• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Dasar - dasar Teori - PENGARUH PERSEPSI SANKSI PERPAJAKAN, KESADARAN PERPAJAKAN, PELAYANAN FISKUS DAN TINGKAT PEMAHAMAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PRIBADI SEBAGAI PENGUSAHA (Studi Empiris pada Wajib

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Dasar - dasar Teori - PENGARUH PERSEPSI SANKSI PERPAJAKAN, KESADARAN PERPAJAKAN, PELAYANAN FISKUS DAN TINGKAT PEMAHAMAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PRIBADI SEBAGAI PENGUSAHA (Studi Empiris pada Wajib"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Dasar - dasar Teori

Berikut adalah beberapa teori yang menjelaskan tentang kepatuhan

wajib pajak :

1. Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Bandura pada tahun 1986.

Konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari

pikiran, pemahaman dan evaluasi. Bandura (1986) mengatakan

bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan

peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa

ekspektasi/penerimaan untuk meraih keberhasilan, sedangkan faktor

sosial mencakup pengamatan. Teori ini merupakan perluasan teori

pengkondisian operan dari Skinner yaitu teori yang mengandaikan

perilaku sebagai suatu fungsi dari konsekuensi - konsekuensinya.

Bandura (1986) mengatakan bahwa proses dalam pembelajaran

sosial meliputi:

1. Proses perhatian (attentional)

Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari

seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh

(2)

2. Proses penyimpanan (retention)

Proses penyimpanan adalah proses mengingat tindakan

suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia.

3. Proses reproduksi motorik

Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah

pengamatan menjadi perbuatan.

4. Proses penguatan (reinforcement)

Proses penguatan adalah proses yang mana individu -

individu disediakan rangsangan positif atau penghargaan supaya

berperilaku sesuai dengan model.

Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa teori pembelajaran

sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam

memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat

membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan

dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah

memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya.

Seseorang juga akan taat membayar pajak apabila telah menaruh

perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem

pelayanan pajaknya. Terkait dengan proses penguatan, proses

tersebut cukup relevan apabila dihubungkan dengan pengaruh

(3)

2. Teori Atribusi

Atribusi adalah bagaimana membuat keputusan tentang

seseorang. Kita membuat sebuah atribusi ketika kita merasa dan

mendeskripsikan perilaku seseorang dan mencoba menggali

pengetahuan mengapa mereka berperilaku seperti itu. Menurut

Robbins dan Judge (2008) dalam Masruroh (2013), penentuan

apakah perilaku disebabkan secara internal atau eksternal

dipengaruhi oleh tiga faktor yakni kekhususan, konsensus dan

konsistensi. Teori atribusi relevan untuk menjelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam model penelitian

ini. Kepatuhan Wajib Pajak dapat dikaitkan dengan sikap Wajib

Pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi

seseorang untuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat

dipengaruhi oleh faktor internal maupun ekternal orang lain tersebut

(Jatmiko, 2006 dalam Masruroh, 2013).

Negara mempunyai dasar atas hak untuk memungut pajak.

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan

justifikasi hak kepada negara untuk memungut pajak seperti telah

dijelaskan diatas. Namun ada bebeparapa teori menurut Mardiasmo

(2011) antara lain :

1. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan

(4)

diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh

jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada

kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.

Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, semakin

tinggi pajak yang harus dibayarkan..

3. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,

artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul

masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul ada 2

pendekatan yaitu :

a. Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau

kekayaan yang dimiliki seseorang.

b. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya

kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

4. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan

rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti,

rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah

sebagai suatu kewajiban.

4. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.

(5)

rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.

Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali kemasyarakat

dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan

demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

2.1.2 Pengertian Pajak

Berdasarkan Undang-undang No. 28 tahun 2007 pasal 1

menyebutkan bahwa, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011), pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi)

yang dapat langsung ditunjukkan, serta digunakan untuk membayar

pengeluaran umum. Menurut Mardiasmo (2011), pajak dibagi menjadi 2

jenis yaitu:

a. Pajak Langsung

Pajak yang pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang

lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang

(6)

b. Pajak Tak Langsung

Pajak yang pembebannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.

Biasanya ini berlaku pada pajak pertambahan nilai (PPN) yang

dibebankan kepada konsumen.

