• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA YANG KULIAH DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA YANG KULIAH DI YOGYAKARTA"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN

PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA

YANG KULIAH DI YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ladyane Agustin

NIM : 029114095

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN MOTTO

Kau harus m enjadi dirim u sendiri.

Bersikaplah sangat jujur t ent ang siapa dan apa dirim u.

Dan jika orang m asih m enyukaim u, it u bagus.

Jika m ereka t idak m enyukaim u, it u m asalah m ereka

Sting

Kebahagiaan t erbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kit a dicint ai

dicint ai karena diri kit a sendiri,

atau tepatnya,

dicint ai sepert i apa pun diri kit a

Viktor Hugo

Bila kit a benar- benar m encint ai dan m enerim a

sert a m engakui diri kit a apa adanya,

m aka sem ua dalam kehidupan ini akan berhasil

Louise Hay

Hidup adalah anugerah, terimalah

Hidup adalah tantangan, hadapilah

Hidup adalah pertandingan, menangkanlah

Hidup adalah teka-teki, pecahkanlah

Hidup adalah kasih, bagikanlah

Hidup adalah kesempatan, gunakanlah

Hidup adalah keindahan, bersyukurlah

Bertindak

dan isilah hidupm u bagi

kem uliaanNya

(5)

Karya sederhana ini, kupersembahkan untuk

Prib a di Mulia ya ng m e nja di Sa ha b a t se ja ti da la m hidupku, Ye sus

Kristus sum b e r Im a n, Pe ng ha ra pa n da n Ka sihku da la m m e ng ha da pi

se g a la ha l...Ka u ya ng te rb a ik, te rinda h da n te rm a nis da la m

hidupku, da n Ka u a la sa n ku untuk hidup

Alla h tida k p e rna h b e rja nji

b a hwa tida k a ka n a da ma sa la h

da la m hidup , na mun Dia

b e rja nji b a hwa Ia a ka n se la lu

b e rsa ma da n me nye rta i kita

da la m me la lui ma sa la h

kita ..Ka ta Nya ke p a da ku,

“Marilah kepadaku, semua yang letih

lesu dan berbeban berat, Aku akan

memberikan kelegaan kepadamu”

(Matius 11: 28)

Tuha n me mb ua t se g a la se sua tu

ind a h p a d a wa ktuNya

(Pe ng kho tb a h 3:11a )

(6)

Papa Mamaku yang terkasih, yang telah memberikan segenap kasih

dan cinta yang terbaik dalam hidupku. Kalian adalah anugrah

terindah di dalam hidupku

Tuhan Yesus Memberkati kalian selamanya.

Sungguh indah rasanya saat ayahmu bukan dewa, melainkan

manusia biasa bagimu_saat ia turun dari gunung dan kau melihatnya

sebagai pria yang juga memiliki kelemahan. Dan kau tetap mencintai

segenap dirinya, bukan hanya sebagai tokoh

(Robin Williams)

I love you Pa..

Tidak pernah cukup rasa terima kasihku

bagi hatimu, keringatmu, air matamu, doamu

dan beribu-ribu hal yang telah kau lakukan untukku

I love you Ma...

vi

(7)
(8)

ABSTRAKSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN SOSIAL MAHASISWA PAPUA YANG KULIAH

DI YOGYAKARTA

Ladyane Agsutin (029114095)

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan penyesuaian sosial mahasiswa Papua yang kuliah di Yogyakarta. Mahasiswa Papua sebagai perantau di Yogyakarta harus melakukan penyesuaian sosial dengan masyarakat setempat.. Penyesuaian sosial individu dapat berhasil dilakukan jika didukung oleh konsep diri yang baik.

Subyek penelitian ini berjumlah 40 mahasiswa Papua yang berusia 18-21 tahun. Alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah skala yaitu skala Konsep Diri dan skala Penyesuaian Sosial. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berbunyi bahwa ada hubungan yang positif antara konsep diri dan penyesuaian sosial mahasiswa Papua. Semakin tinggi Konsep Diri, maka semakin tinggi pula Penyesuaian Sosial mahasiswa Papua.

Hasil uji validitas butir skala Konsep Diri diperoleh koefisien korelasi item total yang berkisar antara 0,013-0,636. Koefisien reliabilitasnya sebesar 0,934. Uji validitas butir skala Penyesuaian Sosial menghasilkan koefisien korelasi item total yang berkisar antara -0,298-0,654. Koefisien reliabilitasnya sebesar 0,844. Data penelitian diolah dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari

Pearson. Koefisien korelasinya sebesar 0,547 dengan probabilitasnya (p) 0,000 (p<0,01). Hal tersebut berarti hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dan penyesuaian sosial mahasiswa Papua dapat diterima.

(9)

ABSTRACTION

RELATION BETWEEN SELF-CONCEPT AND SOCIAL

ADJUSTMENTOF PAPUA STUDENTS THAT TAKE LECTUREIN

YOGYAKARTA

Ladyane Agustin (029114095)

Psychology Faculty of Sanata Dharma University Yogyakarta

This research is kind of correlation research with aim to know relation between self-concept and social adjustment of Papua students that take lecture in Yogyakarta. Papua Student as emigrate in Yogyakarta must do social adjustment with local society. Social adjustment of individual can be successfully executed if it is supported by good self-concept.

This research subject amounts to 40 students Papua having age 18-21 years. Equipment applied as data compiler is scale i.e. Self-Concept and Social Adjustment Scale. Hypothesis applied in this research say that there is relationship which are positive between Self-Concepts and social adjustment of Papua student. Higher Self-Concept, hence Social Adjustment of Papua student also higher.

Validity test result item of Self-Concept is obtained by total item correlation coefficient ranging from 0,013-0,636. The reliability coefficient is 0,934. Validity test item Social Adjustment Scale yields ranging total item correlation coefficient - 0,298-0,654. The reliability coefficient is 0,844. Research data process by using Product Moment of Pearson correlation technique. Its correlation coefficient 0,547 with the probability (p) o,oo (p<0,01 ). The means hypothesis expressing that there is positive relationship between self-concepts and social adjustment of Papua student is acceptable.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang karena kasih karunia dan kemurahanNyalah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan oleh pertolongan serta penyertaan Roh Kudus senantiasa, yang telah memampukan penulis dalam menjalani perkuliahan selama di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penulis sangat menyadari bahwa selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini, penulis penuh dengan keterbatasan dan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan orang-orang dan komunitas yang ada di sekitar penulis, baik dukungan moril, spiritual, maupun materi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam dan penghargaan kepada :

1. ‘Bu Arie (ML. Anantasari, S. Psi, M. Si) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. ‘Bu, makasih banyak untuk semua bantuan, masukan dan dukungan yang tidak pernah berhenti kepada penulis, meskipun di

tengah begitu banyak kesibukan, Ibu tetap bersedia mendampingi penulis selama waktu pembimbingan skripsi yang cukup panjang. Semoga Tuhan memberkati Ibu sekeluarga.

2. Bpk. Eddy Suhartanto, M. Si selaku Dekan Fakultas Psikologi USD, atas bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis selama menjalani masa studi. Trima kasih juga karena telah menjadi dosen penguji yang sangat mendukung penulis dengan memberikan masukan dalam perbaikan skripsi.

3. ‘Bu Agnes selaku dosen penguji skripsi, karena telah menjadi dosen penguji yang sangat mendukung penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Makasih ya ‘Bu..

(11)

4. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing dan membekali penulis dengan berbagai ilmu Psikologi sebagai bekal dalam menjalani masa yang akan datang.

5. Papa ‘n Mama terkasih, T. Karel Tania dan L. Levina Dimalouw, untuk segala kasih sayang, dukungan dan pengorbanan yang dilimpahkan

kepada penulis, baik dalam dukungan doa, perhatian maupun materi. Kedua kakakku tersayang, Cici Grace ‘n Koko Gerald atas semua perhatian dan kasih sayang yang tercurah untuk penulis. Thanx a lot...GBU ALL..

6. Keluarga besar Tania dan Dimalouw di manapun berada, atas segala perhatian dan dukungan kepada penulis selama ini. Special thanx to ‘Ama’ nenekku tercinta yang telah mengasihi dan mendoakan penulis selama ini. GBU ALL..

