TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro
Disusun oleh:
MARSEL B. HALA BOLI
NIM : 005114074
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Electrical Engineering Study Program
Presented by:
MARSEL B. HALA BOLI
005114074
ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain,
kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagaimana layaknya karya ilmiah.”
Yogyakarta, 27 Juli 2007
Penulis
!
"
# # $
!
"
# # $
!
"
# # $
!
"
# # $
! """
!
!
Marsel B. Hala Boli
005114074
INTISARI
Simulasi perhitungan unjuk kerja radio link system merupakan suatu program
yang berfungsi sebagai program bantu yang memungkinkan kita untuk merancang sebuah
radio link yang memenuhi standar. Simulasi unjuk kerja ini mempunyai banyak
kegunaan, diantaranya mempermudah user dalam memahami lebih dalam tentang radio
link, serta sebagai referensi pemilihan hardware yang akan digunakan.
Simulasi perhitungan unjuk kerja ini dibuat dengan menggunakan bahasa
pemrograman C++, untuk membentuk layoutnya digunakan C++Builder. Inti dari
program ini adalah input-input yang harus diisi untuk mendapatkan output. Output yang
dihasilkan merupakan hasil kalkulasi, dari input koordinat yang digunakan untuk
mengetahui jarak, elevasi untuk mengetahui tinggi antena, serta gain dan losses.
Hasil dari simulasi ini adalah margin total dari
radio link system yang
disimulasikan. Margin total inilah yang akan digunakan sebagai parameter baik tidaknya
unjuk kerja sebuah rancangan.
By :
Marsel B. Hala Boli
005114074
ABSTRACT
Simulation of performance calculation on radio link system is represent
functioning program as conducive assistive program to make us possible to design a radio
link fulfilling standard.This program have so many useful, like make easy way for user to
understanding into deep many of think on radio link system, also it useful as reference for
user on make decision choose which one hardware will be used.
Simulation of performance calculation on radio link system was made by using
C++ programming, to build layout form, used by C++Builder. The most importand issues
from this program is input which must be filled to get the output. Output yielded
represent result of calculation, from co-ordinate input used to know the distance,
elevation to know high of antenna, and also gain and losses
Result from this simulation is total margin from radio of link system which was
simulated. This total margin will be used as a parameter good or not the perfomance from
that design.
karena atas berkat dan perlindungan-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik dan lancar.
Dalam proses penulisan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa ada begitu
banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan dengan caranya
masing-masing sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih antara lain kepada :
1.
Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan-Nya dan Bunda Maria yang menjadi perantara
doa kepada Putera-Nya.
2.
Bapak Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku dekan fakultas
teknik.
3.
Bapak Bayu Primawan, S.T., M.Eng., selaku pembimbing I atas ide-ide yang
berguna, bimbingan, dukungan, saran dan kesabaran bagi penulis dari awal sampai
tugas akhir ini bisa selesai.
4.
Ibu Wiwien Widyastuti, ST, MT, Bapak Pius Yozy Merucahyo, ST, MT, selaku
penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran.
5.
Seluruh dosen teknik elektro atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menimba
ilmu di Universitas Sanata Dharma.
6.
Bapak dan Ibu tercinta atas semangat, doa serta dukungan secara moril maupun
materiil.
Donie, Kampret, Felic, Dedi, Amel, Balang, Ivonne, Khem, Noer, mBak Atri, mBak
Trisna. Terima kasih atas persahabatannya. Kalian selalu ada dan mau berbagi di saat
aku membutuhkan kalian.
10.
Teman-teman AC Anilop : Pram, Heru, Lilik, Nico, Guzzur, Martin, Boedi, LastRow,
Ahock, Yuli, Hasto, McDee, Lijun, Robert, Ulis, Yuris, Pace Ronald, Teddy, Agus,
Etvan, Bent, Atenk, Anest, serta pemain-pemain lainnya yang selalu berbagi
kebahagian dan kecerian di lapangan hijau.
11.
Teman-teman relawan dari ikatan karyawan sanata dharma: Samuel, Mas Agus, Mas
Trie, Mas Darto, Bos Belle, Mas Yusuf, Boe Hartini. Terima kasih atas
pengajarannya tentang peduli akan sesama. Kalian telah membuat hidupku penuh
warna.
12.
Dan seluruh pihak yang telah ambil bagian dalam proses penulisan tugas akhir ini
yang terlalu banyak jika disebutkan satu-persatu.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan tugas akhir ini sangat
diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima kasih.
HALAMAN PERSETUJUAN ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
vi
HALAMAN MOTTO ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ...
ix
KATA PENGANTAR ...
x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ...xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Judul ...
1
1.2. Latar Belakang ...
1
1.3. Perumusan Masalah ...
2
1.4. Batasan Masalah ...
3
1.5. Tujuan Penelitian ...3
1.6. Manfaat Penelitian ...
4
1.7. Sistematika Penulisan ...
4
BAB II DASAR TEORI
2.1. WaveLAN Radio Link System ...
7
2.1.1. Frekuensi ...
8
2.1.2. Koordinat Latitute dan Longitude ...
9
2.2. Elemen WaveLAN Radio Link Budget ...
13
2.2.1. Transmitting Side ...
14
2.2.1.1. Transmit Power ...
14
2.2.2.1. Free Space Loss ...
27
2.2.2.2. Zona Fresnel ...28
2.2.2.3. Refleksi ... 33
2.2.2.4. Refraksi ...
33
2.2.2.5. Defraksi ... 34
2.2.2.6. Efek Geografis ...
35
2.2.3. Receiver Side ... 40
2.2.3.1. Antenna Gain Pada Penerima ...
40
2.2.3.2. Receiver Sensitivity ...
40
2.2.2.3. Signal to Noise Ratio ...
40
2.2.4. Fade Margin System ...
41
BAB III RANCANGAN PENELITIAN
3.1. Perancangan Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja ... 43
3.1.1.
Perancangan Input Program ...
44
3.1.1.1. Input program pada sisi pemancar ...
44
3.1.1.2.
Input program pada Propagasi Path Loss ...44
3.1.1.3. Input program pada sisi penerima ...
48
3.1.1.3. Input program pada sisi obstacle ...
48
3.1.2.
Perancangan Output Program ...
49
3.1.2.1. Path Distance ...
49
3.1.2.2.
Tx – Obstacle Distance ...50
3.1.2.3. Tinggi antena Tx dan Rx ...
51
3.1.2.4. Radius Fresnel Zone ...
53
3.1.2.5. Radius bebas obstacle ...
54
3.1.2.6.
Free Space Loss ...
54
3.2. Layout Program ... 58
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Penjelasan Interface Program ...
62
4.1.1. User Login ... 62
4.1.2. Input Program ...63
4.1.3. Kalkulasi dan Output Program ...
64
4.1.4. Database ... 65
4.2. Cara Kerja Program ... 66
4.2.1. Cara kerja panel input ...
68
4.2.2. Cara kerja panel output ...
70
4.3. Pengujian Program ...……
71
4.3.1.
Pengujian kalkulasi dengan program sejenis ...
72
4.3.2.
Pengujian kalkulasi dengan perhitungan manual ...
75
4.4. Implementasi Program ... 79
4.4.1.
Implementasi perancangan tanpa obstacle ...
79
4.4.1.1. Perancangan dengan panel antenna ...
81
4.4.1.2.
Perancangan dengan parabolic antenna ... 86
4.4.2.
Implementasi perancangan dengan obstacle ...
90
4.4.2.1. Perancangan dengan omni antenna ...
93
4.4.2.2.
Perancangan dengan yagi antenna ...
100
4.4.2.2.
Perancangan dengan sector antenna ...
