LAPORAN HASIL PRAKTIK KERJA LAPANG
DI PABRIK KARET PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR
DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
KALIMANTAN TIMUR
Oleh :
NIM. 070 500 067
ROSNAINI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL
PERKEBUNAN
JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapang (PKL) yang telah dilaksanakan di PT. Budi Duta Agromakmur Desa Margahayu Kecamatan Loa kulu Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur, yang dilaksanakan dari tanggal 01 Maret 2010 sampai dengan 31 Maret 2010.
Menyetujui,
Pembimbing,
Nip. 19760817 200212 1 005 Agus Syardana EP, S P.,M.Si
Penguji,
Nip.19830824 200912 1 006 Ahmad Zamroni, S.Hut.,M.P
Mengesahkan, Direktur,
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Nip. 19631028 198803 1 003 Ir. Wartomo, MP
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kahadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang ini. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kelulusan Diploma III pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan studi
2. Bapak Ir. Wartomo, M.P selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda 3. Bapak Edi Wibowo Kurniawan, S.TP.,M.Sc selaku Ketua Program Studi
Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
4. Bapak Agus Syardana EP, SP.,M.Si selaku Dosen Pembimbing PKL 5. Bapak Ahmad Zamroni, S.Hut.,M.P selaku Dosen Penguji PKL 6. Bapak Saptanto selaku Manajer PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR
7. Bapak Teguh P, S.Hut selaku Asisten Kepala Div. Karet PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR
8. Bapak Buasim selaku Asisten Kepala Processing PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR
9. Bapak M. Nasir, Syamsudin Hidayat, Darjo dan Jatim selaku Asisten Lapangan PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR
10. Bapak Samsul, Ahmadi, Hambali, Slamet riyadi, Padilah, Suhartono, MT. Hartono, Peter, M. Ajib, Ibu Muliati, Liana dan Marta selaku Mandor dan Krani PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR.
11. Bapak dan Ibu-ibu Karyawan PT. BUDI DUTA AGROMAKMUR
12. Teman-teman kelompok PKL khususnya Titi Febrianti, Hasriani, Edy, Nofriadi, Ayu Welaseh dan Ningsih atas bantuannya dalam penyusunan laporan ini
13. Rekan Mahasiswa khususnya pada Program Studi TPHP.
Penulis menyadari bahwa didalam laporan ini masih terdapat kekurangan baik dari segi materi maupun pengetahuan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga Laporan Praktek Kerja Lapang ini bermanfaat untuk penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Penulis Kampus Sungai Keledang, 2010
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1 B. Tujuan... 4C. Hasil yang diharapkan... 4
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. Tinjauan Umum Perusahan... 6
B. Manajemen Perusahan... 8
C. Lokasi dan Waktu Kegiatan... 9
III. HASIL PRAKTIK A. Penyadapan... 10
B. Pemanenan (Pengumpulan Lateks)... 12
C. Penimbangan... 14
D. Pengangkutan... 16
E. Penerimaan Lateks dan Pengujian Sampel... 18
F. Pengenceran... 23
G. Pembekuan... 25
H. Penggilingan... 29
I. Pengasapan... 32
J. Pemanenan dan Sortasi... 35
K. Balkingdan Packing... 37
L. Pengapuran... 39
IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan... 41
B. Saran... 41
DAFTAR PUSTAKA... 42
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penyadapan ... ... 12
Gambar 2. Penimbangan... ... 16
Gambar 3. Pengukuran KKK ... ... 16
Gambar 4. Pengangkutan lateks ... ... 18
Gambar 5. Pengujian sampel ... ... 23
Gambar 6. Pengujian sampel ... ... 25
Gambar 7. Pengukuran air dalam proses pengenceran ... ... 29
Gambar 8. Penggilinan Sheet ... 32
Gambar 9. Rumah pengasapan ... ... 34
Gambar 10.Ruang Pengasapan ... ... 34
Gambar 11.Sortasi ... ... 37
Gambar 12.Balking... ... 38
Gambar 13.Packing... ... 38
Gambar 14.Pengapuran (Talking)... ... 40
Gambar 15.Diagran alir proses pengolahan Rubber Smoke Sheet... ... 44
Gambar 16.Peralatan sadap ... ... 48
Gambar 17.Mikrolak ... ... 48
Gambar 18.RSS I... ... 49
Gambar 19.RSS II ... ... 49
Gambar 20.Cutting RSS ... ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Diagram Alir Pengolahan Rubber Smoked
Sheet PT. Budi Duta Agromakmur………..……… 44
Lampiran 2. SNI Rubber Smoke Sheet menurut Dewan Standarisasi
Nasional Indinesia..………..……….. 45
Lampiran 3. Gambar Peralatan dan Proses Penyadapan di Kebun
PT. Budi Duta Agromakmur... 48
Lampiran 4. Gambar Produk Karet Rubber Smoke Sheet (RSS) di
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman Karet (Havea braseliensis MUELL,Agr) memiliki peranan penting yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup mengandalkan komoditas penghasilan getah ini. Karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat.
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup Internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri yaitu didaratan Amerika Selatan. Industri-industri hasil pertanian lainnya secara khusus dan industri-industri umum lainnya Industri pengolahan karet merupakan salah satu industri hasil pertanian. Dengan memehami hasil pengolahan karet, diharapkan dapat memahami kegunaannya dan manfaatnya.
Perlengkapannya. Bahan olah karet lateks dapat diolah menjadi berbagai jenis produk barang jadi lateks (lateks goods)dan karet padat (rubber smoke sheet atau RSS).Standar Indonesia Rubber (SIR) dijadikan bahan baku untuk menghasilkan berbagai jenis barang karet. Barang jadi dari karet terdiri
atas ribuan jenis dan dapat diklasifikasikan atas dasar penggunaan akhir (end use)atau menurut saluran pemasaran (market channel).Pengelompokan yang umum dilakukan adalah menurut penggunaan akhir, yakni ban dan produk terkait serta ban dalam, kemiliteran, alas kaki dan komponennya serta barang jadi karet untuk penggunaan umum, kesehatan dan farmasi (Departemen Pertanian, 2002).
Menurut Siregar (1994),Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan betapa Indonesia masih memerlukan usaha kearah peningkatan produksi. Salah satu faktor teknis yang perlu dipertimbangkan adalah rendahnya mutu penyadapan. Kenyataan ini tidak saja terjadi pada areal perkebunan rakyat, tetapi juga pada perkebunan-perkebunan besar milik pemerintah. Padahal sifat perlakuan tehnik penyadapan karet berkaitan erat dengan tingkat produksi yang diharapkan, bahkan sangat menentukan umur ekonomi pohon.
Tanaman karet selain getahnya yang diambil, kayunya juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kayu yang semakin meningkat sehingga meningkatkan nilai tambah dari segi ekonomis. Hal ini ditunjang dengan luasnya perkebunan karet di Indonesia (Barly, 1988).
