• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN KEGIATAN SATU BIDANGSEJENISSEARAHLINIER TAHUN 20122013 ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN GURU PKN DALAM MERENCANAKAN, MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONSTEKSTUAL DI LINGKUNGAN KOTA TANGERANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN KEGIATAN SATU BIDANGSEJENISSEARAHLINIER TAHUN 20122013 ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN GURU PKN DALAM MERENCANAKAN, MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONSTEKSTUAL DI LINGKUNGAN KOTA TANGERANG SELATAN"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 1

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

KEGIATAN SATU BIDANG/SEJENIS/SEARAH/LINIER

TAHUN 2012/2013

ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN GURU PKN

DALAM MERENCANAKAN, MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN

BERBASIS KONSTEKSTUAL

DI LINGKUNGAN KOTA TANGERANG SELATAN

Oleh : Drs. Subarto, M.Pd Dra.Dwikora Hayuati, M.Pd

Ichwani Siti Utami, S.Pd

Dibiayai dengan sumber dana LPPM Universitas Pamulang Tahun Anggaran 2012

Nomor Kontrak : 05/A5/SPKP/LPPM- UNPAM/VII/2012 tanggal 10 Juli 2012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FKIP

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PAMULANG

(2)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan Sekolah Menengah

membawa konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model

pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based

program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based

program). Model pembelajaran berbasis kompetensi tersebut menuntun proses

pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan

kemampuan serta menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama

berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam

kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi

bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat

kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut

kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang

maksimal. Oleh karana itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut

perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil,

tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b)

peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka

mempunyai perbedaan cara belajar, (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan

(3)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 3

Dengan adanya kebijakan tersebut di atas, mengisyaratkan kepada pendidik,

bahwa dalam pembelajaran bukan siswa sebagai obyek pengajaran, namun siswa

adalah pelaku aktif dalam pembelajaran, bagaimana siswa bisa berhubungan

dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di

masyarakat melalui sebuah proses pembelajaran. Kondisi tersebut menuntut

kepekaan dan kreativitas pendidik untuk bisa merancang dan melaksanakan proses

pembelajaran yang berbasis pada kondisi nyata yang akan dihadapi siswa saat akan

memasuki kehidupannya di masyarakat nanti.

Namun kondisi di lapangan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual apakah sudah menjadi dasar pengembangan guru untuk mengaitkan

antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa serta mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Apakah proses pembelajaran PKN yang ada di SMP/SMA berlangsung secara

alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer

pengetahuan dari guru ke siswa. Apakah dalam proses pembelajarannya guru selalu

membantu siswa mencapai tujuan belajar. Apakah guru lebih banyak berurusan

dengan strategi daripada hanya memberi informasi. Apakah guru dalam mengelola

kelas sudah melakukan kerjasama dengan siswanya sebagai sebuah tim untuk

menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Apakah siswa

menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, bukan dari apa kata

guru.

Dengan melihat pada latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik

(4)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 4

guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual

di lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana tingkat

kemampuan guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis

konstekstual di lingkungan Kota Tangerang tahun 2012 ? “

C. Tujuan Penelitian dan Pengkajian

Tujuan Umum Penelitian, dan Pengkajian: Adalah untuk mengetahui bagaimana

tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran

berbasis konstekstual guru PKN di lingkungan Kota Tangerang tahun 2012.

Tujuan Khusus Penelitian, dan Pengkajian:

1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan,

melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual di lingkungan Kota Tangerang

tahun 2012

2. Merancang paket pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru PKN di

lingkungan Kota Tangerang dalam mengimplementasikan pembelajaran

konstekstual ,

E. Manfaat Penelitian dan Pengkajian

1. Bagi Peneliti/Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

(5)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 5

melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual sebagai bahan pengembangan

kompetensi keilmuannya

2. Bagi Tenaga Pendidik, adalah mengetahui prosedur dan mekanisme pengembangan

pembelajaran konstekstual yang baik sesuai standar, khususnya pada mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan pokok bahasan yang ada di dalamnya

3. Bagi Sekolah (SMP/SMA), untuk merencanakan dan mengembangkan kualitas

pembelajaran di lingkungan sekolahnya sebagai bagian dari peningkatan mutu

lulusan yang akan dihasilkannya nanti

4. Bagi Dinas Pendidikan terkait, adalah mengembangkan dan melaksanakan program

peningkatan kualitas SDM bidang pendidikan melalui pendidikan dan pelatihan

atau sejenisnya, khususnya tentang penyelenggaraan proses pembelajaran yang

(6)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Model Pembelajaran Konstekstual

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian dan Lingkup Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan

belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa

berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada

bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik.

Ada juga yang berpendapat bahwa belajar adalah sama saja dengan

latihan, sehingga hasil belajar akan nampak dalam

keterampilan-keterampilan tertentu, sebagai hasil latihan. Untuk memperoleh banyak

kemajuan, seseorang harus dilatih dalam beberapa aspek tingkah laku

sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang otomatis.

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu

proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari

interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya. James

E. Mazur (Microsoft ® Encarta ® 2006) lebih lanjut menyatakan

bahwa: “Learning, acquiring knowledge or developing the ability to

perform new behaviors. A variety of factors determine an individual’s

(7)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 7

addition, certain developmental and learning disorder can impair a person’s ability to learn”. Belajar merupakan proses memperoleh

pengetahuan atau pengembangan kecakapan yang ditunjukkan dalam

perilaku baru. Berbagai faktor mempengaruhi kecakapan belajar

seseorang. Empat faktor penting, meliputi: usia, motivasi, pengalaman

sebelumnya, dan proses ganguan (disorder) perkembangan dan belajar.