106
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...114
5.2. Saran... 115
DAFTAR PUSTAKA
... 116
Tabel 2.1 Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi ……... 9
Tabel 2.2 Nilai normal losses pada kabel ... 24
Tabel 2.3
Free Space loss untuk jarak dan frekuensi tertentu ... 28
Tabel 2.4 Diameter zona fresnel dan free space loss ... 30
Tabel 2.5
Path Loss Exponent untuk kondisi lingkungan yang berbeda ... 36
Tabel 2.6
Terrain path loss menurut kondisi - Lenkurt (1970) ... 37
Tabel 2.7
Humidity Factor Loss menurut kondisi - Lenkurt (1970) ... 37
Tabel 2.8
Climate factor loss menurut kondisi - Lenkurt (1970) ... 38
Tabel 2.9 Hasil Pengukuran Intensitas hujan R0.01 di Indonesia ... 39
Tabel 2.10 Median loss dan Standard Deviasi Topologi lingkungan ... 39
Tabel 3.1
Technical Notes dan penjelasan elemen kalkulasi ... 59
Tabel 4.1 Sumber input berdasarkan group box ... 70
Tabel 4.2 Margin total hasil simulasi menggunakan Metode 1 ... 112
Gambar 2.2
Antena Yagi ... 16
Gambar 2.3
Pola radiasi dari antena Yagi ... 17
Gambar 2.4
Antena Parabolik ... 17
Gambar 2.5
Pola radiasi dari antena Parabolik ... 17
Gambar 2.6
Antena Sektoral ... 18
Gambar 2.7
Pola radiasi dari antena Sektoral ... 18
Gambar 2.8
Antena Omni ... 19
Gambar 2.9
Pola radiasi dari antena Omni ... 19
Gambar 2.10 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi pertama
... 21
Gambar 2.11 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi kedua
... 22
Gambar 2.12 Kabel Koaksial ... 23
Gambar 2.13 Konektor Kabel Koaksial ... 26
Gambar 2.14 Fresnel Zone ... 32
Gambar 2.15 Tingkatan lapisan pada fresnel zone ... 32
Gambar 2.16 Peristiwa diffraction atau pembelokan ... 34
Gambar 2.17 Pembelokan oleh obstacle atau halangan ... 35
Gambar 3.1
Blok rancangan program secara umum ... 43
Gambar 3.2
Flowchart dari perhitungan Environmental Path Loss ... 45
Gambar 3.3
Flowchart perhitungan path distance ... 50
Gambar 3.8
Flowchart perhitungan output margin total ... 57
Gambar 3.9
Layout program Perhitungan unjuk kerja Radio Link System ... 58
Gambar 3.10 Flowchart perhitungan unjuk kerja Radio Link System ... 60
Gambar 4.1
Tampilan User Login ... 63
Gambar 4.2
Input pada kolom ”Site Tx” ... 64
Gambar 4.3
Output-output pada program ... 64
Gambar 4.4
Penyimpan hasil simulasi ke database ... 65
Gambar 4.5
Load data dari database ... 66
Gambar 4.6
Tampilan program utama ... 67
Gambar 4.7
Panel input dengan memilih kondisi ... 68
Gambar 4.8
Group box “Any Obstacle” checked ... 69
Gambar 4.9
Group box “Any Obstacle” unchecked ... 69
Gambar 4.10
Group box “Radio Link Information” ... 71
Gambar 4.11 Hasil kalkulasi
path distance yang dihasilkan program ... 72
Gambar 4.11 Hasil kalkulasi
path distance WaveRider v.2.00 ... 73
Gambar 4.13 Nilai
obstacle free radius yang diperoleh program ... 74
Gambar 4.14 Nilai
obstacle free radius ZYTRAX Wireless Calculator ... 74
Gambar 4.15 Nilai free space loss hasil kalkulasi program ... 75
Gambar 4.16 Nilai free space loss ZYTRAX Wireless Calculator ... 75
Gambar 4.21 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site Tx ... 80
Gambar 4.22 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari Site Rx ... 81
Gambar 4.23 AirEther™ PA21 Panel Antenna ... 82
Gambar 4.24 Simulasi tanpa obstacle antena panel high gain …... 83
Gambar 4.25 VP 9/24 Panel Antenna ... 84
Gambar 4.26 Simulasi tanpa obstacle antena panel low gain ... 85
Gambar 4.27 TIL-TEK TA-2448 GRID PARABOLIC ... 86
Gambar 4.28 Simulasi tanpa obstacle antena parabola high gain ... 87
Gambar 4.29 D2412 PARABOLIC DISH ANTENNA ... 88
Gambar 4.30 Simulasi tanpa obstacle antena parabola low gain ... 89
Gambar 4.31
Site map dari perancangan dengan obstacle ... 90
Gambar 4.32 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site Tx ... 91
Gambar 4.33 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site obstacle ... 92
Gambar 4.34 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site Rx ... 93
Gambar 4.35 AirEther™ OA21 Omni Antenna ... 94
Gambar 4.36 Simulasi obstacle metode 1 antena omni high gain ... 95
Gambar 4.37 Simulasi obstacle metode 2 antena omni high gain ... 96
Gambar 4.38 VO6/24 Omni Antenna ... 97
Gambar 4.39 Simulasi obstacle metode 1 antena omni low gain ... 98
Gambar 4.44 AYG-2406 Yagi Antenna ... 103
Gambar 4.45 Simulasi obstacle metode 1 antena yagi low gain ... 104
Gambar 4.46 Simulasi obstacle metode 2 antena yagi low gain ... 105
Gambar 4.47 TIL-TEK TA-2304-4-45-ISM SECTOR ... 106
Gambar 4.48 Simulasi obstacle metode 1 antena sector high gain ... 107
Gambar 4.49 Simulasi obstacle metode 2 antena sector high gain ... 108
Gambar 4.50 ASC-2412 Sector Antenna ... 109
Gambar 4.51 Simulasi obstacle metode 1 antena sector low gain ... 110
1.1 Judul
Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja Radio Link System menggunakan
program C++.
1.2 Latar Belakang
Dewasa ini teknologi komunikasi berkembang pesat, dan semakin
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dengan kemajuan komunikasi yang ada,
sebuah daerah dapat terhubung dengan daerah lain. Hal ini tidak lepas dari
tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, baik dalam kehidupan
sehari-hari, bidang penelitian ilmu pengetahuan, bidang pemerintahan maupun dalam
bidang industri.
Salah satu teknologi komunikasi yang ada adalah Radio Link System. Dengan menggunakan teknologi ini sebuah daerah dapat berhubungan dengan
daerah lain melalui stasiun pemancar di daerah yang satu dan stasiun penerima di
daerah yang lainnya. Seperti yang kita ketahui, besarnya manfaat yang dapat
diperoleh dari komunikasi radio link system, maka besar pula tuntutan untuk
mendapatkan hasil maksimal dari komunikasi radio link system yang dirancang.
Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan ketepatan dalam menghitung unjuk kerja
Oleh karena itu penulis berinisiatif untuk membuat sebuah simulasi yang
dapat menghitung besarnya nilai unjuk kerja dari sebuah perancangan radio link
system, sehingga dapat diperoleh besar Fade Margin yang maksimal.
1.3 Perumusan Masalah
Dalam penelitian tugas akhir ini yang menjadi ide dasar adalah simulasi
perhitungan unjuk kerja dari radio link yang dihasilkan dari 2 titik lokasi, Tx dan
Rx. Hasil akhir perhitungan merupakan System Operating Margin atau Fade
Margin, yang nantinya disimpan di database berupa salinan dari perhitungan yang
tersimpan dalam satu notepad.
Simulasi perhitungan unjuk kerja ini diawali dengan memasukan koordinat dari titik pemancar (Transmitter Side) dan titik penerima atau (Receiver Side).
Kemudian dari perhitungan selisih koordinat kedua titik didapat jarak yang juga
merupakan nilai dari Line Of Sight (LOS). Seterusnya memasukkan besarnya
frekuensi yang digunakan, nilai daya efektif pemancar (Effective Transmit
Power), dan daya efektif penerima (Effective Receive Power), serta nilai dari Free
Space Loss (FSL) yang dapat ditemukan dalam propagasi, dalam hal ini yang
dipakai adalah propagasi fresnel zone dan propagsi difraksi. Selain itu didapat
juga besarnya nilai tinggi antena yang dibutuhkan jika terdapat penghalang. Juga
ditampilkan besarnya nilai total gain atau penguatan serta total losses atau
1.4 Batasan Masalah
Pada pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
1. Elemen dasar dan karakteristik hardware dari Radio Link System.
a. Jenis dari hadware,
b. Nilai gain dan losses dari hadware.