7. Sodaraku Berto yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian. Thanx a lot ‘bro..Semoga Tuhan memberkatimu dalam setiap pelayananmu dan juga studimu. Thanx juga buat Jack, yang juga telah banyak membantu dalam penelitian ini, God Bless u ‘bro..Tak lupa my sister ‘Noni’ yang cantik tapi tomboy, thanx untuk bantuannya dalam banyak hal, selama pengeditan skripsi ini..GBU Sista..

8. Brother ‘n sister di “Impact”, thanq untuk semua doa dan dukungan yang besar bagi penulis. Keep on fire guys, “nyatakan kemuliaan dan kasihNya dalam setiap langkahmu“ Jesus Bless Us...

9. Sahabat-sahabat terbaikku Eyen ‘n Ty atas persahabatan ‘n semua kebersamaan yang indah. Thanx untuk bantuan, dukungan dan perhatian kalian bagi penulis, banyak hal yang telah penulis belajar dari kebersamaan kita selama ini, thanq sista. Wish u all the best...GBU

10.Donat, Ei, Ira, yang selama ini telah banyak membantu dan mendukung

penulis, ‘n temen-temen PSF ‘Angel Voice’, thanq untuk semua keceriaan dan kebersamaannya. Good luck ya...GBU

(12)

11.Pace Mace di Asrama Serui, Asrama Manokwari dan semua anak-anak Papua yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian ini. GBU...

12.Guru Sekolah Minggu GKJ Sawokembar terutama K’Vj, K’Ika, Shenly, M’Wita, M’Neni, dan Miss Purple M’Dian (‘Dian Group’ ;) ) thanx

untuk semua dukungan doanya juga pengertiannya selama penulis melakukan penelitian. “Jangan pernah lelah kerja di ladangnya Tuhan, Semoga Tuhan menyertai dan memberkati pelayanan kalian”.

13.P’Gie, M’Gandung, M’Muji (Mr. Beckham), M’Nani, n M’Doni untuk semua pelayanan dan bantuannya kepada penulis. Semua yang telah penulis capai hingga saat ini, tidak terlepas dari semua kerjasama dan bantuan kalian...Trima Kasih...GBU

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis terbuka terhadap kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membaca.

Yogyakarta, 27 Agustus 2007

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ...vii

ABSTRAKSI ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB. II LANDASAN TEORI A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri ...7

(14)

2. Aspek-Aspek Konsep Diri ...8

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ...10

4. Karakteristik Orang yang Memiliki Konsep Diri Positif dan Negatif ...12

B. PENYESUAIAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian Sosial ...16

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Sosial ...18

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial ...20

4. Tanda-Tanda Kemampuan Penyesuaian Sosial ...23

C. Mahasiswa ...24

D. Identitas Diri Orang Papua ...26

E. Identitas Mahasiswa Papua ...29

F. Budaya Jawa ...30

G. Hubungan antara Konsep Diri dan Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua ...31

H. Hipotesis ...35

BAB. III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...36

B. Identifikasi Variabel Penelitian ...36

C. Definisi Operasional 1. Konsep Diri ...36

2. Penyesuaian Sosial ...37

D. Subyek Penelitian ...39

(15)

E. Metode Dan Alat Pengumpulan Data ...40

F. Validitas Dan Reliabilitas ...44

G. Teknik Analisis Data ...46

BAB. IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Pelaksanaan Uji Coba ...47

2. Hasil Uji Coba ...48

B. Pelaksanaan Penelitian ...51

C. Deskripsi Subyek Penelitian ...51

D. Deskripsi Data Penelitian ...52

E. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi ...55

2. Uji Hipotesis ...56

F. Pembahasan ...58

BAB. V PENUTUP A. Kesimpulan ...65

B. Saran ...65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel Penyebaran Item Skala Konsep Diri

Mahasiswa Papua ... 42

Tabel 2. Tabel Nilai Jawaban Favorabel dan Unfavorabel Skala Konsep Diri Mahasiswa Papua ... 42

Tabel 3. Tabel Penyebaran Item Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua ... 43

Tabel 4. Tabel Nilai Jawaban Favorabel dan Unfavorabel Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua ... 44

Tabel 5. Penyebaran Item Skala Konsep Diri Mahasiswa Papua Setelah Uji Coba ... 49

Tabel 6. Penyebaran Item Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua Setelah Uji Coba ... 50

Tabel 7. Tabel Data Penelitian ... 52

Tabel 8. Tabel Norma Kategorisasi Konsep Diri dan Penyesuaian Sosial ... 53

Tabel 9. Tabel Norma Kategorisasi Konsep Diri... 54

Tabel 10. Tabel Norma Kategorisasi Penyesuaian Sosial... 55

Tabel 11. Tabel Normalitas... 56

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Alur Penelitian ...34

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yogyakarta adalah sebuah kota yang dijuluki sebagai Kota Pelajar,

dimana setiap tahunnya didatangi oleh berbagai pelajar dari segala penjuru

tanah air yakni dari Sabang sampai Merauke. Sebagian besar pelajar yang

datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk melanjutkan

pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi dan pada umumnya mereka di kenal

dengan nama mahasiswa.

Rata-rata mahasiswa strata 1 berusia antara 18 hingga 24 tahun. Dalam

sudut pandang perkembangan, usia 18 hingga 21 tahun termasuk dalam masa

remaja. Pedoman umum yang digunakan di Indonesia sebagai batasan usia

remaja adalah umur 11 tahun hingga 24 tahun (Sarwono, 2006). Dengan

demikian, mahasiswa dalam rentang usia tersebut berada dalam masa remaja.

Pada masa ini, mahasiswa harus melakukan penyesuaian dalam berbagai hal

yang salah satunya adalah mengembangkan hati nurani, tanggung jawab,

moralitas dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan

(Carballo dalam Sarwono, 2006). Proses menyesuaikan diri dengan

lingkungan di sekitarnya lebih dikenal dengan istilah penyesuaian sosial.

Schneiders (1964) mengatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan

kemampuan untuk bereaksi secara adekuat terhadap kenyataan, situasi, dan

hubungan sosial. Mahasiswa merupakan salah satu status baru yang dimiliki

(19)

oleh sebagian remaja yang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi.

Dengan status yang baru, mahasiswa akan dihadapkan pada berbagai

persoalan dalam pergaulan maupun studi. Persoalan pergaulan terjadi karena

mahasiswa akan bertemu dengan teman-teman yang baru dan memulai

hubungan-hubungan baru yang lebih matang, sedangkan persoalan studi

terjadi karena mahasiswa mengalami perbedaan kurikulum antara SMU dan

Perguruan Tinggi (Gunarsa & Gunarsa, 2001). Persoalan menjadi lebih

banyak bagi mahasiswa yang berasal dari luar kota, dalam hal ini di luar

Daerah Istimewa Yogyakarta yang salah satunya adalah dari Papua.

Papua adalah wilayah paling timur dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berbentuk seekor burung raksasa. Ilmu suku bangsa tidak

menggolongkan penduduk asli pulau tersebut ke dalam ras Melayu seperti

bangsa Indonesia pada umumnya (Boelaars, 1986). Papua dan Daerah

Istimewa Yogyakarta berada dalam negara yang sama, namun memiliki cukup

banyak perbedaan seperti budaya, adat istiadat, bahasa, gaya hidup maupun

nilai-nilai kehidupan lainnya karena didasari oleh perbedaan ras diantara

keduanya.

Perbedaan-perbedaan tersebut akan menjadi benturan dalam

interaksinya dengan masyarakat jika mahasiswa Papua tidak dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya di Yogyakarta. Berdasarkan

pengamatan peneliti, sebagian mahasiswa Papua belum mampu menyesuaikan

(20)

berlaku dalam masyarakat. Mahasiswa Papua yang demikian akan menerima

respon yang buruk bahkan penolakan dari masyarakat.

Beberapa kasus pertikaian pernah terjadi antara mahasiswa Papua

dengan masyarakat Yogyakarta maupun dengan mahasiswa dari daerah lain.