Sedangkan menurut Morgan, et.al (1986) belajar dapat

didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan

terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Pendapat ini serupa

dengan pendapat Cronbach (Suryobroto, 1983) yakni “Learning is

shown by a change in behavior as results of experience”, dan pendapat

Mazur dan Rocklin (Slavin, 1997) bahwa : “Learning is usually defined

as a change in an individual caused by experience”. Demikian juga

Reber (1988) yang mengemukakan bahwa “Learning is a relatively

permanent change in response potentiality which occurs as a result of

reinforced practice”, belajar merupakan suatu perubahan kemampuan

bereaksi yang relatif tetap sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Ormrod (1995) mendeskripsikan adanya dua definisi belajar

yang berbeda. Difinisi pertama menyatakan bahwa, ”Learning is relatively permanent change in behavior due to experience”, belajar

merupakan perubahan perilaku yang relatif permanen karena

pengalaman. Sedangkan definisi kedua menyatakan bahwa, “Learning

is relatively permanent change in mental associations due to

(8)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 8

permanen karena pengalaman. Sehingga, belajar diartikan sebagai

tahapan aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan

mental yang relatif sebagai bentuk respon terhadap situasi dan interaksi

dengan lingkungan

Menurut Gagne (1984) belajar adalah sebagai suatu proses

dimana seorang individu berubah perilakunya sebagai akibat dari

pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat, belajar

merupakan proses yang terjadi dalam jangka waktu yang lama melalui

latihan yang membawa terjadinya perubahan dalam diri sendiri.

Kemudian Lester D. Crow mengemukakan bahwa belajar ialah upaya

untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.

(DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008)

Selanjutnya berikut ini pendapat beberapa ahli pendidikan dan

psikologi tentang belajar yaitu:

1) Belajar menurut pandangan Skinner, merupakan suatu perubahan yang

terjadi dalam peluang munculnya respon.

2) Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne, belajar merupakan

perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah

belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses

pertumbuhan saja.

3) Belajar menurut pandangan Piaget, mengemukakan pendapatnya

mengenai pengertian belajar adalah perubahan struktural yang saling

(9)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 9

(pengubahan) informasi baru terhadap informasi yang telah kita miliki

sehingga informasi baru tersebut dapat disesuaikan dengan baik.

4) Belajar menurut pandangan Carl R. Rogers, belajar adalah suatu

kebebasan atau kemerdekaan untuk mengetahui sesuatu yang baik dan

yang buruk, tetapi dengan penuh tanggung jawab.

5) Belajar menurut pandangan Benjamin Bloom, belajar adalah

perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik

untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai

masyarakat, maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.

6) Belajar menurut pandangan Jerome S. Bruner, belajar adalah suatu

cara bagaiman orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi

informasi secara efektif.

Dari pendapat di atas, maka diketahui bahawa dalam pengertian

belajar memperlihatkan adanya beberapa karakteristik, bahwa :

a. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan pada

diri individu yang belajar.

b. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan

tanggapan terhadap suatu rangsangan.

c. Perubahan itu terjadi secara permanen.

d. Perubahan tersebut terjadi bukan karena proses pertumbuhan atau

kematangan fisik, melainkan karena usaha sadar.

Dengan demikian, proses pembelajaran merupakan titik pertemuan

antara berbagai input pembelajaran. Mulai dari faktor utama, yaitu siswa,

(10)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 10

pendukung seperti sarana, sumber belajar, lingkungan dan sebagainya.

Dalam rangka membelajarkan siswa, maka para pakar pendidikan telah

mengembangkan berbagai model pembelajaran dengan harapan akan dapat

lebih meningkatkan mutu proses dan hasil belajar.

b. Tujuan Belajar

Tujuan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi perubahan

tingkah laku dari individu setelah individu tersebut melaksanakan proses

belajar. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi perubahan (peningkatan)

bukan hanya pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek lainnya. Selain itu

tujuan belajar yang lainnya adalah untuk memperoleh hasil belajar dan

pengalaman hidup. Benyamin S Bloom, menggolongkan bentuk tingkah

laku sebagai tujuan belajar atas tiga ranah, yakni:

1) Ranah kognitif, berkaitan dengan perilaku yang berhubungan dengan

berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif

menurut Bloom, et.al (Winkel, 1999; Dimyati & Modjiono, 1994)

dibedakan atas 6 tingkatan dari yang sederhana hingga yang tinggi,

yakni:

a. Pengetahuan (knowledge), meliputi kemampuan ingatan tentang hal

yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan,

b. Pemahaman (comprehension), meliputi kemampuan menangkap arti

dan makna dari hal yang dipelajari. Ada tiga subkategori dari

pemahaman, yakni: 1) Translasi, yaitu kemampuan mengubah

data yang disajikan dalam suatu bentuk ke dalam bentuk lain.2)

(11)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 11

Ekstrapolasi, yaitu kemampuan meramal perluasan trend atau

kemampuan meluaskan trend di luar data yang diberikan.

