• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDIDIKAN KARAKTER

Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab

Ayyuhal Walad

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh :

FITRI NUR CHASANAH

NIM : 11112250

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NRGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

PENDIDIKAN KARAKTER

Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab

Ayyuhal Walad

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh :

FITRI NUR CHASANAH

NIM: 11112250

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NRGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO

Menuntut ilmu adalah taqwa, Menyampaikan ilmu adalah ibadah, Mengulang-ulamg

ilmu adalah zikir, Mencari ilmu adalah jihad

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Almamaterku tercinta, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Ayahanda (Sulasno) dan Ibunda (Istikomah) tercinta yang tak pernah henti-hentinya memberikan do‟a dan jalan petunjuk untuk meraih kesuksesan hidup.

3. KH. Nasafi dan Ibu Nyai Hj.Asfiyah selaku pengasuh pesantren Nurul Asna Pulutan Salatiga.

4. Kakakku tercinta Wahid Fatoni, S.Pdi yang senantiasa mencurahkan kasih sayang memberikan doa dan dukungan yang tiada henti kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Kakak ipar tercinta Alfiah, S.Pdi yang selalu mendukungku.

6. Keponakan-keponakanku tersayang “Nezza Farra Putri Wahid & M. Haikal al-Wahid” yang selalu menghibur hatiku.

7. Para guru terhormat yang telah memberikan ilmu dan jembatan hati. 8. Teman-teman PAI G angkatan 2012

9. Sahabat-sahabatku di pondok Nurul Asna

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Salam dan sholawat selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, segenap keluarga, dan para pengikutnya.

Skripsi ini berjudul: “PENDIDIKAN KARAKTER KAJIAN PEMIKIRAN AL-GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL WALAD” ini, disusun guna memenuhi salah satu

syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari banyak pihak yang ikut serta dalam memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materiil. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih tiada terhingga pada :

1. Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

4. Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku pembimbing yang penuh kesabaran membimbing penulis sehingga terwujudlah skripsi ini.

5. Dr. Mukti Ali, S.Ag, M.Hum selaku dosen pembimbing akedemik selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga yang telah memberikan pengarahan dalam melaksanakan kuliah selama ini.

6. Kedua orang tua dan keluarga besar penulis yang telah mendoakannku, pengorbananmu yang penuh keikhlasan sehingga berdampak luar biasa bagi penulis. 7. Bapak dan ibu dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga yang telah

memberikan bekal ilmu dalam menuntut ilmu.

8. Staf Perpustakaan dan staf Akademik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang telah berpartisipasi dalam penyususnan skripsi ini.

(10)

x

10.Teman-teman PAI G angkatan 2012, teman-teman pondok pesantren Nurul Asna Pulutan Salatiga.

11.Semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung membatu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan yang diharapkan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demkian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

(11)

xi ABSTRAK

FITRI NUR CHASANAH, 2017, Pendidikan Karakter Kajian Pemkiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing Dr. Imam Sutomo, M.Ag. Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Imam Al-Ghazali, Kitab Ayyuhal Walad.

Penelitian ini membahas pendidikan karakter dalam kitab Ayyuhal Walad. Kajiannya dilatarbelakangi karya Imam Al-Ghazali yang sangat signifikan dengan tuntutan pendidikan karakter era modern.

Dunia pendidikan sekarang mengabaikan aspek pendidikan karakter peserta didik, pendidikan lebih sibuk dengan urusan akademik agar siswa mendapat nilai yang lebih tinggi. Keberadaan nila-nilai moral mulai dipertanyakan lagi. Padahal karakter merupakan kunci perubahan individu, sosial, atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Penelitian.ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan : (1) Bagaimana Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad (2)Bagaimana Muatan Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad (3) Bagaimana Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan Pendidikan Islam di Indonesia kontemporer. Skripsi ini merupakan jenis penelitian library research atau studi kepustakaan dengan mengambil objek kitab Ayyuhal Walad berkaitan dengan pendidiian karakter. sumber data primer dan sekunder diperolah melalui penelitian kepustakaan dengan alat pengumpul data berupa metode dokumentasi. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan analisis. Adapun analisisnya dengan data kualitatif dengan dua langkah yaitu metode deduktif dan induktif.

(12)

xii DAFTAR ISI

Sampul ... i

Lembar Berlogo ... ... ii

Judul ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Pengesahan ... ... v

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ... vi

Halaman Motto ... ... vii

Halaman Persembahan ... ... viii

Kata Pengantar ... ... ix

Abstrak ... ... xi

Daftar Isi ... xii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Penegasan Istilah ... 5

F. Telaah Kepustakaan ... 7

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI A. Latar Belakang Imam Al-Ghazali ... ... 12

(13)

xiii

C. Kondisi Sosio Kultural pada Masa Imam Al-Ghazali... 16

D. Kondisi Pendidikan pada Masa Imam Al-Ghazali ... 18

E. Hasil Karya-karya Imam Al-Ghazali ... 19

BAB III : MUATAN ISI KITAB AYYUHAL WALAD A. Penulisan Sistematika Kitab Ayyuhal Walad ... 24

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Ayyuhal Walad ... 24

C. Kandungan Isi Kitab Ayyuhal Walad ... 26

D. Metode Pendidikan dalam kiitab Ayyuhal Walad ... 31

E. Tujuan pendidikan menurut Imam Al-Ghazali ... 33

BAB VI : ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS KEKINIAN A. Analisis Kitab Ayyuhal Walad ... 34

B. Muatan Pendidikan Karakter dalam Kitab Ayyuhal Walad ... 54

C. Relevansi Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali .... 59

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran-saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Halaman Judul Kitab Ayyuhal Walad Lampiran 2 Lembar Kunsultasi Skripsi

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena itu merupakan kebutuhan manusia yang sangat esensial. Pendidikan dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, baik potensi jasmani/rohani. Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Ramayulis (2002: 69) bahwa tujuan umum pendidikan harus diarahkan untuk mencapai pertumbuhan, keseimbangan, kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan jiwa intelektual, jiwa rasional, perasaan dan penghayatan lahir .

Pendidikan juga merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiganya tidak boleh dipisahkan, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik terutama pada akhlaknya. Anak yang masih kecil perlu adanya penekanan pada pendidikan karakter, karena pendidikan karakter merupakan hal penting untuk menanamkan nilai-nilai perilaku (karakter). Pendidikan karakter pada anak meliputi pendidikan karakter yang berhubungan dengan Tuhannya, dirinya, sesama manusia maupun lingkungannya.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, berbudi pekerti luhur, berkepribadian yang mantap dan mandiri, sehat jasmani dan rohani, serta bertanggung jawab pada masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

(16)

2

bersaing, beretikat baik, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Tetapi dunia pendidikan mengabaikan aspek pendidikan karakter peserta didik, pendidikan lebih sibuk dengan urusan akademik agar siswa mendapat nilai yang tinggi. Keberadaan pembelajaran nilai-nilai moral dan karakter mulai dipertanyakan lagi.

Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter (Muslih,2011: 1). Sebagai contoh antara lain: terjadinya tawuran antar pelajar, antar warga, penggunaan obat-obat terlarang, pencurian dan tindakan asusila. Hal tersebut mengintimidasikan bahwa anak bangsa sudah kehilangan rasa malu. Sekolah menjadi kambing hitam atas kemerosotan watak karakter bangsa. Sekolah hanya menjadi ajang transfer of knowledge bukan character building.

Pendidikan karakter dalam perspektif Islam secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya para Nabi untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Penggagas pendidikan karakter dalam masyarakat Muslim sekarang adalah Nabi Muhammad Saw, yang merupakan teladan bagi umat manusia. Tidak ada satu orang pun di dunia yang berkarakter semulia Nabi Muhammad Saw.

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan sikap urusan manusia, salah satunya yaitu tata cara dalam mempelajari kehidupan ini. Banyak tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan menyumbangkan pemikirannya tentang aktivitas belajar dan pembelajarannya, di antaranya adalah Imam Al-Ghazali. Tokoh ini telah banyak mewarnai pendidikan masyarakat Islam Indonesia.

(17)

3

sejarah pemikiran agama secara keseluruhan. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali yang bergelar Syaikh Al Ajal Al Imam Al Zahid, Al Said Al Muwafaq Hujjatul Islami (Nata, 2001: 55).