Peneliti melihat bahwa hal tersebut dipicu oleh beberapa faktor yang salah

satunya adalah ketidakmampuan mahasiswa Papua untuk menyesuaikan diri

dan berbaur dengan masyarakat setempat sehingga mudah terjadi

kesalahpahaman. Dalam hal ini, mahasiswa Papua sebagai perantau dituntut

untuk melakukan usaha yang lebih banyak sehingga dapat menyesuaikan diri

dengan baik dan diterima oleh lingkungan sosial setempat. Penyesuaian

sosialpun menjadi hal yang penting untuk diperhatikan sehingga tidak terjadi

lagi pertikaian di antara mahasiswa Papua dan masyarakat setempat karena

benturan kebiasaan dan budaya. Persoalan mahasiswa baru Papua pun meluas

bukan hanya dalam pergaulan dan studi di Perguruan Tinggi, tetapi juga

penyesuaian dengan lingkungan sosial setempat.

Usaha seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan

sosialnya dapat berhasil dan juga gagal, begitu juga dengan mahasiswa Papua.

Bernard dan Huckins (dalam Purwaningsih, 1989) mengemukakan bahwa hal

tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain adalah kepribadian,

jenis kelamin, dan inteligensi. Faktor yang akan diuraikan lebih jauh adalah

faktor kepribadian atau lebih tepatnya inti dari pola kepribadian yaitu konsep

diri (Hurlock, 1980). Konsep diri menjadi hal yang penting untuk dibahas

(21)

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan (Fitts, dalam Agustiani

2006).

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seseorang

mengenai dirinya dan selalu berpengaruh terhadap tingkah lakunya serta

menjadi dasar terbentuknya mekanisme penyesuaian tertentu (Surakhmad,

1980). Konsep diri biasanya bertambah stabil dalam periode masa remaja dan

memungkinkan remaja memandang diri dalam cara yang konsisten (Hurlock,

1980).

Remaja yang matang lebih awal mengembangkan konsep diri yang

menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik (Hurlock,

1980). Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Mu’tadin (2002) bahwa

untuk membantu tumbuhnya kemampuan penyesuaian diri, maka seseorang

harus diajarkan sejak anak-anak untuk lebih memahami dirinya sendiri baik

kekurangan maupun kelebihannya agar ia mampu mengendalikan dirinya dan

berlaku secara wajar dan normatif. Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri

mempunyai keterkaitan dengan penyesuaian diri seseorang, khususnya dalam

hal ini adalah penyesuaian sosial (www.e-psikologi.com).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan

untuk membuktikan hubungan konsep diri dengan penyesuaian sosial

mahasiswa Papua. Subyek penelitian adalah mahasiswa-mahasiswa yang

berasal dari Papua dan sedang kuliah di Yogyakarta. Peneliti sengaja memilih

subyek dari Papua karena peneliti melihat bahwa banyak perbedaan antara

(22)

maupun nilai-nilai kehidupan lainnya. Perbedaan yang ada tentu saja menuntut

kemampuan yang baik dalam menyesuaikan diri sebagai pendatang di

Yogyakarta yang harus berinteraksi dengan masyarakat setempat sehingga

mahasiswa Papua dapat diterima dengan baik sebagai anggota masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah

apakah ada hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian diri mahasiswa

Papua yang kuliah di Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

konsep diri dan penyesuaian sosial mahasiswa Papua yang kuliah di

Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan dalam bidang Psikologi Perkembangan,

terutama dalam hal konsep diri dan hubungannya dengan penyesuaian

(23)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidik

Apabila terbukti, penelitian ini akan berguna bagi para pendidik

yaitu guru dan orang tua agar dapat memahami hubungan antara konsep

diri dan penyesuaian sosial dalam lingkungan masyarakat. Dalam hal ini

pendidik dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan

pertimbangan dalam mendidik anak-anaknya.

b. Bagi Mahasiswa

Bagi para mahasiswa Papua khususnya, maupun remaja umumnya

yang telah membaca penelitian ini, penelitian ini bermanfaat untuk

memberi masukan mengenai keterkaitan antara konsep diri dan

penyesuaian sosial.

c. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti yang

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang

dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

dari interaksi dengan lingkungan. Dasar dari konsep diri individu

ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang

mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari (Agustiani, 2006). Hal

tersebut memperkuat pendapat Fitts (dalam Agustiani ,2006) bahwa

konsep diri merupakan aspek yang penting dalam diri seseorang, karena

konsep diri merupakan kerangka acuan bagi seseorang dalam berinteraksi

dengan lingkungan.

Joan Rais (dalam Gunarsa & Gunarsa, 1986) mengemukakan

bahwa istilah konsep diri harus dibedakan dengan istilah kepribadian.

Kepribadian terbentuk berdasarkan penglihatan orang lain terhadap diri

individu, sedangkan konsep diri merupakan sesuatu yang ada di dalam diri

individu sendiri. Dengan kata lain kepribadian adalah individu seperti

orang lain melihat individu tersebut dan konsep diri adalah individu seperti

individu melihat dirinya sendiri. Brooks (dalam Rakhmat, 2001) juga

berpendapat yang serupa bahwa konsep diri adalah pandangan dan

perasaan individu tentang dirinya sendiri.

(25)

Secara umum, konsep diri dapat didefinisikan sebagai penilaian

menyeluruh tentang kepribadian seseorang. Konsep diri berasal dari

evaluasi subyektif seseorang tentang perilakunya sendiri sehingga orang

cenderung menilai secara subyektif ciri-ciri perilakunya sendiri. Hal inilah

yang menyebabkan konsep diri seseorang dapat bersifat positif maupun

negatif (Bruno, 1989).

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, maka konsep diri

dapat disimpulkan sebagai pendapat dan pandangan serta penilaian

individu terhadap dirinya sendiri yang terbentuk melalui interaksi dengan

lingkungan dan selanjutnya akan menjadi kerangka acuan dalam

berinteraksi dengan lingkungan.

2. Aspek-Aspek Konsep Diri

Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa aspek-aspek

yang terkandung dalam konsep diri, yaitu :

a. Diri Fisik

aspek ini meliputi persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara

fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan

dirinya, penampilan dirinya, dan keadaan tubuhnya.

b. Diri Keluarga

aspek ini mencakup perasaan dan harga diri seseorang dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan

(26)

anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankan

sebagai anggota suatu keluarga.

c. Diri Pribadi

aspek ini merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan

pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan

dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu

merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana individu merasa

dirinya sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri Moral Etik

aspek ini meliputi persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari

standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut

bagaimana perasaan seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan,

kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai

moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

e. Diri Sosial

aspek ini meliputi penilaian seseorang terhadap interaksi dirinya

dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

Berdasarkan beberapa aspek yang dikemukakan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa konsep diri mengandung aspek diri fisik, diri

(27)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Hurlock (1980), pembentukan konsep diri pada masa

remaja dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

a. Usia Kematangan

Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan seperti orang yang

hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan

sehingga dapat menyesuaikan diri dengan matang.

b. Hubungan Keluarga

Hubungan yang erat dengan keluarga akan membuat remaja lebih

mudah untuk mengembangkan pola kepribadiannya melalui

identifikasi dengan anggota keluarga tersebut. Remaja dapat

mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis kelaminnya, bila

ia berhubungan erat dengan anggota keluarga yang sesama jenis.

c. Penampilan Diri

Keadaan fisik merupakan hal yang sangat penting bagi remaja. Cacat

fisik menjadi sumber yang memalukan dan menimbulkan perasaan

rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik akan memberikan penilaian

yang menyenangkan dan menambah dukungan sosial.

d. Nama dan Julukan

Julukan yang diberikan teman-teman mempengaruhi konsep diri

seseorang. Julukan seperti si bodoh, ladang jerawat, dan sebagainya

(28)

e. Teman-Teman Sebaya

Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara.

Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan tentang konsep

teman-teman terhadap dirinya. Kedua, remaja berada dalam tekanan

untuk mengembangkan ciri kepribadian yang diakui kelompok.

f. Kepatutan Seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu

membentuk konsep diri.

g. Cita-Cita

Cita-cita yang tidak realistik membuatnya mengalami kegagalan dan

menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Sebaliknya, cita-cita yang

realistik cenderung mengalami keberhasilan sehingga membuatnya

percaya diri.

h. Kreativitas

Remaja yang sejak kanak-kanak didorong untuk mengembangkan

kreativitasnya membuatnya mampu mengembangkan perasaan

individualitas dan identitas yang berpengaruh baik terhadap konsep

dirinya.

Berdasarkan faktor yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah usia

kematangan, hubungan keluarga, penampilan diri, nama dan julukan,

(29)

4. Karakteristik Orang Yang Memiliki Konsep Diri Positif dan Negatif

Hamachek (dalam Rakhmat, 2001) mengungkapkan bahwa

karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif yaitu :

a. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia

mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang

kuat. Ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah

prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan bahwa

ia salah.

b. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa

bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang

lain tidak menyetujui tindakannya.

c. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa

yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi diwaktu yang lalu, dan

apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

d. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan,

bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

e. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau

rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar

belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

f. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai

bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai

(30)

g. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima

penghargaan tanpa merasa bersalah.

h. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

i. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan

berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta,

dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai

kepuasan yang mendalam pula.

j. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang

meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif,

persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

k. Peka terhadap kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah

diterima, terutama pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang

dengan mengorbankan orang lain.

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2001) mengemukakan

bahwa orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal,

yaitu :

a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh

(31)

e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha

mengubahnya.

Seseorang dengan konsep diri positif akan terlihat lebih optimis,

penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu,

termasuk kegagalan yang dialaminya. Kegagalan dipandang sebagai

penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang yang

memiliki konsep diri positif juga mampu menghargai dirinya dan melihat

hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan dimasa yang akan

datang (Rini, (2002) www.e-psikologi.com).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu

dengan konsep diri positif memiliki karakteristik sebagai individu yang

memiliki keyakinan pada kemampuan dan prinsip yang kuat namun mau

memperbaiki diri bila memang ada kesalahan, bersikap obyektif dalam

menanggapi berbagai hal, bersifat terbuka untuk mengakui perasaannya

dan peka terhadap lingkungan sekitarnya serta mampu menikmati segala

kegiatan yang dijalani.

Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri yang negatif

merupakan individu yang meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah,

tidak berdaya dan tidak dapat berbuat apa-apa, tidak berkompeten, gagal,

malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap

hidup. Orang dengan konsep diri negatif cenderung bersikap pesimistik

(32)

demikian tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, melainkan sebagai

halangan. Orang dengan konsep diri negatif akan dengan mudah menyerah

sebelum berperang dan ketika gagal akan ada dua pihak yang disalahkan,

baik dirinya sendiri ataupun orang lain (Rini, (2002)

www.e-psikologi.com).

Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Hurlock (1996) mengenai

ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif bahwa orang yang

demikian akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri.

Orang dengan konsep diri negatif menjadi individu yang masih ragu dan

kurang pecaya diri sehingga menumbuhkan penyesuaian diri yang buruk,

baik secara pribadi maupun sosial.

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2001) juga mengemukakan

bahwa orang dengan konsep diri yang negatif memiliki tanda-tanda

sebagai berikut :

a. Peka terhadap kritik yang diterimanya. Ia mudah marah karena koreksi

seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya

b. Sangat responsif terhadap pujian. Bersamaan dengan kesenangannya

terhadap pujian, ia cenderung bersikap hiperkritis yakni selalu

mengeluh, mencela, maupun meremehkan apapun dan siapapun dan

tidak sanggup untuk mengungkapkan penghargaan atau pengakuan

terhadap kelebihan orang lain.

c. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak

(33)

tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Ia

tidak akan pernah mempersalahkan dirinya, melainkan menganggap

dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.

d. Pesimis terhadap kompetisi dan enggan untuk bersaing dengan orang

lain dalam membuat prestasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu

dengan konsep diri negatif memiliki karakteristik sebagai individu yang

merasa lemah dan tidak berdaya sehingga cenderung pesimis dan mudah

menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Individu

juga menjadi rendah diri dan kurang percaya diri karena merasa dirinya

tidak menarik dan merasa ditolak oleh orang di sekitarnya sehingga

individu mudah tersinggung saat menerima kritikan.

B. PENYESUAIAN SOSIAL

1. Pengertian Penyesuaian Sosial

Kartono (1985) berpendapat bahwa penyesuaian sosial adalah

keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya, dimana individu

mengidentifikasikan dirinya. Seseorang dipandang memiliki penyesuaian

sosial yang baik jika ia memiliki keterampilan sosial dan kemampuan

berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman ataupun orang yang

(34)

Schneiders (1964) juga mengemukakan bahwa penyesuaian sosial

merupakan kemampuan untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan,

situasi, dan hubungan sosial. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan

jika individu menghormati hak-hak orang lain, belajar bergaul dengan

baik, mengembangkan persahabatan dan berpartisipasi dalam

aktivitas-aktivitas sosial.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk bereaksi

secara efektif terhadap kenyataan, situasi, dan hubungan sosial di

lingkungan hidupnya yakni dengan orang lain maupun kelompok dimana

individu mengidentifikasikan dirinya, yang dapat dilakukan dengan cara

menghormati hak-hak orang lain, belajar bergaul dengan baik,

mengembangkan persahabatan dan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas

(35)

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Sosial

Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari

berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan

secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang tidak

dikenal sehingga orang lain bersikap menyenangkan kepada mereka.

Beberapa aspek yang terdapat dalam penyesuaian sosial antara lain

(Hurlock, 1988) :

a. Penampilan Nyata

Penampilan fisik merupakan suatu modal dalam menjalin hubungan

dengan lingkungan sosialnya. Individu yang berpenampilan fisik

menarik memiliki potensi yang menguntungkan seperti kemudahan

dalam berteman. Hal ini terjadi karena individu yang berpenampilan

menarik lebih mudah diterima dalam pergaulan dan dinilai lebih positif

oleh orang lain dibanding teman-temannya yang kurang menarik. Hal

ini memungkinkan individu yang berpenampilan menarik untuk lebih

berbahagia dan lebih mudah menyesuaikan diri (Hurlock, 1980).

Pendapat lain yang mendukung dikemukakan oleh Mappiare (1982)

menyatakan bahwa remaja menyadari bahwa penerimaan sosial sangat

dipengaruhi oleh kesan keseluruhan yang ditampakkan oleh si remaja

kepada sekitarnya baik penampilan fisik seperti bentuk tubuh,

(36)

b. Penyesuaian Diri terhadap berbagai kelompok

Penyesuaian diri pada dasarnya bertujuan untuk mengubah perilaku

individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dan menyenangkan

antara diri individu dengan lingkungannya. Tujuan ini dapat dicapai ketika

individu mampu memenuhi tuntutan lingkungan sehingga memiliki

hubungan yang harmonis antara individu dengan kelompok di mana

individu berada (Mu’tadin, (2002) www.e-psikologi.com). Dalam hal ini

individu lebih banyak mengabaikan kepentingan pribadi demi

kepentingan kelompok sehingga terjadi hubungan yang lebih sesuai

dan menyenangkan antara diri individu dengan kelompok.

c. Sikap Sosial

Sikap sosial ini berupa sikap yang baik dan menyenangkan terhadap

orang lain dan berpartisipasi sosial serta memiliki peran dalam

kelompok sosial. Individu yang memiliki kesempatan luas untuk

mengikuti berbagai kegiatan sosial akan memiliki wawasan sosial yang

baik, dan hal ini membuat individu dapat menilai lingkungan sosialnya

dengan lebih baik sehingga penyesuaian diri dalam situasi sosial

semakin baik (Hurlock, 1980). Keberhasilan individu dalam

menyesuaikan diri ditentukan oleh minatnya untuk melibatkan diri dan

menyatu dengan orang lain, dan adanya rasa memiliki dan menyatu

(37)

d. Kepuasan Pribadi

Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik secara sosial

akan memiliki kepuasan terhadap kontak sosialnya dan peran yang

dimilikinya dalam situasi sosial. Prestasi yang baik dapat memberi

kepuasan bagi individu serta menimbulkan harga diri yang tinggi, dan

harga diri yang tinggi sangat mendukung individu dalam

menyesuaikan diri. Sebaliknya individu yang tidak puas pada diri

sendiri cenderung mempunyai sikap-sikap menolak dirinya sehingga ia

tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik (Hurlock, 1980).