c. Penerapan (aplication), meliputi kemampuan menerapkan metode

dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

d. Analisis (analysis), meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan ke

dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami

dengan baik. Analisis dapat pula dibedakan atas tiga jenis,

yakni:1) Analisis elemen, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan

merinci elemen-elemen dari suatu masalah atau dari suatu bagian

besar.2) Analisis relasi, yaitu kemampuan mengidentifikasi relasi

utama antara elemen-elemen dalam suatu struktur.3) Analisis

organisasi, yaitu kemampuan mengenal semua elemen dan relasi dari

struktur kompleks.

e. Sintesis (synthesis), meliputi kemampuan membentuk suatu pola

baru dengan memperhatikan unsur-unsur kecil yang ada atau untuk

membentuk struktur atau sistem baru. Dilihat dari segi produknya,

sintesis dapat dibedakan atas:1) Memproduksi komunikasi unik,

lisan atau tulisan 2) Mengembangkan rencana atau sejumlah

aktivitas 3) Menurunkan sekumpulan relasi-relasi abstrak.

a. Evaluasi (evaluation), meliputi kemampuan membentuk pendapat

tentang sesuatu atau beberapa hal dan pertanggungjawabannya

berdasarkan kriteria tertentu.

2) Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan

(12)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 12

Bloom (Bloom.,et.al,1971) terdiri dari 5 jenis perilaku yang

diklasifikasikan dari yang sederhana hingga yang kompleks, yakni:

a. Penerimaan (reseving) yakni sensitivitas terhadap keberadaan

fenomena atau stimuli tertentu, meliputi kepekaan terhadap hal-hal

tertentu, dan kesediaan untuk memperhatikan hal tersebut.

b. Pemberian respon (responding) yakni kemampuan memberikan

respon secara aktif terhadap fenomena atau stimuli.

c. Penilaian atau penentuan sikap (valuing) yakni kemampuan untuk

dapat memberikan penilaian atau pertimbangan terhadap suatu objek

atau kejadian tertentu.

d. Organisasi (organization), yakni konseptualisasi dari nilai-nilai

untuk menentukan keterhubungan diantara nilai-nilai.

e. Karakterisasi, yakni kemampuan yang mengacu pada karakter dan

gaya hidup seseorang.

3) Ranah Psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill)

yang bersifat manual dan motorik. Ranah psikomotor menurut Simpson (Winkel,

1999;Fleishman & Quaintance, 1984) dapat diklasifikasikan atas:

a. Persepsi (perception), meliputi kemampuan memilah-milah 2 perangsang

atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada

masing-masing perangsang.

b. Kesiapan melakukan suatu pekerjaan (set), meliputi kemampuan

menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau

(13)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 13

c. Gerakan terbimbing (mechanism), meliputi kemampuan melakukan gerakan

sesuai contoh atau gerak peniruan.

d. Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan

dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya.

e. Gerakan kompleks (complex overt response), meliputi kemampuan untuk

melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen

secara lancar, tepat, dan efisien.

f. Penyesuaian pola gerakan (adaptation), meliputi kemampuan mengadakan

perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus

yang berlaku.

g. Kreativitas, meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru

atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

c. Lingkup Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik

atau murid. (DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008). Pembelajaran juga bisa diartikan

sebagai upaya untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar.

Menurut Degeng (1984) pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan

siswa. Dengan demikian pembelajaran dapat didefinisikan sebagai upaya proses

membangun pemahaman siswa. Pembelajaran disini lebih menekankan pada

bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa dalam belajar.

Istilah pembelajaran agaknya berkaitan dengan istilah mengajar dalam pengertian

kualitatif menurut Biggs. Biggs (Syah, 1997) membagi konsep mengajar dalam tiga

(14)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 14

a. Pengertian kuantitatif, mengajar berarti the transmission of knowledge, yakni

mengajar merupakan suatu proses transmisi pengetahuan.

b. Pengertian institusional, mengajar diartikan sebagai the efficient orchestration

of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien.

c. Pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning,

yakni upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa.

Beberapa ciri pembelajaran yang perlu diperhatikan guru adalah sebagai berikut:

a. Mengaktifkan motivasi

b. Memberitahukan tujuan belajar

c. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental

d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa

(provoking question)

e. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final

f. Menghargai hasil kerja siswa dan memberi umpan balik

g. Menyediakan aktivitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya konstruksi

pengetahuan

Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran pada hakekatnya mempunyai kedudukan yang sangat

penting, karena merupakan landasan bagi:

a. Penentuan isi (materi) bahan ajar.

b. Penentuan dan pengembangan strategi pembelajaran.

(15)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 15

Tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan atas tujuan umum dan tujuan

khusus, tujuan umum adalah pernyataan umum tentang hasil pembelajaran yang

diinginkan yang mengacu pada struktur orientasi, sedangkan tujuan khusus adalah

pernyataan khusus tentang hasil pembelajaran yang diinginkan yang mengacu pada

konstruk tertentu. Tujuan umum pembelajaran dapat dibedakan atas:

1. Tujuan yang bersifat orientatif, dapat diklasifikasikan pula atas 3 tujuan,

yakni:

a) Tujuan orientatif konseptual, pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran

adalah agar siswa memahami konsep-konsep penting yang tercakup dalam

suatu bidang studi.

b) Tujuan orientatif procedural, pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran

adalah agar siswa belajar menampilkan prosedur.

c) Tujuan orientatif teoritik, pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran

adalah agar siswa memahami hubungan kausal penting yang tercakup

dalam suatu bidang studi.

