i
SKRIPSI
HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY (Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang)
ERVINA DWI ASTUTIK 143210063
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
ii
HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY
(Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Pendidik Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang
Ervina Dwi Astutik 143210063
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Wonogiri pada tanggal 23 Agustus 1995, anak dari Bapak
Sugeng dan Ibu Lasmi. Penulis anak kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SDN Mangunharjo VII Kota Probolinggo.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMPN 1 Dringu Kabupaten Probolinggo, Tahun
2013 penulis lulus dari SMK Kesehatan Bhakti Indonesia Medika Kota
Probolinggo. Tahun 2014 penulis lulus seleksi masuk STIKes Insan Cendekia
Medika Jombang. Penulis memilih program studi S1 Keperawatan dari lima
program studi yang ada di STIKes Insan Cendekia Medika Jombang. Demikian
riwayat hidup ini penulis tulis dengan sebenar-benarnya.
Jombang, Juli 2018
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Persembahan yang utama dan paling utama, penulis ucapkan syukur
Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik, hidayah
dan kemudahan serta mengabulkan do‟a penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis persembahkan karya yang sederhana ini kepada orang-orang yang penulis
sayangi dan cintai, yaitu:
1. Bapak Sugeng dan Ibu Lasmi yang telah mendoakan, menyanyangi,
menasehati, mendukung serta menuruti apa saja kemauan penulis demi masa
depan penulis agar lebih baik, dan penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak
Sugeng dan Ibu Lasmi yang sudah berjuang dan bekerja keras membiayai
penulis serta dengan sabar dan ikhlas menghadapi tingkah laku penulis.
2. Untuk kakakku Ary Sularno terimakasih atas kasih sayang dan perhatiannya
kepada penulis, dan terimakasih selalu mengalah pada penulis demi masa
depan penulis.
3. Untuk nenekku Sugirah dan keluarga terimakasih atas kasih sayang, do‟a, serta dukungan selama penulis kuliah.
4. Penulis ucapkan terimakasih kepada semua sahabat dan teman-temanku yang
sudah membantu, mendoakan dan memotivasi penulis.
5. Kelompok bimbingan terimakasih pengalaman, hiburan serta kekompakkannya
selama penulis menyelesaikan skripsi.
Jombang, Juli 2018
ix
MOTTO
BERUSAHA, BERSYUKUR DAN TAWAKAL Be Always Optimis
Husnudzan pada Allah
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpah rahmat, taufik serta hidayah-NYA sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “ Hubungan tugas perkembangan
lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu
lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang”, ini dengan baik dan tepat
waktu.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan
dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan trimakasih kepada yang terhormat
Bapak H. Imam Fatoni,S.KM.,MM selaku ketua STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku ketua program studi
S1 Keperawatan, Ibu Agustina M, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing 1,
Ibu Anita Rahmawati, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk kepada penulis serta telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya hingga terselesaikan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran demi perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis
dan bagi pembaca pada umunya. Amiin Yaa Rabbal alamin.
Jombang, Juli 2018
xi ABSTRAK
HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA DENGAN TINGKAT STRES BERBASIS TEORI ADAPTASI CALISTA ROY
(Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang)
Oleh:
ERVINA DWI ASTUTIK
Peningkatan usia harapan hidup dan populasi lansia menjadi persoalan penting karena penurunan fungsi tubuh yaitu beradaptasi dengan stres yang berasal dari lingkungan sehingga berpengaruh besar terhadap sehat dan sakit, baik menyerang fisik maupun psikis dan gangguan yang sering terjadi yaitu psikofisiologis. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh lanjut usia di Posyandu Lansia berjumlah 48 orang dengan sampel 43 orang. Teknik sampling penelian ini menggunakan simple random sampling. Variabel independent penelitian ini yaitu tugas perkembangan lanjut usia dan variabel dependent penelitian ini yaitu tingkat stres. Instrumen yang digunakan penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Pengolahan data editing, coding, scoring, tabulating dan uji statistik menggunakan spearman rank dengan α 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan tugas perkembangan lanjut usia di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang sebagian besar kategori kurang 29 responden (67,4 %). Tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang hampir seluruhnya kategori tingkat stresnya normal 38 responden (88,37%). Hasil uji stastistik spearman rank p value = 0,04 dimana p value < α 0,05 sehingga H1 diterima.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang.
xii ABSTRACT
THE RELATIONSHIP OF DEVELOPMENTAL TASKS OF THE ELDERLY WITH STRESS LEVEL BASED ON THE ADAPTATION THEORY
OF CALISTA ROY
By:
ERVINA DWI ASTUTIK
(At Posyandu Elderly Penjalinan Backwoods Of Dukuh Klopo Village Jombang )
Increasing life expectancy and elderly population to be important issue because decreasing in body function is to adapt to stress coming from the environment so effect on healthy and sick, both physical and psychological attacks and disorder always common is psychological disorders. The purpose of the study research is analyze the relationship of developmental tasks of the elderly with stress level based on the theory of adaptation of Calista Roy at posyandu elderly penjalinan backwoods of dukuh klopo village jombang.
The research using type is analytical with cross sectional approach. The study population of all elderly at posyandu elderly amounted to 48 people with sample 43 people. The sampling technique using simple random sampling. Independent variable is an development of elderly and dependent variable is an level of stress. The research instrument used questionnaire sheet. Data processing editing, coding, scoring, tabulating and spearman rank statistical test with α 0,05.
The results showed the duty of the development of elderly most of the category less 29 respondents (67,4%). Levels of stress based adaptation theory Callista Roy at posyandu elderly penjalinan backwoods of dukuh klopo village jombang almost entirely the category of normal stress level 38 respondents (88.37%). Stastistic test results spearman rank p value = 0.04 where p value < α 0.05 so H1 accepted.
Conclusion from research is there relationship of developmental tasks of elderly with stress level based on adaptation theory Callista Roy at posyandu elderly penjalinan backwoods of dukuh klopo village jombang.