Berdasarkan aspek-aspek yang diuraikan di atas, maka disimpulkan

bahwa penyesuaian sosial mengandung beberapa aspek yaitu penampilan

nyata, penyesuaian diri dalam kelompok, sikap sosial, dan kepuasan

pribadi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial

Menurut Hurlock (1988), penyesuaian sosial bukanlah hal yang

mudah untuk dilakukan, sehingga banyak individu yang kurang mampu

menyesuaikan diri dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu (Kartono, 1989) :

a. Kondisi dan Konstitusi Fisiknya

Faktor ini meliputi sistem persyarafan, sistem kelenjar, sistem otot dan

kesehatan, untuk berinteraksi dengan lingkungan. Individu yang tidak

(38)

sehingga akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. Hal ini

terkait dengan konsep diri individu, karena individu yang tidak dapat

menerima kondisi fisiknya akan memandang dirinya dengan negatif

dan ia menjadi tidak percaya diri untuk berhubungan dan menjadi

anggota dalam suatu kelompok.

b. Konsep Diri

Faktor ini meliputi persepsi, penilaian dan bagaimana reaksi individu

dan terhadap dirinya yang menunjukkan suatu kesadaran diri dan

kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya

seperti yang dilakukan terhadap dunia di luar dirinya. Konsep diri

adalah aspek yang penting dalam diri individu karena merupakan

kerangka acuan dalam berinterakasi dengan lingkungan (Fitts, dalam

Agustiani 2006). Mappiare (1982) juga mengemukakan bahwa remaja

yang memiliki penilaian diri yang kurang dan tidak menerima dirinya

akan memproyeksikan penolakan diri terhadap keadaan masyarakat

c. Kematangan Taraf Pertumbuhan dan Perkembangannya

Kematangan yang dimaksud dalam hal ini meliputi kematangan

intelektual, kematangan sosial dan moral serta kematangan emosional.

Individu yang memiliki kematangan-kematangan tersebut akan mampu

mengembangkan pola pikir yang lebih dewasa dalam merespon

(39)

d. Determinan Psikologis

Faktor-faktor psikologis ini meliputi pengalaman-pengalaman,

trauma-trauma, situasi-situasi maupun kebiasaan yang berperan sebagai

kondisi pendahulu bagi terbentuknya tingkah laku.

e. Kondisi Lingkungan dan Alam Sekitar

Kondisi keluarga, sekolah dan teman-teman turut berperan dalam

menentukan keberhasilan individu dalam menyesuaikan diri. Kondisi

yang mendukung akan membantu individu untuk mencapai

keberhasilan dalam menyesuaikan diri.

f. Adat istiadat, Norma-norma Sosial, Kepercayaan dan Kebudayaan

Faktor ini mengatur perilaku individu dalam lingkungannya, sehingga

individu belajar untuk menyesuaikan diri. Individu akan berusaha

menyesuaikan diri dengan adat istiadat, norma, kepercayaan dan

kebudayaan agar diterima dalam lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi penyesuaian sosial adalah kondisi fisik, konsep diri,

kondisi lingkungan sekitar, tingkat kematangan, kondisi psikologis dan

(40)

4. Tanda-tanda Kemampuan Penyesuaian Sosial

Cole (1963) mengemukakan beberapa tanda yang menunjukkan

kemampuan dalam menyesuaikan diri, tanda-tanda tersebut antara lain :

a. Tanda-tanda kemasakan emosional, antara lain berupa perilaku tidak

tergantung pada orang lain, tidak sering meminta bantuan, tidak sering

meminta perhatian khusus, tidak berusaha menarik perhatian,

menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab dan tidak bersikap

kekanak-kanakan.

b. Tanda-tanda kecakapan sosial, antara lain tidak ada perasaan malu

yang berlebihan, memiliki rasa percaya diri, suka berkumpul dengan

teman-teman, mampu bergaul, tidak menghindari teman dari jenis

kelamin lain dan diterima oleh teman-teman, mengikuti acara atau

kegiatan di lingkungan sekitarnya, tidak secara terus-menerus merasa

tidak aman atau cemas, dan rendah hati.

c. Tidak memiliki kecenderungan melakukan perbuatan-perbuatan untuk

menarik perhatian, antara lain tidak berusaha mentraktir teman-teman

agar disukai, menolong teman bila memang dibutuhkan, tidak

berlebihan dalam sopan santun dan rasa hormat, tidak selalu

menyetujui semua yang dikatakan oleh orang lain, tidak suka membual

dengan hal-hal yang berlebihan, bisa menerima kritik, tidak cenderung

membenarkan diri sendiri, dan tidak suka pamer.

d. Tanda-tanda kenormalan emosi, antara lain tidak mudah tenggelam

(41)

dan murung, tidak mudah sakit hati, tidak peka yang berlebihan

terhadap gangguan, dan tidak terlalu khawatir.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan dalam menyesuaikan diri secara umum ditandai dengan

adanya kematangan emosional, kecakapan sosial, serta memiliki perilaku

yang sewajarnya dan emosi yang normal.

C. MAHASISWA

Mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi (Hoetomo, 2005). Para

pelajar yang beruntung akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi setelah menjalani pendidikan sejak TK, SD, SMP, dan SMU. Kartono

(1985) memandang mahasiswa dalam beberapa sudut pandang, yang dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Mahasiswa adalah manusia dalam masa perkembangan.

Masa perkembangan pada mahasiswa sangat berkaitan erat dengan masa

remaja, meskipun tidak semua mahasiswa masih bisa digolongkan ke

dalam masa remaja. Masa remaja maupun masa menjadi mahasiswa

merupakan masa yang penuh tantangan dan kesukaran, yang menuntut

mereka menentukan sikap dan pilihan serta menuntut kemampuan

(42)

2. Mahasiswa adalah anggota masyarakat

Mahasiswa sebagai anggota masyarakat memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :

a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di Perguruan

tinggi.

b. Dengan kesempatan di atas diharapkan nantinya akan bertindak

sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin

masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

c. Diharapkan menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses

modernisasi.

d. Dengan pembinaan di Perguruan tinggi diharapkan dapat memasuki

dunia kerja sebagai tenaga kerja yang profesional.

3. Mahasiswa adalah manusia yang berpribadi

Pembinaan kemampuan dan keterampilan sebagai pemimpin dan manusia

cerdas yang terus belajar tidak akan lengkap jika tidak disertai dengan

pembinaan pribadi. Pribadi yang dituju adalah pribadi yang harmonis,

integral dan bulat, sehat dan seimbang, serta pribadi yang mandiri dan

dapat menyesuaikan diri dengan baik.

Berdasarkan beberapa sudut pandang tentang mahasiswa, maka dapat

didefinisikan bahwa mahasiswa merupakan remaja yang sedang menjalani

pendidikan di perguruan tinggi untuk mempersiapkan diri dalam memenuhi

harapan masyarakat dan menjalani perannya sebagai anggota masyarakat yang

mampu menyesuaikan diri dengan baik.

(43)

D. IDENTITAS DIRI ORANG PAPUA

Secara garis besar, penduduk Papua (Irian Jaya) terdiri atas kelompok

penduduk asli dan penduduk pendatang/ asing. Ada beberapa suku bangsa

yang merupakan penduduk asli Papua dan menempati beberapa daerah,

diantaranya Mey Brat di daerah Ayamaru, Waropen di daerah Mamberamo

sampai Yapen Waropen, Dani di Lembah Baliem, Nimboran dan Jagai di

Merauke, Sentani di sekitar danau Sentani, Biak di Teluk Cendrawasih, dan

Asmat di Merauke. Penduduk lain di Papua selain penduduk asli disebut

dengan suku bangsa pendatang yang berasal dari Jawa, Sunda, Bali, Ambon,

dan Makassar bahkan ada yang berasal dari luar negeri seperti Australia,

Amerika, serta Eropa (Profil Propinsi Republik Indonesia : Irian, 1992).