Waluyo (2011:4) menyatakan pajak adalah kewajiban yang

melekat kepada setiap warga yang memenuhi syarat yang telah

ditetapkan oleh undang-undang agar membayar sejumlah uang ke

kas negara yang bersifat memaksa, dan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung. Soemirto dikutip oleh Yolina (2009:11), Pajak

adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang

(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum.

Djajadiningrat dikutip oleh Resmi (2009: 1), Pajak sebagai suatu

kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas negara yang

disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,

menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara

langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Dari

definisi - definisi pajak diatas dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki peranan yang sangat penting dalam penerimaan negara.

(7)

kesadaran wajib pajak tentang pajak sangat mendukung kemandirian

dalam memenuhi kebutuhan dana untuk kepentingan

penyelenggaraan negara, sehingga pajak memegang peran penting

bagi penerimaan negara. Pajak mempunyai peranan yang sangat

penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam

pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai pembangunan.

Dari berbagai defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli

perpajakan dapat disimpulkan bahwa pajak adalah sumber dana yang

didapat dari masyarakat sebagai kewajiban perpajakan yang

didasarkan pada undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang

sifatnya dapat dipaksakan melalui SPT yang telah berlaku.

2.1.3 Fungsi Pajak

Mardiasmo (2011: 1) mengungkapkan bahwa pajak memiliki fungsi

sebagai berikut :

1. Fungsi Anggaran

Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan

pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh

dari penerimaaan pajak. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin

seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain

(8)

2. Fungsi Mengatur

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui

kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan

sebagai alat untuk mencapai tujuan pemerintah untuk kemaj uan

negara.

3. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk

menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga

sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara

lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,

pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan

2.1.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana diungkapkan oleh Smith

dalam Supramono dan Damayanti (2009:3), menyatakan bahwa

pemungutan pajak seharusnya didasarkan atas asas-asas berikut :

1. Equality

Harus terdapat keadilan, serta persamaan hak dan kewajiban di

antara wajib pajak dalam suatu negara. Keadilan dalam pemungutan

pajak ini dibedakan menjadi dua, antara lain :

a. Keadilan Horizontal

Keadilan horizontal berarti beban pajak yang sama kepada

(9)

jumlah tanggungan yang sama pula tanpa membedakan jenis

penghasilan atau sumber penghasilan.

b. Keadilan Vertikal

Keadilan vertical berarti pemungutan pajak adil. Jika wajib

pajak dalam kondisi ekonomi yang sama maka akan dikenakan

pajak yang sama.

2. Certainty

Penerapan pajak harus jelas,tidak dilakukan secara

sewenang-wenang. Wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan

pasti besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar, dan batas waktu

pembayaran.

3. Convenience

Pemungutan pajak harus memperhatikan kenyamanan

(convenience) dari wajib pajak, dalam arti pajak harus dibayar oleh

wajib pajak pada saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak, yaitu

pada saat memperoleh penghasilan (pay as you earn).

4. Economics

Biaya untuk pemungutan pajak harus seminim mungkin. Dengan

biaya pemungutan yang minimal, diharapkan dapat menghasilkan

penerimaan pajak yang sebesar-besarnya.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak menurut kewenangan pungut dan

(10)

1. Official Assessment System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang

kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang. Cirinya-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

wajib pajak sendiri.

b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang member

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak

yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya

pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan

(11)

2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2010:2) mengatakan bahwa agar pemungutan pajak

tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,

undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam

perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum

dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak

bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan

pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang - undang (syarat

yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal

ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik

bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan

produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan

(12)

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat

ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan

dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2011:6) mengatakan bahwa ada beberapa tata cara

pemungutan pajak, yaitu:

1. Stelsel pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:

a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang

nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada

akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya

diketahui. Stelsel mempunyai kelebihan atau kebaikan dan

kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan

lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat

dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan nyata

(13)

b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang

diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan satu tahun

dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal

tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang

untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak

dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu

pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang

dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan

stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung

berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun

besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.

2.1.8 Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan

wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan

yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku

(14)

b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang

bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib

pajak.

c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

2.1.9 Tinjauan Pajak Berbagai Aspek

Masalah perpajakan tidaklah sederhana hanya sekedar menyerahkan

sebagian penghasilan atau kekayaan seseorang kepada negara tetapi

coraknya terlihat bermacam-macam tergantung kepada pendekatannya.