2. Simulasi dilakukan untuk:
a. Perhitungan jarak atau path distance,
b. Free Space Loss (FSL),
c. Nilai total gain atau penguatan,
d. Nilai total losses atau rugi-rugi, dan.
e. Besarnya Fade Margin dari Radio Link.
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan tugas akhir ini tujuan yang akan dicapai oleh penulis
adalah:
1. Untuk memperkenalkan semua elemen dan unsur-unsur yang diperlukan untuk mengkalkulasi fade margin dari sebuah Radio Link System.
2. Menghasilkan program simulasi untuk mengkalkulasi fade margin dari sebuah Radio Link System.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam melakukan penelitian ini
adalah:
1. Mempermudah kalangan akademisi dalam pemahaman kalkulasi
fade margin Radio Link System.
2. Sebagai langkah awal untuk dapat meningkatkan kualitas dari Radio
Link System yang dirancang.
3. Hasil dari kalkulasi dapat digunakan sebagai referensi dalam
pemilihan hadware yang akan digunakan agar mendapatkan unjuk kerja sistem yang ideal.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan laporan tugas akhir mengenai
“Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja Radio Link System” menggunakan program
C++ adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan manfaat
penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Bab II berisi teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini,
BAB III PERANCANGAN SOFTWARE
Bab ini menjelaskan tentang diagram alir atau flow chart yang
digunakan dalam perancangan “Simulasi Perhitungan Unjuk
Kerja Radio Link System”.
BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN
Bab ini berisi pengamatan, pengujian, pengambilan data dan
pembahasan dari perhitungan unjuk kerja Radio Link System.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran mengenai “Simulasi
BAB II
DASAR TEORI
Teknologi WaveLAN
WaveLAN menggunakan teknologi terbaru dalam transmisi data
menggunakan media radio. Teknologi tersebut dikenal sebagai Code Division
Multiple Access (CDMA) yang bertumpu pada teknologi Direct Squence Spread
Spectrum (DS-SS) yang diturunkan dari teknologi militer Amerika Serikat untuk
transmisi data yang tidak mudah dilacak maupun tidak mengganggu transmisi
yang ada. Ada dua buah frekwensi yang saat ini yang digunakan oleh WaveLAN
yaitu 915 Mhz dan 2.4 Ghz.
Penggunaan WaveLAN di berbagai negara di luar negeri tidak
memerlukan ijin frekuensi. Hal ini dimungkinkan karena WaveLAN
menggunakan teknologi Direct Sequence Spread Spectrum, yang memungkinkannya tidak terdeteksi (apalagi mengganggu) pemancar serta
penerima radio pada frekwensi yang sama. WaveLAN ini beroperasi pada band
frekuensi ISM (Industrial , Scientific & Medical)-Band, yaitu 915 Megahertz dan
2.4 Gigahertz - peralatan yang menggunakan frekuensi ISM-Band sebetulnya
dapat dioperasikan tanpa perlu meminta ijin frekuensi (terutama di negara maju).
Dengan menggunakan sebuah kode yang unik, sinyal informasi
dipancarkan tersebar di beberapa frekwensi secara bersamaan. Karena disebar,
maka daya sinyal di tiap frekwensi tersebut menjadi sangat kecil. Sehingga
ini hanya bisa dideteksi oleh penerima yang memiliki kode penyebar yang sama
pula. Dengan demikian, sinyal informasi ini tahan terhadap berbagai macam
gangguan atau interferensi sinyal lainnya. Dengan menggunakan teknik ini,
WaveLAN merupakan alat komunikasi yang andal serta terlindungi dari
penyadapan.
Kemampuan, Jarak jangkau, dan Kecepatan
Radio Spread Spectrum Wireless memiliki kecepatan transmisi yang
beragam, dari mulai 19 Kbps hingga 2 Mbps. Misalnya WaveLAN buatan Karlnet
Inc. (KarlBridge) dengan kecepatan 2 Mbps. Jarak jangkau antara 2 WaveLAN ini
bisa mencapai 30 mil. Selain menjadi alat komunikasi point to point , beberapa
produk WaveLAN juga bisa digunakan untuk komunikasi Point to Multipoint. Hal
ini dilakukan dengan menggunakan satu WaveLAN dengan daya yang lebih besar berfungsi sebagai Base Station.
2.1 WaveLAN Radio Link System
WaveLAN Radio Link System untuk komunikasi radio point-to-point
bertujuan menguraikan dengan jelas semua gain atau penguatan dan losses atau
rugi-rugi dari radio transmitter (sumber dari sinyal radio), kabel, konektor dan
udara bebas yang dilalui sinyal radio menuju receiver. Kalkulasi dari nilai daya
pada masing-masing alat dari komunikasi radio sangat diperlukan, karena akan
Selain hal-hal diatas yang dibutuhkan, ada juga elemen-elemen lain yang
perlu diperhatikan. Berikut ini penjelasan tentang elemen-elemen yang
mempengaruhi WaveLAN Radio Link System.
2.1.1 Frekuensi
Frekuensi yang biasa digunakan pada WaveLAN Radio Link System
adalah 2,4 GHz. Hal ini disebabkan oleh umumnya digunakan IEEE 802.11b/g
yang memang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Sedangkan untuk IEEE 802.11a
frekuensi yang digunakan adalah 5.8 GHz.
Frekuensi yang berbeda mengalami derajat atenuasi yang berbeda hingga
penghalang (dinding, pohon) dan di atmosfir (berdasarkan ketinggian dan
kelembaban). Bidang Frekuensi dibutuhkan dalam mempertimbangkan faktor ini.
Ketika Frekuensi dari sinyal yang dipancarkan meningkat dimana kekuatan sinyal akan direduksi oleh penghalang. Panjang gelombang dan
frekuensi berhubungan dengan kecepatan cahaya,
F c
=
λ ... (2.1)
di mana :
λ = Panjang gelombang dalam meter.
c = Kecepatan cahaya dalam m/s
Tabel 2.1 Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi.
Frequency Application Wavelength
(Meters)
Wavelength
(Feet)
Number of
Wavelengths
for 1-foot
Penetration
800 MHz
Cell Phone
Communication
0.37 1.23 0.81
2.4 GHz 802.11b/g 0.12 0.41 2.43
5.8 GHz 802.11a and WiMAX 0.5 0.17 5.88
45 GHz Point-to-Point Microwave 0.01 0.02 50.00
Hubungan keduanya dapat dilihat dari tabel di atas bahwa penetrasi dari 1
inci penghalang memerlukan lebih siklus sinyal pada frekuensi yang lebih tinggi. Pada frekuensi yang lebih tinggi,gelombang elektromagnetis diperlukan untuk
interaksi yang banyak dengan suatu penghalang dibandingkan pada frekwensi
yang lebih rendah.
2.1.2 Koordinat Latitude dan Longitude
Koordinat dibutuhkan untuk mengetahui besarnya path distance antara site
A sebagai transmiter dan site B sebagai penerima. Titik koordinat bumi terbagi
atas utara, selatan, timur, dan barat. Berdasarkan bagian belahan bumi tersebut
kita temukan apa yang disebut Garis Bujur dan Garis Lintang. Ada 4 macam garis
koordinat bumi,
2. Lintang Selatan (LS)
3. Bujur Timur (BT)
4. Bujur Barat (BB)
Dari pembagian koordinat bumi diatas kita dapat memperlakukan garis
lintang utara dan garis bujur barat sebagai sisi positif, sebaliknya arah lintang
selatan dan garis bujur timur sebagai sisi negatif. Sisi dari koordinat ini dapat
dibalik, jika memang diinginkan, tetapi harus dipastikan untuk menjadi konsisten
dengan koordinat titik yang lainnya.