Karet memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, sebab produk-produk hasil dari pengolahan karet sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan juga saat ini harganya cukup tinggi (Setyamidjaja, 1993).
Pendapatan yang diperoleh masyarakat dari hasil usaha perkebunan karet sangat tinggi, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat akan meningkat tetapi hal-hal demikian tergantung pada faktor-faktor lain seperti faktor
subyektifitas masyarakat didalam peningkatan pendapatannya dan faktor alam. Apabila daerahnya tersolir dari pusat informasi atau pusat pemerintah maka pada akhirnya keadaan social ekonomi menjadi terbelakang atau bersifat tradisional (Anonim, 1992).
Subsektor perkebunan karet memegang peranan yang penting dalam suatu program pembangunan, khususnya pembangunan dalam sector pertanian. Subsektor ini menjadi tempat bagi para petani dalam menggantungkan hidupnya. Sebagai cabang usaha yang berfungsi untuk menciptakan lapangan kerja, yaitu sebagai sumber devisa non-migas yang sangat diharapkan dan secara langsung terkait dalam usaha pelestarian sumber daya alam (Setyamidjaja,1993).
Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sheet asap/sheet angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah dan Rubber Smoke Sheet, yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya.
Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan rehabilitasi kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga (furniture).
Setelah melihat perkembangan perusahaan perkebunan di Indonesia saat ini semakin meningkat, maka dengan memperhatikan hal tersebut secara berkelanjutan mendorong perusahaan untuk menambah persentase permintaan tenaga kerja, dan secara langsung juga telah memberikan peluang bagi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda untuk menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan mandiri. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut maka dilaksanakanlah kegiatan Praktik Kerja Lapang bagi mahasiswa/i semester akhir sebagai salah satu syarat untuk mencapai kelulusan dan memperoleh gelar D3 Ahli Madya Perkebunan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah sebagai berikut :
1. Membandingkan konsep teori yang diperoleh dalam kegiatan perkuliahan dengan pelaksanaan / aplikasi langsung di perusahaan PT. Budiduta Agromakmur
2. Mengetahui Proses pengolahan Karet Sheet di perusahaan PT. Budiduta Agromakmur
3. Mengetahui standar mutu karet yang di terapkan di perusahaan PT. Budiduta Agromakmur.
C. Hasil yang diharapkan
Dari kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini diharapkan mahasiswa mampu menjadi tenaga terampil dibidang perkebunan, yang nantinya dapat memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat. Selain itu, juga diharapkan
mahasiswa dapat mempresentasikan hasil kegiatan yang dilakukan baik pada saat di lokasi kebun maupun di pabrik pengolahan karet dengan baik dan dapat melaporkan perkembangan manajemen perusahaan tempat PKL, serta bagian yang terpenting adalah mahasiswa diharapkan dapat menjalin jaringan komunikasi yang baik dengan pihak perusahaan.
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. Tinjauan Umum Perusahaan
PT. Budi Duta Agromakmur adalah perusahaan cabang dari sungai Budi Group di Lampung dimana status permodalannya adalah modal individu (Pengusaha Pribumi) dengan pemilik yang bernama Bapak Widiarto, adapun perusahaan ini bergerak dibidang industri perkebunan yang mencakup perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Lokasi usaha perkebunan kelapa sawit dan karet PT. Budi Duta Agromakmur terletak di desa Jahap, Kabupaten Kutai Kartanegara, sedangkan perkebunan karetnya terletak di Desa Margahayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Awalnya PT. Budi Duta Agromakmur adalah perusahaan yang bernama PT. Hasfarm Product Ltd, namun dikarenakan perusahaan tersebut mengalami take over ( gulung tikar ) maka perusahaan tersebut diambil alih dan berganti nama pada tahun 2007 menjadi PT. Budi Duta Agromakmur yang kemudian pemilik modalnya pun ikut berganti.
Hingga tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit PT. Budi Duta Agromakmur adalah mencapai 1.250 Ha. Sedangkan luas perkebunan karet PT. Budi Duta Agromakmur adalah 1.100 Ha, termasuk didalamnya luas area pabrik (prosessing). Untuk kelapa sawit sendiri tidak ada proses pengolahan sehingga tidak disediakan pabrik pengolahan dan hasil dari kelapa sawit yang berupa Tandan Buah Segar (TBS) dan brondolan kelapa sawit di distribusikan ke daerah Melak.
Tahap - tahap kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet PT. Budi Duta Agromakmur meliputi, pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan serta panen dan produksi. Saat ini PT. Budi Duta Agromakmur telah mempekerjakan + 623 orang untuk areal perkebunan karet .
PT. Budi Duta Agromakmur memiliki satu pabrik pengolahan sheet, dengan kapasitas produksi 3,5 - 4 ton /hari. Untuk fasilitas pabrik pengolahan tersedia 4 truk pengangkutan, 38 bak pembekuan, 2 buah mesin penggiling (shiter), 7 buah rumah pengasapan dan satu gudang yang meliputi tempat sortasi dan penyimpanan.
Bahan olahan karet yang terdapat di PT. Budi Duta Agromakmur adalah Rubber Smoke Sheet (RSS) dengan penentuan mutu RSS 1, RSS 2, Cuting RSS dan juga Cutting kapuk
Adapun Kriteria Rubber Smoke Sheet (RSS) dan Cutting pada perusahaan PT. Budiduta Agromakmur adalah sebagai berikut :
1. RSS I : a. Warna tidak gelap
b. Hampir tidak ada gelembung udara yang kecil 2. RSS II : a. Warna agak gelap
b. Gelembung udara maksimal 5% 3. Cutting : Sheet potong yang mentah, kecil, dll
B. Manajemen Perusahaan
Secara struktural seluruh kegiatan yang berlangsung berada di bawah pimpinan Plantation Manager (PM). Seorang Plantation Manager (PM) membawahi seorang State Manager (SM) yang bertanggung jawab terhadap semua urusan kebun dan prosessing yang ada di PT. Budi Duta Agromakmur. State Manager (SM) membawahi tiga orang Asisten Kepala (Askep). Asisten Kepala terdiri atas dua orang asisten kepala kebun (Asisten kepala sawit dan karet) dan satu orang asisten kepala processing karet. Masing-masing asisten kepala membawahi beberapa orang Asisten Lapangan (Aslap)
1. Struktur organisasi di pabrik pengolahan karet Rubber Smoke Sheet pada PT. Budi Duta Agromakmur adalah sebagai berikut :
Asisten Kepala : Buasyim PLT. Asisten Lapangan : Jatim
Mandor Pengolahan : Ribut
Mandor sheeter dan Pengeringan : Fadhillah
Mandor Sortasi : Hartono
Krani : MT. Hariono
Mekanik : Purwanto.