In conclusion there is a relationship of developmental tasks of elderly with stress level based on adaptation theory Callista Roy.
xiii
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM ... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
LEMBAR BEBAS PLAGIASI ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN... v
1.3 Tujuan penelitian ... 4
1.4 Manfaat penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan Calista Roy ... 6
2.2 Konsep Stres ... 13
2.3 Konsep lansia ... 19
2.4 Jurnal terkait ... 33
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka konseptual ... 36
3.2 Hipotesis ... 37
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian ... 38
4.2 Rancangan penelitian ... 38
4.3 Waktu dan tempat penelitian ... 39
4.4 Populasi, Sampel, Sampling ... 39
4.5 Kerangka kerja ... 40
4.6 Identifikasi variabel ... 42
4.7 Definisi operasional ... 42
4.8 Pengumpulan data ... 44
4.9 Pengolahan data dan analisa data ... 47
4.10 Etika penelitian ... 55
xiv
5.2 Pembahasan ... 65 BAB 6 PENUTUP
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.7 Definisi operasional hubungan tugas perkembangan lanjut usia
dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di
Posyandu Lansia Dusun Penjalinan DesaDukuh Klopo Jombang ... 43
Tabel 4.9 Kategori variabel tingkat stres ... 55
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo
Kabupaten Jombang... 58
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh
Klopo Kabupaten Jombang... 59
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Agama Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo
Kabupaten Jombang... 59
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Suku Bangsa Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh
Klopo Kabupaten Jombang... 59
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Di Posyandu
Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 60
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tinggal atau hidup Bersama Saat ini Di
Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten
Jombang ... 60
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
xvi
Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 61
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo
Kabupaten Jombang... 61
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Penghasilan atau Pemasukan Perbulan
Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo
Kabupaten Jombang... 61
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Kesehatan Saat ini Di Posyandu
Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 62
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Infeksi Di Posyandu
Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 62
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tugas
Perkembangan Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan
Desa Dukuh Klopo Kabupaten Jombang ... 63
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Stres
Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh Klopo
Kabupaten Jombang... 63
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Tugas Perkembangan Lanjut Usia Dengan
Tingkat Stres Di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Dukuh
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif Hamid dan Kusman (2017) ... 12
Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan tugas perkembangan lanjut usia
dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy ... 36
Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan tugas perkembangan lanjut usia
dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan ... 88
Lampiran 2 Surat Pernyataan Perpustakaan ... 89
Lampiran 3 Surat Pre Survey, Studi Pendahuluan dan Ijin Penelitian ... 90
Lampiran 4 Surat Dinas Kesehatan ... 91
Lampiran 5 Surat Bukti Pembayaran Penelitian ... 92
Lampiran 6 Surat UPTD Puskesmas Dukuh Klopo ... 93
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 94
Lampiran 8 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi ... 95
Lampiran 9 Surat Permohonan Calon Responden ... 100
Lampiran 10 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 101
Lampiran 11 Kisi-Kisi Kuesioner ... 102
Lampiran 12 Lembar Kuesioner ... 103
Lampiran 13 Tabulasi validitas dan reabilitas tugas perkembangan lanjut usia 108 Lampiran 14 Validitas tugas perkembangan lanjut usia ... 108
Lampiran 15 Reabilitas tugas perkembangan lanjut usia ... 115
Lampiran 16 Tabulasi karakteristik responden ... 116
Lampiran 17 Tabulasi tugas perkembangan lanjut usia dan tingkat stres ... 119
Lampiran 18 Deskriptif statistik karakteristik responden ... 130
Lampiran 19 Hasil uji statistik ... 136
Lampiran 20 Hasil tabulasi silang ... 137
xix
DAFTAR LAMBANG
1. % : prosentase
2. < : lebih kecil
3. ≥ : lebih dari sama dengan
4. ≤ : kurang dari sama dengan
5. = : sama dengan
6. σ : standart deviasi populasi
7. µ : mean teoritik
8. X : hasil prosentase
9. F : frekuensi hasil pencapaian
10. N : total seluruh observasi
11. : mempengaruhi
12. : tidak mempengaruhi
13. : tidak dteliti
14. : diteliti
15. rx1y : korelasi product MomentX1 dengan Y
16. p : signifikan
17. r : koefisien korelasi item-total
18. rx2y : korelasi product Moment X2 dengan Y
xx
DAFTAR SINGKATAN
1. DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
2. DASS : Depression Anxiety Stres Scale
3. BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
4. WHO : World Health Organization
5. Kemenkes : Kementrian Kesehatan
6. RI : Republik Indonesia
7. rDNA : Ribosomal Deoxyribo Nucleic Acid
8. UV : Ultra Violet
9. SOD : superoksida-dismutase
10. et al. : et alii/dan lain-lain
11. H1 : Hipotesis alternatif
12. STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
13. ICMe : Insan Cendekia Medika
14. Ha : Hektar
xxi
DAFTAR ISTILAH
1. Distress : stres yang bersifat negatif
2. Eustress : stres yang bersifat positif
3. Evolusi : perubahan-perubahan sifat yang terwariskan
4. Toksonomi : kecenderungan untuk kembali ke bentuk aslinya
5. feed-back : umpan balik
6. replikasi : proses penggandaan
7. akumulasi : penumpukan
8. Adaptif : respon positif
9. inefektif : respon negatif
10. Holistik : keseluruhan
11. Kontekstual : perhatian / fokus seseorang
12. Residual : sisa/tidak jelas
13. Integritas : konsisten
14. Regulator : pengontrol dengan melibatkan dari dalam tubuh
15. Kognator : pengontrol dengan melibatkan dari luar tubuh.
16. Persepsi : proses mental yang menghasilkan bayangan tentang obyek
17. Interdependensi : hubungan dengan orang lain
18. Hereditas : keturunan
19. Stressor : situasi yang tidak menyenangkan
20. Progresif : meningkat
21. self esteem : percaya diri
22. ego-strength : kekuatan ego
xxii
24. self devaluation : perasaan rendah diri
25. photoaging : sinar UV
26. degeneratif : proses penuaan
27. regeneratif : tumbuhnya kembali bagian tubuh yang rusak
28. lineliness : kesepian
1 1.1 Latar belakang
Peningkatan usia harapan hidup dan peningkatan populasi lansia
merupakan persoalan penting baik di negara maju maupun berkembang.
Keadaan ini berhubungan dengan proses degeneratif, dimana lanjut usia pada
umumnya mengalami berbagai penurunan fungsi tubuh. Salah satu tanda
penurunan fungsi tubuh yaitu beradaptasi dengan stres yang berasal dari
lingkungan (Muhith dan Sandu, 2016). Stressor yang banyak terjadi di Jawa
Timur karena masalah keuangan dan tidak mendapat perhatian dari keluarga.
Stressor yang tinggi maupun peristiwa yang tidak menyenangkan terus terjadi
pada lanjut usia berpengaruh besar pada proses sehat dan sakit, baik
menyerang fisik maupun psikis. Penyesuaian lanjut usia yang buruk yaitu
tidak dapat mengontrol emosi, hidup, berfikir negatif tentang kehidupannya
dan mengalami stres (Rahmawan et al., 2013). Seseorang yang mengalami
stres mengakibatkan virus atau bakteri cenderung memperbanyak diri dan
menyebabkan penyakit. Gangguan yang sering terjadi pada lanjut usia adalah
gangguan psikofisiologis, yaitu psikosomatis yang merupakan gangguan
kesehatan atau penyakit yang ditandai dengan keluhan fisik.