2. Tujuan pendukung dapat diklasifikasikan menjadi 2 tujuan, yakni:

a) Tujuan pendukung prasyarat, yaitu tujuan pendukung yang menunjukkan

apa yang harus diketahui oleh siswa agar dapat mempelajari tugas yang

didukungnya.

b) Tujuan pendukung konteks, yaitu tujuan pendukung yang membantu

menunjukkan konteks dari suatu tujuan tertentu dengan tujuan yang

didukungnya.

(16)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 16

Model pembelajaran, menurut Soekamto dkk. (dalam Trianto, 2007: 5),

adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para

pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Ada beberapa konsep

atau istilah yang berhubungan dengan model pembelajaran. Konsep-konsep

dimaksud adalah: pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode

pembelajaran, dan teknik pembelajaran.

Pendekatan Pembelajaran, dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya

mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran

dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran

terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang

berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2)

pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher

centered approach).

Strategi Pembelajaran, adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus

dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara

efektif dan efisien. Bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna

perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual

tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan

pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke

(17)

group-Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 17

individual learning (Akhmad Sudrajat, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan

cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi

pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Metode Pembelajaran, diartikan sebagai jalan yang dipilih untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan

nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran

lebih bersifat procedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah

cara yang digunakan, yang bersifat implementatif (Uno, 2007: 2) Terdapat

beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk

mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)

demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman

lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Teknik Pembelajaran, dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan

seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.

Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang

relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis

akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah

siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu

digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif

dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat

berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Penggunaan model pembelajaran berhubungan dan memiliki makna

lebih luas dibanding pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Apabila antara

(18)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 18

satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model

pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara

khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan kerangka

atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran. Ada bermacam-macam model pembelajaran, dalam memilih dan

menggunakan model pembelajaran yang baik.

Macam-macam Model Pembelajaran

Ada bermacam-macam model pembelajaran diantaranya adalah: model

pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning), model pembelajaran

kooperatif (cooperative learning), model pembelajaran berdasarkan masalah

(problem-based learning), model pembelajaran kuantum (quantum

teaching-learning), model pembelajaran akselerasi (accelerated learning) dan PAKEM.

Yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah pola komprehensif yang

membentuk sistem pembelajaran secara utuh, meliputi perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan pendekatan pembelajaran adalah cara

pandang terhadap pembelajaran dari sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman

terhadap pembelajaran yang selanjutnya diikuti dengan perlakuan pada

pembelajaran tersebut. Dari beberapa model pembelajaran yang ada di atas, di

dalam penelitian ini hanya akan difokuskan pada salah satu model pembelajaran

saja, yaitu Model Pembelajaran Konstekstual.

(19)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 19

Metode pembelajaran adalah cara mengatur pembelajaran dalam lingkup

mikro meliputi cara penyajian atau tahap pelaksanaan pembelajaran. Menurut

Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning

(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Lebih lanjut Komalasari (2010:7) menyatakan

bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan

antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam

lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan

untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual

adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk

membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang

dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan,

sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan

makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan

keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan

sehari-hari.

Ada beberapa komponen dalam pembelajaran kontekstual. (Muslich,

2007:43) mengungkapkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual adalah

sebagai berikut.

a) Konstruktivisme, membangun, dan membentuk (contructivism) adalah

(20)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 20

bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri

pengetahuan dan keterampilan barunya.

b) Bertanya (questioning), adalah kegiatan belajar yang mendorong sikap

keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan

dipelajari.

c) Menyelidiki, menemukan sendiri (inquiry), adalah kegiatan belajar yang

mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau

permasalahan yang dihadapi sehingga siswa berhasil “menemukan” sesuatu.

d) Masyarakat belajar (learning community), adalah kegiatan belajar yang bisa

menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga siswa bisa

berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman

yang lain.

e) Pemodelan (modeling), adalah kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model

yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh,

demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu,

dan sebagainya.

f) Refleksi atau umpan balik (reflection), yaitu kegiatan belajar yang memberikan

refleksi atau umpan balik dalam bentuk bertanya jawab dengan siswa tentang

kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang

telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau

harapan siswa.

g) Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), yaitu kegiatan belajar

yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa melalui

(21)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 21

Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam

pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran

kontekstual memiliki beberapa komponen yang mendasari proses implementasinya

dalam pembelajaran. Johnson, dalam Nurhadi (2004: 13) menyatakan komponen

utama dalam system pembelajaran konsektual adalah sebagai berikut:

1) Melakukan hubungan yang bermakna. Siswa dapat mengatur dirinya sendiri

dalam belajar dan mengembangkan minatnya secara individual maupun

kelompok, dan siswa adalah orang yang dapat belajar sambil berbuat.

2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan dengan cara siswa membuat

hubungan antar sekolah dengan berbagai konteks dalam kehidupan dunia

nyata, sebagai anggota masyarakat.

3) Belajar yang diatur sendiri. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan dengan

tujuan adanya urusan dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan

pilihan, dan ada produk atau hasil yang sifatnya nyata.

4) Bekerja sama. Siswa dapat bekerja sama secara efektif dalam kelompok.

Sedangkan guru dapat membantu siswa memahami bagaimana mereka saling

mempengaruhi dan saling berkomunikasi dalam kelompoknya.

5) Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang

lebih tinggi secara kritis dan kreatif meliputi: menganalisis, membuat sintesis,

memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan

(22)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 22

6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa. Siswa memelihara pribadinya

dengan: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang

tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil

tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghoramti temannya dan orang

dewasa.