2. Sistem Gaji
Upah para pekerja umumnya dihitung berdasarkan intensitas kerjanya, pembayaran gaji dilakukan dua kali dalam sebulan, yakni di pertengahan bulan dan di akhir bulan, berlaku untuk tenaga buruh dan
mandor tidak tetap. Sedangkan untuk asisten kepala, asisten lapangan dan mandor tetap, berupa gaji bulanan.
Upah Buruh Harian : Rp. 40. 400/ hari Upah Tenaga Sadap : Rp. 40.400/hari Upah Mandor : Rp. 41. 400/hari Upah tenaga pikul borongan : Rp. 3.360/bak Upah tenaga sortasi borongan : Rp. 75/kg
C. Lokasi dan Waktu Kegiatan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. Budi Duta Agromakmur Pabrik Karet Rubber Smoke Sheet (RSS), Desa Margahayu Kecamatan Loakulu Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Kegiatan PKL ini dilaksanakan selama 31 hari, terhitung dari tanggal 01 Maret sampai dengan 01 April 2010.
III. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG
A. Penyadapan a. Tujuan
Tujuan dari penyadapan ialah untuk memperoleh lateks segar.
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993), penyadapan adalah mata rantai pertama dalam proses produksi karet. Pada tanaman muda, penyadapan umumnya dimulai setelah mencapai umur 5-6 tahun. Tergantung pada kesuburan pertumbuhan tanahnya dengan lilit batang sebesar 45 cm pada ketinggian 100 cm dari permukaan tanah. Dalam melaksanakan penyadapan pada tanaman sebelum sadap rutin terlebih dahulu dilakukan bukaan sadapan, yang merupakan saat-saat pertama melalui penyadapan pada tanaman yang telah memenuhi syarat-syarat untuk disadap.
Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang sudah disepakati secara internasional. Penyadapan pada batang utama bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks di kulit pohon. Pembuluh lateks yang putus kelak akan pulih kembali sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut telah pulih dan lateks akan mengalir lagi dengan baik. Kulit pohon yang pulih lazim disebut kulit pulian (renewable bark), sedangkan kulit pohon yang baru pertama kali disadap lazim disebut kulit perawan (virgin bark) (Siregar, 1994).
c. Alat dan Bahan
Alat : Pisau sadap, paku, talang, mangkuk dan ember. Bahan : Pohon karet.
4. Cara Kerja
1. Gambar bidang sadap pada pohon karet yang usiaya sudah mencapai 5 tahun dengan lilit batang minimal 45cm
2. Sadap pohon karet dengan menggunakan pisau sadap dengan kedalaman 1,2 mm, ketebalan sadapan 1,8 mm dan kemiringan irisan sadap 40- 45oC
3. Pasang paku, talang dan mangkuk. Jarak antara talang dan mangkuk adalah 5cm
5. Hasil yang dicapai
Dari hasil praktek dilokasi kebun terlihat jelas bahwa penyadap tidak menyadap sesui aturan yang ditentukan oleh perusahaan. Yakni penyadapan dilapangan dilakukan tanpa memperhatikan ketebalan dan kedalaman irisan sadapan.
6. Pembahasan
Sistem penyadapan yang dilakukan di PT. Budi Duta Agromakmur adalah sistem sadap S2D2 yakni, penyadapan yang dilakukan dengan sistem setengah spiral dalam waktu 2 hari sekali, perusahaan memakai sistem ini karena melihat kondisi pohon yang sudah kurang produktif.
Penyadapan dilakukan pada jam 04.00 - 05.00 pagi karena diwaktu itu tekanan tugor tinggi sehingga mempengaruhi jumlah tetesan lateks
yang dipetoleh banyak, selain itu penyadapan dilakukan pada subuh atau pagi hari dengan tujuan penyadap dapat menyelesaikan target dalam satu hancanya.
Penyadap harus memperhatikan kedalaman sadapan dan tidak boleh melukai kambium. Bila mengenai kambium maka pohon akan rusak dan pemulihan kulit pulihan akan terhambat dan tidak normal. Sedangkan jika penyadapan terlalu tebal maka kulit sadapan akan cepat habis.
Gambar 1.Penyadapan
B. Pemanenan (Pengumpulan Lateks) a. Tujuan
Tujuan dari pemanenan adalah untuk mengumpulkan lateks segar.
b. Dasar Teori
Pemanenan atau pengumpulan lateks dilakukan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Lateks dari mangkuk dituangkan kedalam ember pemupul dengan menggunakan spatel. Bila lateks dalam ember pemupul telah penuh kemudian dipindahkan ke ember pengumpul, dan selanjutnya
dibawa ketempat pengumpulan hasil (TPH) atau langsung ke pabrik
(Setyamidjaja,1993). c. Alat dan Bahan
Alat : Ember pemupul, ember pengumpul dan alat pemikul. Bahan : Lateks segar yang masih dipohon.
d. Cara Kerja
1. Ambil mangkuk pada pohon karet yang berisi lateks segar 2. Tuang mangkuk berisi lateks kedalam ember pemupul
3. Angkut lateks dalam ember pemupul ke tempat pengumpulan hasil (TPH).
e. Hasil yang dicapai
Dari praktek yang dilakukan dilapangan diketahui bahwa pemanenan dilakukan pada jam 10.00 pagi atau 2 jam setelah penyadapan usai.
f. Pembahasan
Pemanenan atau pengumpulan lateks dilapangan dilakukan Dua jam setelah penyadapan selesai yakni jam 10.00, pemanenan lateks harus dilakukan secepatnya dan tidak boleh ditunda untuk menghindari terjadinya prakoagulasi atau pembekuan pada air lateks sebelum diolah.
Pemanenan lateks dilakukan dengan menggunakan ember pemupul, penggunaan ember ini bertujuan untuk memudahkan pengangkutan dari kebun ke TPH ( Tempat Pengumpulan Hasil). Setelah selesai, ember-ember pengumpul jangan ditaruh ditempat yang panas atau
terkena sinar matahari langsung, karena kenaikan suhu didalam cairan lateks dapat mengakibatkan pemuaian butir-butir karet sehingga terjadi prakoagulasi.
Setelah dikumpulkan di TPH maka segera dilakukan penambahan amonia atau obat anti koagulasi (antikoagulum) kedalam lateks untuk mencegah prakoagulasi dengan kadar 2 cc/1 liter lateks. Akan tetapi pemakaian antikoagulasi ini harus dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulasi memerlukan obat koagulum (misalnya asam semut) yang cukup besar. Sedangkan penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi dapat menghambat proses pengeringan.