Dalam format penulisan koordinat, ada tiga satuan yang terdapat
didalamnya, derajat, menit, detik atau sekon. Misalnya kota Frankfurt di Jerman
mempunyai koordinat 50° 06' 44" N / 008° 40' 55 E dibaca 50 derajat, 06 menit
and 44 detik north atau utara dan 8 derajat, 40 menit dan 55 detik east atau timur.
Untuk mengkonversi koordinat diatas kedalam jarak menggunakan persamaan berikut,
Konversi derajat, menit dan second dalam nilai desimal:
Latitute 1 : b° c' d" north → a
Longitude 1 : f° g' h" east → e
Latitute 2 : x° y' z" north → v
Longitude 2 : s° t' u" east → r
long/lat → desimal : V
Konversi ke desimal :
Va = b + (c / 60) + (d / 3600) ... (2.2)
Versi A dari kalkulasi jika simulasi menggunakan program atau software yang
hanya dapat menghitung menghitung sudut dengan fungsi radian :
Konversi koordinat dalam nilai radian:
Latitute 1 : b° c' d" north → a
Longitude 1 : f° g' h" east → e
Latitute 2 : x° y' z" north → v
Longitude 2 : s° t' u" east → r
maka dipakai persamaan sebagai berikut,
π × = 180 1 1 lat lat V
Q ………...…… (2.3)
dimana,
= 1
lat
Q Nilai radian
= 1
lat
V Nilai konversi long/lat → desimal
Persamaan 2.3 dipakai juga untuk mencari Qlat2,Qlong1,Qlong2.
Mengunakan perumusan jarak pada sphere atau lapisan:
S = COS-1[ SIN (Qlat1) × SIN(Qlat2) + COS(Qlat1) × COS(Qlat2) × COS(Qlong2 – Qlong1) ] ... (2.4)
dimana,
S = Jarak pada sphere
Sehingga untuk mencari jarak kedua titik lokasi adalah,
dimana,
D = Distance atau jarak dalam mil atau Km
S = Jarak pada sphare
R = Radius dari katulistiwa, jika dalam mil = 3963,191 dalam Km = 6378,137
Versi B dari kalkulasi untuk kebanyakan program atau software modern yang
dapat melakukan perhitungan sudut tanpa fungsi radian :
π
α= ×
180 S
... (2.6)
dimana,
α
= SudutS = Jarak pada sphare
Sehingga untuk mencari jarak kedua titik lokasi adalah,
D =
α
. R ………. (2.7)dimana,
D = Distance atau jarak dalam mil atau Km α = Sudut
2.2 Elemen WaveLAN Radio Link System
Elemen-elemen yang terdapat pada WaveLAN Radio Link System dapat
dikelompokan dalam 3 bagian :
1. Transmitting side, dengan daya pancar yang efektif.
2. Propagasi, dengan rugi-rugi yang diakibatkan oleh propagasi. 3. Receiving side, dengan sensirivitas penerima yang baik.
WaveLAN Radio Link System yang lengkap adalah meliputi total dari
semua elemen diatas (dalam dB). Nilai positif adalah gain atau penguatan dan
nilai negatif adalah losses atau rugi-rugi. Hal ini dapat dirumuskan sebagai
berikut,
Transmitter power [dBm] - Cable TX loss [dB] + Antenna TX gain [dBi] - Free Space
Path Loss [dB] + Antenna RX gain [dBi]- Cable RX loss [dB] = Margin - Receiver
Sensitivity [dBm] ………... (2.12)
Dalam perancangan WaveLAN Radio Link System yang nantinya akan
menghasilkan unjuk kerja yang maksimal, dibutuhkan semua kondisi Free Space
Loss (FSL) dimana pada kondisi ini daya pancar dari pemancar (Tx) diterima oleh
penerima (Rx) tidak menemui obstacle atau halangan, misalnya gedung,
pepohonan, gunung. Sehingga dibutuhkan keadaan yang benar-benar bebas dari
Gambar 2.1 Alur lengkap transmisi sinyal dari transmiter ke receiver.
2.2.1 Transmitting Side
2.2.1.1Transmit Power
Transmit power atau daya pancar adalah daya output dari Antena
Pemancar. Daya output dari sebuah antena biasanya dapat ditemukan pada data
spesifikasi teknis yang dikeluarkan oleh vendor. Perlu diingat bahwa spesifikasi
teknis yang diberikan merupakan nilai yang dihasilkan di laboratorium, sehingga
sewaktu di tangan konsumen nilainya dapat berubah-ubah, yang dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, semisal temperatur dan tegangan.
2.2.1.2Daya Radiasi
Pengaturan yang dilakukan oleh FCC harus memenuhi ketentuan dari besarnya daya yang keluar dari antena. Daya ini diukur berdasarkan dua cara :
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
dimana,
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power [dBm]
Pin = Daya di input antena [dBm]
G = Relatif antena gain [dBi]
Effective Radiated Power (ERP)
ERP = Pin + G ……… (2.14)
dimana,
ERP = Effective Radiated Power [dBm]
Pin = Daya di input antena [dBm]
G = Relatif antena gain [dBi]
Effective Radiated Power (ERP)
2.2.1.3Antena
Dalam sistem komunikasi radio, antena digunakan untuk mengkonversi
gelombang elektronik menjadi gelombang elektromagnetik. Besarnya energi dari
antena dapat memacu pengiriman sinyal dan sinyal yang diterima disebut antena
Gain.
Antena gain memiliki besaran :
• dBi - digunakan pada isotropic radiator
• dBd - digunakan pada dipole radiator
0 dBd = 2.15 dBi ………. (2.15)
Pada kebanyakan kasus, dBi lebih sering digunakan sebagai besaran antena gain.
2.2.1.3.1 Jenis Antena
Jenis antena yang akan dipasang harus sesuai dengan sistem yang akan
kita bangun, juga disesuaikan dengan kebutuhan penyebaran sinyalnya. Ada dua
jenis antena secara umum :
A. Antena Directional
Antena jenis ini merupakan jenis antena dengan narrow beamwidth, yaitu
punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih terarah, jaraknya jauh dan
tidak bisa menjangkau area yang luas, contohnya : antena Yagi, Panel, Sektoral
dan antena Parabolik.
Antena Yagi
– Sangat cocok untuk jarak pendek.
– Gain-nya rendah biasanya antara 7
sampai 15 dBi.
Gambar 2.3 Pola radiasi dari antena Yagi.
Antena Parabolik
– Dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh.
– Gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi.
Gambar 2.4 Antena Parabolik.
Antena Sektoral
– Pada dasarnya adalah antena directional,
hanya bisa diatur antara 450 sampai 1800.
– Gain-nya antara 10 sampai 19 dBi.
Gambar 2.6 Antena Sektoral.
Gambar 2.7 Pola radiasi dari antena Sektoral.
B. Antena Omni Directional
Antena ini mempunyai sudut pancaran yang besar (wide beamwidth) yaitu
3600; dengan daya lebih meluas, jarak yang lebih pendek tetapi dapat melayani
area yang luas.
0
90
180 270 0 -3 -6 -10
-15 -20 -30
dB
0
90
180 270 0 -3 -6 -10
-15 -20 -30
Omni antena tidak dianjurkan pemakaian-nya, karena sifatnya yang terlalu
luas se-hingga ada kemungkinan mengumpulkan sinyal lain yang akan
menyebabkan inter-ferensi.
Gambar 2.8 Antena Omni.
Gambar 2.9 Pola radiasi dari antena Omni.
2.2.1.3.2 Tinggi Antena
Berapa nilai tinggi antena di kedua site sangat diperhatikan dalam
perancangan WaveLAN Radio Link System. Hal ini dapat terjadi, karena dengan
mengetahui tinggi antena kita dapat mendapatkan besarnya nilai rugi-rugi pada
kabel. Selain itu juga kita dapat juga mengatasi halangan yang terdapat pada Line
Pada perancangan WaveLAN Radio Link System terdapat beberapa
skenario dalam merancang tinggi antena. Skenario tersebut dijelaskan dibawah
ini,
Tinggi antena tidak diketahui, tetapi jarak antara kedua site
diketahui.