Seiring dengan masuknya pendatang dari luar Papua, maka

kebudayaan Papua pun semakin berkembang. Pengaruh unsur-unsur

kebudayaan dari luar mulai merasuki Papua (Irian Jaya), dan membawa

perubahan dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang ada. Kehidupan orang

Papua menjadi lebih teratur dan terarah, terutama dengan masuknya

agama-agama besar ke Papua (Irian Jaya). Perubahan-perubahan terjadi dalam

berbagai segi kehidupan, baik bidang ekonomi, teknologi maupun kebiasaan

hidup mereka yang nomaden menjadi permanen (Profil Propinsi Republik

Indonesia : Irian, 1992).

Boelaars (1986) mengemukakan bahwa orang Papua (Irian Jaya)

terdiri dari berbagai suku yang memiliki nilai-nilai dan kebiasaan yang

(44)

Papua. Orang Papua (Irian Jaya) sejak masa mudanya sudah belajar untuk

mencari makanannya sendiri, walaupun ia sudah mendapatkannya di rumah.

Ia tumbuh menjadi orang yang tidak bergantung pada orang lain serta hanya

percaya dan yakin pada kemampuannya sendiri.

Kehidupan masyarakat sehari-hari tidak banyak dijiwai oleh nilai

gotong royong dan tolong-menolong, karena sifat masyarakat sendiri dan

struktur dari hubungan-hubungan sosial pada dasarnya tidak sangat

membutuhkan aktivitas gotong royong dan tolong-menolong secara

besar-besaran. Suatu pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga kerja biasanya

dikerjakan bersama-sama dengan orang-orang yang masih termasuk kerabat

(Profil Propinsi Republik Indonesia : Irian, 1992).

Sikap individualis yang dikembangkan ini juga mengandung resiko

bahwa kegagalan selalu berasal dari kesalahannya, dan orang Papua (Irian

Jaya) juga menyadari bahwa ia memiliki keterbatasan. Orang Papua mau

mengakui kesalahan dan kegagalannya baik secara terbuka maupun berupa

sindiran dan humor bagi dirinya sendiri. Hal ini membuat orang Papua pun

mengharapkan agar orang lain dapat melakukan hal yang sama (Boelaars,

1986).

Orang Papua (Irian Jaya) bukanlah tipe manusia yang cocok dengan

pekerjaan yang menuntut investasi dan menunggu pemuasan sesudah jangka

waktu yang lama, karena mereka hanya berpegang pada hal-hal yang

menyenangkan saat ini. Hal paling tinggi yang harus diperoleh bagi mereka

(45)

sepuasnya, bernyanyi dan menari. Mereka ingin bebas menjadi diri sendiri dan

tidak terikat pada sesuatu atau seseorang (Boelaars, 1986).

Sikap orang Papua (Irian Jaya) dalam menjalin hubungan dengan

orang lain di tentukan oleh beberapa pertanyaan seperti apa yang anda

sarankan, apa yang anda sumbangkan, apa yang dapat saya harapkan dari anda

saat ini, apakah anda dapat menyenangkan saya, apakah anda dapat dipercaya,

dan apakah anda dapat melakukan apa yang anda janjikan?. Hal ini

menunjukkan bahwa keadaan ikatan-ikatan dalam struktur masyarakat Papua

(Irian) longgar (Boelaars, 1986)

Orang Papua tidak melekatkan diri pada suatu bentuk keterikatan yang

tetap. Ikatan orang tua dan anak, saudara atau saudari yang lebih tua dan lebih

muda, pemberi mempelai dan penerima mempelai, patri-klan atau matri-klan,

inulateralitas dan bilateralitas memang ada, namun tidak dapat mengikat

seseorang dengan sungguh-sungguh. Hal yang dianggap penting bagi orang

Papua adalah ikatan-ikatan persahabatan pribadi langsung dengan seorang pria

atau wanita serta ikatan perkawinan, tetapi ini pun berlangsung selama

hubungannya terjalin baik. Ikatan-ikatan yang mempunyai banyak arti bagi

seseorang akan dihayati dengan sangat emosional. Orang Papua dapat

bersikap baik sekali terhadap seseorang, tetapi saat terjadi masalah di antara

(46)

E. IDENTITAS MAHASISWA PAPUA

Masyarakat Papua semakin berkembang seiring dengan

perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Hal ini pun berpengaruh kepada

perkembangan dunia pendidikan dimana masyarakat semakin menyadari akan

pentingnya pendidikan. Dewasa ini, cukup banyak anak-anak Papua yang

mendapat kesempatan untuk bersekolah hingga berkuliah di Perguruan Tinggi,

namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada anak-anak Papua di daerah

tertentu yang belum mendapat kesempatan tersebut.

Banyak orang Papua yang merantau ke daerah lain dengan tujuan

untuk menuntut ilmu di Perguruan Tinggi, seperti halnya dengan orang Papua

yang sedang berkuliah di Yogyakarta yang dikenal sebagai mahasiswa Papua.

Berdasarkan identitas diri orang Papua yang telah diuraikan di atas, maka

dapat di simpulkan bahwa mahasiswa Papua pada umumnya merupakan orang

yang mandiri dan cenderung bersifat individualis karena tidak mau tergantung

ataupun terikat dengan orang lain. Selain itu, mahasiswa Papua pun

merupakan orang yang cenderung bersifat terbuka dalam mengungkapkan

sesuatu terhadap orang lain (Boelaars, 1986).

Identitas diri mahasiswa Papua bukan hanya sebagai orang Papua,

tetapi juga sebagai seorang mahasiswa yang sedang merantau di daerah lain

khususnya Yogyakarta. Identitas diri sebagai mahasiswa yang sedang

merantau menuntut mahasiswa Papua untuk mempersiapkan diri dalam

(47)

masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan baik di Yogyakarta

maupun saat ia kembali ke Papua.

F. BUDAYA JAWA

Masyarakat Jawa dikenal memiliki budaya yang menjunjung nilai-nilai

kehalusan, pengendalian diri, penyembunyian perasaan, dan non-konfrontatif

dalam berperilaku. Tata krama merupakan salah satu bagian terpenting yang

tetap dijunjung oleh orang Jawa. Tata krama adalah kata lain dari etiket atau

sopan santun yang pada hakikatnya menyangkut pengaturan penampilan diri

dihadapan orang lain. Penampilan tersebut meliputi : cara berbicara atau budi

bahasa, cara berpakaian, cara makan, cara berjalan, cara duduk, dan cara-cara

menampilkan diri lainnya pada berbagai kesempatan (Adimassana, 2004).

Tata krama dalam masyarakat Jawa merupakan bagian dari budaya

Kraton yang mengungkap nilai kehalusan seorang pribadi sekaligus

mengandung nilai sosial yaitu penghormatan terhadap orang lain demi

menciptakan suasana kehidupan sosial yang harmonis. Tata krama Jawa

menggariskan bahwa orang tidak boleh berperilaku yang memalukan karena

tidak tahu tata krama, melainkan harus berilaku yang berkenan di hati orang

lain (Adimassana, 2004).

Tata krama Jawa bertujuan untuk mengatur perilaku setiap individu

supaya tidak vulgar mengikuti dorongan perasaan, pikiran dan keinginan yang

(48)

norma-norma kepantasan sosial yang lazim (Suryomentaram dalam Adimassana,

2004)

G. HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN SOSIAL

MAHASISWA PAPUA

Orang-orang Papua yang berkesempatan untuk meraih pendidikan di

Perguruan Tinggi khususnya yang berkuliah di Yogyakarta dikenal dengan

mahasiswa Papua. Identitas mahasiswa Papua sebagai orang Papua yang

sudah terbentuk sejak lahir hingga beranjak dewasa sebagai orang yang

mandiri dan cenderung bersifat individualis serta tidak mau terikat dan

tergantung dengan orang lain. Mahasiswa Papua juga cenderung bersikap

terbuka dalam mengungkapkan sesuatu terhadap orang lain (Boelaars, 1986).