7) Mencapai standar yang tinggi. Siswa mengenal dan mencapai standar yang

tinggi dengan cara mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk

mencapainya. Peran guru adalah memperlihatkan kepada siswa bagaimana

mencapai keberhasilan dalam belajar.

8) Menggunakan pengetahuan akademisnya dalam konteks dunia nyata untuk satu

tujuan yang bermakna.

Beberapa teori yang berkembang berkaitan dengan metode Contextual

Teaching and Learning adalah sebagai berikut: Knowledge Based

Constructivism,teori ini beranggapan bahwa belajar bukan menghapal, melainkan

mengalami, di mana peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya,

melalui partisipasi aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran. Effort

Based Learning / Incremental Theory, teori ini beranggapan bahwa bekerja keras

untuk mencapai tujuan belajar akan mendorong pesertadidik memiliki komitmen

terhadap belajar. Socialization, teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan

proses sosial yang menentukan terhadap tujuan belajar. Situated Learning, teori

ini beranggapan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik

dalam konteks secara fisik maupun konteks sosial dalam rangka mencapai tujuan

belajar. Distributed Learning, teori ini beranggapan bahwa manusia merupakan

(23)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 23

proses sebagai pengetahuan dan bermacam – macam tugas. Teori Piaget

Menurut Piaget bahwa manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui

perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional,

dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung

pada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinterkasi dengan

lingkunganya. Berdasarkan teori Piaget pembelajaran kontekstual cocok

diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Karena pembelajaran itu memusatkan

perhatian pada berpikir atau proses mental pebelajar, bukan sekedar kepada

hasilnya, mengutamakan peran pebelajar dalam kegiatan pembelajaran, dan

memaklumi perbedaan individu dalam kemajuan perkembangannya.

Teori Vygotsky, menurut Vygotsky mengemukakan empat

prinsip-prinsip kunci dalam pembelajaran, sebagai berikut :

1) Penekanan pada hakikat sosial kultural belajar yaitu pembelajar mampu

belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih

mampu. Interaksi social ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya

perkembangan intelektual anak.

2) Zona Perkembangan terdekat (ZPT) yaitu pebelajar belajar konsep paling

baik, jika konsep itu berada pada ZPT mereka. Dalam pembelajaran

pebelajar yang sedang bekerja pada ZPTnya, pada saat mereka terlibat

dalam tugas-tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri, mereka dapat

menyelesaikannya, jika dibantu oleh teman sebaya atau orang dewasa.

3) Pemagangan kognitif yang mengacu pada proses dimana seseorang sedang

(24)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 24

dengan pakar. Pakar adalah bisa orang dewasa, orang yang lebih tahu, atau

teman sebaya yang lebih mampu.

4) Scaffolding yang mengacu pada pemberian kepada seorang anak sejumlah

bantuan oleh teman sebaya atau orang dewasa (pebelajar). Pemberian

scaffolding berarti memberikan kepebelajar sejumlah dukungan selama

tahap-tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan dan

memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab

yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukan tugas tersebut

secara mandiri.

Teori vygosky memberikan teori belajar yang berkaitan dengan faham

kontruktifisme dengan kerangka kerjanya yaitu: (1) pengetahuan dikontrusi dari

pengalaman, (2) hasil belajar berasal dari interprestasi individu terhadap

pengetahuan, (3) belajar adalah “proses aktif” yang dalam makna dikembangkan

berdasarkan pengalaman, (4) belajar adalah kolaboratif dengan makna yang

dinegosiasikan dengan prespektif ganda, (5) belajar terjadi dalam seting yang

realistis, (6) tes harus diintegrasikan ke dalam tugas-tugas bukan kegiatan yang

terpisah. Hal ini sesuai dengan komponen kontekstual yaitu : konstruktivisme

(constructivism). Berdasarkan teori Vygotsky tentang prinsip-prinsip kunci

dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa teori Vykosky cocok diterapkan

pada pembelajaran kontekstual karena sejalan dengan komponen utama

pembelajaran kontekstual.

Teori Ausubel, membedakan antara kegiatan belajar yang bermakna dan

kegiatan belajar yang tidak bermakna. Menurut Ausubel belajar bermakna

(25)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 25

dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar.

Ausubel mengemukakan dua prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam

penyajian materi bagi pebelajar, yaitu:

1. Prinsip diferensial progresif yang menyatakan bahwa dalam penyajian

materi pembelajaran bagi pebelajar, materi atau gagasan yang bersifat paling

umum atau paling inklusif harus disajikan terlebih dahulu, sesudah itu baru

disajikan materi atau gagasan yang lebih detail

2. Prinsip rekonsilasi integrative yang menyatakan bahwa materi atau

informasi yang baru dipelajari perlu direkonsilasikan dan diintegrasikan

dengan materi atau informasi yang sudah lebih dahulu dipelajari pada

bidang keilmuan yang bersangkutan.