Kondisi ini menjadi skenario yang paling umum. Karena jarak
ditentukan, maka harus mengkalkulasi ketinggian antena yang diperlukan
dan gain yang diperlukan untuk memancarkan sinyal antara kedua site.
Ketinggian kedua antena sama-sama dihitung.
Salah satu tinggi antena diketahui, jarak antara kedua site diketahui.
Di dalam skenario ini yang diketahui adalah salah satu tinggi
antena diantara kedua site disebabkan salah satunya mempunyai tinggi
yang lebih. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi struktur dari halangan yang terdapat diantara kedua site. Karena jarak ditentukan, maka harus
mengkalkulasi tinggi dari antena lain dan penguatan yang diperlukan
untuk memancarkan sinyal antara kedua site.
Kedua tinggi antena diketahui, tetapi jarak tidak diketahui.
Di dalam skenario ini diketahui bahwa dua antena akan dipasang
pada masing-masing ketinggian yang telah ditentukan. Kita harus
mengkalkulasi seberapa jauh terpisah kedua antena dan penguatan yang
diperlukan untuk memancarkan sinyal antara kedua site.
Proses perhitungan tinggi antena kedua site dapat digunakan dua asumsi
masukan, untuk memperjelas perhitungan digunakan angka pemisalan sebagai
pembantu. Kedua asumsi dapat dijelaskan sebagai berikut,
1. Asumsi kondisi yang pertama
Gambar 2.10 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi pertama.
Dari gambar di atas maka di dapat rumusan sebagai berikut :
2 2
D e
x= + ... (2.8)
D x D e 1 1 sin sin − − = = β α
Jadi antara sudut α dan β saling berhadapan, seharusnya memiliki besar
sudut yang sama. Dari denah lokasi dapat dihitung juga panjang jari-jari lintasan
fresnel zonenya.
Supaya antena pemancar dapat LoS terhadap antena penerima tanpa
melalui penghalang maka,
ha2 = R (radius fresnel zone)
ha1 = dpl site a + h gedung a ... (2.9)
ha = ha1 + ha2 ... (2.10)
dimana,
ha = tinggi antena pada site a
hb = tinggi antena pada site b
Asumsi ini tidak mementingkan tinggi antena, sehinnga besarnya losses
atau rugi-rugi yang dihasilkan akibat tingginya antena bukan prioritas utama, tapi
prioritas utamanya adalah mendapatkan LoS.
2. Asumsi kondisi yang kedua
Gambar 2.11 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi kedua.
Asumsi ke dua ini digunakan untuk menanggulangi tinggi antena penerima
supaya tidak terlalu tinggi, karena semakin tinggi antena akan menyebabkan noise
dan losses yang besar juga.
Jika hb ditinggikan setinggi e maka akan ada perubahan pada ha supaya
dapat saling memandang antar 2 antena (LoS)
2 2
D z
x= + ... (2.11)
x D x z 1 1 sin sin − − = = β α
2.2.1.4Cable Loss
Kabel yang biasa digunakan dalam komunikasi radio link system adalah
kabel koaksial. Kabel koaksial mempunyai pengalir tembaga di tengah. Lapisan
plastik yang mengelilingi tembaga berfungsi sebagai pemisah antara tembaga dan
"metal shielded". Lapisan metal berfungsi untuk menghalang macam-macam
gangguan luar. Walapun kabel koaksial sukar di pasang, tetapi ia mempunyai
rintangan yang tinggi terhadap ganguan elektromagnet. Kabel ini juga mempunyai
jarak maksimal yang lebih daripada kabel "twisted pair". Ada dua jenis kabel
koaksial :
1. Thick Coaxial
2. Thin Coaxial
Rugi-rugi dalam pengiriman sinyal akan terdapat pada kabel yang mana
digunakan untuk menghubungkan pemancar dan penerima ke antena. Rugi-rugi
pada kabel tergantung pada jenis dari kabel dan frekuensi yang akan dioperasikan
dan biasanya dinyatakan dalam satuan dB/m atau dB/ft.
Pada umumnya, tak peduli seberapa bagusnya sebuah kabel, tetap saja
selalu menyebabkan rugi-rugi. Oleh karena itu, usahakan panjang kabel yang
dipakai pada antena sependek mungkin. Pada umumnya rugi-rugi pada kabel
adalah 0.1 dB/m – 1 dB/m. Selain itu rugi-rugi pada kabel juga sangat dipengaruhi
oleh besarnya frekuensi yang akan digunakan.
Tabel 2.2 Nilai normal losses pada kabel dalamdB/ 100 ft (dB/ 100 m).
Cable Type 144 MHz 220 MHz 450 MHz 915 MHz 1.2 GHz
2.4 GHz 5.8 GHz
Cable Type 144 MHz 220 MHz 450 MHz 915 MHz
1.2 GHz 2.4 GHz 5.8 GHz
9913 1.6 (5.2) 1.9 (6.2) 2.8 (9.2) 4.2 (13.8) 5.2 (17.1) 7.7 (25.3) 13.8 (45.3) LMR-400 1.5 (4.9) 1.8 (5.9) 2.7 (8.9) 3.9 (12.8) 4.8 (15.7) 6.8 (22.3) 10.8 (35.4) 3/8" LDF 1.3 (4.3) 1.6 (5.2) 2.3 (7.5) 3.4 (11.2) 4.2 (13.8) 5.9 (19.4) 8.1 (26.6) LMR-600 0.96 (3.1) 1.2 (3.9) 1.7 (5.6) 2.5 (8.2) 3.1 (10.2) 4.4 (14.4) 7.3 (23.9) 1/2" LDF 0.85 (2.8) 1.1 (3.6) 1.5 (4.9) 2.2 (7.2) 2.7 (8.9) 3.9 (12.8) 6.6 (21.6) 7/8" LDF 0.46 (1.5) 0.56 (2.1) 0.83 (2.7) 1.2 (3.9) 1.5 (4.9) 2.3 (7.5) 3.8 (12.5)
1 1/4" LDF
0.34 (1.1) 0.42 (1.4) 0.62 (2.0) 0.91 (3.0) 1.1 (3.6) 1.7 (5.6) 2.8 (9.2)
1 5/8" LDF
2.2.1.5Connectors Loss
Besarnya rugi-rugi yang dibolehkan pada setiap konektor yang dipakai
pada kabel adalah 0.25 dB. Nilai ini ditetapkan untuk mencegah konektor
mempunyai rugi-rugi yang besar akibat peninstalan yang buruk. Data sheet
digunakan untuk mengetahui tingkat frekuensi dan tipe dari konektor.
Gambar 2.13 Konektor Kabel Koaksial.
Jika panjang kabel digunakan, rugi-rugi pada konektor biasanya
dimasukan dalam perhitungan rugi-rugi pada kabel. Tetapi untuk amannya, selalu
diasumsikan rugi-rugi konektor adalah sebesar 0.3 dB sampai 0.5 dB per
konektor.
2.2.2 Propagation Losses
Propagation losses atau rugi-rugi propagasi berhubungan dengan semua atenuasi dari sinyal yang sudah dipancarkan oleh antena pemancar sampai sinyal
2.2.2.1Free Space Loss
Pada umumnya daya dari sinyal akan hilang di udara bebas. Free Space
Loss (FSL) akan mengalami rugi-rugi daya di udara bebas meskipun tanpa ada
terdapat halangan. Sinyal melemah di udara bebas akibat pemuaian didalam
permukaan spherical.
FSL sebanding dengan hasil perkalian dari jarak dan juga sebanding
dengan hasil perkalian dari frekuensi sinyal. Dalam dB, persamaannya adalah
sebagai berikut :
FSL(dB) = 20log10(d) + 20log10(f) + K ……… (2.16)
Dimana,
d = distance atau jarak (Km atau Miles)
f = frequency
K = konstanta yang tergantung pada unit yang dipakai pada d, besarnya
32.45 jika dalam Km
Jika d satuannya dalam meter, f dalam Hz dan radio link menggunakan isotropic
antennas, maka persamaannya adalah:
FSL(dB) = 20log10(d) + 20log10(f) - 147.5 ………. (2.17)
Sebagai ketetapan, pada frekuensi 2,4 GHz wireless network, 100 dB
hilang pada 1 Km pertama dan sinyal tereduksi 6 dB setiap kali jaraknya berlipat.