Menurut WHO populasi lanjut usia di Asia Tenggara sebesar 8 % atau
sekitar 142 juta jiwa. Tahun 2020 diperkirakan jumlahnya mencapai
28.800.000 (11, 34 %) (Kemenkes RI, 2017). Populasi di Indonesia diprediksi
lebih tinggi dari populasi lanjut usia di dunia setelah Tahun 2100 (Kemenkes
Jombang pada Tahun 2016 berjumlah 234 orang. Seluruh Lansia Di Dusun
Penjalinan Desa Dukuh Klopo Jombang mulai dari usia 65 tahun sampai 70
tahun ke atas berjumlah 40 orang. Dari hasil analisa data penelitian Seke et
al., (2016) yang dilakukan di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah
Kecamatan Mapanget Kota Manado dari 50 responden menujukkan bahwa
responden dengan kejadian stres dan hipertensi berjumlah 38 responden
92,7%. Berdasarkan studi pendahuluan hasil wawancara dengan kader yang
dilakukan oleh peneliti pada Maret 2018 di Posyandu Lansia Dusun
Penjalinan Desa Dukuh Klopo. Lanjut usia di sana mayoritas janda dengan
jumlah 30 orang. Lansia disana yang mengalami stres berjumlah 17 orang
yang ditandai dengan keluhan fisik.
Menurut Bandiyah (2009) menjelaskan bahwa mitos lanjut usia tentang
ketenangan dan kedamaian yaitu lanjut usia dapat menikmati kerja dan jerih
payahnya di masa muda dan dewasanya dengan santai serta lansia berhasil
melewati kehidupan tanpa berbagai persoalan atau masalah. Lanjut usia
menghadapi berbagai banyak persoalan seperti kematian orang tua, anak
terakhir meninggalkan rumah orang tuanya, menjadi kakek nenek,
mempersiapkan diri untuk pensiun dan pensiun (Santrock, 2012). Persoalan
merupakan stressor yang mempengaruhi terjadinya stres (Muhith dan Sandu,
2016). Ketika seseorang mengalami stres secara normal tubuh akan berespon
melepas hormon yang ada dalam tubuh. Hormon yang sangat berkaitan
dengan stres yang memiliki pengaruh terhadap sejumlah penyakit yaitu
hormon kortisol (Santrock, 2012). Lanjut usia yang mengalami stres, level
penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes dan hipertensi (Santrock, 2012).
Stres yang terus menerus menyebabkan kondisi distress – reaksi stres negatif.
Lanjut usia dalam proses saat ini harus dapat menjalankan tugas
perkembangannya terhadap perubahan yang terjadi. Persoalan-persoalan yang
terjadi pada lanjut usia merupakan stressor yang memengaruhi terjadinya
stres. Menurut Rahmawan et al., (2013) penyesuaian diri yang baik ditandai
dengan lanjut usia yang sehat, aktif dalam lingkungan, berpendidikan baik,
relasi sosial yang baik dalam keluarga maupun teman sebaya dan merasa
puas dengan kehidupan yang sebelumnya sedangkan penyelesaian individu
yang buruk mengakibatkan lanjut usia tidak dapat mengontrol emosinya,
berfikir negatif tentang kehidupannya, mengalami stres, serta mengalami
tekanan dan konflik dalam kehidupanya. Lanjut usia harus dapat menghadapi
stressor dengan empat mode Adaptif teori Calista Roy, yaitu dapat
berinteraksi dengan lingkungannya melalui proses-proses fisiologis, dapat
mengetahui siapa dirinya dan bagaimana bertindak dalam kehidupan
masyarakat dengan, dengan posisi tertentu lanjut usia dapat berperilaku
terhadap orang lain sesuai dengan posisinya masing-masing, dan dapat
memberi dan menerima cinta, rasa hormat serta pendukung sosial agar tidak
mengalami stres. Menurut Lukluk dan Siti (2011) lanjut usia juga harus
memiliki rasa percaya diri, sikap teliti, kerja keras, ego yang sehat, humor
dan agama.
Berdasar latar belakang fenomena di atas, peneliti ingin melakukan
pada lanjut usia di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Kukuh Klopo
Kabupaten Jombang.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalahnya adalah
“Apakah ada hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat stres
berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun Penjalinan
Desa Kukuh Klopo Kabupaten Jombang ?”. 1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan tingkat
stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia Dusun
Penjalinan Desa Kukuh Klopo Kabupaten Jombang.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi tugas perkembangan lanjut usia di Posyandu Lansia
Dusun Penjalinan Desa Kukuh Klopo Kabupaten Jombang.
2. Mengidentifikasi tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di
Posyandu Lansia Dusun Penjalinan Desa Kukuh Klopo Kabupaten
Jombang.
3. Menganalisis hubungan tugas perkembangan lanjut usia dengan
tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy di Posyandu Lansia
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis
Sebagai masukan mata kuliah komunitas terutama tentang gerontik tugas
perkembangan lanjut usia berbasis teori adaptasi Calista Roy di dalam
keluarga dan masyarakat.
1.4.2 Manfaat praktis
Bagi posyandu lansia, diharapkan pelayanan di posyandu lebih
berkualitas. Bidan dan kader posyandu diharapkan selalu mengingatkan
lanjut usia pada tugas perkembangan lanjut usia saat ini pada keluarga
maupun masyarakat sehingga meminimalkan terjadinya stres pada lanjut
usia yang mengakibatkan terjadinya penyakit.
Bagi lanjut usia, diharapkan para lanjut usia dapat menjalankan tugas
perkembangan lanjut lansia baik di keluarga dan masyarakat sehingga
meminimalkan meminimalkan terjadinya stres pada lanjut usia yang
6 2.1 Keperawatan Callista Roy
2.2.1 Teori adaptasi Callista Roy
Model adaptasi Roy merupakan suatu teori yang diturunkan dari
teori sebelumnya, diantara teori Harry Helson mengenai psikofisika yang
diperluas menjadi ilmu sosial dan perilaku (Hamid dan Kusman, 2017).
Proses adaptasi menurut teori adaptasi Helson, adaptasi merupakan fungsi
dari stimulus yang datang dan tingkat adaptif. Stimulus menurut Roy
adalah faktor pencetus respon, stimulus dapat muncul dari lingkungan
internal maupun eksternal.
Roy (Hamid dan Kusman, 2017) menyatakan bahwa tujuan dari
keperawatan adalah meningkatkan adaptasi individu dan kelompok pada
keempat mode adaptif, sehinggal dapat berkontribusi pada kesehatan,
kualitas hidup dan meninggal dengan terhormat.