Imam Al-Ghazali merupakan ulama yang produktif dalam menulis. Secara garis besar karangan Imam Al-Ghazali terbagi dalam empat bidang : Ilmu Kalam, Falsafah, Batiniyah, Tassawuf. Dari sebagian banyak buku Imam Al-Ghazali yang terkenal diantaranya adalah : Muqisdul Falasifah, Tahafutul Falasifah, Al Munqidz Minandh Dhalal dan Ihya‟ Ulumudin (Munir, 1991: 114).

Salah satu kitab karangan Imam Al-Ghazali yang tak kalah fenomenal di dunia pendidikan adalah kitab Ayyuhal Walad. Kitab tersebut membahas beberapa pokok bahasan tentang beragama. Salah satu yang menarik dalam pembahasan kitab ini adalah tentang konsep pendidikan akhlak untuk menjadikan manusia yang berkarakter.

Kitab Ayyuhal Walad berisikan tentang adab dalam belajar. Sehingga dalam pembahasan kitab Ayyuhal Walad dapat membantu dalam memperbaiki pendidikan karakter saat ini yang mulai mengalami kemerosotan. Serta dapat memberikan sumbangsih dalam Pendidikan Agama Islam.

Dengan latar belakang yang telah terpapar di atas penulis termotivasi untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan nilai karakter dalam penelitian ini dengan judul “Pendidikan Karakter Kajian Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Kitab

Ayyuhal Walad.

B. Rumusan Masalah

(18)

4

1. Bagaimana pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad ?

2. Bagaimana muatan pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad ?

3. Bagaimana relevansi pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia kontemporer? C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapaun dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad 2. Untuk mengetahui muatan pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al-Ghazali

dalam kitab Ayyuhal Walad

3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan karakter kajian pemikiran Imam Al- Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia kontemporer

D. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat dijadikan referensi dalam upaya pengembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya.

2. Dapat dijadikan rujukan yang tepat untuk mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik.

3. Memberikan informasi dan memperkaya wacana mengenai pemikiran tentang cendekiawan muslim Imam Al-Ghazali.

(19)

5

yang selalu berdasarkan ilmu yang sekaligus menjadi pikiran dalam kehidupan di dunia dan bimbingan menuju Illahi Rabbi.

5. Memberikan manfaat bagi guru Pendidikan Agama Islam. E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah adalah untuk mendapatkan kejelasan tentang judul skripsi di atas, supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis perlu memberikan batasan-batasan dan penegasan secukupnya terhadap istilah-istilah yang ada, yaitu :

1. Tinjauan dari Pendidikan Karakter

Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingannnya, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Mansur,2004: 57). Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentuan dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradapan umat manusia (Mansur, 2001: 1).

Jadi pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan berarti proses bimbingan oleh pendidik (guru, orang tua, masyarakat ataupun lingkungan) kepada anak didik baik jasmani maupun rohani yang dilakukan secara sadar dan sengaja agar terbentuk kepribadian yang sempurna serta untuk memperbaiki kualitas hidup manusia.

Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter juga bisa dipahami tabiat atau watak. Dengan demikian orang yang memiliki karakter adalah orang yang memiliki kepribadian atau watak.

(20)

6

serta rasa dan karsa. Pandidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk untuk memberikan keputusan yang baik maupun yang buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu alam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai upaya yang terncana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.

Pendidikan nilai karakter yang menjadi kunci keberhasilan dalam mencetak generasi bangsa yang berkarakter baik adalah sifat utama Rasullulah SAW yaitu shidiq, amanah, fathonah dan tabligh.

2. Imam Al Ghazali

Nama Imam Al-Ghazali yang dimaksud adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at Tusi Al Ghazali, Imam Al-Ghazali termasuk seorang pemikir Islam, teolog, filsuf dan sufi yang termasyhur. Imam Al-Ghazali dilahirkan di kota Gazalah, sebuah kota kecil dekat Tus di Khurasan, yang pada waktu itu sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Imam Al-Ghazali meninggal di kota Tus setelah perjalanan mencari ilmu dan ketenangan batin, kemudian nama Al-Ghazali dan at Tusi itu dinitsbatkan kepada tempat kelahirannya (Ensiklopedi Islam, 1994 : 25).

3. Kitab Ayyuhal Walad

(21)

7

maupun hadist juga dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Imam Al-Ghazali itu sendiri dengan pengalamannya sebagai seorang pendidik yang profesional.

Kitab ini muncul karena permintaan dari salah satu siswa zaman dahulu, yang meminta kepada Imam Al-Ghazali untuk menulis kitab yang didalamnya memuat ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat bagi dirinya di dunia maupun di akhirat.

F. Telaah Kepustakaan

Untuk mencapai hasil penelitian ilmiah diharapkan data-data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini dan menghindari tumpang tindih dari pembahasan penelitian. Dalam kajian pustaka yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang temanya hampir sama dan dari pengarang yang sama dengan judul penelitian ini, yaitu tokoh “Imam Al-Ghazali”. Diantara hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :

1) Skripsi Paryono, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2014, yang mengangkat tema dengan pendididkan akhlak dengan judul “ Konsep Pendidikan

Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟ Ulumudin)” ( Paryono, 2014). Kesimpulan dari skripsi ini konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ihya‟ Ulumudin antara lain : Pengajaran Keteladan dan Kognifistik, Mengolaborasi Behavioristik dengan pendekatan Humanistik serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dam membentuk akhlak yang mulia.

(22)

8

Bab Riyadlatun al-Nafs)” („Athoillah, 2015). Kesimpulan dari skripsi ini pendidikan karakter sufistik dalam kitab Ihya‟ Ulumudin bab Riyadlatun al-Nafs antara lain: pentingnya akhlak dan dengan hati bersih yang didalamnya terdapat keimanan yang kuat akan menghasailkan karakter yang baik yang religius, humanis, sosialis, tidak sombong yang bisa menjaga hawa nafsu amarah serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dalam memebentuk manusia yang berkarakter.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, tentunya berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaanya yaitu :

1) Paryono mengangkat tema tentang pendidikan akhlak, sedang penelitian yang dilakukan penulis mengangkat tema tentang pendidikan karakter. Skripsi Paryono berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟ Ulumudin)”. Fokus penelitian skripsi Paryono adalah mengenai konsep pendidikan akhlak, sedang fokus penelitian penulis adalah menenai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya dengan pendidikan Agama Islam. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus pembahasan sangat jelas sekali perbedaanya.

2) Muhammmad 'Athoillah, mengangkat tema tentang pendidikan karakter sufistik, sedaang penulis mengangkat tema tentang pendidikan karakter. Skripsi

Muhammmad 'Athoillah berjudul “ Pendidikan Karakter Sufistik menurut Imam

(23)

9

dengan pendidikan Agama Islam. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus pembahasan sangat jelas sekali perbedaanya.

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa sudah ada skripsi yang mengkaji tentang pemikiran Imam Al-Ghazali. Namun judul dan fokus pembahasannya berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Skripsi ini mengkaji tentang pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ayyuhal Walad serta relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam.

G. Metode Penelitian

Proses dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah, diantaranya yaitu :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bibliografi, karena dengan metode sejarah untuk mencari, menganalisa, membuat interprestasi serta generalisasi dari fakta-fakta yang merupakan pendapat para ahli dan mencakup hasil-hasil para pemikir dan ahli-ahli (Nasir,1995: 62). Penelitian literer lebih dimaksudkan studi “kepustakaan” dan bukan studi “perpustakaan” (Arifin, 1990 : 135).

Jadi penelitian ini menggali datanya dari bahan-bahan tertulis (khususnya berupa teori-teori). Penelitian didasarkan pada studi literer dari buku-buku yang ada hubungannnya langsung dengan penelitian ini.

2. Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dari riset kepustakaan (library research) yaitu hasil dari penelitian sebagai buku dan karya ilmiah yang ada relevansinya dengan permasalahan, terutama buku-buku tentang pendidikan karakter baik itu karya Imam Al-Ghazali maupun lainnya.

(24)

10 a. Sumber Data Primer

Yaitu sumber data yang secara langsung berkaitan dengan obyek riset (Dharaha, 1985 : 60). Dalam penelitien ini sumber data primernya adalah kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al Ghazali.

a. Sumber Data Sekunder

Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data primer dalam penelitian ini dan merupakan bacaan yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian.

3. Teknik Pengelolaan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu membaca bahan dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004:3) dari berbagai buku dan karya ilmiah yang ada hubungannnya dengan permasalahan dengan mengutamakan data pokoknya yaitu Kitab Ayyuhal Walad kemudian data ari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan.

4. Analisis Data

Melihat obyek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah merupakan library reseacrh.

Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara :

a. Deduktif

(25)

11

karakter menurut Imam Al Ghazali sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus.

b. Induktif

Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik kesimpulan yang bersifat ke dalam berangkat dari uraian-uraian khusus Imam Al-Ghazali, kemudian diformulasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum.

a. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan ini dibagi lima bab yang perinciannnya sebagai berikut :

Bab 1 Pendahuluan membahas tentang latar belakang dan dasar-dasar aktivitas pokok penelitian.

Bab II Berisi tentang pengenalan tokoh yang diteliti.

Bab III Mengenal kitab Ayyuhal Walad, yang membahas tentang latar belakang penulisan Ayyuhal Walad dan isi pokok kitab Ayyuhal Walad.

Bab IV Analisis karya Imam Al-Ghazali yang secara khusus membahas pendidikan karakter.

(26)

12 BAB II

BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI

A. Latar Belakang Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi Al-Ghazali. Versi lain menyebutkan bahwa nama lengkap Imam Al-Ghazali dengan gelarnya adalah Syaikh Ajal Iman Zahid, Said al-Mawafaq Hujjatul Islam. Zainul Syaraf mengatakan bahwa nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah al-Ummah bin Muhammad bin Muhammad al-Al-Ghazali al-Tusi (Nata,2001: 55). Imam Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450 (1058) dibesarkan di kota Tus, sekarang dekat Masyhad, sebuah kota kecil di Khurasan yang sekarang adalah Iran.

Imam Al-Ghazali lahir dari keluarga yang sederhana, ayahnya Muhammad adalah seorang pengusaha yang bekerja memintal wol dan menjual di tokonya sendiri. Muhammad seorang yeng mempunyai tipe pecinta ilmu, sehingga disamping menekuni pekerja‟anya, juga sering mengunjungi mejelis-majelis pengajian untuk

menuntut ilmu agama. Disinilah Muhammad berkeinginan dan berdoa supaya dikaruniai anak yang kelak menjadi orang besar dan berpengetahuan luas seperti ulama-ulama tempat ia mengambil ilmu (Ghofur, 2006: 25-26).

(27)

13

untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad ar Razikani at Tusi, ahli tasawuf dan fiqh dati Tus. Mula-mula sufi ini mendidik keduanya secara langsung. Tatapi, setelah harta keduanya habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka dimasukkan ke sebuah madrasah di Tus (Ensiklopedia Hukum Islam, 1997 : 404).

Setelah itu Imam Al-Ghazali pindah ke Naisabur, Imam Al-Ghazali belajar kepada al Juwaini yang terkenal dengan sebutan Imam Al Haramin, seorang teolog

Asy‟ariyah. Imam Al Ghazali belajar ilmu fiqih dan ilmu kalam kepada gurunya. Dari

Naisabur Imam Al-Ghazali pindah ke Mu‟skar kemudian ia berkenalan dengan Nizamul Mulk, perdana Mentri bani Saljuk. Nizamul Mulk menjadikan Imam Al-Ghazali sebagai guru pada tahun 1091 m di madrasah al Nizamiyah Baghdad yang telah didirikan Nizamul Mulk sendiri. Di kota Baghdad ini Imam Al-Ghazali menjadi terkenal. Pengajian halaqahnya semakin ramai. Imam Al-Ghazali pun telah menulis banyak karya ilmiah. Pada tahun 1095 M, Imam Al-Ghazali meninggalkan jabatan terhormat di Baghdad, kemudian menuju kota Makkah (Zuhri, 1997 : 31), guna menunaikan ibadah haji. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Syam dan tinggal sementara di kota Baitul Maqdis. Selanjutnya Imam Al-Ghazali pergi ke Damaskus dan ber‟uzlah di sebuah Zawwiyah di dalam masjid raya Al Umawi Zawiyah tempat Imam Al-Ghazali uslah tersebut dengan sebutan Az Zawiyat Al Ghazaliyah. Di tempat inilah Imam Al-Ghazali menggunakan waktunya untuk menulis kitab Ihya‟ Ulumuddin (An Nadwi, 1418 H : 11).

(28)

14

berbaring meluruskan badan dan tidak lama setelah itu Imam Al-Ghazali meninggal dunia (Ibrohim, 1987 : 192).

Demikianlah sekelumit sejarah hidup dari ulama besar ini, dimana Imam Al-Ghazali memiliki saham yang tidak kecil baik dalam bidang pendidikan, tasawuf, fiqh dan lain-lain. Semoga pusaka ilmiah yang titinggalkan Imam Al-Ghazali dapat kiranya diambil faidahnya oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.

B. Latar Belakang Pendidikan Imam Al-Ghazali

Latar belakang pendidikan Imam Al-Ghazali dimulai dari belajar al- Qur‟an pada ayahnya sendiri Muhammad. Sepeninggal ayahnya Imam Al-Ghazali dan saudaranya (Abu al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi Al Ghazali) dititipkan kepada teman ayahnya, Ahmad bin Muhammad al-Rizkani, seorang sufi besar. Imam Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqh, riwayat hidup para wali, dan kehidupan spiritual mereka, selain itu Imam Al-Ghazali belajar tentang syair-syair tentang mahabbah (cinta) kepada Tuhan, belajar al-Qur‟an dan sunnah (Nata,2001: 58).

(29)

15

Di Baghdad Imam Al-Ghazali mulai menekuni kehidupan formal sebagai seorang tenaga pengajar di Universitas an-Nizdamiyah, Baghdad ketika itu merupakan pusat perkembangan ilmu pengetahuan sejak Dinasti Abbasiyah masih jaya, serta aliran ang beraneka ragam, sangat pesat, sebagaimana yang digambarkan oleh Imam Al-Ghazali sendiri.

Melalui al-Juwaini inilah Imam Al-Ghazali memperoleh ilmu fiqh, ilmu mantiq dan ilmu kalam, karena Imam Al-Ghazali dinilai berbakat dan berprestasi kemudian diangkat sebagai asistennya al-Juwaini sebagai gurunya merasa kagum dan sering memuji-muji Imam Al-Ghazali. Dalam menempuh pendidikan itu Imam Al-Ghazali selalu memohon kepada Allah SWT agar diberi pengetahuan yang berguna dan berbuah selama hidupnya. Ia kemudian memperdalam pengetahuannya di Tus selama tiga tahun, yaitu memperdalam ilmu yang diperolehnya dengan jalan muzakarah dan

muthala‟ah sehingga hafal semua apa yang ada di benaknya.

Dalam bidang tasawuf Imam Al-Ghazali belajar kepada Imam Yusuf al-Nassj dan Imam al-Zahid Abi Alial Fadhlu bin Muhammad bin Ali al-Farmudzi al-Thusi, yaitu sebagian murid Abi al-Qasimal-Qusyairi. Selanjutnya dalam bidang hadist Imam Al-Ghazali belajar kepada Abi Sahl Muhammad bin Ahmad Hifsi al-Maruzis. Kepadanya Imam Al-Ghazali belajar kitab Shahih Bukhari. Guru lainnnya dalam bidang hadist adalah Abu al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad al-Hakimi al-Thusi, Abu Muhammad bin Muhammad al-Khuri, Muhammad bin Yahya bin Muhammad al-Suja‟i al-Zu‟zini, al-Hafidz Abu Fiyan Umar bin abi-hasan Ruaisi al-Dahastani dan nasr bin Ibrahim al-Maqdisi (Nata, 2001: 60).

(30)

16

sehingga seorang muridnya bernama Muhammad bin Yahya al-Naisaburi menyatakan, tidaklah dikenal Imam Al-Ghazali menilai seorang yang telah mendekati mencapai kesempurnaan akalnya. Sementara gurunya Imam al-Haramain menyatakan kekagumannya dan menyimpatinya sebagai Bahrun Mudghah (lautan yang tidak bertepi). Hal ini tidak lain karena banyaknya bidang pengetahuan yang dikuasai Imam Al-Ghazali, baik tentang aliran-aliran, perbedaan-perbedaan, pokok-pokok agama, fiqh, mantiq, hikmah, filasafat, dan semua itu dupahami secara benar, menguasai semuanya, sangat cerdas, tajam daya analisisnya, kuat hafalanya dan argumentasinya (Nata,2001: 59).

C. Kondisi Sosio-Kultural pada Masa Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang hidup pada zaman raja-raja Daulat Saljuk Raya (Turki) yang telah menguasai daerah Khurasan, Ray, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwaz. Kemudian yang mendirikan Daulat Saljuk Raya tersebut adalah Rukunuddin Abu Thalib Thughrul Bek, dan Imam Al-Ghazali sendiri pada waktu itu telah menyaksikan masa Adududdin Abu Syuja‟ Alp Arsalan, jalaludin Abil

Fatah Malik Syah, Nasiruddin Mahmud, Rukunuddin Abul Muzafar Barkiaruk, Rukunuddin Malik Syah (11) dan Muhammad bin Malik Syah. Kelahiran Imam Al-Ghazali bertepatan pada akhir pemerintahan Thughrul Bek yang telah mengusai kota Baghdad (Bahreis, 1981: 17).