Teori Bruner, menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif

yang memungkinkan manusia menemukan hal-hal baru diluar informasi yang

diberikan kepada dirinya. Menurut Bruner mempelajari pengetahuan perlu

dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan dapat diinternalisasi

dalam pikiran orang tersebu. Tahap tersebut Bruner membagi 3 yaitu : (1)

tahap enaktif, suatu pengetahuan yang dilakukan secara aktif dengan

menggunakan benda-benda kongkrit atau menggunakan situasi nyata. (2) tahap

ikonik, suatu pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk bayangan visual,

gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit. (3) tahap

simbolik yaitu tahap pembelajaran yang direpresentasikan dalam bentuk

(26)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 26

Ketiga tahap dalam mempelajari pengetahuan menurut buner tersebut

memiliki proses belajar yang sama dengan pemblajaran kontekstual dimana

pembelajaran dengan menggunakan benda-benda nyata (kongrit) kemudian

kebentuk visual atau gambar kemudian ke bentuk simbol. Jadi dalam

pembelajaran siswa terlibat aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip secara

mandiri dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk membangun dan

menemukan pengetahuannya sendiri, sementara guru berfungsi sebagai

motivator bagi siswa dalam menemukan dan memecahkan masalah. Hal ini

sesuai dengan komponen kontekstual.

Karakteristik Pembelajaran Kontekstual.

Menurut Muslich (2007:42) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

mempunyai karakteristik sebagai berikut.

a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks otentik, yaitu pembelajaran yang

diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau

pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in

real life setting).

b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan

tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada

siswa (learning by doing).

d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling

(27)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 27

e. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan rasa

kebersamaan, berkerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain

secara mendalam (learning to know each other deeply).

f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan

kerjasama (leaning to ask, to inquiry, to work together).

g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an

enjoy activity).

Komalasari (2010:13) mengidentifikasi karakteristik pembelajaran

kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating),

konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja

sama (coorperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian

autentik (authentic assesment). Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mempunyai

ciri khusus dalam pelaksanakannya meliputi: learning in real life setting, meaningful

learning, learning by doing, learning in group, learning to know each other deeply,

leaning to ask, to inquiry, to work together, dan learning as an enjoy activity dengan

berpedoman pada konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung

(experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (coorperating), konsep

pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assesment)

dalam penerapannya di kelas agar siswa mampu membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara.

(28)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 28

Ada beberapa komponen dalam pembelajaran kontekstual. (Muslich, 2007:43)

mengungkapkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual adalah sebagai

berikut.

1. Konstruktivisme, membangun, dan membentuk (contructivism) adalah Kegiatan

yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila

siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan

keterampilan barunya.

2. Bertanya (questioning), adalah kegiatan belajar yang mendorong sikap

keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan

dipelajari.

3. Menyelidiki, menemukan sendiri (inquiry), adalah kegiatan belajar yang

mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau

permasalahan yang dihadapi sehingga siswa berhasil “menemukan” sesuatu.

4. Masyarakat belajar (learning community), adalah kegiatan belajar yang bisa

menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga siswa bisa

berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman yang

lain.

5. Pemodelan (modeling), adalah kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model

yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh,

demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan

sebagainya.

6. Refleksi atau umpan balik (reflection), yaitu kegiatan belajar yang memberikan

(29)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 29

kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah

dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa.

b. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), yaitu kegiatan belajar yang

bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa melalui

kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Implementasi Pembelajaran Kontekstual

Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam

pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sehari-hari, dengan

melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut.

a. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia

diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri

pengetahuan dan keterampilan baru (constructivism).

b. Membentuk grup belajar yang saling tergantung (interdependent learning

groups) yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang

lain, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan dalam

kelompok-kelompok belajar atau proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam

kelompok.

c. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), yaitu agar siswa memperoleh

pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil

(30)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 30

d. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan

(questioning). Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

membimbing, dan memahami kemampuan berpikir siswa, sedangkan bagi

siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa

yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian pada aspek yang belum

diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara

guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang baru

yang didatangkan di kelas.

e. Pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada

model yang bisa ditiru. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar,

namun demikian guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang

dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari luar.

f. Refleksi (reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu

kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.

g. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment), adalah proses pengumpulan

berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya

membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu,

bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir

periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu

hasil, dan dengan berbagai cara.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk

(31)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 31

perlu diterapkan mengingat bahwa selama ini pendidikan masih didominasi oleh

pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus

dihapalkan. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa

menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa

diharapkan belajar dengan cara mengalami sendiri bukan menghapal. Nurhadi

(2004: 13) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar

dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual

adalah pembelajaran yang memotivasi siswa untuk menghubungkan antara

pengetahuan yang diperolehnya dari proses belajar dengan kehidupan mereka

sehari-hari, yang bermanfaat bagi mereka untuk memecahkan suatu masalah di

lingkungan sekitarnya. Sehingga pembelajaran yang diperoleh siswa lebih

bermakna. Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa komponen yang mendasari

proses implementasinya dalam pembelajaran. Johnson, dalam Nurhadi (2004: 13)

menyatakan komponen utama dalam system pembelajaran konsektual. Adapun

komponen tersebut sebagai berikut.

a. Melakukan hubungan yang bermakna. Siswa dapat mengatur dirinya sendiri

dalam belajar dan mengembangkan minatnya secara individual maupun

kelompok, dan siswa adalah orang yang dapat belajar sambil berbuat.

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan dengan cara siswa membuat

hubungan antar sekolah dengan berbagai konteks dalam kehidupan dunia

(32)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 32

c. Belajar yang diatur sendiri. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan dengan

tujuan adanya urusan dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan

pilihan, dan ada produk atau hasil yang sifatnya nyata.

d. Bekerja sama. Siswa dapat bekerja sama secara efektif dalam kelompok.