Roy (Hamid dan Kusman, 2017) menyatakan bahwa manusia
merupakan sistem holistik dan adaptif. Sistem manusia meliputi manusia
sebagai individu atau kelompok, termasuk keluarga, organisasi, komunitas,
dan masyarakat sebagai satu keseluruhan. Sistem manusia memiliki
kemampuan berpikir dan merasakan, yang berawal dari kesadaran dan
makna, dimana keduanya menyesuaikan diri secara efektif terhadap
perubahan lingkungan dan akhirnya juga akan mempengaruhi lingkungan
Kesehatan merupakan status dan proses ada atau menjadi seseorang
yang utuh dan menyeluruh. Andrews & Roy (Hamid dan Kusman, 2017)
menyatakan bahwa kesehatan mencerminkan adaptasi, yaitu interaksi
antara orang dan lingkungannya. Riehl & Roy (Hamid dan Kusman, 2017)
menyatakan bahwa kesehatan dan penyakit merupakan satu dimensi yang
tidak dapat dihindari, dapat saling berdampingan dan dari pengalaman
hidup seseorang. Jika mekanisme koping tidak efektif, maka penyakit akan
muncul.
Roy (Hamid dan Kusman, 2017) menyatakan bahwa lingkungan
adalah semua kondisi, keadaan, dan berdampak pada perkembangan dan
perilaku seseorang atau kelompok, dengan pertimbangan khusus pada
hubungan timbal antara manusia dan sumber-sumber bumi yang meliputi
stimulus fokal, kontekstual dan residual. Manusia mengalami stimulus
lingkungan secara terus-menerus, kemudian manusia memberikan respon
dan terjadi proses adaptasi. Respon ini dapat brupa adaptif atau inefektif.
Respon adaptif ini meningkatkan integritas seseorang yang akan
membawanya menuju sehat, sedangkan respon inefektif akan mengarah
pada gangguan integritas seseorang.
2.2.2 Input
Menurut Hamid dan Kusman (2017) input yaitu tingkat adaptasi
merupakan gabungan dari tiga kelas stimulus berikut ini:
1. Stimulus fokal
Stimulus internal atau eksternal bagi sistem manusia yang muncul
2. Stimulus kontekstual
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan stimulus yang
muncul pada situasi yang turut menjadi akibat dari stimulus fokal.
Stimulus konstektual merupakan semua faktor lingkungan yang muncul
bagi seseorang dari dalam atau dari sesuatu yang bukan pusat perhatian
atau energi orang tersebut .
3. Stimulus residual
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan stimulus
residual merupakan faktor lingkungan dari dalam maupun luar sistem
manusia yang memiliki dampak tidak jelas pada situasi saat ini.
2.2.3 Proses kontrol
Mekanisme koping
Mekanisme koping dalam individu dibagi dua yaitu mekanisme
koping instrinstik dan mekanisme koping yang di dapat. Mekanisme
koping instrinstik merupakan mekanisme yang didapat secara genetik atau
dari dalam tubuh individu, otomatis dan individu tidak perlu berfikir untuk
menggunakan cara-cara tersebut. Sedangkan mekanisme koping yang
didapat, dikembangkan melalu strategi-strategi tertentu misalnya belajar.
Pengalaman yang dihadapi selama hidup akan membentuk respon tertentu
terhadap stimulus. Roy memandang regulator dan kognator sebagai
1. Subsistem regulator
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa
subsistem regulator merupakan proses koping utama yang melibatkan
sistem saraf, kimiawi dan hormonal.
2. Subsistem Kognator
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) bahwa mengatakan
subsistem kognator merupakan proses koping yang melibatkan empat
saluran kognitif-emosi: proses persepsi dan informasi, belajar, menilai
dan emosi.
2.2.4 Efektor
Menurut Hamid dan Kusman (2017) empat mode adaptif dari dua
subsistem dalam model Roy memberikan bentuk atau manifestasi dari
aktivitas kognator dan regulator. Respon terhadap stimulus dilakukan
melalui empat mode adaptif. Efektor terdiri dari empat mode adaptif,
antara lain :
1. Mode fisiologis-fisik
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa
mode ini berhubungan dengan proses fisik dan kimia yang terlibat
dalam fungsi dan aktivitas organisme hidup. Lima kebutuhan yang
diidentifikasi dalam mode fisiologis-fisik berhubungan dengan
kebutuhan dasar integritas fisiologis yaitu (1) oksigen, (2) nutrisi, (3)
eliminasi, (4) aktivitas dan istirahat, (5) perlindungan. Mode fisik
dalam hubungan adaptasi dengan sumber-sumber operasional dasar,
peserta, fasilitas fisik dan sumber fiskal (Hamid dan Kusman, 2017).
2. Mode identitas konsep diri-kelompok
Hamid dan Kusman (2017) menyatakan bahwa mode ini
merupakan satu dari tiga mode psikososial yang berfokus pada aspek
psikologis dan spiritual sistem manusia. Roy & Andrews mengatakan
bahwa konsep diri merupakan sekumpulan kepercayaan dan perasaan
tentang diri sendiri pada waktu tertentu yang terbentuk dari persepsi
internal dan persepsi dari reaksi orang lain. Komponen konsep diri
terdiri dari (1) fisik diri yaitu sensai dan citra tubuh, (2) personal diri
yaitu konsistensi diri, ideal diri atau harapan diri dan
moral-etik-spiritual diri.
Roy & Andrews(Hamid dan Kusman, 2017) mengatakanbahwa
mode identitas kelompok terbentuk dari hubungan interpersonal, citra
diri kelompok, lingkungan sosial dan budaya.
3. Mode fungsi peran
Hill & Roberts (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa
mode inisatu atau dua mode sosial yang fokus pada peran seseorang di
masyarakat. Kebutuhan dasar yang mendasari mode fungsi peran yaitu
integritas sosial. Hal ini untuk mengetahui bahwa seseorang memiliki
suatu hubungan dengan orang lain sehingga orang itu bertindak
berdasarkan hubungan tersebut.
Setiap individu memiliki peran primer, sekunder dan tersier.
dalam periode tertentu. Andrews mengatakan bahwa peran primer
bergantung pada umur, jenis kelamin dan tahap perkembangan,
misalnya perempuan dewasa usia subur. Andrews mengatakan bahwa
peran sekunder merupakan peran yang perlu dilakukan untuk
melengkapi tugas tahap perkembangan individu serta tugas dari peran
primer, misalnya sebagai seorang istri, ibu dan guru. Peran tersier
berhubungan dengan peran sekunder dan mewakili cara individu untuk
dapat memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan perannya.
Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa peran tersier
biasanya bersifat sementara, dapat dipilih secara bebas oleh individu
dan bisa mencakup aktivitas seperti hobi atau klub, misalnya peran ibu
mungkin termasuk peran sebagai ketua perkumpulan orang tua siswa
dan guru dalam periode tertentu.
4. Mode interdependensi
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa
mode ini berfokus pada hubungan yang erat dari orang-orang (secara
individu maupun kolektif), tujuan, struktur serta perkembangan mereka.