Imam Al-Ghazali, secara politik hidup dan bekerja pada zaman kekacauan. Menurut sejarawan Abu Al Fida‟, pemerintahan Abbasiyah tengah mengalami posisi

(31)

17

perbadaan-perbedaan keagamaan dan politik. Sementara aliran Asy‟ariyah dan filsafat Skolastik Islam, dengan mendapatkan dukungan orang-orang Seljuk, guna menentang terhadap orang-orang Mu‟tazilah. Rezim politik di daerah Baghdad sangat rumit dan membingungkan. Satu sisi di dalamnya terdapat Khalifah, yang luas kekuasaannya sebatas perebutan namanya pada shalat Jum‟at, dan di sisi yang lain terdapat Sultan Seljuk, yang telah menguasai pasukan dan politik .

Imam Al-Ghazali mendengar tentang peristiwa kehancuran dan menimpa dunia Islam pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, yaitu peristiwa serangan yang dilakukan oleh tentara salib yang mengarah ke Raha (di lembah Eufrat) pada tahun 490 H dan di Antioch pada tahun 491 H dan Tripoli (Lebanon) pada tahun 595 H. Peristiwa-peristiwa ini tidak tercatat pada karya-karya Imam Al-Ghazali berada di Khusaran, yang letaknya jauh dari tempat pertempuran, dan pada saat itu kawasan-kawasan Islam semuanya terlibat dalam permusuhan dan pertikaian. Sedangkan perebutan kekuasaan antara para penguasa tidak kunjung usai dan peristiwa ini yang telah memisahkan orang-orang muslim di satu negeri dari berbagai peristiwa yang telah terjadi di negeri-negeri muslim yang lain. Dalam masa hal ini juga muncul ancaman teror kelompok Bathiniyah yang telah merajalela, yang ujung-ujungnya berpuncak pada pembunuhan terhadap Nizam al Mulk pada 485 H dan putranya. Fakhr al Dawla pada tahun 500 H juga terhadap Wazir dari Sultan Barkyaruq pada tahun 495 H.

(32)

18

itu. Hal ini diakibatkan banyaknya ulama pada masa itu yang saling mengadu kekuatan dengan perdebatan untuk memamerkan ilmu dan agamanya, dibalik semua itu sebenarnya berkeinginan meminta sanjungan dari masyarakat, karena mereka termasuk ulama-ulama yang mencari harta semata. Sehingga Imam Al-Ghazali menggambarkan masyarakat pada waktu itu sebagai orang-orang yang takwa tapi palsu, juga sebagai orang-orang sufi palsu yang menipu manusia dengan ketakwaannya, kedudukan menteri-menteri dan raja-raja Islam pada masa itu kebanyakan berusaha memperalat rakyat guna berperang atas nama agama, sehingga terjadi perang saudara dalam Islam yang dipimpin oleh rajanya masing-masing, yang sebenarnya keadaan masyarakat Islam cukup baik, tetapi fitnah yang sengaja dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin mereka baik di Mesir, Siria, Irak, Khurasan dan lain-lain telah dikuasai oleh pemimpin-pemimpin tercela (Bahreis, 1881: 18-19). D. Kondisi Pendidikan pada Masa Imam Al-Ghazali

Abu Hamid Al-Ghazali hidup pada masa Nizamul Mulk, seorang wazir besar dari kalangan Bani Saljuk, pada waktu itu wazir telah berhasil mendirikan sekolah-sekolah tinggi yang disediakan untuk memperdalam penyelidikan tentang agama dan perkembangannya. Ini membuktikan bahwa kondisi pendidikan pada masanya mengalami kemajuan (Hamka, 1993: 120).

Abad ke 5/11 merupakan masa terjadinya konflik antara kelompok-kelompok beragama dalam Islam, seperti halnya Mu‟tazilah, Syi‟ah, Asy‟ariyah, Hanafiyah, dan

Syafi‟iyah. Wazir Saljik sebelum Nizham Al Mulk yaitu Al Kunduri salah seorang yang menganut mazhab Hanafi dan pendukung Mu‟tazilah, termasuk dalam kebijakannya sebagai wazir adalah mengusir dan menganiaya para penganut

Asy‟ariyah yang sering kali juga berarti penganut madzhab Syafi‟i. Al Kunduri

(33)

19

yang menganut madzhab Syafi‟i Asy‟ariyah, oleh karena itu secara alamiah berhadapan dengan kelompok yang bermadzhab Mu‟tazilah, Hambaliyah dan Hanafiyah. Tidak atau bukti bahwa Nidzam Al Mulk sebagai seorang Syafi‟iyah, seluruh sekolah yang ia bangun diperuntukan secara khusus bagi penganut madzhab yang sama. Jelas bahwa hal ini posisi madzhab Syafi‟iyah Asy‟ariyah menjadi semakin kuat dan secara tidak langsung melemahkan. Walaupun para pengkaji yang dahulu menyimpulkan bahwa pembangunan sekolah atau madrasah oleh Nidzam Al Mulk guna menghancurkan madzhab-madzhab yang lain terutama Mu‟tazilah dan

Syi‟ah. Hal ini tidak didasari alasan dan bukti yang kuat. Bahwa dirinya menginginkan kuatnya posisi Syafi‟iyah Asy‟ariyah yang sebelumnya telah dianiaya, tetapi hal ini tidak berarti Nidzam Al Mulk menghancurkan yang lain. Jadi pada dasarnya, percecokan kelompok inilah yang melatarbelakangi usahanya lewat pembangunan sekolah, guna memperbaiki keadaan kelompok yang bermadzhab

Syafi‟iyah Asy‟ariyah guna mencapai stabilitas yang diinginkan dengan jalan

pendidikan (Asari, 1994: 51-52).

Teladan yang dilakukan oleh Nizham Al Mulk segera menjadi terkenal. Para penguasa, bangsawan juga para hartawan lainnya segera mengikuti tindakannya dengan mendirikan berbagai sekolah. Jika Nizham Al Mulk membangun sekolahnya untuk golongan Syafi‟iyah maka pada waktu selanjutnya para mazhab lainya masing-masing juga membangun jaringan sekolahnya sendiri guna mendukung penyebaran ajarannya (Asari, 1994: 55).

E. Hasil Karya-Karya Imam Al-Ghazali

(34)

20

diselingi 10 tahun pengembaraan). Sejak umur 25 sampai 55 tahun telah menulis sebanyak 300 buah karya, dapat dibayangkan betapa kesanggupan dan kesungguhan hatinya, kekerasan dan kemampuannya dalam berkarya (Munir, 1991: 114).

Secara garis besar Al-Ghazali terbagi dalam empat bidang: Ilmu Kalam, Falsafah, Batiniyah, Tasawuf.

Sebagian banyak buku Imam Al-Ghazali, yang terkenal di antaranya adalah : Muqisdul Falsafah, Tahafutul Falasifah, Al Munqidz Minandh Dhalal dan yang terakhir adalah Ikhya‟ Ulumuddin (Munir, 1991: 114).