Maka dari itu berikut ini ada beberapa aspek pajak antara lain :

1. Aspek ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan

negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat

menuju kesejahteraan. pelayanan yang diberikan pemerintah

merupakan suatu kepentingan umum (public utilities) untuk

kepuasan bersama sehingga pajak mengalir dari masyarakat akhirnya

kembali lagi untuk masyarakat. hal ini erat kaitannya dengan

kebijakan ekonomi yang mengarah pada dukungan pemenuhan

kenaikan pendapatan masyarakat melalui distribusi pendapatan.

2. Aspek hukum

Pajak merupakan masalah keuangan negara. dasar yang

digunakan pemerintah untuk mengatur masalah keuangan negara

(15)

yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang

-undang) dalam rangka reformasi perpajakan nasional, pemerintah

bersama-sama dengan DPR berhasil menghasilkan undang-undang

perpajakan yang baru yaitu undang-undang no 6 tahun 1983 tentang

ketentuan umum dan tata cara perpajakan, undang-undang no 7

tahun 1983 tentang pajak penghasilan, undang-undang no 8 tahun

1983 tentang pajak petambahan nilai dan pajak penjualan atas barang

mewah, undang-undang no 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan

bangunan, undang-undang no 13 tentang bea materai.

Didalam undang-undang diatas terdapat pula aspek hukum

dengan mencatumkan sanksi-sanksi hukum apabila wajib pajak lalai

atau sengaja tidak menunaikan kewajibannya membayar pajak.

3. Aspek keuangan

Pedekatan dari aspek keuangan ini tercangkup dalam aspek

ekonomi hanya lebih menitik beratkan pada aspek keuangan.pajak

dipandang bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara.

jika dilihat dari penerimaan negara,kondisi keungan negara tidak lagi

semata - mata dari penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi,

tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebgai primadona

penerimaan negara.

4. Aspek sosiologi

Pada aspek ini bahwa pajak ditinjau dari segi masyrakat yaitu

yang menyangkut akibat atau dampak terhadap masyarakat atas

(16)

masyarakat.dengan demikian sasaran pajak yang disetujui adalah

memberikan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara

merata dengan melakukan pembangunan di berbagai sektor.

2.2 Kepatuhan Membayar Pajak

Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

WP memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya. Kepatuhan WP dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pelayanan pada WP, kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara,

pelayanan pada WP, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan

tarif pajak (Rahayu, 2013:140). Muliari dan Setiawan (2011:5)

mendefinisikan kepatuhan wajib pajak sebagai suatu keadaan dimana wajib

pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya.

Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan

yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi

bagi pembangunan negara yang diharapkan didalam pemenuhannya dilakukan

secara sukarela.kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat

sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Assessment di mana dalam

prosesnya mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk

menghitung, membayar dan melapor kewajibannya. Menurut Nurmantu

(dalam Widodo, 2010:68) terdapat dua jenis kepatuhan yaitu kepatuhan formal

(17)

1. Kepatuhan formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi kewajibannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material

Kepatuhan material didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

wajib pajak secara substantive (hakekat) memenuhi semua ketentuan

material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

Kategori Wajib Pajak patuh sesuai dengan peraturan menteri

keuangan No. 192/PMK.03/2007 Jo No.74/ PMK.03/2012 adalah sebagai

berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,kecuali

tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau

menunda pembayaran pajak.

3. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga

pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa

pengecualian selama 3 tahun berturut - turut dan tidak pernah

dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

(18)

2.3 Sanksi Perpajakan

Dalam konteks hukum, sanksi berarti hukuman yang dijatuhkan oleh

pengadilan kepada pihak yang terbukti bersalah.Sanksi adalah suatu tindakan

berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan.

peraturan atau undang - undang merupakan rambu - rambu bagi seseorang

untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang

seharusnya tidak dilakukan.sanksi diperlukan agar peraturan atau undang -

undang tidak dilanggar. sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan

dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat

pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo,

2006 dalam Muliari dan Setiawan, 2010).