Hubungan interdepensi melibatkan keinginan dan kemauan untuk
memberi dan menerima satu sama lain aspek semacam rasa cinta, rasa
hormat, merawat, pengetahuan, keterampilan, komitmen, kepemilikan
barang, waktu dan bakat. Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017)
mengatakan bahwa kebutuhan dasar dari mode ini diistilahkan sebagai
integritas hubungan. Hubungan yang pertama dengan orang terdekat,
Hubungan yang kedua yaitu dengan sistem pendukung. Sistem
pendukungnya yaitu orang lain yang berkontribusi terhadap pemenuhan
kebutuhan independensi.
Roy & Andrews (Hamid dan Kusman, 2017) mengatakan bahwa
dua area utama perilaku interdependensi diidentifikasi sebagai perilaku
reseptif dan perilaku kontributif. Perilaku ini berlaku pada perilaku
menerima dan memberikan cinta, rasa hormat, dan nilai di dalam
hubungan saling ketergantungan.
2.2.5 Output
Menurut Hamid dan Kusman (2017) output terdiri dari dua, yaitu :
1. Respon adaptif
Roy & Andrews mengatakan bahwa respon ini merupakan respon yang
meningkatkan integritas dalam mencapai tujuan sistem manusia.
2. Respon inefektif
Roy & Andrews mengatakan bahwa respon ini merupakan respon yang
tidak turut meningkatkan integritas dalam mencapai tujuan sistem
manusia.
2.2.6 Model Roy berfokus pada konsep adaptasi manusia
Input Proses kontrol Efektor Output
Umpan balik
Gambar 2.1 Manusia sebagai sistem adaptif Hamid dan Kusman (2017).
2.2 Konsep Stres 2.2.1 Pengertian stres
H. Handoko (Lukluk dan Siti, 2011) stres adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengarui emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Sedangkan menurut Lukluk dan Siti (2011) stres merupakan
penyesuaian individu akibat dari faktor faktor luar (lingkungan) atau
peristiwa yang mempengaruhi psikologis atau fisik berlebihan. Muhith dan
Sandu (2016) menyatakan bahwa gangguan psikofisiologis sering
dijumpai di masyarakat yaitu psikosomatis. Psikosomatis merupakan
gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai dengan berbagai macam
keluhan fisik.
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi stres
Sumber dan macam-macam stressor menurut Lukluk dan Siti (2011),
antara lain:
1. Kondisi biologis : berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan
kerusakan organ biologis, malnutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi
biologis yang kontinyu.
2. Kondisi psikologis
a. Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan kehidupan
modern.
b. Berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau perasaan rendah
diri (self devaluation) seperti kegagalan mencapai sesuatu yang
c. Berbagai keadaan kehilangan seperti posisi, keuangan, kawan, atau
pasangan hidup yang sangat dicintai.
d. Berbagai kondisi perasaan bersalah terutama yang menyangkut kode
moral etika yang dijunjung tinggi tetapi gagal dilaksanakan.
3. Kondisi sosio kultural
a. Berbagai fluktuasi ekonomi dan segala akibatnya (menciutnya
anggaran rumah tangga, pengangguran dan lain-lain.
b. Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik, kekecewaan dan
sebagainya.
c. Persaingan yang keras dan tidak sehat.
2.2.3 Jenis stres
Jenis stres menurut Schafer (Suparni dan Reni, 2016) mengatakan bahwa
stres dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Eustress
Jenis stres yang netral dan tidak merugikan.
2. Distress
Distres ini bisa terjadi saat terlalu besar atau terlalu kecil, tuntutan
yang diterima. Sintomdistres dapat berupa kurangnya daya konsentrasi,
gemetar pada tangan, sakit punggung, cemas, gugup, depresi, mudah
marah, cara bicara dipercepat. Distres mengarah pada dua jenis yaitu
fisik dan psikis. Hal ini ditandai dengan sakit kepala, randang sendi,
tekanan darah tinggi, penyakit kulit kronis, radang lambung, radang
3. Positive stres
Jenis stres ini dapat membantu mengerjakan hal-hal tertentu, contohnya
membantu mendorong seseorang untuk mengerjakan tugas dalam
waktu yang terbatas.
2.2.4 Tahapan stres
Tahapan stres menurut Van Amberg (Suparni dan Reni, 2016) mengatakan
bahwa tahapan stres dibagi menjadi 6 antara lain :
1. Tahap pertama
Tahap ini, tahapan stres ringan yang ditandai semangat kerja yang
besar, penglihatan tajam tidak seperti umumnya, merasa mampu
menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, merasa senang
dengan pekerjaannya tetapi kemampuan yang dimilki berkurang.
2. Tahapan kedua
Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut,
adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar,
terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering
mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung
berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin
tegang dan tidak bisa santai.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti
pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar
tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,
malam dan sukar kembali tidur, terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.
4. Tahap keempat
Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan
yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap
situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara
adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya
gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah,
kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya
perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.
5. Tahap kelima
Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak
mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan
pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan
kecemasan semakin meningkat.
6. Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan
perasaan takut mati dengan ditemukan seperti detak jantung semakin
keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat,
kemungkinan bisa terjadi kolaps atau pingsan.
2.2.5 Tingkat stres
Stres dalam individu memiliki tingkatan, menurut priyoto (Fatonah, 2017)
tingkatan stres dibagi menjadi 3, yaitu :
Stres ini biasanya berlangsung beberapa menit atau beberapa jam
saja. Stressor ringan biasanya belum muncul gejala. Ciri-cirinya
semangat meningkat, penglihatan tajam, energi meningkat namun
cadangan energinya menurun, sering merasa letih tanpa sebab. Stres
ringan berguna karena dapat memicu seseorang untuk berpikir dan
berusaha lebih tangguh menghadapi tantangan hidup.
2. Stres sedang
Stres ini berlangsung lebih lama sampai beberapa hari. Hal ini
bisa dikarenakan situasi perselisihan yang tidak terselesaikan dengan
rekan, anak sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga
merupakan suatu penyebab dari stres. Ciri-cirinya yaitu sakit perut,
mules, otot-otot terasa tegang, gangguan tidur.
3. Stres berat
Stres ini berlangsung lama bisa beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Stres yang terjadi dapat disebabkan oleh perselisihan
perkawinan secara terus menerus, kesulitan finansial yang berlangsung
lama, berpisah dengan anggota keluarganya, berpindah tempat tinggal,
mempunyai penyakit kronis, perubahan fisik, perubahan psikologis, dan
perubahan sosial pada lanjut usia. Semakin sering dan semakin lama
stres, hal ini semakin berisiko timbulnya masalah kesehatan. Stres yang
berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan
tugas perkembangan. Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktifitas,
yang tidak jelas, keletihan meningkat, tidak mampu melakukan
pekerjaan sederhana, perasaan takut yang meningkat.