Sebagaian para peneliti menerangkan bahwa Imam Al-Ghazali menulis hampir 100 buku yang meliputi berbagai pengetahuan, seperti ilmu kalam (Theologi Islam), Fiqih (Hukum Islam), Tasawuf, Filsafat, Akhlaq dan Otobiografi, karangannya itu ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, sebagaian pendapat lain mengatakan bahwa karangan Al-Ghazali mencapai kira-kira 70 buku. Sementara buku yang benar-benar dapat disebut sebagai karangan Al-Ghazali 69 buah yaitu :

1. Kitab al-ta‟liqat fi furu alz fi madzhabab 2. Al-Mausbul fi al-Ushul

3. Al-Basith fi al-ushul 4. Al-Basith

5. Al-Wajiz

6. Khulashah al-Mutakhatashar wa Nuqawh al-Mutakhashar 7. Al-Mantabul fi Ilm al-Jadal

8. Ma‟akhidz al-khilaf 9. Lubab al-Nadzar

(35)

21 12. Syifa‟al-ghalil i al-qiyas wa al-ta‟lil 13. Fatwa al-ghazali

14. Fatwa

15. Ghayah al-Ghaur fi dirayah al-Dur 16. Muqhasid al-filsafah

17. Talsafut al-falsifah

18. Miyar al-amfi fann al-mantiq 19. Miyar al-ma‟qul

20. Mibak al-nazrfi al-mantiq 21. Mizan al-amal

22. Al-mustadzhiri fi al radd ala al-batiniyah 23. Hujjat al-haq

24. Qawashim al-batiniyah 25. Al aqtisbad fi al-ittiqad

26. Al-risalah al-qudsiyah fi qawaid al-aqaid 27. Al-mu‟arif al-aqliyah

28. Ikhya‟ ulum al-din

29. Fi mas‟alah kulli mujtahid masib

30. Jawab li al-Ghazali „an da‟wah al-ma ayyad mulklabu li muawwidah al-tadris bi al-mudzamiyah

31. Jawab mufassal al-khilaf 32. Jawab al-masail

33. Jawab al-masail al-arba‟a alhu al-batiniyah bil hamdan min al ayaikh li ajl Abi Hamid Muhammad bin Mukammad al-Ghazali

(36)

22

35. Risalah fi raju asma Allah swt. Ila zat wahidah ala ra‟yi al-mu‟tazilah wa al -falsafah

36. Bidayah al-bidayah 37. Al-Wajiz fi al-fiqh 38. Jawabil al-Qur‟an 39. Al-arbain fi usul ad-din

40. Al-madlnun bihi ala ghair ahlihi 41. Al-madlnun bihi al-jawadil 42. Al-Darj al-marqum bin al-jawadil 43. Al-Qisthas al-mustaqim

44. Faisal al-taeriqiyah bain al-Islam wa al-zindiqiyah 45. Al-qannun al-qulli fa al-ta‟wil

46. Kimiya sa‟adah 47. Ayyuhal al-walad 48. Nasihat al-mulk 49. Zad akhirat 50. Al-risalah

51. Risalah ala ba‟di ahl al-dzikir 52. Misykatul anwar

53. Tafsir yaqut al-ta‟wil

54. Al-kasyfa al-tabyin fi gharur al-khalaq ajmain 55. Tablis iblis

(37)

23 59. Tahzib al-ushul

60. Hakikat Al-Qur‟an 61. Asas al-Qiyas 62. Hakikat al-Qoulain

63. Al-Mushtasbfa min iml usul 64. Al-amla‟ ala musykil al ikhya 65. Al-Istidraj

66. Al-Dhurrah al-Faqhirrah fi kasyf ulum al-Akhitah 67. Sir al-Alamin wakasyf ma fi al-darain

68. Asrary al-Muamalat al-Din

69. Jawab al-masail saula anha finashah (Nata, 2001 : 64-65).

Karya-karya Imam Al-Ghazali dapat dibaca sebagai khazanah ilmu pengetahuan dan dijadikan rujukan kegiatan ilmiah. Hal ini menujukkan bahwa karya Imam Al Ghazali punya arti besar pada perkembangan dunia ilmu dan pengetahuan. Buku-buku yang dan risalah-risalah Imam Al-Ghazali mencapai ratusan, bahkan sulit dihitung , tidak mudah orang yang ingin mengenal nama-nama kitabnya.

(38)

24

BAB III

MUATAN ISI KITAB AYYUHAL WALAD

A. Sistematika Penulisan Kitab Ayyuhal Wallad

Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali memiliki sistematika penulisan pertama-tama adalah halaman judul yang diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Halaman berikutnya adalah tentang latar belakang penulisan kitab Ayyuhal Walad. Dengan gaya bahasa yang halus dan sopan penulisannya didahului dengan bacaan basmalah dan hamdalah kemudian diikuti dengan penjelasan tentang permulaan kejadian yang mendorong untuk penulisan kitab Ayyuhal Walad tersebut.

Pembahasan berikutnya tentang materi yang berhubungan dengan akhlak anak didik yang diakhiri dengan materi doa. Kitab tersebut menjelaskan sistem pergantian antara pembahasan masalah yang satu dengan pembahasan masalah yang lain tidak ditandai dengan bab-bab tertentu yang sesuai dengan pembahasan masalah, tetapi ditandai dengan kalimat “Ayyuhal Walad” (wahai anakku) kemudian baru menyampaikan materi yang disampaikan.

Sistematika penulisan kitab Ayyuhal Walad dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Halaman judul

2. Latar belakang penulisan kitab

3. Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a B. Latar Belakang Penulisan Kitab Ayyuhal Walad

(39)

25

Kebenaran Ajaran Islam), dilatar belakangi dari salah satu siswa (yang tidak disebutkan namanya) yang selalu memberikan pelayanan kepada Syeikh Al Imam Zamuddin Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali, ia telah sibuk dengan menghasilkan dan membaca ilmu di hadapan Imam Al-Ghazali. Sehingga ia berhasil mengumpulkan berbagai macam ilmu yang lembut serta telah berhasil menyempurnakan beberapa keutamaan jiwanya.

Siswa tersebut pada suatu hari merenung dan berfikir tentang keadaan jiwanya serta berkata-kata dalam hati dan mengucapkan : “Saya telah membaca berbagai macam ilmu, dan mengarahkan keutamaan umurku untuk mempelajari dan mengumpulkannya. Sekarang sebaiknya bagiku mengetahui manakah ilmu yang bermanfaat bagiku dikemudian hari serta menjadikanku tentram di dalam kuburku ? dan apakah ilmu yang tidak memberikan manfaat bagiku, sehingga aku meninggalkannya”, sebagimana sabda Rasullulah SAW: (Al-Ghazali,1420 H: 2-4).

َىاٌَلل

“ Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat”.

Renungan fikiran tersebut terus-menerus pada jiwanya, sehingga pada akhirnya ia mengirim sepucuk surat kepada gurunya yaitu Hujattul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al Ghazali, isi surat tersebut yaitu :

(40)

26 C.Kandungan Isi Kitab Ayyuhal Walad

Imam Al-Ghazali dengan pemikirannya dalam kitab Ayyuhal Walad lebih menekankan pada aspek akhlak yang harus ditanamkan pada anak didik supaya memiliki jiwa yang tenang dan tidak khawatir untuk menghadapi kehidupan selanjutnya di akhirat.

Dua jalur komunikasi yang sangat penting untuk dihadapi manusia dalam kehidupannya yaitu jalur vertikal dan horisontal. Jalur vertikal adalah jalur komunikasi antara manusia dengan Tuhannya, sedangkan jalur horisontal adalah jalur komunikasi antara manusia dengan alam sekitarnya, terutama dengan manusia itu sendiri (Tatapangarsa: 181), Begitu pula dengan pemikiran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad yang memuat jalur vertikal dan jalur horisontal, sebagaimana yang akan disajikan berikut ini :

1. Akhlak Anak Didik Kepada Tuhan a. Beriman kepada Allah

َيفاىٍيًٍّلاىك

َ ًؿاىمٍعىٍلاَيلٍيًلىدىكًَفاىكٍرىٍلاًبَهلىمىعىكًَفاىنىٍلْاًبَهقٍيًدٍصىتىكًَفاىسِّلاًبَهؿٍوىػق

ًَوًمَ ىرىكىكَلىاىعىػتًَللهاَ ًلٍضىفًبىة نىٍلْاَيغيلٍػبىػيَيدٍبىعٍلاَىفاىكٍَفًاىكَىىصٍييٍَُفىاٍَنًميرىػثٍكىا

َ فىًلًَِوًتىداىبًعىكًَوًتىعاىطًب دًعىتسىيٍَفىاىدٍعىػبٍَنًكل

َ

َىٍيًنًسٍحيمٍلاَىنًمَهبٍيورىقًَللهاَىةىٍحْىر

(Al-Ghazali, 1420 H: 15-16) Artinya :

(41)

27 b. Taat dan Beribadah kepada Allah

َىةىعا طلاَ فىاٍَمىلٍعًاَىىًىاىمَىةىداىبًعٍلاىكَىةىعا طلاَىمىلٍعىػتٍَفىاًَمٍلًعٍلاَيةىص ىلَيخ،َََيدىلَىوٍلاَاىهُّػيَىا

“wahai anak, inti sari ilmu yaitu apabila engkau mengetahui apa itu taat dan ibadah, ketahuilah bahwa taat dan ibadah itu adalah mengikuti terhadap yang membuat syariat (aturan agama) baik itu perintah-perintahNya maupun larangan-larangaNya, dengan ucapan maupun perbuatan serta apa yang kamu tinggalkan itu semua mengikuti syariat (aturan agama). Seperti halnya kamu berpuasa di hari tasriq maka kamu termasuk maksiat, atau apabila kamu melaksanakan sholat memakai pakaian yang kamu ghasab walaupun bebtuknya ibadah tetapi engkau berdosa”.

c. Menambah Ketaatan kepada Allah dengan ibadah Shalat Tahajud, Membaca Al-Qur‟an dan Beristighfar.