Sehingga pada jarak 2 Km link telah mengalami rugi-rugi 106 dB dan pada
Tabel 2.3 Free Space Loss (FSL) dalam dB untuk jarak dan frekuensi tertentu.
Jarak (Km) 915 MHz 2.4 GHz 5.8 GHz
1 92 dB 100 dB 108 dB
10 112 dB 120 dB 128 dB
100 132 dB 140 dB 148 dB
Nilai pada tabel merupakan nilai secara teori dan dapat berbeda jauh dari ukuran kita. Disebut kondisi ”free space”, sebenarnya tidak sepenuhnya ”free”,
dan rugi-rugi dapat sewaktu-waktu besar akibat dari pengaruh daerah dan kondisi
iklim.
2.2.2.2Zona Fresnel
Line of Sight
Menerapkan Line of Sight (LOS) antara antena radio pengirim dan
penerima merupakan hal paling penting.
Ada dua jenis LOS yang kita harus perhatikan :
Optical LOS - kemampuan untuk saling melihat antara satu tempat dengan
tempat lainnya.
Radio LOS - kemampuan radio penerima untuk ‘melihat’ sinyal yang dipancarkan.
Untuk menentukan Line of Sight, teori Zona Fresnel harus diterapkan. Zona fresnel adalah bentuk ellips tiga dimensi yang berada diantara dua titik yang
Radio Link masih dapat bekerja pada kondisi Line of Sight minimal 60%
dari zona fresnel pertama ditambah 3 meter yang bebas dari gangguan atau
halangan.
Untuk menentukan zona fresnel, RF Line of Sight (RF LOS) harus
ditetukan lebih dulu, yang mana berupa garis lurus antara antena pemancar dan
penerima. Sehingga di sekitar RF LOS disebut Fresnel Zone atau Zona Fresnel.
RF LOS berbeda dengan Visual LOS. Pada visual LOS digambarkan jika
kita berada pada salah satu antenna dan meneropong ke antena yang satunya, tidak
terdapat penghalang. RF LOS tidak hanya membutuhkan visual sight line antara 2
antena tetapi juga membutuhkan ruang ellipsoid di area antara dua antenna tadi
serta bebas dari penghalang.
Sebuah penghalang yang masuk zona fresnel akan mengakibatkan daya
pancar dari lin berkurang atau mengalami peredaman.Penghalang bisa berupa
bangunan, pohon, permukaan tanah, dan lain-lain. Sehingga untuk membebaskan zona fresnel dari penghalang, bila perlu menaikan tinggi antena. Untuk menjaga
zona fresnel jauh dari permukaan, tinggi antena bersama-sama dinaikkan melebihi
Tabel 2.4 Diameter zona fresnel dan free space loss pada frekuensi 900 MHz dan
2.4 GHz, pada jarak tertentu.
900 MHz 2.4 GHz
Distance between antennas Fresnel zone diameter Freespace loss (dB) Fresnel zone diameter Freespace loss (dB)
1000 ft (300 m) 16 ft (7 m) 81 11 ft (5.4 m) 90
1 Mile (1.6 km) 32 ft (12 m) 96 21 ft (8.4 m) 104
5 miles (8 km) 68 ft (23 m) 110 43 ft (15.2 m) 118
10 miles (16
km)
95 ft (31 m) 116 59 ft (20 m) 124
20 miles (32
km)
138 ft (42 m) 122 87 ft (27 m) 130
40 miles (64
km)
192 ft (59 m) 128 118 ft (36 m) 136
Berikut gambar persamaan dan zona fresnel yang digunakan untuk
mencari jari-jari dari zona fresnel.
Jika jarak antara penerima dan obstacle sama dengan jarak antara
f d r 4 32 . 17 ×
= ... (2.18)
dimana,
r = radius (meter)
D = jarak total (kilometer)
f = frekuensi yang dipancarkan (GHz)
f d r 4 05 . 72 ×
= ………..………….……... (2.19)
dimana,
r = radius (feet)
D = jarak total (mile)
f = frekuensi yang dipancarkan (GHz)
Jika jarak antara pemancar dan obstacle berbeda dengan jarak antara
penerima dan obstacle (d1≠d2),
Dalam Km f d d d r × × ×
Dalam Mil
f d
d d r
× × ×
=72.05 1 2 ... (2.21)
d1 = Jarak antara obstacle dan pemancar
d2 = Jarak antara obstacle dan penerima
Gambar 2.14 Fresnel Zone.
Gambar 2.15 Tingkatan lapisan pada fresnel zone.
Batas yang ditetapkan untuk obstacle menghalangi elips dari zona fresnel
2.2.2.3Refleksi
Reflection atau pemantulan cahaya merupakan peristiwa sehari-hari.
Gelombang radio juga sering dipantulkan oleh beberapa permukaan. Ketika
terjadi pemantulan, pantulan dapat dilihat dari sudut yang timbul sama dengan
sudut pemantulan. Banyak variasi permukaan yang dapat memantulkan sinyal
radio. Untuk komunikasi jarak jauh, permukaan laut merupakan salah satu
permukaan terbaik untuk memantulkan sinyal. Daerah gurun memiliki tingkat
pemantulan yang rendah, dan pantulan pada pemukaan dengan kondisi yang lain
berkisar pada dua kondisi tersebut.
Sedang pada komunikasi yang relatif lebih dekat, beberapa bangunan,
khusunya bangunan yang mempuyai permukaan metal merupakan pemantul
siynal radio yamg baik.
2.2.2.4Refraksi
Pembiasan juga memungkinkan gelombang elektromagnetik untuk
dibiaskan. Gelombang elektromagnetik dibuat sedemikian rupa dalam arah yang
sama. Hal ini akan membuat ditemukan bahwa arah dari pembiasan gelombang
elektromagnetik berubah sama seperti gelombang elektromagnetik berpindah dari
satu indek area pembiasan ke yang lainnya. Sudut yang ditimbulkan dan sudut
pembiasan dihubungkan oleh persamaan berikut:
Untuk sinyal radio terdapat beberapa kesamaan cara perpindahan satu
indek pembiasan ke indek pembiasan yang lain.
2.2.2.5Defraksi
Ketikan halangan terdapat antara transmitter dan receiver beberapa energi masih bisa menembus halangan tersebut. Hal ini disebabkan oleh peristiwa
Difraction atau pembelokan yang terjadi di puncak dari halangan itu sendiri.
Peristiwa pembelokan ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Gambar 2.16 Peristiwa diffraction atau pembelokan.
Diffraction parameter (v)
+ = 2 1 1 1 2 d d h v m
λ ……… (2.23)
dimana,
m
h = tinggi obstacle (meter) λ = panjang gelombang
1
d = Jarak transmiter ke obstacle
2
Gambar 2.17 Pembelokan yang disebabkan oleh obstacle atau halangan.
Diffraction Loss
( )
Ld………... (2.24)
2.2.2.6Efek Geografis
Letak geografis lokasi dimana sisi pemancar dan sisi penerima berada
serta daerah yang dilalui sinyal atau LOS akan mengalami losses yang disebabkan
efek geografis. Efek-efek geografis tersebut adalah,
A. Environmental Path Loss
Path loss akibat pengaruh untuk kondisi lingkungan yang berbeda dapat
dicari mengunakan persamaan,
( )
no
d
d
d
PL
=
……… (2.25)L v v v
v v
d =
+ − < <
+ >
6 9 1 2 7 0 2 4
1 3 2 0 2 4
2
. .
dimana,
( )
dPL = Path loss akibat pengaruh untuk kondisi lingkungan yang berbeda (dB)
d = Jarak antara transmiter dengan obstacle (meter)
o
d = Jarak antara receiver dengan obstacle
n = Path loss exponent
Tabel 2.5 Path Loss Exponent untuk kondisi lingkungan yang berbeda.