Menurut Mardiasmo (2011:59-60) dalam undang - undang perpajakan

dikenal ada dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma ada yang diancam dengan sanksi

administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula

yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Perbedaan sanksi

administrasi dan sanksi pidana adalah:

a. Sanksi administrasi

Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang

berupa bunga dan kenaikan. Menurut ketentuan dalam undang - undang

perpajakan ada 3 (tiga) macam sanksi administrasi, yaitu berupa denda,

(19)

b. Sanksi pidana

Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan

fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam undang

- undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana,

kurungan, dan penjara.

Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan

dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal,

dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib

pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi

(bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana.Sanksi pajak

berdasarkan pasal 7 UU KUP No.28 Tahun 2007 dikenakan apabila wajib

pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tepat waktu sesuai

dengan jangka waktu pemyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan

surat pemberitahuan dimana jangka waktu tersebut adalah sesuai dengan

pasal 3 ayat 3 dan pasal 3 ayat 4 Undang - Undang Ketentuan Umum

Perpajakan No.28 tahun 2007 masing -masing yang berbunyi :

1. Untuk surat pemberitahuan masa, paling lama 20 (dua puluh) hari

setelah akhir masa pajak.

2. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak

orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

3. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak

(20)

2.4 Kesadaran Perpajakan

Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak) yang berlaku tentu

menyangkut faktor - faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui,

dihargai, dan ditaati. kesadaran WP adalah suatu kondisi dimana WP

mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati ketentuan perpajakan yang

berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi

kewajiban pajaknya. Menurut Suardika (dikutip dari Muliari dan Setiawan,

2010), masyarakat harus sadar akan tahun jumlah WP, jumlah SPT tahunan

kepatuhan keberadaannya sebagai warga negara dan harus selalu menjunjung

tinggi undang - undang dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaran

negara. Dalam penelitian itu kesadaran pajak diukur melalui, WP paham atau

berusaha untuk memahami semuaketentuan peraturan perundang - undangan

perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, ketepatan dalam

pembayaran pajak yang terutang, pembayaran pajak sebagai pendapatan

negara, ketepatan membayar pajak, kewajiban membayar pajak, membayar

pajak tanpa paksaan.

Menurut Ritongga (2011) kesadaran adalah perilaku atau sikap terhadap

suatu objek yang melibatkan anggapan dan perasaan serta kecenderungan

untuk bertindak sesuai objek tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak merupakan perilaku

wajib pajak berupa pandangan atau perasaan yang melibatkan pengetahuan,

keyakinan, dan penalaran disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai

peraturan yang diberikan oleh sistem dan ketentuan pajak tersebut.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat jenderal pajak

dalam membangun kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak antara

(21)

1. Melakukan sosialisasi

Sebagaimana dinyatakan Dirjen pajak bahwa kesadaran membayar

pajak datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan

pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri

yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam forum - forum

tertentu dan ormas - ormas tertentu melalui sosialisasi. Dengan tingginya

intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara

perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif.

2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban

perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak.

Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan

menimbulkan keengganan wajib pajak melangkah ke kantor pelayanan

pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat

memberikan kepuasan kepada wajib pajak dan tetap dalam batas

memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta

harus dilakukan secara konsisten dan kontinyu sehingga berdampak pada

terhadap masyarakat dalam membayar pajak.

3. Meningkatkan citra good governance

Meningkatkan citra good governance yang dapat menimbulkan

adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak,

sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan

(22)

4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya

pendidikan perpajakan.

Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah

yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang

selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong

untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.

5. Law enforcement

Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan

memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan

kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak.

6. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap pajak

Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen pajak

menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Masyarakat

berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib pajak

atau disumbangkan dalam pembangunan bangsa. Jadi lebih baik tidak

perlu membayar pajak saja.

7. Merealisasikan program sensus perpajakan nasional

Merealisasikan program sensus perpajakan nasional yang dapat

menjaring potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini

diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah

perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan

(23)

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpukan bahwa

kesadaran wajib pajak sangatlah penting karena dengan kesadaran dari

berbagai pihak baik itu pihak masyarakat ataupun pemerintah akan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak daerah guna

menambah pendapatan daerah untuk peningkatkan pembangunan daerah.