ًَةىماىيًقٍلاَىـٍوىػيانرٍػيًقىفَيوىبًحَىصَيعىدىيًَلٍي للاًبًَـٍو ػنلاىةىرٍػثىكَ فاىفًَلٍي للاًبَىـٍو ػنلاًرًثٍكيت ىلَيف ىلَيفاىي

(42)

28

sebagian malam, sholatlah tahajud sebagai tambahan bagimu, ini adalah perintah, dan di waktu sahur orang-orang sama-sama memohon ampun, ini adalah syukur, dan orang-orang yang membaca istighfar adalah zikir. Nabi saw bersabda : ada tiga suara yang disukai Allah, yakni suara ayam jago, suara orang yang membaca Al-Qur‟an, dan orang yang membaca istighfar di waktu sahur”.

2. Akhlak Anak Didik kepada Sesama Manusia.

َ ًقٍلىٍلْاًَنىعَىفٍويكُّسلاىكَ،ىلىعىػتَللهاَىعىمَيةىماىقًتٍسًٍلًا.ًفَاىتىلٍصىخَيوىلَىؼَُّوىص تلاَ فىاٍَمىلٍعىاَ يثَ

menghadapi masyarakat, maka barang siapa yang beristiqamah beribadah keapada Allah baik budi pekertinya terhadap masyarkat dan mempergauli dengan lemah lembut, orang itulah ahli tasawuf, yang dinamakan istiqamah yaitu apabila orang menebus bagian nafsunya terhadap perintah Allah SWT dan baik budi pekertinya dengan sesama manusia, itu apabila kamu tidak membebani manusia untuk menuruti keinginanmu, tetapi dirimulah yang menuruti kehendak masyarakat selagi tidak melanggar syariat (aturan agama)”.

3. Akhlak Guru terhadap Anak Didik

(43)

29 4. Akhlak Anak Didik terhadap Gurunya

َيوىلًدَاىييَ ىلٍَفىاىويهىػفًَرًىَا ظلاَيـاىًتٍَحًاا مىا.اننًطاىبىكَانرًىاىظَيوىمًىتٍَحىيٍػنىاٍَىًغىبٍنىػيَيخٍي شلاًَوىلًبىقىك

“Dan guru menerima murid, sebaiknya murid memuliakan guru baik

secara lahir maupun secara batin. Adapun memuliakan lahir yaitu murid dengan tidak berdebat dengan gurunya pada tiap-tiap masalah walaupun mengetahui bahwa gurunya adalah salah. Tidak membentangkan sajadah gurunya dihadapannya kecuali pada waktu melaksanakan sholat, apabila selesai shalat maka ia mengangkat sajadah gurunya. Tidak memperbanyak sholat sunah disanping gurunya. Mengerjakan apa yang diperintahkan gurunya dengan sekedar waktu luang dan kemampuannya. Sedangkan memuliakan secara batin yaitu setiap sesuatu yang didengar atau diterima dari gurunya tidak diingkarinya dengan batinnya baik berupa perbuatan maupun ucapan, supaya tidak membuat tanda munafik apabila tidak kuat melaksanakan perintah gurunya supaya ia meninggalkan diri menemani gurunya sehibgga batinnya cocok denga zahirnya. Dan menjaga dan berteman dengan orang yang buruk untuk mempersempit kekuasaan setan, jin, manusia dan lubuk hatinya. Kemudian dibersihkan dari jiratan kotoran setan”.

(44)

30

َىتٍمىرىحىكًَبيتيكٍلاًَةىعىلَاىطيمىكًَمٍلًعٍلاًَرَاىرٍكىتًبَاىهىػتٍيىػيٍحىاَ وؿاىيىلٍَنًمٍَمىكَ:َيدىلَىوٍلاَاىهُّػيَىا

.ىـٍو ػنلاَىكًسٍفىػنَىىلىع

(Al-Ghazali, 1420 H: 21).

Artinya :

“Wahai anak, berapa banyak kamu menghidupkan malam dengan mengulang-ulang ilmu, muthalaah beberapa kitab dan jagalah dirimu dari tidur Mengamalkan Ilmu”.

“Wahai anak, janganlah kamu menjadi orang yang rugi amal (tidak memiliki amal) dan janganlah kamu menjadi ornga yang sepi dari tingkah (gerak hati)”.

6. Akhlak yang Baik dan Akhlak yang Tercela a. Akhlak yang baik (mahmudah) qanaah, tenag jiwanya, santun, tawadhu, mengetahui, benar, malu, menepati, sopan, tenang, dan tidak tergesa-gesa”.

a. Akhlak yang tercela (mazmumah)

َىىَاىبيمٍلاىكًَةىكاىدىعٍلاىكًَدٍقًًلْاىكًٍَبًْكٍلاىكًَدىسىٍلْاىكًَءاىيَِّرلَاىكَومٍيًمىذَوقيليخ

ا

(45)

31 (Al-Ghazali, 1420: 74)

Artinya :

“Ahklak yang tercela seperti riya, dengki, sombong, iri, permusuhan, dan bermegah-megahan”.

D. Metode Pendidikan dalam Kitab Ayyuhal Walad

Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan. Metode untuk membentuk akhlak yang terpuji terhadap anak didik dalam proses pendidikan anatara lain:

1. Metode Keteladanan

“Janganlah engkau mengumpulkan harta dunia lebih banyak dari kecukupan satu tahun, sebagaimana yang dilaksanakan Rasullulah SAW yaitu mempersiapkan kebutuhan dalam jangka satu tahun untuk beberapa istrinya, dan beliau bersabda berdo‟a : ya Allah, jadikanlah baham makanan keluarga Nabi Muhammad secukupnya”.

2. Metode Pemberian Nasehat

(46)

32

“Wahai anak, diceritakan dalam wasiatnya Luqman Al Hakim kepada

putranya, ia berkata:” janganlah anak ayam jantan itu lebih pandai

“Diceritakan bahwa Imam Al-Syibli rahimatulullah itu telah membantu empat ratus guru. Ia berkata: saya telah membaca empat ribu hadist kemudian saya memilih satu hadist dari empat ribu hadist tersebut dan mengamalkannya serta meninggalkan lainnaya karena saya berfikiran dan yakin bahwa lulusku dan keslamatanku itu ada pada satu hadist tersebut”.

5. Metode Perintah dan Larangan

َىاََُّػي

(47)

33 Artinya:

"Wahai anak, setelah hari ini kamu jangan tanya kepadaku tentang apa yang kamu anggap sulit untukmu kecuali dengan ucapan hati".

E. Tujuan Pendidikan menurut Imam Al-Ghazali

Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pendidikan. Setelah melihat materi pendidikan akhlak dalam kitab Ayyuhal Walad maka penulis merumuskan tujuan pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan:

1. Membentuk manusia purna sehingga pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Membentuk manusia purna untuk mendapatkan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Melihat dua tujuan pendidikan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan menurut Imam Al-Ghazali tidak hanya bersifat ukhrawi saja (mendekatkan diri kepada Allah), tetapi juga mengandung tujuan yang mengandung duniawi. Imam Al-Ghazali memberikan tempat yang luas dalam sistem pendidikannya bagi perkembangan duniawi tetapi dunia yang dimaksudkan hanya untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat yang lebih utama dan kekal di dalamnya.

(48)

34

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI

TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS KEKINIAN

A. Analisis Kitab Ayyuhal Walad

Kitab Ayyuhal Walad yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali merupakan kitab yang lebih menekankan pada pendidikan akhlak terhadap anak didik yang bertujuan untuk menyempurnakan akhlak, dan mengandung makna yang tinggi.

1. Analisis Kitab Ayyuhal Walad berkenaan dengan Materi a. Akhlak Anak Kepada Allah SWT

1) Beriman kepada Allah SWT

Beriman kepada Allah SWT adalah merupakan suatu hal yang paling pokok dan mendasar dari seluruh ajaran agama Islam yang harus diyakini dengan ilmu yang pasti. Al-Qur‟an adalah sebagai pokok dan sumber ajaran Islam.