Environment Path Loss Exponent, n
Free space 2
Urban area cellular radio 2.7 to 3.5
Shadowed urban cellular radio 3 to 5
In building line-of-sight 1.6 to 1.8
Obstructed in building 4 to 6
Obstructed in factories 2 to 3
B. Terrain Factor
Terrain factor atau faktor permukaan bumi yang dilalui sinyal radio link
Tabel 2.6 Terrain path loss menurut kondisi - Lenkurt (1970).
Terrain Fade Terrain Path Loss (dB)
Very smooth terrain, including over water 4
Average terrain, with some roughness 1
Mountainous, very rough, or very dry areas 0.25
C. Humidity Factor
Humidity factor atau faktor kelembaban merupakan rugi-rugi yang
disebabkan kondisi tingkat kelembaban dari daerah yang dilewati sinyal dari pemancar ke penerima.
Tabel 2.7 Humidity Factor Loss menurut kondisi - Lenkurt (1970).
Humidity Factor Humidity Factor Loss(dB)
coastal humid areas 2
average or temperate areas 1
dry areas 0.5
D. Climate Factor
Climate factor atau faktor cuaca dapat menimbulkan gangguan dalam
penerimaan sinyal yang dikirimkan. Dalam faktor cuaca yang diperhatikan adalah
Tabel 2.8 Climate factor loss menurut kondisi - Lenkurt (1970).
Climate Factor Climate Factor Loss(dB)
Gulf coast or similar hot, humid 0.5
Normal interior temperate or northern areas 0.25
Mountainous or very dry areas 0.125
E. Rain Fade Loss
Indonesia oleh International Telecommunications Union - ITU
digolongkan sebagai region P, di mana intensitas hujannya termasuk
sangat tinggi. Intensitas hujan yang mengakibatkan link-komunikasi
putus sebesar 0.01% per tahun di Indonesia adalah sebesar 145 mm/ h, demikian versi ITU. Dengan intensitas hujan yang demikian dapat
menimbulkan redaman hujan pada radio link yang bekerja pada
frekuensi 14 GHz. sebesar 26 dB, cukup besar. Redaman sebesar ini
harus dikompensasi dengan perangkat RF yang besar di sisi
pemancar.
Frekwensi yang kurang dari 10GHz tidak berpengaruh terhadap
hujan besar atau kabut.
Pada 2,4 GHz, redamannya 0.01 dB/Km untuk keadaan hujan
Tabel 2.9 Hasil Pengukuran Intensitas hujan R0.01 di Indonesia.
F. Building Loss
Pada outdoor propagation, sinyal lebih dipengaruhi dengan populasi atau
keadaan geografis yang lewati oleh sinyal pancaran. Kepadatan populasi
menyebabkan banyaknya penggunakan alat-alat komunikasi yang dapat
menyebabkan berkurangnya kekuatan sinyal tersebut.
Tabel 2.10 Median loss dan Standard Deviasi berdasarkan Topologi lingkungan.
2.2.3 Receiver Side
2.2.3.1 Antenna Gain pada Sisi Penerima
Pada dasarnya gain antena baik pada pemancar maupun penerima adalah
sama, karena penggunaan jenis antena yang sama, sehingga dapat dilihat pada
penjelasan sebelumnya.
2.2.3.2 Receiver Sensitivity
Sensitivitas dari sebuah penerima adalah parameter yang patut
diperhatikan, karena ini mengindikasikan nilai minimun daya yang dibutuhkan
untuk menghasilkan decode dari ”logical bits” dan bit rate yang pasti.
Pada umumnya -82 dBm untuk 11 Mbps dan -94 dBm untuk 1 Mbps. Perbedaan
10 dB (biasanya ditemukan pada jenis card yang berbeda) disini penting sebagai
penguatan sebesar 10 dB yang mungkin bisa diraih dengan mengunakan amplifier
atau memakai antenna yang lebih besar.
2.2.3.3 Signal to Noise Ratio
Disebabkan oleh sinyal yang diterima lebih besar dari sensitvitas penerima,
maka dibutuhkan juga margin antara noise dan sinyal to mendapat data bit rate
yang baik. Hubungan antara noise dengan sinyal dinyatakan dalam Signal to
Noise Ratio atau SNR. Pada umumnya nilai SNR yang dianjurkan adalah 16 dB
untuk 11Mbps dan 4 dB untuk 1Mbps kebawah.
= Pn Ps Log
dimana,
Snr = Signal to Noise Ratio (dB)
Ps = Daya Signal (Watt)
Pn = Daya Noise (Watt)
Pada kondisi normal tanpa adanya source yang lain, frekuensi 2.4 GHz dan
tanpa noise dari industri, level noise sekitar -100 dBm.
2.2.4 Fade Margin Sistem
Pada perhitungan fade margin digunakan rumus berikut untuk
mendapatkan hasil transmitter power output,
r t r t p t
r P L G G L L
P = − + + − − ... (2.32) Pt = transmitter power output (dBm or dBW, same units as Pr)
Lp = free space path loss between isotropic antennas (dB)
Gt = transmit antenna gain (dBi)
Gr = receive antenna gain (dBi)
Lt = transmission line loss between transmitter and transmit antenna (dB)
Lr = transmission line loss between receive antenna and receiver input (dB)
Merupakan satuan yang menunjukan perbedaan antara Receive Signal
Level (RSL), dan Rx Threshold atau referensi lainnya.
Untuk jarak kurang dari 16km, Fade Margin minimum yang dianjurkan adalah
10dB
Dengan asumsi, kita memiliki RSL–60dB dan Rx Threshold –84dB, maka
Maka nilai Fade Margin nya adalah :
Fade margin = Pr – Psr ... (2.33)
Dari data diatas dikatakan bahwa minimum Fade Margin supaya sistem dapat
berfungsi dengan baik adalah 21 dB sedangkan pada perhitungan nilai Fade
Margin mencapai 24,3294 dB jadi dapat dikatakan perancangan dapat melakukan
3.1
Perancangan Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja
Untuk perancangan program simulasi perhitungan unjuk kerja sebuah
Radio
Link System, dibagi dalam dua perancangan,
1.
Perancangan input program
2.
Perancangan output program
Untuk mempermudah perancangan dan pembuatan program maka disajikan diagram
blok rancangan program pada perhitungan fade margin dalam radio link system
secara umum yang berisi elemen-elemen dasar suatu radio link system seperti
gambar 3.1.
Gambar 3.1
Blok rancangan program secara umum
Transmitter
Side
Propagasi
Path Loss
Receiver
Side
Gain
Loss
Frekuensi
Gain
Loss Environ. Path Loss
Terrain Path Loss
Climate Factor
Building Loss
Rain Fade Loss
Dari gambar 3.1, langkah-langkah perhitungan dapat diketahui secara
bertahap, meliputi tiga elemen penting dari radio link system yaitu,
•
Transnitter Side atau sisi pemancar
•
Propagasi Path Loss, rugi-rugi yang terjadi di sepanjang path distance.
•
Receiver Side atau sisi penerima
3.1.1 Perancangan Input Program
Input-input yang dibutuhkan dalam melakukan simulasi pada program ini
adalah sebagai berikut,
3.1.1.1 Input program pada Sisi Pemancar
Pada sisi pemancar input-input yang dibutuhkan oleh
user adalah, koordinat
dan elevasi dari titik Tx, daya pancar dan gain antena yang dapat diperoleh pada data
spesifikasi antena yang digunakan, rugi-rugi pada saluran yang berhubungan dengan
jenis kabel dan jumlah konektor yang digunakan.
3.1.1.2 Input Program pada Propagasi Path Loss
1.
Environmental Path Loss
Path loss yang disebabkan oleh kondisi linkungan sekitar dalam penggunaan
signal radio. Kondisi-kondisi yang ada pada environmental path loss adalah,
•
Free space, daerah yang tidak terdapat jaringan radionya.
•
Urban area cellular radio, penggunaan jaringan radio pada daerah perkotaan.