C. Penimbangan a. Tujuan
Tujuan penimbangan ialah untuk mengetahui berat lateks yang dipeloleh oleh penyadap.
b. Dasar Teori
Setelah pengumpulan lateks perlu dilakukan penimbangan untuk mengetahui jumlah atau berat lateks yang diperoleh (Anonim, 1992). c. Alat dan Bahan
Alat : Timbangan, mikrolak, alat tulis. Bahan : Lateks segar.
d. Cara Kerja
1. Timbang lateks yang sudah ada di TPH (Tempat Penampungan Hasil) 2. Catat berat lateks
3. Tambahkan amonia untuk mencegah terjadi kaogulasi
4. Ukur Kadar Karet Kering (KKK) dengan menggunakan mikrolak.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil praktek di lokasi diketahui penimbangan lateks dan lump perorang ternyata berbeda-beda, begitu juga dengan kadar karet keringnya (KKK). Diketahui bahwa lateks hasil sadapan yang diperoleh rata-rata tiap penyadap adalah 20 kg per harinya.
f. Pembahasan
Setelah penyadapan dan pemanenan lateks dilakukan yang setelah itu dikumpulkan di tempat pengumpulan hasil (TPH) maka dilakukan penimbangan lateks oleh mandor dengan menggunakan timbangan dan pengukuran kadar karet kering (KKK) dengan menggunakan mikrolak. Penimbangan dan pengukuran KKK ini bertujuan untuk menentukan gaji karyawan penyadap. Pengukuran kadar karet kering sangat diperlukan untuk menghindari kenakalan-kenakalan tenaga peyadap seperti mencampurkan air dengan sengaja kedalam lateks dengan tujuan memperoleh hasil yang banyak.
Pada saat penimbangan atau pengukuran hasil sadapan, para penyadap, mandor atau asisten penerima lateks harus berusaha membuang kotoran-kotoran atau lump yang kemungkinan ada dalam ember
pengumpul. Target yang harus dicapai penyadap perharinya adalah 20liter lateks dengan KKK 10%.
Gambar 2.Penimbangan Gambar 3. Pengukuran KKK
D. Pengangkutan a. Tujuan
Tujuan dari pengangkutan adalah untuk mengangkut lateks ke pabrik pengolahan.
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993), Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada dilokasi tempat pengumpulan hasil di kebun, kemudian diangkut dengan tangki pngangkut kepabrik. Tangki pengangkut ada yang ditarik dengan traktor, dan ada pula yang terpasang pada truk-truk tangki. Dalam pengangkutan lateks kepabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat mengakibatkan terjadinya prakoagulasi ditangki. Dalam keadaan tertentu lateks dalam tangki tersebut
perlu diberikan obat anti koagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi didalam tangki.
c. Alat dan Bahan
Alat : Mobil truk, jonder dan tangki. Bahan : Lateks.
d. Cara Kerja
1. Setelah tangki truk pengangkut lateks datang ke TPH, segera buka tutup tangki
2. Masukan lateks kedalam tangki truk 3. Tutup rapat tangki pengangkut lateks.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil di lapangan diketahui bahwa kapasitas truk pengangkut lateks adalah sebesar 3200 Liter/ tangki truk, namun produksi lateks hanya mencapai + 1000 L/harinya dalam satu jalur/blok.
f. Pembahasan
Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan Truk tangki berkapasitas 3200 liter, yang dilakukan pada Jam 11 siang untuk menghindari prakoagulasi sebelum pengolahan. Tangki pengangkut lateks dibuat dari bahan alumunium dan dirancang sebaik mungkin sehingga mudah dipasang dan dilepas dari jonder atau truk pengangkut selain itu agar dengan mudah dapat dibersihkan. Pada saat pangangkutan dari tempat pengumpulan hasil (TPH) sampai pabrik pengolahan mandor penyadap harus ikut mengawasi proses tersebut agar tenaga pengangkut tidak
sembarangan dalam memperlakukan lateks tersebut, seperti yang sering terjadi dilapangan sering terjadi kesalahan dalam menuangkan lateks kedalam tangki sehingga lateks sering terbuang sia-sia. Selain itu tangki atau truk pengangkut tidak boleh terlalu tergoncang dan kepanasan karena dapat mengakibatkan prakoagulasi.
Gambar 4. Truk Tangki Pengangkutan Lateks
E. Penerimaan Lateks dan Pengambilan Sampel a. Tujuan
Tujuan dari penerimaan dan pengambilan sempel adalah untuk mengumpulkan lateks dari kebun yang siap diolah di pabrik dan untuk mengatahui Kadar karet Kering (KKK) .
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993), Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut dengan truk tangki dan jongger ke pabrik. Di pabrik lateks diterima dan dicampur dalam bak penerimaan. Lateks yang dimasukan kedalam bak peneriaan harus melalui
saringan untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran lainnya kedalam bak penerimaan. Dari lateks yang telah terkumpul dalam bak penerimaan diambil contoh (sample) untuk mengetahui kadar karet keringnya (dry rubbercontent,KKK). Hal ini penting untuk memperhitungkan kebutuhan air dalam proses pengenceran
Adapun rumus perhitungan Kadar Karet Kering adalah: KKK = BS-80%
Ket : KKK = Kadar karet kering
BS = Berat basah(Anonim, 1992). c. Alat dan Bahan
Alat : Gayung, ember, timbangan, mesin hand mangel, kain lap, cawan ukuran 100 cc pengaduk dan alat tulis.
Bahan : Lateks segar dan asam semut.
d. Cara Kerja.
1. Aduk-aduk lateks didalam tangki kemudian ambil sampel sebanyak 2 liter dari dalam tangki untuk menghitung KKK. Cara menentukan Kadar Karet Kering (KKK) adalah sebagai berikut :
a. Ambil 100 cc lateks dari sampel 2 liter kemudian tambahkan asam semut sebanyak 0,5 ml (5 tetes). Aduk rata sampai menjadi koagulum (membeku). Lama proses pembekuan adalah kurang lebih 15 menit
b. Ambil koagulumnya dan giling menggunakan gilinan tangan (hand mangel) sebanyak 6 kali. Penggilingan sebanyak 6 kali ini
bertujuan untuk mengeluarkan semua air atau gelembung-gelembung udara dalam sheet sample
c. Setelah digiling pukul-pukul lembaran sheet hingga airnya habis kemudian bungkus menggunakan kain lap untuk meminimalkan kandungan airnya
d. Kemudian timbang untuk mendapatkan berat basah
2. Setelah diketahui berat basahnya maka dilakukan penghitungan KKKdengan Rumus KKK = ({(BS -2) x 80%} - 0,5 + 2)
3. Hitung juga jumlah lateks yang di gunakan dalam satu bak dengan Rumus JL = ( VB x SP) : KKK LK
4. Kemudian menghitung jumlah air yang di gunakan dalam satu bak dengan Rumus JA = VB – JL
Keterangan : JL = Jumlah Air
VB = Volume Bak ( 750 L ) SP = Standar Pengolahan ( 10%) KKK LK = Kadar Karet Kering Lateks Kebun
JA = Jumlah Air VB = Volume Bak JL = Jumlah Lateks.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa setiap truk pengangkutan yang masuk ke pabrik langsung dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui Kadar karet keringnya, Jumlah lateksanya serta Jumlah airnya.