2.5 Pelayanan Fiskus

Pelayanan sendiri pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai

pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak oleh Direktorat jenderal pajak

untuk membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan

pajak termasuk dalam pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi

pemerintah, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan undang - undang dan tidak berorientasi pada profit atau

laba.

Fiskus adalah aparat dari kantor pajak yang menangani administrasi dan

perpajakan di Indonesia. Para wajib pajak akan patuh dalam memenuhi

kewajibannya membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak

tersebut memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak.

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak

tergantung pada bagaimana sikap petugas pajak memberikan suatu pelayanan

yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan fiskus memiliki lebih

banyak peran sebagai seorang pemeriksa. Padahal untuk menjaga agar wajib

pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya dibutuhkan peran lebih

(24)

ketentuan umum dan tata cara perpajakan juga mengatur ketentuan bagi

petugas pajak (Supramono dan Damayanti, 2009:18), antara lain :

1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya, dengan sengaja menghitung, atau

menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang - undang

Perpajakan akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertidak

diluar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang -

undangan perpajakan dapat diajukan ke unit internal departemen keuangan

yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi. Apabila terbukti

melakukannya maka pegawai pajak tersebut akan dikenai sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.

3. Pegawai pajak yang dalam tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan

pengancaman kepada wajib pajak agar menguntungkan diri sendiri secara

melawan hukum akan diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud

dalam pasal 368 KUH pidana.

4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara

melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa

seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, dan menerima

pembayaran, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri akan diancam

dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 UU No. 31 tahun

(25)

5. Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana

apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan itikad baik dan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.

Dalam hal untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang

seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga

pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai fiskus. Kewajiban fiskus

yang diatur dalam UU perpajakan adalah:

1. Kewajiban untuk membina wajib pajak .

2. Kewajiban menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar .

3. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak .

4. Kewajiban melaksanakan putusan.

Sementara itu, terdapat pula hak - hak fiskus yang diatur dalam UU

perpajakan, antara lain:

1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan .

2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak .

3. Hak menerbitkan surat paksa dan surat perintah melaksanakan

penyitaan .

4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan .

5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi .

6. Hak melakukan penyidikan .

7. Hak melakukan pencegahan .

8. Hak melakukan penyanderaan

Pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu apabila memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan atau semakin kecil kesenjangan antara

(26)

ukuran bermutu (Christina dan Kepramareni, 2012). Mutu pelayanan yang

baik akan menciptakan kepuasan wajib pajak. Jika masyarakat sebagai wajib

pajak merasa puas akan pelayanan pajak yang diterima, diharapkan para

wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik, yang

pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepatuhan (Nilawati, 2013).

2.6 Tingkat Pemahaman Pajak

Masalah tingkat pemahaman perpajakan dari wajib pajak dirasa perlu

untuk dibahas karena pengetahuan perpajakan adalah salah satu faktor

potensial bagi pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya, semakin tinggi tingkat pengetahuan dan

pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin kecil

pula kemungkinan wajib pajak tersebut untuk melanggar peraturan tersebut,

karena jika pengetahuan mengenai perpajakan rendah, maka kepatuhan wajib

pajak mengenai peraturan yang berlaku juga rendah. (spicer dan lundsent,

1976, dalam Rahman Hadi, 2010), maka kepatuhan wajib pajak mengenai

peraturan yang berlaku juga rendah, karena walaupun wajib pajak tidak

berniat untuk melalaikan kewajiban pajaknya, wajib pajak tetap tidak mampu

memenuhi kewajiban perpajakannya karena dia sendiri tidak memahami UU

dan tata cara perpajakan.

Sedangkan menurut Muslim (2007:11), semakin tinggi tingkat

pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan,

maka semakin kecil kemungkinan wajib pajak untuk melanggar peraturan

(27)

Tingkat pemahaman wajib pajak atas perpajakan dapat diukur berdasarkan

pemahaman wajib pajak pada kewajiban menghitung, membayar dan

melaporkan pajak terutangnya (Lestari, 2010).