Iman kepada Allah yaitu dengan cara memepercayai keesaan zat, sifat dan faalNya. Artinya hanya Allah sajalah yang pantas dan berhak disembah, karena hanya Allah yang menciptakan alam semesta yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan dan berbeda dengan sifat yang ada pada makhluknya. Segala apa yang diciptakan oleh Allah itu merupakan ciptaanNya sendiri tanpa campur tangan lainnya, dan tidak ada seorangpun dapat meniru dan menyerupainya (Depag RI, 2002: 63).

(49)

35

adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan mempercayai akan kekuasaaNya . Bagi umat Islam percaya kepada Tuhan Allah SWT adalah merupakan rukun iman yang pertama dan mutlak harus dipercayai dan tidak bisa ditawar .

Kepercayaan secara mutlak kepada Allah SWT ialah membenarkan dan mengakui adanya (eksistensi) Allah SWT, sifat-sifatNya, kekuasaanNya, pereturan-peraturanNya dan lain sebagainya. Kepercayaan yang mutlak itu harus mengandung tiga unsur, yaitu :

a) Diikrarkan dengan lisan b) Dipatrikan dalam hati

c) Dilaksanakan dengan anggota badan

Upaya penanaman nilai-nilai iman kepada peserta didik, maka perlu dilakukan sejak usia lebih dini sehingga peserta didik akan selalu punya ingatan yang senantiasa membekas dalam hatinya. Adapun metode yang bisa diterapkan dalam penanaman iman tersebut bisa menggunakan metode pembiasaan. Misalnya peserta didik dibiasakan untuk senantiasa berdo‟a dalam setiap akan melakukan suatu perbuatan. Selain itu juga, metode kisah juga bisa diterapkan dengan memberikan kisah-kisah tentang penciptaan manusia, penciptaan alam dan penciptaan makhluk-makhluk seperti hewan, tumbuhan dan benda-benda langit. Sebagai contoh kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai manusia yang pertama kali diciptakan oleh Allah.

(50)

36

jika ia beriman kepada Allah secara sungguh maka Allah akan memasukannya ke surga. Sedangkan orang yang tidak mau beriman kepada Allah maka orang tersebut adalah orang akan celaka karena ia akan dimasukan kedalam neraka jahanam yang mana tidak terkira siksaannya. Dengan begitu maka nilai-nilai keimanan dalam diri peserta didik akan semakin tertanam dan akan mengantarkannya sebagai insan yang telah mampu mengimani bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan-Nya. Sehingga manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah akan selalu beribadah kepada-Nya.

2) Taat dan Beribadah kepada Allah

Taat kepada Allah SWT berarti melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, apabila seseorang yang beriman dan taat kepada Allah SWT itu dinamakan hamba Allah, sedangkan beribadah adalah melaksanakan sesuatu untuk menghambakan diri kepada Allah SWT.

Taat dan beribadah tentu saja tidak meninggalkan konsep syari‟at, syariat menurut bahasa berarti “ jalan yang lurus”. Para ahli dalam bidang fiqih memaknai kata syari‟at ini sebagai nama hukum yang telah ditetapkan Allah SWT untuk para hambaNya dengan perantara Rasullulah SAW supaya hamba tersebut melaksanakan dengan dasar iman.

(51)

37

3) Menambah Ketaatan dengan Ibadah Shalat Tahajud, Membaca al-Qur‟an dan Beristighfar

Bagi orang muslim sudah selayaknya meraih kenikmatan munajat kepada Allah SWT. Di saat ia bangun malam dan melakukan shalat malam.

Shalat tahajud merupakan shalat sunnah yang dilaksanakan di waktu malam. Yang lebih baik lagi jika dilaksanakan sesudah shalat malam, di saat suasana sunyi sepi hingga bisa tenang melakukannya hingga, dan menambah kekhusyukan. Sedang bilangan raka‟atnya tidak terbatas (Faruoq: 152).

Allah SWT menjadikan waktu menjadi siang dan malam. Waktu siang adalah waktu yang digunakan manusia untuk bekerja mencari nafkah dengan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya di dunia dan aktivitas lainnya. Sedangkan waktu malam adalah waktu untuk beribadah dan berdo‟a memohon pengampunan dan keridhaan-Nya. Dengan demikian,

maka dapat dikatakan bahwa waktu siang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan waktu malam untuk kebutuhan rohaninya. Keutamaan malam dalam beribadah ataupun berdo‟a kepada Allah karena pada waktu malam menjelang pagi atau waktu menjelang sahur Allah SWT turun ke langit dunia dan berseru kepada umat manusia untuk beribadah dan berdo‟a memohon ampunan kepada-Nya. Dan hal tersebut

dilakukan Allah SWT terus menerus hingga fajar menyingsing. Oleh karena itu, setiap manusia yang berdo‟a pada waktu tersebut akan

dikabulkan do‟anya dan orang yang melewatkan waktu tersebut termasuk

(52)

38

Upaya orang tua agar anak mau menggunakan waktu malam untuk perbuatan yang baik maka perlu keteladanan dari orang tua agar dalam menggunakan waktu malam hari untuk belajar. Semisal dengan menemani anaknya belajar atau dengan sama-sama melakukan tugasnya masing-masing, semisal orang tua menyelesaikan tugas kantornya maka anaknya mengerjakan tugas sekolahnya. Selain itu juga, setiap mau melakukan sholat malam hendaknya dilakukan dengan berjamaah sehingga anakpun akan selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

Sementara itu, anak juga dibiasakan dengan melakukan sholat malam ketika orang tua akan melakukan sholat-sholat sunnah, semisal sholat hajat dan tahajud. Dengan pembiasaan tersebut maka anak akan terbiasa bangun malam walaupun tanpa dibangunkan oleh orang tuanya.

Selain shalat tahajud, bentuk-bentuk ibadah itu bisa dengan membaca al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan sumber kehidupan bagi orang yang beriman, oleh karena itu hendaknya selalu dobaca, ditelaah kemudian amalkan isi kandungannya yang luar biasa. Dengan membacanya akan mendapatkan pahala. Bagi orang-orang yang beriman, al-Qur‟an berfungsi sebagai obat, penentram hati. Al-Qur‟an juga sebagai rahmat. Sedangkan bagi orang zalim, al-Qur‟an hanya menembah penyakit baginya (Takariawan, 2005: 50).

(53)

39

Kebiasaan mengucap istighfar akan lebih sempurna bila diikuti kebiasaan meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain. Karena dengan kesadaran sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan. Membaca istighfar hendaknya diikuti dengan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk.

b. Akhlak Anak terhadap Sesama Manusia

Manusia adalak makhluk yang hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dalam Islam terdapat hak-hak bertetangga yaitu berbuat baik kepadanya dan menjauhkan diri dari mengganggunya walaupun berbeda.

Tetangga adalah orang yang mendiami rumah berdampingan dengan rumah kita dan mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan kita, sebagaimana yang kita rasakan selama ini. Karena sangat pentingnya, kadang-kadang peranannya melebihi peranan keluarga dan saudara yang tempatnya jauh.

Jar atau tetangga itu meliputi semua orang yang berdekatan tempatnya. Termasuk di dalamnya orang muslim atau kafir, abid atau fasik, teman, seteru, pribumi, orang asing baik kerabat maupun bukan, baik dekat maupun jauh rumahnya. Sedangkan mememuliakan tetangga itu merupakan sebagian dari iman itu merupakan upaya dalam pembinaan iman (Depag RI, 2001: 201). Kewajiban kita terhadap tetangga antara lain :

1) Hendaklah memulai perjumpaan dengan mengucapkan salam

2) Tidak memeperpanjang percakapan dengan tetengga dan tidak banyak bertanya kepadanya

(54)

40

4) Berduka cita ketika tertimpa musibah

5) Menegurnya dengan ramah tamah ketika melakukan kekeliruan 6) Menundukkan pandangan

7) Menolongnya ketika membutuhkan pertolongan

8) Tidak membiasakan memandangi pelayan perempuannnya (Al-Ghazali, 1997: 40)

Dalam kehidupan bertetangga ada beberapa tingkatan tetangga. Yang pertama adalah tetangga yang memeiliki satu hak saja (hak ketetanggaan saja) yaitu tetangga yang musyrik, yang kedua adalah tetangga yang memiliki dua hak yaitu hak ketetanggaan dan hak keislaman, yang ketiga yaitu memiliki tiga hak yaitu hak ketetanggaa, hak keislaman dan hak kekerabatan.

Berbuat baik kepada tetangga (jar) adalah dengan cara menyampaikan bermacam-macam kebijakan sesuai dengan kesanggupannya, seperti memberi hadiah, memberi salam, bermanis muka dikala berjumpa dan lain sebagainya (Depag RI, 2001: 202).