2.2.6 Gejala stres
Stres menurut Lukluk dan Siti (2011) dapat ditunjukkan dengan berbagai
macam gejala. Gejala yang muncul pada seseorang antara lain: mudah
tersinggung dan marah kepada teman, keluarga dan orang-orang yang ada
didekatnya, melakukan tindakan secara agresif dan defensive, mudah
lelah, sulit konsentrasi dan mudah lupa, jantung berdebar-debar atau
palpitasi, ketegangan otot, sakit kepala, sakit perut dan diare, hipertensi
dan serangan jantung, nafsu makan hilang atau terlalu banyak makan,
insomnia, migren, sakit maag, serangan asma yang semakin berat.
2.2.7 Cara mencegah stres
Lukluk dan Siti (2011) menyatakan bahwa cara mencegah atau membekali
diri agar tidak mudah terkena stres antara lain :
1. Memiliki dan meningkatkan self esteem atau rasa percaya diri.
2. Memiliki sikap teliti dan kerja keras.
3. Memiliki tingkat ego-strength yang sehat.
4. Rasa humor dan easy going.
5. Agama (iman dan ritual)
2.2.8 Cara mengukur tingkat stres
Tingkatan stres merupakan hasil penilaian terhadap berat ringannya
stres yang dialami oleh seseorang atau individu (Pranata, 2016). Tingkatan
stres menurut lavibond & Lavibond dapat diukur menggunakan
merupakan penilaian terhadap subjektifitas emosional negatif dari depresi,
cemas dan stres yang muncul dari ndividu. Instrumen ini terdiri dari 42
pertanyaan dengan 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan
perilaku (Pranata, 2016). Jenis keadaan emosional terdiri dari 14
pertanyaan tentang stres. Setiap pertanyaan memilki skor 0-3.
Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi dalam lima jenjang
untuk terhindar dari kesalahan. Interprestasinya menurut Psychology
Foundation of Australia yaitu normal, ringan, berat dan sangat berat
(Soepha, 2017).
Alat ukur ini terdiri 14 item pertanyaan yang masing-masing dinilai
sesuai integritas kejadian, hal ini aspek penilaian stres yang diambil
peneliti dari Nursalam (2014) terdapat pada nomor 1, 6, 8, 12, 14, 18, 22,
27, 29, 33, 35, 39. Nilai dalam tingkatan ini adalah 0-14 (normal), 15-18
(ringan), 19-25 (sedang), 26-33 (berat), lebih dari 33 (sangat berat).
Penilaian ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu mudah marah, reaksi
berlebih, sulit rileks, tidak sabaran, mudah tegang dan gelisah (Soepha,
2017).
2.3 Konsep lanjut usia
2.3.1 Pengertian menua
Menurut Constantanides menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
setiap individu yang harus dijalani, namun seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi proses penuaan dapat diperlambat atau dicegah
(Muhith dan Sandu, 2016).
2.3.2 Faktor-faktor yang memengaruhi proses menua
Bandiyah (Muhith dan Sandu, 2016) mengatakan bahwa penuaan
terjadi secara fisiologis dan patologis. Faktor yang mempengaruhi proses
menua, antara lain :
1. Hereditas atau genetik
Kematian sel yang ada di tubuh dikaitkan dengan peran DNA yang
penting dalam mekanisme pengendalian fungsi sel. Secara genetik,
perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X sedangkan laki-laki
satu kromosom X. Hal ini menyebabkan perempuan berumur lebih
panjang daripada laki-laki karena perbedaan jumlah kromosom yang
membawa proses kehidupan.
2. Nutrisi atau makanan
Makanan atau asupan nutrisi yang berlebihan maupun kurang, hal ini
dapat menganggu keseimbangan reaksi kekebalan tubuh.
3. Status kesehatan
Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan penuaan, sebenarnya
bukan disebabkan dari faktor luar yang berlangsung tetap dan
berkepanjangan.
4. Pengalaman hidup, seperti seperti terkena paparan sinar matahari,
5. Lingkungan dapat mempengaruhi proses menua. Proses menua secara
biologik berlangsung secara alami dan tidak dapat dihindari.
6. Stres dapat mempengaruhi proses menua akibat tekanan kehidupan
sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan atau masyarakat yang
tercemin dalm bentuk gaya hidup akan berpengaruh terhadap proses
penuaan.
2.3.3 Teori-teori proses menua
Menurut Sheiera Saul secara individual tahap proses menua
terjadi pada orang dengan usia berbeda-beda. Masing-masing lanjut
usia mempunyai kebiasaan yang berbeda sehingga tidak ada satu faktor
pun ditemukan untuk mencegah proses menua. Teori-teori itu dapat
digolongkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok teori biologis dan
teori kejiwaan sosial (Muhith dan Sandu, 2016).
1. Teori biologi
Teori yang mempelajari kehidupan dan organisme hidup, termasuk
struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi, persebaran dan toksonomi
kehidupanya, teori biologis diantaranya :
a. Teori genetik dan mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut Hayflick menua telah terprogram secara genetik
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul atau
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi (Muhith
b. Teori interaksi seluler
Menurut Berger bahwa sel-sel yang saling berinteraksi satu
sama lain dan memengaruhi keadaan tubuh akan baik-baik saja
selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi,
bila tidak lagi demikian maka akan terjadi kegagalan mekanisme
feed-back di mana lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi
(Muhith dan Sandu, 2016).
c. Teori replikasi DNA
Menurut Cunningham teori ini mengemukakan bahwa
proses penuaan merupakan akibat akumulasi bertahap kesalahan
dalam masa replikasi DNA sehingga terjadi kematian sel.
Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan
replikasi ribosomal DNA (rDNA) dan mempengaruhi masa hidup
sel (Muhith dan Sandu, 2016).
d. Teori ikatan silang
Menurut Yaar & Gilchrest proses penuaan merupakan
akibat dari terjadinya ikatan silang yang progresif antara
protein-protein intraselular dan interselular serabut kolagen. Ikatan silang
meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini
mengakibatkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen di
membran basalis atau disubstansi dasar jaringan penyambung.
Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan fungsi organ (Muhith
e. Teori radikal bebas
Cunningham (Muhith dan Sandu, 2016) teori radikal bebas
dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme
proses penuaan. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam
tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga
tidak stabil dan reaktif hebat.Sebelum memiliki pasangan, radikal
bebas akan terus menerus menghantam sel-sel tubuh guna
mendapatkan pasangannya, termasuk menyerang sel-sel tubuh
yang normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus
radikal bebas (hydroxyl, superoxide, hydrogenperoxide, dan
sebagainya) akibat terjadinya otoksidasi dari molekul intraselular
karena pengaruh sinar UV.Radikal bebas ini akan merusak enzim
superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi mempertahankan
fungsi sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi rusak. Proses
penuaan pada kulit yang dipicu oleh sinar UV (photoaging)
merupakan salah satu bentuk implementasi dari teori ini.
f. Reaksi dari kekebalan sendiri
Menurut Goldteris & Brocklehurst di dalam proses
metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit (Muhith dan
Sandu, 2016).
Teori kejiwaan sosial melihat bagaimana sikap, keyakinan dan
perilaku lansia. Berikut ini beberapa teori kejiwaan :
a. Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)
Menurut Maslow mengatakan bahwa para usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial
dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
(Muhith dan Sandu, 2016).
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Menurut Kuntjono dasar kepribadian atau tingkah laku tidak
berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori
diatas. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
kepribadian yang dimilikinya (Muhith dan Sandu, 2016).
c. Teori pembebasan (Didengagemet Theory)
Cumming & Henry (Bandiyah, 2009) menyatakan
bertambah usia seseorang, maka seseorang akan melepas diri dari
kehidupan sosial atau menarik dan dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun
baik secara kualitas maupun kuantitas (Muhith dan Sandu, 2016)..
d. Teori subkultural
Menurut Rose lansia merupakan kelompok memiliki yang
tersendiri sehingga dapat digolongkan sebagai subkultur (Muhith
dan Sandu, 2016).
e. Teori strati kasi usia
Menurut Riley teori ini menerangkan adanya saling
ketergantungan antara usia dengan struktur sosial yang dapat
dijelaskan sebagai berikut; orang-orang tumbuh dewasa bersama
masyarakat dalam bentuk kohor dalam artian sosial, biologis dan
psikologis. Kohor muncul dan masing-masing kohor memiliki
pengalaman dan selera tersendiri. Suatu masyarakat dibagi ke
dalam beberapa strata sesuai dengan lapisan usia dan peran.
Begitupula individu dan perannya dalam masing-masing strata,
terdapat saling keterkaitan antara penuaan individu dengan
perubahan sosial (Muhith dan Sandu, 2016)..
f. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan
Menurut lawton ada hubungan antara kompetensi individu
dengan lingkungannya. Kompetensi ini merupakan ciri fungsional
individu, antara lain kekuatan ego, keterampilan motorik,
kesehatan biologis, kapasitas kognitif dan fungsi sensorik.
Adapun lingkungan yang dimaksud adalah mengenai potensinya
dalam menimbulkan respons perilaku dari seseorang, bahwa
untuk tingkat kompetensi seseorang terdapat suatu tingkatan
suasana atau tekanan lingkungan tertentu yang menguntungkan
baginya. Orang yang kompetensi rendah hanya bertahan tekanan
gangguan atau kecacatan, maka tekanan lingkungan dirasakan
semakin besar (Noorkasiani, 2009).
2.3.4 Pengertian lanjut usia
Lansia menurut Pudjiastuti (Muhith dan Sandu, 2016) lansia
bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia menurut BKKBN (Muhith
dan Sandu, 2016) adalah individu yang berusia di atas 60 Tahun, pada
umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologis, sosial, ekonomi.
2.3.5 Klasifikasi lansia
Menurut Depkes RI (Kholifah, 2016) menjelaskan bahwa lanjut usia
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
1. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
3. Usia lanjut berisiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke
atas dengan masalah kesehatan.
Prof. Dr. Koesoemanto setyonegoro (Padila, 2013) mengatakan bahwa
pembagian usia lanjut antara lain sebagai berikut:
1. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun.
2. Usia dewasa penuh (Midlle years) atau maturitas usia 25–60/65 tahun.
3. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas:
b. Old (usia 75-80 tahun)
c. Very old (usia > 80 tahun)
2.3.6 Ciri-ciri lanjut usia
Menurut Kholifah (2016) lansia memiliki ciri-ciri dalam kehidupan.
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemuduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lanjut usia yang memiliki
motivasi rendah dalam melakukan aktivitas atau kegiatan, maka
akan mempercepat proses kemunduran fisik, tetapi ada juga lanjut
usia yang memiliki motivasi tinggi, maka kemunduran akan terjadi
lebih lambat.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif (Kholifah,
2016).
3. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lanjut usia menduduki
jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lanjut usia sebagai ketua RW
karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Misalnya lanjut usia yang tinggal bersama keluarga sering
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang dapat menyebabkan lanjut
usia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri rendah.
2.3.7 Perkembangan lanjut usia
Menurut Kholifah (2016) tahap perkembangan lanjut usia dimulai
dari 60 Tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap
akhir dari proses penuaan. Masa tua merupakan masa hidup manusia
yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan
merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada
kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan
tubuh lainnya. Dengan kemapuan regeneratif yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan
dibandingkan dengan orang dewasalain. Faktor yang mempengaruhi
perkembangan yaitu keturunan, lingkungan, kematangan (kesiapan
individu menguasai ketrampilan baru), keluarga, status sosial dan
ekonomi (penghasilan, pendidikan, pekerjaan, kemiskinan), Budaya
(adat, tradisi, nilai-nilai, bahasa), Ras/suku (leluhur, bangsa, agama,
bahasa, yang membentuk identitas diri) (Hanas, 2014).
2.3.8 Perubahan-perubahan yang terjadi pada diri lanjut usia
Menurut Kholifah (2016) semakin bertambahnya usia seseorang,
terjadi proses penuaan secara degeneratif akan berdampak pada
perubahan diri individu.
A.Perubahan fisik
Perubahan fisik terjadi pada sistem tubuh, yaitu sistem pendengaran,
integumen, Muskuloskeletal, Kardiovaskuler, respirasi, pencernaan
dan metabolisme, perkemihan, saraf dan reproduksi.
B.Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi makin lambat.
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa
pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya. Kenyataan ada
menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh
terhadap pensiun (pasrah). Sikap lanjut usia tadi dapat berdampak
positif dan negatif terhadap kehidupannya. Dampak positif lebih
menentramkan diri dan dampak negatifnya akan menganggu
kesejahteraan hidupnya.
D.Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan bahkan kecacatan pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan.
2.3.9 Masalah yang terjadi pada lanjut usia
Menurut Kholifah (2016) lanjut usia mengalami perubahan pada
kehidupannya, sehingga menimbulkan permasalahan. Permasalahan
1. Masalah fisik
Masalah yang dihadapi lansia adalah fisik yang mulai melemah,
sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang
cukup berat, indra penglihatan yang mulai kabur, indra pendengaran
yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun,
sehingga sering sakit.