2.7 Kerangka Pemikiran

Pajak berfungsi sebagai budgetair - regulere. Pajak berfungsi budgetair

artinya pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran - pengeluarannya. Pajak berfungsi sebagai regulered artinya pajak

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi. Saat ini sistem pemungutan pajak yang berlaku di

Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan

menggunakan Self Assessment System dimana pemenuhan kewajiban

perpajakan dilakukan oleh wajib pajak sendiri, dimana kondisi tersebut

menuntun peran aktif dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya (Siti Kurnia Rahayu, 2010:137).

Salah satu obyek pajak adalah pajak penghasilan orang pribadi yang perlu

diperhatikan dalam proses pemungutannya dikarenakan pajak penghasilan

orang pribadi memberikan kontribusi yang besar terhadap total penerimaan

pajak. Undang-undang perpajakan kita yang menganut sistem self assessment

dimana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung,

memperhitungkan, dan menetapkan besarnya jumlah pajak penghasilan yang

terutang dan melaporkannya ke kantor pelayanan pajak, atau kantor

penyuluhan dan pengamatan potensi perpajakan/kantor penyuluhan dan

(28)

Penerimaan dan pendapatan pajak negara akan meningkat jika tingkat

kepatuhan masyarakat sebagai wajib pajak dalam membayar pajak tinggi.

Artinya jika semua wajib pajak yang ada memiliki kepatuhan dalam

membayar pajak maka pembangunan akan terlaksana dan target penerimaan

dari sektor pajak dapat tercapai. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

Sanksi menjadi faktor pertama yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

dalam melaksanakan perpajaknnya. Suandy (2002:129) menyebutkan bahwa

sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang -

undangan perpajakan dan norma perpajakan akan dituruti dan ditaati atau

dipatuhi. Namun sebaiknya sanksi pajak perlu ditegaskan secara maksimal

bukan hanya sebagai wacana saja agar Wajib Pajak patuh membayarkan

pajaknya. Jika sanksi pajak ditegakkan secara benar maka para Wajib Pajak

akan membayarkan pajaknya secara patuh agar tidak terkena sanksinya. Hasil

penelitian menurut Najib (2013) yang menyatakan pelaksanaan sanksi

perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Dalam sistem pemungutan pajak self assessment system tentu kesadaran

wajib pajak menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan

tingkat kepatuhan wajib pajak. Menurut Sapti, Agus, dan Umi (2011) apabila

kesadaran wajib pajak tinggi yang datang dari motivasi untuk membayar pajak,

maka kemauan untuk membayar pajakpun akan tinggi dan pendapatan negara

(29)

dari wajib pajak tersebut adalah pemahaman wajib pajak terkait perpajakan

yang ada di indonesia. Apabila wajib pajak tidak paham atau tidak memiliki

pengetahuan yang cukup terkait perpajakan tentu hal itu akan menjadi

penghambat bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pelayanan fiskus yang baik diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan

wajib pajak. Dalam penelitian Arum (2012) disebutkan bahwa untuk

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya, kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat pajak.

Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib pajak.

Keramah - tamahan petugas pajak dan kemudahan dalam sistem informasi

perpajakan termasuk dalam pelayanan perpaja kan tersebut. Penelitian Agus

(2006) menemukan bahwa pelayanan fiskus memiliki pengaruh positif yang

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Faktor selanjutnya yaitu Tingkat pemahaman, tingkat pemahaman adalah

suatu proses peningkatan pengetahuan secara intensif yang dilakukan seorang

individu dan sejauh mana ia mengerti dengan benar akan suatu permasalahan

yang ingin diketahui. Pemahaman WP terhadap undang-undang dan peraturan

perpajakan dan sikap WP mempengaruhi perilaku perpajakan WP dan

akhirnya perilaku perpajakan mempengaruhi keberhasilan perpajakan

(sholicah, 2005). Tingkat pemahaman WP terhadap peraturan perpajakan

berpengaruh terhadap kepatuhan WP dalam membayar pajak, semakin tinggi

tingkat pengetahuan dan pemahaman WP terhadap peraturan perpajakan,

(30)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dibuat kerangka

pemikiran penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

H1

H2

H3

H4

2.8 Perumusan Hipotesis

2.81 Pengaruh persepsi sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Bandura, konsep dari teori ini

menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan

evaluasi. Pada teori pembelajaran sosial juga dijelaskan bahwa salah satu

prosesnya, yaitu proses penguatan merupakan proses yang mana

individu - individu disediakan rangsangan positif atau penghargaan supaya

berperilaku sesuai dengan model. Seseorang akan taat membayar pajak

tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya,

hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi pada pembangunan Persepsi Sanksi