Bertetangga atau bersosialaisasi sejak dini sangat penting diajarkan pendidik kepada anak didik guna menjadikan anak didik yang mempunyai jiwa sosial dan mampu hidup bermasyarakat kelak.

c. Akhlak Guru terhadap Anak Didik

(55)

41

tersebut. menurut teori pendidikan Barat, tugas pendidikan menurut pandangan islam secara umum yaitu dengan mendidik dengan selalu mengembangkan potensi anak didik baik potensi psikomotor, kognitif maupun afektif secara seimbang sampai ke tingkat setinggi-tingginya (an Nahlawi, 1992: 74).

Seorang guru yang lebih mengetahui tentang ilmu pengetahuan akan lebih efektif dalam proses transfer nilai pengetahuan terhadap anak didiknya. Kemudian lebih wara‟ akan lebih mendorong untuk mengajarkan akhlak yang mulia dengan cara memberikan contoh yang baik. Sedangkan guru yang lebih tua umurnya akan lebih dihormati oleh anak didiknya, karena berwibawa daripada guru yang lebih muda dihadapan anak didik. Sehingga akan mudah untuk mengajarkan ilmu pengetahuan.

Syarat-syarat tertentu yang harus dimiliki oleh guru antara lain : 1) Tentang umur sudah dewasa

Tugas mendidik sanagtlah penting, karena berhubungan dengan perkembangan anak didik dalam menentukan nasibnya. Maka tanggung jawab harus dilaksanakan, dan yang dapat bertanggung jawab adalah orang dewasa sedang anak-anak belum bisa dimintai pertanggung jawaban. 2) Tentang kesehatan harus sehat jasmani dan sehat rohani

(56)

42

3) Tentang kemampuan mengajar ia harus ahli

Ahli dalam mengajar sangat penting bagi pendidik ataupun guru orang tua di lingkungan keluarga perlu mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuan itu diharapkan supaya orang tua lebih mampu menyelenggarakan pendidikan bagi anak didik di lingkungan keluarga.

4) Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi

Seorang guru atau pengajar harus baik peragainya. Sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya , dedikasi (pengorbanan) tinggi diperlukan dalam mendidik serta dalam meningkatkan mutu mengajar.

Seorang pendidik merupakan orang yang selalu menjadi panutan bagi peserta didiknya atau bagi masyarakat pada umumnya. Oleh karena sudah sepatutnya seorang pendidik harus memiliki kepribadian yang baik sehingga dia bisa menjadi contoh bagi peserta didik dan lingkungannya.

Pendidik merupakan unsur pokok dalam proses belajar mengajar. Sedangkan proses belajar mengajar merupakan penterjemahan dan tranformasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi. Hal ini menunjukan bahwa ketercapaiannya tujuan pendidikan berdasar dari kompetensi guru dalam menyampaikannya. Oleh karena itu pendidikan yang bukan hanya sekedar transfer pengetahuan saja melainkan juga bagaimana seorang pendidik bisa mengolah rasa dan melatihnya sehingga peserta didik juga mempunyai kepribadian sesuai yang diharapkan oleh pendidiknya.

(57)

43

tingkatan akhlak tersebut pantas dijadikan panutan dan pantas juga untuk diikuti. Hal ini dimaksudkan agar seorang pendidik yang mempunyai gelar pewaris para Nabi senantiasa memberikan cahaya-cahaya kenabian kepada peserta didiknya. Cahaya-cahaya kenabian inilah yang merupakan pokok dari suatu pengajaran atau pendidikan yakni pembentukan pribadi peserta didik yang baik dan mulia. Dalam hal ini menunjukan bahwa kepribadian seorang pendidik harus senantiasa melekat dalam dirinya sehingga tingkah laku dan budi yang luhur akan selalu tampak pada dirinya.

Dalam pandangan umum, pribadi seseorang sering digambarkan seperti layaknya sebuah baju. Baju adalah penutup bagian tubuh manusia sehingga ia dikatakan sebagai seorang manusia. Jika seorang manusia tidak memakai baju dalam suatu keramaian maka harkat dan martabatnya sebagai manusia akan hilang. Begitu halnya dengan kepribadian seorang pendidik yang tentu ia akan selalu menjadi bahan pengamatan dan contoh bagi peserta didiknya. Jika seorang pendidik tidak memiliki kepribadian yang baik maka wibawa dan kelayakannya akan hilang dimata peserta didik dan orang lain. Oleh karena itu, pendidik sebagai figur yang tentu saja menjadi panutan dan teladan bagi peserta didiknya maka ia pun harus memiliki kepribadian yang baik sehingga ia mampu menjadi seorang yang yang dicontoh dan ditauladani baik bagi peserta didik, teman sejawatnya maupun masyarakat secara umum.

d. Akhlak Anak Didik terhadap Gurunya

(58)

44

argument dengannya dalam persoalan apapun, sungguh pun kau telah tahu bahwa dia telah salah menurutmu dan melakukan setiap perintah-perintahnya sebisa mungkin dan sekuat tenaga. Sedangkan menghormati secara batin berarti sang murid tidak menyangkal dalam hati terhadap setiap hal yang dia dengar dan terima darinya baik berupa tindakan maupun ucapan, sehingga hati murid tidak bercampur dengan kemunafikan.

Menghormati guru adalah kewajiban bagi seorang murid. Hal ini tidak lain karena guru adalah orang yang mengarahkan, membimbing dan mendidik murid sehingga menuju cita-cita yang ingin dicapainya. Selain itu juga, seorang guru adalah seorang pemilik ilmu yang mana berarti orang tersebut mempunyai kehormatam yang agung dan kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT. Oleh karena Allah mewajibkan mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah SWT.

Seorang anak didik yang sedang mencari ilmu haruslah bersikap sopan santun atau tata krama terhadap pembimbingnya sebagai wujud penghormatan terhadap gurunya. Sebab hal itu merupakan suatu perkara yang sangat penting. Bagi para anak didik sendiri, jika hati seorang pembimbing atau guru terusik oleh akhlak atau budi pekerti seorang anak didik yang menyimpang dari kemulyaan, atau tata krama yang tercela, maka hal tersebut bisa menghambat jalannya pendidikan, dalam arti ilmu yang disampaikan oleh pembimbing atau guru itu akan terasa sulit diterimanya.

(59)

45

umumnya usianya lebih tua, sedang orang yang lebih muda wajib menghormati gurunya (Tatapangarsa: 118).

Adap anak didik terhadap gurunya, antara lain: 1) Patuh Terhadap perintahnya

Patuh atau taat terhadap guru di sini adalah selama apa yang diperintahkan itu tidak bertentangan dengan syara‟ dan prinsip-prinsip akidah Islam.

2) Menjauhi apa yang dibencinya

Menjauhi apa yang dibenci tersebut dengan syarat tidak bertentangan dengan syara‟.

3) Sabar dalam menjalani pendidikan

Kaitannya sabar dalam belajar maka seseorang yang belajar dia harus mau melalui proses dan tidak terburu-buru dalam belajar karena setiap pelajaran ada waktu yang tepat kapan diajarkan oleh gurunya.

4) Memelihara Ilmu yang diberikan

Memilahara ilmu yang dimaksud adalah dengan mengamalkan ilmu yang diperoleh.

e. Akhlak terhadap Ilmu 1) Giat dalam Belajar

Referensi

Dokumen terkait

Pertimbangan dokter bedah I untuk tidak memberikan antibiotika profilaksis adalah jarang ditemukannya infeksi setelah operasi pada pasien operasi apendisitis akut

FATAHILAH PENGELOLA PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN JALAN DINAS PEKERJAAN UMUM D-III TEKNIK SIPIL... RAHMAD HIDAYAT ANALIS PENINGKATAN

Data lalu lintas memegang peranan terpenting pada perencanaan tebal perkerasan karena data lalu lintas ini dibutuhkan untuk menghitung beban lalu lintas rencana yang akan dipikul

Dalam level ini diperlukan data masukan berupa : nama part , jumlah part dalam rak, alur produksi, dan identitas kartu, sebagai kontrolnya adalah template formulir

karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Dampak Revitalisasi Pasar Tradisional Terhadap Pendapatan Ekonomi Pedagang

Menurut Swastha (2009:234), “K omunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual, dan merupakan kegiatan yang membantu dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif terhadap kerjasama dan prestasi belajar siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran Model Cooperative Learning

Kegiatan FGD dilakukan dengan melibatkan seluruh kompenen pengurus dan pengelola masjid di Kelurahan Taman Sari Ampenan Kota Mataram yang terkait dengan fokus pengabdian yaitu