Berikut adalah perhitungan KKK, JL dan JA pada sample pertama dengan berat basah 34 gr.
1. Kadar Karet Kering (KKK) KKK = (BS - 2 x 80% - 0,5 + 2) KKK = (34 – 2 x 80% - 0,5 + 2) KKK = 27,1% 2. Jumlah Lateks (JL) JL = (VB X SP) : KKK LK JL = (750 x 10%) : 27% JL = 277,7 L ( dibulatkan menjadi 280 L ) 3. Jumlah Air (JA)
JA= VB – JL JA = 750 – 280 JA = 470 L
Dari pengambilan sampel yang kedua diketahui berat basah (BS) lateks 32 gr, maka perhitungan KKK, JL dan JA nya adalah:
1. Kadar karet kering (KKK) KKK = (BS - 2 x 80% - 0,5 + 2)
KKK = (32 – 2 x 80% - 0,5 + 2) KKK = 25,5%.= 26% 2. Jumlah lateks (JL) JL= (VB X SP) : KKK LK JL = (750 x 10%) : 26% JL = 288,4L ( dibulatkan menjadi 288 L ) 3. Jumlah Air (JA)
JA= VB – JL JA = 750 – 288 JA = 462 L.
f. Pembahasan
Setelah lateks dari kebun telah sampai di pabrik pengolahan maka pengambilan sempel harus segera dilakukan agar dapat diolah secara lanjut. Sebelum mengambil sampel lakukan pengadukan dalam tangki lateks secara merata agar lateks dan air tercampur rata.
Pengambilan sempel bertujuan untuk mengetahui Kadar Karet Kering (KKK) dalam lateks. Pengujian KKK dalam pengolahan lateks adalah proses yang paling penting dalam menentukan mutu Karet Sheet yang dihasilkan. jika dalam perhitungan KKK sudah salah maka proses selanjutnyapun akan salah seperti perhitungan jumlah air dan jumlah lateks yang diperlukan dalam pengenceran sehingga jika proses pengenceran sudah salah maka sheet yang dihasilkan pun akan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Gambar 5. Pengujian Sampel
F. Pengenceran a. Tujuan
Tujuan dari pengenceran adalah untuk memperoleh lembaran koagulum yang tidak keras.
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993), Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet beku (atau disebut juga kadar karet standar) sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%,14%,15%, atau 16% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat. Pengenceran Lateks dilaksanakan dalam bak-bak perlemahan, yang sekaligus juga dapat dijadikan bak-bak pembekuan. Bak ini dibuat dari bahan aluminium atau porselin.
c. Alat dan Bahan
Alat : Bak penampung dan meteran almunium. Bahan : Lateks segar dan air.
d. Cara Kerja
1. Setelah kadar karet kering, jumlah lateks, dan jumlah air telah diketahui maka segera isi air bersih kedalam bak koagulasi sesuai dengan yang telah ditentukan
2. Masukkan lateks kedalam bak yang telah terisi air dengan menggunakan saringan mess 40 sampai mencapai folume 750 liter 3. Aduklah dengan menggunakan pengaduk.
4. Ambil busa pada lateks yang sudah diencerkan dngan menggunakan plat/sovel, jika ada lateks yang menempel pada sudut atau pinggir-pinggir bak, segera siram menggunakan air agar tidak melengket.
e. Hasil yang dicapai
Pengenceran yang dilakukan dengan benar akan menghasilkan kadar karet beku yang baik dan sesuai pula.
f. Pembahasan
Pengenceran dilakukan dengan menggunakan air yang yang bersih dan tidak mengandung logam, dalam pengenceran perusahaan menggunakan air sungai namun juga menmpunyai kolam penampungan yang bertujuan bila sewaktu-waktu hujan deras dan air sungai keruh maka air dikolam penampungan dapat digunakan.
Selain penggunaan air, penggunaan saringan juga sangat penting dalam menentukan mutu sheet yang dihasilkan. Penggunaan saringan / dengan ukuran mess 40 bertujuan untuk menghindari masuknya bekuan/lump atau kotoran lainnya kedalam bak pembekuan. Saringan
harus selalu bersih agar lateks dapat mengalir dengan lancar, usahakan setelah dipakai saringan langsung dicuci agar lateks tidak menenpel dan tidak menyumbat saringan karena jika lateks sudah kering dan lengket maka akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk membersihkannya.
Setelah lateks masuk kedalam bak pengencer yang telah terisi air segera aduk perlahan-lahan dengan menggunakan alat pengaduk, kemudian ambil buih-buih/busa yang ada pada permukaan bak dengan tujuan meminimalisir gelembung udara yang terkandung dalam sheet yang dihasilkan. Pengambilan buih atau busa dilakukan dengan alat pembuang busa (plat), Busa tersebut kemudian di masukan kedalam ember kemudian lalu ditampung dalam bak koagulasi cutting kapuk.
Gambar 6.Pengukuran Air dalam Proses Pengenceran
G. Pembekuan a. Tujuan
Tujuan pembekuan yaitu untuk mengasilkan lembaran koagulum yang siap digiling.
b. Dasar Teori
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi obat koagulum (pembeku) seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya proses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Supaya dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik isoeletris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan partikel-partikel karet, sehingga partikel-partikel atau butir-butir tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhkan asam semut 1% atau asam cuka 2% kedalam lateks yang telah diencerkan (Setyamidjaja, 1993).
Menurut Setyamidjaja (1993), Tingkat kekerasan koagulum tergantung pada:
1. Kadar karet kering (KKK) 2. Lamanya pembuatan
3. Jumlah asam yang digunakan.
Semakin tinggi kadar karet kering dalam lateks, akan smakin keras pula gumpalannya. Semakin lama proses pembekuan berlangsung dan semakin banyak asam yang dipakai, akan smakin keras pula koagulumnya. Hasil pembekuan yang baik adalah tidak terlalu keras.
c. Alat dan Bahan
Alat : Bak, ember, pengaduk dan plat almunium. Bahan : Lateks yang sudah diencerkan dan asam semut.
d. Cara Kerja
1. Setelah busa yang timbul akibat proses pengenceran dihilangkan, masukan/bubuhkan asam semut sebanyak 1 liter / +0.3% per bak koagulasi bervolume 750 liter
2. Aduk lateks yang sudah dibubuhi asam semut sebanyak 6 kali bolak balik
3. Keluarkan busa yang ada dipermukaan bak koagulasi 4. Pasang sekat-sekat atau plat-plat dengan cepat dan teratur 5. Biarkan lateks membeku kurang lebih 20 menit
6. Setelah lateks membeku tambahkan air kedalam bak hingga lembaran koagulum terendam
7. Buka plat setelah itu tutup lembaran sheet tahu / koagulum dengan menggunakan plat agar tidak teroksidasi.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil praktek di lokasi pabrik pembekuan yang dilakukan menggunakan asam semut 1 liter / bak koagulasi menghasilkan sheet yang baik, tidak terlalu keras ataupun lunak.
f. Pembahasan
Pembekuan dilakukan dengan menggunakan bak koagulasi bervolume 750 liter dari bahan alumunium dan kayu ulin. Ukuran bak
koagulasi yang digunakan yakni panjang 300 cm, lebar 72,5 cm dan tinggi 34,5 cm. Dalam satu bak koagulasi terdapat 100 skat.
