonomi Terhadap Hipertensi”ada

hubungan antara stres lanjut usia dan tingkat sosial ekonomi dengan kejadian

hipertensi, hasil analisa regresi diketahui nilai R sebesar 0,501. Harga R2 (R

Square) sebesar 0,251 atau 25,1 % ini menunjukkan presentase sumbangan

variabel lansia dan tingkat sosial ekonomi terhadap variabel kejadian

hipertensi sebesar 25,1 % sedangkan sisanya sebesar 74,9 % dipengaruhi oleh

variabel lain.

Penelitian yang dilakukan Harapan et al., (2013) yang berjudul “Studi

Fenomenologi Persepsi Lansia Dalam mempersiapkan diri Menghadapi

Kematian” dengan metode penelitian kualitatif. Lansia mempersiapkan

kematian yaitu dengan beribadah kepada Tuhan. Proses yang diharapkan

lansia dalam menghadapi kematian dibagi menjadi 3 subtema, yaitu yaitu

kondisi yang diharapkan dalam menghadapi kematian, tempat yang

diharapkan dalam menghadapi kematian dan dukungan yang dibutuhkan

dalam proses menghadapi kematian.

Hasil penelitian Melati et al., (2012) dengan desain penelitian analitik

(57)

Dengan Lansia Yang Tinggal Di Tengah Keluarga” mayoritas lansia yang

tinggal di keluarga memiliki konsep diri yang positif. Perubahan konsep diri

berhubungan dengan penyesuaian lansia akibat terjadinya proses menua

dengan perbedaan persepsi di setiap individu.

Hasil penelitian Ermayanti dan Sri (2007) yang berjudul “Hubungan

Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian Diri Pada

Masa Pensiun” dari analisis korelasi product pearson menunjukkan rxy =

0,361 dengan taraf signifikan p = 0,016 (p = < 0,05). Hal ini berarti adanya

suatu hubungan positif antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan

penyesuaian diri pada masa pensiun.

Penelitian rahmawan et al., (2013) yang berjudul “Hubungan

Penyesuaian Diri dengan Tingkat Kecemasan Lanjut Usia di Karang Werda

Semeru Jaya dan Jember permai Kecamatan Sumberasi, Kabupaten Jember” jenis penelitian ini deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

jumlah populasi dalam penelitian ini 86 responden. Teknik pengambilan

sampel menggunakan purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 46

responden. Hasil penelitian 26 lanjut usia 56, 5 % memiliki penyesuaian diri

baik dan 24 lanjut usia mengalami kecemasan ringan. Analisis data

menggunakan uji chi square dengan nilai uji p value0, 001 < (α 0,05). Hasil

analisis statistik didapatkan bahwa ada hubungan penyesuaian diri dengan

(58)

36 3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual atau kerangka berfikir merupakan dasar

pemikiran peneltian dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka.

Kerangka konsep dijadikan landasan untuk melakukan penelitian dan

menggambarkan alur pemikiran penelitian (Saryono dan Mekar, 2013).

Keterangan: dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan lanjut usia: 1. Genetik/keturunan 2. lingkungan 3. kematangan 4. keluarga,

5. status sosial dan ekonomi 6. Budaya

7. Ras/suku (Hanas, 2014).

Tugas perkembangan lanjut usia : 1. Menyesuaiakan diri penurunan

kondisi atau kesehatan.

2. Menyesuaikan diri berkurangnya penghasilan.

3. Menciptakan hubungan baik dengan seusianya.

4. Menyesuaikan diri untuk kehidupan baru.

5. Menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial/masyarakat. 6. Mempersiapkan diri datangnya

kematian sendiri dan pasangannya.

Tingkat Stres berbasis teori adaptasi Callista Roy

Gambar

Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif Hamid dan Kusman (2017).
Gambar 3.1 Kerangka  konsep hubungan  tugas  perkembangan  lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy
Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang
Tabel 4.7 Definisi operasional hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Stres berat pada lanjut usia yang mengikuti maupun yang tidak mengikuti senam bugar lansia (SBL) merupakan dampak dari situasi stres.. berat dimana lanjut usia mengalami

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami insomnia di Posyandu Lansia Desa Ngudirejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang sejumlah 40 lansia,

Menurut peneliti dimana demensia akan terjadi seiring bertambahnya usia seseorang dan seluruh organ akan mengalami penurunan salah satunya lansia akan susah untuk

Setelah mendapat keterangan serta mengetahui manfaat dan tujuan penelitian yang berjudul “ Hubungan usia penyapihan dengan status gizi pada Anak usia 6-24 bulan di Posyandu

Low back pain pada petani padi lansia sebelum dilakukan senam tai chi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Posyandu lansia Desa Banjardowo Kecamatan Jombang

Tingkat nyeri low back pain setelah dilakukan senam tai chi pada petani padi lansia yang dilakukan di Posyandu Lansia Desa Banjardowo Kecamatan Jombang

Sedangkan data khusus yang disajikan adalah tingkat nyeri hiperuresemia pada lansia sebelum diberikan kompres dan sesudah diberikan kompres, menganalisis pengaruh

Peneliti berpendapat bahwa hal ini menunjukkan lanjut usia di Posyandu Lansia Flamboyan Dusun Jetis Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta yang paling banyak adalah