•
Shadowed urban cellular radio, penggunaan jaringan radio pada daerah
pinggiran kota.
•
In building Line of Sight, jika
radio link system digunakan dalam suatu
bangunan, dan tidak terdapat halangan.
•
Obstructed in building, jika
radio link system digunakan dalam suatu
bangunan, dan terdapat halangan.
•
Obstructed in factories, jika radio link system digunakan dalam suatu pabrik,
dan terdapat halangan.
Gambar 3.2
Flowchart dari perhitungan Environmental Path Loss
Start
Pilih kondisi environmental
path loss
Hitung environmental path loss
sesuai kondisi
Hasil perhitungan
2.
Terrain path loss
Path loss yang disebabkan pengaruh permukaan bumi dan tingkat kuantitas
pepohanan yang dilalui signal yang dikirim. Input kondisi pada terrain path loss
adalah,
•
Very smooth terrain, Including over water. Permukaan yang datar menyerupai
permukaan air, dengan tingkat kuantitas pepohonan yang sangat sedikit.
•
Average terrain, with some roughness. Permukaan yang berbukit-bukit,
dengan kuantitas pepohonan rata-rata.
•
Mountainous, very rough, very dry areas. Permukaan yang berupa
pegunungan dengan tingkat pepohonan diatas rata-rata.
3.
Climate Factor
Path loss yang timbul akibat pengaruh dari faktor cuaca dari dearah di sepanjang
path distance. Input kondisi dari climate factor,
•
Gulf coast or similiar hot, humid are.
Daerah yang mempunyai cuaca panas,
seperti daerah padang pasir, dan juga mempunyai kelembaban.
•
Normal interior temperate or northern areas. Daerah yang beriklim seperti
daerah utara, dingin, kelembabannya teratur.
•
Moutainous or very dry areas. Daerah yang bercuaca sangat kering atau cuaca
4.
Building Loss
Path loss ini disebabkan oleh tingkat kepadatan dari bangunan yang terdapat di
suatu daerah. Input dari buiding loss adalah,
•
Dense urban building. Daerah yang memiliki tingkat kepadatan bangunan
dengan skala perkotaan besar.
•
Urban building. Daerah yang memiliki tingkat kepadatan bangunan dengan
skala perkotaan pada umumnya.
•
Sub urban building. Daerah yang memiliki tingkat kepadatan bangunan
dengan skala perkotaan sedang.
•
Rural building. Daerah yang memiliki tingkat kepadatan bangunan dengan
skala perdesaan.
•
Typical building. Daerah yang memiliki tingkat kepadatan bangunan yang
sangat kecil.
5.
Rain fade loss
Path loss ini diakibatkan oleh tingkat curah hujan suatu daerah. Besarnya tingkat
curah hujan di beberapa daerah di indonesia dapat dilihat pada tabel 2.9 halaman 32.
6.
Humidity factor
•
Coastal humid area. Daerah yang memiliki tingkat kelembaban mendekati
kondisi di daerah pantai.
•
Avarage or temperate areas. Daerah yang memiliki tingkat kelembaban
rata-rata.
•
Dry areas. Daerah yang memiliki tingkat kelembaban mendekati kondisi di
daerah yang kering.
3.1.1.3 Input program pada Sisi Penerima
Pada sisi pemancar input-input yang dibutuhkan oleh user adalah, koordinat
dan elevasi dari titik Rx, senstivitas penerima dan gain antena yang dapat diperoleh
pada data spesifikasi antena yang digunakan, rugi-rugi pada saluran yang
berhubungan dengan jenis kabel dan jumlah konektor yang digunakan.
3.1.1.4 Input program pada Sisi
Obstacle
Untuk input pada kasus ada tidaknya suatu obstacle atau penghalang, program
dirancang untuk membuat pilihan apakah akan melakukan kalkulasi suatu
perancangan radio link system yang memiliki obstacle atau tidak.
antena Tx dan Rx. Jika tidak terdapat obstacle maka user harus mengisi tinggi antena
Tx dan Rx secara langsung. Pada tabel 3.3 diperlihatkan diagram alir dari input
program pada kasus obstacle.
Pada proses kalkulasi tinggi antena,
user juga harus memilih metode
penghitungan tinggi antena di masing
site. Program memberi dua pilihan metode
yang dapat dipilih oleh user.
3.1.2 Perancangan Output Program
Output-output yang dihasilkan program setelah
user menjalankan kalkulasi
adalah sebagai berikut,
3.1.2.1 Path Distance
Gambar 3.3
Flowchart perhitungan path distance.
3.1.2.2 Tx-Obstacle Distance
Jarak antara Tx dengan obstacle dibutuhkan untuk mencari nilai radius fresnel
zone. Program mengkalkulasi jarak Tx dan obstacle berdasarkan input dari koordinat
dari Tx dan koordinat milik
obstacle. Persamaan yang digunakan sama dengan
Start
End
Masukan lat/long
dari site Tx
Masukan lat/long
dari site Rx
Konversi dari radian ke
derajat
Perumusan jarak sphare
Output nilai path
distance
Path distance = Jarak
persamaan yang digunakan dalam menghitung path distance. Satuan yang digunakan
adalah Km.
Gambar 3.4
Flowchart perhitungan jarak site Tx dan obstacle
3.1.2.3 Tinggi antena Tx dan Rx
Output tinggi antena pada
site Tx dan
site Rx hanya akan ditampilkan oleh
program jika dalam perancangan
radio link terdapat
obstacle. Untuk menghitung
Start
End
Masukan lat/long
dari site Tx
Masukan lat/long
dari site Obstacle
Konversi dari radian ke
derajat
Perumusan jarak sphare
tinggi antena, dibutuhkan juga nilai output radius bebas
obstacle serta input dari
elevasi site Tx dan site Rx, serta tinggi dan elevasi dari obstacle.
Untuk mencari nilai tinggi antena kedua
site, program menyediakan dua metode
penghitungan. Pertama dalam mencari tinggi antena, tidak mementingkan tinggi
antena.
Site
yang berada pada elevasi terendah akan memiliki tinggi antena yang
tertinggi. Sedangkan pada metode kedua, memperhatikan tinggi antena pada kedua
site. Persamaan yang digunakan adalah persamaan 2.8 sampai persamaan 2.11 Satuan
yang digunakan dalam meter.
Gambar 3.5
Flowchart input pada box ”Any Obstacle”
StartEnd Apakah terdapat
obstacle ?
Masukan Tinggi Tx dan Rx Pada masing-masing
site Masukan lat/long,
elevasi, tinggi obstacle
Hitung tinggi antena Tx
Hitung tinggi antena Rx Hitung Jarak Tx-Obstacle
Y
N
Salin Jarak Tx-Obstacle, Tinggi antena
3.1.2.4 Radius Fresnel Zone
Radius dari
frenel zone dikalkulasi oleh program berdasarkan nilai dari
kalkulasi
path distance dan jarak antara
site Tx dan
obstacle serta input frekuensi
kerja. Persamaan yang digunakan adalah persamaan 2.18 dan persamaan 2.20. Satuan
yang digunakan dalam meter.
Gambar 3.6
Flowchart perhitungan output radius of fresnel zone
Start
Salin nilai output
path distance
(D)
Salin nilai output
Tx – Obstacle distance (D1)
distance
1
2 D
D ≠
Salin output radius
fresnel zone
End
Y
N
f
d
r
4
32
.
17
×
=
f
d
d
d
r
×
×
×
Start
Input frekuensi
Salin nilai output
path distance (d)
Salin output free space
loss
End
FSL(dB) = 20log10(d) + 20log10(f) + 32.45
3.1.2.5 Radius bebas obstacle
Radius bebas obstacle merupakan jarak dari 60% dari lapisan pertama fresnel
zone tersebut. Sehingga program mengkalkulasi Radius bebas obstacle dengan
mengkalikan besarnya nilai radius
fresnel zone
dengan 0.6 sebagai koefesien untuk
fresnel zone bebas dari halangan.
3.1.2.6 Free Space Loss
3.1.2.7 EIRP
Besarnya nilai output
Effective Isotropic Radi