Sedangkan guru dapat membantu siswa memahami bagaimana mereka saling

mempengaruhi dan saling berkomunikasi dalam kelompoknya.

e. Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang

lebih tinggi secara kritis dan kreatif meliputi: menganalisis, membuat sintesis,

memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan

bukti-bukti.

f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa. Siswa memelihara pribadinya

dengan: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang

tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil

tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghoramti temannya dan orang

dewasa.

g. Mencapai standar yang tinggi. Siswa mengenal dan mencapai standar yang

tinggi dengan cara mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk

mencapainya. Peran guru adalah memperlihatkan kepada siswa bagaimana

mencapai keberhasilan dalam belajar.

h. Menggunakan pengetahuan akademisnya dalam konteks dunia nyata untuk satu

tujuan yang bermakna. Misalnya siswa boleh menggambarkan inforamsi

akademis yang mereka pelajari dalam pelajaran IPA dengan merencanakan

pembuatan pupuk organik dari bahan limbah ternak.

(33)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 33

Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang

dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurut Bobbi

Deporter ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis.

Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah

tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis

adalah tipe belajar dengan cara bergerak.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan

bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan konstektual, antara lain yaitu :

a. Siswa harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang

b. setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh

tantangan

c. belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara

hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui

d. belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.

Pola dan Tahapan Pembelajaran Konstektual

Ada beberapa tahapan penerapan pembelajaran konstektual sebagai suatu

strategi pembelajaran, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Konstektual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa

secara penuh, baik fisik maupun mental.

2. Konstektual memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses

berpengalaman dalam kehidupan nyata.

3. Kelas dalam pembelajaran konstektual bukan sebagai tempat untuk memperoleh

informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di

(34)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 34

B.Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural,

bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis

Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah

yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila,

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum

2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk

mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya

bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan

sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara yang memiliki landasan adalah Pancasila dan UUD 1945, yang

berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan

perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus

Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang

diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

(35)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 35

Menurut Hendry Randall Waite (dalam Erwin, 2010: 2), merumuskan pengertian

Civics dengan “The science of citizenship, the relation of man,the individual, to man in

organized collections, the individual in his relation to the state.” Dari definisi tersebut

Civics dapat diterjemahkan sebagai Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan

hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang

terorganisasi. Sedangkan menurut Edmonson (dalam Ubaedillah, 2003: 5) merumuskan

Civics is the elements of political science or that branch of political science dealing

with the right and duties of citizen”. Civics adalah sebagai cabang ilmu politik yang

membahas hak dan kewajiban warga dari sebuah negara.

Menurut Mansoer (dalam Erwin, 2010: 3), pada hakekatnya Pendidikan

Kewarganegaraan itu merupakan hasil dari sintesis antara civics educations, democracy,

education, serta citizenship yang berlandaskan pada filsafat pancasila serta mengandung

identitas nasional indonesia serta materi muatan tentang bela negara. Dengan hakekat

Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia yang berbasis pancasila tersebut, maka dapat

dirumuskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraaan di Indonesia adalah pendidikan

kebangsaan dan kewarganegaraan yang berhadapan dengan dengan keberadaan Negara

kesatuan Republik Indonesia, demokrasi, HAM, dan cita-cita untuk mewujudkan

masyarakat madani Indonesia dengan menggunakan filsafat pancasila sebagai pisau

analisisnya. Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati

diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela

negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Tujuan

(36)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 36

berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri

dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.

Penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan dilakukan secara nasional oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, dan Swasta. Pemerintah

menetapkan kebijakan umum yang meliputi penyusunan standar isi, standar kompetensi,

standar proses dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan.

Kebijakan umum sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan nilai-nilai cinta tanah

air; kesadaran berbangsa dan bernegara; keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi

negara; nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup; kerelaan

berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta kemampuan awal bela negara.

Pengembangan standar isi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dijabarkan dalam rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan.

Rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) meliputi materi dan kegiatan bersifat fisik dan nonfisik. Pengembangan

rambu-rambu materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Menteri sesuai lingkup penyelenggara pendidikan kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk menumbuhkan sikap

kewarganegaraan generasi penerus bangsa. Tentunya studi ini sangat mendukung untuk

membentuk mental dan kepribadian siswa menjadi mental yang berlandaskan Pancasila

dan UUD 1945. Maraknya kegiatan yang mengancam kedaulatan NKRI kini menjadi

nilai urgenitas tersendiri bagi keberadaan Pendidikan Kewarganegaran sebagai

(37)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 37

pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi

sebagai berikut:

a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam

kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan

karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung

dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Sedangkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh

Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:

a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian

Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki

kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan”.

b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai

golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,

(38)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 38

diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran

pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku

yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat

Indonesia.

Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan

Kewarganegaraan adalah : Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam

kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip

dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan

penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan

keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang

efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui

pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan

individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem

politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Secara umum, menurut Maftuh

dan Sapriya (2005:30) bahwa,

Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar

setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni

warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual,

emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab

(civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

Setelah menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan,

maka dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada

penanaman konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan

(39)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 39

Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan

persatuan bangsa.

PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang

secara programatik – prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan

membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik

(diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan

keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara.