Pembekuan dilakukan dengan membubuhkan asam semut sebanyak 1000 ml (1 liter) per 1 bak koagulasi setelah itu diaduk sebanyak 6 kali bolak-balik menggunakan alat pengaduk, agar asam semut dalam bak merata sehingga menghasilkan kematangan dan kualitas sheet yang merta pula.
Setelah pengadukan berlangsung segera keluarkan buih-buih yang timbul akibat pengadukan tersebut. Pengambilan busa ini bertujuan untuk meminimalisir gelembung-gelembung udara yang terkandung dalam sheet yang nantinya akan berpengaruh terhadap mutu sheet tersebut. Setelah proses pengambilan busa dari permukaan bak / lateks maka segera pasang sekat-sekat atau plat-plat dengan cepat tetapi teratur. Usahakan mulai bagian tengah menuju pinggir sehingga tiap ruang antara sekat terisi lateks yang tinggi permukaannya sama. Dengan demikian lmbaran-lembaran sheet tahu atau koagulum yang dihasilkan ukurannya sama dan cukup seragam. Jarak antara plat yang satu dengan yang lainnya adalah 3-3,5 cm.
Setelah pemasangan sekat/plat kemudian lateks dibiarkan membeku selama kurang lebih 20 menit. Lateks yang sudah membeku sempurna ditandai dengan tidak melengketnya koagulum pada jari sewaktu kita mencelupkan jari kedalamnya. Lateks yang sudah membeku dapat dibuka platnya namun sebelum itu lateks perlu ditambahi air sampai
terendam agar pada saat pembukaan plat, plat-plat tersebut tidak melengket.
Setelah sekat-sekat atau plat diangkat maka akan diperoleh lembaran-lembaran sheet tahu atau koagulum yang siap digiling. Namun bila penggilingan tidak dilakukan secepatnya seperti yang ada pada lapangan maka sheet-sheet ditutup kembali menggunakan plat untuk menghindari kotoran yang masuk dan proses oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan warna pada sheet.
Gambar 7.Lembaran koagulum yang dihasilkan
H. Penggilingan a. Tujuan
Tujuan dari penggilingan adalah untuk mengubah lembaran koagulum menjadi lembaran sheet.
b. Dasar Teori
Melalui proses penggilingan, koagulum diubah menjadi smoked sheet. Di dalam proses ini pula air dalam koagulum dikeluarkan.
Koagulum yang telah digiling akan menjadi tipis dan permukaannya akan menjadi lebar (Anonim, 1992).
Menurut Setyamidjaja (1993), guna dari gilingan atau kilang adalah:
1. Untuk menggiling lembar-lembaran koagulum menjadi lembaran sheet yang mempunyai panjang, lebar dan tebal tertentu.
2. Untuk mengeluarkan serum yang terdapat dalam koagulum. 3. Untuk membuang busa yang tertinggal.
4. Untuk memberikan gambaran (print,batikan, kembang) pada lembaran sheet.
Mesin-mesin gilingan dilengkapi dengan air pelincir yang terletak diatas gilingan masing-masing. Air pelincir ini berfungsi untuk membersihkan serum yang terdapat pada lembaran sheet, mengurangi lengketnya lembaran-lembaran pada silinder -silinder gilingan dan mengurangi daya gelincir.
c. Alat dan bahan
Alat : Mesin pengiling shiter dan bambu.
Bahan : Lembaran-lembaran koagulum / sheet-sheet tahu dan air.
d. Cara Kerja
1. Ambil lembaran-lembaran koagulum pada bak koagulasi kemudian letakkan didepan mesin penggiling
2. Giling lembaran koagulum dengan menggunakan mesin giling mangal 5 dengan merk aristo atau
3. Setelah sheet melewati 5 gilingan tersebut cuci sheet 4. Tiriskan dengan menggunakan bambu.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil dilapangan lembaran-lembaran koagulum yang telah digiling berbentuk lembaran sheet yang tipis, lebar dan membentuk gambar.
f. Pembahasan
Pengilingan dilakukan dengan mengunakan mesin shiter semi otomatis lima roda, roda pertama ketebalannya 10 mm, kedua ketebalannya 8 mm, ketiga ketebalannya 6 mm, keempat ketebalannya 4 mm dan yang kelima ketebalannya 3 mm. Mangel pertama sampai dengan mangel kelima merupakan gilingan licin sedangkan mangel kelima adalah gilingan kembang. setiap mangel harus dijaga oleh satu orang untuk menghindari kemiringan sheet yang masuk dalam penggilingan sehingga mengakibatkan melengketnya sheet di ujung-ujung mesin penggiling.
Gilingan / mangel kelima merupakan gilingan kembang/gambar yang fungsinya adalah untuk membentuk pola atau gambar. Fungsi pola atau gambar tersebut adalah memperluas permukaan lembar sheet hal ini sangat penting dalam proses pengeringan. Setelah melewati mangel kelima maka akan diterima di bak pencucian setelah itu langsung ditiriskan pada bambu yang tersedia, ukuran bambu penirisan adalah 170 cm yang rata-rata dapat menampung 3 lembar sheet.
Gambar 8.Penggilingan Sheet
I. Pengasapan a. Tujuan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk menurunkan kadar air, mematangkan dan mengubah warna sheet.