Perpajakan (X1)

Persepsi Kesadaran Perpajakan (X2)

Persepsi Pelayanan Fiskus (X3)

Persepsi Tingkat Pemahaman Pajak (X4)

(31)

wilayahnya. Sehingga cukup relevan apabila dihubungkan dengan

pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak (jatmiko, 2006

dalam Arum, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Najib (2013) yang menyatakan

pelaksanaan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi. Dari pernyataan tersebut, maka hipotesis

pertama penelitian ini yaitu :

H1 : Persepsi sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan

wajib pajak.

2.8.2 Pengaruh persepsi kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Bandura pada tahun 1986. Konsep

dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,

pemahaman dan evaluasi. Bandura (1986) mengatakan bahwa faktor sosial

dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam

pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan untuk meraih

keberhasilan, sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan. Jatmiko

(2006) menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak

maka pamahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan. Kesadaran wajib pajak atas

fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk

(32)

Penelitian yang dilakukan Muliari dan Setiawan 2010 menunjukkan

pengaruh kesadaran WP, pemahaman dan pelaksanaan kewajiban

perpajakan berpengaruh positif terhadap WP. Dari pernyataan tersebut,

maka hipotesis kedua penelitian ini yaitu :

H2 : Persepsi kesadaran perpajakan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak.

2.8.3 Pengaruh persepsi pelayanan fiskus perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Bandura pada tahun 1986. Konsep

dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,

pemahaman dan evaluasi. Bandura (1986) mengatakan bahwa faktor sosial

dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam

pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan untuk meraih

keberhasilan, sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan. Pada teori

pembelajaran sosial menjelaskan bahwa seseorang juga akan taat

membayar pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan

pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya.

Penelitian yang dilakukan oleh Arum (2012) menemukan bahwa

pelayanan fiskus berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak. Dari pernyataan tersebut, maka hipotesis ketiga penelitian ini

yaitu :

H3 : Persepsi pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan

(33)

2.8.4 Pengaruh persepsi tingkat pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

Teori atribusi menyatakan bahwa bila individu - individu mengamati

perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menetukan apakah itu

ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996). Alasan

pemilihan teori ini adalah kemauan wajib pajak dalam membayar pajak

terkait dengan sikap wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak

itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian sesuatu sangat

dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal. Jadi teori atribusi ini

sangat relevan untuk digunakan.

Dalam penelitian Syahril (2013) yang menyatakan tingkat pemahaman

wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Dari pernyataan tersebut, maka hipotesis keempat penelitian ini yaitu :

H4 : Persepsi tingkat pemahaman wajib pajak berpengaruh positif

Gambar

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingannya adalah antara volume langkah dan ruang bakar (V d +V c ) yaitu pada posisi piston di TMB, dengan volume ruang bakar (V c ) yaitu pada posisi

Dasar pemikiran Calvin tentang gereja tidak kelihatan dan gereja kelihatan sangat dipengaruhi oleh konsep eskhatologi yang berpusat kepada Yesus Kristus, karena Yesus adalah

Dari hasil pengamatan pra siklus ternyata jumlah siswa yang memenuhi kriteria keaktifan belajar tinggi dan sangat tinggi dalam pembelajaran matematika hanya sebesar

Dari proses wawancara yang dilakukan peneliti, keseluruhan jawaban yang di dapatkan peneliti dari informan mengerucut pada satu titik yaitu faktor kebiasaan setelah perkuliahan

Sasaran adalah kelompok ternak sapi di beberapa kecamatan di kabupaten Karangasem Bali. Sebelum dilakukan penentuan kelompok ternak sapi dilakukan penentuan

Di dalam Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada bab Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan mengenai Pengendalian Intern disebutkan bahwa sistem infomasi yang

Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan menggunakan metode Support Vector Regression (SVR) dengan parameter Cost dan epsilon terbaik berturut-turut adalah 1 dan 0.1 dengan data training

Jika benda yang akan digambar diletakkan di kwadran pertama, dan diproyeksikan pada bidang-bidang proyeksi, maka cara proyeksi ini disebut “Proyeksi kwadran pertama“ atau