Identitas lain yang dimiliki oleh mahasiswa Papua adalah sebagai seorang

mahasiswa yang sedang merantau di lingkungan masyarakat Yogyakarta

dengan budaya yang sangat menjunjung nilai-nilai kehalusan, pengendalian

diri, penyembunyian perasaan, dan menghindari konfrontasi dalam

berperilaku. Identitas mahasiswa Papua sebagai orang yang merantau

menuntutnya untuk mempersiapkan diri dalam memenuhi harapan masyarakat

dan menjalani perannya sebagai anggota masyarakat yang mampu

menyesuaikan diri dengan baik di Yogyakarta.

Fits Robinson (dalam Simon, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri

merupakan faktor yang penting dalam menentukan kemampuan seseorang

(49)

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Konsep diri dapat

ditinjau dari beberapa aspek yang antara lain adalah diri fisik, diri keluarga,

diri pribadi, diri moral etik, dan diri sosial (Fitts dalam Agustiani, 2006).

Mahasiswa Papua yang memiliki konsep diri positif akan memiliki

karakteristik sebagai individu yang memiliki keyakinan pada kemampuan dan

prinsip yang kuat, meskipun demikian individu tidak segan untuk

memperbaiki diri bila memang ada kesalahan. Mahasiswa Papua juga

memiliki sikap obyektif dalam menanggapi berbagai hal, terbuka dalam

mengakui perasaan dan peka terhadap lingkungan sekitarnya serta mampu

menikmati segala kegiatan yang dijalaninya. Karakteristik demikian

memungkinkan mahasiswa Papua untuk lebih peka dan mampu menunjukkan

simpati terhadap lingkungan sekitarnya sehingga dapat bereaksi secara efektif

dalam berbagai situasi dan lingkungan yang baru di Yogyakarta.

Sebaliknya, mahasiswa Papua dengan konsep diri negatif akan

memiliki karakteristik sebagai individu yang merasa lemah dan tidak berdaya

sehingga cenderung pesimis dan mudah menyerah dalam menghadapi

berbagai tantangan dalam hidup. Mahasiswa Papua juga akan merasa rendah

diri dan kurang percaya diri karena memandang dirinya sebagai individu yang

kurang menarik dan merasa ditolak oleh orang di sekitarnya sehingga individu

mudah tersinggung saat menerima kritikan. Karakteristik tersebut tentu akan

menghambat penyesuaian sosial mahasiwa Papua karena individu yang

menganggap dirinya tidak menarik cenderung tidak menerima dan menolak

(50)

lingkungan sosialnya juga menolak dirinya sehingga individu akan menutup

dirinya dan menolak orang lain. Mahasiswa Papua yang mengalami hambatan

dalam penyesuaian sosial akan mengembangkan penyesuaian sosial yang

buruk sehingga kurang mampu bereaksi secara efektif dengan situasi dan

lingkungan yang baru di Yogyakarta.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa dengan memiliki penyesuaian

sosial yang baik mahasiswa Papua dapat bereaksi secara efektif terhadap

kenyataan, situasi dan hubungan sosial di Yogyakarta, yakni dengan cara

menghormati hak-hak orang lain, belajar bergaul dengan baik,

mengembangkan persahabatan dan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas

sosial. Penyesuaian sosial yang baik dapat diperoleh jika didukung oleh

(51)

• Diri Moral Etik

• Diri Sosial

Mahasiswa Papua menerima dirinya dan merasa bahwa lingkungan menerima dirinya sehingga mahasiswa Papua menjadi terbuka dan lebih peka serta mampu menunjukkan simpati terhadap lingkungan yang baru

Mahasiswa Papua tidak menerima dirinya dan cenderung menolak dirinya, kemudian merasa bahwa lingkungan menolak dirinya sehingga mahasiswa Papua menjadi tertutup terhadap lingkungan dan menolak orang lain

Penyesuaian Sosial Buruk

Memasuki masyarakat Yogyakarta dengan budaya

Jawa yang menjunjung nilai kehalusan, pengendalian diri, penyembunyian perasaan, dan

non-konfrontatif dalam berperilaku

Memasuki masyarakat Yogyakarta dengan budaya

Jawa yang menjunjung nilai kehalusan, pengendalian diri, penyembunyian perasaan, dan

non-konfrontatif dalam berperilaku

Mahasiswa Papua dengan Konsep Diri Negatif

• merasa lemah dan tidak berdaya

• pesimis dan mudah menyerah dalam menghadapi tantangan

• merasa rendah diri dan kurang percaya diri

• merasa kurang menarik dan merasa ditolak oleh orang lain

• mudah tersinggung saat menerima kritikan

Mahasiswa Papua dengan Konsep Diri Positif

• memiliki keyakinan pada kemampuan dan prinsip yang kuat

• mau memperbaiki diri bila memang ada kesalahan

• memiliki sikap obyektif dalam menanggapi berbagai hal

• terbuka dalam mengakui perasaan dan peka terhadap lingkungan

• mampu menikmati segala kegiatan yang dijalaninya

Penyesuaian Sosial Baik

(52)

H. HIPOTESIS

Setelah mengkaji landasan teori dari hubungan Penyesuaian Sosial dan

Konsep Diri mahasiswa Papua seperti diuraikan di atas, maka dapat diajukan

hipotesis yang berbunyi bahwa ada hubungan yang positif antara Konsep Diri

dan Penyesuaian Sosial mahasiswa Papua. Semakin tinggi Konsep Diri, maka

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah korelasional. Penelitian korelasional

bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara variabel. Dua atau lebih variabel

diteliti untuk melihat hubungan yang terjadi diantara mereka tanpa mengubah

atau mengadakan perlakuan terhadap variabel-variabel tersebut (Kountour,

2003). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara dua

variabel yaitu konsep diri dan penyesuaian sosial mahasiswa Papua.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel bebas : konsep diri

2. Variabel tergantung : penyesuaian sosial

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Konsep diri yaitu pengetahuan dan pemahaman serta penilaian subyek

terhadap dirinya sendiri baik positif maupun negatif yang meliputi lima

aspek, antara lain :

a. Diri Fisik, yaitu persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara

fisik, yang meliputi kesehatan, penampilan dan keadaan tubuhnya.

b. Diri Keluarga, yaitu perasaan dan harga diri seseorang dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan

(54)

seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai

anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankan

sebagai anggota suatu keluarga.

c. Diri Pribadi, yaitu persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya

sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya serta merasa

sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri Moral Etik, yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari

standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut

perasaan seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan

seseorang akan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya

e. Diri Sosial, yaitu penilaian seseorang terhadap interaksi dirinya dengan

orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

Konsep diri seseorang dapat diungkapkan dengan menggunakan

instrumen berupa skala Konsep Diri yang meliputi kelima aspek di atas.

Konsep diri yang positif nampak pada keyakinan dan prinsip yang kuat,

mau memperbaiki diri, sikap yang obyektif dalam menanggapi berbagai

hal, terbuka dalam mengakui perasaan dan peka terhadap lingkungan

sekitarnya serta mampu menikmati segala kegiatan yang dijalaninya. Skor

total yang diperoleh dalam skala tersebut menunjukkan tinggi rendahnya

konsep diri individu. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa individu

memiliki konsep diri yang positif, sedangkan skor yang rendah

(55)

2. Penyesuaian Sosial yaitu kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif

terhadap kenyataan, situasi, dan hubungan sosial di lingkungan hidupnya.

Penyesuaian sosial meliputi 4 aspek, yaitu :

a. Penampilan Nyata, kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif

demi memenuhi harapan dan standar kelompoknya agar dapat diterima

dalam kelompok, baik dalam hal penampilan fisik maupun perilaku

sosial (Mappiare, 1982 & Hurlock, 1980).

b. Penyesuaian Diri terhadap berbagai kelompok, kemampuan individu

untuk bereaksi secara efektif terhadap berbagai kelompok, baik

kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa. Dalam hal

ini individu berusaha menyesuaikan diri dengan lebih banyak

mengabaikan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompok

(Mappiare, 1982).

c. Sikap Sosial berupa kemampuan individu untuk bersikap baik dan

menyenangkan terhadap orang lain dan berpartisipasi sosial serta

memiliki peran dalam kelompok sosial.

d. Kepuasan Pribadi, merupakan kepuasan individu terhadap kontak sosial

atau interaksi sosialnya serta peran yang dimilikinya dalam situasi

sosial.