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993), lembaran sheet yang keluar dari mesin giling mengandung kurang lebih 30% air, yaitu air yang melekat pada permukaan lembaran dan air yang terdapat di antara butir-butir karet dalam lembaran. Untuk mndapatkan lembaran yang sungguh-sungguh kering, air yang terdapat pada lembaran harus dikeluarkan. Disamping itu, lembaran perlu pula diawetkan agar tahan terhadap kerusakan karena gangguan cendawan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas. Oleh karena itu dalam pembuatan sheet diperlukan adanya proses pengasapan dan pengeringan, Tujuan pengasapan adalah :
2. Agar bahan pengawet yang terdapat dalam asap (phenol) masuk kedalam sheet, sehingga sheet akan tahan lama disimpan dan mencegah tumbuhnya organism dalam sheet
3. Member warna coklat muda dengan asap sehingga mutunya meningkat 4. Pengasapan dan pengeringan biasanya berlangsung 4 hari lebih hingga
selesai. Lama pengeringan tergantung dari ketebalan sheet yang diolah. Lembaran sheet yang tebal membutuhkan waktu pengeringan yang lama. Makin tipis lembaran sheetnya makin singkat waktu pengeringannya (Anonim, 1993).
c. Alat dan Bahan
Alat : Rumah pengasapan / smoke house yang dilengkapi termometer. Bahan : Lembaran sheet dan kayu bakar.
d. Cara Kerja :
1. Angkut / bawa lembaran sheet yang telah ditiriskan ke rumah pengasapan
2. Susun atau gantung lembaran sheet dengan rapi dalam ruang pengasapan
3. Lakukan pengsapan dengan menyalakan kayu bakar ditungku rumah asap (smoke hause)
4. Lakukan pembalikan pada sheet keesokan harinya.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil praktek di lokasi pabrik setelah dilakukannya pengasapan + 6 hari dengan suhu yang berbeda-beda, di ketahui bahwa lembaran-lembaran sheet sudah matang dan siap dipanen.
f. Pembahasan
Pengasapan dilakukan + 6 hari dengan mengunakan kayu bakar. Kayu bakar pengasapan diperoleh dari kebun perusahaan Jenis kayu bakar yang biasa dipakai adalah kayu ulin, klirsidi, akasia, karet dan lamtoro namun yang paling baik adalah kayu ulin karena tekstur kayu atau kambiumnya yang cukup keras sehingga berpengaruh besar tewrhadap ketahan apinya menyala. Pemakaian kayu perharinya rata-rata 3M3. suhu yang digunakan berbeda-beda, pada hari pertama menggunakan suhu 35oC, hari kedua 40oC, hari ketiga 45oC, hari keempat 50oC, hari kelima 55oC, dan hari keenam 60oC. Jika pada hari keenam sheet belum matang maka Suhu dipertahankan pada 60oC.
J. Pemanenan dan Sortasi a. Tujuan
Tujuan dari pemanenan dan sortasi adalah untuk mengumpulkan lembaran sheet yang sudah di asapkan dan memisahkan lembaran sheet sesuai mutunya.
b. Dasar Teori
Lembaran-lembaran ribbed soket sheet atau sheet sesampainya diruang sortasi ditimbang untuk mengetahui berat hasil akhir pengolahannya. Berat yang diperoleh tidak boleh berbeda besar dengan taksiran yang telah ditentukan pada saat memperoleh hasil lateks. Perbedaan yang besar menunjukan adanya kesalahan-kesalahan dalam penangan lateks, baik dalam penerimaan, pengumpulan, pengenceran ataupun penggilingannya. Setelah itu lembaran-lembaran sheet dibawa keruang sortasi. Pelaksanaan sortasi ini dimaksudkan untuk memisahkan lembaran-lembaran sheet berdasatkan tingkat atau (grade) kualitasnya
(Setyamidjaja, 1993).
Smoked sheet yang telah jadi diseleksi berdasarkan mutunya. Dalam satu pak atau bandela tidak boleh ada smoked sheetyang mutunya berbeda-beda. Tolak ukur untuk menentukan mutu smoked sheetadalah : 1. Kotoran-kotoran dan gelembung udara di lembarannya.
c. Alat dan Bahan
Alat : Gunting.
Bahan : Lembaran sheet yang sudah diasapkan.
d. Cara Kerja
1. Setelah diasapkan + 6 hari angkut sheet dari ruang pengasapan keruang sortasi
2. Pisahkan dan lipat –lipat Sheet sesuai mutunya.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil praktek di lokasi pabrik lembaran sheet yang telah disortasi dapat di ketahui mutunya berdasarkan warna, kebersihan dan gelembung udara yang terdapat didalam sheet.
f. Pembahasan
Pemanenan Sheet bila warna yang sudah matang mencapai 98%, sheet yang telah dipanen dari ruang pengasapan dan ditumpuk diruang sortasi harus segera disortasi / sortir agar lembaran sheet yang satu dengan yang lain mudah dilepas atau tidak lengket. Sortasi sangat penting dilakukan karena menyangkut mutu yang dihasilkan dan juga harganya.Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara RSS1, RSS2, RSS4 dan kating. Jika ada lembaran-lembaran sheet yang telah diasapkan mentah / belum matang kemudian di guting, hasil guntingan tersebut itulah yang disebut cutting. Kriteria untuk menentukan mutu RSS Perusahaan adalah pada warna, kebersihan dan jumlah gelembung.
Gambar 11.Sortasi
K. Balking dan Packing a. Tujuan
Tujuan dari balkingdan packingadalah untuk membentuk bandela-bandela agar mudah dalam proses pengiriman.
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993), lembaran-lembaran sheet yang telah disortasi dirung sortasi, tahap selanjutnya adalah pengepakan atau pembungkusan. Sebelum dibungkus lembaran-lembaran sheet dilipat untuk memudahkan dalam mengaturnya dalam peti waktu pengepakan.
c. Alat dan Bahan
Alat : Timbangan, kotak besi, mesin press, kayu dan besi. Bahan : RSS1, RSS2, RSS4 dan cutting.
d. Cara Kerja
1. RSS yang telah dilipat kemudian ditimbang sebanyak 113 kg 2. Selanjutnya dimasukan kedalam kotak besi
3. Lalu peamasangan kayu pada bagian atasnya 4. Selanjutnya dilakukan ballking/pengepressan
5. Kemudian dilakukan pemasaangan besi agar balking tersebut rapat 6. Lalu dilakukan packing/pembungkusan dengan lembaran RSS.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil dilapangan RSS yang telah diballking dan dipacking bentuknya segi empat.
f. Pembahasan
Balking dan packing dilakukan untuk mempermudah pembungkusan dengan lembaran RSS dan untuk mempermudah pengankutan dalam pengiriman. Dalam proses ini dilakukan penimbangan per bandelanya 113 kg termasuk pembungkusnya kemudian diball, selanjutnya dimasukan kedalam kotak ball selama 12 jam agar dalam 1 bal tersebut benar-benar rapat. Ukuran Kotak ball = panjang: 62Cm, lebar: 52Cm dan tinggi: 62Cm. Setelah dibiarkan selama 12 jam lakukan pengepakan / paking denan cara membungkus bal-bal dengan lembaran sheet yang sudah disiapkan menggunakan alat tusuk.