Membelajarkan PKN hendaknya dimaknai memberi pembekalan

pengetahuan melek politik – hukum, membina jati diri WNI

berkepribadian/berbudaya Indonesia, melatih pelakonan diri/kehidupan WNI yang

melek politik hukum serta berbudaya Indonesia dalam tatanan kehidupan

masyarakat bangsa negara yang moderen. Dari gambaran di atas maka jelas target

harapan pembelajaran PKN NKRI, yakni:

1. Secara Programatik memuat bahan ajar yang kaffah/utuh (CAP) berupa bekal

pengetahuan untuk melek politik & hukum yang ada/berlaku/imperative dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara NKRI yang demokratis

sistim perwakilan konstitusional. Bahan ajar yang kaffah mutlak harus

menampilkan politik – hokum NKRI secara factual – teoritiik konseptual dan

normative berikut isi pesan (nilai – moral) serta aturan main dan tata cara

pelaksanaannya. Dan sebagai bekal pengetahuan tidak mutlak semua hal

disampaikan melainkan dipilah dan dipilih berdasarkan tiga criteria dasar

yakni: tingkat esensinya, kegunaannya dan kritis tidaknya.

2. Secara Prosedural target sasaran pembelajarannya ialah penyampaian bahan

(40)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 40

potensi diri anak didik secara kaffah serta kehidupan siswa & lingkungannya

(fisik – non fisik) sebagaimana diharapkan/keharusannya ( 6 sumber normative

di Indonesia) serta pelatihan pelakonan pemberdayaan hal tersebut dalam dunia

nyata astagatranya secara demokratis, humanis dan fungsional.

Tersirat dalam semua uraian di atas sejumlah hal yang secara konseptual

dan praksisnya paradox/tabrakan dengan hakekat globalisme dan modernity. Dan

ini berarti tantangan riil yang cukup berat untuk dihadapi para guru PKN. Iptek

melahirkan temuan konsep/dalil dan produk baru yang serba elektronik – massal

meninggalkan ketergantungan manusia dan kehidupannya terhadap tenaga manusia,

binatang dan alam, serta memperpendek jarak waktu antar space. Banyak hal yang

semula bersifat "tidak mungkin atau masa iya" kini ada dan terbuktikan. Bahkan

iptek mulai mencoba menundukan alam serta kodrat natural manusia, kesemua hal

inilah yang menyebabkan manusia "arogan" dan mendewakan dirinya serta

melahirkan dalil "I`m nothing but every things" (aku adalah segala – galanya).

Suka atau tidak suka, semua orang dan bangsa negara digiring menuju dunia

baru itu. Paradigma baru bernegara muncul dalam dalil baru Demokrasi Baru, new

democracy yang world wide cq. Western democracy yang liberalis dan kapitalistik

dimana kepentingan ekonomi menjadi penjuru dan primadonanya. Dalam

kehidupan dan generasi inilah keberadaan tatanan norma dengan perangkat nilai –

moral luhur goyah, tergeser dan atau tergusur . Rem normative yang menjadi

direktiva (moral conduct) diri & kehidupan "blong" dan terciptalah proses erosi dan

dehumanisasi, dimana martabat diri dan kodrat dirinya "dijual dan dikurbankan"

untuk kenikmatan, kesenangan dan kemudahan serta nilai tambah duniawi semata.

(41)

Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 41

materialistik, individualis – utilities dan kontras dengan sejumlah nilai luhur yang

berlaku/ada/baku serta menamakan diri "kehidupan baru yang moderen" Harapan

kita tentu saja manusia, bangsa negara dan kehidupan Indonesia masuk dalam

katagori manusia – bangsa – negara modern super canggih, namun harus tetap

manusia dan bangsa yang berbudi luhur yang tetap mampu tampil dalam

kepribadian Manusia/Bangsa Indonesia. Kita tidak berharap kehadiran manusia/

masyarakat & kehidupan yang modern namun kufur dan dolim terhadap diri

sendiri, Nilai luhur serta warisan budaya (cultural heritage) Indonesia.

Melihat kecenderungan "pergeseran status dan fungsi peran keluarga" (di

kota maupun desa) sekarang ini maka nampaknya semua beban itu akan terpulang

dan harus terpikul oleh Guru. Sekolah dengan seluruh instrumental inputs nya.

Secara institusional, progaramtik curricular dan prosedural pembelajaran harus

kaffah dan value base.Ini adalah harga mati untuk terpenuhinya harapan lahirnya

Manusia dan Bangsa yang religius , cerdas, dan berahlak mulia yang tentunya harus

diiringi system dan mekanisme kerja berbasis profesionalisme dalam dunia

pendidikan.

C. Hakikat Tenaga Pendidik (Guru)

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah. Sedangkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

Gambar

Tabel 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Kemampuan Guru dalam merancang kegiatan pembelajaran
Gambar 4.2 Grafik Kemampuan Guru dalam melihat kondisi dan situasi sekolah
Grafik Kemampuan Guru dalam Merancang Pembelajaran PKN  Tidak Memasukan Peristiwa Politik Yang ada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tag menjelaskan setiap elemen yang ada di dalam web seperti teks, gambar maupun table, HTML sendiri adalah, merupakan suatu dokumen teks biasa yang mudah untuk di mengerti

Pembentukan karakter adalah proses membangun dari bahan mentah menjadi cetakan yang sesuai dengan bakat masing-masing.Pembangunan karakter merupakan

Belanja Hibah Barang/Jasa yang Diserahkan Kepada 63.850.000,00 Masyarakat/Pihak Ketiga. 63.850.000,00 Belanja Hibah Barang/Jasa yang Diserahkan Kepada

diman pada penelitian ini hasil yang didapat akan di deskripsikan mengenai keefktifitasan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (tems games tournament) untuk

[r]

“The Analysis of Cultural Gaps in Translation and Solutions”. “Translation of English and Chinese Addressing Terms from the

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik

Universitas Sumatera Utara... Universitas