2. Masalah kognitif (intelektual)
Masalah yang dihadapi oleh lansia terkait dengan perkembangan
kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal
(pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah emosional
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan emosional,
adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga
tingkat perhatian lansia kepada keluarga sangat kuat, sehingga
tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain
itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai
dengan kehendak pribadi dan sering tres akibat masalah ekonomi
yang kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spriritual,
adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang
mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota
keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika
2.3.10 Tugas perkembangan lanjut usia
Tugas perkembangan adalah tahapan yang harus dilalui (Putri,
2015). Menurut Erikson, kesiapan lanjut usia untuk beradaptasi atau
menyesuaiakan diri dengan perkembangannya dipengaruhi oleh proses
tumbuh kembang tahap sebelumnya. Menurut Dewi (2014) tugas
perkembangan pada lanjut usia antara lain :
1. Mempersiapkan diri terhadap terjadinya penurunan pada pada
kondisi lanjut usia.
2. Persiapan pensiun/berkurangnya penghasilan.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya.
4. Mempersiapkan untuk kehidupan yang baru/pengaturan kehidupan
fisik yang yang memuaskan.
5. Melakukan penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial/masyarakat
secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya.
2.3.11 Pengukuran tugas perkembangan lanjut usia
Skala yang digunakan skala likert. Skala likert ialah skala yang
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang
suatu gejala atau fenomena tertentu (Riyanto, 2011).
Pernyataan positif :
Sering : 4
Kadang-kadang : 3
Jarang sekali : 2
Pernyataan negatif :
Sering : 1
Kadang-kadang : 2
Jarang sekali : 3
Tidak pernah : 4
(Riyanto, 2011)
Kriteria:
Baik : > 80 %
Cukup : 60-80%
Kurang : 60 %
(Putri, 2015)
2.4 Jurnal terkait
Penelitian yang dilakukan Putri (2015) dengan judul “Pengaruh
motivasi, aktivitas dan pemenuhan tugas perkembangan terhadap kepuasan
hidup lansia duda dan janda” dengan metode cross sectional study tujuh per
sepuluh duda memiliki tugas perkembangan terkategori sedang dan kurang
dari sepuluh lansia janda (40,0 %) tugas perkembangan terkategori rendah.
Pemenuhan tugas perkembangan lansia duda lebih baik dari janda. Menurut
Hurlock (Putri, 2015) lansia mengalami kesulitan dalam perbaikan dan
perubahan peran yang dilakukan setelah kehilangan pasangan dan lansia
kesulitan untuk mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang
menghabiskan sebagian besar waktu kala lansia masih muda.
Penelitian Khotimah et al. (2006) yang berjudul “Hubungan Antara
Kelurahan Jebres Surakarta” penelitian ini menggunakan metode penelitian
korelasi kuantitatif. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri pada lansia (rx1y
= 0,454, p < 0,05) dan ada hubungan positif yang signifikan antara toleransi
terhadap stres dengan penyesuaian diri pada lansia (rx2y = 0,310, p < 0,05).
Hasil penelitian Windarsih et al., (2017) yang berjudul “Hubungan Antara Stres Dan Tingkat Sosial Ekonomi Terhadap Hipertensi”ada
hubungan antara stres lanjut usia dan tingkat sosial ekonomi dengan kejadian
hipertensi, hasil analisa regresi diketahui nilai R sebesar 0,501. Harga R2 (R
Square) sebesar 0,251 atau 25,1 % ini menunjukkan presentase sumbangan
variabel lansia dan tingkat sosial ekonomi terhadap variabel kejadian
hipertensi sebesar 25,1 % sedangkan sisanya sebesar 74,9 % dipengaruhi oleh
variabel lain.
Penelitian yang dilakukan Harapan et al., (2013) yang berjudul “Studi
Fenomenologi Persepsi Lansia Dalam mempersiapkan diri Menghadapi
Kematian” dengan metode penelitian kualitatif. Lansia mempersiapkan
kematian yaitu dengan beribadah kepada Tuhan. Proses yang diharapkan
lansia dalam menghadapi kematian dibagi menjadi 3 subtema, yaitu yaitu
kondisi yang diharapkan dalam menghadapi kematian, tempat yang
diharapkan dalam menghadapi kematian dan dukungan yang dibutuhkan
dalam proses menghadapi kematian.
Hasil penelitian Melati et al., (2012) dengan desain penelitian analitik
Dengan Lansia Yang Tinggal Di Tengah Keluarga” mayoritas lansia yang
tinggal di keluarga memiliki konsep diri yang positif. Perubahan konsep diri
berhubungan dengan penyesuaian lansia akibat terjadinya proses menua
dengan perbedaan persepsi di setiap individu.
Hasil penelitian Ermayanti dan Sri (2007) yang berjudul “Hubungan
Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian Diri Pada
Masa Pensiun” dari analisis korelasi product pearson menunjukkan rxy =
0,361 dengan taraf signifikan p = 0,016 (p = < 0,05). Hal ini berarti adanya
suatu hubungan positif antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan
penyesuaian diri pada masa pensiun.
Penelitian rahmawan et al., (2013) yang berjudul “Hubungan
Penyesuaian Diri dengan Tingkat Kecemasan Lanjut Usia di Karang Werda
Semeru Jaya dan Jember permai Kecamatan Sumberasi, Kabupaten Jember” jenis penelitian ini deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional
jumlah populasi dalam penelitian ini 86 responden. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 46
responden. Hasil penelitian 26 lanjut usia 56, 5 % memiliki penyesuaian diri
baik dan 24 lanjut usia mengalami kecemasan ringan. Analisis data
menggunakan uji chi square dengan nilai uji p value0, 001 < (α 0,05). Hasil
analisis statistik didapatkan bahwa ada hubungan penyesuaian diri dengan
36 3.1 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual atau kerangka berfikir merupakan dasar
pemikiran peneltian dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka.
Kerangka konsep dijadikan landasan untuk melakukan penelitian dan
menggambarkan alur pemikiran penelitian (Saryono dan Mekar, 2013).
Keterangan: dengan tingkat stres berbasis teori adaptasi Calista Roy.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan lanjut usia: 1. Genetik/keturunan 2. lingkungan 3. kematangan 4. keluarga,
5. status sosial dan ekonomi 6. Budaya
7. Ras/suku (Hanas, 2014).
Tugas perkembangan lanjut usia : 1. Menyesuaiakan diri penurunan
kondisi atau kesehatan.
2. Menyesuaikan diri berkurangnya penghasilan.
3. Menciptakan hubungan baik dengan seusianya.
4. Menyesuaikan diri untuk kehidupan baru.
5. Menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial/masyarakat. 6. Mempersiapkan diri datangnya
kematian sendiri dan pasangannya.
Tingkat Stres berbasis teori adaptasi Callista Roy