L. Pengapuran (Talking) a. Tujuan
Tujuan dari talking adalah untuk menghindari terjadinya perekatan antara bandela satu dengan yang lainnya.
b. Dasar Teori
Menurut Setyamidjaja (1993),setelah bandela dibungkus, bandela kemudian dilabur dengan memakai campuran talk dan perekat, kemudian diberi merk atau tanda sesuai dengan peraturan. Larutan pelabur dibuat dengan pencampuran bahan-bahan talk powder 200 gram + premium 0,8 liter + perekat 20 gram untuk tiap bandela.
c. Alat dan Bahan
Alat : Wadah, pengaduk, Kuas,
Bahan : Kapur, minyak tanah dan RSS yang telah dipacking.
d. Cara Kerja
1. Siapkan bahan pengapur (minyak tanah 10 liter dan kapur 4 kg) 2. Lumuri ball-ball denan kapur talk menggunakan kuas hingga merata.
e. Hasil yang dicapai
Dari hasil dilokasi pabrik, RSS yang telah di talking warnanya putih, tedak merekat dan terlihat lebih menarik.
f. Pembahasan
Pengapuran (talking) dilakukan menggunakan kuas agar mudah merata. Pengapuran sangat penting dilakukan untuk menghindari perekatan antara bal yang satu dengan yang lain. Pengapuran ini juga
bertujuan agar penampilan lebih terlihat cantik / menarik, agar sheet tidak berjamur, tidak mudah terkena kotoran / kayu dan untuk mempermudah penyusunan dalam truk apabila ada transit dalam proses pengiriman.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sistem yang dilakukan oleh PT. Budi Duta Agromakmur ternyata berbeda dengan teori yang didapatkan di bangku perkuliahan.
2. Pola Sadap PT. Budiduta Agromakmur adalah S2D2 yaitu Sistem sadap setengah spiral dalan waktu 2 hari sekali.
3. Sistem sadap yang dilakukan penyadap di PT. Budiduta Agromakmur tidak sesuai dengan apa yang di tentukan oleh perusahaaan.
4. Proses pengolahan karet Rubber Smoke Sheet (RSS) adalah mengolah lateks segar menjadi lembaran-lembaran sheet melalui proses penghitungan kadar karet kering untuk mengetahui kadar air lateks yang akan diolah, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengasapan, sortasi, ballking, packing dan Talking.
5. PT. Budiduta Agromakmur mengola karet alam menjadi bahan setengah jadi berupa Rubber Smoke Sheet dengan mutu olah RSS 1, cutting RSS dan cutting kapuk. PT. Budi Duta Agromakmur.
B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan pengontrolan yang teratur terhadap penyadap agar penyadapan dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan.
2. Perlu adanya penambahan alat transportasi untuk menunjang kelancaran dalam proses pengangkutan lateks .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992. Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta. 366 hlm.
Barly,1988. Masalah dalam Pengelolaan Kayu Karet. Duta Rimba No. XIV
Setyamidjaja D, 1993. Karet Budidaya dan Pengolahannya. Kanisius. Yogyakarta. 207 hlm.
Siregar. Tumpal HS,1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta. 50 hlm
Lampiran 1. Diagram Alir Pengolahan Rubber Smoked SheetBerdasarkan hasil pengamatan di lokasi pabrik PT. Budiduta Agromakmur
Penyadapan
Pemanenan / Pengumpulan Lateks
Penimbangan
Pengangkutan
Penerimaan lateks dan pengambilan sempel ( perhitungan KKK)
Pengenceran
Pembekuan (membubuhkan CHOOH )
Penggilingan
Pengasapan (Diasap sekitar 6 hari suhu 35oC – 60o C)
Sortasi (pemeriksaan mutu sheet)
Pembuatan bandela/Balking ( selama12 Jam)
Pengepakan /Packing
Pengapuran / Talking
Lampiran 2. SNI Rubber Smoke Sheet Menurut Dewan Standarisasi Nasional Indonesia
1. RSS I Kriteria : kelas ini harus mempunyai syarat yaitu sheet yang dihasilkan harus benar – benar Kering, Kuat, Bersih, tidak ada cacat, Tidak Berkarat, tidak melepuh, serta tidak ada benda – benda Pengotor. Jenis ini (RSS) tidak boleh ada garis pengaruh oksidasi, sheet lembek,suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar – benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Bila terdapat gelembung – gelembung berukuran kecil (seukuran jarum pentul) masih diperkenankan, asalkan letaknya tersebar merata. Pembungkusan harus baik agar tidak terkontaminasi jamur. Tetapi, bila sewaktu diterima terdapat jamur pada pembungkusnya, masih dibenarkan asalkan tidak masuk kedalam karetnya.
2. RSS II Kriterianya : kelas ini tidak terlalu banyak menuntut Kriteria. Standarntya harus kering, bersih kuat, bagus, tidak terdapat cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Sheet tidak di perkenaankan terdapat terdapat noda atau garis akibat oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar – benar karing, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Sheet ini masih menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum pentul). Zat –zat damar dan jarum pada pembungkus, kulit luar bandela atau pada Sheet didalamnya masih dapat ditorerir.
Tetapi Bila sudah Melebihi 5% dari bandela maka Sheet akan di tolak.
3. RSS III Kriterianya : Standar karet RSS III harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar (tiga kali ukuran jarum pentul), ataupun noda – noda dari kulit kulit tanaman karet dapat di tolerir. Namun, tidak di terima jika terdapat garis oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar – benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Jamur yang terdapat pada pembungkus kulit luar bandela serta menempel pada sheet tidak masalah, asalkan jumlahnya tidak melebihi dari 10% dari bandela dimana contoh diambil.
4. RSS IV Kriterianya : Standar karet RSS 4 harus kering, kuat, tidak cacat, tidak terdapat pasir atau kotoran luar. Yang diperkenankan adalah bila terdapat gelembung udara kecil – kecil sebesar 4 kali jarum pentul, karet agak rekat atau terdapat kulit pohon asal tidak banyak. Mengizinkan adanya noda – noda asalkan jernih. Sheet lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak bisa di terima. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sheet, asalkan tidak melebihi 20% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 4 ini.
5. RSS V Kriterianya : karet yang dihasilkan pada kelas ini harus kokoh, tidak terdapat kotoran atau benda – benda asing, kecuali yang diperkenanan. Dibanding dengan RSS yang lain RSS 5 adalah yang terendah standarnya. Bintik – bintik, gelembung kecil, noda kulit pohon yang besar, karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering masih temauk dalam batas toleransi. Bahan damar atau jamur keringpada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sheet asalkan tidak melebihi 30% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 5 pengeringan pada suhu tinggi dan bekas terbakar tidak diperkenankan untuk jenis kela ini. (Dewan Standarisasi Nasional Indonesia, 1987).
Lampiran 3. Gambar Peralatan Sadap di Kebun PT. Budi Duta Agromakmur
Gambar 16.Peralatan Sadap
Lampiran 4. Gambar Produk Karet Rubber Smoke Sheet (RSS) dan Cutting yang dihasilkan di PT. Budiduta Agromakmur
Gambar 18.RSS 1
Gambar 20.Cutting RSS