Penyesuaian sosial seseorang dapat diungkapkan dengan

menggunakan instrumen berupa skala Penyesuaian Sosial yang meliputi

keempat aspek di atas. Skor total yang diperoleh dalam skala tersebut

(56)

yang diperoleh, maka semakin tinggi pula penyesuaian sosialnya.

Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah

pula penyesuaian sosialnya.

D. SUBYEK PENELITIAN

Subyek dalam penelitian ini adalah :

1. Mahasiswa Suku Papua

2. Berkuliah dalam tahun pertama/ kedua di Perguruan Tinggi Yogyakarta

3. Laki-laki dan perempuan

Alasan dipilihnya subyek tersebut karena :

1. Pengambilan subyek penelitian mahasiswa Papua karena mahasiswa Papua

berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dengan masyarakat

Yogyakarta. Latar belakang budaya yang berbeda membuat mahasiswa

Papua butuh upaya yang besar dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosial di Yogyakarta.

2. Mahasiswa tingkat I dan II dipilih karena berada pada tahun pertama dan

kedua masa kuliah yang masih melakukan penyesuaian awal dengan

lingkungan sosial baru di Yogyakarta.

3. Berkuliah di Yogyakarta dipilih sebagai salah satu syarat karena

Yogyakarta merupakan salah satu Kota Pelajar di mana tiap tahun

dikunjungi oleh para pelajar dari segala penjuru, termasuk dari Papua.

Selain itu, peneliti sendiri berkuliah di Yogyakarta sehingga memudahkan

(57)

Hal tersebut mendorong peneliti tertarik untuk menelitinya. Teknik

yang digunakan untuk pengambilan subyek adalah purposive sampling yaitu

pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri atau sifat-sifat yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui (Hadi, 2000)

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data disebut dengan

instrumen. Instrumen dalam penelitian ini berbentuk skala yang terdiri atas

dua yaitu skala konsep diri dan skala penyesuaian sosial mahasiswa Papua

yang berkuliah di Yogyakarta. Kedua skala tersebut disusun oleh peneliti

dengan menggunakan skala Likert dimana variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi indikator. Indikator dijadikan titik tolak untuk menyusun

item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan

(Sugiyono, 1999).

Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai

gradasi sangat positif sampai negatif yang dapat berupa sangat setuju (SS),

setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Setiap

skala diberi kategori empat jawaban. Peneliti meniadakan jawaban ragu-ragu

karena tersedianya jawaban di tengah menimbulkan kecenderungan untuk

menjawab ke tengah terutama bagi mereka yang ragu-ragu terhadap

(58)

banyak menghilangkan data penelitian sehingga mengurangi informasi yang

dapat disaring dari para responden (Hadi, 1991).

Berikut ini, disajikan penyusunan skala konsep diri dan penyesuaian sosial

mahasiswa Papua yang berkuliah di Yogyakarta.

1. Skala Konsep Diri

Skala konsep diri disusun sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala ini

mengacu pada teori Fitts (dalam Agustiani, 2006) yang terdiri atas lima

aspek konsep diri yang meliputi aspek diri fisik, diri keluarga, diri pribadi,

diri moral etik, diri sosial. Berdasarkan lima aspek tersebut dibuat 86 item

konsep diri. Jumlah item terbanyak berasal dari aspek diri sosial sebanyak

22 item karena aspek tersebut memiliki konteks yang luas dan

memungkinkan untuk dieksplorasi dalam banyak item. Jumlah item

terkecil berasal dari aspek diri keluarga dan diri moral etik karena kedua

aspek tersebut memiliki konteks yang sempit dan kurang memungkinkan

untuk dieksplorasi dalam banyak item. Penyebaran item dapat dilihat pada

(59)

Tabel 1

Tabel Penyebaran Item

Skala Konsep Diri Mahasiswa Papua

Aspek Item Favorabel Item Unfavorabel Jumlah

Diri Fisik 1, 12, 15, 27, 30, 32, 49,

Nilai jawaban untuk pernyataan favorabel dan unfavorabel dapat

dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Tabel Nilai Jawaban Favorabel dan Unfavorabel

Skala Konsep Diri Mahasiswa Papua

Jawaban Nilai Favorabel Nilai Unfavorabel

SS : sangat setuju 4 1

S : setuju 3 2

TS : tidak setuju 2 3

(60)

2. Skala Penyesuaian Sosial

Skala penyesuaian sosial disusun oleh peneliti sendiri dengan

mengacu pada teori Hurlock (1988) yang terdiri atas 4 aspek yaitu aspek

penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap

sosial, kepuasan pribadi. Berdasarkan empat aspek tersebut dibuat 74 item

yaang meliputi lingkungan masyarakat setempat dan lingkungan kampus.

Jumlah item terbanyak berasal dari aspek sikap sosial Penyebaran item

dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Tabel Penyebaran Item

Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua

Aspek

Item Favorabel

Item

Unfavorabel Jumlah

Penampilan Nyata 1, 5, 8, 13, 23, 28,

Nilai jawaban untuk pernyataan favorabel dan unfavorabel skala

(61)

Tabel 4

Tabel Nilai Jawaban Favorabel dan Unfavorabel

Skala Penyesuaian Sosial Mahasiswa Papua

Jawaban Nilai Favorabel Nilai Unfavorabel

SS : sangat setuju 4 1

S : setuju 3 2

TS : tidak setuju 2 3

STS : sangat tidak setuju 1 4

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Validitas Isi

Setiap instrumen yang digunakan dalam penelitian harus memiliki

dua karakteristik yaitu valid dan realiabel. Suatu instrumen dikatakan valid

apabila instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Kountour,

2003). Menurut Azwar (2006) validitas adalah ketepatan dan kecermatan

skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Instrumen yang valid harus

memenuhi validitas internal dan validitas isi. Suatu instrumen mempunyai

validitas internal apabila kriteria yang ada pada instrumen telah

mencerminkan apa yang diukur (Sugiyono, 1999). Setelah terbukti bahwa

instrumen memenuhi validitas internal, maka hal lain yang harus

dilakukan selanjutnya adalah pengujian validitas isi. Validitas isi

menyangkut tingkat kebenaran suatu instrumen mengukur isi dari area

yang dimaksudkan untuk diukur (Kountour, 2003). Menurut Azwar

(2004), validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian

Gambar

Gambar 1. Skema Alur Penelitian ......................................................................34
Gambar 1. Skema Alur Penelitian
tabel 1.
Tabel 2 Tabel Nilai Jawaban Favorabel dan Unfavorabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia juga secara aktif terlibat di berbagai agenda strat- egis seperti reformasi IMF dengan mendorong adanya kuota yang lebih besar untuk negara-negara miskin dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimia madu yang paling baik (sesuai SNI) dari desa Bonto Manurung kabupaten

patogen (bersifat menimbulkan penyakit) yang sampai sekarang ini masih meresahkan para petani pisang. Dalam suatu area kebun pisang yang memiliki banyak tanaman pisang di

Dalam metode ini tentu diperlukan kemampuan guru untuk menjelaskan pelajaran tauhid dengan dalil-dalil naqal dan dalil aka1, kemudian mengajak murid-muridnya untuk merenungkan

The correlation function differs for individual reflectors: the peak is high and thin for the areas on the rock, but it is lower and wider for the areas on the glacier due to

Contohnya kita akan melakukan FRH untuk belanja barang, maka menu Formulir Realisasi Hutang kemudian pilih sub menu FRH Barang Sispran I sehingga tampil

Bagaimana membuat daftar kata, mencari hit, memanjangkan hit dalam penjajaran dan menentukan signifikansi statistic ke dalam perangkat komputer untuk kemudian diproses dan

[r]